Perkawinan Campuran Antara Oraaig Muslim dan Non Muslim...
Transcript of Perkawinan Campuran Antara Oraaig Muslim dan Non Muslim...
Perkawinan Campuran AntaraOraaig Muslim dan Non Muslim
dalam Purspektif Hukum Islam danUndnng-Undnng Nomor 1 Tahun 1974
Oleh: Sadiani
ABSTRAK
Perkawinan campuran merupakan realita masyarakat laksanabola salju yang senantiasa terns bergulir dari waktu ke waktu. Hal ini da-pat teijadi pada masyarakat Indonesia yang memiliki pluralisme agama.Meski semua agama tidak membenarkan adanya praktik perkawinancampuran, pada kenyataannya dengan alasan karena pasangan pria danwanita merasa ada kecocokan dan saling cinta, sehingga peristiwa ter-sebut acap kali teijadi dalam kehidupan di setiap tahunnya tanpamengenai status sosial, martabat, tingkat intelektual dan ketaatan dalamagama yang dianut.
Secara konseptual, larangan perkawinan campuran telah memiliki landasan yang kuat dalam hukum Islam, namun aplikasi hukum ter-sebut di kalangan penganut agama Islam tetap saja teijadi, sementaramenurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diIndonesia, perkawinan campuran melarang setengah hati sebagaimanaPasal 66, sehingga seakan tidak mengatur secara tegas.
Mengingat selama ini perkawinan campuran yang dilarang dalam berbagai sudut agama terlebih hukum Islam tidak memiliki dampakpositif dalam kajian berbagai norma, maka seyogyanya untuk lebih ber-sinergis pemberlakuan larangan tersebut di Indonesia diperlukan cam-pur tangan pemerintah (eksekutif dan legislatif) dalam membuat pera-turan larangan kawin campuran.
Kata-katakunci: Perkawinan Campuran, Hukum Islam, UU No. 1Tahun 1974
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 33
A. Pendahuluan
Perkawinan campuran terma-suk masalah rumah tangga yangbanyak mengandung persoalan-persoalan sosial dan yuridis demi-
klan menurut Dr. Rebecca Liswood
dalam bukunya First Aid for TheHappy Marriage, selanjutnyaRebecca yang memiliki spesifikasidalam bidang perkawinan inimenyatakan bahwa:
"Sangat sukar sekali meyakinkangenerasi muda untuk merenung-kan secara hakiki tentang perkawinan dengan berbeda agamadimana mereka senantiasa akan
menghadapi persoalan-persoalanyang sungguh menegangkan dan
menentukan. Generasi muda se
nantiasa menolak dan selanjutnyameyakinkan dirinya bahwa cintaakan dapat mengatasi segala-galanya...", Selanjutnya Rebeccajuga mengutip ucapan Colley Gibber bahwa "betapa banyaknya pen-deritaan yang terdapat dalam ling-karan kecil cincin perkawinan."(Sudin,1971:31).
Demikian juga alasan lainmengapa agama Islam yang di-turunkan sebagai agama palingakhir bertujuan untuk memberi pe-tunjuk kepada umat manusia jalanyang lurus yang dapat mendatang-kan kebahagiaan dan keselamatanbagi mereka baik di dunia maupun
di akhirat. Karenanya, Islam tidak
menganjurkan segala sesuatu jikatidak mendatangkan manfaat yangdapat diperoleh dari perbuatan itu,sebagaimana juga tidak melaranguntuk mengerjakan sesuatu kecu-
ali karena mudarat yang terdapatdi dalamnya. Dengan demikian, Is
lam menempatkan ketentuan per-intah maupun larangan sebagai sa-rana untuk menjamin kebahagiaandan keselamatan yang abadi, lak-sana rambu-rambu lalu lintas bagipengguna jalan raya yang dapatmemberikan keamanan dalam per-jalanan (Ibrahim^ 1986:5).
Sebagai salah satu contoh per-intah Tuhan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhiratadalah masalah perkawinan yangmengandung kehidupan makruf,sakinah, mawaddah dan rahmah.
Tuhan memberi petunjuk tentangperkawinan yang baik dan buruk,tetapi manusia kadang-kadang salah menafsirkan. Dari luar menu-
rut penilaian masyarakat keliha-tannya baik, tetapi belum tentu
baik menurut penilaian yuridis. Sebagai contoh dalam tulisan ini pe-nulis kemukakan beberapa kasusperkawinan antaragama yaitu,Pertama pada masa tahun 1975
hingga tahun 1985 terjadinya per-istiwa perkawinan orang Islamdengan non-Muslim yang dilaku-kan di kantor catatan sipil, kemu-dian dewasa ini juga masih terjadi
34 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
perkawinan beda agama pasanganwarga negara Indonesia namunpernikahan dilaksanakan di luarnegeri guna melegalkan perkawinan mereka, hal tersebut mengingatdi Indonesia perkawinan beda agama tidak memiliki payung hukum,selanjutnya pasca pernikahan pasangan pengantin pulang ke Indonesia sebagaimana layaknya suamiisteri. Kedua, seorang pria non-Muslim masuk agama Islam gunamemenuhi persyaratan agar ia bo-leh kawin dengan wanita Muslim,kemudian setelah perkawinan ter-
laksana dan beberapa waktu kemudian pria tersebut kembali keagamanya semula (murtad).
Realita perkawinan campuran,
kerap kali teijadi di masyarakatIndonesia sehingga penulis merasaperlu untuk mereview peristiwatersebut konteksnya dengan nor-
ma hukum Islam yang melarangkawin campuran atau kawin bedaagama konteksnya dengan pera-turan perundang-undangan ten-tang perkawinan Indonesia yangtidak secara tegas melarang perkawinan dimaksud. Jika di tinjau
dari aspek mayoritas pendudukIndonesia, jumlah terbesar masya-rakatnya menganut agama Islam,namun di dalam hal produk hukum perkawinan, sama sekah tidak memiliki roh hukum Islam guna mengakomodir kepentingan
masyarakat yang mayoritas Muslim. Hal ini tergambar pada Klau-sula hukum perkawinan di Indonesia yang seakan memberi pe-luang terhadap perkawinan campuran sebagaimana kultur sosialyang masih berlaku serta diabai-kan kelangsungannya dalam kehi-dupan bangsa Indonesia yang padaakhimya dapat menimbulkan ke-khawatiran munculnya alasanpembenaran terhadap kawin campuran oleh masyarakat padahalbertentangan dalam sudut pan-
dang semua norma agama, norma
sosial serta ataupun norma hukumpositif di Indonesia.
