perikoronitis

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pasien seringkali datang ke dokter gigi dengan keluhan nyeri pada gigi molar ketiga rahang bawah. Gigi molar ketiga rahang bawah seharusnya bisa dipertahankan apabila gingiva sekitarnya normal, sedikit atau bahkan tidak terdapat poket periodontal, tidak berdarah maupun tidak mengeluarkan sekret purulen pada saat probing, akumulasi plak sedikit, tidak ada keluhan rasa sakit, dan oklusi dengan gigi lawan normal. Kondisi patologis yang umumnya ditemukan pada molar ketiga yang impaksi baik total maupun sebagian meliputi karies, resorpsi akar, terbentunya kista, periodontitis, infeksi periapikal, tumor odontogen jinak maupun ganas, dan perikoronitis. Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operculum) yang bagian paling besar / utama dari jaringan lunak tersebut berada di atas / menutupi mahkota gigi. Gigi yang paling sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga mandibula. Infeksi yang terjadi disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan debris 1

description

etiologi, patogenesis, pencegahan perikoronitis

Transcript of perikoronitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, pasien seringkali datang ke dokter gigi dengan keluhan

nyeri pada gigi molar ketiga rahang bawah. Gigi molar ketiga rahang bawah

seharusnya bisa dipertahankan apabila gingiva sekitarnya normal, sedikit atau

bahkan tidak terdapat poket periodontal, tidak berdarah maupun tidak

mengeluarkan sekret purulen pada saat probing, akumulasi plak sedikit, tidak

ada keluhan rasa sakit, dan oklusi dengan gigi lawan normal.

Kondisi patologis yang umumnya ditemukan pada molar ketiga yang

impaksi baik total maupun sebagian meliputi karies, resorpsi akar,

terbentunya kista, periodontitis, infeksi periapikal, tumor odontogen jinak

maupun ganas, dan perikoronitis.

Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak

perikoronal (operculum) yang bagian paling besar / utama dari jaringan lunak

tersebut berada di atas / menutupi mahkota gigi. Gigi yang paling sering

mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga mandibula. Infeksi

yang terjadi disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan debris yang

terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak diatasnya. (Anand

Collind, 2008)

Perikoronitis terjadi dari kontaminasi bakteri dibawah operculum,

mengakibatkan pembengkakan gingiva, kemerahan dan halitosis. Timbulnya

sakit merupakan salah satu variabel, tetapi ketidaknyamanan yang dirasa

biasanya mirip dengan gingivitis, abses periodontal dan tonsilitis. Sering

timbul gejala limphadenopati regional, malaise, dan demam. Jika edema atau

selulitis meluas mengenai otot masseter maka sering disertai trismus.

Perikoronitis sering kali diperparah oleh sakit yang ditimbulkan oleh trauma

dari gigi antagonisnya selama proses menutup mulut. (Anand Collind, 2008)

11

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana impaksi makanan menjadi faktor penyebab perikoronitis

khusunya pada molar ketiga rahang bawah?

2. Bagaimana cara mencegah terjadinya perikoronitis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dampak impaksi makanan terutama pada operculum molar

ketiga rahang bawah.

2. Mengetahui cara mencegah terjadinya perikoronitis pada molar ketiga

rahang bawah

3. Mengetahui perawatan yang dilakukan pada molar ketiga rahang bawah

yang mengalami perikoronitis.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perikoronitis

Perikoronitis adalah pembengkakan merah pada jaringan lunak yang

mengelilingi mahkota gigi yang baru sebagian tumbuh (erupsi). Pembengkakan

berkisar dari lunak ke keras dan dapat berkembang menjadi kumpulan bonggol-

bonggol kecil pada jaringan. Apabila sudah timbul pernanahan maka disebut abses

perikoronal. (Patterson, 2004)

Nyeri akan terasa pada saat mengunyah atau membuka dan menutup

mulut. Perikoronitis sering terjadi pada molar ketiga (wisdom teeth) tetapi dapat

pula terjadi pada setiap gigi yang belum erupsi sempurna. Perikoronitis umumnya

terjadi pada remaja dan dewasa muda, dan menyebabkan nyeri yang hebat,

pembengkakan, dan pengeringan spontan pada infeksi. Perikoronitis merupakan

suatu kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul

berulang bila molar belum erupsi sempurna. Akibatnya, dapat terjadi destruksi

tulang di antara gigi molar dan gigi sebelahnya. (Patterson, 2004)

Perikoronitis umumnya disebabkan oleh bakteri dan plak dari sisa-sisa

makanan yang terselip di interdental atau saku gusi (food impaction).

