PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

96
TESIS PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI KABUPATEN/KOTA SE-BALI SAYU MADE PARWATI NIM. 1NI391661035 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Transcript of PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

Page 1: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

1

TESIS

PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUNANGGARAN DI KABUPATEN/KOTA SE-BALI

SAYU MADE PARWATI

NIM. 1NI391661035

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 2: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

2

TESIS

PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUNANGGARAN DI KABUPATEN/KOTA SE-BALI

SAYU MADE PARWATI

NIM 1391661039

NIM. 1NI391661035

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

Page 3: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

3

PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUNANGGARAN DI KABUPATEN/KOTA SE-BALI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magisterpada Program Magister, Program Studi Akuntansi,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

SAYU MADE PARWATI

NIM 1391661039

NIM. 1NI391661LEH 035

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2015

ii

Page 4: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

4

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 25 MEI 2015

Pembimbing I,

Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, M.SiNIP. 19690115 199402 2 001

Pembimbing II,

Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE, M.Si.,Ak.NIP 19580817 198601 1 001

Mengetahui

KetuaProgram Studi Magister Akuntansi

Program PascasarjanaUniversitas Udayana

Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak.NIP 19591202 198702 1 001

DirekturProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)NIP 19590215 198510 2 001

iii

Page 5: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

5

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 25 Mei 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor :1452/UN14.4/HK/2015, Tanggal 21 Mei 2015

Ketua : Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, M.Si

Sekretaris : Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE, M.Si.,Ak.

Anggota :

1. Prof. Dr. I Ketut Yadnyana, SE, M.Si.Ak.

2. Dr. I Ketut Budiartha, SE, M.Si.Ak.

3. Dr. A.A.N.B. Dwirandra, SE, M.Si. Ak.

iv

Page 6: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

6

PERNYATAAN KEASLIAN

KARYA ILMIAH MAHASISWA

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Sayu Made Parwati

NIM : 1391661039

Program Studi : Magister Akuntansi

Judul Tesis : Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran di Kabupaten/Kota

se-Bali

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah saya merupakan hasil karya

sendiri dan bebas dari plagiasi. Apabila kelak di kemudian hari terbukti terdapat

plagiasi dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai

peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 17 Tahun

2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 25 Mei 2015

Mahasiswa

Sayu Made Parwati

NIM 1391661039

v

Page 7: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

7

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama – tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur

kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya

atas asung kerta wara nugraha-Nya, tesis ini yang berjudul “Perilaku Oportunistik

Penyusun Anggaran di Kabupaten/Kota se-Bali” dapat diselesaikan tepat waktu.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia c.q.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Bali yang telah

memberikan bantuan finansial dalam bentuk beasiswa penuh melalui program

STAR-BPKP.

2. Pemerintah Kabupaten Tabanan atas ijin dan dukungan material dalam bentuk

dana penunjang penyusunan tesis sehingga meringankan beban penulis dalam

menyelesaikan studi ini.

3. Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, M.Si, pembimbing utama yang

dengan sabar memberikan motivasi, bimbingan dan saran selama persiapan

dan pelaksanaan penelitian serta penyelesaian penyusunan tesis.

4. Dr. Ida Bagus Putra Astika, S.E., M.Si., Ak., pembimbing pendamping yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran telah membimbing dan mengarahkan

penulis.

5. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD., atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Program Magister Akuntansi di Universitas

Udayana.

6. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof.

Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program

Pascasarjana Universitas Udayana.

vi

Page 8: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

8

7. Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, S.E., M.S., Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

program Magister.

8. Dr. A.A.G.P. Widanaputra, S.E., M.Si., Ak., Ketua Jurusan Akuntansi pada

Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Dr. Dewa Gede Wirama, SE, MSBA.,

Ak., Ketua Program Studi Magister Akuntansi atas dukungan, arahan dan

bimbingannya selama mengikuti perkuliahan.

9. Prof. Dr. I Ketut Yadnyana, SE, M.Si.Ak., Dr. I Ketut Budiartha, SE,

M.Si.Ak., dan Dr. A.A.N.B. Dwirandra, SE, M.Si. Ak., selaku penguji tesis

yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga

tesis ini dapat terwujud seperti ini.

10. Seluruh dosen yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan

dan staf administrasi yang telah membantu kelancaran pelaksanaan kuliah

serta rekan-rekan mahasiswa MAKSI STAR-BPKP Angkatan I atas

kebersamaan, kekeluargaan serta dukungannya selama perkuliahan.

11. Kedua orang tua yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, (alm) bapak

mertua dan ibu mertua atas dukungan morilnya kepada penulis.

12. Suami tercinta I Made Ariono, S.Kom serta kedua putraku tersayang I Gede

Krisnha Kusuma Mahayana dan I Made Pramana Adinata, yang dengan

segala kesabaran, pengorbanan dan ketulusan serta dukungan sepenuh hati

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan kebahagiaan

kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

vii

Page 9: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

9

ABSTRAK

PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARANDI KABUPATEN/KOTA SE-BALI

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)merupakan proses politis yang melibatkan legislatif dan eksekutif. Fenomenaperilaku penyusun anggaran yang memasukkan self-interest serta kepentingankelompoknya dalam alokasi belanja APBD menjadi hal yang menarik untukditeliti dari sudut pandang teori keagenan. Penelitian ini bertujuan untukmendapatkan bukti empiris pengaruh PAD, DAU dan SiLPA pada perilakuoportunistik penyusun anggaran di Kabupaten/Kota se-Bali.

Penelitian dilakukan di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota se-Bali denganmenggunakan data sekunder runtut waktu (time series) dari APBDKabupaten/Kota tahun 2010 sampai 2014 dengan menggunakan alat analisisregresi linier berganda. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabelPAD, DAU dan SiLPA berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusunanggaran. Perubahan jumlah PAD, DAU dan SiLPA akan mempengaruhipeningkatan perilaku penyusun anggaran yang dilihat dari perubahan spreadbelanja sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hibah dan bansos.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintahdaerah untuk perbaikan dalam penyusunan anggaran. Selanjutnya disarankanbagi penelitian mendatang agar menambah variabel independen seperti pinjamandaerah yang belum dapat.dikembangkan pada penelitian ini karena keterbatasandata serta mengembangkan kuesioner untuk mendalami persepsi pihak yangterlibat pada penyusunan anggaran.

Kata Kunci : PAD, DAU, SiLPA, Perilaku Oportunistik.

viii

Page 10: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

10

ABSTRACK

OPORTUNISTIC BEHAVIOUR-BUDGETING IN THEREGENCY/MUNICIPAL IN BALI

Preparation of APBD is a political process that involves legislative andexecutive. Budgeting behavioral phenomena that includes self-interest and groupinterest in the allocation of budget expenditures be an interesting to be examinedfrom the perspective of agency theory. The objectives of this research are to getthe empirical evidence related to the influence of PAD, DAU and SiLPA onopportunistic behavior of the budget framer in the Regency/Municipal of Bali.

The research was conducted in 9 (nine) Regency/Municipal in Bali byusing time series data obtained from the Regency/Municipal APBD from 2010to 2014, analyze by multiple linear regression. The research results shows thatthe variable PAD, DAU and SiLPA has positive influenced opportunistic behaviorbudgeting. Changes the amount of PAD, DAU and SiLPA influence increasedbudgeting behavior seen from a particular sector expenditure spread ofeducation, health, infrastructure, grant and social assistance.

This research suggested that local government can improve infrastructureof local financial management. It is suggested for subsequent researchers couldadd independent variables such as loan that cannot be explore in this researchbecause the limited of data and use questionnaire to measure the perception ofbudgeting framer.

Keyword : PAD, DAU, SiLPA and Opportunistic Behavior Budgeting, AgencyTheory.

ix

Page 11: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

11

RINGKASAN

PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARANDI KABUPATEN/KOTA SE- BALI

Proses penyusunan APBD merupakan tahapan politis yang melibatkanDewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selaku legislatif dan Kepala Daerahbeserta jajarannya selaku eksekutif. Implikasi penerapan teori keagenan padapenyusunan anggaran dapat menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi,tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilakuopportunistik (Latifah, 2010). Permasalahan pada penyusunan anggaran timbulketika pihak – pihak yang terlibat berupaya untuk memanfaatkan peluang agarkepentingan pribadi dan kelompoknya dapat diakomodir dalam APBD. Kebijakananggaran menjadi menjadi ajang perebutan kepentingan oleh berbagai pihak, baikpemerintah, legislatif, partai politik, pengusaha, organisasi masyarakat, maupunrakyat kecil (Sujaie, 2013). Fenomena perilaku penyusun anggaran sangatmenarik untuk diteliti lebih lanjut, karena meskipun aturan formal tentangmekanisme penyusunan APBD telah dirancang sedemikian rupa, namun padaprakteknya masih terjadi beberapa penyimpangan. Penelitian ini bertujuan untukmemperoleh bukti empiris terdapat pengaruh positif PAD, DAU dan SiLPA padaperilaku oportunistik penyusun anggaran di Kabupaten/Kota se-Bali.

Penelitian dilakukan di 9 (Sembilan) Kabupaten/Kota se-Bali denganmenggunakan data sekunder runtut waktu (time series) dari tahun 2010-2014 yangbersumber dari Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Bali, Badan PusatStatistik (BPS) Bali dan situs Direktorat Jendral Keuangan Daerah KementerianKeuangan. Data tersebut meliputi PAD, DAU, SiLPA, belanja sektoral untukbelanja pendidikan, kesehatan, PU, hibah dan bansos. Adapun variabel penelitianterdiri dari PAD (X1), DAU(X2), SiLPA(X3) dan Perilaku Oportunistik PenyusunAnggaran (Y). Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda denganmodel Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e. Sebelum melakukan analisis regresi linierberganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk mengetahuihasil estimasi regresi yang dilakukan terbebas dari gejala multikoloniearitas,heteroskedastisitas, autokorelasi serta model regresi memiliki distribusi normal.Selanjutnya dilakukan uji ketepatan model (goodness of fit) dengan melihat nilaikoefisien determinasi (R2), hasil uji F dan uji t.

Uji asumsi klasik menyatakan bahwa model regresi yang digunakanberdistribusi normal, tidak terjadi multikoloniearitas, heteroskedastisitas danautokorelasi. Hasil pengujian goodness of fit menunjukkan bahwa model sudah fitdilihat dari koefisien determinasi (R2) sebesar 0,834 yang berarti bahwa 83,4 %variasi OPA dijelaskan oleh variasi PAD, DAU dan SiLPA, sedangkan sisanyasebesar 16,6% dijelaskan faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Hasiluji F memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 < α = 0,05, serta uji t pada nilaisignifikansi dibawah α (0,05). Persamaan regresi yang diperoleh adalahY = -4938,880 + 0,277 X1 + 0,446 X2 + 0,308 X3, yang mempunyai makna: (1)

x

Page 12: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

12

konstanta sebesar -4938,880 berarti bahwa apabila variabel PAD (X1), DAU (X2)dan SiLPA (X3) konstan maka OPA cenderung menurun sebesar nilai konstanta -4938,880; (2) koefisien X1 sebesar 0,277 berarti bahwa apabila variabel PAD (X1)meningkat sebesar satu satuan (dengan asumsi variabel lain konstan), maka OPAakan meningkat sebesar 0,277; (3) koefisien X2 sebesar 0,446 berarti bahwaapabila variabel DAU (X2) meningkat sebesar satu satuan (dengan asumsi variabellain konstan), maka OPA akan meningkat sebesar 0,446; (4) koefisien X3 sebesar0,308 berarti bahwa apabila variabel SiLPA (X3) meningkat sebesar satu satuan(dengan asumsi variabel lain konstan), maka OPA akan meningkat sebesar 0,308.Hipotesis pertama menguji pengaruh positif PAD pada perilaku oportunistikpenyusun anggaran. Nilai koefisien beta (β1) sebesar 0,277 dengan nilaisignifikansi 0,000, menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikanpada OPA. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapatditolak yaitu PAD berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusunanggaran. Pengujian hipotesis kedua yaitu terdapat pengaruh positif DAU padaperilaku oportunistik penyusun anggaran menunjukkan nilai koefisien beta (β2)sebesar 0,446 dengan nilai signifikansi 0,000. Simpulan yang dapat diambilsesuai hasil analisis tersebut adalah H2 tidak dapat ditolak yaitu DAUberpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran. Hipotesisketiga menguji pengaruh positif SiLPA pada perilaku oportunistik penyusunanggaran. Nilai koefisien beta (β3) untuk variabel SiLPA sebesar 0,308 dengannilai signifikansi 0,004. Nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari α =0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga tidak dapat ditolak yaituSiLPA berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa PAD, DAU danSiLPA berpengaruh pada perilaku oportunistik penyusun anggaran. PemerintahDaerah hendaknya lebih meningkatkan kualitas penyusunan anggaran denganmengutamakan alokasi belanja sesuai kebutuhan masyarakat, transparansianggaran serta menerapkan pengawasan mulai dari proses perencanaan anggaran.Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti faktor lain yangberpengaruh terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran, seperti pinjamandaerah yang belum dapat dikembangkan pada penelitian ini karena keterbatasandata yang tersedia serta mengembangkan suatu daftar pertanyaan lengkap(kuisioner) yang dapat mengukur persepsi pihak - pihak yang terlibat padapenyusunan anggaran. Memperbaiki pengukuran nilai OPA dengan lebih fokuspada sektor yang memiliki belanja langsung dengan nilai yang besar, mengingatkecenderungan OPA terjadi pada belanja langsung dibandingkan belanja tidaklangsung.

xi

Page 13: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

13

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM....................................................................................... iPRASYARAT GELAR................................................................................. iiLEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................... iiiPENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................. ivPERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ........................................... vUCAPAN TERIMA KASIH......................................................................... viABSTRAK .................................................................................................... viiiABSTRACK ................................................................................................... ixRINGKASAN ............................................................................................... xDAFTAR ISI ................................................................................................ xiiDAFTAR TABEL......................................................................................... xivDAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvDAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................ 11.2 Rumusan Masalah ........................................................... 81.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 91.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................... 102.1 Teori Keagenan (Agency Theory) ................................... 102.1.1 Hubungan Keagenan Antara Eksekutif dan Legislatif ... 122.1.2 Hubungan Keagenan Antara Legislatif dan Publik ........ 132.1.3 Problem Keagenan (Agency Problem) ............................ 142.2 Aspek Keperilakuan dalam Penganggaran...................... 152.3 Perilaku Oportunistik pada Penyusunan Anggaran......... 162.4 Konsep Anggaran Sektor Publik..................................... 182.5 Penelitian Terdahulu ....................................................... 20

BAB III RERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESISPENELITIAN ............................................................................. 233.1 Rerangka Berpikir ........................................................... 233.2 Rerangka Konsep Penelitian .......................................... 253.3 Hipotesis Penelitian......................................................... 26

BAB IV METODE PENELITIAN............................................................ 294.1 Rancangan Penelitian ..................................................... 294.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 304.3 Ruang Lingkup Penelitian............................................... 304.4 Penentuan Sumber Data .................................................. 31

xii

Page 14: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

14

4.5 Variabel Penelitian .......................................................... 314.5.1 Variabel Dependen ............................................ 314.5.2 Variabel Independen.......................................... 33

4.6 Analisis Data ................................................................... 344.6.1 Pengujian Asumsi Klasik................................... 34

4.6.1.1 Uji Normalitas Residual ........................ 344.6.1.2 Uji Multikoloniearitas............................ 344.6.1.3 Uji Heteroskedastisitas .......................... 354.6.1.4 Uji Autokorelasi .................................... 36

4.6.2 Analisis Regresi ................................................. 364.6.3 Uji Goodness of fit dan Pengujian Hipotesis .... 37

4.6.3.1 Uji Koefisien Determinasi ..................... 374.6.3.2 Uji F....................................................... 374.6.3.3 Uji t ........................................................ 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 395.1 Gambaran Umum APBD Kabupaten/Kota se-Bali......... 395.2 Deskripsi Statistik ........................................................... 425.3 Uji Asumsi Klasik ........................................................... 43

5.3.1 Uji Normalitas Residual .................................... 435.3.2 Uji Multikoloniearitas........................................ 445.3.3 Uji Heteroskedastisitas ...................................... 455.3.4 Uji Autokorelasi ................................................ 46

5.4 Uji Goodness of fit dan Pengujian Hipotesis................... 465.4.1 Uji Koefisien Determinasi ................................. 475.4.2 Uji F.................................................................. 475.4.3 Uji t .................................................................... 475.4.4 Persamaan Regresi............................................. 485.4.5 Uji Hipotesis ..................................................... 49

