PERHITUNGAN NILAI EKONOMI TOTAL DALAM...
Click here to load reader
Transcript of PERHITUNGAN NILAI EKONOMI TOTAL DALAM...
Ruchyat Deni Djakapermana, Santun R.P. Sitorus, Marimin dan Ernan Rustiadi, Perhitungan Nilai Ekonomi Total dalam Rangka Pemanfaatan Ruang Wilayah Pulau Kalimantan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No. 3, Desember 2005, hlm. 57-75
57
PERHITUNGAN NILAI EKONOMI TOTAL DALAM RANGKA
PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PULAU KALIMANTAN
Ruchyat Deni Djakapermana,
Santun R.P. Sitorus,
Marimin,
Ernan Rustiadi Program Studi PSL - Sekolah Pascasarjana IPB
Gedung PPLH Lantai 2 - Kampus IPB Darmaga, Bogor
Abstract
Total economic value is considered as a useful tool for analyzing
objectively the change of economic level in certain area as a consequence
of changing on the different policies of regional development based on
regional spatial plan. Results calculation on the application of total
economic value approach in Kalimantan region, shows that the total
economic values calculated based on conservation scenario (Scenario A)
and do nothing scenario (Scenario B) are about 2.065,22 trillion
Rupiah, and 1.695,83 trillion Rupiah, respectively. The Benefit Cost Ratio
(BCR) for scenario A (9,91) is higher than BCR for scenario B (3,44). This
calculation gave an indication that comply with the previous premise that
regional development in Kalimantan region should be based on regional
spatial plan for Kalimantan region. Therefore, it is recommended that
development control to make sure that developments comply with the
regional spatial plan should be applied wisely and consistently.
Keywords: Kalimantan spatial plan, total economic values, benefit- cost
ratio.
II. PENDAHULUAN
Pulau Kalimantan adalah bagian wilayah Indonesia yang memiliki sumberdaya alam melimpah dan masih banyak memerlukan investasi untuk memberikan kontribusi ekonomi wilayah dan nasional namun juga memerlukan perhatian sungguh sungguh agar pembangunan tersebut tidak sekaligus memberikan bencana karena kerusakan lingkungan akibat pembangunan tanpa kendali. Pulau Kalimantan adalah wilayah yang sedang berkembang dan menjadi andalan pembangunan untuk masa depan Indonesia serta telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pulau Kalimantan yang disepakati oleh para Gubernurnya. Oleh karen itulah penelitian ini memilih Kalimantan sebagai kasus studi. RTRW pulaunya telah disusun dan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
58
merupakan pendetilan RTRW nasional, dalam skala lebih besar (1:500.000) yang berisi arahan alokasi struktur dan pola pemanfaatan ruang sistem nasional, sebagai acuan koordinasi pembangunan lintas provinsi (BKTRN, 2004). Kenyataannya, dalam pelaksanaan pembangunan (pemanfaatan ruang) masih sering dijumpai kesulitan untuk mengoperasionalisasikan RTRW tersebut. Masih memerlukan alat bantu berupa kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan pembangunan dan dukungan justifikasinya. Terdapat 2 (dua) hal penting yang melatarbelakangi mengapa rencana tata ruang pulau tersebut sulit dilaksanakan. Pertama, tentu terkait sistem manajemen pelaksanaan pembangunan. Kegagalan pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai rencana tata ruang akibat kesalahan manajemen karena dipengaruhi oleh banyak faktor manajemen antara lain yaitu: keterbatasan kemampuan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) baik jumlahnya dan mungkin keahlian, dana dan penganggaran, lemahnya koordinasi dan konsistensi, tekanan politik/keamanan, dan keinginan/kemauan (willingness) para pelaksana pembangunan untuk melaksanakan pembangunan sesuai RTRW Pulau Kalimantan. Faktor yang pertama ini tidak masuk dalam materi kajian. Kedua, terkait dengan aspek teknis dalam pemanfaaatan ruang dari seluruh proses kegiatan penataan ruang. Aspek yang kedua ini berdasarkan empirikal memerlukan dukungan perhitungan yang matang sebagai arahan kebijakan dalam pemanfaatan ruang. Albrechts (2001), Djunaedi (2001), dan Healey (2004), serta beberapa literatur lainnya juga memberikan pengertian bahwa akan sulit rencana tata ruang bisa langsung dapat dioperasionalkan dengan serangkaian program pembangunannya, tanpa terlebih dahulu membuat alat kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan ruang. Pola pikir perlunya alat kebijakan dan strategi dalam pemenfaatan ruang dapat dilihat pada Gambar 1. Persoalan dalam pemanfaatan ruang bukan saja kebijakan dan strategi tersebut tidak dibuat, tetapi seringkali kebijakan yang dibuat tersebut tanpa didukung kajian mendalam sebagai pegangan/acuan bagi pembuat keputusan. Ahirnya, seringkali pelaksanaan kebijakan pembangunan oleh berbagai sektor maupun daerah menyimpang dari ketetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sebenarnya memiliki dasar hukum seperti RTRW Nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), dan RTRW Pulau yang (akan segera) ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres).