2.2 Epidemiologi

Perikoronitis lebih sering mengenai molar tiga pada rahang bawah

dibandingkan molar tiga rahang atas. Hal ini disebabkan insidensi terhadap

impaksi partial pada rahang atas lebih jarang terjadi dan juga berhubungan dengan

jarak dengan anterior border mandibula. Predileksi perikoronitis terhadap molar

tiga berkaitan dengan umur erupsi gigi. Sebagian besar kasus sering terjadi pada

umur dewasa muda. Tercatat dari 245 pasien didapatkan 81% berumur 20-29

tahun dan 13% berumur 30-39 tahun. (Mansjoer Arif, 2000)

33

2.3 Faktor Risiko

Faktor risiko perikoronitis menurut British Association of Oral and

Maxillofocal Surgeons meliputi :

1. Keadaan dimana gigi sedang mengalami erupsi, terutama gigi molar tiga.

2. Terbentuknya lapisan gusi karena erupsi gigi.

3. Keadaan gigi yang bersinggungan dengan jaringan perikoronal gigi yang

tidak erupsi atau erupsi sebagian.

4. Riwayat perikoronitis sebelumnya.

5. Oral hygiene yang buruk.

6. Infeksi saluran nafas.

2.4 Etiologi

Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini

penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Beberapa literatur menghubungkan

penyebab infeksi ini dari flora normal mulut. Adanya keterlibatan Streptococcus

viridans, Spirochaeta dan Fussobacteria. Penelitian lain mengatakan adanya

campuran infeksi Prevotella intermedia, Peptostreptococcus micros,

Fusobacterium nucleatum, Actinomycetes comitans, Veilonella dan

Capnosytopaga. Walaupun infeksi perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri

anaerob, tetapi penyebab mikro organismenya berbeda dengan yang melibatkan

periodontitis. Hal ini berkaitan erat dengan patogenesis dimana peradangan terjadi

akibat adanya celah pada perikoronal yang menjadi media subur bagi koloni

bakteri, disertai berbagai trauma dari gigi yang bersebelahan. Faktor lain yang

berperan diantaranya stress emosional, merokok, daya tahan tubuh yang rendah,

penyakit sistemik, dan infeksi saluran pernafasan atas. (Mansjoer Arif, 2000)

2.5 Gejala Klinis

a. Tampak berwarna merah

b. Bengkak

c. Lesi supuratif lunak

d. Nyeri menyebar ke telinga, tenggorokan, dan dasar mulut

4

(Carranza, 2006)

2.6 Komplikasi

Komplikasi perikoronitis antara lain:

1. Perikoronal abses terjadi apabila peradangan / infeksi lebih terlokalisasi.

2. Disfagia terjadi apabila infeksi menyebar ke arah posterior menuju ke

ruang oropharyngeal atau kearah medial pada bagian dasar lidah.

3. Trismus terjadi karena kelainan pada TMJ.

4. Komplikasi toksik sistemik seperti demam, leukositosis, dan malaise.

5. Pembesaran kelenjar getah bening submaxilla, servikal posterior, deep

cervical, dan retrofaring.

(Carranza, 2006)

2.7 Prognosis

Prognosis penyakit perikoronitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal

dapat diobati dengan obat-obatan dari golongan antibiotik jika disebabkan oleh

infeksi. Pada kasus perikoronitis berulang sebaiknya dilakukan pencabutan untuk

menghindari berbagai komplikasi yang kemungkinan akan timbul jika tidak

dilakukan pencabutan sedini mungkin.

5

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab Perikoronitis

Penyebab perikoronitis yang paling umum adalah makanan, bakteri, dan

plak yang terjebak dalam celah jaringan gingiva yang tertutup. Celah tersebut

terjadi pada saat molar mulai erupsi ke permukaan jaringan gingiva. Sebelum

erupsi melalui gingiva, jaringan gingiva menutupi area tersebut seluruhnya,

namun seiring munculnya gigi ke permukaan, hanya sebagian gigi yang

terlindungi oleh gingiva.

Hal ini yang menyebabkan terbentuknya celah dimana makanan dan

bakteri dengan mudah terjebak tetapi sulit untuk dibersihkan. Kadangkala jika

gigi rahang atas telah erupsi sempurna sedangkan gigi rahang bawah masih

tertutupi oleh gingiva maka saat oklusi gigi rahang atas akan merusak gingiva

yang masih menutupi gigi rahang bawah sehingga akan memperburuk keadaan.

6

6

3.2 Patogenesis

Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris

dan bakteri di saku gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya

akumulasi dari plak dan sisa-sisa makanan di saku gusi perikoronal sulit diraih

saat membersihkan gigi. Pada saku gusi perikoronal ini akan terjadi proses

inflamasi akut dengan gejala-gejala inflamasi, sedangkan bila proses inflamasi

kronis bisa timbul gejala ataupun tanpa gejala. Apabila debris dan bakteri

terperangkap jauh ke dalam saku gusi perikoronal maka akan terbentuk abses.