5.5 Pembahasan..................................................................... 505.5.1 PAD Berpengaruh Positif pada Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran ..................... 505.5.2 DAU Berpengaruh Positif pada Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran...................... 535.5.3 SiLPA Berpengaruh Positif pada Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran...................... 55

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 576.1 Simpulan.......................................................................... 576.2 Saran................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 60LAMPIRAN…….. ........................................................................................ 64

xiii

Page 15: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

15

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif...................................................................... 42

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Berdasarkan Kolmogorov Smirnov Test... 44

Tabel 5.3 Hasil Uji Multikoloniearitas....................................................... 45

Tabel 5.4 Hasil Uji Glejser......................................................................... 45

Tabel 5.5 Hasil Analisis Regresi ................................................................ 47

xiv

Page 16: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

16

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Fluktuasi Anggaran Hibah dan Bansos Kabupaten/Kotadi Bali Tahun 2010 – 2014 ................................................. 4

Gambar 3.1. Rerangka Berpikir ............................................................... 25

Gambar 3.2 Rerangka Konsep Penelitian ............................................... 26

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian .......................................................... 30

Gambar 5.1 Peningkatan PAD, DAU dan SiLPA Kabupaten/Kotase- Bali Tahun 2010 – 2014 ............................................... 39

Gambar 5.2 Fluktuasi Rasio Belanja Pendidikan pada APBD

Kabupaten/Kota se- Bali Tahun 2010 – 2014 .................... 40

Gambar 5.3 Fluktuasi Rasio Belanja Infrastruktur pada APBD

Kabupaten/Kota se- Bali Tahun 2010 – 2014 .................... 41

Gambar 5.4 Scaterplot ............................................................................ 46

xv

Page 17: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

17

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ........................................ 64

Lampiran 2 Data PAD, DAU dan SiLPA Kabupaten/Kota se-BaliTahun 2010 - 2014 .............................................................. 66

Lampiran 3 Data Belanja Sektor Pendidikan, Kesehatan, PU, Hibah danBansos Kabupaten/Kota se-Bali Tahun 2010 - 2014 ......... 67

Lampiran 4 Perhitungan Spread PAD, DAU, SiLPA dan OPA............. 69

Lampiran 5 Data Rasio Belanja Kabupaten/Kota se-BaliTahun 2010 - 2014.............................................................. 71

Lampiran 6 Data Spread APBD Kabupaten/Kota Tahun 2010-2014 .... 72

Lampiran 7 Statistik Deskriptif .............................................................. 73

Lampiran 8 Hasil Uji Asumsi Klasik ..................................................... 74

Lampiran 9 Hasil Analisis Regresi ......................................................... 76

Lampiran 10 Tabel Durbin Watson .......................................................... 79

xvi

Page 18: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana

keuangan tahunan pemerintah daerah yang memuat program – program yang

direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Anggaran merupakan alat utama bagi pemerintah untuk melaksanakan semua

kewajiban dan kebijakannya yang dituangkan dalam bentuk rencana - rencana

konkrit dan terintegrasi (Kamaliah dkk., 2010). Rencana kebutuhan yang harus

diakomodir dalam APBD relatif banyak, sementara sumber daya yang tersedia

relatif terbatas. Kondisi ini membutuhkan ketelitian dan ketepatan penyusun

anggaran untuk memilih prioritas kebutuhan yang lebih mendesak untuk

dianggarkan diantara sekian banyak kebutuhan yang ada.

Mekanisme penyusunan APBD mengacu pada ketentuan perundangan

yang telah ditetapkan pemerintah. Implementasi Undang–Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang–Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

membawa perubahan yang cukup besar pada tata kelola pemerintahan di daerah.

Perubahan ini juga berimbas pada proses penyusunan anggaran daerah.

Proses penyusunan APBD merupakan tahapan politis yang melibatkan DPRD

selaku legislatif dan Kepala Daerah beserta jajarannya selaku eksekutif

(Mardiasmo, 2005).

1

Page 19: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

2

Ditinjau dari teori keagenan, proses penyusunan APBD merupakan tindak

lanjut dari kontrak antara principal dan agents. DPRD selaku agen dari

masyarakat yang telah memilih (voters), diberikan mandat untuk memperjuangkan

kebutuhan masyarakat guna peningkatan kesejahteraan, agar dapat diakomodir

dalam APBD (Lupia and McCubbins, 2000; Andvig et al., 2001, Hagen, 2002).

Demikian pula eksekutif selaku agen dari legislatif diharapkan mengusulkan

anggaran sesuai kebutuhan riil dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan

tujuan akhir kesejahteraan rakyat (Halim dan Abdullah, 2006; Latifah, 2010;

Abdullah, 2012).

Implikasi penerapan teori keagenan pada penyusunan anggaran dapat

menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang

menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilaku oportunistik (Latifah, 2010).

Adanya asimetri informasi antara eksekutif dengan legislatif dan legislatif dengan

pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi terjadinya perilaku oportunistik

dalam proses penyusunan anggaran (Halim dan Abdullah, 2006; Bartolini and

Santolini, 2009; Maria, 2009; Sularso dkk., 2014).

Permasalahan pada penyusunan anggaran timbul ketika pihak – pihak yang

terlibat berupaya untuk memanfaatkan peluang agar kepentingan pribadi dan

kelompoknya dapat diakomodir dalam APBD (Raghunandan et al., 2012;

Suryarini, 2012; Radebe and Radebe, 2014). Kebijakan anggaran menjadi ajang

perebutan kepentingan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, legislatif, partai

politik, pengusaha, organisasi masyarakat, maupun rakyat kecil (Sujaie, 2013).

Berbagai modus perilaku oportunistik yang sering terjadi seperti menetapkan

Page 20: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

3

alokasi anggaran yang dimodifikasi untuk memenuhi kepentingan politik dan

kepentingan individu, memasukkan usulan proyek-proyek besar yang

menguntungkan salah satu pihak dalam perencanaan anggaran, serta sikap

cenderung lebih memperjuangkan realisasi penetapan anggaran atas proyek-

proyek yang mudah dikorupsi dengan harapan mendapatkan kompensasi fee

project yang cukup besar (Jumaidi, 2014).

Penelitian Sujaie (2013) menunjukkan bahwa praktek perilaku oportunistik

eksekutif dalam kebijakan anggaran terjadi karena dua faktor pendorong: Pertama,

anggapan bahwa eksekutif merupakan pelaksana semua fungsi pemerintah daerah

yang telah berhubungan langsung dengan masyarakat dalam waktu sangat lama;

dan Kedua, eksekutif mempunyai akses informasi yang besar dalam konteks

penyusunan anggaran. Sedangkan perilaku oportunistik legislatif didorong oleh

adanya keunggulan kekuasaan (discretionary power) dalam konteks memutuskan

anggaran. Faktor inilah yang mendorong legislatif untuk melakukan; Pertama,

berusaha memengaruhi eksekutif untuk memaksimumkan anggaran pada

program-program tertentu yang dapat memuluskan jalan bagi seorang legislator

untuk dapat terpilih kembali dalam pemilu berikutnya; Kedua, mendorong

eksekutif untuk mengajukan anggaran yang dapat dengan mudah diserap oleh

konstituennya dan tidak melalui prosedur birokrasi yang rumit.

Fenomena perilaku penyusun anggaran sangat menarik untuk diteliti lebih

lanjut, karena meskipun aturan formal tentang mekanisme penyusunan APBD

telah dirancang sedemikian rupa, namun pada prakteknya masih terjadi beberapa

penyimpangan. Meningkatnya kasus korupsi merupakan salah satu indikasi

Page 21: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

4

terjadinya perilaku oportunistik yang dilakukan penyusun anggaran (Mauro,

1998). Sejalan dengan hal tersebut, Sujaie (2013) menegaskan bahwa peningkatan

belanja hibah dan bantuan sosial juga menunjukkan telah terjadi perilaku

oportunistik penyusun anggaran.

Sumber : Data Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Bali (diolah), 2014.

Gambar 1.1Fluktuasi Anggaran Hibah dan Bansos Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2010-2014

Berdasarkan data keuangan Kabupaten/Kota di Bali pada kurun waktu 5

(lima) tahun terakhir sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1, terjadi fluktuasi

perubahan jumlah anggaran hibah dan bansos yang cukup signifikan menjelang

dan sesudah Pemilihan Umum (Pemilu). Anggaran belanja hibah dan bansos

terbesar dialokasikan pada tahun 2010 sebesar Rp.426.782.000.000,- (Empat ratus

dua puluh enam milyar tujuh ratus delapan puluh dua juta rupiah), yang bertepatan

dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif. Jumlah anggaran menurun pada tahun

berikutnya, namun menjelang Pemilu Legislatif 2014, terjadi peningkatan jumlah

anggaran belanja hibah dan bansos yang cukup signifikan.

Page 22: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

5

Peningkatan belanja hibah yang terjadi pada tahun menjelang Pemilihan

Umum dan Pemilihan Kepala Daerah tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan

kampanye (Ritonga dan Alam, 2010). Kondisi ini rentan menimbulkan kasus

pidana apabila tidak dipergunakan sesuai ketentuan. Kasus penyalahgunaan dana

hibah terjadi di beberapa daerah termasuk pada Kabupaten/Kota di Bali. Deretan

panjang kasus korupsi APBD yang terjadi di Bali melibatkan anggota dan

pimpinan DPRD sampai Kepala Daerah. Fakta ini menunjukkan bahwa political

corruption terjadi ketika politisi atau birokrat tingkat atas memanfaatkan

kedudukan mereka demi kepentingan pribadi atau kalangan dekat mereka

(Martinez et al., 2004).

Ditinjau dari perspektif teori keagenan, asimetri informasi serta besarnya

kekuasaan yang dimiliki legislatif dalam pembahasan anggaran, telah menjadi

pendorong terjadinya perilaku oportunistik penyusun anggaran yang akan

memaksimalisasi kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan

mengesampingkan kepentingan publik (Halim dan Abdullah, 2006; Faria and

Silva, 2013). Hal ini menimbulkan korupsi dan rent-seeking activities di

pemerintahan yang berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi pengeluaran

pemerintah (Suryarini, 2012). Alokasi anggaran ditingkatkan untuk belanja

infrastruktur (Abdullah dan Asmara, 2006) dan belanja hibah serta bansos (Ritonga

dan Alam, 2010) sementara di sisi belanja kebutuhan dasar seperti pendidikan dan

kesehatan tidak terjadi peningkatan yang signifikan (Abdullah, 2012).

Page 23: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

6

Pengeluaran daerah baik untuk belanja maupun pengeluaran pembiayaan

didanai dari Pendapatan Daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006, Pendapatan Daerah bersumber dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah serta

penerimaan pembiayaan. Penelitian terdahulu (Abdullah dan Asmara, 2006;

Abdullah, 2012; Maryono, 2013; Sularso dkk., 2014) menunjukkan bahwa

peningkatan pendapatan daerah berpengaruh terhadap perilaku oportunistik

penyusun anggaran. PAD adalah salah satu sumber penerimaan daerah untuk

membiayai pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat (Oktriniatmaja,

2011). Legislatif akan mendorong eksekutif untuk meningkatkan target pendapatan

sehingga dapat meningkatkan alokasi anggaran untuk program yang mendukung

kepentingannya (Sularso dkk., 2014). Peningkatan jumlah PAD akan memberi

peluang bagi penyusun anggaran untuk mengalokasikan dana yang lebih besar

untuk bidang – bidang tertentu sesuai preferensinya.

Sumber penerimaan lain untuk membiayai pengeluaran daerah adalah

Dana Alokasi Umum (DAU). Sesuai ketentuan Undang – Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,

DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan

kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi. Penggunaan DAU cukup fleksibel dan tidak

terikat dengan program pengeluaran tertentu, sehingga penyusun anggaran

Page 24: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

7

memanfaatkan kondisi ini untuk mengusulkan kegiatan yang memberikan manfaat

meningkatkan self-interest-nya (Maryono, 2013).

SiLPA merupakan penerimaan pembiayaan yang dapat dipergunakan

untuk menutup defisit anggaran dalam APBD. Besaran angka SiLPA tahun

sebelumnya diketahui secara pasti setelah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

(LKPD) tahun sebelumnya disahkan. Kondisi ini menjadi alasan bagi legislatif

dan eksekutif untuk mengalokasikan kembali (rebudgeting) dana tersebut melalui

mekanisme perubahan APBD (Asmara, 2010) serta memberi ruang bagi penyusun

anggaran untuk melakukan perilaku oportunistik dalam mengalokasikan SiLPA

tersebut (Sularso dkk., 2014).

Penelitian sebelumnya (Abdullah dan Asmara, 2006; Abdullah, 2012;

Oktririniatmaja, 2011; Suryarini, 2012; Sularso dkk., 2014) menunjukkan bahwa

PAD, DAU dan SiLPA berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik

penyusunan anggaran. Penelitian tentang perilaku oportunistik penyusun anggaran

sebelumnya, lebih fokus pada perilaku legislatif yang cenderung mempengaruhi

alokasi anggaran untuk kepentingan politik dengan meningkatkan anggaran untuk

belanja infastruktur dan belanja DPRD. Namun mengamati fenomena yang terjadi

terkait proses penyusunan APBD yang merupakan proses bersama antara legislatif

dan eksekutif, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku oportunistik yang terjadi

akibat interaksi antara kedua pihak yang didasari adanya hubungan keagenan.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (Abdullah dan

Asmara, 2006; Asmara,2010; Suryarini, 2012, Abdullah, 2012 dan Sularso dkk.,

2014) dalam pengukuran perilaku oportunistik penyusun anggaran, dimana

Page 25: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

8

peneliti memasukkan peningkatan belanja hibah dan bansos dari tahun

sebelumnya ke tahun berjalan. Fenomena peningkatan alokasi belanja hibah dan

bansos yang semakin meningkat menunjukkan perilaku oportunistik penyusun

anggaran (Ritonga dan Alam, 2010). Berdasarkan uraian di atas, maka penting

untuk diteliti pengaruh PAD, DAU dan SiLPA pada perilaku oportunistik

penyusun anggaran di Kabupaten/Kota se-Bali.

1.2 Rumusan Masalah

Perilaku oportunistik penyusun anggaran dapat dilihat dari kecenderungan

pengalokasian anggaran dalam jumlah besar untuk belanja daerah yang dapat

dimanfaatkan bagi kepentingan tertentu yang bersifat pribadi atau kelompok.

Peningkatan alokasi anggaran untuk belanja infrastruktur, belanja hibah dan

bansos diduga menjadi alat pemenuhan janji – janji politik serta kerap menjadi

sasaran korupsi. Sumber – sumber pendapatan daerah baik yang berasal dari

pendapatan sendiri maupun dana transfer dan penerimaan pembiayaan diduga

berpengaruh terhadap peningkatan alokasi belanja daerah. Berdasarkan hal

tersebut, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1) Apakah terdapat pengaruh positif PAD pada Perilaku Oportunistik Penyusun

Anggaran ?

2) Apakah terdapat pengaruh positif DAU pada Perilaku Oportunistik Penyusun

Anggaran ?

3) Apakah terdapat pengaruh positif SiLPA pada Perilaku Oportunistik Penyusun

Anggaran ?

Page 26: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

9

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini

bertujuan :

1) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh PAD pada Perilaku Oportunistik

Penyusun Anggaran.

2) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh DAU pada Perilaku Oportunistik

Penyusun Anggaran.

3) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh SiLPA pada Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk

pengembangan teori keagenan dalam penganggaran sektor publik serta menjadi

bahan bacaan bagi penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai dan

memahami perilaku penyusun anggaran dan selanjutnya informasi tersebut dapat

menjadi rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan

dalam penyusunan anggaran.

Page 27: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Penggunaan teori keagenan telah dipergunakan secara luas baik di sektor

privat maupun sektor publik. Para ekonom menggunakan struktur hubungan

prinsipal dan agen untuk menganalisis hubungan antara perusahaan dengan

pekerja (Faria and Silva, 2013). Sementara di sektor publik, teori keagenan

dipergunakan untuk menganalisis hubungan prinsipal-agen dalam kaitannya

dengan penganggaran sektor publik (Latifah, 2010; Abdullah, 2012). Teori

keagenan menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu,

kelompok atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak,

baik secara implisit maupun eksplisit dengan pihak lain (agents) dengan harapan

bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan

principal (Jensen and Meckling, 1976).

Eisenhardt (1989) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna

menjelaskan tentang teori keagenan yaitu: (1) manusia pada umumnya

mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas

mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu

menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia

tersebut, manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak

mengutamakan kepentingan pribadinya. Hal ini menimbulkan adanya konflik

kepentingan antara principal dan agent. Principal memiliki kepentingan untuk

10

Page 28: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

11

memaksimalkan keuntungan mereka sedangkan agent memiliki kepentingan

untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya.