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
59
Gambar 1. Pola pikir perlunya kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan ruang
Kebijakan pembangunan yang kurang matang ini sering mengakibatkan terjadinya alih fungsi pemanfaatan ruang dari kawasan berfungsi lindung, resapan air, tanaman tahunan dan persawahan menjadi kawasan perumahan/permukiman, industri, perdagangan dan jasa. Hal ini kerap terjadi demi mengejar fungsi ekonomi sesaat, tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya. Faktor-faktor yang mengedepankan pertimbangan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan seringkali terabaikan. Pada umumnya, penentuan kebijakan alih fungsi ruang tersebut, hanya memperhitungkan variabel terbatas “use value” dalam bentuk manfaat langsung (direct benefit), tanpa memperhitungkan berbagai dampak yang kemungkinan terjadi kemudian, dalam bentuk antara lain bencana lingkungan seperti degradasi kualitas lahan, longsor dan banjir, yang diikuti dengan jatuhnya korban jiwa serta besarnya kerugian sosial-ekonomi. Perubahan pemanfaatan ruang seringkali tanpa kendali dan tidak diperhitungkan dampaknya secara ekonomi, khususnya sering terjadi pada kasus pembangunan infrastruktur (Djakapermana, 2003). Berbagai bentuk kerugian tersebut merupakan biaya (cost) yang sesungguhnya lebih besar dari manfaat langsung yang diperoleh. Dalam perspektif ekonomi lingkungan, kebijakan publik yang melahirkan biaya besar, sama sekali tidak ekonomis dan jauh dari pelaksanaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, faktor ekonomi lingkungan menjadi sangat penting untuk diperhitungkan dalam membuat kebijakan dan strategi dalam tahapan pemanfaatan ruang.
Masalah Pengembangan Wilayah Alatnya : Penataan Ruang Wilayah yaitu (1)
Perencanaan Tata Ruang, (2) Pemanfaatan
Ruan g, dan (3) Pengendalian
Masih diperlukan Alat untuk meng-
operasionalisasi Rencana Tata Ruang
dalam bentuk Arahan Kebijakan dan
Strategi dalam Pemanfaatan Ruang
(Pelaksanaan Pembangunan)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kalimantan telah disusun
Pemanfaatan Ruang (pelaksanaan
Pembangunan)
Sumberdaya untuk Pembangunan
Tujuan : Tercapainya Perkembangan Wilayah
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
60
Berpijak dari premis diatas, kajian ekonomi yang memadai diharapkan dapat memberikan prakiraan kondisi-kondisi ke depan sebagai konsekuensi berbagai kebijakan yang akan diputuskan. Kajian ekonomi ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam penentuan kebijakan mengenai alih fungsi lahan dengan memanfaatkan model analisis Manfaat – Biaya yang terkoreksi. Variabel yang dipertimbangkan bersifat menyeluruh (direct dan indirect variables) dengan memasukkan variabel lingkungan ke dalam proses analisisnya. Kajian ekonomi ini ditujukan untuk menghasilkan gambaran atas nilai manfaat total dibandingkan dengan biayanya secara keseluruhan, termasuk memasukkan variabel lingkungan dan sosial, baik untuk nilai sekarang maupun yang akan datang. Kajian ekonomi lingkungan ini adalah sebagai kajian mendalam untuk memberikan dukungan terhadap aspek kedua tersebut. Kajian ini akan menghasilkan kebijakan akhir bagi tahapan pemanfatan ruang wilayah Pulau Kalimantan berdasarkan pilihan skenario mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan atau mengikuti trend perkembangan. Hal ini tidak lain adalah dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap berupaya untuk tidak melampaui batas kemampuan ekosistem pendukungnya demi tetap terpenuhinya kebutuhan masa datang. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai manfaat ekonomi keseluruhan sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan arahan kebijakan dalam pemanfaatan ruang wilayah pulau Kalimantan.
II. APLIKASI TEORI NILAI EKONOMI TOTAL SEBAGAI
MASUKAN DALAM PENETAPAN KEBIJAKAN UNTUK
PEMANFAATAN RUANG PULAU KALIMANTAN Dalam konteks pemecahan masalah lingkungan, berbagai metode telah dikembangkan oleh para pakar ekonomi lingkungan untuk memperbaiki proses perumusan kebijakan lingkungan. Sejak tahun 1980-an, mulai dikembangkan metode untuk memperoleh nilai ekonomi yang dilakukan melalui estimasi biaya (cost) maupun manfaat (benefit) dari lingkungan, termasuk dampaknya yang mungkin terjadi. Para pakar tersebut sependapat bahwa nilai lingkungan tidak hanya tergantung pada nilai pasar pemanfaatan langsung saja, melainkan juga tergantung pada seluruh fungsi sumberdaya lain yang menghasilkan nilai yang setinggi-tingginya. Konsep ini dikenal dengan nilai ekonomi total (Total Economic Valuation/TEV).
