perjalanan karies sekunder sampai nekrosis

download perjalanan karies sekunder sampai nekrosis

of 10

description

perjalanan karies sekunder sampai nekrosis

Transcript of perjalanan karies sekunder sampai nekrosis

KARIES SEKUNDER Pasien yang telah melakukan restorasi kavitas kurang memperhatikan tumpatan pasca restorasi tersebut. Padahal sebaik apapun restorasi yang telah dilakukan oleh dokter gigi tetap harus dilakukan kontrol untuk melihat adanya perubahan yang terjadi pada restorasi tersebut Menurut Philips, tidak ada satupun bahan tumpatan di bidang kedokteran gigi yang dapat melekat sempurna pada struktur gigi. Celah mikro selalu ada pada tumpatan sehingga dapat menyebabkan cairan atau sisa makanan masuk pada celah sehingga bisa menyebabkan terjadinya kebocoran tepi (mikroleakage) (Philips, 2003). Kebocoran tumpatan merupakan hal yang dapat ditemukan baik pada restorasi yang telah lama maupun restorasi yang masih tergolong baru. Terjadinya kebocoran tepi merupakan akibat kegagalan adaptasi tumpatan terhadap dinding kavitas. Bila telah terjadi kebocoran tepi pada tumpatan maka dampak pada gigi akan terlihat, karies sekuder, marginal stain, dan diskolorisasi gigi (Mukuan, 2013).Karies sekunder adalah karies yang terjadi di jaringan sekitar tumpatan sehingga menggagalkan usaha penumpatan tersebut. Karies sekunder biasa disebut karies rekuren. Pemeriksaan histologik lesi dini karies sekunder memberikan beberapa indikasi tentang bagaimana lesi dibentuk. Bila tumpatan telah di letakkan, email disekitar tumpatan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu emailpermukaan dan email pada dinding kavitas. Oleh karena itu lesi karies sekunder terdiri dari duabagian.Suatulesiluar yang dibentuk pada permukaan gigi sebagai akibat dari karies pertama dan kavitas lesi dinding yang hanyaakan terlihat bila ada bakteri, cairan, molekul, atau ion hidrogen diantara tumpatan dan dinding kavitas. Celah di sekitar tepi tumpatan yang tidak terdeteksi ini secara klinik dikenal dengan celah mikro (Kidd, 1991).Penyebab dari karies sekunder yaitu kegagalan restorasi resin komposit yang menyebabkan kebocoran dari resin komposit, dikarenakan:1. Perbedaan masing-masing koefisien thermal ekspansi diantara resin komposit, dentin, dan enamel.2. Penggunaan oklusi dan pengunyahan yang normal.3. Kesulitan karena adanya kelembaban, mikroflora yang ada, lingkungan mulut bersifat asam. (Hermina, 2003)4. Adanyamicroleakage, yang merupakan suatu celah berukuran mikro antara bahan restorasi dengan sruktur gigi, sehingga margin restorasi terbuka. (Yuwono, 1990)5. Adaptasi yang buruk, yang menyebabkan masuknya cairan oral, bakteri maupun toksinnya sehingga menyebabkan karies sekunder (Sularsih, 2007).Invasi bakteri melalui tubulus dentinTubulus dentin dapat terbuka sebagai hasil dari prosedur operatif atau prosedur restoratif yang kurang baik atau akibat material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari tubulus dentin inilah infeksi bakteri dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan terbukanya pulpa bisa disebabkan karena proses trauma, prosedur operatif dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan mikroba atau bakteri mengiritasi jaringan pulpa dan terjadi peradangan pada jaringan pulpa (Soames dan Southam, 1998).Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika karies gigi di biarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi penderita biasanya mengeluh giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian pulpa, serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. (Kidd, 2002)