B. Realita Perkawinan
Campuran dalamMasyarakatBeberapa peristiwa yang
menggambarkan suatu realita perkawinan campuran antara peng-
anut agama melalui kantor catatan
sipil di Indonesia yang sempat di-abadikan melalui media masa di
era tahun 1975 hingga tahun 1986sebagaiberikut:
Perkawinan Ir. Silvanus (man-
tan Gubemur Kalimantan Tengah)seorang yang beragama Kristendengan G.R.A.Y Kus Supiah yangberagama Islam di Keraton padatahun 1975, mereka tetap mem-pertahankan agama masing-ma-sing. Perkawinan mereka tetap
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 35
harmonis sedangkan mengenaiagama anak mereka di kemudian
hari tidak ada masalah sebab hal
tersebut tergantung keinginananaknya kelak mana yang lebihberkesan pada jiwanya, demikianmenurut Kus Supiah saat itu ber-
domisili diSolo (Setia, 1986:57).
Perkawinan beda agama antara Putra di Keraton Solo bernama
Bandoro Raden Mas Susatya SHyang beragama Kristen denganGusti Raden Ayu Kus Ondowiyahputri Paku Buwono XII beragamaIslam, Agustus 1986 diberitakanbahwa perkawinan paling meriahdan paling besar dalam kurun wak-tu itu. Keduanya memutuskan un-tuk tetap pada agamanya masing-masing sehingga jalan tengah di-cari: "Kawin di Catatan Sipil".Menyikapi kawin campur ataubeda agama ini, menurut PakuBuwono XII, mengingat keduanyasudah dewasa dan sudah berpikirmatang, dan perkawinan beda
agama bukan masalah. Selanjut-nya pengantin wanita menambah-
kan bahwa yang dibutuhkan ada-lah cinta dan kesungguhan sedangkan mengenai status agamaanak nantinya jika kami sudah seia
sekata hal tersebut mudah diatasi,
pokoknya kami yakin bisa bahagia.Selanjutnya Di Kudus Jawa Tengah, seorang hakim yang taat dalammelal^anakan syariat Islam, telah
kawin melalui Catatan Sipil dengan seorang wanita Katolik pada ta-
hun 1975, hasil perkawinan mem-peroleh 3 (tiga) orang anak, ke-tdganya setiap hari minggu selaluturut serta dengan ibunya (istri) kegereja. Sementara si Hakim tetapmenjalankan shalat 5 (lima) waktusehari semalam tanpa merasa di-ganggu, pada bulan Ramadhan siHakim juga menjalankan ibadahpuasa sementara si istri berikut
anaknya menyiapkan keperluanmakan sahur suaminya (Setia,
1986:58).
Selain paparan perkawinanyang pada awalnya memang ber-beda agama sebagaimana di atas,berikut ini juga dipaparkan perkawinan orang non muslim yangmenjadi /nz/a/Za/demi terealisasi-
nya sebuah perkawinan yang iainginkan, sebagai berikut:
Siti Mardiah binti Abu Yahya,umur 27 tahun agama Islam meni-
kah dengan Junaedi bin Manabumur 32 tahun beragama non-
muslim, menikah secara Islam di
KUA Kecamatan Kebayoran BaruJakarta Selatan, setelah dikaruniailima orang anak, suami (Junaedibin Manap) kembali ke agamanyasemula non Islam (murtad). Makaotomatis mereka hams diceraikan
berdasarkan Penetapan Pengadil-an Agama Jakarta Barat Nomor
37/1/1985 tanggal 11 Mei 1985.
36 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
Demikian halnya Leginingsihbinti Legito Amir, umnr 23 tahunberagama Islam menikah secaraIslam di KUA Kecamatan Kebayor-
an Lama, dengan laki-laki muallafbemama Supartono, SH bin Joso-widagdo umur 37 tahun diputus-kan cerai dengan penetapan peng-adilan Agama Jakarta Selatantanggal 27 Oktober 1983 Nomor394/1983, setelah mendapat em-
pat orang anak dari suaminya yangmuallaf ternyata suaminya kem-bali ke agamanya semula (mur-tad).
Seorang laki-laki Islam menikah dengan seorang wanita non-Islam selama sepuluh tahun dika-runiai 7 (tujuh) orang anak, empatsudah masuk Islam tetapi tiga
orang tetap non-Islam, sebab me-nurut jejak ibunya yang tetapkonsekwen tidak mau mengikutiagama suaminya. Dalam kondisiyang demikian suami dari perem-puan tersebut menjadi sangat se-dih sebab misinya sebagai seorangkepala rumah tangga tidak ber-hasil membawa anak dan istrinyamenjadi Islam, dengan demikianmenurut Fatwa MUl perkawinanyang demikian haram hukumnya(Amrullah, 1987:4).
Selain perkawinan orang Islamdengan muallaf yang kembali mur-tad, peristiwa perkawinan bedaagama di luar Islam pun ternyata
mendapat pertentangan oleh agama yang mereka anut, sebagaima-na perkawinan antara penganutYahudi dengan Katolik sebagaima-na diaiami oleh Martin keturunan
Rusia beragama Yahudi namun iatidak fanatik dalam menjalankan
perintah agamanya, meski tidakdapat dikatakan tidak beragama,sangat berbeda dengan kekasihnyaKathleen yang sangat fanatik dengan agama Katolik yang dianutnya.Ketika Martin menyampaikan ke-pada ibu Kathleen bahwa merekatelah saling jatuh cinta dan inginmelaksanakan perkawinan, ibuKathleen langsung jatuh pingsandan memerlukan perawatan medissedangkan ayah Kathleen menya-takan penolakan dengan tegas ser-ta mengancam untuk memutuskanhubungan orang tua dan anak ser-ta akan dilakukan upacara berka-bung, jika anaknya melakukan ka-win beda agama. Dengan adanyasikap keras kedua orang tuanyayang tidak menyetujui perkawinantersebut, mereka memutuskan me-
larikan diri dan dinikahkan oleh
pejabat nikah di tempat lain.Setelah perkawinan tersebut,
Martin mencoba menempatkanistrinya di rumah orang tuanyadengan harapan perkawinan me
reka dapat beijalan lancar, ternyata istri Martin mendapat cercaan,selanjutnya Martin berupaya agar
SadianI | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 37
berdamai dengan mertuanya teta-pi ditolak dan mendapat perten-tangan yang keras oleh orang tuaistrinya. Dalam kondisi yang sulit
tersebut mereka saling salah
menyalahkan dan akhirnya mereka sepakat untnk tidak mempunyaianak, akan tetapi kehadiran se-orang anak ternyata tetap tak da-
pat terhindarkan, bahkan anak
yang lahir seorang laki-laki.Dengan kehadiran anak laki-
laki ini, menimbulkan konflik perkawinan yang semakin meningkat,sebab Martin sebagai suami inginanaknya 6\-khitan sebagai Yahudi,sedangkan isteri yang Katolik inginanaknya diBabtis sebagai penga-nut agama Katolik. Dengan adanyapertentangan suami-istri tersebut,
pengurus rumah sakit setempattidak mau mengkhitankan anak
tersebut jika tidak ada izin dari ibuyang melahirkannya. Dengan tidak
terlaksananya pengkhitanan tersebut, maka Kathleen segera mem-baptis anaknya menjadi seorangKatolik.
