Perkembangan Moral Kohlberg
-
Upload
nabila-alifha -
Category
Documents
-
view
738 -
download
87
Transcript of Perkembangan Moral Kohlberg
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan moral merupakan persoalan yang aktual dan penting untuk
dibicarakan, karena semakin berkembangnya zaman, individu manusia semakin
melupakan pentingnya moral dalam kehidupan sehari-hari, sementara budaya barat
yang mudah diterima dikalangan individu. Perilaku moral pada umumnya merupakan
unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial yang selalu berkaitan dengan proses
belajar.
Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan pribadi dalam keluarga,
masyarakat, bangsa dan budaya. Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan
yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir
sampai mati. Istilah moral itu sendiri berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai atau tata cara kehidupan.
Moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
atau prinsip-prinsip moral. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku
orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijungjung tinggi oleh kelompok
sosialnya.
1
Uraian diatas tentang perkembangan moral dalam kehidupan sosial individu,
memotivasi penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang perkembangan moral
tersebut dalam makalah ini yang berjudul “Perkembangan Moral Kohlberg”
1.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan perkembangan moral dalam makalah disusun sebagai berikut:
1. Apa definisi perkembangan?
2. Apa definisi moral?
3. Apa definisi perkembangan moral?
4. Bagaimana tahapan - tahapan perkembangan moral?
5. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan moral?
6. Bagaimana proses perkembangan moral?
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Segala sesuatu yang hendak kita lakukan pasti memiliki maksud dan
tujuan hendak dicapai, begitu pula dengan penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengertian perkembangan, moral dan perkembangan moral.
2. Tahapan-tahapan perkembangan moral.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral.
4. Proses perkembangan moral.
2
BAB II
PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG
2.1 Pengertian Perkembangan
Berikut pandangan-pandangan para ahli tentang pengertian
perkembangan:
2.1.1 Perkembangan menurut Santrok Yussen
Perkembangan menurut Santrok Yusen, merupakan pola
perkembangan individu yang berawal pada konsepsi dan terus berlanjut
sepanjang hayat dan bersifat involusi (penurunan menuju kematian). Dengan
demikian perkembangan berlangsung dari proses terbentuknya individu dari
proses bertemunya sperma dengan sel telur dan berlangsung sampai ahir hayat
yang bersifaf timbulnya adanya perubahan dalam diri individu.
2.1.2 Perkembangan menurut E.B. Harlock
Perkembangan menurut E.B. Harlock, merupakan serangkaian
perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan
pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif . Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan
individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia
3
normal) dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif
( dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.
2.1.3 Perkembangan menurut Kasiram
Perkembangan menurut Kasiram, mengandung makna adanya
pemunculan sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya .
Mengandung arti bahwa perkembangan merupakan peubahan sifat indiviu
menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat
sebelumnya.
2.1.4 Perkembangan menurut Libert, Paulus dan Strauss (Singgih, 1990 :
31)
Perkembangan menurut Libert, Paulus dan Strauss, ialah proses
perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi
kematangan dan interaksi dalam lingkungan.
2.1.5 Perkembangan menurut Akhmad Sudrajat
Perkembangan menurut Akhmad Sudrajat, dapat diartikan sebagai
perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri
individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai
4
perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan
atau kematangannya.
2.2 Pengertian Moral
Berikut pandangan-pandangan para ahli tentang pengertian moral :
2.2.1 Moral menurut Kaelan
Moral yaitu suatu ajaran-ajaran atau wejangan, patokan-patokan atau
kumpulan peraturan baik lesan maupun tertulis tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
2.2.2 Moral menurut Budi Istanto
Pada hakekatnya moral menurut Budi Istanto, adalah ukuran-ukuran
yang telah diterima oleh suatu komunitas.
2.2.3 Moral menurut Hendrowibowo
Moral selalu mengacu pada baik buruk manusia, sehingga moral
adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari kebaikan manusia. Norma
moral dipakai sebagai tolak ukur segi kebaikan manusia.
5
2.3 Pengertian Perkembangan Moral
Ukuran tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan
penalaran moralnya. Perkembangan moral yang berhasil dapat dilihat dari perilaku
moral, sedangkan yang gagal dilihat dari perilaku amoral (perilaku tidak bermoral).
Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil
temuan Piaget. Perkembangan moral menurut Kohlberg lebih dapat didefinisikan
dalam bentuk reorganisasi kualitatif dari pola pikir seseorang dibanding dengan
mempelajari isi pemikiran yang baru.
Teori Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Perkembangan moral lebih
dapat didefinisikan dalam bentuk reorganisasi kualitatif dari pola pikir seseorang
dibanding dengan mempelajari isi pemikiran yang baru. Kohlberg mengatakan bahwa
perkembangan moral anak-anak dan remaja mengiringi kematangan kognisi. Anak
muda mencapai kemajuan dalam penilaian moral ketika mereka menekankan
egosentrisme dan menjadi cakap dalam pemikiran abstrak. Walaupun dengan
demikian, pada masa dewasa, penilaian moral seringkali menjadi lebih kompleks.