Konflik akan terus meningkat karena principal tidak dapat mengawasi

aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent telah bekerja sesuai

dengan keinginan dari principal. Permasalahan dalam hubungan antara prinsipal

dan agen bersumber dari adanya perbedaan tujuan dan pilihan risiko yang

dihadapi seperti regulasi dan kepemimpinan (Eisenhardt, 1989). Adanya asimetri

informasi juga menyebabkan terjadinya persoalan dalam hubungan prinsipal-agen,

bilamana agen memiliki informasi lebih tentang kinerja aktual, motivasi dan

tujuan yang berpotensi menciptakan moral hazard dan adverse selection (Latifah,

2010). Adverse selection terjadi karena adanya perbedaan jumlah informasi yang

dimiliki oleh principal dan agent sehingga principal tidak mampu membedakan

apakah agen melakukan sesuatu yang baik atau tidak (Faria and Silva, 2013).

Dalam konteks ini agen cenderung menyembunyikan informasi untuk

memperoleh manfaat yang lebih demi keuntungan pribadi.

Teori keagenan telah dipraktekkan pada sektor publik khususnya

pemerintah pusat maupun daerah. Organisasi sektor publik bertujuan untuk

memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat atas sumber daya yang

digunakan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Pemerintah tidak dapat

melakukan pengelolaan dan pengalokasian sumber daya secara sendirian,

sehingga pemerintah memberikan wewenang kepada pihak lain untuk mengelola

sumber daya. Pembuatan anggaran menjadi mekanisme yang penting untuk

alokasi sumber daya karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah.

Page 29: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

12

Implikasi teori keagenan muncul dalam proses penyusunan anggaran

dilihat dari dua perspektif yaitu hubungan antara rakyat dengan legislatif, dan

legislatif dengan eksekutif. Ditinjau dari perspektif hubungan keagenan antara

legislatif dengan eksekutif, eksekutif adalah agent dan legislatif adalah principal

(Halim dan Abdullah, 2006). Apabila dilihat dari perspektif hubungan keagenan

legislatif dengan rakyat, pihak legislatif adalah agent yang membela kepentingan

rakyat (principal), akan tetapi tidak ada kejelasan mekanisme dan pengaturan

serta pengendalian dalam pendelegasian kewenangan rakyat terhadap legislatif.

Hal inilah yang seringkali menyebabkan adanya distorsi anggaran yang disusun

oleh legislatif sehingga anggaran tidak mencerminkan alokasi pemenuhan sumber

daya kepada masyarakat, melainkan cenderung mengutamakan self-interest para

pihak legislatif tersebut. Jika hal ini terjadi, besar kemungkinan anggaran yang

disahkan adalah alat untuk melancarkan aksi pencurian hak rakyat atau sering

dikenal dengan istilah korupsi (Mauro, 1998; Keefer and Khemani, 2003).

2.1.1 Hubungan Keagenan Antara Eksekutif dan Legislatif

Hubungan keagenan di pemerintahan antara legislatif dan eksekutif

menunjukkan posisi legislatif sebagai prinsipal dan eksekutif adalah agen (Halim

dan Abdullah, 2006; Latifah, 2010; Abdullah, 2012). Hubungan antara prinsipal

dan agen senantiasa menimbulkan masalah keagenan yang disebut agency

problems (Lupia and McCubbins, 2000). Johnson (1994) dalam Abdullah dan

Asmara (2006) menyebut hubungan eksekutif atau birokrasi dengan legislatif atau

kongres dengan nama self-interest model. Dalam hal ini, legislators ingin dipilih

Page 30: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

13

kembali, birokrat ingin memaksimumkan anggarannya, dan konstituen ingin

memaksimumkan utilitasnya. Agar terpilih kembali, legislators mencari program dan

proyek yang membuatnya populer di mata konstituen. Birokrat mengusulkan

program-program baru karena ingin agency-nya berkembang dan konstituen

percaya bahwa mereka menerima manfaat dari pemerintah tanpa harus membayar

biayanya secara penuh. Hal ini menunjukkan bahwa baik eksekutif maupun

legislatif berupaya untuk memaksimalkan dan memanfaatkan perannya dalam

penyusunan anggaran demi memperoleh keuntungan individual maupun

kepentingan kelompok yang cenderung akan menimbulkan kerugian bagi rakyat.

2.1.2 Hubungan Keagenan Antara Legislatif dan Publik (Voters)

Lupia and McCubbins (2000) menyatakan bahwa warganegara adalah

principal yang menunjuk perwakilannya untuk melayani mereka sebagai agen di

parlemen, sementara Andvig et al. (2001) menyebutkan voters adalah prinsipal

dari parlemen. Dalam hal pembuatan kebijakan, Hagen (2002) berpendapat

bahwa hubungan prinsipal-agen yang terjadi antara pemilih (voters) dan legislatif

pada dasarnya menunjukkan bagaimana voters memilih politisi untuk membuat

keputusan-keputusan tentang belanja publik untuk mereka dan mereka

memberikan dana dengan membayar pajak. Ketika legislatif kemudian terlibat

dalam pembuatan keputusan atas pengalokasian belanja dalam anggaran, maka

mereka diharapkan mewakili kepentingan atau preferensi prinsipal atau

pemilihnya. Pada kenyataannya legislatif sebagai agen bagi publik tidak selalu

memiliki kepentingan yang sama dengan publik (Abdullah dan Asmara, 2006).

Page 31: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

14

Menurut Hagen (2002), politisi yang terpilih bisa saja berlaku oportunistik

dan karenanya voters berkeinginan menghilangkan peluang untuk mendapat

keuntungan pribadi dengan membuat politisi terikat pada suatu aturan yang

menentukan apa yang dapat atau harus mereka lakukan pada kondisi tertentu.

Akan tetapi, membuat aturan untuk sesuatu yang tidak jelas dan kompleksitas

situasi yang dihadapi menyebabkan kontrak yang sempurna tidak mungkin dibuat.

Politisi juga tidak akan dapat memenuhi semua janji yang dibuatnya selama

kampanye pemilihan. Oleh karena itu, seperti halnya dalam bentuk hubungan

keagenan yang lain, hubungan keagenan antara pemilih dengan politisi dapat

dipandang sebagai incomplete contract (Seabright, 1996).

2.1.3 Problem Keagenan (Agency Problem)

Timbulnya problem keagenan berawal dari adanya perbedaan kepentingan

antara prinsipal dan agen, seperti yang terjadi pada hubungan keagenan antara

pemerintah daerah (eksekutif) dengan DPRD (legislatif). Kewenangan yang

dimiliki legislatif menyebabkan tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar.

Posisi eksekutif yang sejajar dengan legislatif membuat eksekutif sulit menolak

rekomendasi legislatif dalam pengalokasian sumber daya yang memberikan

keuntungan kepada legislatif, sehingga menyebabkan outcome anggaran dalam

bentuk pelayanan publik mengalami distorsi dan merugikan publik. Menurut

Eisenhardt (1989), meskipun penganggaran merupakan bagian dari sistem

informasi yang dapat digunakan untuk mengurangi oportunisme agen,

kenyataannya dalam proses pengalokasian sumber daya selalu muncul konflik

Page 32: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

15

kepentingan di antara pelaku (Abdullah dan Asmara, 2006). Permasalahan yang

terjadi biasanya didasarkan atas kepentingan masing-masing pribadi yang

berdampak pada timbulnya permasalahan keagenan antara pihak tersebut.

2.2 Aspek Keperilakuan dalam Penganggaran

Aspek keperilakuan dalam penganggaran mengacu pada perilaku manusia

yang muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang

didorong ketika manusia mencoba hidup dengan anggaran (Suartana, 2010).

Aspek keperilakuan dalam penganggaran dibedakan atas dua unit analisis yaitu

organisasi dan individu. Menurut Belkaoui (1989) dalam Suartana (2010) ada

kecenderungan dari organisasi dan individu untuk tidak mengoptimalkan sumber

daya yang tersedia dan tidak melakukan efisiensi yang sering disebut slack atau

senjangan. Perilaku oportunistik penyusun anggaran dapat dilihat dari peningkatan

alokasi belanja pada sektor tertentu yang termasuk perilaku disfungsional yang

timbul pada penganggaran. Elias (2013) menyebutkan bahwa perilaku

oportunistik akan mendorong individu berperilaku tidak etis untuk meningkatkan

self interestnya.

2.3 Perilaku Oportunistik pada Penyusunan Anggaran

Istilah oportunistik berasal dari kata opportunity yang berarti kesempatan.

Perilaku oportunistik mengacu pada pribadi, sifat atau dinamika kelompok dalam

menghadapi suatu kondisi dimana dalam posisi tertentu merasa mempunyai

kesempatan atau peluang lebih untuk melakukan sesuatu sesuai keinginan.

Page 33: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

16

Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan

dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun (Maryono, 2013). Lebih jauh

Maryono (2013) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku

oportunistik adalah kekuatan (power) dan kemampuan (ability).

Perilaku oportunistik anggaran (fiscal opportunism), yaitu perilaku

oportunistik dalam pembuatan keputusan alokasi belanja dan preferensi yang

mengarah pada alokasi belanja yang dapat memberikan keuntungan pribadi juga

keinginan untuk aman secara fiskal, yakni anggaran bisa terealisasi tepat waktu

dan tepat jumlah, memiliki peluang untuk menambah alokasi saat perubahan

APBD, dan kemungkinan variansi (selisih anggaran dan realisasi sampai akhir

tahun) yang rendah (Romarina dan Makfatih, 2010). Perilaku oportunistik

mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan

moral hazard (penyalahgunaan wewenang).

Ada dua kondisi yang dimanfaatkan oleh eksekutif untuk merealisasi

perilaku oportunistiknya dalam proses penyusunan anggaran. Pertama, secara

eksplisit berhubungan dengan anggaran legislatif dan kedua, melalui anggaran

untuk pelayanan publik dalam bentuk “titipan”. Pada kondisi pertama, legislatif

mengusulkan anggaran yang meningkatkan penghasilannya sehingga dapat

memenuhi self-interestnya dalam jangka pendek. Hal ini memunculkan political

corruption atas anggaran (Garamfalvi, 1997), sementara pada kondisi kedua, self-

interest dalam jangka panjang ingin dicapai. Usulan anggaran yang diperjuangkan

adalah yang mengharumkan nama politisi di wilayah tertentu, sehingga cenderung

pada usulan yang targetable atau hasilnya kelihatan jelas oleh masyarakat.

Page 34: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

17

Akibatnya, pembangunan cenderung lebih diarahkan pada daerah yang merupakan

wilayah pemilihan politisi yang powerful di legislatif.

Martinez et al. (2004) menyatakan bahwa political corruption terjadi

ketika politisi atau birokrat tingkat atas memanfaatkan kedudukan mereka demi

keuntungan pribadi ataupun kalangan dekat mereka. Menurut Mauro (1998) salah

satu contohnya yaitu dengan mengalokasikan belanja untuk barang-barang

khusus dan berteknologi tinggi karena merupakan belanja yang mudah

dikorupsi sebab tidak banyak orang yang memahami barang tersebut. Insentif

korupsi dalam sisi belanja anggaran pemerintah menurut Martinez et al. (2004)

adalah kurangnya standar etika dan moral, kemungkinan terdeteksi yang

rendah, pengawasan dan sanksi yang lemah, atau ketidakcukupan gaji dan

insentif lainnya.

Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa pendidikan dan kesehatan

merupakan bentuk pelayanan publik yang paling mendasar dan karenanya

menjadi fokus utama pembelaan legislatif di pemerintahan. Namun, belanja

untuk pendidikan dan kesehatan bukanlah area yang dapat memberikan peluang

untuk korupsi sehingga anggaran pendidikan, kesehatan, dan sosial akan

diperkecil (Mauro, 1998). Studi Mauro (1998) menunjukkan bahwa jenis-jenis

belanja pemerintah membuka peluang terjadinya perilaku oportunistik, karena itu

akan dipilih belanja barang atau pelayanan untuk program-program dan kegiatan

yang sulit untuk dimonitor orang lain. Hasil penelitian ini dikuatkan oleh

Tanzi and Davoodi (2002) yang mengemukakan bahwa belanja investasi publik

lebih disukai legislatif karena dapat memberikan komisi lebih besar daripada

Page 35: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

18

belanja untuk pelayanan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kata lain

preferensi legislatif mengarah pada alokasi belanja yang dapat memberikan

keuntungan pribadi lebih besar dan memiliki dampak politik jangka panjang.

Keefer and Khemani (2003) juga menemukan bahwa pengalokasian

anggaran akan lebih banyak diarahkan untuk proyek infrastruktur karena lebih

mudah digunakan sebagai bentuk pemenuhan janji legislatif kepada pemilihnya.

Legislatif akan merekomendasi eksekutif untuk menaikkan alokasi pada sektor-

sektor yang mendukung kepentingannya dan mengusulkan pengurangan alokasi

anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainya yang tidak

bersifat job programs dan targetable. Preferensi legislatif ini memiliki tiga

kemungkinan konsekuensi pada alokasi anggaran untuk sektor lain, yaitu : (1)

mengurangi alokasi untuk belanja lain apabila jumlah belanja secara keseluruhan

tidak bertambah, (2) tidak merubah alokasi sektor lain jika jumlah belanja

bertambah, atau (3) kombinasi keduanya, yakni alokasi untuk sektor lain

berkurang walaupun jumlah belanja secara keseluruhan bertambah (Abdullah dan

Asmara, 2006).

2.4 Konsep Anggaran Sektor Publik

Mardiasmo (2002) menyatakan anggaran merupakan pernyataan estimasi

kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam

ukuran finansial dan merupakan artikulasi dari perumusan strategi dan

perencanaan strategik yang telah dibuat. Sementara Abdullah dan Asmara

(2006) menyatakan bahwa anggaran yang ditetapkan dapat dipandang sebagai

Page 36: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

19

suatu kontrak kinerja antara legislatif dan eksekutif. Terbatasnya dana yang dimiliki

pemerintah menyebabkan penganggaran menjadi mekanisme terpenting dalam

mengalokasikan sumber daya. Ada masalah politis ketika berbicara mengenai

masalah prioritas alokasi atas sumber daya yang tersedia, dan ada masalah

ekonomi ketika berbicara mengenai sumber pendanaannya. Konsekuensi yang

muncul adalah penganggaran publik menjadi adu kekuatan relatif antara pihak- pihak

yang terlibat dalam penganggaran, di mana semua pihak memiliki

kepentingan berbeda terhadap outcome anggaran.

Penganggaran menurut Hagen (2002) terbagi ke dalam empat tahapan, yaitu

executive planning, legislative approval, executive implementation, dan ex post

accountability. Tahapan executive planning dan legislative approval melibatkan

interaksi antara eksekutif dan legislatif dimana politik anggaran paling

mendominasi, sementara pada tahap ketiga dan keempat hanya melibatkan

eksekutif sebagai agen. Aspek penganggaran bersifat prospective atau

anticipatory (perencanaan di masa yang akan datang) sehingga manajer publik

harus memahaminya sebagai isu sentral (Mardiasmo, 2005 : 69).

APBD merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam

pelaksanaan pelayanan publik. Proses penyusunan APBD melibatkan dua pihak

yaitu eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia

anggaran. Sebelum penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat

kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum Anggaran

(selanjutnya disebut KUA) dan prioritas anggaran, yang akan menjadi pedoman

untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Eksekutif membuat

Page 37: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

20

rancangan APBD sesuai dengan KUA dan prioritas anggaran, yang kemudian

diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum

ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini

merupakan bentuk kontrak, yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi

pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait perilaku oportunistik dalam penyusunan anggaran yang

telah dilakukan selama ini lebih fokus pada peranan legislatif dalam proses

penyusunan anggaran. Sementara di sisi lain penyusunan anggaran di Indonesia

merupakan proses bersama antara eksekutif dan legislatif. Adanya asimetri

informasi dalam hubungan keagenan antara legislatif dan eksekutif membuka

peluang terjadinya perilaku oportunistik (Latifah, 2010).

Abdullah dan Asmara (2006) meneliti perilaku oportunistik legislatif

dalam pengalokasian sumberdaya dalam anggaran belanja. Penelitian ini

menguji pengaruh pendapatan sendiri terhadap perilaku oportunistik legislatif

(OL) dengan menggunakan jenis dan letak pemerintahan sebagai variabel kontrol.