Memperhatikan sikap sangistri, Martin sangat marah dan
kembali ke orang tuanya yang ke-betulan mau menerimanya sebagaiseorang Yahudi asalkan Martin
menceraikan istrinya. Manakalagagasan bercerai disampaikanMartin kepada istrinya, Martinmendapat jawaban: I was bom a
Catholic^ I will die a Catholic and
Catholic do not believe in divorce
(saya dilahirkan dari AgamaKatholik, maka saya akan matisebagai penganut Agama Katholikdan dalam Agama Katholilc tidakmengenal adanya perceraian).Usaha perceraian pun gagal karenaKathleen telah berpegang padaprinsip agamanya tersebut. Selan-
jutnya lima tahun kemudian lahir
lagi anak perempuan, setelah ber-umur lima tahun Martin membu-
juk anaknya untuk turut bersama-
nya, tetapi ia mendapat jawaban
dari anak tersebut: "/in Mothers
litde gtl, and your not my Daddyyou areJeW (Saya anak Ibu saya,
dan kamu bukanlah bapak saya
karena kamu seorang Yahudi)(Sudin, 1985:35).
Perkawinan campuran seba-gaimana dipaparkan di atas pada
dasarnya berawal pergaulan antar-jenis remaja yang bebas dan makin
meluas. Dimana saja dan kapan
saja serta kepada siapa saja mereka
dengan mudahnya mencurahkan
isi hati atau perasaan cintanya,
tanpa memperdulikan normaagama maupun norma sosial yangmengatur etika dan tatacara
pergaulan, hanya sedikit remajayang menyadari pentingnya tataaturan dalam bergaul guna masadepan mereka di kemudian hari.
Hanan dan Abraham Stone
38 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
mengungkapkan pendapatnya:"Jika mereka ingin menikah hanya
karena sudah mencapai hubunganromantik dan merasa saling ter-
tarik antara satu dan lainnya, na-
mun mereka (remaja) tidak memi-kirkan kemungkinan bahaya danbencana yang mesti mereka hadapidalam kehidupan rumah tanggamereka kelak" (Sudin, 1971:36).
Dari pemaparan tentang per-
kawinan beda agama di atas
memang merupakan polemik yangsangat memprihatinkan dalam hu-
kum Islam dan juga para ahli hu-kum lainnya. Persoalannya sangatsederhana yaitu karena alasan sa
ling suka dan saling dnta-men-cintai. Jika sudah berbicara salingmencintai, maka upaya kesadaran
hukum bagi pasangan yang ber-beda keyakinan tidak lagi bersan-darkan pada logika nurani hukum.
Sebuah 'Ibrah (pelajaran) yang
seyogyanya dapat dicermati olehmanusia yang memiliki akal danhati nurani bahwa kawin campur
diibaratkan seekor ayam betina
mengerami telur bebek yang akhir-nya setelah telur menetas (anak-nya lahir) temyata tidak menye-nangkan atau tidak membawa rasabahagia kepada si induk ayam,melainkan kegelisahan, kekhawa-tiran, dan rasa cemas berkepan-jangan yang sebelumnya tidak per-nah dibayangkan, sebab anak
bebek saat melihat sungai merekaterjun ke air, sedangkan indukayam yang mengeraminya ributberkotek di darat sepanjang hari.
Mereka tidak pemah bersatu baikdalam pikiran, perasaan dan sikap{way of life)y lantas bagaimanamungkin kebahagiaan keluargaayam dan bebek tersebut dapatterwujud? (Ibrahim, 1986:5).
'Ibrah ayam dan bebek tersebutmengandung hikmah yang sangatbermakna bagi manusia selakumakhluk yang memiliki akal gunamenimbang baik dan buruk sebe-lum melakukan perkawinan cam-puran. Sehubungan dengan perkawinan campuran ini pula, JamesLeslie McCary dalam bukunyaFreedom and Growth in Mirriage
mengatakan bahwa perkawinandengan pasangan yang berbedaagama, frekuensi perceraiannyadua atau tiga kali lebih besar daripada perkawinan dengan pasangan yang tidak berbeda agama(McCary, 1985:35).
Andaikan manusia kembali ke
pada nuraninya dan berpikir jernihbahwa rumah tangga atau perkawinan beda agama merupakan sa-lah satu konflik perkawinan sepertibeberapa kasus putusnya perkawinan sebagaimana penetapanpengadilan agama di atas, sebagaimana halnya peristiwa nikahantaragama yang dialami Martin
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 39
(pria keturunan Rusia beragamaYahudi) dengan Kathleen (wanita
beragama katolik).
Khususnya bagi umat Islam da-lam hal ini norma hukum Islam
sangat memegang peranan pen-
ting untuk diketahui dan dipahami
terutama dalam menanamkan si-
kap mental yang senantiasa ber-pihak kepada Allah serta setiapsaat dan waktu rela mengorban-kan kepentingan dirinya demimengikuti apa yang diwahyukanAllah. Dalam hal ini, tidaklah naif
jika para remaja mengambil per-bandingan bagi orang tua yangmentaati norma agama sejak me-
reka usia remaja hingga melang-sungkan pemikahan patuh dantaat dengan ketentuan agama yangdianut.