2.4 Tahapan Perkembangan Moral
Ukuran tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan
penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan
tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori
yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan
reaksi anak-anak terhadap dilema moral.
6
Kohlberg melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak selama 20
tahun. Dalam wawancara, Kohlberg memberikan serangkaian cerita, dimana dalam
serangkaian cerita tersebut tokoh-tokohnya menghadapi dilema moral. Berikut salah
satu contoh cerita dilema moral yang kohlberg ceritakan kepada anak - anak“Di
Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada
suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah
sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang
sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan
harganya sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk
pembuatan satu dosis kecil obat ia membayar 200 dolar dan menjualnya 2000 dolar.
Suami pasien perempuan, Heinz, pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk
meminjam uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah
dari harga obat tersebut. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan
memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau
memperbolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker
berkata, “Tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat
itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi
istrinya”.
Masalah Heinz merupakan contoh paling masyur dari pendekatan Kohlberg
terhadap perkembangan moral. Dimulai pada tahun 1950-an, Kohlberg dan para
koleganya menyampaikan dilemma hipotesis seperti yang disebutkan diatas kepada
7
75 anak laki-laki berusia 10, 13 dan 16. Dengan menanyai korespondennya
bagaimana cara sampai kepada jawaban mereka, Kohlberg menyimpulkan bahwa
cara orang memandang masalah moral mereflesikan perkembangan kognitif.
Berdasarkan proses pemikiran yang ditunjukkan dengan respons terhadap dilemanya,
Kohlberg (1969) mendeskripsikan tiga tingkatan penalaran moral, dan setiap
tingkatan terbagi ke dalam dua tahap. Tingkatan tersebut yaitu : pra-konvensional,
konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan
perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang
lebih kuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.
2.4.1 Tingkat Prakonvensional Moralitas
Penalaran Konvensional atau Prakonvensional adalah tingkat yang
paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Tingkat pra-
konvensional menurut Kohlberg, dari penalaran moral umumnya ada pada
anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam
tahap ini. Pada tingkat ini, individu-individu bertindak dibawah kontrol
eksternal. Metreka mematuhi perintah untuk menghindari hukuman atau
mendapatkan hadiah, atau bertindak diluar kepentingan diri. Tingkat
Prakonvensional Moralitas ini biasanya terdapat pada usia anak 4 sampai 10.
Tingkatan ini dapat dibagi menjadi 2 tahap:
1. Tahap Orientasi Kepatuhan dan Hukuman
Pemahaman anak menilai baik-buruk, atau benar-salah dari sudut
dampak (hukuman atau ganjaran) yang diterimanya dari yang
8
mempunyai otoritas (yang membuat atutarn), baik orang tua atau
orang dewasa. Anak mematuhi aturan orang tua agar terhindar dari
hukuman.
2. Tahap Orientasi Hedonistik Instrumental
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara
atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang
juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti
hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan
yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata,
tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini
merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk
punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi
perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau
pun keadilan.
2.4.2 Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok
atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya
sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan
hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan
juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung
dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta
mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di
9
dalamnya. Tingkat Konvensional ini biasanya dicapai setelah usia 10 - 13
tahun atau lebih. Tingkatan ini memiliki 2 tahap yaitu :
1. Tahap Orientasi Anak yang Baik
Seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial.
Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-
orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat
terhadap peran yang dimilikinya. Individu tersebut mencoba menjadi
seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah
mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap 3
menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi
konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai
menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden
rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk
membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan
memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini,
yaitu bermaksud baik.
2. Tahap Orientasi Keteraturan dan Otoritas
Dalam tahap keempat ini, anak mulai berfikir tentang pentingnya
untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena
berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral
dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan
individual seperti dalam tahap 3; kebutuhan masyarakat harus
10
melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa
yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme.
Apabila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga
akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi
hukum dan aturan. Apabila seseorang melanggar hukum, maka
dinyatakan salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang
signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang
baik.
2.4.3 Tingkat Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca-konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip.
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan
prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari
otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan
terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut.
Tingkatan ini biasanya dicapai pada usia masa remaja awal, atau lebih umum
lagi pada masa dewasa awal. Ada 2 tahap pada tingkat ini:
1. Tahap Orientasi Kontrol Sosial Legastik
Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (community
rights versus individual rights) ialah tahap ke 5 dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang memahami
bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa
standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang
11
menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga
mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa
beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting daripada hukum.
2. Tahap Orientasi Kata Hati
Penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan
prinsip etika universal. Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical
principles) ialah tahap keenam dan tertinggi dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang telah
mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia yang universal. Apabila menghadapi konflik antara hukum
dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun
keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi. Kohlberg yakin
bahwa tahapan ini ada, namun merasa kesulitan untuk menemukan
seseorang yang menggunakannya secara konsisten.