Perilaku oportunistik dihitung dengan menjumlahkan spread anggaran pendidikan,

kesehatan, pekerjaan umum dan anggaran legislatif yang merupakan selisih angka

antara RAPBD dan APBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan PAD

berpengaruh terhadap perilaku oportunistik legislatif, sedangkan jenis dan letak

pemerintahan tidak berpengaruh. Penelitian Maria (2009) juga menunjukkan bahwa

PAD dan SiLPA berpengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif

Page 38: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

21

kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam pengalokasian anggaran

daerah saat perubahan APBD.

Penelitian Riharjo dan Isnadi (2010) menguji pengaruh perilaku

oportunistik pejabat eksekutif atas penggunaan penerimaan sumber daya alam

dalam penyusunan APBD. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data

APBD dari 31 propinsi seluruh Indonesia dengan menggunakan teknik regresi

linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku oportunistik

pejabat eksekutif mendorong pengaruh belanja pegawai langsung, belanja barang

dan jasa, serta belanja modal terhadap meningkatnya slack anggaran dalam

penetapan alokasi belanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan

sumber daya alam.

Oktririniatmaja (2011) meneliti pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap

alokasi belanja modal dalam APBD Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, Bali dan

Nusa Tenggara. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda

untuk menguji pengaruh antar variabel serta uji beda untuk menilai perbedaan

pengaruh antar wilayah. Data yang diteliti yaitu APBD Kabupaten/Kota

sebanyak 147 dengan rentang waktu 2004 – 2008. Hasil penelitian menemukan

bahwa PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif terhadap alokasi belanja

modal, sedangkan uji beda menunjukkan bahwa belanja modal dan PAD di

Pulau Jawa lebih tinggi dari daerah di luar Pulau Jawa.

Penelitian Suryarini (2012) tentang pengaruh PAD terhadap perilaku

oportunistik legislatif dengan menggunakan jenis pemerintahan dan letak

pemerintahan sebagai variabel kontrol. Penelitian ini menggunakan teknik

Page 39: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

22

analisis regresi dan hasilnya menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif

terhadap perilaku oportunistik legislatif, sedangkan jenis dan letak pemerintahan

tidak berpengaruh. Lebih lanjut Sularso dkk. (2014) menguji pengaruh PAD,

DAU dan SiLPA terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran di

Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Analisis dilakukan untuk data APBD Tahun

2010 – 2012 dengan jumlah pengamatan sebanyak 135, menggunakan alat

analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar

PAD, DAU dan SiLPA maka semakin besar perilaku oportunistik penyusunan

anggaran. Ringkasan penelitian terdahulu disajikan pada Lampiran 1.

Page 40: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

23

BAB III

RERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Rerangka Berpikir

Proses penyusunan anggaran merupakan tahapan yang rumit dan penuh

dengan nuansa politis. Proses penganggaran pada organisasi sektor publik

khususnya pemerintah daerah adalah proses politik yang sangat didominasi oleh

politik anggaran yang dilakukan oleh pihak – pihak yang terlibat. Nuansa politik

anggaran semakin menguat karena pemerintah memiliki sumber daya yang

terbatas sementara rencana kebutuhan relatif banyak. Sumber pendapatan dalam

APBD berasal dari PAD, Dana Perimbangan dan penerimaan pembiayaan yang

dipergunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang telah direncanakan

pada tahun bersangkutan.

Secara konseptual perubahan pendapatan dalam APBD akan berpengaruh

terhadap belanja. Perubahan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap

perilaku oportunistik legislatif (Abdullah dan Asmara, 2006; Maria, 2009).

Sumber pendapatan daerah berupa DAU adalah dana yang berasal dari APBN

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah

untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. DAU memiliki proporsi yang paling besar pada penerimaan daerah,

dimana seharusnya pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini

untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Keleluasaan

tersebut berpotensi membuka ruang terjadinya perilaku oportunistik baik pada

23

Page 41: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

24

legislatif maupun eksekutif. Maryono (2013) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif dana alokasi umum dengan perilaku oportunistik penyusun

anggaran.

SiLPA merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun

anggaran sebelumnya untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi

pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja. Penelitian Sularso dkk. (2014)

menemukan bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada

periode anggaran selanjutnya, yang berarti dapat berpengaruh pada alokasi belanja

tahun berikutnya sehingga hal ini memberi ruang bagi penyusun anggaran untuk

mengalokasikan free cash flow tersebut untuk melakukan perilaku oportunistik.

Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai

keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun yang dipengaruhi

oleh adanya kekuatan (power) dan kemampuan (ability) (Maryono, 2013).

Perilaku oportunistik anggaran (fiscal opportunism), yaitu perilaku oportunistik

dalam pembuatan keputusan alokasi belanja dan preferensi yang mengarah pada

alokasi belanja yang dapat memberikan keuntungan pribadi (Romarina dan

Makfatih, 2010). Fenomena perilaku oportunistik penyusun anggaran dapat

dilihat dari pengalokasian anggaran yang lebih mengarah pada preferensi yang

menguntungkan pihak tertentu, sehingga kebutuhan masyarakat tidak menjadi

prioritas utama. Berdasarkan hal tersebut, maka Rerangka Berpikir dalam

penelitian ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1.

Page 42: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

25

Gambar 3.1Rerangka Berpikir

3.2 Rerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk menunjukkan pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan rerangka berpikir diatas,

maka dapat kami susun konsep penelitian seperti pada Gambar 3.2.

Kajian Teoritis

Teori KeagenanAspek Keperilakuandalam penganggaran

Kajian Empiris

Seabright (1996), Mauro (1998),Lupia and McCubbins (2000), Hagen(2002), Keefer and Khemani (2003),Abdullah dan Asmara (2006), Halimdan Abdullah (2006), Bartolini andSantolini (2007), Riharjo dan Isnadi(2010), Asmara (2010), Latifah(2010), Kamaliah dkk (2010),Oktririniatmaja (2011),Suryarini (2012), Faria and Silva(2013), Maryono (2013), Sujaie(2013), Sularso dkk (2014).

Masalah

Hipotesis

Pengujian Statistik

Hasil Penelitian

Pembahasan

Simpulan dan Saran

Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran di Kabupaten / Kotase-Bali

Page 43: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

26

Gambar 3.2Rerangka Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Penyusunan anggaran merupakan tahapan yang kompleks, dan perilaku

menjadi salah satu faktor kunci di dalamnya (Raghunandan et al., 2012)

Keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud apabila pihak – pihak

yang terlibat pada penyusunan anggaran memberikan kontribusi maksimum.

Sebaliknya, perilaku oportunistik terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat pada

penyusunan anggaran lebih mengutamakan self interest-nya sehingga

menimbulkan korupsi yang merugikan kepentingan umum (Mauro, 1998;

Martinez et al., 2004).

Studi Abdullah (2012) menemukan adanya perbedaan preferensi antara

eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja

sektoral. Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi

untuk pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. Abdullah (2012)

menemukan bahwa power legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas

penggunaan PAD tidak sesuai dengan preferensi publik. Penelitian Sularso dkk.

PAD(X1)

DAU(X2)

Perilaku OportunistikPenyusun Anggaran

(Y)

SiLPA(X3)

(+)

(+)

(+)

Page 44: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

27

(2014) serta Abdullah dan Asmara (2006) menunjukkan bahwa semakin besar

PAD maka perilaku oportunistik penyusunan anggaran akan semakin besar.

Berdasarkan kajian empiris di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

H1 : Terdapat pengaruh positif PAD pada Perilaku Oportunistik PenyusunAnggaran.

Tujuan dari dana alokasi umum adalah untuk pemerataan keuangan antar

daerah. Penerimaan DAU membuka ruang bagi legislatif untuk memaksimalkan

utilitasnya dengan merekomendasikan eksekutif agar mengalokasikan anggaran

untuk kegiatan atau proyek-proyek yang menguntungkan legislatif (Abdullah,

2012). Transfer dari pemerintah pusat memiliki keterkaitan sangat erat

dengan belanja pemerintah daerah. Oktririniatmaja (2011) menyatakan bahwa

DAU berpengaruh positif terhadap peningkatan alokasi belanja modal.

Kecenderungan perilaku oportunistik yang dilakukan politisi pada level

pemerintah daerah tidak dapat dilakukan pada sisi pendapatan, karena pendapatan

daerah sebagian besar bersumber dari dana transfer pemerintah pusat (Bartolini

and Santolini, 2007). Lebih lanjut disebutkan bahwa kondisi ini menyebabkan

perilaku oportunistik yang dilakukan politisi hanya dapat memengaruhi sisi

belanja dalam APBD. DAU yang diterima daerah dapat mengakibatkan perubahan

alokasi anggaran dalam APBD (Maryono, 2013). Berdasarkan kajian empiris di

atas, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2 : Terdapat pengaruh positif DAU pada Perilaku Oportunistik PenyusunAnggaran

Page 45: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

28

Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa pendidikan dan kesehatan

merupakan bentuk pelayanan publik yang paling mendasar, namun jenis belanja

tersebut tidak dapat memberikan peluang untuk korupsi, sehingga anggaran

pendidikan, kesehatan, dan sosial akan diperkecil (Mauro, 1998). Studi Mauro

(1998) menunjukkan bahwa jenis-jenis belanja pemerintah berupa belanja barang

atau pelayanan untuk program-program dan kegiatan yang sulit untuk dimonitor

orang lain, membuka peluang terjadinya perilaku oportunistik. Hasil penelitian

ini dikuatkan oleh Tanzi and Davoodi (2002) yang mengemukakan bahwa

belanja investasi publik lebih disukai karena dapat memberikan komisi lebih

besar daripada belanja untuk pelayanan sosial, pendidikan, dan kesehatan.

SiLPA tahun anggaran sebelumnya memiliki pengaruh pada pengalokasian

APBD periode selanjutnya (Sularso dkk., 2014). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

SiLPA berpengaruh positif pada alokasi belanja pada tahun berikutnya sehingga

hal ini memberi peluang bagi penyusun anggaran untuk mengalokasikan free cash

flow tersebut untuk berperilaku oportunistik. Berdasarkan kajian empiris di atas,

maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H3 : Terdapat pengaruh positif SiLPA pada Perilaku Oportunistik PenyusunAnggaran.

Page 46: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

29

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penyusunan rancangan penelitian didasarkan pada fenomena atau topik

penelitian dengan memperhatikan aktivitas serta waktu. Rancangan penelitian

merupakan rencana dari struktur penelitian yang mengarahkan proses dan hasil riset

sedapat mungkin menjadi valid, obyektif, efisien dan efektif (Jogiyanto, 2004).

Rancangan penelitian mengarahkan pada pemilihan sumber – sumber daya dan tipe

informasi yang diperlukan untuk menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti

dan menggariskan langkah – langkah dalam setiap aktivitas penelitian.

Penelitian ini menguji pengaruh variabel independen yaitu PAD, DAU dan

SiLPA terhadap variabel dependen yaitu perilaku oportunistik penyusun anggaran.

Berdasarkan fenomena yang terjadi serta kajian teoritis dan empiris, maka

dirumuskan masalah penelitian serta hipotesis. Pengujian dilakukan secara

statistik dengan menggunakan data sekunder yang akan dianalisis dengan teknik

analisis regresi linier berganda. Hasil analisis kemudian akan diinterpretasikan

untuk menjawab permasalahan penelitian sehingga diperoleh suatu simpulan

penelitian. Rancangan penelitian dapat digambarkan seperti Gambar 4.1.

29

Page 47: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

30

Gambar 4.1Rancangan Penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota se-Bali

untuk menganalisis data APBD pada kurun waktu 2010 – 2014. Penelitian

dilaksanakan pada tahun 2015.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah perilaku oportunistik penyusun anggaran

yang dilihat dari alokasi anggaran yang disusun dalam APBD Kabupaten/Kota se-

Kajian TeoritisKajian Empiris

Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran diKabupaten/Kota se- Bali

Rumusan Masalah

Variabel Penelitian

Pembahasan Hasil Penelitian

Pengolahan dan Analisis Data

Simpulan dan Saran

Hipotesis

Page 48: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

31

Bali yang dipengaruhi oleh PAD, DAU dan SiLPA. Alokasi belanja yang diamati

yaitu sektor pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, hibah dan bansos.

4.4 Penentuan Sumber Data

Data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data

sekunder berupa data APBD Kabupaten/Kota se-Bali yang diperoleh dari Biro

Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS) Bali dan

situs Direktorat Jendral Keuangan Daerah Kementerian Keuangan. Populasi yang

digunakan adalah seluruh APBD Kabupaten/Kota se- Bali yang berjumlah 9

(sembilan) Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 2010 – 2014. Metode

pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh (sensus) dimana

seluruh populasi akan dijadikan sampel.

4.5 Variabel Penelitian

Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus

dioperasionalisasikan dengan cara mengubahnya menjadi variabel, yang berarti

sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Variabel-variabel dalam penelitian ini

terdiri dari variabel dependen yaitu perilaku oportunistik penyusun anggaran dan

variabel independen yaitu PAD, DAU dan SiLPA.

4.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah Perilaku Oportunistik

Penyusun Anggaran (OPA). OPA menunjukkan perubahan (spread) alokasi

Page 49: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

32

anggaran belanja tertentu dari APBD tahun sebelumnya ke APBD tahun berjalan.

Spread terjadi karena perbedaan preferensi dalam pengalokasian sumberdaya

antara principal dan agents (Abdullah, 2012). Nilai OPA menunjukkan adanya

perilaku penyusun anggaran yang memanfaatkan kekuasaan dan kewenangannya

untuk mempengaruhi kebijakan pengalokasian anggaran sesuai dengan preferensi

diri atau kelompoknya, sehingga nilai OPA menggambarkan besaran self-interest

penyusun anggaran (Abdullah, 2012). Pengukuran OPA dikembangkan dari

penelitian Abdullah (2012), dengan tahap pengukuran sebagai berikut:

1) Menghitung spread alokasi anggaran belanja dari APBD tahun berjalan ke

tahun sebelumnya. Perhitungan spread(Δ) = APBD tahun berjalan (t) – APBD

tahun sebelumnya (t-1). Sektor yang diamati adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan

umum, hibah dan bansos, yaitu :

a) ΔPdk yaitu penurunan alokasi untuk belanja pendidikan

b) ΔKes yaitu penurunan alokasi untuk belanja kesehatan

c) ΔPU yaitu kenaikan alokasi untuk belanja PU

d) ΔHibah yaitu kenaikan alokasi untuk belanja hibah

e) ΔBansos yaitu kenaikan alokasi untuk belanja bansos

Semua kenaikan dan penurunan alokasi tersebut dinyatakan dalam satuan

rupiah dan bertanda positif, namun jika yang terjadi sebaliknya atau tidak

terjadi perubahan seperti di atas maka diberi nilai 0 (nol).

2) Mengagregasi atau menggabungkan spread yang menunjukkan OPA secara

keseluruhan. Perhitungan OPA= ΔPdk + ΔKes + ΔPU + ΔHibah + ΔBansos

Page 50: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

33

4.5.2 Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini yang mempengaruhi OPA terdiri

dari tiga variabel yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD merupakan pendapatan daerah yang terdiri dari Pajak Daerah,

Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain.

Pengukuran PAD menggunakan spread PAD (Δ PAD) adalah perubahan naik atau

turunnya PAD dari APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1) (Abdullah, 2012).

PAD = PADAPBD (t) – APBD (t-1)……………………………………………………1)

2) Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU adalah transfer yang bersifat umum dari Pemerintah Pusat ke

Pemerintah Daerah untuk menunjang pelaksanaan desentraliasi (Halim, 2004).

Jumlah keseluruhan DAU untuk masing-masing Kabupaten/Kota dapat dilihat

dari pos dana perimbangan dalam APBD. Pengukuran DAU dengan

menggunakan spread Dana Alokasi Umum (DAU) dari APBD tahun berjalan (t) ke

APBD tahun sebelumnya (t-1) (Sularso dkk., 2014).

DAU= DAUAPBD (t) – APBD (t-1)……………………………………………………2)

3) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)

SiLPA mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan

dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah,

pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada

pihak ketiga sampai dengan akhir tahun terselesaikan dan sisa dana kegiatan

Page 51: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

34

lanjutan, yang ditanggung dalam perubahan APBD. SiLPA diukur dengan spread

SiLPA (ΔSiLPA) dari APBD tahun sebelumnya (t-1) ke APBD 2 tahun sebelumnya (t-2)(Sularso

dkk., 2014)

SiLPA = SiLPAAPBD (t-1) – APBD (t-2)………………………………………………..3)

4.6 Analisis Data

4.6.1 Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji

kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian supaya hasilnya

BLUE atau Best Linear Unbiased Estimator (Ghozali, 2011).