C. Perkawinan Campurandalam Perspektif HukumIslam dan Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974
1. Perkawinan Campuran dalam
Perspektif Hukum IslamDalam paparan ini penulis
mengetengahkan minimal ada (ti-ga) versi yang perlu diungkapkan:
Versi pertama, Islam tidak
mengenal perkawinan antar peme-luk agama atau perkawinan cam
puran, karena perkawinan yang di-perkenankan dan telah diatur se-cara normatif sebagai dispensasi
dalam Al-Quran surat al-Maidah
ayat 5 tidaklah termasuk perkawinan dengan penganut-penganutagama Islam sebelum Nabi
Muhammad Saw.
Sebagai dalil yang menjadiasas versi ini ialah Al-Qur'an surat
al-Baqarah ayat 221 (Q. 11:221),yang terjemahannya sebagai beri-kut:
C-jSydweJI ')lj
jjj ^ Xj
y3 -"-ndj 'y-»ji
«iulj jLUI jji 0^ jlj
3jOJlaMj jjl
"Dan janganlah kamu menikahi
wanita-wanita musynk, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih
balk dan wanita musyrik, walau-
pun dia menarik hatimu. danjanganlah kamu menikahkanorang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnyabudak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun diamenarik hatimu. mereka mengajak
40 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mei - Agustus 2008
ke neraka, sedang Allah mengajakke surga dan ampunan denganizin-Nya. dan Allah menerangkanayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supayamereka mengambil pelajaran"(DepartemenAgama, 1991:43)
Konteksnya dengan ayat diatas bahwa asbabun nuzul (sebab-
sebab tumnnya) al-Quran Q. II:221 tersebut, Ibnu Abi Mursid
Khanawi memohon izin kepadaNabi Muhammad Saw., agar diadiizinkan menikah dengan wanita
musyrik yang sangat cantik danamat terpandang dalam sukunya.Pada waktu itu Rasulullah Saw.,
berdoa kepada Allah, kemudianturunlah al-Quran surat II ayat 221
tersebut yang melarang; laki-lakimuslim menikah dengan wanita
musyrik dan wanita muslim menikah dengan laki-laki musyrik(Saleh, 1980:27).
Dalam riwayat lain diceritakanbahwa asbabun nuzul (sebab-
sebab turunnya) al-Quran Q. 11:221, Abdullah bin Rawahaih mem-punyai seorang hamba sahaya (bu-dak perempuan) yang amat hitam.Suatu hari ia sangat marah kepadabudak tersebut serta memukulnya,tetapi kemudian ia menyesal danmenceritakan peristiwa tersebut
kepada Nabi Muhammad Saw. danmenyatakan tekadnya sebagai
penebus penyesalan maka ia meni-kahi budak perempuan tersebut,sementara teman-temannya pada
waktu itu sangat melecehkan tin-dakan Abdullah bin Rawahaih, na-
mun ia tetap melaksanakan niat-.nya, maka sebagai pembenaran-nya dikabarkan oleh Nabi Muhammad Saw. dengan turunnya Q. 11:
221 tersebut bahwa seorang ham
ba sahaya (budak) yang muslim le-bih baik dari pada wanita musyrik.(sumber riwayat Al-Wahidi dariAssu'udi dari Abi maliki yang di-
terimanya dari Ibnu Abbas ra)(Saleh, 1980:28).
Dari peristiwa di atas yangmenyebabkan turunnya ayat Al-Quran sebagaimana telah diurai-kan dalam versi pertama ini bahwatidak dikenal menurut hukum Is
lam ketei^tuan tentang perkawin-an antar pemeluk agama. Dalamrumah tangga suami-istri mesti sa-
ling mempercayai, sehingga tidakada rahasia di antara mereka, apa-lagi rahasia yang berkaitan dengantaktik atau strategi pengembangan
agama Allah dalam rumah tangga
yakni Islamisasi anak dan keturun-an yang tentunya akan menimbul-kan satu konflik perkawinan akansegera terwujud dalam rumahtangga pasangan yang melakukanperkawinan beda agama tersebut.
Oleh sebab, itu Allah melarangYahudi dan Nasarani (Kristen)
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 41
sebagai pimpinan, di antaranyauntuk menjadikan dia sebagai ibudari anak-anaknya. Jika dicermati
dengan seksama Qur'an surat al-
Maidah ayat 51, temyata perkawinan antaragama merupakan
suatu proses yang bersifat laten,
mendangkalkan keyakinan ber-agama masing-masing yang men-
yebabkan hilangnya arti nilaiperanan hukum agama dalamhidup dan kehidupan rumahtangga.
Konteksnya dengan persoalantersebut Majelis Ulama Indonesiaberdasar Musyawarah Nasional Itanggal 26 Mei -1 Juni 1980 di
Jakarta, yang telah atau diumum-kan kembali pada tanggal 8Nopember 1986, mengeluarkanfatwa bahwa mengharamkan perkawinan antara orang-orang Muslim dengan non-Muslim termasukyang dimaksudkan dalam fatwa
tersebut adalah perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita ahlulKitab (Yahudi atau Nasrani). Keha-
raman tersebut dengan pertim-
bangan karena mafsadatnya (ba-hayanya) lebih besar dari masla-hatnya. (Andi hamid Amrullah,
1987:4)
Meski demikian ada pengecua-
lian seperti diterangkan dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 5 (Q.
V:5):
CUlIZjaJl iJ^l
Ijjjl
{
Q\J^\ (jJJL>eLa CX-Tt' "'
Ja^ JLa3
• (4
"Pada hah Ini dihalalkan bagimuyang baik-baik. makanan (sembe-lihan) orang-orang yang dibeh A1Kitab itu halalbagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
(dan dihalalkan mengawini) wanita yang menjaga kehormatan di
antara wanita-wanita yang beh-
man dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang dibeh Al Kitab sebelum
kamu, bila kamu Telah membayarmaskawin mereka denganmaksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) men-Ja dikannya gun dik-gun dik.barangsiapa yang katir sesudahbehman (Tidakmenehma hukum-
hukum Islam) Maka hapuslahamalannya dan la di hah kiamat
termasuk orang-orang merugi"(Departemen Agama, 1991:158)
42 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
Pengecualian yang ditentukanAllah dalam Q.V:5 dalam argu-mentasi ini tidaklah termasuk per-kawinan antaragama, tetapi tetapmerupakan perkawinan denganpenganut-penganut agama Islamsebelum Nabi Muhammad Saw.,
Yahudi dan Kristen bukanlah
termasuk keturunan Al-Kitab yang
laki-lakinya diizinkan menikahdengan wanita Yahudi dan Kristen(Mahmouddin Sudin, 1985:35).
