PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web...

43
PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DALAM RANGKA PENCAPAIAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS Yulinah Trihadiningrum Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November Jln. Arif Rachman Hakim, Sukolilo, Surabaya, Indonesia 60111 e-mail: [email protected] BELUM ADA ABSTRAK PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui, setiap aktivitas di perkotaan pasti menghasilkan buangan yang dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Di dalam pembahasan ini hanya akan dibahas buangan yang berbentuk padat, yang lazim disebut sampah. Sampah didefinisikan sebagai buangan manusia atau hewan yang bersifat padat atau semi padat, yang tidak memiliki nilai guna atau nilai ekonomi, sehingga perlu dibuang (Tchobanoglous, Theisen, dan Vigil, 1993). Undang-undang Republik Indonesia (UURI) No. 18 tahun 2008 mendefinisikan

Transcript of PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web...

Page 1: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN SAMPAH

KOTA DALAM RANGKA PENCAPAIAN

MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS

Yulinah Trihadiningrum

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November

Jln. Arif Rachman Hakim, Sukolilo, Surabaya, Indonesia 60111

e-mail: [email protected]

BELUM ADA ABSTRAK

PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui, setiap aktivitas di perkotaan pasti menghasilkan buangan

yang dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Di dalam pembahasan ini hanya akan dibahas

buangan yang berbentuk padat, yang lazim disebut sampah. Sampah didefinisikan

sebagai buangan manusia atau hewan yang bersifat padat atau semi padat, yang tidak

memiliki nilai guna atau nilai ekonomi, sehingga perlu dibuang (Tchobanoglous,

Theisen, dan Vigil, 1993). Undang-undang Republik Indonesia (UURI) No. 18 tahun

2008 mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan manusia sehari-hari dan/atau proses

alam yang berbentuk padat.

Timbulan sampah terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan

penduduk. Ironisnya, fasilitas pengelolaan sampah di hampir semua kota di Indonesia

masih terbatas. Mengiringi diundangkannya UURI No 18/2008 tentang Pengelolaan

Sampah, pola lama pengelolaan sampah di Indonesia yang berupa pengumpulan-

pengangkutan-pembuangan (P3) mulai bergeser ke pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-

pembuangan residu (P4). Pergeseran paradigma pola pengelolaan sampah tersebut

berlangsung dengan cukup signifikan di beberapa kota metropolitan, seperti Surabaya

dan Jakarta, di mana terdapat peran aktif dari Dinas Kebersihan, yang mendapat

Page 2: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), praktisi, serta program Corporate

Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan industri yang bernuansa

penyelamatan lingkungan.

Data survey yang diungkapkan oleh JICA (2008) menunjukkan pengelolaan

sampah di Pulau Jawa baru mampu melayani 59% dari total jumlah penduduk.

Dilaporkan pula, tingkat pelayanan pengelolaan sampah pada tingkat nasional hanya

mencapai 56%. Padmi (2006) menyatakan sampah yang tidak terkelola oleh Pemerintah

ditangani oleh penduduk dengan cara dibakar (35%), dikubur (7.5%), dikompos (1.6%),

atau dengan cara lainnya (15.9%). Kondisi tersebut masih terjadi sekarang, termasuk di

kota Surabaya.

Di sisi lain, pesatnya pertumbuhan industri di Indonesia telah mengakibatkan

terbentuknya sampah kota yang lebih beragam. Khususnya limbah jenis Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3) meningkat dua kali lipat dalam satu dekade. Timbulan

limbah B3 pada tahun 1990 di Indonesia adalah 4.3 juta ton. Jumlah ini meningkat

menjadi 8.8 juta ton pada tahun 1998. Diperkirakan lebih dari 75% limbah B3 berasal

dari industri manufaktur, 5-10% dari rumah tangga, dan sisanya dari sumber-sumber lain.

Kondisi ini telah mengakibatkan terjadinya gangguan lingkungan, yang belum terpantau

dengan baik. Dikhawatirkan beban pencemaran oleh limbah B3 akan meningkat sepuluh

kali lipat pada tahun 2010, terutama dari jenis limbah logam berat dan toksikan organik

non-biodegradable yang dapat terbioakumulasi di lingkungan hidup (Anonymous, 1997).

Penyelesaian masalah sampah kota sebenarnya berhubungan dengan Millenium

Development Goals (MDGs – Tujuan Pembangunan Millenium) yang ditandatangani

oleh 149 Kepala Negara dalam UN Millenium Summit pada bulan September 2000.

Sebagaimana dinyatakan oleh UNDP (2006), ada 8 tujuan MDGs yang ditargetkan dapat

tercapai pada tahun 2015, yaitu: (1) teratasinya masalah kemiskinan dan kelaparan yang

ekstrim, (2) tercapainya tingkat pendidikan dasar umum, (3) meningkatnya peran gender

dan kemampuan wanita, (4) berkurangnya tingkat kematian anak-anak, (5) meningkatnya

kesehatan ibu, (6) terkendalinya HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, (7)

tercapainya sustainabilitas lingkungan, dan (8) berkembangnya kemitraan global untuk

pembangunan.

Page 3: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Fokus artikel ini adalah kontribusi pengelolaan sampah kota di Indonesia dan

paradigma-paradigma yang berkembang terhadap MDGs. Selanjutnya, akan

direkomendasikan strategi yang perlu diterapkan dalam penanganan sampah kota guna

menunjang tercapainya MDGs di Indonesia.

PEMBAHASAN

Timbulan dan Komposisi Sampah Kota

Acuan mengenai timbulan sampah kota di Indonesia adalah SNI S-04-1993-03

yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (SNI). Dalam SNI, ditetapkan bahwa

timbulan sampah di kota sedang adalah 0,7-0,8 kg/orang.hari, sedangkan di kota kecil

sebesar 0,5-0,6 kg/orang.hari. Besaran timbulan sampah ini berada pada kisaran timbulan

sampah antara negara berpenghasilan rendah (0,5 kg/orang.hari) dan menengah (0,9

kg/orang.hari) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.

Komposisi sampah menjadi semakin kompleks dari waktu ke waktu. Komponen

sampah basah semakin berkurang, sedangkan kandungan komponen kering, khususnya

sisa kemasan, menjadi semakin meningkat. Pada Tabel 1 dapat dilihat data perubahan

komposisi sampah permukiman di Surabaya sejak tahun 1988 hingga 2010. Tampak

terjadinya penurunan persentasi sampah basah yang cukup signifikan serta peningkatan

jumlah sampah plastik sebanyak dua kali lipat selama dua dekade. Tabel tersebut juga

menunjukkan persentase komponen sampah kertas, logam, dan kaca/gelas yang relatif

tetap. Ditinjau dari komposisinya, sampah kota di Indonesia masih didominasi oleh

sampah basah. Kondisi tersebut mirip dengan komposisi sampah di negara-negara

berpenghasilan rendah, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Komposisi sampah Kota Surabaya

No. Komponen sampah

Persen berat (%)

1988* 2006** 2010***

1. Sampah basah 77.3 72.4 68.5

2. Kertas 6.2 7.3 6.1

Page 4: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

3. Plastik 5.6 10.1 12.4

4. Kayu 4.6 2.4 2.3

5. Logam 1.0 1.4 1.0

6. Kaca/gelas 0.4 1.7 1.4

7. Karet/kulit 0.8 0.5 0.5

8. Kain 2.2 2.7 4.0

9. Lain-lain 4.6 1.5 3.8

Jumlah 100 100 100

Sumber: *Trihadiningrum, 1988; **Trihadiningrum, 2006; ***Anonim, 2010

Pada masa sekarang, bahan plastik dipandang sebagai bagian penting dalam hidup

manusia, karena sifatnya yang kuat, ringan, murah, mudah diolah, dan hemat energi.