4.6.1.1 Uji Normalitas Residual

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui

bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk

jumlah sampel kecil (Ghozali, 2011). Uji normalitas residual dilakukan dengan

menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat signifikansi 5%.

4.6.1.2 Uji Multikoloniearitas

Uji multikoloniearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2011).

Multikoloniearitas terjadi dalam analisis regresi berganda apabila variabel-

Page 52: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

35

variabel bebas saling berkorelasi yang dapat dilihat dari nilai tolerance dan

lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran tersebut menunjukkan

variabel independen mana yang dijelaskan oleh variabel independen yang

lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang

tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang rendah

sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai cut off yang

umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikoloniearitas adalah nilai Tolerance

< 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2011).

4.6.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homoskedastisitas

atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Uji statistik yang digunakan

untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah Uji

Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel bebas terhadap nilai

residual mutlaknya dengan probabilitas signifikansi 5%. Suatu model regresi

dikatakan tidak mengandung adanya heteroskedastisitas, jika tidak ada satu pun

variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel

dependen (Ghozali, 2011).

Page 53: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

36

4.6.1.4 Uji Autokorelasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series,

sehingga menggunakan pengujian autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk

menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periodet dengan kesalahan pengganggu pada periodet-1(Ghozali,

2011). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari nilai

Durbin Watson pada output pengujian. Model regresi terbebas dari autokorelasi

jika nila Durbin Watson hitung terletak di daerah no autocorrelation atau tidak

terletak di daerah negative/positive autocorrelation. Penentuan letak tersebut

dibantu dengan tabel dL dan dU, sesuai nilai K yang merupakan jumlah variabel

(Ghozali, 2011).

4.6.2 Analisis Regresi

Alat analisis data dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda

untuk melihat ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel

independen. Persamaan regresi yang digunakan adalah (Sularso dkk. 2014):

Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε………………………………………..4)

Keterangan :

Y : Perilaku Oportunistik Penyusun AnggaranX1 : Pendapatan Asli DaerahX2 : Dana Alokasi UmumX3 : Sisa Lebih Perhitungan Anggaranα : Konstanta.β : Koefisien Regresi.ε : Error.

Page 54: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

37

4.6.3 Uji Goodness of Fit dan Pengujian Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi suatu sampel dalam menaksir nilai aktual dapat

diukur dari goodness of fit-nya (Ghozali, 2011). Secara statistik, setidaknya ini

dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F dan nilai

statistik t.

4.6.3.1 Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan satu. Nilai R2yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen

(Ghozali, 2011). Secara umum, koefisien determinasi untuk data runtut waktu (time

series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi.

4.6.3.2 Uji F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2011). Uji F

dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil regresi

menggunakan Stastistical Package for Social Science (SPSS) dengan significance

level 0,05 (5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka hipotesis ditolak

Page 55: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

38

(koefisien regresi tidak signifikan), yang berarti secara simultan variabel-variabel

bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Jika nilai

signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis tidak dapat ditolak (koefisien

regresi signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan variabel-variabel bebas

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.

4.6.3.3 Uji t

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing

variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Dasar

pengambilan keputusannya dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t masing –

masing variabel pada output hasil regresi dengan SPSS dengan tingkat signifikansi

0,05. Jika hasil regresi menunjukkan nilai signifikansi < 0,05, maka kita

menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen

secara individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2011).

Page 56: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

39

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum APBD Kabupaten/Kota se-Bali

APBD disusun setiap tahun untuk dijadikan dasar pedoman pengelolaan

keuangan daerah selama 1 periode anggaran. Secara umum struktur APBD terdiri

dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pendapatan

Daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain

Pendapatan yang Sah sedangkan Belanja Daerah terdiri Belanja Langsung dan

Belanja Tidak Langsung. APBD Kabupaten/Kota di Bali menunjukkan

peningkatan yang cukup signifikan selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Gambar

5.1 menunjukkan peningkatan PAD, DAU dan SiLPA dari tahun 2010 -2014.

Sumber: Biro Keuangan Setda Prov. Bali, 2014 (diolah)

Gambar 5.1Peningkatan PAD, DAU dan SiLPA Kabupaten/Kota se-Bali Tahun 2010-2014

39

Page 57: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

40

Berdasarkan Gambar 5.1 diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan

PAD yang cukup signifikan dari tahun ke tahun dengan rata – rata peningkatan

sebesar 29% (Lampiran 2). Besaran DAU juga memiliki proporsi yang cukup

besar dalam APBD, dan mengalami peningkatan rata – rata 15% setiap tahun.

Besaran DAU akan berkurang apabila daerah telah mampu mewujudkan

kemandirian dalam membiayai pembangunan daerah. Sedangkan untuk SiLPA

mengalami fluktuasi peningkatan dan penurunan selama 5 tahun terakhir.

Dilihat dari sisi belanja secara umum, terjadi fluktuasi alokasi belanja

untuk bidang – bidang tertentu. Gambar 5.2 menunjukkan perubahan rasio belanja

sektor pendidikan terhadap alokasi belanja keseluruhan untuk 9 Kabupaten/Kota

di Bali.

Sumber: Biro Keuangan Setda Prov. Bali, 2014 (diolah)

Gambar 5.2Fluktuasi Rasio Belanja Pendidikan pada APBD Kabupaten/Kota se-Bali

Tahun 2010-2014

Page 58: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

41

Gambar 5.2 menunjukkan terjadi kecenderungan fluktuasi penurunan

alokasi belanja untuk sektor pendidikan pada APBD Kabupaten/Kota di Bali,

namun tetap mengikuti standar minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat

yaitu sebesar 20% dari total belanja dalam APBD. Kondisi yang berbeda terjadi

pada alokasi belanja untuk bidang infrastruktur, dimana secara total menunjukkan

peningkatan yang cukup signifikan. Belanja infrastruktur menjadi fokus penting

dalam APBD, karena ditengarai dapat dimanfaatkan oleh legislatif maupun

eksekutif untuk memenuhi janji politik pada saat pemilihan umum (Abdullah,

2012). Gambar 5.3 menunjukkan perubahan alokasi belanja infrastruktur pada

APBD Kabupaten/Kota se-Bali untuk periode 2010-2014.

Sumber: Biro Keuangan Setda Prov. Bali, 2014 (diolah)

Gambar 5.3Fluktuasi Rasio Belanja Infrastruktur pada APBD Kabupaten/Kota se-Bali

Tahun 2010-2014

Page 59: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

42

5.2 Deskripsi Statistik

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari nilai rata – rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,

sum, range, kurtosis, dan skewness (Ghozali, 2011:19). Data yang digunakan pada

penelitian ini adalah data APBD dari 9 Kabupaten/Kota di Bali untuk kurun waktu

2010-2014 dengan jumlah observasi sebanyak 36 (lihat data pada Lampiran 6). Hasil

analisis data dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel. 5.1Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi Standar

PAD 36 3326.00 320099.48 49683.30 63112.97

DAU 36 17381.34 196141.91 63060.47 33641.54

SiLPA 36 (45309.87) 65219.70 5905.5272 23661.29

OPA 36 0.00 189386.00 38762.27 32261.78

Sumber : Lampiran 7

Nilai maksimum PAD (X1) adalah sebesar Rp.320.099.480.000,- terjadi

pada APBD Kabupaten Badung pada tahun 2012-2011, sedangkan untuk nilai

minimum sebesar Rp.3.326.000.000,- pada data APBD Kabupaten Klungkung

periode 2011-2010. Rata – rata PAD sebesar Rp.49.683.300.000,- (simpangan baku

sebesar Rp.63.112.970.000,-). Sedangkan nilai maksimum untuk data DAU (X2)

sebesar Rp.196.141.910.000,- pada pengamatan APBD Kabupaten Badung Tahun

2012 - 2011, dengan nilai minimum sebesar Rp.17.381.340.000,- pada periode

pengamatan APBD Kabupaten Gianyar Tahun 2014-2013. DAU yang dialokasikan

untuk Kabupaten Gianyar pada periode ini mengalami peningkatan yang relatif

kecil karena pada periode yang sama Pemerintah Kabupaten Gianyar berhasil

Page 60: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

43

meningkatkan PAD dengan angka yang cukup signifikan. Rata - rata DAU sebesar

Rp.63.060.470.000,- dengan simpangan baku Rp.33.641.540.000,-

Hasil analisis untuk data SiLPA (X3) menunjukkan nilai maksimum

sebesar Rp.65.219.700.000,- dan nilai minimum -Rp.45.309.870.000,- dengan rata

- rata Rp.5.905.527.200 ( simpangan baku Rp.23.661.290.000,-). SiLPA terbesar

terjadi pada pengamatan APBD Kabupaten Buleleng untuk periode 2013-2012,

sedangkan nilai minimum terjadi pada APBD Kabupaten Badung periode 2011-

2010. Analisis untuk variabel OPA (Y) menunjukkan nilai maksimum sebesar

Rp.189.386.000.000 dan nilai minimum Rp.0,00,- dengan rata-rata sebesar

Rp.38.762.270.000,- (simpangan baku Rp.32.261.780.000,-). Nilai OPA minimum

terjadi pada pengamatan APBD Kabupaten Jembrana pada periode 2011-2010,

karena pada tahun yang bersangkutan terjadi peningkatan untuk belanja pada

sektor pendidikan dan kesehatan sedangkan untuk sektor pekerjaan umum, hibah

dan bansos terjadi penurunan, sehingga berdasarkan asumsi pengukuran variabel

diberikan nilai nol.

5.3. Uji Asumsi Klasik

5.3.1 Uji Normalitas Residual

Uji normalitas residual pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

uji Kolmogorov-Smirnov. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa koefisien Asymp Sig (2-

tailed) adalah 0,372, ini berarti residual data yang dipergunakan berdistribusi

normal karena nilai koefisien Asymp Sig (2-tailed) lebih besar dari α = 0,05.

Page 61: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

44

Tabel 5.2Hasil Uji Normalitas Berdasarkan Kolmogorov-Smirnov Test

Unst. Residual

N 36

Normal parameters a.b Mean .0000000

Std. Deviation 13151.981

Most Extreme Absolute .153

Differences Positive .153

Negative -.081

Kolmogorov-Smirnov Z .915

Asymp Sig (2-tailed) .372

Sumber : Lampiran 8

Normalitas residual juga dapat diketahui dari kurva histogram serta kurva

normal P-P Plot. Pada lampiran 8 terlihat kurva histogram memiliki kemiringan

yang seimbang, baik pada sisi kiri maupun sisi kanan, dan kurva berbentuk

menyerupai lonceng. Pada kurva P-P Plot terlihat titik – titik data menyebar di

sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik – titik data searah mengikuti garis

diagonal, yang berarti bahwa data berdistribusi normal.

5.3.2 Uji Multikoloniearitas

Uji multikoloniearitas digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi

diantara variabel independen yang satu dengan yang lainnya. Hasil uji

multikoloniearitas dapat dilihat dari besarnya Tolerance Value dan Variance

Inflation Factor (VIF). Hasil pengujian multikoloniearitas dapat dilihat pada

Lampiran 9 dan secara ringkas dapat ditunjukkan pada Tabel 5.3.

Page 62: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

45

Tabel 5.3Hasil Uji Multikolonieritas

Variabel Tolerance VIF Keterangan

PAD .780 1.282 Bebas multikolonieritas

DAU .796 1.257 Bebas multikolonieritas

SiLPA .978 1.023 Bebas multikolonieritas

Sumber : Lampiran 9

Hasil perhitungan menunjukkan semua variabel bebas memiliki tolerance

lebih dari 0,1 ( > 0,1) dan nilai VIF kurang dari 10 ( < 10), sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada gejala multikolonieritas dalam model regresi

(Ghozali, 2011).

5.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan hasil uji Glejser sebagaimana tersaji pada Tabel 5.4 terlihat

bahwa nilai sig. uji t lebih besar dari 0,05 yang berarti bahwa model regresi tidak

mengandung adanya heteroskedastisitas.

Tabel 5.4Hasil Uji Glejser

Model Unstandardized coefficient Standardizedcoeficient

B Std. Error Beta t Sig

(Constant) 11824.735 2926.042 4.041 .000

PAD -.017 .025 -.126 -.673 .506

DAU -.026 .046 -.105 -.568 .574

SiLPA .114 .059 .323 1.938 .062

Sumber : Lampiran 9

Selain itu pada Gambar 5.4 terlihat bahwa sebaran titik – titik pada scatterplot

menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk

pola, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.

Page 63: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

46

Gambar 5.4Scaterplot

5.3.4 Uji Autokorelasi

Hasil pengolahan data dengan program SPSS versi 13.0 menunjukkan

nilai Durbin Watson (DW) sebesar 2,099 (lihat lampiran 9). Setelah dibandingkan

dengan nilai tabel dengan signifikansi 5%, jumlah sampel (T = 36) dan jumlah

variabel independen (K=3), maka diperoleh nilai dL= 1,295; dU= 1,654; 4-dL=

2,705 dan 4-dU = 2,346. Nilai dL dan dU dapat dilihat pada Lampiran 10. Oleh

karena nilai DW 2,099 lebih besar dari batas atas (dU) 1,654 dan kurang dari

4-dU (2,346), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

5.4 Uji Goodness of fit dan Pengujian Hipotesis

Hipotesis diuji dengan model analisis regresi linier berganda untuk

memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel bebas (X) pada variabel

Page 64: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

47

terikat (Y). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS,

hasilnya seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5Hasil Analisis Regresi

ModelVariabel

Unstandardized coefficient Standardizedcoefficient

Beta t SigB Std. Error(Constant) -4938.880 4943.024 -.999 .325

PAD .277 .042 .541 6.630 .000

DAU .446 .077 .465 5.759 .000

SiLPA .308 .099 .226 3.102 .004

R2 = 0.834 F = 53.517 Sig F = 0.00

Sumber : Lampiran 8

5.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 0,834 berarti bahwa 83,4 %

variasi OPA dijelaskan oleh variasi PAD, DAU dan SiLPA, sedangkan sisanya

sebesar 16,6 % dijelaskan faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model.

5.4.2 Uji F

Hasil analisis dengan bantuan program SPSS seperti pada Tabel 5.5

menunjukkan nilai signifikansi uji F adalah 0,000. Hal ini berarti bahwa variabel

PAD, DAU dan SiLPA berpengaruh secara serempak/bersama-sama terhadap

OPA.

5.4.3 Uji t

Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen. Nilai uji t dapat dilihat dari p-value dari variabel

independen. Tabel 5.5 menunjukkan bahwa masing – masing variabel independen

Page 65: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

48

berpengaruh signifikan pada variabel dependen, yang ditunjukkan dengan nilai p-

value lebih kecil dari α = 0,05.

5.4.4 Persamaan Regresi

Berdasarkan hasil output SPSS seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5 maka

persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Y = -4938,880 + 0,277 X1 + 0,446 X2 + 0,308X3

Persamaan regresi tersebut mempunyai makna :

1) Konstanta sebesar -4938,880 berarti bahwa apabila variabel PAD (X1), DAU

(X2) dan SiLPA (X3) konstan, maka OPA rata – rata sebesar -4938,880. Apabila

variabel PAD, DAU dan SiLPA bernilai nol, maka OPA cenderung menurun

sebesar nilai konstanta.

2) Koefisien X1 sebesar 0,277 berarti bahwa apabila variabel PAD (X1) meningkat

sebesar satu satuan (dengan asumsi variabel lain konstan), maka OPA akan

meningkat sebesar 0,277.

3) Koefisien X2 sebesar 0,446 berarti bahwa apabila variabel DAU (X2)

meningkat sebesar satu satuan (dengan asumsi variabel lain konstan), maka

OPA akan meningkat sebesar 0,446.

4) Koefisien X3 sebesar 0,308 berarti bahwa apabila variabel SiLPA (X3)

meningkat sebesar satu satuan (dengan asumsi variabel lain konstan), maka

OPA akan meningkat sebesar 0,308.

Page 66: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

49

5.4.5 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu melihat nilai signifikansi

dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang ditetapkan. Hipotesis pertama

menguji pengaruh positif PAD pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.

Nilai koefisien beta (β1) sebesar 0,277 dengan nilai signifikansi 0,000,

menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan pada OPA.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H1 tidak dapat ditolak yaitu

PAD berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.

Pengujian hipotesis kedua yaitu terdapat pengaruh positif DAU pada

perilaku oportunistik penyusun anggaran menunjukkan nilai koefisien beta (β2)

sebesar 0,446 dengan nilai signifikansi 0,000 (lihat Tabel 5.5). Simpulan yang

dapat diambil sesuai hasil analisis tersebut adalah H2 tidak dapat ditolak yaitu

DAU berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.