Soames J.V.and Southam J.C. 1998. Oral Pathology. 3 th ed. United States: Oxford University Press,pp:53-9.Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada PulpaDerajat inflamasi pulpa sangat berhubungan intensitas dan keparahan jaringan pulpa yang rusak. Iritasi ringan seperti pada karies dan preparasi kavitas yang dangkal mengakibatkan inflamasi yang sedikit atau tidak sama sekali pada pulpa sehingga tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sebaliknya, iritan seperti pada karies yang dalam dan prosedur operatif yang luas biasanya mengakibatkan perubahan inflamasi yang lebih parah. (Torabinejad, 2009)Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya sel-selinflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatkan pengaktifan bermacam-macam sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin, bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid. Selain itu, respon imun juga dapat menginisiasi dan memperparah penyakit pulpa. Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendritik. Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai bentuk mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi mikroorganisme dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan pada inflamasi pulpa. (Torabinejad, 2009)Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular, statisvaskular, dan migrasi leukosit ketempat iritasi tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat pun terbentuk. Peningkatan tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif dan kolapsnya venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa dikelilingi oleh memiliki dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa. (Torabinejad, 2009)

Nekrosis pulpaNekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan oleh iritasi mikroba, mekanis, atau kimia. Karies dentis dan mikroorganisme di dalam saluran akar merupakan sumber utama iritan mikroba, mula-mula terhadap jaringan pulpa kemudian terhadap jaringan sekitar akar. Iritan mekanis terhadap jaringan pulpa yang potensial adalah prosedur operatif, kuretase periodontium yang dalam, tekanan pada perawatan ortodonsi, dan trauma. Iritasi kimia terhadap pulpa berasal dari berbagai pembersih dentin, bahan sterilisasi dan desentisisasi, atau sejumlah zat yang terkandung dalam bahan restorasi atau bahan pelapis kavitas (Walton and Torabinejad, 1996).Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena iritasi mikroba pada jaringan pulpa. Hal ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral, yaitu terbukanya tubulus dentin dan terbukanya pulpa, hal ini memudahkan infeksi bakteri ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa (Soames dan Southam, 1998).Nekrosis pulpa yang disebabkan karena iritasi mekanis pada gigi dapat menyebabkan perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Iritasi mekanis atau trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan kemudian terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi iskemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh darah kecil pada apeks (Shafer et al., 1963).Cedera pulpa yang disebabkan oleh sebab-sebab yang telah disebutkan di atas dapat mengakibatkan kematian sel, dan menyebabkan inflamasi. Derajat inflamasinya proporsional dengan intensitas dan keparahan kerusakan jaringannya. Cedera ringan, misalnya karies insipien atau preparasi kavitas yang dangkal, hanya menimbulkan inflamasi sedikit saja atau bahkan tidak sama sekali. Sebaliknya, karies dalam, prosedur operatif yang luas, atau iritasi yang terus menerus pada umumnya akan menimbulkan kelainan inflamasi yang lebih parah. Bergantung kepada keparahan dan durasi gangguan dan kemampuan pejamu untuk menangkalnya, respon pulpa berkisar antara inflamasi sementara (pulpitis reversibel) sampai pada pulpitis yang irreversibel dan kemudian menjadi nekrosis total (Walton and Torabinejad, 1996).Patogenesis pulpa dapat dijelaskan sebagai berikut, cedera pulpa mengakibatkan kerusakan sel dan kematian sel yang diikuti dengan pelepasan mediator inflamasi nonspesifik seperti histamin, bradikinin, dan metabolit asam arakidonat. Selain itu dikeluarkan juga produkproduk granula lisosom polimorfonuklear (elastase, katepsin G, dan laktoferin), inhibitor protease misalnya antitripsin, dan neuropeptida misalnya peptide calcitonin generelated (CGRP) dan substansi P (SP) (Torabinejad, 1994; Rauschensenberger et al., 1991;Mc Clanahan et al., 1991;Byers et al., 1990). Selain reaksi inflamasi nonspesifik, respon imunologis juga mungkin akan mengawali dan memperberat penyakit pulpa (Torabinejad, 1994). Antigen yang potensial adalah bakteri dan produk-produk sampingannya di dalam karies dentis, yang secara langsung (atau melalui tubulus) dapat memicu berbagai reaksi yang berbeda. Di dalam pulpa normal dan terinflamasi, dapat dijumpai adanya limfosit B, sel-sel plasma, antibodi dan limfosit T (Hanh and Falkler, 1992). Keberadaan antigen yang potensial di dalam karies dan terdapatnya sel yang berkemampuan imunologis seperti leukosit PMN, makrofag, limfosit, sel plasma, dan sel mast dalam pulpa yang terinflamasi menunjukkkan bahwa mediator dari reaksi imunologis ikut berpartisipasi dalam mengatur pathogenesis nekrosis pulpa.Cedera ringan pada pulpa mungkin tidak akan menyebabkan perubahan yang nyata. Akan tetapi cedera moderat dan parah akan menyebabkan pelepasan mediator inflamasi. Suatu peningkatan dalam inhibitor protease pada pulpa yang terinflamasi secara moderat atau parah menunjukkan adanya natural modifiers (Mc Clanahan et al., 1991). Pelepasan sejumlah besar mediator inflamasi mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, stasis pembuluh darah, dan migrasi leukosit ke daerah cedera. Tekanan kapiler yang tinggi dan meningkatnya permeabilitas kapiler menggerakkan cairan dari pembuluh ke jaringan. Jika pembuangan cairan oleh venula dan limfe tidak sesuai dengan filtrasi cairan dan kapiler maka akan terbentuk eksudat. Secara anatomis pulpa terkurung dalam dinding dentin yang keras dan membentuk suatu sistem yang tidak mudah menyesuaikan diri, oleh karena itu, peningkatan yang sedikit saja dalam tekanan jaringan akan menyebabkan kompresi pasif dan bahkan kelumpuhan total dari venula di tempat cedera pulpa. Kenaikan tekanan terjadi di tempat tertentu yang kecil dan berkembang lambat, oleh karena itu, pulpa tidak mati oleh tekanan yang meningkat dengan drastis (Heyeraas, 1985). Meningkatnya tekanan jaringan, ketidakmampuan jaringan pulpa untuk mengembang, dan kurangnya sirkulasi kolateral dapat mengakibatkan nekrosis.Patofisiologi dari nekrosis pulpa, yaitu jaringan pulpa yang kaya akan pembuluh darah, syaraf dan sel odontoblast memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila peradangan terus berlanjut atau terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa maka pulpa dapat mengalami kematian atau yang disebut dengan nekrosis pulpa yang diakibatkan karena kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang maka kemampuan untuk mengadakan pemulihan pada sisa jaringan pulpa yang sehat akan semakin kuat pula yang ditujukan untuk mempertahankan vitalitasnya (Soames dan Southam, 1998). Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis yang irreversibel. Sedangkan nekrosis pulpa yang total biasanya tidak menunjukkan gejala (asimptomatis) kecuali inflamasi atau peradangan telah berlanjut ke jaringan periradikuler. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu: (Langlais,1998).1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat. 2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.Keluhan subjektif pada nekrosis pulpa yaitu tidak ada gejala rasa sakit, keluhan sakit terjadi bila terdapat keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan rasa nyeri dan pemeriksaan palpasi juga tidak terdapat pembengkakan serta mobilitas gigi normal. Pemeriksaan rontgen gigi terlihat normal kecuali bila terdapat kelainan periapikal maka dapat terjadi perubahan berupa gambaran radiolusen pada lesi (Vriezen et al., 1979).1. Walton R.E. and Torabinejad M. 1996. Principles and Practise of Endodontics. 2nd ed. Philadelphia.W.B Saunders Company.pp:41-22. Shafer W.G., Hine M.K., Levy B.M. 1963. A Textbook of Oral Pathology. 2 nd ed. Philadelphia :W.B Saunders, pp:378-86.3. Vriezen TH.C., Oort J., velthuizen R.W., Waal I.V.D.1979. Radang Rahang. 2nd ed. Leiden.Stafleu & Tholen B.V.p:35.