Dengan sifat tersebut, plastik semakin banyak digunakan sebagai bahan pengemas. Pada

saat ini, 40% produk plastik dunia digunakan untuk bahan pengemas. Sebagai akibatnya,

jutaan ton plastik dibuang sebagai sampah setiap harinya. Data di negara maju

menunjukkan setiap orang membuang 398 kg sampah plastik setiap tahunnya (Majid,

2007), 33 kali lebih besar dari jumlah sampah plastik yang dihasilkan oleh setiap orang di

Surabaya.

Meskipun jumlah sampah plastik hanya meliputi 12% saja dari sampah kota,

akibat berat jenisnya yang rendah, volumenya membutuhkan ruang sebesar 25-35% lebih

banyak dari volume total sampah. Akibatnya, apabila komponen sampah plastik terus

meningkat jumlahnya, kebutuhan akan lahan TPA akan lebih meningkat pula. Hasil

analisis komposisi deposit sampah pada sembilan lokasi sampling di TPA Keputih, yang

telah dihentikan operasinya pada tahun 2001, menunjukkan kandungan plastik yang

cukup tinggi, yaitu antara 14,3 – 33,5%, dengan rata-rata 23,5% (Trihadiningrum dkk,

2005).

Page 5: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

(a) (b) (c)

Sampah basah

Kertas

Plastik

Logam

Kayu, karet, kain, kulit

Kaca

Lain-lain

(d)

Gambar 1. Perbandingan timbulan dan komposisi sampah kota di:

(a) negara industri; (b) negara bepenghasilan menengah; (c) negara berpenghasilan rendah

(d) Indonesia. (Sumber: Nair, 1993; SNI S-04-1993-03; dan Trihadiningrum, 2006)

Kontribusi Perkembangan Teknologi Pengelolaan Sampah Kota Terhadap MDGs

Hierarki Penanganan Sampah yang Mendukung Sustainabilitas Lingkungan

Pembuangan akhir

Pola pengelolaan sampah kota dapat digambarkan secara hierarkis (Gambar 2).

Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat hierarki kegiatan

pengelolaan sampah, semakin rendah biaya yang dibutuhkan. Tingkat hierarki terendah

dalam penanganan sampah kota konvensional adalah pembuangan akhir (Gambar 2a).

Pada hierarki ini, sampah dianggap tidak memiliki nilai dan harus dibuang atau

dimusnahkan. Sebagai konsekuensinya, dibutuhkan biaya investasi dan operasional yang

tinggi, termasuk biaya untuk mengatasi berbagai dampak lingkungan yang terjadi.

Laju timbulan 0,8 kg/orang.hari

Page 6: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Penerapan pengelolaan sampah kota yang menekankan semua bentuk buangan padat

merupakan residu yang harus dibuang, tidak mendukung MDGs keenam, yaitu

sustainabilitas lingkungan. Teknologi pembuangan sampah yang dilaksanakan di

kebanyakan kota di Indonesia masih menyebabkan terjadinya emisi bau, metana, serta

gas-gas lainnya ke atmosfir. Selain itu, juga timbul pencemaran tanah dan air tanah akibat

lindi yang terbentuk, serta terjadinya perkembang-biakan vektor-vektor penyakit, seperti

lalat dan tikus.

(a) Konvensional (b) Trend masa depan

Gambar 2. Hierarki pengelolaan sampah kota

(Rudden, 2006, dimodifikasi dalam Trihadiningrum, 2008).

Energy recovery

Tingkat hierarki yang lebih tinggi dari pembuangan akhir adalah energy recovery,

di mana sampah dipandang sebagai sumber daya yang dapat menghasilkan energi.

Penerapannya lazim dilakukan di TPA yang difasilitasi dengan sistem pengumpul dan

konversi energi dari gas metana yang terbentuk selama sampah ditimbun. Proses

anaerobik yang secara alami berlangsung di dalam timbunan sampah mampu mengubah

sampah organik biodegradable menjadi gas metana. Bila tidak dikelola dan

Biaya tinggi

Pembuangan akhir

Energy recovery

Recycling

Reuse

Minimisasi

PencegahanPencegahan

Minimisasi

Reuse

Recycling

Energy recovery

Pembuangan akhir

Biaya rendah

Page 7: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

dimanfaatkan, gas metana dari TPA akan teremisi ke atmosfir, dan menjadi salah satu

penyebab terjadinya pemanasan global.

Pemanfaatan metana dari TPA untuk sumber energi merupakan salah satu contoh

kegiatan pembangunan yang berazas pada pengurangan sumber penyebab pemanasan

global, yang kini lazim disebut Clean Development Mechanism (CDM). PT Navigat

Organic Energy Indonesia, misalnya, telah berhasil membangun pembangkit listrik

dengan tenaga sampah di TPA di Bali dan di Bantar Gebang, Bekasi. Produk listrik yang

dihasilkan telah mendapatkan respon dari PLN untuk didistribusikan kepada masyarakat

(Anonim, 2010a).

Selain melalui proses anaerobik, sampah makanan dan sampah biomassa lainnya

dapat pula dikonversi menjadi biofuel alkohol, melalui proses hidrolisis dan fermentasi.

Bentuk energy recovery lainnya adalah pengubahan energi dari panas yang timbul pada

proses insinerasi sampah, menjadi energi listrik. Belakangan ini, energi dari briket

sampah, yang lazim disebut Refuse Derived Fuel (RDF) yang populer di Amerika Serikat

pada tahun 1970-an mulai dikembangkan kembali (Ramasamy, 2006). Bentuk terbaru

RDF adalah Process Engineered Fuel (PEF), yang dibuat dari sampah plastik dan kertas

(Toinezyk, 2006). Dalam penggunaannya, PEF dinilai lebih ramah lingkungan dari RDF.

Trihadiningrum dkk (2008) meringkas proses-proses biofisik-kimiawi untuk konversi

sampah menjadi energi sebagaimana diuraikan di atas pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan konversi sampah makanan dan biomassa menjadi energi. (Modifikasi dari

Trihadiningrum dkk, 2008)

SAMPAH MAKANAN

DAN BIOMASSA

Gula

Briket

Minyak

Gas

Biogasfermentasi

gasifikasi

pirolisiss

press

hidrolisis Etanol Biofuel cair

Listrik

Panas

Uap

Page 8: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Recycling, reuse , minimisasi dan pencegahan

Hierarki berikutnya adalah daur ulang sampah untuk menghasilkan produk baru

(recycling), yang disusul dengan hierarki dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu

pemanfaatan kembali sampah (reuse). Hierarki lebih tinggi berikutnya adalah minimisasi,

yaitu mengurangi timbulan sampah semaksimal mungkin. Sedangkan hierarki tertinggi

dalam penanganan sampah kota adalah sedapat mungkin mencegah terbentuknya sampah

(prevention). Contoh-contoh aktifitas pada setiap hierarki dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh masing-masing tingkatan hirarki penanganan sampah kota.