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
61
Penilaian ekonomi atau perhitungan moneter untuk manfaat dan biaya lingkungan sangat diperlukan, karena 3 (tiga) alasan utama: (1) ekspresi kepedulian tercermin dari intensitas pilihan pada lingkungan, sementara ketertarikan untuk menempatkan nilai uang pada pilihan ini dapat dinilai sebagai derajat kepeduliannya, (2) perhitungan manfaat dan biaya lingkungan dapat menjadi pendukung untuk pemihakan terhadap kualitas lingkungan, (3) perhitungan moneter dilakukan dalam kerangka komparasi dengan alternatif lain dalam penempatan dana. Hal ini mengandung pengertian bahwa upaya pelestarian atau peningkatan kualitas lingkungan pun membutuhkan biaya. (Irham, 1999, Sanim, 2003). Metode analisis manfaat – biaya (benefit – cost analysis atau B/C) merupakan alat untuk merumuskan kebijakan dimana para pengambil keputusan dapat memilih berbagai alternatif secara obyektif yang menjadi prasyarat bagi pencapaian kesejahteraan ekonomi. Dalam kaitan penelitian ini, model B/C cukup mewakili gambaran perbandingan manfaat dan biaya masing-masing investasi di Kalimantan yang selanjutnya akan disimpulkan secara makro untuk dapat menjawab apakah benar manfaatnya lebih besar dari biaya investasinya. Pertanyaan yang simpel tersebut tentu tidak berarti mudah untuk menghitung B/C, karena dalam penelitian ini akan banyak melibatkan variabel yang representatif, serta menjumlahkan secara total dengan nilai tingkat inflasinya dan bunga pasar moderat yang diproyeksikan sampai dengan masa yang sama dengan usia RTRW pulau Kalimantan. B/C digunakan untuk tujuan mendapatkan gambaran rasio efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang dapat diukur secara nyata berdasarkan tolok ukur nilai moneter (Winpenny, 1991, Irham, 1999). Dalam menggunakan metode TEV ini beberapa pilihan skenario pemanfaatan ruang akan dinilai. Pertama, menggunakan analisis Manfaat dan Biaya untuk mengestimasi nilai sekarang. Kedua, menggunakan rasio manfaat dan biaya dengan menggunakan discount rate yang sesuai, yang paling cocok dari sudut pandang masyarakat. Variabel yang digunakan mencakup variabel lingkungan dan variabel sosial, baik yang bersifat langsung (direct use) maupun yang tidak langsung (indirect use). Model TEV ini juga sudah banyak dilakukan untuk menilai manfaat ekonomi secara total dalam beberapa kasus pembangunan dan pengembangan wilayah ditempat lain di Indonesia, khususnya pada kawasan-kawasan yang diharapkannya dapat memberikan perhatian sungguh-sungguh pada aspek lingkungannya antara lain seperti : Analisis manfaat ekonomi total untuk pengembangan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), Kawasan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur), Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dan Suaka Margasatwa Danau Sentarum di Kalimantan Barat. Model ini memang akan lebih memberikan arti untuk menilai suatu kawasan yang luas, karena
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
62
akan lebih baik bila banyak variabel yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap pembangunan yang akan diperhitungkannya daripada harus menilai masing-masing variabel dihitung rinci dan detail secara multiplier. Oleh karenanya asumsi asumsi atau nilai yang given atas satu variabel sangat diperlukan. Aspek lingkungan dan ekonomi harus secara sinergi memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan secara abadi dan berkelanjutan. Representatif penilaian manfaat ekonomi harus diukur dengan keterkaitan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah pulau Kalimantan yang diproyeksikan sampai dengan tahun 2023. Pembangunan yang sesuai RTRW, akan memberikan manfaat secara ekonomi dan lingkungan karena dalam pemanfaatan ruangnya selalu menjaga lingkungannya agar tetap lestari dan berkelanjutan. Sebaliknya pembangunan yang menggunakan prinsip Do Nothings, mengikuti trend keinginan pasar akan memberikan manfaat ekonomi yang langsung dan mungkin cepat tetapi untuk masa yang akan datang dan panjang belum tentu trend manfaat ekonominya terus meningkat. Dikotomi inilah yang akan menjadi premis dalam perhitungan manfaat ekonomi secara total Model TEV (Total Economic Valuation) adalah salah satu model untuk menghitung manfaat ekonomi dengan memperhatikan aspek pelestarian lingkungan hidup. Model generiknya adalah :
TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (XV + BV ) UV = use value, NUV = Non-use Value, DUV = Direct use value, IUV = inderect use value, OV = option value, XV = existence value, BV bequest value. Masing-masing nilai ini akan dihitung berdasarkan NPV dan BCR . Model 1: Net Present Value (NPV ) = Bd + Be – Cd – Ce – Cp
t
tt
r
CBNPV
)1(
dimana : NPV : nilai sekarang untuk masing-masing skenario Bd : manfaat langsung dari masing-masing skenario Be : manfaat tidak langsung dari masing-masing skenario Cd : biaya langsung dari masing-masing skenario Ce : biaya tidak langsung dari masing-masing skenario
