Perioperatif Diabetes Melitus

20
Penatalaksanaan Perioperatif : Diabetes Melitus Pasien diabetes melitus (DM) mempunyai kemungkinan untuk mengalami penyulit yang memerlukan tindakan operasi. Dengan bertambahnya usia harapan hidup, kemungkinan untuk terjadinya penyulit tersebut semakin meningkat. Sekitar 50% dari mereka membutuhkan operasi semasa hidupnya. Lebih dari 75% pasien-pasien ini berusia lebih dari 50 tahun, di mana prevalensi terjadinya penyakit miokard dan pembuluh darah serta gangguan ginjal meningkat. 1,2 Angka kesakitan dan kematian selama periode perioperatif pasien DM lebih besar dibandingkan dengan pasien non DM. Hal ini disebabkan karena pada pasien DM terdapat kelainan makrovaskular (termasuk penyakit pembuluh darah koroner), selain kegagalan fungsi ginjal, ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Selama periode pasca operasi, insiden pasien DM yang terkena infeksi cukup tinggi, seperti terjadinya infeksi saluran kemih, pneumonia dan infeksi lainnya. Kegagalan penyembuhan luka mungkin terjadi jika terdapat hiperglikemia. 3 Saat ini, dengan kemajuan dan penatalaksanaan perioperatif memungkinkan pasien diabetes untuk menjalani operasi yang kompleks karena meningkatnya keamanan serta lebih banyak dilakukan operasi pada 1

description

persiapan operasi diabetes mellitus penyakit dalam

Transcript of Perioperatif Diabetes Melitus

Penatalaksanaan Perioperatif : Diabetes MelitusPasien diabetes melitus (DM) mempunyai kemungkinan untuk mengalami penyulit yang memerlukan tindakan operasi. Dengan bertambahnya usia harapan hidup, kemungkinan untuk terjadinya penyulit tersebut semakin meningkat. Sekitar 50% dari mereka membutuhkan operasi semasa hidupnya. Lebih dari 75% pasien-pasien ini berusia lebih dari 50 tahun, di mana prevalensi terjadinya penyakit miokard dan pembuluh darah serta gangguan ginjal meningkat.1,2Angka kesakitan dan kematian selama periode perioperatif pasien DM lebih besar dibandingkan dengan pasien non DM. Hal ini disebabkan karena pada pasien DM terdapat kelainan makrovaskular (termasuk penyakit pembuluh darah koroner), selain kegagalan fungsi ginjal, ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Selama periode pasca operasi, insiden pasien DM yang terkena infeksi cukup tinggi, seperti terjadinya infeksi saluran kemih, pneumonia dan infeksi lainnya. Kegagalan penyembuhan luka mungkin terjadi jika terdapat hiperglikemia.3Saat ini, dengan kemajuan dan penatalaksanaan perioperatif memungkinkan pasien diabetes untuk menjalani operasi yang kompleks karena meningkatnya keamanan serta lebih banyak dilakukan operasi pada pasien-pasien yang tidak dirawat. Beberapa faktor terlibat dalam menentukan respons glikemik untuk prosedur operasi. Meskipun beberapa dapat diantisipasi secara adekuat, namun yang lainnya sangat sulit untuk diperkirakan. Kesanggupan sekresi insulin, sensitivitas insulin, metabolism secara keseluruhan, dan nutrisi mungkin berubah secara radikal dari periode pra operasi sampai pasca operasi dan mungkin juga sangat berbeda dari satu prosedur ke prosedur lainnya. Untuk alasan ini banyak dokter bersikap proaktif untuk mengatasi hiperglikemia pada pasien-pasien diabetes yang akan menjalani operasi.3,4EFEK METABOLIK ANESTESIA DAN OPERASI

Stress dan trauma yang dihubungkan dengan anesthesia dan operasi menyebabkan respons katabolik yang cukup berat (lihat tabel 1). Keadaan ini disebabkan karena meningkatnya produksi hormon kontra regulasi insulin yaitu efinefrin, norepinefrin, glukagon, hormon pertumbuhan, katekolamin, dan kortisol.3-10Diharapkan selama operasi berlangsung, glukosa darah berada dalam batas toleransi, oleh karena hipoglekimia selama operasi dapat membahayakan jiwa penderita. Sedangkan hipoglekimia selama operasi dapat menyebabkan.1,2-101. Faal leukosit (kemotaksis) fagositosis, bakterisida intraselular) menurun, demikian pula fungsi limfosit, dan monosit. Akibatnya penderita DM mudah mengalami infeksi, yang merupakan penyulit tersering pasca operasi.