1. Pencegahan 2. Minimisasi

- mengurangi pola konsumsi / belanja

yang berlebihan

- menggunakan produk dengan sistem

sewa atau pinjam

- menggunakan produk dengan kemasan

yang dapat digunakan ulang,

- menggunakan produk sistem refill

- melakukan pemilahan sampah yang

dapat didaur ulang

3. Pemanfaatan kembali (Reuse) 4. Daur ulang (Recycling)

- memanfaatkan barang bekas untuk

fungsi sama atau berbeda. Misalnya,

botol sirup bekas untuk tempat air,

kontainer zat kimia untuk bak air, bak

sampah, dsb

- menyumbangkan barang bekas ke pihak-

pihak yang dapat memanfaatkannya

- mengubah bentuk dan sifat sampah

melalui proses bio-fisik-kimiawi

menjadi produk baru yang lebih

berharga. Misalnya mengubah sampah

basah menjadi kompos, mengolah

sampah plastik menjadi pelet

5. Perolehan energi (energy recovery) 6. Pembuangan akhir

- mengubah sampah melalui proses

biofisikkimiawi menjadi energi; a.l.

membuat briket bahan bakar dari sampah,

melalui proses thermal (insinerasi,

pyrolisis, gasifikasi), serta produksi

- membuang seluruh komponen sampah

ke TPA, atau membakarnya

Page 9: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

metana melalui biotreatment

Menghadapi trend kuantitas sampah yang terus meningkat, hierarki pengelolaan

sampah masa depan harus berubah. Trend pengelolaan sampah kota yang mengutamakan

3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle, perlu didukung, agar jumlah sampah yang dibuang

menjadi berkurang. Pola hierarki pengelolaan sampah masa depan, di mana volume

sampah yang dibuang ke TPA menjadi jauh berkurang dengan lebih diintensifkannya

program 3R, ditampilkan pada Gambar 2b.

P otensi daur ulang sampah kota

Masih dalam kerangka bahasan MDGs keenam, yaitu sustainabilitas lingkungan,

berbagai komponen sampah menyimpan potensi untuk dapat dimanfaatkan kembali, atau

diolah untuk menghasilkan produk baru non energi melalui proses recovery dan

recycling. Potensi reduksi sampah kota dapat ditetapkan berdasarkan material balance,

dengan memperhitungkan recovery factor setiap komponen sampah. Yang dimaksudkan

dengan recovery factor adalah prosentasi setiap komponen sampah yang dapat

dimanfaatkan kembali, di-recovery atau didaur ulang. Selebihnya merupakan residu yang

memerlukan pembuangan akhir atau pemusnahan. Pada Tabel 3 dapat dilihat recovery

factor dari jenis-jenis sampah yang telah dihitung di Kota Surabaya.

Table 3. Recovery factor sampah Kota Surabaya.

Komponen Sampah Recovery Factor

(%)

Sampah organik mudah urai** 80

Sampah plastik* 50

Sampah kertas* 40

Sampah logam* 80

Sampah gelas/kaca* 70

* Menurut Trihadiningrum dkk, 2006

** Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993

Page 10: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Berdasarkan asumsi besaran timbulan sampah sebesar 0,8 kg/kapita.hari (SNI S-

04-1993-03), timbulan sampah di kota Surabaya yang berpenduduk 2,7 juta jiwa adalah

2.160 ton/hari (data tahun 2006). Dengan menggunakan nilai-nilai recovery factor aktual

yang dihitung dari pengaruh aktivitas sektor informal sebagaimana tercantum pada Tabel

3, besarnya jumlah sampah kering yang dapat didaur ulang di Surabaya adalah sebagai

berikut: sampah plastik 109 ton/hari, sampah kertas 62,7 ton/hari, sampah gelas 25,7

ton/hari, dan logam 24,5 ton/hari (Tabel 4). Jumlah total reduksi aktual jenis-jenis

sampah tersebut adalah 221,9 ton/hari atau 10.3% dari jumlah timbulan sampah kota/hari.

Nilai daur-ulang jenis sampah kering sebesar 10,3% dari total sampah kota

bukan merupakan tingkat yang signifikan. Oleh karenanya, upaya reduksi dan

pemanfaatan sampah kota perlu difokuskan pula pada sampah basah, yang dominan

jumlahnya dalam sampah kota. Dengan menggunakan nilai recovery factor potensial

sebesar 0,80 (Tchobanoglous, Theisen and Vigil, 1993) untuk pemanfaatannya sebagai

bahan baku kompos, sebanyak 1251,4 ton sampah basah dapat direduksi setiap harinya

(Tabel 4). Jumlah ini dapat mengurangi timbulan sampah kota sebanyak 1473,3 ton

(68,3%), dan meninggalkan 684,4 ton residu (31,7%) untuk diangkut ke TPA. Apabila

strategi reduksi sampah basah maupun sampah kering dapat dilakukan dengan baik, maka

selain diperoleh materi daur-ulang yang bemanfaat, juga kebutuhan biaya penanganan

sampah dan kebutuhan lahan TPA dapat dikurangi secara signifikan.

Perlu ditambahkan, bahwa daur ulang sampah memberikan keuntungan-

keuntungan sebagai berikut, sebagaimana diuraikan dalam USEPA (2006):

menghemat penggunaan sumber daya alam

mengurangi emisi gas-gas pencemar udara dan polutan lain

menghemat penggunaan energi

menyediakan bahan baku untuk industri

menyediakan lapangan kerja

menstimulasi perkembangan teknologi ramah lingkungan

mengurangi kebutuhan akan lahan TPA dan insinerator

Tabel 4. Material balance sampah kota dengan memperhitungkan potensi reduksinya

di Kota Surabaya

Page 11: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Komponen sampah

%

Timbulan

(ton/hari)Recovery

factor

(%)

Laju reduksi

(ton/hari)

Jumlah residu

sampah

(ton/hari)

Sampah basah 72,41 1564,2 80* 1251,4 312,8

Plastik 10,09 217,9 50 109,0

221,9

109,0

Kertas 7,26 156,8 40 62,7 94,1

Gelas/kaca 1,70 36,7 70 25,7 11,0

Logam 1,41 30,6 80 24,5 6,1

Kayu 2,39 51,6 0 0 51,6

Tekstil 2,68 57,9 0 0 57,9

Karet 0,46 9,9 0 0 9,9

Sampah lain 1,48 32,0 0 0 32,0

Jumlah total 100.00 2157,7 1473,3 684,4

Prosentasi (% ) 68,3 31,7

* Nilai potensial, menurut Tchobanoglous, Theisen and Vigil (1993)

Khusus sampah plastik, kegiatan daur ulangnya dapat mengurangi dampak

lingkungan yang sangat signifikan. Dalam proses produksi plastik, dibutuhkan sumber

daya alam berupa minyak bumi yang sangat besar jumlahnya, baik sebagai bahan baku,

maupun sebagai energi untuk proses manufaktur. Produksi setiap ton plastik jenis

polietilen membutuhkan 1,8 ton minyak bumi. Setiap tahunnya, sekitar 4% minyak bumi

dunia digunakan sebagai bahan baku plastik, dan 3-4% digunakan untuk sumber energi

dalam proses manufaktur plastik. Sebagaimana dijelaskan dalam Anonymous (2006),

daur ulang sampah plastik akan menghasilkan dampak lingkungan positif sebagai berikut:

- mereduksi 67% konsumsi energi

- menurunkan 250% emisi CO, 67% emisi SOx, dan 50% emisi NOx

- mengurangi penggunaan air sebanyak 90%

Nilai Ekonomi Sampah dan Pengentasan Kemiskinan

Page 12: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Target MDGs pertama, yaitu pengentasan kemiskinan, didukung oleh terdapatnya

nilai ekonomi pada sampah. Di Indonesia, aktivitas sektor informal dalam bisnis sampah

telah menyatu dengan kegiatan ekonomi lain di hampir semua kota. Dengan

menggunakan harga komponen sampah kering yang dapat didaur ulang yang berlaku di

Kota Surabaya (Tabel 5), nilai ekonomi sampah di Kota Surabaya dapat diperkirakan

(Tabel 6). Estimasi nilai jual jenis sampah kering, yang terdiri atas plastik, kertas,

kaca/gelas, dan logam sebesar Rp. 337.050.000/hari, sebagaimana dapat dilihat pada

Tabel 6, menunjukkan bahwa sampah merupakan sumber daya yang tidak dapat

diabaikan perannya dalam ekonomi kota.