Hipotesis ketiga menguji pengaruh positif SiLPA pada perilaku

oportunistik penyusun anggaran. Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai koefisien

beta (β3) untuk variabel SiLPA sebesar 0,308 dengan nilai signifikansi 0,004.

Nilai signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari α = 0.05, maka dapat

disimpulkan bahwa hipotesis ketiga tidak dapat ditolak yaitu SiLPA berpengaruh

positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.

Page 67: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

50

5.5 Pembahasan

5.5.1 Pendapatan Asli Daerah Berpengaruh Positif pada PerilakuOportunistik Penyusun Anggaran

Berdasarkan data APBD Kabupaten/Kota se-Bali Tahun 2014, PAD

memiliki proporsi yang cukup signifikan dalam menunjang Pendapatan Daerah

yakni sebesar 33,7% atau lebih besar dari rata – rata nasional sebesar 23,75 %

(DJPK, 2014). Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berada pada

angka 31,4 %. Hipotesis 1 pada penelitian ini yaitu terdapat pengaruh positif

PAD pada perilaku oportunistik penyusun anggaran terbukti signifikan setelah

dianalisis secara statistik. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien beta (β1) sebesar

0,277 serta nilai signifikansi sebesar 0,000 < α = 0,05.

Peningkatan PAD dari tahun sebelumnya ke tahun berjalan mempengaruhi

alokasi belanja sektor – sektor tertentu yang dapat memberikan manfaat bagi

penyusun anggaran. Hasil ini sejalan dengan penelitian Abdullah dan Asmara

(2006) yang menemukan bahwa perubahan pendapatan sendiri berpengaruh

positif terhadap perilaku oportunistik legislatif. PAD merupakan jalan bagi

penyusun anggaran untuk melakukan political corruption dalam kerangka regulasi

yang sah (legal corruption). Fenomena ini terlihat ketika perubahan atau kenaikan

anggaran atau target PAD digunakan sebagai dasar untuk melakukan alokasi

tambahan belanja (Sularso dkk., 2014).

PAD sebagai komponen utama dari penerimaan daerah akan sangat

menentukan besaran alokasi belanja. Beberapa studi terdahulu seperti Abdullah

dan Asmara (2006), Oktririniatmaja (2011), Maryono (2013) dan Sularso dkk.

(2014) membuktikan bahwa pendapatan berpengaruh terhadap belanja. Penerapan

Page 68: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

51

desentraliasi fiskal telah memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk

mengatur dan mengelola sendiri urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya termasuk keuangan daerah. Ketentuan pasal 19 Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

secara tegas menyatakan bahwa dalam penyusunan APBD, penganggaran

pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan

dalam jumlah yang cukup.

Teori keagenan menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses

penyusunan anggaran memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan utilitasnya

melalui pengalokasian sumberdaya dalam anggaran yang ditetapkan (Magner and

Johnson, 1995). Eksekutif atau agency berperan sebagai pengusul anggaran

sekaligus juga selaku pelaksana atau pengguna anggaran. Peran ganda ini

mempengaruhi perilaku eksekutif untuk berupaya memaksimalkan jumlah

anggaran yang diajukan (Smith and Bertozzi, 1998). Di sisi lain, legislatif yang

dipilih publik untuk membuat keputusan tentang penggunaan sumberdaya bagi

mereka di pemerintahan ternyata tidak melakukan perannya sesuai harapan

publik. Padahal secara konsep belanja publik sesungguhnya adalah cerita tentang

bagaimana politisi menghabiskan uang orang lain (publik) untuk kepentingan

umum (Hagen, 2002).

Martinez et al. (2004) memberikan argumen tentang motivasi/insentif dan

peluang korupsi dalam sisi belanja anggaran pemerintah. Insentif korupsi adalah

kurangnya standar etika dan moral, kemungkinan terdeteksi yang rendah,

pengawasan dan sanksi yang lemah, atau ketidakcukupan gaji dan insentif

Page 69: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

52

lainnya. Mereka menyatakan bahwa seorang politisi yang berpengaruh cenderung

mendukung proyek tertentu bukan karena prioritas atas kegiatan tersebut, tetapi

karena suap yang akan diperoleh atau keuntungan untuk dirinya sendiri. Sektor

pendidikan dan kesehatan merupakan dua sektor pelayanan publik paling penting

dipenuhi oleh pemerintah, sehingga alokasi anggaran untuk kedua sektor ini relatif

besar dibanding sektor lain.

Terjadinya alokasi dalam anggaran belanja pemerintah terkait dengan

perilaku oportunistik politisi dan aparat pemerintah. Politisi memiliki preferensi

atas alokasi yang mengandung lucrative opportunities dan memiliki dampak

politik jangka panjang untuk merealisasikan kepentingan pribadinya. Legislatif

akan merekomendasi eksekutif untuk menaikkan alokasi anggaran pada sektor-

sektor yang mendukung kepentingannya (Keefer and Khemani, 2003). Legislatif

cenderung mengusulkan pengurangan atas alokasi untuk pendidikan, kesehatan,

dan belanja publik lainnya yang tidak bersifat job programs dan targetable.

Menurut Abdullah dan Asmara (2006), preferensi legislatif ini memiliki tiga

kemungkinan konsekuensi pada belanja sektor lain, yakni: (1) mengurangi alokasi

untuk belanja lain apabila jumlah belanja secara keseluruhan tidak bertambah; (2)

tidak mengubah alokasi sektor lain jika jumlah belanja bertambah; atau (3)

kombinasi keduanya, yakni alokasi untuk sektor lain berkurang walaupun jumlah

belanja secara keseluruhan bertambah.

Page 70: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

53

5.5.2 Dana Alokasi Umum Berpengaruh Positif pada Perilaku OportunistikPenyusun Anggaran

Pengujian terhadap hipotesis kedua menunjukkan bahwa DAU

berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran. Hasil uji

statistik menunjukkan nilai koefisien beta (β2) sebesar 0,446 dengan nilai

signifikansi 0,000 < α = 0,05. DAU memiliki proporsi yang cukup tinggi dalam

APBD dengan rata – rata 45,4% dari total pendapatan daerah. Besaran nilai DAU

yang diterima masing – masing daerah cenderung meningkat setiap tahun. Kondisi

ini menjadi celah tersendiri bagi penyusun anggaran untuk mengalokasikan dana

tersebut untuk membiayai belanja sesuai preferensi yang menguntungkan pihak

tertentu.

Hasil pengujian ini sejalan dengan hasil yang ditemukan pada penelitian

Maryono (2013) bahwa terdapat pengaruh DAU pada perilaku oportunistik

legislatif dalam penganggaran daerah di Provinsi Sumatera Barat. Semakin besar

DAU yang diterima kabupaten/kota maka akan semakin besar pula perilaku

oportunistik legislatif dalam anggaran daerah. Penelitian Sularso dkk. (2014) juga

menunjukkan hasil yang sama bahwa DAU memiliki pengaruh signifikan

terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran pada Kabupaten/ Kota di

Provinsi Jawa Tengah. DAU memiliki proporsi terbesar dalam penerimaan daerah

dan Pemerintah Daerah memiliki keleluasaan untuk menggunakan dana transfer

tersebut guna membiayai kegiatan pelayanan kepada masyarakat atau untuk

kegiatan lain sesuai kepentingan politik legislatif maupun eksekutif. Keleluasaan

ini memberi peluang bagi penyusun anggaran untuk berperilaku oportunistinik

(Latifah, 2010).

Page 71: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

54

Sejalan dengan hal tersebut, Bartolini and Santolini (2007) menjelaskan

bahwa incumbent politicians melakukan modifikasi belanja untuk meningkatkan

peluang agar terpilih kembali. Kecenderungan perilaku oportunistik yang

dilakukan politisi pada level pemerintah daerah tidak dapat dilakukan pada sisi

pendapatan, karena pendapatan daerah sebagian besar bersumber dari dana

transfer pemerintah pusat dan hanya sebagian kecil berasal dari pendapatan pajak

daerah. Kondisi ini menyebabkan perilaku oportunistik yang dilakukan politisi

hanya dapat memengaruhi sisi belanja dalam APBD.

Penelitian Sujaie (2013) menegaskan bahwa perilaku oportunistik perumus

kebijakan anggaran dalam penyusunan kebijakan APBD terjadi pada penetapan

target pendapatan, belanja daerah maupun pembiayaan daerah. Perilaku

oportunistik juga terjadi dalam belanja hibah, dimana perumus kebijakan

memanfaatkan besarnya anggaran belanja hibah sebagai sarana kampanye untuk

mendapatkan dukungan pada pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) kepala

daerah dan Pemilu legislatif. Selain itu perumus kebijakan juga mengambil

keuntungan ekonomi dalam pelaksanaan belanja hibah dengan melakukan

pemotongan anggaran, jual beli kuota anggaran serta duplikasi anggaran. Dalam

proses penyusunan kebijakan APBD terjadi bargaining antara eksekutif dan

legislatif dengan model soft negotiation, melalui tiga fase berurutan yaitu

pembahasan KUA-PPAS, penyampaian nota keuangan dan RAPBD, serta dalam

persetujuan bersama terhadap RAPBD (Sujaie, 2013).

Page 72: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

55

5.5.3 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Berpengaruh Positif pada PerilakuOportunistik Penyusun Anggaran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SiLPA berpengaruh positif pada

perilaku oportunistik penyusun anggaran yang ditunjukkan dengan nilai koefisien

beta (β3) untuk variabel SiLPA sebesar 0,308 dan nilai signifikansi 0,004. Hasil

ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Oktririniatmaja (2011),

Maryono (2013), Suryarini (2013) dan Sularso dkk. (2014) yang menemukan bahwa

SiLPA memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun

anggaran.

Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria (2009)

yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh negatif pada perilaku oportunistik

legislatif. Di satu sisi, SiLPA merupakan indikator efisiensi apabila bersumber dari

penghematan belanja. Namun kondisi yang terjadi, ada kecenderungan penyusun

anggaran melakukan mark-up belanja dan mark-down pendapatan, sehingga efisiensi

yang ditunjukkan dari besaran SiLPA hanya bersifat semu ketika output anggaran

tidak tercapai (Sularso dkk., 2014).

Komposisi SiLPA pada APBD Kabupaten/Kota di Bali tahun 2014 mencapai

99,7 % dari seluruh penerimaan pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutup

defisit anggaran. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai angka

93,7 %. Selisih pengurangan pendapatan terhadap belanja pada realisasi APBD

merupakan sisa dana yang dapat bernilai minus ataupun positif. Apabila sisa dana

tersebut bernilai minus disebut defisit, dan jika positif disebut surplus, yang dalam

APBD dinamakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Besaran SiLPA

yang tercantum dalam APBD tahun anggaran 2014 merupakan perkiraan besaran

Page 73: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

56

SiLPA yang akan terjadi pada akhir tahun anggaran berkenaan. Apabila terdapat

nilai SiLPA yang sangat besar, hal ini mengindikasikan adanya kekurangcermatan

dalam penyusunan anggaran maupun terdapat kendala dalam pelaksanaannya,

sehingga penyerapan anggaran belanja berpotensi kurang optimal. Penyerapan

yang kurang optimal akan mengakibatkan adanya saldo (SiLPA) yang merupakan

dana idle yang belum dimanfaatkan.

Raghunandan et al. (2012) menyatakan bahwa penyusunan anggaran

merupakan tahapan yang kompleks, dan perilaku menjadi salah satu faktor kunci

di dalamnya. Keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud apabila

pihak – pihak yang terlibat pada penyusunan anggaran memberikan kontribusi

maksimum. Kondisi berbeda ditemukan pada penelitian Raghunandan et al.

(2012) bahwa praktek perilaku disfungsional yang kerap terjadi pada

penganggaran sektor publik yaitu spend it or lose it syndrome dimana agen akan

berupaya memaksimalkan pengeluaran, agar realisasi pada akhir tahun terpenuhi.

Perilaku ini terjadi karena ada ketakutan akan terjadi pengurangan anggaran di

tahun berikutnya. Praktek seperti ini akan menunjukkan kinerja semu, dimana dari

sisi anggaran akan terlihat baik, sementara outputnya kurang bermanfaat (Liza et

al, 2013).

Page 74: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

57

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang didahului uji asumsi klasik

menyatakan bahwa model regresi yang digunakan berdistribusi normal, tidak

terjadi multikoloniearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Hasil pengujian

goodness of fit menunjukkan model sudah fit dilihat dari nilai R2, uji F dan uji t.

Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,834 berarti bahwa 83,4 % variasi OPA

dijelaskan oleh variasi PAD, DAU dan SiLPA, sedangkan sisanya sebesar 16,6 %

dijelaskan faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Hasil uji F memiliki

nilai signifikansi sebesar 0,000 < α = 0,05, serta uji t pada nilai signifikansi

dibawah α (0,05). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1) Terdapat pengaruh positif PAD pada perilaku oportunistik penyusun anggaran

di Kabupaten/Kota se-Bali. Peningkatan PAD dari tahun sebelumnya ke tahun

berjalan mempengaruhi alokasi belanja sektor – sektor tertentu yang dapat

memberikan manfaat bagi penyusun anggaran.

2) Terdapat pengaruh positif DAU pada perilaku oportunistik penyusun anggaran

di Kabupaten/Kota se-Bali. DAU memiliki proporsi yang cukup tinggi dalam

APBD dengan rata – rata 45,4% dari total pendapatan daerah. Besaran nilai

DAU yang diterima masing – masing daerah cenderung meningkat setiap tahun.

Kondisi ini menjadi celah tersendiri bagi penyusun anggaran untuk

57

Page 75: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

58

mengalokasikan dana tersebut untuk membiayai belanja sesuai preferensi yang

menguntungkan pihak tertentu.

3) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SiLPA berpengaruh positif pada

perilaku oportunistik penyusun anggaran. SiLPA merupakan indikator efisiensi

apabila bersumber dari penghematan belanja. Namun kondisi yang terjadi, ada

kecenderungan penyusun anggaran melakukan mark-up belanja dan mark-down

pendapatan, sehingga efisiensi yang ditunjukkan dari besaran SiLPA hanya

bersifat semu ketika output anggaran tidak tercapai.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan keterbatasan

yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Pemerintah Daerah hendaknya lebih meningkatkan kualitas penyusunan

anggaran dengan mengutamakan alokasi belanja sesuai kebutuhan masyarakat,

transparansi anggaran serta menerapkan pengawasan mulai dari proses

perencanaan anggaran.

2) Untuk menekan perilaku oportunistik pada belanja hibah dan bansos,

disarankan agar mekanisme pengajuan diverifikasi lebih teliti dan pencairan

dilakukan sesuai prosedur.

3) Berdasarkan nilai koefisien determinasi sebesar 0,834, menunjukkan bahwa

masih terdapat 16,6 % pengaruh variabel lain yang mampu menjelaskan variasi

variabel perilaku oportunistik penyusun anggaran, maka disarankan bagi

peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor lain yang berpengaruh terhadap

Page 76: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

59

perilaku oportunistik penyusun anggaran seperti pinjaman daerah yang belum

dapat dikembangkan pada penelitian ini karena keterbatasan data yang

tersedia.

4) Aspek metodologi pada penelitian ini belum mampu mengungkapkan

sepenuhnya beberapa persoalan yang mungkin penting untuk menggambarkan

perilaku penyusun anggaran, sehingga perlu dikembangkan suatu daftar

pertanyaan lengkap (kuisioner) yang dapat mengukur persepsi pihak - pihak

yang terlibat pada penyusunan anggaran.

5) Penelitian selanjutnya dapat memperbaiki pengukuran nilai OPA dengan lebih

fokus pada sektor yang memiliki belanja langsung dengan nilai yang besar,

mengingat kecenderungan OPA terjadi pada belanja langsung dibandingkan

belanja tidak langsung.

Page 77: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

60

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. 2012. Perilaku Oportunistik Legislatif dan Faktor – Faktor YangMempengaruhinya: Bukti Empiris dari Penganggaran Pemerintah Daerah diIndonesia. Ringkasan Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Abdullah, S. dan Asmara, J.A. 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif DalamPenganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di SektorPublik. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang 23-26 Agustus.

Andvig, J.C., Fjeldstad, O.H., Amundsen,I., Sissener, T., and Søreide, T. 2001.Corruption: A review of contemporary research. Chr. Michelsen InstituteDevelopment Studies and Human Rights Report R 2001: 7.

Asmara, J.A. 2010. Analisis Perubahan Alokasi Belanja Dalam AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBA) Provinsi Naggroe Aceh Darussalam.Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol. 3. No. 2 . Juli 2010 Hal. 155-172.