2. Gangguan reologi: viskositas darah meningkat dan mudah terjadi agregasi trombosit, demikian pula akan mudah timbul agregasi eritrosit dan leukosit, yang memudahkan terjadinya trombosit.3. Status imunologi humoral dan selular menurun, misalnya kemuduran fungsi sel T supresor.

4. Pembentukan jaringan granulasi terhambat oleh karena sintesis fibroblast dan kolagen tertekan.

Tabel 1. Respons Endokrin dan Metabolik pada Pasien yang Menjalani Pembedahan

Endokrin

Peningkatan hormon kontra regulasi insulin: katekolamin, glukagon dan kortisol - hormon katabolik utama - dan hormon pertumbuhan Penurunan sekresi insulin menyebabkan hilangnya efek antikatabolik insulin Penurunan kerja insulin yang disebabkan oleh meningkatnya resistansi insulin sekunder akibat hormon kontra regulasiMetabolik

Hiperglikemia

Penurunan penggunaan glukosa

Meningkatnya produksi glukosa sekunder akibat glikogenolisis dan glukoneogenesis

Meningkatnya katabolisme protein

Meningkatnya variabel pada lipolisis dengan formasi benda keton

Meningkatnya laju metabolik dan katabolisme

Efek segera dan jangka panjang

Dehidrasi dan ketidakstabilan hemodinamik yang disebabkan oleh diuresis osmotis

Berkurangnya massa lemak tubuh, keseimbangan nitrogen negatif, kegagalan penyembuhan luka, penurunan resistansi untuk terjadinya infeksi Berkurangnya jaringan adiposa dan cadangan energi dari asam lemak Defisiensi asam amino esensial, vitamin dan mineral.

Berdasarkan alasan di atas, hiperglikemia dapat menyebabkan penyandang DM mudah mengalami infeksi dan penyembuhan luka operasi cenderung melambat.1,2,10Pada keadaan infeksi (misalnya abses, gangren), maka kebutuhan insulin pra operasi meningkat. Operasi yang dilakukan untuk menghilangkan infeksi tersebut tidak menyebabkan kenaikan kebutuhan insulin, tetapi justru dapat menurunkan kebutuhan. Hal ini disebut reverse alarm reaction.2,11EVALUASI PRA OPERASI

Penilaian risiko operasi pada pasien DM secara umum sama dengan pasien lainnya, dan yang penting untuk mendiagnosis mengevaluasi dan mengobati penyakit jantung, paru, ginjal, ketidakseimbangan elektrolit dan/atau anemia sebelum operasi. Tujuan terapi adalah menghindari meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Kadar glukosa darah yang tinggi, katabolisme protein yang tidak perlu, serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit harus dicegah. Tujuan ini dapat dicapai dengan evaluasi pra operasi yang baik (lihat tabel 2) dan membuat hubungan antara dokter spesialis penyakit dalam, spesialis bedah dan spesialis anesthesia menjadi lebih efektif. Penilaian klinis harus dilakukan sebelum operasi elektif. Tipe DM harus segera diidentifikasi. Pasien DM tipe 2 cenderung untuk memiliki peningkatan resistansi perifer dan menurunnya sekresi insulin perioperatif. Hal ini dapat menyebabkan kebutuhan insulin lebih tinggi. Pasien DM tipe 1 harus diberikan dosis insulin secara adekuat sesuai jadwal.3-10Tabel 2. Evaluasi Pra Operasi Pasien Diabetes

Penilaian risiko operasi:

Faktor risiko rutin: jantung, paru, ginjal, hematologi

Faktor risiko yang dihubungkan dengan diabetes: komplikasi makrovaskular, mikrovaskular, dan neuropati

Penatalaksanaan diabetes:

Menegakkan kembali klasifikasi diabetes secara benar

Terapi farmakologi: tipe obat, dosis, waktu

Perencanaan makan: kandungan karbohidrat, waktu makan

Antisipasi pembedahan:

Tipe prosedur pembedahan

Pasien rawat jalan atau rawat inap

Tipe anesthesia

Waktu mulainya pembedahan

Lamanya pembedahan.