Nilai ekonomi sampah dapat ditingkatkan menjadi hampir dua kali lipat apabila

warga Kota Surabaya telah mampu mendaur ulang seluruh sampah basah menjadi

kompos. Kompos dapat dihasilkan setiap harinya dari 1251,4 ton sampah basah (Tabel

4). Dari jumlah tersebut diperkirakan dapat dihasilkan sekitar 30% kompos atau 375,4

ton/hari. Dengan menggunakan asumsi pendapatan minimum dari penjualan kompos Rp.

750/kg, dapat dihasilkan gross revenue sebesar Rp. 281.550.000/hari.

Tabel 5. Harga komponen sampah yang dapat didaur-ulang di wilayah Keputih, Surabaya, tahun 2006

(*Anonim, 2010; Trihadiningrum dan Mardhiani, 2006)

No. Jenis barang Harga

(Rp/kg)

No

.

Jenis barang Harga

(Rp/kg)

1. Kertas koran 1400* 11. Plastik Pralon 500

2. Kardus 1000* 12. Plastik campuran

(rafia, sedotan,

dll)

400

3. Kertas HVS 2000* 13. Bak plastik 1300

4. Kertas duplek dll 200 14. Botol kaca kecil 150

5. Gelas air mineral

bersih

Gelas air mineral

kotor

6000*

3000*

15. Botol kaca besar

(kecap, sirup)

500

Page 13: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

No. Jenis barang Harga

(Rp/kg)

No

.

Jenis barang Harga

(Rp/kg)

6. Plastik HD 500* 16. Botol kaca besar

(bir)

500

7. Plastik PP (bening) 1000 17. Besi kualitas

rendah

700

8. Plastik PP

berwarna (a.l.

kemasan deterjen)

500 18. Besi kualitas baik 1500

9. Plastik HD 450 19. Aluminium

(kaleng softdrink)

11000*

10. Plastik PE 1000 20. Karet 800

Tabel 6. Estimasi nilai jual komponen sampah di Kota Surabaya.

Komponen sampah Kuantitas

(ton/hari)

Harga rata-rata

(Rp/kg)

Potensi nilai

jual (Rp/hari)

Sampah kering

- Plastik 109,0 1500 163.500.000

- Kertas 62,7 1000 62.700.000

- Gelas/kaca 25,7 500 12.850.000

- Logam 24,5 4000 98.000.000

Jumlah 221,9 337.050.000

Produk kompos (potensial) 375,4 750 281.550.000

Total 618.600.000

Penjelasan di atas menunjang kenyataan bahwa keberadaan sampah kota dapat

menopang hidup sebagian warga kota, khususnya yang bergerak di sektor informal.

Dalam kaitannya dengan tujuan pertama dari MDGs, potensi bisnis sampah kota berperan

cukup penting dalam pengentasan kemiskinan. Namun, belum ada data yang pasti

Page 14: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

mengenai jumlah penduduk yang terlibat dalam sektor bisnis sampah. Apabila

diperhitungkan terhadap nilai upah minimum sebesar Rp. 850.000/bulan, dan 40% dari

pendapatan total digunakan untuk biaya modal, operasional, dan keuntungan, nilai

ekonomi sampah kering sebesar Rp. 337.050.000/hari, atau Rp 10,1milyar/bulan, dapat

menopang 7000 tenaga kerja. Apabila sampah basah diolah menjadi kompos, dapat

diperoleh revenue total sebesar Rp. 618.600.000/hari atau Rp. 18,6 milyar/bulan. Nilai

revenue ini mampu menghidupi 13.000 orang.

Peran Gender

Penerapan konsep penanganan sampah yang berbasis pada aktivitas pemilahan-

pengolahan-pemanfaatan-pembuangan residu berakar pada pola reduksi di sumber, di

mana dilakukan pemisahan terhadap komponen yang masih dapat didaur ulang dan

dimanfaatkan kembali secara langsung. Pada tingkat global, reduksi timbulan seluruh

komponen sampah kota dilakukan melalui program pendidikan dan pembuatan kompos

pada skala rumah tangga. Di kalangan masyarakat Eropa (EC), misalnya, penanganan

sampah kota telah ditetapkan sebagai berikut: 55% didaur-ulang dan dikompos, 35%

dimusnahkan di insinerator, dan 10% dibuang ke landfill. Pembuatan kompos pada skala

rumah tangga dinilai sebagai upaya yang paling strategis dan berwawasan ekologis untuk

mengubah sampah basah menjadi produk yang bermanfaat (Majid, 2007).

Perlu diketahui bahwa sekitar 70% sampah kota di Indonesia berasal dari daerah

pemukiman. Fakta ini menunjukkan bahwa program reduksi sampah di sumber

membutuhkan peran total warga kota. Pada kenyataannya, pelaku utama kegiatan

pemilahan sampah dan pembuatan kompos yang dilakukan di tingkat rumah tangga di

Indonesia adalah kaum ibu. Demikian pula pada mata rantai bisnis sampah kota, cukup

banyak dilibatkan pemulung dan pengumpul berjenis kelamin perempuan. Oleh

karenanya, tingkat keberhasilan reduksi sampah kota ikut ditentukan oleh keterlibatan

gender. Program Green and Clean dan Surabaya Berbunga yang diselenggarakan

Pemerintah Kota Surabayapun terbukti sangat didominasi oleh kaum perempuan. Hal

tersebut mendukung tujuan ketiga MDGs, yaitu pemberdayaan gender dan kemampuan

perempuan. Apalagi, hasil studi yang dilakukan oleh World Bank (1999) menunjukkan

Page 15: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

bahwa program pembuatan kompos pada skala kecil, termasuk skala rumah tangga, lebih

berhasil bila dibandingkan dengan pada skala besar (Tabel 7).

Tabel 7. Perbandingan program daur ulang, komposting, dan biaya pengelolaan sampah kota di negara

berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi.

Kegiatan Negara

berpenghasilan

rendah

Negara berpenghasilan

menengah

Negara berpenghasilan

tinggi

Daur ulang Umumnya dilakukan

sektor informal,

pasar masih

terlokalisasi, kerap

terjadi import

sampah untuk

didaur-ulang

Sektor informal masih

terlibat, teknologi

canggih mulai digunakan

untuk pemilahan dan

prosesing, ada import

sampah untuk didaur-

ulang

Dilakukan pelayanan

pengumpulan sampah yang

dapat didaur-ulang, digunakan

teknologi canggih untuk

pemilahan dan pengolahan,

tersedia market yang

sustained

Pembuatan

kompos

Jarang dilakukan,

meskipun komponen

sampah basah tinggi

Pembuatan kompos skala

besar sering tidak

berhasil, pada skala kecil

lebih berhasil

Sampah basah berjumlah

kecil, pembuatan kompos

makin populer, dilakukan

pada skala rumah tangga

hingga skala besar

Biaya

pengelolaan

sampah

Biaya pengangkutan

sampah 80-90% dari

biaya total

pengelolaan sampah.