Bartolini, D., and Santolini, R. 2007. Fiscal Rules and The OpportunisticBehaviour of The Incumbent Politician: Evidence From Italian Municipalities.Working Paper. Institute of Local Public Finance February 2007.

Cioffi, M., Messina, G., and Tommasino, P. 2012. Parties, Institutions andPolitical Budget Cycles at Municipal Level: Evidence from Italy. Working paperat Meeting of the Public Choice Society Januari 2012.

Eisenhardt, K.M. 1989. Agency theory: An assessment and review. Academy ofManagement Review 14(1): 57-74.

Elias, R. Z. 2013. The Impact of Machiavellianism and Opportunism on BusinessStudents’ Love of Money. Southwestern Business Administration Journal(SBAJ) Volume 13 Issue 1&2, 2013, pp.1-22.

Faria, J.A., dan Silva, S.M.G. 2013 The Effects of Information Asymmetry onBudget Slack: An Experimental Research. African Journal of BusinessManagement vol 7(13),pp.1086-1079.

Garamfalvi, L. 1997. Corruption in The Public Expenditure Management Process.Paper presented at 8th International Anti-Corruption Conference, Peru 7-11September.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS : CetakanIV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Page 78: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

61

Gilardi, F. 2001. Principal-agent models go to Europe: Independent regulatoryagencies as ultimate step of delegation. Paper presented at the ECPR GeneralConference, Canterbury (UK), 6-8 September 2001.

Hagen, J.V. 2002. Fiscal rules, fiscal institutions, and fiscal performance. TheEconomic and Social review 33(3): 263-284.

Halim, A. dan Abdullah, S. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan diPemerintahan Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi. JurnalAkuntansi Pemerintah 2(1): 53-64.

James, W. 2006. A processual view of institutional change of the budget processwithin an Australian government–owned electricity corporation. InternationalJournal of Public Sector, 19(1), 5-39.

Jensen, M.C. and W.H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: ManagerialBehavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of FinancialEconomics.Vol.3.No.4.pp.305-360.

Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Jumaidi, L.T. 2014. Perilaku Legislatif dalam Praktik Penganggaran denganPendekatan Nilai – Nilai Kearifan Lokal. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi17 Mataram Lombok 24 -27 September 2014.

Kamaliah, D., Edfan dan Viorita, V. 2010. Pengaruh Perilaku Oportunistikterhadap Hubungan Partisipasi Anggaran dengan Kinerja Manajerial (StudiEmpiris pada Pegawai Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi di ProvinsiRiau). Jurnal Ekonomi Volume 18, Nomor 2 Juni 2010.

Keefer, P. and Khemani, S. 2003. The political economy of public expenditures.Background paper for WDR 2004: Making Service Work for Poor People. TheWorld Bank.

Latifah, N.P. 2010. Adakah Perilaku Oportunistik dalam Aplikasi Agency Theorydi Sektor Publik ?. Fokus Ekonomi Vol. 5 No. 2 Desember 2010 : 85 – 94.

Liza, N.B.A.Jamil. C.Z.M and Nor, N.A.M. 2013. Ethical Antecedents ofDysfunctional Behaviour in Performance Measurement and Control System.Asian Social Science ( 9)1.

Lupia, A. and McCubbins, M. 2000. Representation or abdication? How citizensuse institutions to help delegation succeed. European Journal of PoliticalResearch 37:291-307.

Magner, N. and G.G. Johnson. 1995. Municipal officials’ reactions to justice inbudgetary resource allocation. Public Administration Quarterly: 439-456.

Page 79: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

62

Magner, N.R., Johnson, G.G., Little, H.T. Staley, A.B. and Welker, R.B. 2006.The case of fair budgetary procedures. Managerial Auditing Journal, 21(4), 408-419.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:Penerbit Andi.

Maria, F.T. 2009. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah:Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. E-Jurnal UGM.

Martinez, J.V., Arze, J. and Boex, J. 2004. Corruption, Fiscal Policy, and FiscalManagement. Working Paper. Georgia State University.http://www.fiscalreform.net.

Maryono, R. 2013. Pengaruh Perubahan Dana Alokasi Umum TerhadapPerilakuOportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah. E-Jurnal UNP.

Mauro, P. 1998. Corruption and the composition of government expenditure.Journal of Public Economics 69: 263-279.

Oktririniatmaja, R. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana AlokasiUmum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran BelanjaModal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pada Pemerintah DaerahKabupaten/Kota di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. E-Journal UniversitasSebelas Maret.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang PedomanPengelolaan Keuangan Daerah.

Radebe, L.Z and Radebe, P.Q. 2014. Behavioural factors as determinants ofeffective budgeting process in public secondary schools. Mediterranian Journalof Social Science 5(23).

Raghunandan, M. Ramgulam,N and Raghunandan, K. 2012. Examining thebehavioural aspects of budgeting with particular emphasis on public sector/service budgets. International Journal of Business and Social Science 3(14).

Riharjo, I.B. dan Isnadi. 2010. Perilaku Oportunistik Pejabat Eksekutif dalamPenyusunan APBD ( Bukti Empiris atas Penggunaan Penerimaan Sumber DayaAlam). Jurnal Ekuitas Vol.14 No. 3 September:388-410.

Ritonga, I.T. dan M.I. Alam.2010. Apakah Incumbent Memanfaatkan AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Mencalonkan Kembali dalamPemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Jurnal Simposium NasionalAkuntansi XIII. Purwokerto.

Romarina, A. dan A. Makfatih. 2010. Faktor – Faktor Risiko Fiskal damPenganggaran Daerah. Jurnal BPPK Volume I.

Page 80: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

63

Seabright, P. 1996. Accountability and decentralisation in government: Anincomplete contracts models. European Economic Review 40:61-89.

Smith, R.W. and M. Bertozzi. 1998. Principals and agents: An explanatory modelof public budgeting. Journal of Public Budgeting, Accounting and FinancialManagement: 325-353.

Suartana, I.W. 2010. Akuntansi Keperilakuan: Teori dan Implementasi.Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Sujaie, A.F. 2013. Oportunisme Perumus Kebijakan Anggaran dalam PenyusunanAPBD Provinsi Jawa Timur Tahun 2013: Fenomena dalam Pelaksanaan BelanjaHibah dan Bansos. E-Journal UGM.

Sularso, H., Restianto, Y.E. dan Istiqomah, A.E. 2014. Determinan PerilakuOportunistik Penyusunan Anggaran (Studi pada Kabupaten/Kota di JawaTengah). Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 17 Mataram Lombok 24 -27September 2014.

Suryarini, T. 2012. Perilaku Oportunistk Legialtaif dalam Penganggaran Daerah:Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Jurnal ReviewAkuntansi dan Keuangan Vol. 2 No. 1 April 2012.

Tanzi, V. and Davoodi, H. 2002. Corruption, public investment, and growth,Governance, Corruption, & Economic Performance. Washington, D.C.:International Monetary Fund.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4437).

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan AntaraPemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4438).

Page 81: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

64

Lampiran 1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Variabel Penelitian Hasil

1. Abdullah danAsmara (2006)

Perilaku OportunistikLegislatif dalamPenganggaran Daerah

Var. DependenPerilaku oportunistik Legislatif (OL)Var. Independen PAD.Variabel control Jenis Pemerintahandan Letak Pemerintahan

1. Legislatif berperilaku oportunistik dalam pengalokasian sumberdayadi anggaran belanja

2. Perubahan pendapatan sendiri berpengaruh positif terhadapperilaku oportunistik legislative

3. Jenis pemerintah dan letak pemerintah tidak berpengaruh terhadapperilaku oportunistik legislatif

2. Riharjo danIsnadi (2010)

Perilaku Oportunistik PejabatEksekutif dalam PenyusunanAPBD ( Bukti Empiris atasPenggunaan PenerimaanSumber Daya Alam)

Var. DependenSlack Anggaran untuk belanjakemakmuran rakyat dari pendapatanSDA

Var. IndependenBelanja Pegawai, Belanja BarangJasa, Belanja ModalVariabel Moderasi yaitu perilakuoportunistik

1. Belanja pegawai langsung dan belanja modal yangditetapkan dalam APBD berpengaruh terhadap slack anggaranuntuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatan sumberdaya alam

2. Belanja barang dan jasa yang ditetapkan dalam APBD, tidakberpengaruh terhadap slack anggaran dalam penetapan alokasibelanja untuk kemakmuran rakyat yang berasal dari pendapatansumber daya alam

3. Perilaku oportunistik pejabat eksekutif mendorong pengaruhbelanja pegawai langsung dan belanja modal yang ditetapkandalam APBD terhadap meningkatnya slack anggaran

4. Perilaku oportunistik pejabat eksekutif mendorong pengaruhbelanja barang, jasa, modal yang ditetapkan dalam APBDterhadap meningkatnya slack anggaran

3. Asmara (2010) Analisis Perubahan AlokasiBelanja Dalam AnggaranPendapatan dan BelanjaDaerah (APBA) ProvinsiNaggroe Aceh Darussalam

Belanja Pegawai, Belanja BarangJasa, Belanja Modal dan Plafons

SILPA

1.Perubahan Belanja Pegawai berkorelasi dengan Belanja Barang Jasa2.Perubahan Belanja Pegawai dan Belanja Barang Jasa tidak

berkorelasi dengan Belanja Modal3.Pengaruh SILPA tahun sebelumnya terhadap Plafon SKPA dan Jenis

Belanja SKPA tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini.Meskipun SILPA tahun sebelumnya merupakan alasan utamadilakukannya perubahan APBA, ternyata penelitian ini menemukanhasil yang berbeda

Page 82: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

65

No Penulis Judul Variabel Penelitian Hasil

4. Latifah (2010) Adakah PerilakuOportunistik dalam AplikasiAgency Theory di SektorPublik ?

Adanya asimetri informasi di antara eksekutif-legislatif dan legislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi terjadinya perilakuoportunistik dalam proses penyusunan anggaran.

5. Oktriniatmaja(2011)

Pengaruh PAD, DAU danDAK terhadap PengalokasianAnggaran Belanja Modaldalam APBD PadaPemerintah DaerahKabupaten/Kota di PulauJawa, Bali dan NusaTenggara

Var. DependenAlokasi Belanja ModalVar. IndependenPAD, DAU dan DAK

1. PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif terhadap alokasi belanjamodal baik secara parsial maupun simultan.

2. Belanja modal dan PAD di Jawa lebih tinggi dari daerah di luarPulau Jawa

6. Maryono(2013)

Pengaruh Perubahan DanaAlokasi Umum terhadapPerilaku OportunistikLegislatif dalamPenganggaran Daerah

Var. DependenPerilaku Oportunistik Legislatifdalam penganggaran daerah

Var. IndependenDAU

1. Perubahan DAU berpengaruh signifikan positif terhadap perilakuoportunistik legislative dalam penganggaran daerah

7 Sularso dkk.(2014)

Determinan PerilakuOportunistik PenyusunanAnggaran (Studi padaKabupaten/Kota di JawaTengah)

Var. DependenPerilaku Oportunistik PenyusunanAnggaran

Var. IndependenPAD, SILPA, DAU

1. Semakin besar PAD maka semakin besar perilaku oportunistikpenyusunan anggaran.

2. Semakin besar SILPA semakin besar OPA3. Semakin besar DAU semakin besar OPA

Page 83: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

66

Lampiran 2

Data PAD, DAU dan SiLPA Kabupaten/Kota se-BaliTahun 2010-2014

(dalam jutaan rupiah)

NO URAIAN BADUNG BANGLI BULELENG GIANYAR JEMBRANA KARANGASEM KLUNGKUNG TABANAN DENPASAR1 PAD

2010 799,860 17,000 69,626 127,824 22,068 47,808 28,833 93,685 197,0452011 1,000,811 22,000 94,600 159,348 40,074 55,630 32,159 113,372 287,8072012 1,320,910 31,000 111,569 210,193 51,067 124,306 35,604 137,108 352,5112013 1,874,766 42,000 128,000 238,559 54,775 140,991 48,542 182,799 513,0622014 2,197,959 55,200 176,134 312,160 65,680 160,008 69,749 212,932 610,267

2 DAU2010 131,919 292,695 512,748 387,493 308,567 374,537 285,662 429,919 336,1252011 156,926 321,578 568,403 435,103 339,721 410,037 319,814 463,294 381,5382012 353,068 396,943 687,698 532,883 396,762 503,029 387,340 574,346 512,6662013 372,625 450,813 796,419 609,293 450,920 563,982 444,174 663,157 580,8082014 324,816 486,381 854,532 626,675 484,826 614,793 474,428 719,622 615,962

3 SILPA

2010 260,918 43,000 47,000 7,770 45,142 52,272 51,828 48,492 90,0002011 215,609 49,847 90,380 64,836 40,100 61,672 57,304 57,099 90,0002012 261,082 30,000 55,158 35,000 32,100 48,168 37,535 42,000 71,9312013 479,097 35,282 120,378 50,000 29,483 46,046 37,535 37,000 89,9802014 464,922 63,639 145,000 105,000 36,232 66,389 44,683 32,095 100,000

Page 84: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

67

Lampiran 3

Data Belanja Sektor Pendidikan, Kesehatan, PU, Hibah dan BansosKabupaten/Kota se-Bali Tahun 2010-2014

(dalam jutaan rupiah)

NO URAIAN BADUNG BANGLI BULELENG GIANYAR JEMBRANA KARANGASEM KLUNGKUNG TABANAN DENPASAR1 PENDIDIKAN

2010 329,230 143,276 354,776 280,562 94,075 297,974 164,857 256,859 273,5252011 343,721 208,801 566,305 387,365 153,250 401,053 207,724 384,014 355,0872012 438,683 199,595 577,837 425,515 233,110 400,782 232,853 420,298 363,9292013 558,555 232,292 673,738 465,877 269,578 431,205 215,135 459,735 345,5252014 643,598 325,671 737,482 451,536 281,793 509,895 225,209 565,911 408,883

2 KESEHATAN2010 80,732 39,555 84,936 81,906 25,106 55,813 57,678 105,125 93,8772011 89,148 57,918 109,755 105,192 62,777 60,837 61,074 115,830 116,9812012 169,214 72,357 124,696 103,841 82,453 136,644 72,879 139,790 137,8002013 196,054 75,435 158,484 138,317 89,495 129,684 84,406 172,562 177,0092014 240,094 51,282 197,632 158,149 98,414 119,200 112,620 202,270 210,613

3 PU2010 102,664 58,449 32,377 62,242 32,812 48,336 30,438 18,392 37,5152011 134,542 84,728 36,137 51,502 25,682 22,966 45,352 27,157 53,0402012 295,498 90,691 42,297 81,203 37,030 45,279 62,725 85,755 98,3642013 59,920 73,401 85,093 117,994 52,459 63,611 59,999 109,793 142,3562014 769,640 94,782 152,160 154,535 68,121 101,055 47,292 118,018 150,206

4 HIBAH2010 55,342 32,099 56,590 10,153 25,515 20,941 24,418 59,271 25,8562011 51,022 6,349 17,635 17,581 13,538 10,855 8,152 22,920 61,5212012 42,922 8,014 58,780 29,364 19,697 29,628 4,704 21,250 16,9622013 63,546 20,350 28,710 23,053 12,411 27,188 46,543 24,453 26,6652014 76,625 35,076 28,000 23,882 16,484 30,436 41,666 32,355 33,617

Page 85: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

68

NO URAIAN BADUNG BANGLI BULELENG GIANYAR JEMBRANA KARANGASEM KLUNGKUNG TABANAN DENPASAR5 BANSOS

2010 20,533 17,452 5,695 6,200 18,454 14,748 12,500 9,140 11,8752011 20,933 6,311 5,903 14,514 13,588 17,997 9,331 7,523 11,4942012 49,363 768.0000 2,170 667 60 274 7,570 - -2013 55,002 5,036 4,915 8,475 3,410 2,955 551 6,000 1632014 34,150 4,473 4,515 9,989 3,450 3,000 2,082 6,000 325

6 TOTALBELANJA2010 1,323,217 472,198 794,343 666,231 469,377 628,626 453,759 696,623 819,3712011 1,502,159 567,442 1,035,922 862,984 574,028 722,529 511,671 817,013 1,027,8352012 2,051,316 596,749 1,158,640 1,006,519 640,724 984,323 590,254 996,252 1,218,2922013 2,859,794 688,479 1,401,594 1,156,799 720,055 1,049,659 647,135 1,142,531 1,353,9882014 3,269,667 784,774 1,605,092 1,285,370 798,332 1,155,747 710,072 1,287,757 1,552,521

Page 86: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

69

Lampiran 4

Perhitungan Spread PAD, DAU, SILPA dan OPA

(dalam jutaan rupiah)