Penilaian pra operasi harus termasuk tinjauan mengenai komplikasi diabetes seperti nefropati, neuropati otonom, hipertensi dan penyakit pembuluh darah koroner. Nefropati dihubungkan dengan pemberian cairan, farmakokinetik insulin, dan pemberian antibiotic yang harus hati-hati. Neorupati otonom mengurangi respons kardiovaskular pada operasi dan anesthesia serta dihubungkan dengan risiko terjadinya aritmia. Neoropati otonom mungkin dapat menimbulkan komplikasi lebih jauh, fase pemulihan pasca operasi yang lebih panjang dan biasanya dihubungkan dengan mortalitas non bedah. Yang juga sering menjadi masalah adalah retensi urin pasca operasi dan terlambatnya pemberian makan pasca operasi yang dapat menimbulkan gangguan gastrointestinal. Meningkatnya prevalensi hipertensi, penyakit jantung koroner dan komplikasinya membutuhkan evaluasi dan penatalaksanaan yang hati-hati. Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab terbesar terjadinya kematian akibat operasi pada pasien diabetes. 3-10

A. Kontrol glukosa darahMemperbaiki kadar glukosa darah dan kontrol metabolik yang lain biasanya dilakukan pada saat pasien rawat jalan sebelum tindakan, karena kebanyakan pasien baru dirawat menjulang tindakan dilaksanakan. Kadar glukosa darah yang optimal untuk dilakukan tindakan operasi adalah kadar glukosa darah dalam batas normal. Target glukosa darah yang diinginkan untuk penderita kritis yang akan menjalani operasi berkisar antara 80-110 mg/dL, sedang untuk penderita dengan operasi lainnya target glukosa darah plasma adalah 90-140 mg/dL. Namun demikian, belum ada keseragaman dalam menetapkan kadar glukosa darah. 3-10

Untuk memperbaiki kontrol glukosa darah pada pasien yang mendapat insulin, pemeriksaan kadar glukosa darah harus lebih sering, dengan dosis insulin yang disesuaikan. Insulin kerja panjang dapat dihentikan satu sampai dua hari menjulang tindakan, dan kadar glukosa darah dapat dikendalikan dengan insulin campur antara kerja menengah dan kerja pendek dua kali sehari, atau dengan insulin kerja pendek setiap sebelum makan. Namun demikian, insulin kerja panjang dapat dilanjutkan, terutama jika pasien menggunakan insulin basal seperti glargin. Sejak keluarnya insulin analog yang dapat mempertahankan kadar glukosa darah sepanjang hari, banyak pengalaman menunjukkan bahwa cukup aman menggunakan basal insulin ini pada saat perioperatif. 3-10

Obat oral umumnya dihentikan sebelum tindakan. Sulfonilurea kerja panjang dihentikan 48-72 jam sebelum tindakan, sementara sulfonilurea kerja pendek, pemicu sekresi insulin yang lain dan metformin dapat dihentikan pada malam sebelum tindakan atau pada hari tindakan. 3-10

B. Evaluasi untuk operasi gawat daruratPasien DM juga ada kemungkinan untuk menjalani operasi gawat darurat. Pada kondisi ini, stres keadaan akut sering kali sebagai pencetus kontrol glukosa darah yang buruk, di mana kemungkinan besar dapat menyebabkan ketoasidosis. Sebagai prioritas utama adalah menilai kontrol glukosa darah, ada tidaknya dehidrasi, dan status asam basa. Penatalaksanaan pra operasi harus lebih agresif untuk memperbaiki status hidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengoptimalkan kadar glukosa darah. Pada kejadian ketoasidosis, operasi harus ditunda 4 - 6 jam jika mungkin, sementara pasien diberikan terapi standar ketoasidosis.3,4Semua pasien DM yang mengalami trauma harus dianggap dalam keadaan lambung penuh tanpa memperdulikan kapan makan terakhirnya. Hal ini karena ada kemungkinan pasien berada dalam berbagai derajat neuropati diabetik otonom, yang menyebabkan gastroparesis. Dengan adanya trauma proses pengosongan lambung akan terhenti, dan makanan yang dimakan paling tidak 8 jam sebelum trauma harus tetap dianggap ada dalam lambung. Tergantung urgensi operasi, bila mungkin operasi ditunda 4 - 6 jam untuk memperbaiki kondisi pasien.3,4Pasien juga dipersiapkan sama seperti operasi elektif, pemberian insulin subkutan dihentikan, dan mulai infus insulin intravena. Harus diingat bahwa pasien mungkin baru selesai disuntik insulin untuk hari itu, dan bisa terjadi hipoglikemia, maka tidak hanya infus insulin diberikan tapi mungkin perlu diberikan glukosa intravena jika terdapat hipoglikemia.3,4PENATALAKSANAAN INTRAOPERASIA. Insulin