Versikedua, beranggapan bah-wa perkawinan antar pemelukagama dianggap sah apabila lelaki-nya Muslim. Jika versi pertamamengemukakan dalil Al-Qur'ansurat al-Baqarah ayat 221 besertaasbabun nuzulnya diterima secara
kuat, tetapi alasan versi yang ke-dua yaitu pengecuahan yang di-atur oleh Allah dalam Al-Qur'an
surat al-Maidah ayat 5 memper-
tahankan laki-laki Muslim meni
kah dengan wanita-wanita AhlulKitab termasuk didalamnya Yahu
di dan Kristen. Namun apabilaWcmitanya yang Muslim sedang-kan laki-lakinya Yahudi atauKristen, maka tetap tertolak tmtukdinikahkan.
Dihubungkan dengan Al-Qur'an surat al-Maidah ayat 5tersebut, bahwa khusus terhadaporang yang beragama Yahudi danNasrani, meskipun dalam kenyata-an sekarang mereka berbeda aga
ma dengan orang Islam, tetapi terhadap mereka berlaku ketentuansendiri. Wanita-wanitanya halaldikawini, alasannya adalah karenamereka itu sebenamya sama-sama
kedatangan Kitab Ilahi sepertiorang Islam pula. Mereka disebutAhlul Kitab, yaitu orang yang
kedatangan Kitab Tuhan (Thalib,1981:57).
Dengan demikian. Prof. Mah-mud Yunus mengemukakan, laki-laki Muslim boleh mengawiniperempuan Yahudi atau Nasrani,tetapi perempuan Muslimah tidakboleh dikawinkan dengan laki-lakiYahudi atau Nasrani (Yunus,
1981:50).
Versi Ketiga, merupakan pen-dapat moderat, sebagai solusi an-tara kedua versi di atas, tetapi ma-
sih dalam konteks mendalilkanargumentasinya dari Al-Qur'andan Hadis Rasulullah Saw. Versi
ketiga ini merupakan argumentasipenulis mengacu pada Q. II: 221,secara penuh konsekwen penulistetap mengakui sebagai asas yangqath'i. Hanya saja yang menjadipersoalan sekarang dalil pengecualian atau alasan hukum yangmembenarkan laki-laki Muslim
menikah dengan wanita Ahlul
Kitab yaitu Yahudi dan Nasranimenurut Al-Qur'an surat Al-
Maidah ayat 5 sebagaimana telahdisebut di atas.
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 43
Penulis mendukungnya deng- pisahkanlah mereka di tempatan tambahan argumentasi berda- tidur mereka, dan pukullahsarkan Al-Qur'an surat IV ayat 34 mereka. Kemudian jika merekadanAl-Qur'ansuratLXV(at-Talaq) mentaatimu, Maka janganlahayat 6. Dasar Al-Qur'an surat IV kamu mencari-can jalan untukayat34dimaksud,yaitu: menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lag! MahaJ-y^ pLlpI Jp besar" (Departemen Agama,
, . 1991:123)^ Ijifljl lip Jp aiJi
. " ^ ^ Sedangkan Al-Qur'an surat^'>1 LXV (at-Talaq) ayat 6 dimaksud,
yaitu:4l)l 1^0■>■ Hj
a i ..' .'t. -''i' pbp ^^UaUl
^ ' Jw 3*?-*lj>- ^ (jj3
lii p- ^jf op 6^:' 1^ • 1 t
Kaum laki-laki itu adalahpemimpin bag! kaum wanita, oleh -jj ̂ jilSKarena Allah Telah melebihkansebahagian mereka (laki-laki) atas "Tempatkanlah mereka (parasebahagian yang lain (wanita), isteri) di mana kamu bertempatdan Karena mereka (laki-laki) tinggal menurut kemampuanmuTelah menafkahkan sebagian dan dan janganlah kamu menyusahkanharta mereka. sebab itu Maka mereka untuk menyempitkanw^nita yang saleh, ialah yang taat (hati) mereka. dan Jika merekakepada Allah lagi memelihara din (isten-isten yang sudah ditalaq)ketika suaminya tidak ada, oleh itu sedang hamilj Maka berikanlahKarena Allah Telah memelihara kepada mereka nafkahnya hingga(mereka). wanita-wanita yang mereka bersalin, Kemudian jikakamu khawatirkan nusyuznya, mereka menyusukan (anak-anak)-Maka nasehatilah mereka dan mu untukmu Maka berikanlah
44 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
kepada mereka upahnya, danmusyawarahkanlah di antara
kamu (segala sesuatu) denganbaik; dan jika kamu menemuikesulitan Maka perempuan lainboleh menyusukan (anak itu)untuknya" (Departemen Agama,1991:946).
Alasan penulis mencantumkan2 ayat al-Qur'an sebagai dalil pen-dukung dalam versi ini adalah:
Pe/tama Al-Quran surat IV ayat 34,bahwa Allah melebihkan sebagianlaki-laki dari wanita, baik fisikmaupun psikis (akal). Dengan ada-nya kelebihan tersebut laki-laki
diberi hak sebagai Kepala Keluargadalam rumah tangga suami-istri.Konsekwensi logis dari itu adalahkepada laki-laki (suami) diberi ke-wajiban memberi nafkah baik ke
pada isteri maupun anak-anaknya.Kedua, Al-Qur'an surat at-Talaqayat 6 bahwa kepada suami di-pikulkan pula kewajiban memberitempat tinggal yang tetap kepadaistri dan anak-anaknya di manasuami bertempat tinggal. Seakan-akan ada kewajiban patrilokal dimana suami bertempat tinggal disitu istri bertempat tinggal. Selan-
jutnya alasan ketiga, berdasarkanQ. II: 233
...
"... Kewajiban ayah (suami)memberi makan dan pakaiankepada para ibu dengan carama'ruf..." (Departemen Agama,1991:57).