Jenis-jenis bakteri pada gigi nekrosisBeberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi pulpa yang mengakibatkan penyakit pulpa merupakan infeksi polimikrobial yaitu infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh E. Ercan (2006) menyatakan bahwa beberapa bakteri yang terdapat pada infeksi saluran akar gigi adalah bakteri Fusobacterium spp dan bakteri Prevotellaspp. Daniel Saito et al (2006) menyatakan bahwa salah satu bakteri pada infeksi endodonsia dalah bakteri Peptostreptococcus. Berikut ini beberapa jenis bakteri yang menjadi iritan mikroba pada gigi nekrosis berdasarkan penelitian-penelitian tersebut : (Saito,2006)1. Peptostreptococcus spp.Peptostreptococcus spp. merupakan Streptococcus yang hanya tumbuh dalam kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan menghasilkan berbagai hemolisin. Streptococcus ini adalah flora normal mulut, saluran napas atas, usus, dan traktus genitalia. Organisme ini bersama dengan spesies bakteri lain sering menimbulkan infeksi bakteri campurandi abdomen, pevis, paru, dan otak. (Jawetz, 2012)2. Porphyromonas spp.Porphyromonas spp. merupakan bakteri basil gram negatif. Bakteri jenis ini merupakan bagian dari flora normal mulut dan terdapat juga pada organ tubuh yang lain. Genus Porphyromonas meliputi spesies yang sebelumnyadimasukkan ke dalam genus Bacteroides. Spesies Porphyromonas dapat dibiakkan dari infeksi gusi dan periapikal gigi.(Jawetz, 2012)3. Prevotella spp.Spesies Prevotella merupakan bakteri basil gram negatif dan dapat nampak seperti coccobasillus. Spesies yang paling sering diisolasi adalah P. melannognica, P.bivia, dan P.disiens. Prevotella sering dikaitkan dengan organisme anaerob lainnya yang merupakan bagian dari flora normal terutama Peptostreptococcus, bakteri basil anaerob gram positif, spesies Fusobacterium, bakteri anaerob fakultatif gram positif dan gram negatif yang merupakan bagian dari flora normal.(Jawetz, 2012)4. Fusobacterium spp.Fusobacterium merupakan bakteri basil pleomorfik gram negatif. Sebagian besar spesies menghasilkan asam butirat dan merubah treonin menjadi asam propionat. Kelompok Fusobacterium meliputi beberapa spesies yang paling sering diisolasi dari infeksi bakteri campuran yang disebabkan oleh flora normal mukosa. Namun, spesies Fusobacterium juga dapat menjadi satu-satunya bakteri pada sebuah infeksi. (Jawetz, 2012)5. Actinomyces spp.Kelompok Actinomyces meliputi beberapa spesies yang menyebabkan aktinomikosis. Pada pewarnaan gram, bakteri ini sangat bervariasi ukurannya. Beberapa spesies dapat bersifat aerotoleran dan tumbuh dengan adanya udara. Spesies Actinomyces sensitif terhadap penisilin G, eritromisin, dan antibiotik lainya.(Jawetz, 2012)6. Enterococcus spp.Kelompok Enterococcus merupakan bakteri kokus gram positif. Bakteri ini bersifat nonhemolitik, katalase negatif, dan merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial yang paling sering dan resisten terhadap antibiotik tertentu. Enterococcus lebih resisten terhadap penisilin G daripada Streptococcus. Banyak isolat Enterococcus yang resisten terhadap vankomisin. (Jawetz, 2012)

Infeksi odontogenInfeksi merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari kerusakan jaringan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen. (Prasetiyo, Adhi. 2013. Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Pada Lalap Pedagang Penyet Di Daerah Barusari Semarang Selatan. Available at http://digilib.unimus.ac.id/. Accesed on November 3rd 2015)