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
63
Cp : biaya mitigasi dari masing-masing skenario r : discount rate t : interval tahun proyeksi sedangkan untuk model 2, formula yang digunakan adalah : Model 2: Benefit Cost Ratio (BCR):
t
t
t
t
rC
rBBCR
)1/(
)1/(
Nilai ekonomi total (total net economic value) yang membedakan antara manfaat dan biaya merupakan “Nilai Konsistensi Pemanfaatan Ruang atau NKPR” atau analog dengan NPV yang membedakan setiap nilai alih fungsi pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan dengan mengacu pada arahan rencana tata ruangnya. Rencana tata ruang dalam kaitan ini berperan untuk mengarahkan perkembangan wilayah dengan mensinergikan pemanfaatan berbagai sumberdaya alam dengan berbagai kegiatan pembangunan agar tujuan pembangunan berkelanjutan dapat terwujud. Bila NKPR > 0 dan BCR > 1 dalam setiap pelaksanaan kebijakan publik, maka setidaknya konsistensi pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang di Pulau Kalimantan cukup tinggi dan karenanya, kebijakan yang diambil dapat diterima (acceptable). Namun sebaliknya, bila NKPR lebih rendah dari 0 (NKPR < 0) dan BCR < 1, maka otoritas pemerintah (pusat, provinsi dan daerah) tidak cukup konsisten dalam pelaksanaan pembangunan yang mengacu pada rencana tata ruangnya. Namun dibalik kekuatannya dalam menilai kualitas lingkungan, sesungguhnya konsep nilai ekonomi total belum mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Fakta menunjukkan bahwa konsep ini memiliki beberapa keterbatasan, misalnya dalam mengukur fungsi-fungsi pendukung utama kehidupan (primary support functions) hingga dalam menilai resiko terjadinya bencana dalam dimensi waktu jangka panjang yang sulit diprediksi kehadirannya (Wiratno, 1999). Selain itu, keterbatasan lainnya adanya kesulitan dalam mengukur nilai amenities dari keberadaan flora dan fauna langka di perairan sungai di Kalimantan yang sangat kaya, mengukur tingkat penurunan kualitas udara akibat penggundulan hutan tropis (iklim makro dan iklim mikro), atau mengukur besarnya biaya transaksi antar-daerah hingga sampai pada suatu kesepakatan atas pengelolaan lingkungan pada suatu kawasan. Dalam konteks analisis untuk menyusun kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan ruang di Kalimantan, maka perhitungan nilai ekonomi total
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
64
merupakan bagian yang tidak terpisahkan yang harus ditempuh oleh para penentu kebijakan atau pengambil keputusan dalam meningkatkan kualitas proses analisis dan kualitas hasil perumusan kebijakan, mengingat sifat permasalahan yang kompleks dan bervariasi dalam komposisi, ruang lingkup serta dampaknya (Dunn, 1998). Secara singkat, konsep nilai ekonomi total dapat dianggap sebagai titik awal yang baik menuju ana lisis kebijakan yang lebih komprehensif dalam memperoleh nilai ekonomi Pulau Kalimantan yang sebenarnya.
III. PERHITUNGAN NILAI EKONOMI TOTAL WILAYAH PULAU KALIMANTAN
Perhitungan nilai ekonomi total untuk wilayah Pulau Kalimantan dilakukan untuk rentang waktu hingga tahun 2023 mendatang, menyesuaikan dengan rentang waktu berlakunya RTR Pulau Kalimantan yang dijadikan sebagai referensi utama. Dalam konteks ini, maka perhitungan nilai ekonomi untuk Pulau Kalimantan didasarkan atas 2 (dua) skenario utama, yakni skenario A , yakni mengikuti Arahan RTR Pulau Kalimantan dan skenario B mengikuti Kecenderungan (trend) Perkembangan Pemanfaatan Ruang Wilayah di Pulau Kalimantan (do nothing). Skenario A pada dasarnya merupakan skenario yang mengedepankan filosofi keseimbangan antara pemenuhan kesejahteraan ekonomi (economic prosperity) dan konservasi lingkungan (environmental conservation) untuk keberlanjutan pembangunan (development sustainability). Untuk itu, skenario A ditempuh dengan mengikuti secara konsisten arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan pola dan struktur ruang Pulau Kalimantan secara bertahap hingga akhir tahun 2023, sebagaimana tertuang dalam dokumen RTR Pulau Kalimantan. Dengan demikian, asumsi yang digunakan untuk skenario A adalah adanya pemihakan yang tegas terhadap RTR Pulau Kalimantan dimana arahan-arahan pemanfaatan ruang yang bersifat given, telah memenuhi kriteria-kriteria pemeliharaan lingkungan untuk keberlanjutan pembangunan. Sementara skenario B pada dasarnya adalah skenario yang dikembangkan berdasarkan kecenderungan perkembangan pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan yang telah berlangsung dalam dekade terakhir, khususnya pasca pemberlakuan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah atau dalam era otonomi daerah. Skenario ini identik dengan skenario ‘do nothing’ yang sesungguhnya cukup ekstrim dibandingkan dengan Skenario A yang menghendaki berbagai perubahan yang signifikan dalam kebijakan pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan, misalnya kebijakan yang lebih