Adapun alasan keempat berdasarkan QS. Al-Baqarah: 232 danat-Tahrim ayat 6. Dalam QS. Al-Baqarah: 232 dinyatakan:
^ pLlpI ^ilU li|3I' I ■> - .,'f ^ i
"Apabila kamu mentalak isteri-is-terimUj lalu habis masa iddahnya,Maka janganlah kamu (para wali)menghalangi mereka kawin lagidengan bakal suaminya, apabilaTelah terdapat kerelaan di antaramereka dengan cara yang ma'ruf.Itulah yang dinasehatkan kepadaorang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan harikemudian..." (Departemen Agama, 1991:56)
Dalam Q.S. al Baqarah: 232,bahwa yang berhak menjadi walinikah jika anak-anak wanita yangtelah dewasa mau menikah adalah
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 45
ayah atau bapak. Tidak sah nikahseorang wanita tanpa wali nikah(ayah).
Sedangkan Q.S. at-Tahrimayat6:
134
Ijb
Co 4JD| (^jpyfiuy j .^IjLm Js^Lp 4^2^
>j, , , *
"Hai orang-orang yang beriman,peliharalah dirimu dan keluarga-mu dan api neraka yang bahanbakamya adalah manusia dan ba-tu; penjaganya malaikat-malaikatyang kasar, keras, dan tidak men-durhakai Allah terhadap apa yangdiperintahkan-Nya kepada merekadan selalu mengeijakan apa yangdiperintahkan" (Departemen Aga-ma, 1991:951)
Dari surat at-Tahrim ayat 6:
Allah memerintahkan agar seluruhanggota keluarga suami-istri dan
anak-anaknya mempunyai kesatu-an cita (mutual, idee) agar terhin-dar dari siksa neraka dengan caramenyembah Allah Swt. Selain itu
hadir Rasul juga memerintahkankepada suami (ayah) untuk men-jaga keluarganya (istri) beserta
anak-anak agar terhindar dari api
neraka, supaya mereka dituntunmasuk surga yang diridhai Allah.
Berdasarkan pada asas hukumIslam di atas bahwa figur suami se-
bagai kepala rumah tangga harus-
lah kuat dan tangguh dan dapatbendndak sebagai nahkoda perahu
rumah tangga untuk mengarungikehidupan yang penuh dengan rin-tangan dalam mencapai keharmo-nisan rumah tangga yakni keluarga yang sakinah, mawaddah danrahmah penuh keridhaan AllahSwt.
Alasan dituntut kepada laki-la-
ki hams kuat, tabah, bijaksana danberwibawa serta takwa juga taatmenjalankan ibadah kepada Allah
sebagai seorang Muslim, maka la-ki-laki yang demikian barulah dia
diperkenankan imtuk mendapatdispensasi boleh menikah denganwanita Ahlul Kitab. Sebab dengan
kepribadian Muslim yang taat danbertaqwa tersebut dia akan me-mimpin istri dan anak-anaknya se-suai dengan ajaran Islam menujuridha Allah. Jika tidak memiliki ka-
tegori atau persyaratan yang demikian secara rasional, maka laki-laki
tersebut tidak diperkenankan
untuk mendapat dispensasi secara
hukum Islam sebagaimana yangdiatur dalam Al-Qur'an Surat Al-
Maidah ayat 5 tersebut.
46 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
2. Perkawinan Campurandalam Undang-Undang No. 1tahun 1974.
Undang-Undang No. 1 tahun1974 tentang Perkawinan, menu-
rut penulis tidak mengatur tentangperkawinan antara agama, seba-gaimana ketentuan Pasal 2 ayat(1), disebutkan: Perkawinan ada-
lah sah, apabila dilakukan menu-rut hukum masing-masing agama-nya dan kepercayaannya itu.
Dari Pasal 2, Undang-UndangNo. tahun 1974, dijelaskan bahwadengan perumusan pada pasal ter-sebut tidak ada perkawinan diluarhukum masing-masing agamanyadan kepercayaannya itu, sesuaidengan Undang-Undang dasar1945. lebih lanjut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukummasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk keten
tuan perundang-undangan yangberlaku bagi golongan agamanyadan kepercayaannya itu sepanjangtidak bertentangan atau tidak di-
tentukan lain dalam undang-un-dang ini.
Sedangkan dalam Pasal 8 hu-
ruf f dalam Undang-Undang Perkawinan tersebut juga menyata-kan bahwa perkawinan dilarang diantara dua orang yang mempunyaihubungan yang oleh agamanya
atau peraturan lain yang berlaku,dilarang kawin. Demikianjugajika
diperhatdkan Pasal 57 masih me-nurut ketentuan Undang-UndangPerkawinan No. 1 Tahun 1974,bahwa perkawinan campuran ada-lah perkawinan yang dilakukanoleh dua orang yang di Indonesiatunduk kepada hukum yang ber-lainan, karena perbedaan kewar-ganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Asing dansalah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Untuk Pasal 8 dan Pasal 57,
dalam penjelasan undang-undangtersebut hanya dinyatakan "cukupjelas", padahal jika dicermati dengan seksama dari kedua pasal ter
sebut masih memerlukan penjelasan yang lebih rinci guna menghin-
dari berbagai persepsi yang dapatmerugikan kelompok ataupun golongan tertentu khususnya dalamhal normalisasi kehidupan keluar-ga yang kawin berbeda agama agartidak teijadi konflik perkawinanyang berkepanjangan dikemudianhari, ataupun strategi seseorangnon-Muslim yang kawin denganorang Islam atau sebaliknya agarkelak teijadi integrasi keyakinanmelalui perkawinan campuranantaragama.
Dari substansi hukum yang ter-dapat pada Pasal 2 ayat (1), Pasal 8huruf f dan pasal 57 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 tersebut, penulis berpenda-
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 47
pat bahwa perkawinan campuran
antaragama belum diatur secara
tegas dalam Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Dan jika ada
perkawinan campuran antar aga-
ma, maka hams berpegang kepadaketentuan lama yaitu Pasal 6 dari
Regeling op de GemengdeHuwelijken Staatblad\B>9Q Nomor
158, padahal jika memjuk padaUndang-Undang Perkawinan No. 1tahun 1974 Pasal 66, bahwa:
Untuk perkawinan dan segalasesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan berdasarkan atas Un-
dang-undang ini, maka denganberlakunya Undang-undang ini ke-tentuan-ketentuan yang diatur da
lam Kitab Undang-undang Hukumperdata (Burgerlijks Wetboek),
Ordonantie Perkawinan Campuran Indonesia Kristen (HuwelijksOrdonantie Christen Indonesiers
S. 1933 No 74), Perraturan Per
kawinan Campuran (Regeling opde gemengde Huwelijken S. 1898No. 158) dan peraturan-peraturan
lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah di atur dalam
undang-undang ini, dinyatakan ti-dakberlaku.