Besarnya retribusi

ditetapkan

Pemerintah, namun

dilakukan dengan

cara yang tidak

efisien

Biaya pengangkutan

sampah 50-80% dari

biaya total pengelolaan

sampah. Besarnya

retribusi ditetapkan

Pemerintah Pusat dan

Daerah, dengan sistem

pengumpulan yang lebih

baik

Biaya pengangkutan sampah

dapat ditekan hingga 10% dari

biaya total pengelolaan

sampah. Alokasi biaya yang

tinggi digunakan untuk

pengolahan. Partisipasi

masyarakat dalam recycling

cukup tinggi sehingga

mengurangi biaya operasi

Sumber: World Bank, 1999

Page 16: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Pengendalian Penyakit

Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat dikurangi

hingga 68,3% (Tabel 4). Kondisi ini sekaligus menciptakan sanitasi lingkungan yang

lebih baik, sehubungan dengan berkurangnya dampak negatif sampah terhadap kesehatan

masyarakat dengan berkurangnya timbulan sampah. Dengan demikian, Program 3R

sekaligus menunjang target MDGs ke 4-6 yang terkait dengan peningkatan kesehatan

anak dan ibu, serta anggota masyarakat lainnya.

Sampah kota yang berasal dari berbagai sumber tidak mustahil mengandung

limbah B3. Yang dimaksudkan dengan limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah RI no.

18/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 1 adalah:

Sisa suatu kegiatan dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau

beracun, yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara

langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan

lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,

kelangsungan hidup manusia, serta mahluk hidup lain.

Adapun yang dikategorikan sebagai limbah B-3 adalah limbah yang apabila

setelah melalui uji karakteristik atau uji toksikologi, memiliki salah satu atau lebih

karakteristik sebagai berikut: (1) mudah meledak, (2) mudah terbakar, (3) reaktif, (4)

beracun, (5) infeksius, (6) korosif. Karena sifatnya yang dapat mengganggu dan

membahayakan lingkungan, limbah B3 harus ditangani secara khusus menurut

perundangan yang berlaku

Sampah kota yang terdiri atas berbagai komponen, tidak luput dari terkandungnya

kontaminan B3. Sebagai contoh, deposit sampah yang telah ditimbun di TPA Keputih di

Surabaya menunjukkan kadar logam berat timbal dan krom yang cukup tinggi (Tabel 8).

Kadar tersebut jauh melampaui kadar pada timbunan sampah di TPA Kabupaten

Lumajang dan di dalam kompos yang dibuat di TPS Bratang di Kota Surabaya.

Tingginya polutan toksik dalam sampah kota di Kota Surabaya mengindikasikan bahwa

dengan kompleksitas aktivitas kota yang tinggi, dihasilkan keragaman polutan yang lebih

tinggi yang mencemari sampah kota.

Page 17: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Tabel 8. Perbandingan nilai rata-rata kandungan logam berat dalam material ekskavasi TPA Besuk

Kabupaten Lumajang dan di TPA Keputih Surabaya

Jenis

Logam Berat

Kadar logam berat dalam deposit organik

(mg/kg)

Baku Mutu

Kompos

(mg/kg)TPA

Lumajang1)

TPA

Keputih2)

TPS

Bratang1)

Tembaga (Cu) 38 ND 74 100

Timbal (Pb) 94 597 56 150

Krom (Cr) 78 1427 21 210

1) Rindhawati, 20042) Anonim, 2005

Deposit sampah yang telah terdekomposisi di TPA sebenarnya berpotensi untuk

digali dan dimanfaatkan sebagai kompos. Dengan cara ini, selain terjadi recovery materi

organik, juga dapat mengubah pola TPA konvensional menjadi TPA yang dapat

digunakan kembali (reusable landfill). Namun, deposit organik di TPA Keputih yang

cukup banyak mengandung logam berat menurunkan peluang untuk digali dan

dimanfaatkan sebagai kompos, karena tidak memenuhi baku mutu kompos. Hal tersebut

berbeda dengan deposit organik di TPA Besuk di Kota Lumajang yang masih berpeluang

untuk digali dan dimanfaatkan sebagai kompos, seperti halnya kompos yang dihasilkan di

TPS Bratang, Surabaya.

Kontaminan logam berat yang terdapat di dalam deposit organik di TPA Keputih

Surabaya dapat berasal dari komponen sampah rumah tangga yang mengandung logam

berat (misalnya baterai), atau kontaminan lain, seperti tinta cetak pada sampah kertas,

pewarna pada sampah plastik dan gelas, dan sebagainya (Gascoigne dan Ogilvie, 1995).

Pada Tabel 9 dapat dilihat daftar jenis-jenis B3 yang kemungkinan besar terdapat dalam

sampah rumah tangga. Komponen B3 dalam sampah rumah tangga tersebut berasal dari

kegiatan-kegiatan pencucian lantai kamar mandi, pemeliharaan mobil, perawatan kebun,

pembasmian serangga dan sebagainya. Sumber lainnya adalah sampah industri atau

sampah dari sumber lain yang bersifat B3, yang dibuang ke TPA bersama sampah kota.

Page 18: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Tabel 9. Daftar B3 pada sampah rumah tangga (USEPA, 2006a, dengan adaptasi).

Produk pembersih Pestisida yang digunakan

indoor

Produk pemeliharaan

otomotifPembersih oven (T)

Pembersih dan pemoles kayu dan

logam (MT)

Pembersih WC (T, R)

Pembersih lantai (T, R)

Pembersih kolam renang (R)

Pemutih pakaian (R)

Pembasmi semut (T)

Pembasmi lalat (T)

Pembasmi nyamuk (T)

Obat kutu hewan peliharaan (T)

Insektisida tanaman hias (T)

Pembasmi ngengat (T)

Racun tikus (T)

Oli mobil (T)

Aditif bahan bakar mobil (T)

Pembersih karburator (T)

Pendingin AC (T)

Accu (T, K)

Minyak rem (T, MT)

Air accu (K)

Produk untuk hobi melukis/

fotografi

Produk untuk pemeliharaan

taman

Bahan bakar

Bahan adhesive, perekat (MT)

Cat minyak (T)

Thinner cat dan terpentin (MT, T)

Penghilang cat (MT)

Bahan kimia untuk fotografi (T)

Pelarut fiksasi (T)

Herbisida (T)

Insektisida (T)

Fungisida/pengawet kayu (T)

Tanki gas (MT)

Minyak tanah (MT)

Lain-lain

Baterai (T)

Obat kadaluwarsa (T)

Termometer merkuri (T)

Lampu neon (T)

Bangkai hewan (PI)

Tinta (T)

Cartridge (T)

Keterangan:

K = Korosif PI = Potensial Infeksius T = Toksik atau Beracun

MT = Mudah Terbakar R = Reaktif

Semua bentuk tumpahan, ceceran, bekas kemasan yang masih mengandung

produk-produk B3 tersebut termasuk kategori limbah B3. Dari daftar limbah rumah

tangga pada Tabel 9, tampak bahwa ragam limbah B3 rumah tangga didominasi oleh

jenis beracun atau toksik (T), diikuti oleh jenis yang mudah terbakar (MT), reaktif (R),

korosif (K), dan potensial infeksius (I).