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
65
mendorong berkembangnya kegiatan industri sekunder dan tersier untuk meningkatkan nilai tambah hasil komoditas unggulan dan upaya konservasi pada kawasan yang memang perlu dilindungi. Selanjutnya, perhitungan nilai ekonomi dibedakan untuk 2 (dua) pendekatan yang berbeda, yakni yang berbasis manfaat (benefit-based valuation) dan yang berbasis biaya (cost-based valuation). Untuk perhitungan nilai ekonomi berbasis manfaat, maka metode yang digunakan adalah actual market price, misalnya untuk komponen produktivitas lahan dan harga komoditas (seperti kayu, hasil hutan, hasil perkebunan, dan hasil hortikultura), komponen nilai/harga pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur (jalan, pelabuhan laut, bandara), dan komponen nilai tambah produk (pengembangan industri sekunder dan tersier). Sementara untuk perhitungan berbasis biaya, maka metode yang digunakan adalah replacement/relocation cost and preventive expenditure, misalnya biaya keseluruhan untuk penghijauan (reforestation), rehabilitasi lahan kritis, penanganan kebakaran hutan, menurunnya produktivitas masyarakat (loss of earning), dan pencegahan banjir pada kawasan hilir di wilayah hulu Pulau Kalimantan. Struktur/Skema komponen analisis nilai ekonomi total yang membandingkan komponen-komponen perhitungan mengikuti Skenario A dengan Skenario B yang dapat dilihat pada Gambar 2. Masing-masing skenario tersebut dihitung berdasarkan komponen benefit dan cost baik yang langsung (direct) dan yang tidak langsung (indirect). Dalam perhitungan ini tentu saja digunakan berbagai asumsi-asumsi yang menggambarkan kondisi yang nyata dari setiap komponen berdasarkan referensi empirikal dan kondisi moneter saat ini khususnya terkait interes bank. Karena kajian ini bersifat makro, tidak spesifik terkait objek pembangunan mikro seperti suatu pembangunan proyek tertentu, maka komponen perhitungan akan dihitung dengan simplifikasi perkalian antara faktor pembangunan (misalnya: luas areal, luas banjir, luas kebakaran hutan, luas pelabuhan, panjang jalan, jumlah produksi) dikalikan dengan biaya per satuan nilai produksi, panjang atau luas areal/komponen. Hasil perhitungan TEV apabila mengikuti arahan RTR pulau Kalimantan (skenario A) dapat dilihat pada Tabel 1 dan apabila tidak mengikuti RTR (skenario B) dapat dilihat pada Tabel 2. Rincian dan kecenderungan nilai B/C untuk masing-masing skenario, disandingkan dan dapat dilihat pada Gambar 3. Gap yang terjadi pada tahun 2003 sampai 2011 menunjukan skenario B memiliki rasio B/C lebih besar dan mulai menurun setelahnya sampai dengan tahun 2023. Sebaliknya B/C untuk skenario A setelah tahun 2011 justru mulai meningkat.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
66
1. Hasil
pertanian:
padi &
palawija,
karet,kela-
pa sawit,
kayu bulat,
berasal dari
kw.
Pertanian
2. Hasil per-
tambang-
an; minyak
bumi, gas
bumi, emas,
batu-bara
berasal dari
kw.
Perta mba-
ngan
3. Hasil
industri
pengolah-
an: industri
makanan,
industri
(kayu,
kertas,
karet,
kimia) ber -
asal dari
hasil
industri
pengolah-
an
4. Nilai
tambah
hasil
produksi
(industri
sekunder
dan tersier)
ANALISA
NILAI EKONOMI TOTAL
Mengikuti Arahan RTR Pulau Kalimantan
(A)
Tidak Mengikuti Arahan RTR Pulau Kalimantan
(B)
Benefit (1) Benefit (1) Cost (2)
Cost (2)
Direct
(k)
Indirect
(l)
1. Men-
cegah
intrusi
air laut
2. Men-
cegah
terja-
dinya
banjir
1. Biaya pemba-ngunan dan pe-mulih-
an fungsi jaringan jalan dan rel
kereta api
2. Biaya pemba-ngunan
dan pe-mulihan fungsi pelabuh-an dan
bandara 3. Biaya
pening-katan, pengem
bangan, dan pemeli-haraan jaringan
tenaga listrik
1. Hasil
hutan
(kayu
lapis &
kayu
bulat)
berku-
rang
karena
tidak
dibatas
i/illega
l log-
ging
2. Pemeli
haraan
prasa-
rana &
dan
sarana
exis-
ting
(jalan,
pela-
buhan
laut,
dan
banda-
ra)
3. Biaya
reha-
bilitasi
lahan kritis
Direct
(m)
Indirect
(n) Direct
(k)
Indirect (l)
Direct (m) Indirect (n)
1. Kerugi-
an aki-
bat ke-
bakaran
hutan
2. Keru-
gian
akibat
banjir
karena
luapan
sungai
3. Biaya
sosial
(mun-
culnya
konflik
dan
kerawa -
nan sosial)
1. Hasil per-
tanian:
padi, pa-
lawija,
karet,
kelapa
sawit,
kayu bulat
berasal
dari kw.
pertanian
& kw.
hasil kon-
versi la-
han.
2. Hasil
pertamba
ngan:
minyak
bumi, gas
bumi,
emas,
batubara,
berasal
dari kw.
pertamba
ngan &
kw. hasil
konversi
lahan.
3. Hasil
industri
pengolah-
an: indus-
tri, ma -
kanan in-
dustri (ka-
yu, kertas,
karet, ki-
mia) be r-
dasarkan
trend pe-
manfa atan
industri .
4. Hasil
perdagang
an tum-
buhan &
satwa se-
cara
illegal.
5. Hasil
produk
lain (10%
total
benefit).
1. Me-
ning-
katnya
nilai ekspor
1. Biaya
peng-
hijau-
an
pada
lokasi
kw.
Lind-
ung
yang
terda-
pat
fungsi
kw.