Kohlberg percaya bahwa ke 3 tingkat dan ke 6 tahap tersebut terjadi
dalam suatu urutan dan berkaitan dengan usia :
1. Sebelum usia 9 tahun, kebanyakan anak-anak berpikir tentang dilema
moral dengan cara yang prakonvensional.
2. Pada awal masa remaja, berpikir dengan cara-cara yang lebih
konvensional.
3. Pada awal masa dewasa, sejumlah kecil orang berpikir dengan cara-cara
yang pascakonvensional.
12
Pada suatu investigasi longitudinal 20 tahun yang dilakukan
Kohlberg, Kohlberg menemukan fakta-fakta berikut :
1. Penggunaan tahap satu dan dua berkurang.
2. Tahap empat, yang tidak muncul sama sekali dalam penalaran moral
anak berusia sepuluh tahun, tercermin dalam 62 persen penalaran moral
manusia berusia 36 tahun.
3. Tahap lima tidak muncul sampai usia 20 hingga 22 tahun dan tidak
pernah dialami lebih dari sepuluh persen individu.
Dengan demikian, tahap-tahap moral muncul kurang sesuai dengan
yang dibayangkan semula oleh Kohberg, dan tahap-tahap yang lebih tinggi,
khususnya tahap enam, benar-benar sangat sulit untuk dipahami.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam
aspek kehidupan sehari-hari, namun soal keagamaan hal itu seakan-akan
terabaikan, oleh karena itu, akan lahir generasi baru yang bertindak tidak
sesuai ajaran agama dan bersikap materialistik.
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan individu yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan
yang individualistik dan materialistic, sehingga kadang kala didalam mengejar
13
kemewahan individu tersebut sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan
hal itu bertentangan dengan agama atau tidak, baik atau buruk.
3. Tekanan psikologi yang dialami
Beberapa individu mengalami tekanan psikologi ketika di rumah
diakibatkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang
menyebabkan individu tersebut tidak betah di rumah dan menyebabkannya
mencari pelampiasan.
4. Gagal dalam studi/pendidikan
Individu yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan,
mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan
sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk ketika berkenalan dengan hal-hal
yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya.
5. Peranan Media Massa
Media massa sangat mempengaruhi terhadap perkembangan moral
individu, terutama pada anak dan remaja. Anak dan remaja adalah kelompok
atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena anak dan remaja sedang
mencari identitas diri sehingga mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang
di lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan sebagainya.
6. Perkembangan teknologi modern
14
Dengan perkembangan teknologi modern saat ini
seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga
memudahkan remaja atau anak untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai
dengan mereka.
2.6 Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang
tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua,
guru atau orang lain. Di samping itu, yang paling penting dalam
pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orang tua, guru atau orang
lain dalam melakukan nilai-nilai moral.
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan
atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang
tua, guru, kiai, artis, dan lain-lain)
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan
tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan
pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah
laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Perkembangan moral adalah adalah ukuran tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya. Perkembangan moral yang berhasil
dapat dilihat dari perilaku moral, sedangkan yang gagal dilihat dari perilaku amoral
dan perilaku tidak bermoral. Dalam pandangan Kohlberg, setiap orang pada dasarnya
adalah moral philosopher, tidak peduli apakah ia masih anak-anak ataukah sudah
dewasa. Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar
hasil temuan Piaget. Berdasarkan hasil dari wawancaranya selama 20 tahun,
Kohlberg mengemukakan ada 3 tingkatan perkembangan moral, yang setiap
tingkatnya ditandai oleh dua tahap. Tahapan-tahapan tersebut yaitu :
1. Tingkat Prakonvensional
a. Tahap orientasi kepatuhan dan hukuman
b. Taha orientasi hedonistik instrumental
2. Tingkat Konvensional
a. Tahap orientasi anak yang baik
b. Tahap orientasi keteraturan dan otoritas
3. Tingkat Pasca-Konvensionna
16
a. Tahap orientasi kontrol sosial legastik
b. Tahap orientasi kata hati
3.2 Saran
Penulis setelah menyampaikan pembahasan diatas, penulis memiliki beberapa
saran yang berkaitan dengan masalah maupun tema dalam makalah ini. Saran-saran
tersebut antara lain :
1. Peran Orang tua sangat membantu dalam upaya meningkatkan
perkembangan moral individu. Oleh karena itu, orang tua harus banyak
memberikan rangsangan atau koreksi, baik itu dalam bentuk diskusi atau
komunikasi bebas kepada anak atau remaja.
2. Di dalam ruang lingkup sekolah, hendaknya sering diadakan kegiatan
kerja sosial, bakti karya dan kelompok-kelompok belajar di bawah
asuhan guru pembimbing. Hal ini, dapat merangsang individu berprilaku
kea rah yang bermanfaat dan positif.
17