Semua pasien yang menggunakan insulin, baik DM tipe 1 maupun tipe 2, harus mendapat terapi insulin selama prosedur operasi. Pada pasien DM tipe 2 yang memiliki kontrol cukup baik dengan diet dan obat hipoglikemik oral, mungkin tidak membutuhkan insulin jika prosedur tindakan relatif mudah dan singkat. Pada banyak situasi, termasuk kontrol yang buruk cukup lama atau pada prosedur operasi yang cukup sulit, pada pasien DM tipe 2 pemberian insulin cukup bermanfaat untuk menjaga kontrol glikemik.2-10Metode pemberian insulin terbaik dalam operasi masih diperdebatkan. Baru sedikit data yang jelas memperlihatkan keunggulan dari satu cara dibandingkan dengan cara lain. Metode pemberian yang baik haruslah: (1) dapat menjaga kontrol glukosa darah secara baik untuk mencegah hiperglikemia dan hipoglikemia (2) dapat mencegah gangguan metabolik lain (3) relatif lebih mudah untuk dimengerti (4) dapat diterapkan pada berbagai situasi (seperti di ruang operasi, ruang pemulihan dan pada ruang perawatan umum serta bangsal bedah). Kunci keberhasilan beberapa cara adalah kehati-hatian, pemantauan yang cukup sering untuk mendeteksi beberapa perubahan dalam kontrol metabolik dan memperbaikinya sebelum bertambah berat.5Protokol terbaru dalam penatalaksanaan operasi pada pasien DM adalah dengan menggunakan infus insulin glukosa berkesinambungan (insulin kerja cepat atau pendek), menggantikan pemberian insulin kerja menengah yang diberikan secara subkutan pada pagi hari saat operasi. Pemberian infus insulin glukosa berkesinambungan ini harus dimonitor dengan pemeriksaan glukosa darah secara bedside.2-10Keberhasilan infus insulin intravena terletak pada kesederhanaan serta lebih mudah dalam memperkirakan absorpsinya dibandingkan dengan pemberian secara subkutan. Tujuannya adalah mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran yang diharapkan selama periode perioperatif.5Algoritma drip insulin didasarkan pada kerja insulin-glukosa normal dengan dosis penyesuaian, untuk memfasilitasi penggunaan dekstrosa 5% dan perubahan dalam metabolism glukosa dihubungkan dengan stres. Penelitian klinik menunjukkan bahwa kebanyakan pasien yang menjalani operasi, glukosa darah dapat dipertahankan dengan infus regular insulin kecepatan antara 1-2 U/jam, disertai dengan pemberian dekstrosa 5% dan 20 mEq KCI/jam. Kecepatan pemberian drip insulin dapat disesuaikan dengan kadar glukosa darah yang dimonitor setiap jam. Perkiraan awal kebutuhan insulin didasarkan pada tipe diabetes, terapi sebelumnya, derajat kontrol glikemik dihubungkan dengan kebutuhan insulin satu hari, terapi steroid, dan adanya obesitas, gagal ginjal atau infeksi. Jika kadar glukosa darah kurang dari 70 mg/dl drip insulin dapat dihentikan sementara, kontrol glukosa darah setiap 30 menit dan jika tetap < 70 mg/dL berikan glukosa intravena 10%, kemudian periksa glukosa darah tiap 30 menit sampai glukosa darah berkisar 100 mg/dL, berikan kembali drip insulin dengan kecepatan 1 U/jam. Insulin yang diberikan intravena mempunyai waktu paruh 5 menit dan efek biologis selama sekitar 20 menit. Hipoglikemia secara bermakna sepertinya tidak akan terjadi jika glukosa darah diperiksa tiap jam.2-10B. Pemberian glukosa, cairan dan elektrolitPemberian glukosa yang adekuat diperlukan untuk mencegah hipoglikemia, katabolisme berat (balans nitrogen negatif) dan kebutuhan energi basal yang diberikan perioperatif pada pasien diabetes. Cairan pemeliharaan umumnya mengandung dekstrosa 5% diberikan 100 ml/jam. Glukosa lebih banyak mungkin dibutuhkan jika pasien berada dalam keadaan stres berat. Jika dibutuhkan penambahan cairan (seperti untuk mempertahankan hemodinamik), dapat ditambahkan cairan yang tidak mengandung dekstrosa.2-10Kadar kalium harus dimonitor paling tidak pada saat sebelum dan setelah operasi. Ingat bahwa kadar kalium serum yang normal tidak menggambarkan konsentrasi kalium total yang normal pada tubuh. Banyak faktor dapat mempengaruhi kadar kalium serum selama operasi. Pada pasien-pasien diabetes dengan fungsi ginjal yang normal dan kadar kalium yang normal, 10-20 mEq kalium harus ditambah pada per liter cairan yang mengandung dekstrosa. Kalium diberikan lebih banyak jika terjadi hipoglikemia. Pada pasien dengan hiperglikemia, kalium tidak perlu diberikan meskipun kadar kalium turun sampai batas normal.3-10PENATALAKSANAAN PASCA OPERASITerdapat dua fase kritis pada perawatan perioperatif pasien diabetes. Pertama fase katabolik awal, yang terjadi pada saat sebelum sampai saat terjadi operasi. Kedua adalah fase transisional, di mana pada saat ini terjadi pemulihan sebagian dari stres operasi menuju makan yang biasa. Untuk banyak pasien diabetes keadaan ini adalah masa peralihan yang sulit. Kebanyakan mereka menderita gastroparesis mungkin ingin makan tetapi makanan tidak dapat turun. Begitu pemberian makan oral dimulai, kadar glukosa mungkin meningkat secara mendadak dan menetap untuk beberapa waktu setelah perawatan.3-10Tabel 2. Penatalaksanaan Pasca Operasi Pasien dengan DM