Inflamasi bisa juga terjadi karena trauma yang dihasilkan dari erupsi gigi molar

rahang atas.

7

Perikoronitis dapat bersifat akut dan kronis. Gejala utama pada tahap

akut adalah rasa nyeri sedangkan perikoronitis kronis hanya menunjukkan sedikit

gejala. Eksudat dapat terjadi pada kedua tahap ini. Gejala pada tahap awal

mungkin tidak berbeda dengan gejala pada proses tumbuh gigi. Pertama kali

individu menyadari tumbuhnya gigi atau area di sekitar gigi kemudian timbul rasa

sedikit tidak nyaman yang dirasakan semakin bertambah parah karena area

retromolar tergigit atau tertekan.

Tahap berikutnya timbul nyeri dan terbatasnya gerakan rahang. Hal ini

disebabkan oleh stimulasi reseptor syaraf nyeri, namun bisa juga karena stimulasi

otot terdekat yaitu otot temporalis. Oleh karena itu observasi menggunakan

elektromiograf diperlukan pada kondisi seperti ini.

Daerah yang terinfeksi terlihat ginggiva yang hiperemi, bengkak, dan

mengkilat daripada daerah gingiva yang lain. Kadang sudah timbul pus, disebut

perikoronal abses, pus dapat keluar melalui marginal. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan tanda-tanda keradangan yaitu:

1. rubor : permukaan kulit atau mukosa kemerahan akibat vasodilatasi dan

proliferasi pembuluh darah.

2. tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi pus atau keluarnya

plasma ke jaringan.

3. calor : teraba hangat saat palpasi karena terjadi peningkatan aliran darah ke

area infeksi

4. dolor : terasa sakit karena adanya stimulasi ujung syaraf oleh mediator

inflamasi

5. fungsiolasea : terdapat masalah dengan proses mastikasi, trismus, disfagia,

dan gangguan pernafasan.

3.2 Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral.

Dilakukan pemeriksan itegral (inspeksi, palpasi, perkusi) kulit wajah, kepala,

8

leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula dan

krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang

fascia, trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi

yang karies, kedalaman karies, vitalitas gigi, lokasi pembengkakan, fistula dan

mobilitas gigi.

Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis

adalah pemeriksaan kultur, foto rongent dan CT scan (bila diperlukan). Bila

infeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan

pemeriksaan CT scan, foto rongent panoramik sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis. CT scan harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang

fascia di daerah mata atau leher.

3.3 Manifestasi Klinis

Biasanya terjadi secara unilateral. Perikoronitis terbagi dalam bentuk

manifestasi :

i. Perikoronitis Akut:

a. Rasa sakit menusuk yang hilang timbul.

b. Trismus dan disfagia.

c. Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemis, dan disertai

supurasi.

d. Limfadenopati submandibular.

e. Rasa sakit yang pada mulanya lebih terlokalisasi dan selanjutnya

menyebar ke bagian telinga, tenggorokan, serta dasar mulut.

f. Sakit pada palpasi.

g. Rasa tidak enak (foul taste).

ii. Perikoronitis subakut:

h. Peradangan dan supurasi di operkulum berkurang.

i. Rasa sakit tumpul yang terus menerus.

j. Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernapasan,

dan sakit pada nodul submandibular.

iii. Perikoronitis kronik:

9

k. Rasa sakit tumpul yang kambuh secara periodik.

l. Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran kawah yang radiolusen.

m. Pembentukkan kista paradental.

3.4 Pencegahan

a. Sikat gigi

Sikat gigi pertama ditemukan di Cina pada tahun 1600an dan kemudian

dipatenkan di Amerika tahun 1857. Sikat gigi berkembang di ukuran dan

desain seperti panjang, kekerasan dan pengaturan bulu sikatnya. American

Dental Association telah menggambarkan berbagai dimensi sikat gigi yang

baik. Sebuah sikat gigi harus dapat meraih dan secara efisien membersihkan

permukaan gigi sehingga tidak ada impaksi makanan yang menimbulkan plak

dan oral hygiene tetap terjaga. Jika oral hygiene baik maka koloni bakteri

tidak akan tumbuh subur sehingga tidak menimbulkan peradangan pada

perikoronal.

Pasta gigi membantu membersihkan dan memoles permukaan gigi.

Mereka banyak digunakan terutama dalam bentuk pasta, walaupun bubuk dan

gel juga tersedia. Pasta gigi terbuat dari bahan-bahan abrasif seperti silicon

oxides, aluminum oxides, and granular polyvinyl chlorides, air, humectants,

sabun atau detergent, flavoring and sweetening agents, therapeutic agents

seperti fluorides and pyrophospates, bahan pewarna dan pengawet.