URAIAN BADUNG BANGLI BULELENG GIANYAR JEMBRANA KARANGASEM KLUNGKUNG TABANAN DENPASARΔ PAD2011-2010 200,951 5,000 24,974 31,524 18,006 7,822 3,326 19,687 90,7622012-2011 320,099 9,000 16,969 50,845 10,993 68,676 3,445 23,736 64,7042013-2012 553,856 11,000 16,431 28,366 3,708 16,685 12,938 45,691 160,5502014-2013 323,193 13,200 48,134 73,602 10,905 19,017 21,208 30,132 97,205ΔDAU2011-2010 25,007 28,883 55,655 47,610 31,154 35,500 34,152 33,375 45,4132012-2011 196,142 75,365 119,295 97,780 57,041 92,992 67,526 111,052 131,1282013-2012 19,557 53,870 108,722 76,410 54,157 60,953 56,834 88,810 68,1412014-2013 (47,810) 35,568 58,113 17,381 33,906 50,812 30,254 56,465 35,154ΔSILPA2011-2010 (45,310) 6,847 43,380 57,066 (5,042) 9,400 5,476 8,607 -2012-2011 45,474 (19,847) (35,222) (29,836) (8,000) (13,504) (19,768) (15,099) (18,069)2013-2012 218,014 5,282 65,220 15,000 (2,617) (2,122) - (5,000) 18,0492014-2013 (14,174) 28,357 24,622 55,000 6,749 20,343 7,147 (4,905) 10,020ΔPENDIDIKAN2011-2010 - - - - - - - - -2012-2011 - 9,206 - - - 271 - - -2013-2012 - - - - - - 17,718 - 18,4032014-2013 - - - 14,341 - - - - -

Page 87: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

70

URAIAN BADUNG BANGLI BULELENG GIANYAR JEMBRANA KARANGASEM KLUNGKUNG TABANAN DENPASARΔ KESEHATAN2011-2010 - - - - - - - - -2012-2011 - - - 1,351 - - - - -2013-2012 - - - - - 6,960 - - -2014-2013 - 24,153 - - - 10,484 - - -Δ PU2011-2010 31,878 26,279 3,760 - - - 14,914 8,765 15,5252012-2011 160,956 5,963 6,160 29,701 11,348 22,313 17,373 58,598 45,3242013-2012 264,422 - 42,796 36,791 15,429 18,332 - 24,038 43,9922014-2013 209,720 21,381 67,067 36,541 15,662 37,444 - 8,225 7,850Δ HIBAH2011-2010 - - - 7,428 - - - - 35,6652012-2011 - 1,665 41,145 11,783 6,159 18,773 - - -2013-2012 20,624 12,336 - - - - 41,839 3,203 9,7032014-2013 13,079 14,726 - 829 4,073 3,248 - 7,902 6,952Δ BANSOS2011-2010 400 - 208 8,314 - 3,249 - - -2012-2011 28,430 - - - - - - - -2013-2012 5,639 4,268 2,745 7,808 3,350 2,681 - - -2014-2013 - - - 1,514 40 45 1,531 - 162OPA2011-2010 32,278 26,279 3,968 15,742 - 3,249 14,914 8,765 51,1902012-2011 189,386 16,834 47,305 42,835 17,507 41,357 17,373 58,598 45,3242013-2012 290,685 16,604 45,541 44,599 18,779 27,973 59,557 27,241 72,0982014-2013 222,799 60,260 67,067 53,225 19,775 51,221 1,531 16,127 14,964

Page 88: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

71

Lampiran 5

Data Rasio Belanja Kabupaten/Kota se-Bali

Tahun 2010-2014

(dalam perseratus)

NO URAIAN BDG BGL BLL GNR JBR KRG KLK TBN DPS1 PENDIDIKAN

2010 25 30 45 42 20 47 36 37 332011 23 37 55 45 27 56 41 47 352012 21 33 50 42 36 41 39 42 302013 20 34 48 40 37 41 33 40 262014 20 41 46 35 35 44 32 44 26

2 KESEHATAN2010 6 8 11 12 5 9 13 15 112011 6 10 11 12 11 8 12 14 112012 8 12 11 10 13 14 12 14 112013 7 11 11 12 12 12 13 15 132014 7 7 12 12 12 10 16 16 14

3 PU2010 8 12 4 9 7 8 7 3 52011 9 15 3 6 4 3 9 3 52012 14 15 4 8 6 5 11 9 82013 20 11 6 10 7 6 9 10 112014 24 12 9 12 9 9 7 9 10

4 HIBAH2010 4 7 7 2 5 3 5 9 32011 3 1 2 2 2 2 2 3 62012 2 1 5 3 3 3 1 2 12013 2 3 2 2 2 3 7 2 22014 2 4 2 2 2 3 6 3 2

5 BANSOS2010 2 4 1 1 4 2 3 1 12011 1 1 1 2 2 2 2 1 12012 2 0 0 0 0 0 1 - -2013 2 1 0 1 0 0 0 1 02014 1 1 0 1 0 0 0 0 0

Page 89: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

72

Lampiran 6

Data Spread APBD Kabupaten/Kota Tahun 2010-2014

NOMOR URAIAN X1 X2 X3 Y

Δ PAD Δ DAU Δ SiLPA OPA

1 Badung 1 200,951.00 25,007.00 -45,309.87 32,278.00

2 Bangli 1 5,000.00 28,883.00 6,846.69 26,279.00

3 Buleleng 1 68,231.69 59,510.25 11,431.59 48,415.28

4 Gianyar 1 31,524.00 47,610.00 57,066.19 15,742.00

5 Jembrana 1 18,006.00 31,154.00 -5,042.11 0.00

6 Karangasem 1 7,822.00 35,500.00 9,400.05 3,249.00

7 Klungkung 1 3,326.00 34,152.00 5,475.95 14,914.00

8 Tabanan 1 19,687.00 33,375.00 8,607.11 8,765.00

9 Denpasar 1 90,762.00 45,413.00 0.00 51,190.00

10 Badung 2 320,099.48 196,141.91 45,473.64 189,386.00

11 Bangli 2 9,000.00 75,364.91 -19,846.69 16,834.00

12 Buleleng 2 16,969.02 119,294.70 -35,222.20 47,305.00

13 Gianyar 2 50,844.68 97,780.00 -29,836.18 42,835.00

14 Jembrana 2 10,992.99 57,041.34 -8,000.00 17,507.00

15 Karangasem 2 68,675.93 92,991.93 -13,504.36 41,357.00

16 Klungkung 2 3,444.69 67,526.10 -19,768.25 17,373.00

17 Tabanan 2 23,735.83 111,052.24 -15,099.42 58,598.00

18 Denpasar 2 68,231.69 59,510.25 11,431.59 48,415.28

19 Badung 3 68,231.69 59,510.25 11,431.59 48,415.28

20 Bangli 3 11,000.00 53,869.78 5,281.93 16,604.00

21 Buleleng 3 16,430.98 108,721.52 65,219.70 45,541.00

22 Gianyar 3 28,366.24 76,410.27 15,000.00 44,599.00

23 Jembrana 3 3,708.12 54,157.39 -2,617.21 18,779.00

24 Karangasem 3 16,685.30 60,952.86 -2,121.84 27,973.00

25 Klungkung 3 12,938.00 56,833.92 0.00 59,557.00

26 Tabanan 3 45,691.28 88,810.35 -5,000.00 27,241.00

27 Denpasar 3 160,550.30 68,141.26 18,049.04 72,098.00

28 Badung 4 68,231.69 59,510.25 11,431.59 48,415.28

29 Bangli 4 68,231.69 59,510.25 11,431.59 48,415.28

30 Buleleng 4 48,133.80 58,113.03 24,622.49 67,067.00

31 Gianyar 4 73,601.52 17,381.34 55,000.00 53,225.00

32 Jembrana 4 10,905.13 33,906.08 6,749.16 19,775.00

33 Karangasem 4 19,017.14 50,811.68 20,343.43 51,221.00

34 Klungkung 4 21,207.76 30,253.78 7,147.38 1,531.00

35 Tabanan 4 30,132.49 56,464.94 -4,905.18 16,127.00

36 Denpasar 4 68,231.69 59,510.25 11,431.59 48,415.28

Page 90: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

73

Lampiran 7

Statistik Deskriptif

Statistics

36 36 36 360 0 0 0

49683.30 63060.47 5905.5272 38762.2710518.83 5606.923 3943.548 5376.96426051.03 58811.64 6797.9247 42096.0068231.69 59510.25 11431.59 48415.2863112.97 33641.54 23661.29 32261.78

4E+009 1E+009 6E+008 1E+009316773.48 178760.56 110529.58 189386.00

3326.00 17381.34 -45309.87 .00320099.48 196141.91 65219.70 189386.00

1788599 2270177 212598.98 1395442

ValidMissing

N

MeanStd. Error of MeanMedianModeStd. DeviationVarianceRangeMinimumMaximumSum

PAD DAU SiLPA OPA

Page 91: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

74

Lampiran 8

Hasil Uji Asumsi Klasik

NPar Tests-Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

36.000000013151.98

.153

.153-.081.915.372

NMeanStd. Deviation

Normal Parametersa,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Unst.Residual

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Regression-Uji Heteroskedastisitas

Variables Entered/Removedb

SiLPA,DAU, PAD

a . Enter

Model1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: Abs. Unst. Residualb.

Coefficientsa

11824.735 2926.042 4.041 .000-.017 .025 -.126 -.673 .506-.026 .046 -.105 -.568 .574.114 .059 .323 1.938 .062

(Constant)PADDAUSiLPA

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: Abs. Unst. Residuala.

Page 92: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

75

Page 93: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

76

Lampiran 9

Hasil Analisis Regresi

Descriptive Statistics

38762.27 32261.78149 3649683.30 63112.96795 3663060.47 33641.54023 36

5905.5272 23661.28646 36

OPAPADDAUSiLPA

Mean Std. Deviation N

Correlations

1.000 .785 .720 .328.785 1.000 .452 .148.720 .452 1.000 .047.328 .148 .047 1.000

. .000 .000 .025.000 . .003 .195.000 .003 . .392.025 .195 .392 .

36 36 36 3636 36 36 3636 36 36 3636 36 36 36

OPAPADDAUSiLPAOPAPADDAUSiLPAOPAPADDAUSiLPA

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

N

OPA PAD DAU SiLPA

Variables Entered/Removedb

SiLPA,DAU, PAD

a . Enter

Model1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: OPAb.

Page 94: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

77

Model Summaryb

.913a .834 .81813754.66785 .834 53.517 3 32 .000 2.099Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

Change StatisticsDurbin-Watson

Predictors: (Constant), SiLPA, DAU, PADa.

Dependent Variable: OPAb.

ANOVAb

3E+010 3 1.012E+010 53.517 .000a

6E+009 32 189190887.74E+010 35

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), SiLPA, DAU, PADa.

Dependent Variable: OPAb.

Coefficientsa

-4938.8804943.024 -.999 .325 -15007.4915129.731.277 .042 .541 6.630 .000 .192 .362 .785 .761 .478 .780 1.282.446 .077 .465 5.759 .000 .288 .604 .720 .713 .415 .796 1.257.308 .099 .226 3.102 .004 .106 .511 .328 .481 .224 .978 1.023

(Constant)PADDAUSiLPA

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Lower BoundUpper Bound95% Confidence Interval for B

Zero-orderPartial PartCorrelations

ToleranceVIFCollinearity Statistics

Dependent Variable: OPAa.

Coefficient Correlationsa

1.000 .022 -.142.022 1.000 -.450

-.142 -.450 1.000.010 .000 -.001.000 .006 -.001

-.001 -.001 .002

SiLPADAUPADSiLPADAUPAD

Correlations

Covariances

Model1

SiLPA DAU PAD

Dependent Variable: OPAa.

Page 95: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

78

Collinearity Diagnosticsa

2.605 1.000 .03 .05 .02 .02.887 1.713 .01 .00 .01 .96.404 2.538 .13 .82 .02 .01.104 5.014 .83 .13 .95 .00

Dimension1234

Model1

EigenvalueCondition

Index (Constant) PAD DAU SiLPAVariance Proportions

Dependent Variable: OPAa.

Residuals Statisticsa

11443.54 185131.4 38762.27 29459.26032 36-26875.0 35555.79 .00000 13151.97802 36

-.927 4.969 .000 1.000 36-1.954 2.585 .000 .956 36

Predicted ValueResidualStd. Predicted ValueStd. Residual

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: OPAa.

Page 96: PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN DI ...

71

Lampiran 10

Tabel Durbin WatsonSignifinance points for dL and dU at 0,05 level of significance

Sumber : Ghozali, 2011: 433

N

k=1 k=2 k=3 k=4 k=5

dL dU dL dU dL dU dL dU dL dU

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

0.6102

0.6996

0.7629

0.8243

0.8791

0.9273

0.9708

1.0097

1.0450

1.0770

1.1062

1.1330

1.1576

1.1804

1.2015

1.2212

1.2395

1.2567

1.2728

1.2879

1.3022

1.3157

1.3284

1.3405

1.3520

1.3630

1.3734

1.3834

1.3929

1.4019

1.4107

1.4190

1.4270

1.4347

1.4421

1.4002

1.3564

1.3324

1.3199

1.3197

1.3241

1.3314

1.3404

1.3503

1.3605

1.3709

1.3812

1.3913

1.4012

1.4107

1.4200

1.4289

1.4375

1.4458

1.4537

1.4614

1.4688

1.4759

1.4828

1.4894

1.4957

1.5019

1.5078

1.5136

1.5191

1.5245

1.5297

1.5348

1.5396

1.5444

0.4672

0.5591

0.6291

0.6972

0.7580

0.8122

0.8612

0.9054

0.9455

0.9820

1.0154

1.0461

1.0743

1.1004

1.1246

1.1471

1.1682

1.1878

1.2063

1.2236

1.2399

1.2553

1.2699

1.2837

1.2969

1.3093

1.3212

1.3325

1.3433

1.3537

1.3635

1.3730

1.3821

1.3908

1.8964

1.7771

1.6993

1.6413

1.6044

1.5794

1.5621

1.5507

1.5432

1.5386

1.5361

1.5353

1.5355

1.5367

1.5385

1.5408

1.5435

1.5464

1.5495

1.5528

1.5562

1.5596

1.5631

1.5666

1.5701

1.5736

1.5770

1.5805

1.5838

1.5872

1.5904

1.5937

1.5969

1.6000

0.3674

0.4548

0.5253

0.5948

0.6577

0.7147

0.7667

0.8140

0.8572

0.8968

0.9331

0.9666

0.9976

1.0262

1.0529

1.0778

1.1010

1.1228

1.1432

1.1624

1.1805

1.1976

1.2138

1.2292

1.2437

1.2576

1.2707

1.2833

1.29531.3068

1.3177

1.3283

1.3384

2.2866

2.1282

2.0163

1.9280

1.8640

1.8159

1.7788

1.7501

1.7277

1.7101

1.6961

1.6851

1.6763

1.6694

1.6640

1.6597

1.6565

1.6540

1.6523

1.6510

1.6503

1.6499

1.6498

1.6500

1.6505

1.6511

1.6519

1.6528

1.65391.6550

1.6563

1.6575

1.6589

0.2957

0.3760

0.4441

0.5120

0.5745

0.6321

0.6852

0.7340

0.7790

0.8204

0.8588

0.8943

0.9272

0.9578

0.9864

1.0131

1.0381

1.0616

1.0836

1.1044

1.1241

1.1426

1.1602

1.1769

1.1927

1.2078

1.2221

1.2358

1.2489

1.2614

1.2734

1.2848

2.5881

2.4137

2.2833

2.1766

2.0943

2.0296

1.9774

1.9351

1.9005

1.8719

1.8482

1.8283

1.8116

1.7974

1.7855

1.7753

1.7666

1.7591

1.7527

1.7473

1.7426

1.7386

1.7352

1.7323

1.7298

1.7277

1.7259

1.7245

1.7233

1.7223

1.7215

1.7209

0.2427

0.3155

0.3796

0.4445

0.5052

0.5620

0.6150

0.6641

0.7098

0.7523

0.7918

0.8286

0.8629

0.8949

0.9249

0.9530

0.9794

1.0042

1.0276

1.0497

1.0706

1.0904

1.1092

1.1270

1.1439

1.1601

1.1755

1.1901

1.2042

1.2176

1.2305

2.8217

2.6446

2.5061

2.3897

2.2959

2.2198

2.1567

2.1041

2.0600

2.0226

1.9908

1.9635

1.9400

1.9196

1.9018

1.8863

1.8727

1.8608

1.8502

1.8409

1.8326

1.8252

1.8187

1.8128

1.8076

1.8029

1.7987

1.7950

1.7916

1.7886

1.7859

79