Lanjutkan infus insulin perioperatif sampai makanan dapat ditoleransi. Berikan insulin awal yang diberikan subkutan (sebaiknya basal-bolus) 1 - 2 jam sebelum menyetop infus insulin.

Pasien DM tipe 2 yang sebelumnya diterapi dengan diet dan/atau obat hipoglikemik oral: berikan pengobatan seperti biasa jika kadar glukosa darah normal dan kebutuhan insulin terakhir tidak tinggi Pasien yang diterapi dengan insulin: berikan dosis awal atau gunakan dosis insulin 24 - 48 jam sebelumnya untuk menentukan dosis awal yang baru. Modifikasi dosis secara regular (setiap 1 2 hari).

Penatalaksanaan pasca operasi menggunakan sliding scale dengan insulin kerja pendek seperti yang selama ini banyak yang digunakan, ternyata memberikan fluktuasi kadar glukosa darah yang cukup tinggi, bahkan pada pasien DM tipe 1 dapat mencetuskan timbulnya ketoasidosis.5Selama pemulihan pasca operasi diperpanjang, pasien harus mendapatkan makanan melalui selang hidung atau nutrisi perenteral total. Infus drip insulin dapat dengan mudah dimodifikasi untuk memberikan dukungan nutrisi.3,4Cairan harus diberikan secara individual. Pada umumnya 2 -3 liter cairan (kira-kira 100 ml/jam) harus diberikan untuk menggantikan insensible water losses dan untuk memperoleh pengeluaran urin sekurang-kurangnya 40 ml/jam. Jenis cairan yang dapat diterima dengan mudah bagi pasien DM adalah dekstrosa 5% atau dekstrosa 5% dalam larutan N saline, dan menambah sekitar 20 MEq kalium untuk setiap liter cairan yang diinfuskan.3-5Pada kebanyakan pasien dapat dilakukan perubahan diet secara progresif dari cair ke padat, jika memungkinkan dalam 48 jam dan diberikan insulin subkutan (sebaiknya basal-bolus), sedangkan infus insulin intravena dihentikan 1 2 jam setelah pemberian insulin subkutan. Harus diingat bahwa selama periode pasca operasi, resistansi insulin oleh stres operasi tetap dijumpai, sehingga diperlukan penyesuaian dosis subkutan sesuai dengan kadar glukosa darah penderita.3-5Infeksi pada luka operasi sering terjadi pada penderita diabetes dengan kontrol metabolik yang jelek. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh gangguan fungsi granulosit dan keadaan sirkulasi yang jelek oleh karena makroangiopati atau mikroangiopati.3-11OPERASI RAWAT JALANDalam beberapa tahun terakhir, tipe operasi pada operasi rawat jalan dapat ditentukan pada hari yang sama. Jika tidak membutuhkan anestesi umum, penggunaan obat oral atau insulin bila glukosa darah sudah terkontrol baik dapat diteruskan, karena tidak memerlukan persiapan dengan puasa dan sesudah tindakan dapat makan seperti biasa. Jika mungkin, pada pasien-pasien ini dilakukan tindakan sepagi mungkin. Jika pendekatan ini tidak mungkin, atau tindakan terlambat, insulin yang didapat pasien diganti dengan drip insulin atau kombinasi infus insulin-glukosa.3-5PROGNOSIS