Berdasarkan isi Pasal 66 Un
dang-Undang Perkawinan No. 1tahun 1974 inilah yang menyebab-
kan praktik perkawinan campuranantaragama tetap berlangsunghingga sekarang oleh sebagian
masyarakat Indonesia meski teknis
pelaksanaan pemikahannya dila-
kukan di luar negeri, setelah prosespemikahan kedua pasangan ber-kewarganegaraan Indonesia ter-
laksana, mereka kembali ke Indo
nesia untuk hidup sebagai pasang
an suami-istri. Sehamsnya agar ti-dak teijadi penyalahgunaan dalam
penerapan isi pasal, titik tekan dalam produk hukum perkawinanIndonesia mengacu pada fomena
sosial bahwa perkawinan antar
agama umumnya memiliki dam-
pak negatif, selanjutnya ditinjau
dari segi univikasi norma agama
masyarakat Indonesia tidak mem-
bolehkan perkawinan antaragama,
perkawinan dinyatakan sah jika sa-
lah satu pasangan yang berbedakeyakinan telah berpindah ke agama pasangannya. Perkawinan da-pat dilaksanakan 'Tiams dalam satu keyakinan atau seagama", me-mpakan bentuk penegasan pera-
turan yang sehamsnya termuat dalam peraturan pemndang-undang-an. Dengan adanya penegasan ter-sebut dimaksudkan agar tidakmuncul beragam penafsiran yangdapat mengaburkan makna pasaldalam produk pemndangan-un-dangan yang pada akhimya men-yalahi fungsi dari cita hukum.
Gustav Radbmch dalam tulis-
an Esmi Wanarsih menyatakanbahwa cita hukum berfungsi se-
48 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
bagai tolak ukur yang bersifatregulatifdon konstniktif Tanpa ci-ta hukum, maka produk hukumyang dihasilkan itu akan kehilang-
an makna (Warassih, 2006:43).
Dari pemyataan Gustav tersebut
menunjukkan bahwa dalam produk hukum hams mengakomodirnilai-nilai filosofis dalam pemben-tukan peraturan pemndang-un-dangan. Hal ini tentu saja sangattergantung pada tingkat kesadarandan penghayatan akan nilai-nilaitersebut oleh para aktor pemben-tuk peraturan pemndang-undang-an. Sebab, dengan tidak dipahami-nya secara utuh tentang landasanfilosofis dari cita hukum akan
membuat kesenjangan antara citahukum dengan norma hukum yangdibuat. Peraturan pemndang-im-dangan yang dituangkan dalamformulasi bahasa (Indonesia) seca
ra tertulis, maka yang paling urgen
dipahami adalah makna dari pers-pektif bahasa hukum dan logika.
Sebab, konstruksi pikiran yang adadalam peraturan pemndang-un-dangan itu dipengaruhi oleh sikap
dan pilihan nilai, ide serta gagasandari pemegang otoritas politikpembuatnya, atau dengan kata
lain bahwa peraturan tersebut
sebagai produk politik, sehingga
hukum itu perlu dipahami melaluipendekatan politik hukum dalamkonteks mang dan waktu peratur
an pemndang-undangan itu diun-dangkan.
D. Akibat Hukum dari
Perkawinan CampuranJika dilakukan analisis tentang
akibat hukum dari perkawinan
campuran dalam penulisan ini,maka normatif yang digunakanhanya mengandalkan hukumIslam. Hal tersebut mengingat Un-dang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan Indonesia ti
dak mengatur permasalahan yangdibahas. Dalam hukum Islam se-
bagaimana versi pertama berda-
sarkan Fatwa MUI tanggal 1 Juni
1980 dan disampaikan pula pada
tanggal 8 Nopember 1986, maka
perkawinan antara pria Islam dan
wanita Ahlul Kitab (Yahudi dan
Nasrani) adalah haramhukumnya.Jika teijadi perkawinan campuran
dan menghasilkan anak, maka
anak-anaknya hanya bernasab ke-
pada ibunya saja dan tidak kepadabapaknya, demikian juga anak tidak mewarisi bagian harta dari
bapaknya.
Sedangkan jika versi keduayang dianut, maka perkawinan antara pria Muslim dengan wanitaAhlul Kitab (Yahudi dan Nasrani
(lihat Al-Quran surat al-Maidah
ayat 5) akibat hukumnya sah sebabsama dengan perkawinan priaMuslim dengan wanita Muslim
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 49
yang memenuhi rukun dan syaratpemikahan. Dan jika perkawinanmereka memiliki anak, maka anak
tersebut menjadi anak sah suami-istri dan berhak mewaiisi antara
harta ayah dengan anak, demikianjuga antara suami-istri. Sebaliknyajika teijadi perkawinan wanitaMuslim dengan pria Ahlul Kitab,maka akibat hukumnya perka-winannya menjadi tidak sah, samaseperti versipertama.
Selanjutnya versi keidga, jikadipenuhi persyaratan laki-lakiyang beragama Islam yang memiliki ketaatan dan bertakwa kepadaAllah Swt. serta dapat membim-bing istri dan anak-anaknya menjadi Muslim dan Muslimat, makaakibat hukum dari perkawinan ter
sebut menjadi sah, asalkan dipenuhi rukun dan syarat perkawinan se-
bagaimana yang telah ditentukandalam hukum perkawinan Islam.
Mengingat realita perkawinan
antaragama di Indonesia oleh se-bagian pasangan yang berbedaagama masih dijadikan altematifuntuk mencapai suatu perkawinanyang mereka inginkan, untukmenghindari terulangnya peristi-wa perkawinan campuran antaragama tersebut, perlu ketegasanhukum secara formil (kelembaga-
an) dan materil (peraturan ter-
tulis) sebagaiberikut:
Pertama, ketegasan secara for
mil (kelembagaan), adanya keija-sama sama Majelis Ulama Indonesia (MUI), DPR RI dan Mahka-
mah Agung serta mengikutserta-kan semua Lembaga Keagamaan
lainnya di Indonesia dalam men-yikapi persoalan perkawinan campuran antaragama yang teijadiIndonesia untuk dilakukan penin-
jauan ulang, mengingat maksuddan tujuan isi pasal yang mengaturtentang perkawinan campuran(antara negara) yang berlaku diIndonesia justru mengarah padapembenaran perkawinan campuran antaragama di Indonesia.