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu 1. Jalur Periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal. Mikroorganisme dapat mencapai pulpa melalui perforasi karies, prosedur penumpatan, atau trauma yang menyebabkan fraktur gigi, retak atau aposisi. Sumber paling umum infeksi pulpa yaitu karies. Bakteri pada karies bersifat motil berjalan melalui tubulus dentinalis dengan pembelahan sel (binary fission) dan melalui pergerakan cairan dentine Dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Pada pulpa yang mengalami nekrotik, mekanisme pertahanan tubuh seperti inflamasi dan imunitas tidak ada, ruang pulpa menjadi reservoir bakteri yang akan berinvasi. Cairan jaringan dan sel yang mengalami disentegrasi dari jaringan nekrotik membentuk substrat makanan yang penting bagi mokroba. Substrat makanan, tekanan oksigen yang rendah dan interaksi bakteri merupakan faktor ekologi yang penting bagi mikroorganisme untuk berkembang.(Artha, Wira. 2013. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ektrak Propolis. Available at http://adln.lib.unair.ac.id/. Accesed on November 3rd 2015)

2. Jalur Periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket3. Jalur Perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak atau belum dapat tumbuh sempuna. (Prasetiyo, Adhi. 2013. Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Pada Lalap Pedagang Penyet Di Daerah Barusari Semarang Selatan. Available at http://digilib.unimus.ac.id/. Accesed on November 3rd 2015)Dalam kasus infeksi odontogenik yang sering terjadi melalui jalur periapikal. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.

Gambar 1. Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses odontogen.(A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses.

DAFTAR PUSTAKA

Philips. 2003. Science of dental material. 11th ed. Philadelphia, W.B. Ounders Company. pp 516Mukuan, Theo. Et al. 2013. Gambaran Kebocoran Tepi Tumpatan Pasca Restorasi Resin Komposit Pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Angkatan 2005-2007. Jurnal E-Gigi (Eg). Vol 1. No 2. pp 115-120Kidd, Edwina AM, Sally JB. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Jakarta: EGC;1991. pp 188Kidd EAM, Joyston-Bechal S. Dasar-dasarkaries. Alihbahasa.Sumawinata N. Jakarta: EGC, 2002: 1-40.Torabinejad M, Walton RE. Principles and practice of endodontics 4th ed. Philadelphia: Saunders Company; 2009. p. 1,7,21, 28, 38-40, 49-56. Langlais RP, Miller CS. Kelainanronggamulut yang lazim. Jakarta: Hipokrates, 1998: 94-97.Saito D, Leonardo RT, Rodrigues JLM. Siu Mui Tsai, Hofling JF, Goncalves RB. Identification of bacteria in endodontic infections by sequence analysis of 16S rDNA clone libraries. J Med Microbiol 2006; 55:101-7.Jawetz E, Melnick JL, Adelberg E.A. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23. Jakarta : EGC; 2007. hal.238,245,311-3.Hermina, M.T. 2003.PerbaikanRestorasi Resin KompositKlas I.Sumatera Utara: USU Digital Library.Edwina, A.M., 2001.,Diagnosis of Secondary Caries.,Journal of Dental Education 65(10): 997- 1000 Soames J.V.and Southam J.C. 1998. Oral Pathology. 3 th ed. United States: Oxford University Press,pp:53-9.Walton R.E. and Torabinejad M. 1996. Principles and Practise of Endodontics. 2nd ed. Philadelphia.W.B Saunders Company.pp:41-2Shafer W.G., Hine M.K., Levy B.M. 1963. A Textbook of Oral Pathology. 2 nd ed. Philadelphia :W.B Saunders, pp:378-86.Vriezen TH.C., Oort J., velthuizen R.W., Waal I.V.D.1979. Radang Rahang. 2nd ed. Leiden.Stafleu & Tholen B.V.p:35.Prasetiyo, Adhi. 2013. Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Pada Lalap Pedagang Penyet Di Daerah Barusari Semarang Selatan. Available at http://digilib.unimus.ac.id/. Accesed on November 3rd 2015.Artha, Wira. 2013. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ektrak Propolis. Available at http://adln.lib.unair.ac.id/. Accesed on November 3rd 2015.