Beberapa faktor yang menunjukkan prognosis kurang baik untuk penderita DM yang mengalami anestesi dan operasi adalah:1. Regulasi glukosa darah yang tidak optimal2. Usia lebih dari 60 tahun3. Lama DM lebih dari 10 tahun4. Angiopati (periksa retina untuk mendeteksi mikroangiopati, dan EKG untuk mengetahui adanya penyakit koroner/makroangiopati).5. Neuropati (otonom/perifer)

6. Hipotensi.

KESIMPULAN

1. Petunjuk penatalaksanaan perioperatif pada pasien diabetes yang sesuai dengan evidence-based masih sangat terbatas, umumnya lebih bersifat seni.2. Banyak protokol untuk mengatasi masalah ini, namun tidak ada satu pun yang lebih unggul dari yang lain.3. Seluruh aspek harus dipantau dan dikendalikan secara baik pada saat perioperatif.4. Infus insulin intravena berkesinambungan umumnya merupakan pendekatan terbaik untuk penatalaksanaan glukosa darah perioperatif.

5. Meskipun strategi yang bervariasi dilaporkan, keputusan klinis tetap sebagai komponen kunci pada pengobatan perioperatif yang baik pada pasien DM.

Tabel 4. Penatalaksaan intraoperasi (PERKENI 2007)11

Gambar 1. Evaluasi terapi farmakologi pra operasi12

Gambar 2. Terapi Insulin perioperatif12REFERENSI

1. Saleh SC. Aanestesi dan operasi pada penderita DM dan penatalaksanaan prabedah selama pembedahan dan pasca bedah dini. Naskah lengkap simposium pengenalan dan penanganan penyakit endoktrin dan metabolik. Medan : PERKENI; 1995. P. 155-64.

2. Azhari G, Sjafii P. Management of diabetes mellitus during surgery using the insulin-dextrose method. Acta Med Indones. 2001;33(1):25-30.

3. Laurence AG. Perioperative management of the diabetic patient. Endocrinol Metab Clin North Am. 1992;21(2):457-75.

4. Scott JJ. James RS. An update on perioperative management of diabetes. Arch Intern Med. 1999;159;2405-11.

5. Marks J. Perioperative management of diabetes. Am Fam Physician. 2003;67:93-100.

6. Dagogo-Jack S, Alberti KGMM. Management of diabetes mellitus in surgical patients. Diabetes Spectrum. 2002;15:44-8.

7. Rothenberg David, Mira Loh Trivedi. Perioperative management of diabetic patient. Accessed from: URL;http://www. emedicine.com/med/topic3165.htm. Last Updated: May 17, 2006.

8. Hoogwerf BJ. Perioperative management of diabetes mellitus: how should we act on the limited evidence? Cleve Clin J Med. 2006;73(Suppl 1): S95-9.

9. Gill GV, Alberti KGMM. The care of the diabetic patient during surgery. International texbook of diabetes mellitus. In : DeFronzo RA, Ferrannini E, Keen H, Zimmet P, eds. England: John Wiley & Sons; 2004. p. 1741-9.

10. Sherita HG, Camille PV, Linda H, Frederick LB. Perioperative glycemic control and the risk of infectious complication in a cohort of adult with diabetes. Diabet Care. 1999;22(9):1408-14.11. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Terapi Insulin pada Pasien Perioperatif. In : Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus; 2007. p. 26-8.

12. Jacober SJ, Sowers JR. An Update on Perioperative Management of Diabetes. Arch Intern Med. 1999;159:2405-11.1