Per-
tamban
gan
2. Biaya
upaya
mitigas
i pada
kw.
rawan
bencan
a
(gem-
pa)
3. Biaya
sosial
(mun-
culnya
kon-
flik
dan
kerawa
nan)
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
67
Tabel 1 Skenario mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan
(dalam trilyun rupiah)
Benefit Cost
Direct Direct
Hasil pertanian (padi dan
palawija)
195.35
Biaya pembangunan dan
pemulihan jaringan jalan dan
rel kereta ap i 63.44
Hasil pertanian (karet) 95.71
Biaya pembangunan dan
pemulihan pelabuhan laut dan
bandar udara 23.51
Hasil pertanian (kelapa
sawit)
190.77
Biaya peningkatan,
pengembangan, dan
pemeliharaan jaringan tenaga
listrik 21.51
Hasil pertanian (kayu
bulat) 22.68
Hasil pertambangan
(minyak bumi) 368.76
Hasil pertambangan (gas
bumi) 11.46
Hasil pertambangan (emas) 30.11
Hasil pertambangan
(batubara) 254.81
Hasil industri pengolahan
(industri makanan) 153.72
Hasil industri pengolahan
(industri kayu) 180.19
Hasil industri pengolahan
(industri kertas) 28.76
Hasil industri pengolahan
(industri karet) 35.22
Hasil industri pengolahan
(industri kimia) 78.12
Nilai tambah hasil produksi
(industri sekunder dan
tersier) 246.85
Indirect Indirect
Mencegah interusi air laut 346.28
Biaya penghijauan pada
lokasi kawasan lindung yang
terdapat fungsi kawasan
pertambangan 84.72
Mencegah terjadinya banjir 58.26
Biaya upaya mitigasi terhadap
bencana khususnya kawasan
rawan gempa 0.01
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
68
Benefit Cost
Biaya sosial 38.64
Total Benefit 2.297.04 Total Cost 231.82
Nilai Ekonomi Total apabila mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan 2.065.22
( 2.297.04 - 231.82 )
Tabel 2. Skenario tidak mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan
(dalam trilyun rupiah)
Benefit Cost
Direct Direct
Hasil pertanian (padi dan
palawija)
13.43
Hasil hutan (kayu lapis
dan kayu bulat)
berkurang karena t idak
dibatasi/illegal logging. 129.92
Hasil pertanian (karet) 172.38
Pemeliharaan prasarana
eksisting (jaringan jalan, jalur
rel kereta ap i, pelabuhan laut
dan bandar udara) 65.44
Hasil pertanian (kelapa
sawit) 169.72 Rehabilitasi lahan krit is
427.77
Hasil pertanian (kayu
bulat) 3.06
Hasil pertambangan
(minyak bumi) 788.71
Hasil pertambangan (gas
bumi) 14.95
Hasil pertambangan (emas) 8.84
Hasil pertambangan
(batubara) 316.08
Hasil industri pengolahan
(industri makanan) 133.67
Hasil industri pengolahan
(industri kayu) 156.69
Hasil industri pengolahan
(industri kertas) 25.01
Hasil industri pengolahan
(industri karet) 30.63
Hasil industri pengolahan
(industri kimia) 67.93
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
69
Benefit Cost
Hasil perdagangan
tumbuhan & satwa secara
illegal 2.39
Hasil-hasil produk lain 285.52
Indirect Indirect
Meningkatnya nilai ekspor
(termasuk produk illegal) 202.10
kerugian akibat kebakaran
hutan 7.91
kerugian akibat banjir karena
luapan sungai 1.03
biaya sosial 63.21
Total Benefit 2.391.10 Total Cost 695.28
Nilai Ekonomi Total apabila tidak mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan 1.695.83
( 2.391.10 - 695.28 )
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
70
Gam
bar 3
Gra
fik N
ilai B
enefit C
ost R
atio
masin
g-m
asin
g sk
enario
2
003
2
004
2
005
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
20
20
20
21
20
22
20
23
B/C
sken
ario
A
6.2
6
6.8
4
6.2
4
5.5
5
5.4
3
5.7
1
5.3
3
5.1
2
4.7
7
4.5
8
4.4
2
4.1
1
4.2
9
4.1
8
4.0
8
4.1
0
4.0
3
3.9
8
4.0
2
4.0
0
4.1
7
B/C
sken
ario
B
11
.46
10
.15
8.7
9
7.7
0
6.8
3
6.2
6
5.6
4
5.1
4
4.7
1
4.3
3
4.0
0
3.6
9
3.4
7
3.2
2
2.9
9
2.7
8
2.5
8
2.3
9
2.2
0
2.0
2
1.8
5
GR
AF
IK B
/C
0.0
0
2.0
0
4.0
0
6.0
0
8.0
0
10.0
0
12.0
0
14.0
0200320042005200620072008200920102011201220132014201520162017201820192020202120222023
Ta
hun
B/C
B/C
skena
rio A
B/C
skena
rio B
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
71
Berdasarkan perhitungan total manfaat dan biaya tahunan terdiskonto dengan menggunakan tingkat inflasi rata-rata dan bunga pasar moderat 12% per tahun, maka nilai ekonomi total di Pulau Kalimantan hingga tahun 2023 dihitung berdasarkan skenario A (mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan) adalah 2.065,22 trilyun rupiah, sementara bila dihitung berdasarkan skenario B (mengikuti kecenderungan perkembangan pemanfaatan ruang) adalah 1.695,83 trilyun rupiah. Sandingan nilai ekonomi total untuk kedua skenario tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Nilai Ekonomi Total Pulau Kalimantan untuk Skenario A dan B
Nilai Ekonomi Skenario A (dalam trilyun rupiah)
Skenario B (dalam trilyun rupiah)
Benefit 2.297,04 2.391,10
Cost 231,82 695,28 Nilai Ekonomi Total 2.065,22 1.695,83
Selisih manfaat langsung maupun tidak langsung yang akan diperoleh antara Skenario A (mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan secara konsisten dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang) dan Skenario B (mengikuti kecenderungan perkembangan pemanfaatan ruang) di Pulau Kalimantan hingga tahun 2023 adalah sekitar 369,39 trilyun rupiah, sebagaimana dilihat pada table 4.