Pasta gigi harus cukup abrasif untuk pembersihan dan pemolesan yang

memuaskan tetapi harus tetap memberikan perlindungan dari gerakan sikat

yang agresif.

10

b. Dental floss

Dental foss adalah alat yang paling banyak dianjurkan untuk menghapus

plak dari permukaan gigi proksimal. Floss tersedia sebagai benang nilon

multifilamen yang bengkok atau tak bengkok, terikat atau tak terikat, tebal atau

tipis, dan lain lain. Pemilihan tipe dental floss bergantung pada penggunaan

dan pribadi masing-masing.

3.4 Perawatan

Fokus perawatan adalah menanggulangi infeksi. Namun strategi

perawatan tergantung dari dua faktor, pertama dari beratnya infeksi dan yang

kedua penyebaran dari infeksi tersebut. Perikoronitis yang terlokalisasi dan dalam

tahap ringan-sedang dapat ditangani secara konservatif yaitu dengan debridemen

dan drainase dari pericoronal pocket. Jika terdapat abses maka harus dilakukan

drainase yang dilakukan dengan cara insisi. Monitoring pasca perawatan

diperlukan untuk memastikan resolusi dari fase akut. Setelah itu perlu dilakukan

koreksi secara operatif salah satunya adalah reseksi jaringan perikoronal untuk

mencegah berulangnya infeksi. Umumnya debridemen dan drainase memberikan

hasil berupa pengurangan gejala namun beberapa klinisi menggunakan antibiotik

sistemik dan sebagian lagi menggunakan antibiotik topikal walaupun keuntungan

baik dari segi efektifitas dan biaya belum diketahui.

Jika gigi yang terkena nonfungsional atau dianggap tidak dapat

digunakan karena malposisi atau alasan lain ekstraksi biasanya dianggap patut

untuk dilakukan. Jika perikoronitis terbatas dan tidak ada tanda-tanda abses, maka

dapat langsung dilakukan ekstraksi atau ditunggu sampai fase akut terlewati

namun jika terdapat pus sebelumnya dilakukan irigasi dan drainase, dan jika

dalam keadaan gawat darurat perlu diberikan antibiotik profilaksis sesudah

ektraksi. Dalam keadaan perikoronitis dengan tanda adanya penjalaran regional

maka terapi dilakukan seperti diatas dan ditambah dengan terapi antimikroba

secepatnya. Ekstraksi ditunda sampai infeksi telah terlokalisir atau hilang.

11

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Perikoronitis adalah pembengkakan merah pada jaringan lunak yang

mengelilingi mahkota gigi yang baru sebagian tumbuh (erupsi).

b. Penyebab perikoronitis yang paling umum adalah makanan, bakteri, dan

plak yang terjebak dalam celah antara jaringan gingiva dan gigi yang

belum erupsi sempurna.

c. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan

bakteri di saku gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi.

Akumulasi plak dari sisa-sisa makanan di saku gusi tersebut susah

dibersihkan, kemudian berkoloni dan tumbuh subur pada celah perikoronal

tersebut.

d. Perikoronitis terbagi menjadi perikoronitis akut, perikoronitis sub akut dan

perikoronitis kronis.

e. Pencegahan perikoronitis dapat dilakukan dengan pemakaian sikat gigi,

pasta gigi, dan dental floss.

f. Perawatan pada pasien perikoronitis bisa dilakukan dengan debridemen

dan drainase dari perikoronal pocket atau jika gigi yang terkena

nonfungsional bisa dilakukan ekstraksi.

4.2 Saran

Sebaiknya masyarakat selalu menjaga oral hygiene sehingga terhindar dari

macam-macam penyakit rongga mulut termasuk perikoronitis. Jika sudah

terasa ada gejala-gejala seperti nyeri segera memeriksakan giginya ke dokter

gigi agar tidak semakin parah sehingga perawatannya pun semakin komplek.

1212

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Newman, dkk. 2006 Carranza’s Clinical Periodontology. 10th ed Saunders

Elsevier.

Pericoronitis. [email protected]

Topazian et al. 2002 Oral and Maxilofacial Infection. 4th ed

Philadelphia:Saunders.

Kamus saku kedokteran Dorland / alih bahasa, Poppy Kumala ... [et al] ; copy

editor edisi bahasa Indonesia, Dyah Nuswantari. –Ed. 25.- Jakarta : EGC,

1998

Collin, Anand & McLennan. 2008. Acute leukaemia masquerading as lower third

molar pericoronitis. Oral Surgery ISSN 1752-2471 : UK.

13