Page 19: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Setiap rumah tangga di Amerika Serikat menghasilkan sekitar 50kg limbah B3

setiap tahunnya. Jumlah total limbah B3 rumah tangga yang dihasilkan di negara tersebut

adalah 1.6 juta ton/tahun (US EPA, 2006b). Pada tahun 1980, beberapa kelompok

masyarakat di Amerika mulai memisahkan limbah B3 dari sampahnya. Pada tahun 1997

sekitar 3000 program yang difokuskan pada pemisahan dan pengumpulan limbah B3 dari

sampah rumah tangga telah berhasil dilaksanakan.

Di Indonesia inventarisasi data mengenai komposisi limbah B3 baru terfokus pada

limbah industri, demikian pula peraturan mengenai penanganannya. Hingga saat ini

belum ada data yang pasti mengenai laju timbulan komposisi limbah B3 dalam sampah

rumah tangga. Demikian pula data komponen limbah B3 dalam sampah institusi (a.l.

perkantoran, sekolah, perguruan tinggi), laboratorium, rumah sakit, bengkel, apotik, dan

sebagainya belum terinventarisasi dengan baik.

Sampah kota yang bersifat beracun apabila dibuang bersama jenis sampah lainnya

dapat masuk ke dalam lingkungan tanah, air dan udara, yang pada akhirnya menembus

rantai makanan. Kontaminan beracun yang masuk dalam rantai makanan pada akhirnya

dapat memengaruhi kesehatan manusia, termasuk ibu dan anak. Upaya untuk mengurangi

efek tersebut adalah dengan memisahkannya dari sampah kota, dan mengelolanya dengan

benar. Upaya ini turut menunjang tercapainya tujuan keempat hingga ketujuh MDGs,

yaitu berkurangnya tingkat kematian anak, meningkatnya kesehatan Ibu, pengendalian

penyakit, dan tercapainya sustainabilitas lingkungan.

Paradigma Baru Dalam Penanganan Sampah Kota

Uraian di atas, menunjukkan pentingnya upaya pemisahan sampah B3 dari

sampah kota, mengingat potensi bahaya yang mungkin ditimbulkannya. Oleh karenanya,

paradigma lama dalam penanganan sampah kota yang semula terdiri atas pola aktivitas

P3 (pengumpulan-pengangkutan-pembuangan), yang kini tengah bergeser ke pola P4

(pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan residu), perlu disempurnakan lebih

lanjut menjadi pola P5, yaitu: pemisahan sampah B3-pemilahan-pengolahan-

pemanfaatan-pembuangan residu. Pendekatan ini, selain dapat mereduksi laju timbulan

sampah kota, juga dapat menjaga mutu lingkungan hidup dari efek komponen-komponen

yang membahayakan kesehatan masyarakat.

Page 20: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Bilamana pola P5 berhasil diterapkan, maka pergeseran pengelolaan sampah kota

akan lebih mendukung target MDGs. Namun, tentu saja implementasi dari aktivitas P5

memerlukan persiapan yang seksama, terutama peraturan pemerintah pendukung UURI

No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, petunjuk pelaksanaannya, perencanaan dan

penyediaan fasilitas pendukung, sistem pengumpulan dan pengangkutan khusus, serta

pola pengoperasiannya pada tingkat kota.

Hingga saat ini, baru satu perusahaan, yaitu PT Prasadha Pamunah Limbah

Industri (PPLI) yang memiliki lisensi yang menangani pengolahan dan pembuangan

limbah B3 di Indonesia. Perusahaan yang terletak di Cileungsi tersebut memberikan

pelayanan mulai dari pengangkutan limbah B3 cair maupun padat, proses pengolahannya,

serta pembuangan akhir (Anonim, 2006). Namun, dilaporkan bahwa PPLI baru

menangani 200.000 ton limbah B3 setiap tahunnya, atau hanya 35% dari kapasitas

tahunan yang dimilikinya (Corcoran, 2003). Jumlah ini hanya mencakup 12% dari total

limbah B3 yang dihasilkan di seluruh Indonesia. Faktor penyebab terbatasnya perusahaan

industri yang mau mengirimkan limbahnya ke perusahaan ini adalah kurangnya aspek

penegakan hukum lingkungan, serta kurangnya kepedulian lingkungan dari para

penghasil limbah B3. Dari aspek teknis operasional, faktor penyebab lain adalah

mahalnya biaya transportasi limbah B3 karena faktor jarak, serta mahalnya tarif biaya

pengolahan.

Kondisi tersebut di atas menggambarkan bahwa penerapan P5 sebagai paradigma

baru pengelolaan sampah, masih akan menghadapi kendala yang harus diatasi.

Pemerintah Kota harus mempersiapkan fasilitas untuk penanganan sampah B3 yang

berasal dari rumah tangga dan sumber-sumber lainnya. Selain itu, desentralisasi fasilitas

pengolahan dan pembuangan limbah B3 perlu dilakukan mengingat kondisi geografis

Indonesia yang luas, serta tersebarnya sumber-sumber limbah B3 di seluruh wilayah

Indonesia.

Pengelolaan Sampah Kota Berbasis Masyarakat

Pendekatan

Page 21: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Keberhasilan pelaksanaan program reduksi sampah tidak terlepas dari keterlibatan

masyarakat. Kota Surabaya telah menerapkan sistem pengelolaan sampah kota berbasis

masyarakat sejak tahun 2001. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan

sampah kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya mempunyai

program unggulan berupa pengelolaan sampah mandiri berbasis komunitas. Program

unggulan ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah mulai dari sumber. Adapun

mekanisme pelaksanaan program unggulan adalah sebagai berikut:

- Melaksanakan kegiatan pendampingan dengan bekerjasama dengan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) (a.l. Bangun Pertiwi, Sahabat Lingkungan, Yayasan

BLTKI, Pusdakota, Bina Mandiri, PT Unilever Indonesia melalui Yayasan Uli

Peduli, dan Madani)

- Melaksanakan kerjasama dengan komponen masyarakat, dalam hal ini PKK

- Bekerjasama dengan banyak pihak menyelenggarakan lomba kebersihan,

diantaranya program Green and Clean, Surabaya Berbunga, serta lomba

kebersihan antar kecamatan

- Melaksanakan operasi yustisi, yaitu dengan mendatangi langsung setiap wilayah

- Melakukan sosialisasi budaya bersih melalui kecamatan-kecamatan

Upaya Pemerintah Kota Surabaya dalam mereduksi sampah di sumber banyak

didukung oleh LSM dan sebuah perusahaan industri besar yang melakukan program

Corporate Social Responsibility (CSR). Kegiatan penanganan sampah yang dilakukan

adalah memisahkan sampah basah dan sampah kering, membuat kompos, membuat

berbagai asesoris, payung, jaket, tas dan sebagainya dari sampah plastik, menjual sampah

kering lainnya berupa kertas, logam yang telah dipisahkan.