Tabel 4. Perbandingan Nilai Ekonomi Total
di Pulau Kalimantan untuk Skenario A dan B
Nilai Ekonomi
Tahun Perencanaan
2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 Jumlah
Skenario A (trilyun rupiah)
116,42 99,88 90,96 86,55 81,79 78,65 77,68 77,17 78,65 81,71 91,79 2.065,22
Skenario B
(trilyun rupiah) 135,45 115,21 101,13 91,50 84,38 78,70 74,40 70,24 65,94 60,83 53,66 1.695,83
Selisih Manfaat Bersih -19,03 -15,33 -10,17 -4,95 -2,59 -0,05 3,28 6,93 12,71 20,88 38,13 369,39
Apabila ditinjau berdasarkan perubahan tahunan, maka terlihat bahwa pada skenario A terjadi kecenderungan peningkatan nilai manfaat secara konsisten. Sebaliknya, apabila Skenario B terus berlanjut berdasarkan trend perkembangan pemanfaatan ruang yang terjadi, maka nilai manfaat menunjukkan kecenderungan penurunan yang semakin tajam . Dalam Gambar 4 jelas terlihat bahwa nilai selisih manfaat pada Skenario A akan melebihi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
72
besaran Skenario B, khususnya setelah tahun 2014. Grafik juga menunjukkan bahwa Skenario B menunjukkan trend perkembangan yang negatif, yang dari aspek lingkungan dapat dikatakan bahwa kecenderungan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada keinginan pasar dengan membangun tanpa arahan (tidak mengikuti RTR) akan terus memberikan nilai rupiah yang menurun yang berarti banyak biaya-biaya (cost) untuk mengatasi berbagai variabel dampak lingkungan dibandingkan manfaatnya. Untuk lebih jelasnya, kecenderungan perubahan nilai manfaat untuk kedua skenario pemanfaatan ruang pada Pulau Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 4.
GRAFIK SELISIH MANFAAT
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
2003
2005
2007
2009
2011
2013
2015
2017
2019
2021
2023
Tahun
Nil
ai
Eko
no
mi
To
tal
Nilai Ekonomi Total
Skenario A
Nilai Ekonomi Total
Skenario B
Gambar 4. Grafik Selisih Manfaat Antara Skenario A dan Skenario B
Untuk perhitungan rasio manfaat – biaya (BCR), dengan skenario A diperkirakan akan memberikan nilai manfaat keseluruhan sebesar 2.297,04 Trilyun Rupiah dan nilai biaya total untuk penghutanan kembali dan pemeliharaan lingkungan sebesar 231.82 Trilyun Rupiah, sehingga diperoleh BCR sebesar 9,91. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan kebijakan untuk melaksanakan skenario A yaitu mengikuti arahan pemanfaatan ruang dalam RTR Pulau Kalimantan secara obyektif memberikan harapan yang tinggi untuk tercapainya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan perlindungan lingkungan secara berkelanjutan. Selain itu, nilai manfaat dan BCR yang dihasilkan pada Skenario A lebih tinggi dibandingkan dengan skenario B. Untuk skenario B sendiri yang mengikuti trend perkembangan yang ada, dengan nilai manfaat total sebesar 2.391,10 Trilyun Rupiah dan nilai biaya total sebesar 695,28 Trilyun Rupiah, nilai BCR yang diperoleh adalah 3,44. Dengan perolehan nilai BCR > 1, hal tersebut pada dasarnya menunjukkan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
73
bahwa kebijakan yang telah ditempuh oleh sektor-sektor maupun pemerintah daerah di Pulau Kalimantan selama ini dan perkiraan ke depan masih dapat diterima, walaupun kondisinya ke depan perlu terus dipantau dan dievaluasi, melalui upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang ketat. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang berbasis skenario A yang konsisten dengan arahan pemanfaatan ruang dalam RTR Pulau Kalimantan akan memberikan nilai BCR yang jauh lebih besar (9,91) dibandingkan dengan nilai BCR pada skenario B yang mengikuti trend perkembangan pemanfaatan ruang (3,44). IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu, dapat ditarik beberapa kesimpulan hasil perhitungan nilai ekonomi total berkaitan dengan penilaian kebijakan dalam pemanfaatan ruang Pulau Kalimantan untuk mendukung fungsi pembangunan berkelanjutan yaitu: 1. Nilai ekonomi total Pulau Kalimantan hingga tahun 2023 dihitung
berdasarkan skenario A (mengikuti arahan RTR Pulau Kalimantan) adalah 2.065,22 Trilyun Rupiah, sementara bila dihitung berdasarkan skenario B (mengikuti trend perkembangan pemanfaatan ruang) adalah 1.695,83 Trilyun Rupiah, dengan demikian ada selisih nilai manfaat bersih sebesar 369,39 Trilyun Rupiah. Nilai BCR untuk skenario A (9,91) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai BCR untuk skenario B (3,44).