Kedua, ketegasan secara mate
ril (peraturan tertulis), adanya fat-wa tegas dari Majelis Ulama Indonesia dan Lembaga Kegamaan
lainnya di Indonesia yang menya-takan sah atau tidak sahnya perkawinan campuran antara agama diIndonesia. Selanjutnya pernyataan
tegas dari Lembaga Keagamaantersebut di sampaikan ke DPR RIuntuk dijadikan bahan produkhukum atau guna mengamande-men pasal yang tidak secara tegasmengatur maksud dan tujuan perkawinan campuran di Indonesia.Jika teijadi kesepakatan dari DPRRI atas perubahan tentang maksudperubahan isi pasal PerkawinanCampuran antaragama, maka kesepakatan amandemen peraturantersebut hams ada ketetapan se-
50 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mel - Agustus 2008
cara sah dari Mahkamah AgungIndonesia, untuk dapat dijadikanpayung hukum yang berlaku se-cara nasional di Indonesia.
Khusus yang menangani per-soalan umat Islam, lembaga yangberwenang di Indonesia dalam
menentukan syarat laki-laki Muslim dapat kawin dengan wanitanon-Muslim, secara teknis ditang-ani oleh Kantor Urusan Agamayang beitugas meneliti kelengkap-an persyaratan administrasi pemi-kahan untuk tindak lanjuti padaproses akad nikah. Selanjutnya ji-ka selama perkawinan salah satupasangan murtad, maka keduanyahams dilakukan fasakh nikah. Hal
ini sebagaimana maksud Pasal 116
humf k, Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia putusnya perkawinandapat teijadi karena salah satu pi-hak teijadi peralihan agama. De-mikian pula menumt Imam Syafi'iyang menyatakan alasan terjadi-nya fasakh nikah apabila salah satupihak dari suami atau istri tersebut
murtad, maka dalam ketentuan
hukum Islam keduanya tidak dapat menemskan pernikahannya
sebab makna nikah itu sendiri
mengandung maksud penghalalan
untuk melakukan hubungan jima
(al-Jaziri, 1983:233).
Dari paparan di atas memper-
tegas tentang status hukum dariperistiwa perkawinan campuran
antaragama agar tidak dijadikanalasan dalam menghalalkan per-buatan yang dilarang dalam normaagama maupun norma sosial.
Mengingat masyarakat Indonesiayang kental dengan kehidupanyang agamis dan keluhuran adat
istiadat yang melarang perkawinan campuran antara agama inilah
yang sehamsnya dijadikan kontri-busi dalam membuat produk hukum perkawinan di Indonesia.
E. Penutup
Sebagai akhir dari tulisan ini,guna menghindari terjadinya raha-sia berkaitan dengan strategi peng-embangan agama baik Islamisasi
atau Kritenisasi anak dan ketumn-
an akibat perkawinan campuran
antar orang Muslim dan non-
Muslim sehingga menimbulkan
konflik perkawinan sebagaimana
paparan di atas, maka dalam hukum Islam secara tegas melarangperkawinan tersebut sebagaimanadalil Al-Quran surat al-Baqarahayat 221 (Q. 11:221) dan khusus
untuk masyarakat Indonesia seba
gaimana dianulir dalam Fatwa
MUI tanggal 1 Juni 1980 dan jugapada tanggal 8 Nopember 1986bahwa perkawinan campuran ataubeda agama haram hukumnya.Konteksnya penegasan hukum perkawinan dalam perspektif hukumIslam dimaksud, maka Undang-
Sadiani | Perkawinan Campuran antara Orang Muslim ... | 51
Undang Perkawinan di Indonesia dengan cara perombakan isi pasalhams memiliki substansi yang te- ataumelaluipenambahanPeratur-gas dalam menuangkan isi klausul an Pelaksana dari undang-undangyang terdapat dalam setiap pasal. dimaksud. Hal ini mengingat peris-Jika terdapat kekeliman penaf- tiwa perkawinan campuran ternssiran pemahaman yang mengha- saja berlangsung terhadap masya-mskan teijadinya anomali hukum, rakat Indonesia laksana snow ballmaka Undang-Undang Perkawin- yang terns bergulirsehinggacukupan yang kini berlaku patut untuk rentan dan efektif bagi misionarisdilakukan pembahan pada bagian agama tertentu dalam mengaturpasal-pasalyangmengaturmenge- strategi pengembangan agamanai perkawinan campuran. Pern- melalui perkawinan campuran.bahan dimaksud dapat dilakukan
DAFIARPUSTAKA
Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-FiqhMadzahibulArba'ah, at-Tijaratul Kubra,Mesir, 1983.
Ammllah, Andi hamid ,Kawin campuran dalam DimensiKemanusiaan,Jakarta, HarianPelita 13 Pebmari 1987.
H.R., H. Ibrahim, Kawin Campuran, Jakarta, Rubrik Sinar pagi Jum'at,1986.
KompilasiHukum Islam dilndonesiaM.D., Rebecca Liswood., First Aid for The Happy Marriage, New York,
1971dalam Mahmouddin Sudin, Perkawinan Antar Agama,
Jakarta, Sakura
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, tentang Pelaksanaan UU No. 1Tahtm 1974.
Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1983, tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 1990, tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.Setia, Putu, Dari Kus Ondowiyah Sampai Cameiia Malik, Jakarta,
Majalah Tempo, Laporan Utama 1-11-1986Sudin, Mahmouddin Perbandingan Antar Agama, Jakarta, Sakura, 1985.
52 I HIMMAH Vol. IX No. 26 Mei - Agustus 2008
Stone, Abraham and Hanan, A Mirriage Manual Australia 1971j dalamMahmouddin Sudin
McCary, James Leslie, Freedom and Growth in Mirriage in USA, 1975dalam Mahmouddin Sudin, Iterfaith Marriage, Jakarta, Sakura,1985.
DepartemenAgama, A/-(?i/7a/7cfe/7 Teijemahnya, Jakarta, 1991.Saleh, QdcttidimdmAsbabunNuzul, Bandung, Diponegoro, 1980.Thalib, Sayuti HukumKekeluargaan Indonesia, Jakarta, UI Press, 1981.Undang-UndangNo. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan di Indonesia.Yunus, Mahmud Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta, CV Al-
Hidayah, 1981Warassih, Esmi, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang,
PT. SuryandaraUtama. 2006.