Berikut ini adalah pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh LSM dalam

rangka pemberdayaan masyarakat Kota Surabaya untuk mengurangi sampahnya:

a. Pengadaan percontohan pengolahan sampah . Mind-set masyarakat ternyata lebih

mudah berubah apabila melihat langsung keberhasilan sebuah program baru,

melalui percontohan. Hal inilah yang ditempuh LSM yang pada awalnya banyak

mengalami kesulitan dalam memperkenalkan teknologi pengolahan sampah

kepada masyarakat.

Page 22: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

b. Pembentukan kader lingkungan . Kader lingkungan diadakan dan dididik melalui

program pelatihan yang diadakan DKP dan mitranya. Jumlah kader yang sudah

ada pada saat ini mencapai 5000-an orang. Tim Penggerak PKK Kota Surabaya,

bekerjasama dengan DKP secara rutin setiap minggu sekali menyelenggarakan

kegiatan penyuluhan bagi warga kota di daerah Kebun Bibit. Produk yang

diharapkan adalah kader lingkungan yang dapat melaksanakan kegiatan

pemilahan dan pengolahan sampah di daerah tempat tinggalnya.

c. Pendampingan warga . Kader lingkungan bertugas pula untuk pendampingan

warga dalam melaksanakan aktivitas pengelolaan sampah di tingkat rumah

tangga. Setiap kader melakukan pendampingan terhadap warga dari satu

dasawisma atau 1 RT.

d. Pengadaan prasarana kebersihan . DKP bersama LSM melakukan pembagian

komposter rumah tangga (KRT), keranjang Takakura, pengadaan gerobak sampah

dan pembangunan rumah kompos. Pemberian fasilitas tersebut memperoleh

support dari DKP dan sumber lain, seperti Dinas Pendidikan Nasional, PLN, dan

sebagainya.

e. Pemantauan . Kegiatan pemantauan pada umumnya dilakukan oleh para kader.

Pemantauan dilakukan melalui kunjungan langsung, atau melalui telepon.

Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi organisasi pemberdaya

masyarakat, Lurah dan DKP untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah di

sumber.

f. Diseminasi kegiatan . Masyarakat melakukan diseminasi kegiatan pemilahan dan

pengolahan sampah, baik secara aktif maupun pasif:

Diseminasi aktif: Masyarakat bersama kader lingkungan secara aktif

memberikan penyuluhan dan pelatihan di daerah binaannya bagi masyarakat

luar. Hal ini menjadikan daerah binaan tersebut menjadi pusat pembelajaran,

sekaligus mengubah lokasi yang semula memiliki kecenderungan tertutup,

menjadi terbuka bagi masyarakat luar. Termasuk dalam kategori diseminasi

aktif adalah pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan di luar daerah binaan,

dengan cara mengundang kelompok masyarakat yang membutuhkan.

Page 23: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Diseminasi pasif. Kegiatan yang dilakukan di daerah binaan secara tidak

langsung menjadi sumber inspirasi, motivasi dan semangat bagi orang-orang

yang berkunjung untuk melaksanakan kegiatan yang sama di tempat

tinggalnya.

Capaian Program

Studi yang dilakukan pada tahun 2007 terhadap 1.000 responden yang tersebar di

seluruh wilayah Kota Surabaya menunjukkan perubahan persepsi serta perilaku warga

kota yang signifikan terhadap sampah dan pengelolaan sampah. Survey dilakukan di

daerah binaan pengelolaan sampah berbasis komunitas dan di daerah kontrol, yang tidak

mendapatkan pembinaan. Tabel 10 menunjukkan sebagian dari hasil analisis data survey

yang diperoleh, yang dari uji statistik terbukti berbeda signifikan. Di daerah binaan,

prosentasi warga yang menganggap sampah masih dapat dimanfaatkan, serta

menganggap perlunya pemisahan dan pengolahan sampah jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan di daerah yang tidak dibina. Demikian pula jumlah warga yang mau melakukan

pemilahan dan pengolahan sampah di daerah binaan secara signifikan lebih tinggi dari di

daerah kontrol.

Tabel 10. Hasil studi mengenai persepsi dan perilaku warga Kota Surabaya

terhadap penanganan sampah (Anonim, 2007)

No. Variabel

% jawaban responden

Daerah

binaan

Daerah

kontrol

1. Sampah masih dapat dimanfaatkan 69,9 36,9

2. Pemilahan dan pengolahan sampah dipandang

sebagai upaya yang sesuai untuk penanganan

sampah kota

72,6 43,9

3. Telah memisahkan bak sampah untuk sampah

basah dan sampah kering

55,5 13,4

4. Telah melakukan pemilahan sampah 81,7 38,8

5. Telah melakukan pengolahan sampah 66,6 4,6

Page 24: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

No. Variabel

% jawaban responden

Daerah

binaan

Daerah

kontrol

6. Telah memisah dan menjual sampah kering, dan

mengolah sampah basah menjadi kompos

54,4 9,0

Kata kunci kesuksesan Kota Surabaya dalam menangani sampah adalah

pendidikan masyarakat, pendampingan, adanya kerjasama yang baik antara institusi

Pemerintah dan LSM, serta penyediaan fasilitas yang tepat guna. Pengalaman ini juga

memberikan makna akan pentingnya pendidikan untuk mengubah persepsi dan perilaku

masyarakat terhadap sampah. Rekomendasi yang dapat diangkat dari pengalaman ini

adalah memasukkan materi dan pemahaman tentang pencemaran dan sanitasi lingkungan

yang lebih komprehensif dan menarik ke dalam kurikulum pendidikan dasar (MDG

kedua) hingga menengah. Hal ini diperlukan untuk membentuk pola pikir masyarakat

tentang pentingnya pencegahan kerusakan lingkungan dan pemeliharaan mutu

lingkungan sejak dini.

Kendala

Perlu ditambahkan bahwa ada kendala yang harus dihadapi warga pelaku daur

ulang sampah. Kompos yang dibuat pada skala rumah tangga, hingga saat ini masih

terserap untuk memenuhi keperluan sendiri oleh rumah-tangga penghasilnya. Namun,

produk dari pengolahan sampah plastik telah menghadapi masalah dalam pemasaran.

Kendala ini dirasakan mulai mengganggu semangat warga dalam melakukan daur ulang.

Bila tidak ada pihak yang turun-tangan untuk mengatasi hal ini, dikhawatirkan

sustainabilitas partisipasi warga kota dalam mengurangi sampah kota dapat teganggu.

PENUTUP

Penanganan sampah kota merupakan salah satu bagian penting dari proses

pembangunan berkelanjutan yang memiliki target untuk memenuhi kepentingan generasi

Page 25: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

sekarang dan generasi yang akan datang. Dalam kerangka itu, perkembangan paradigma

dalam penanganan sampah kota telah ikut menunjang hampir semua target MDGs,

sehubungan dengan kontribusinya terhadap pengentasan kemiskinan, pemberdayaan

peran gender, penurunan tingkat kematian anak, peningkatan kesehatan ibu, lebih

terkendalinya perkembangan penyakit, dan tercapainya sustainabilitas lingkungan

Sampah kota merupakan potensi sumber daya yang dapat menunjang

perekonomian kota apabila dikelola dengan baik, tetapi dapat menjadi bencana apabila

tidak dikelola secara layak. Hal-hal yang dapat direkomendasikan untuk peningkatan

pelayanan pengelolaan sampah kota adalah:

- Berorientasi pada upaya pencegahan pembentukan sampah dan minimisasi

timbulan sampah melalui kegiatan 3R dengan melibatkan masyarakat

- Memasukkan materi tentang pencemaran dan pendekatan sanitasi lingkungan

yang komprehensif dan menarik ke dalam kurikulum pendidikan dasar hingga

menengah

- Diperlukan peran pemerintah dalam hal penetapan kebijakan yang mendukung

sosialisasi penggunaan produk daur ulang sampah yang dapat membantu

peningkatan produksi dan distribusi hasil daur ulang sampah

- Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas mengenai karakteristik

produk-produk pangan maupun non pangan yang digunakan, serta cara

menangani sampah pasca pemakaian. Hal ini bertujuan selain untuk

meningkatkan pemahaman tentang potensi dan cara daur ulang, juga untuk

mengetahui sejak dini kemungkinan terdapatnya komponen B3 dalam sampah

yang dihasilkan.

- Pola penanganan sampah P5, yaitu: pemisahan sampah B3-pemilahan-

pengolahan-pemanfaatan-pembuangan residu, sudah saatnya untuk mendapatkan

prioritas untuk dilaksanakan. Hal ini diperlukan guna menekan pencemaran

lingkungan oleh komponen yang membahayakan kesehatan masyarakat dan

lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Page 26: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Corcoran, E.A., 2003. “On waste management. Opinion and Editorial”. The Jakarta Post.

Emmanuel, J., 1997. “Cleaning Up Toxic Wastes in the Asia Pacific Region.”

www.focusweb.org/ publications/1997.

Gascoigne, J.L. dan S.M. Ogilvie, 1995. “Recycling waste materials: opportunities and

barriers.” Dalam buku: Waste Treatment and Disposal. R.E. Hester dan R.M.

Harrison (Eds). Issues in Environmental Science and Technology. The Royal

Society of Chemistry, Cambridge.

JICA, 2008. Statistik Persampahan Indonesia.

Majid, M.I.A., 2007. “Restricting the use of plastic packaging. PRN 8099”. Professional

Bulletin of the National Poison Centre, Malaysia.

Nair, C., 1993. Solid waste management in emerging industrialised countries. ECO

Services International.

Padmi, T., 2006. Current situation of municipal solid waste management in Indonesia.

Proceedings Environmental Technology and Management Conference. Bandung,

7—8 September 2006.

Peraturan Pemerintah RI no. 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun.

Probs, K.N. and T.C. Beierle, 2006. The evolution of hazardous waste programs: lessons

from eight countries. Center for Risk Management, Resources for the Future.

www.rff.org, 8 November 2006.

Ramasamy, P., 2006. Refuse derived fuel–renewable energy from municipal solid waste,

current practice and perspectives in Malaysia. Proc. The 8th Symposium on

Academic Network for Environmental Safety and Waste Management. Waste

Management Strategies. Chennai (India), 11—13 December 2006.

Rani, PVA., Y.L. Wu, Z. Gong, L. Balakrishnan, P. Hande, dan V. Suresh, 2006.

“Probing the molecular mechanisms of nanoparticle toxicity”. Proc. The 8th

Symposium on Academic Network for Environmental Safety and Waste

Management. Waste Management Strategies. Chennai (India), 11—13 December

2006.

Rudden, P.J., 2006. “Thermal treatment of municipal solid waste in Ireland”. RPS-MCOS

Technical Paper. www.mcos.ie./mcos. 17 Juni 2006.

Page 27: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Rindhawati, N., 2004. “Kajian Penambangan Landfill di TPA Desa Besuk”, Kabupaten

Lumajang, Tesis. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS.

Tchobanoglous, G., H. Theisen, dan S.A.Vigil, 1993. Integrated solid waste

management. Engineering principles and management issues. McGraw Hill

International Editions, New York.

Toinezyk, L., 2006. Engineered fuel, renewable fuel of the future? American Plastics

Council, Arlington.

Trihadiningrum, Y., S, Syahrial, D.A. Mardhiani, A. Moesriati, A. Damayanti, Soedjono,

2005. “Preliminary evaluation on the management of a closed municipal solid

waste disposal site in Surabaya City, Indonesia.” Proc. The 7 th Symposium on

Academic Network for Environmental Safety and Waste Management – CSR and

Education of Environmental Health and Safety. Tokyo, 19—21 September 2005.

Trihadiningrum, Y., 2006. “Overview on hazardous waste management in Indonesia”.

Proc. The 8th Symposium on Academic Network for Environmental Safety and

Waste Management. Waste Management Strategies. Chennai (India), 11—13

December 2006

Trihadiningrum, Y., S. Wignjosoebroto, N.D. Simatupang, S. Tirawaty, and O.

Damayanti, 2006. “Reduction capacity of plastic component in municipal solid

waste of Surabaya City, Indonesia”. Proc. International Seminar on

Environmental Technology and Management Conference 2006. Bandung,

September 7--8, 2006

Trihadiningrum, Y., 2006. “Reduction potential of domestic solid waste in Surabaya

City, Indonesia”. Proc. International Seminar on Sustainable Sanitation, Bandung,

September 4—6, 2006.

Trihadiningrum, Y. dan D.A. Mardhiani, 2006. ”Action research pengelolaan sampah

kampus”. Laporan Penelitian LPPM-ITS

Trihadiningrum, Y., D.A. Mardhiani, P. Christyanto, S.C. Andriati, D. Soengkono, 2008.

“Towards Sustainable Integrated Municipal Solid Waste Management in

Indonesia Case Study: Surabaya City.” International Symposium on Sustainable

Waste Management. Tokyo, 28 November 2008.

Page 28: PERKEMBANGAN PARADIGMA PENGELOLAAN ...rhiza/arsip/ITB75_ARTICLES/ed-YULINAH1... · Web viewPengendalian Penyakit Apabila Program 3R berhasil dilakukan, maka timbulan sampah dapat

Trihadiningrum, Y., H. Basri, N. Ezlin, 2009. “Towards sustainable integrated solid

waste management in University Campus”. Jurnal Purifikasi Vol. 29: 186—194

UNDP, 2006. United Nations Development Programme: Millenium Development Goals

US-EPA, 2006. “Reduce, reuse, recycle”. www.epa.gov/msw/reduce.htm. Last updated

9th December, 2006

US-EPA, 2006a. “List of common household hazardous waste (HHW) products.

www.epa.gov/msw-list.htm”. Last updated 23rd February 2006.

US-EPA, 2006b. “Household hazardous waste.” www.epa.gov/msw/hhw.htm. Last

updated 23rd February 2006

UURI No. 18/2009. Pengelolaan Sampah

World Bank, 1999. What a waste: solid waste management in Asia. Urban Development

Sector Unit, East Asia and Pacific Region. The World Bank, Washington

Anonim, 2005. ”Kajian Sebaran Dampak Lingkungan Pasca Penutupan LPA Keputih

Sampah LPA Keputih”. Laporan Akhir Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kota Surabaya

Anonim, 2006. ”Prasadha Pamunah Limbah Industri”, http://www.ppli-indo.com, 3 November, 2006

Anonim, 2010. “Draft Laporan Akhir Penelitian Peta Penanganan Samapah Rumah

Tangga di Kota Suarabaya”. Kerja sama LPPM-ITS dan PT Unilever Indonesia.

Anonim, 2010. “PLN-Navigat Negosiasikan Harga”. Jawa Pos, 2 April 2010, hal. 3,

kolom 2—4.

Anonymous, 1997. “Natural resource aspects of sustainable development in Indonesia”.

Agenda 21. www.un.org. 8 November 2006.