2. Telah terjadi selisih nilai manfaat ekonomi total Skenario A melebihi besaran Skenario B mulai pada tahun 2014. Nilai manfaat ekonomi Skenario B menunjukkan trend perkembangan yang negatif (menurun), yang dari aspek lingkungan dapat dikatakan bahwa kecenderungan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada keinginan pasar dengan membangun tanpa arahan (tidak mengikuti RTR) akan terus memberikan nilai rupiah yang menurun. Hal ini berarti banyak biaya-biaya (cost) untuk mengatasi berbagai variabel dampak lingkungan dibandingkan manfaatnya.
3. Kebijakan yang mengikuti skenario A (sesuai arahan pemanfaatan ruang dalam RTR Pulau Kalimantan) akan memberikan harapan yang tinggi untuk tercapainya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan perlindungan lingkungan secara berkelanjutan.
4. Hasil akhir nilai ekonomi total sebagai titik awal yang baik menuju analisis kebijakan yang lebih komprehensif dalam memperoleh nilai ekonomi wilayah Pulau Kalimantan yang sebenarnya.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
74
4.2 Saran Beberapa saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Dalam pemanfaatan ruang Pulau Kalimantan (implementasi RTRW)
disarankan selalu mengikuti arahan kebijakan Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan.
2. Implementasi pemanfaatan ruang tersebut disarankan untuk mengedepankan tindakan-tindakan yang sepenuhnya berpihak pada arahan yang lebih berwawasan lingkungan dan berdimensi jangka panjang dengan tetap memberikan peluang investasi.
3. Upaya pengendalian pemanfaatan ruang yang meliputi upaya pengawasan (pemantauan, pelaporan, dan evaluasi), serta upaya penertiban perlu terus dilaksanakan secara konsisten.
4. Agar diperoleh hasil yang lebih optimal di masa mendatang, disarankan agar sektor industri pengolahan, pertambangan, dan pertanian tanaman pangan, sebaiknya dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan perannya sebagai sektor unggulan, khususnya yang menyangkut upaya peningkatan produktivitas pada lahan-lahan yang telah ditetapkan peruntukannya. Sementara itu, peran sub sektor kehutanan tampaknya perlu dikendalikan melalui intervensi kebijakan yang ketat (termasuk pemantauan dan pengawasan), dengan mempertimbangkan adanya kepentingan penyelamatan lingkungan yang lebih besar untuk jangka panjang, misalnya untuk menjaga kualitas lingkungan udara (iklim makro dan mikro), menjaga kestabilan hidrologis (khususnya aliran permukaan), dan mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna khas Borneo.
5. Model TEV ini dapat direplikasikan pada beberapa wilayah lainnya di Indonesia, khususnya untuk memberikan gambaran umum perbandingan manfaat ekonomi suatu kebijakan yang dikaitkan antara aspek lingkungan dan investasi. Untuk yang sifatnya kajian pada wilayah mikro (luasan kecil) maka model perhitungannya akan lebih mendekati sifat kajian kelayakan proyek. Untuk itu disarankan setiap variabel/komponen yang dinilai perlu dihitung secara rinci dan lebih teliti.
6. Disarankan perlu ada penelitian yang lebih mendalam untuk mengukur nilai amenities dari keberadaan flora dan fauna langka di perairan sungai di Kalimantan yang sangat kaya, mengukur tingkat penurunan kualitas udara akibat penggundulan hutan tropis (iklim makro dan iklim mikro), atau mengukur besarnya biaya transaksi antar-daerah hingga sampai pada suatu kesepakatan atas pengelolaan lingkungan pada suatu kawasan. Penelitian ini sebagai bagian penajaman perhitungan model TEV untuk
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol. 16/No. 3, Desember 2005
75
suatu maksud yang lebih khusus di wilayah Kalimantan yang memang kaya akan sumberdaya alamnya.
7. Disarankan perhitungan nilai ekonomi total merupakan bagian yang tidak terpisahkan yang harus dilakukan oleh para penentu kebijakan atau pengambil keputusan terutama dalam kasus kasus mencari pilihan pembangunan yang sesuai maksud kebijakannya.
V. DAFTAR PUSTAKA Albrechts L. 2001. How to Proceed From Image and Discourse to Action : As
Applied to the Flemish Diamond. Journal. Urban Studies. 38 (4) : 733-
745.
[BKTRN] Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 2004. Rencana Tata Ruang
Wilayah Pulau Kalimantan, Materi Teknis dan RaKeppres : Hasil
Penyempurnaan oleh BKTRN terhadap Materi Kesepakatan para
Gubernur. Sekretariat Tim Teknis BKTRN. Jakarta.
Djakapermana RD, 2003. Perubahan Penggunaan Ruang di Sepanjang Jalan Tol
Jagorawi dan Implikasinya pada Kualitas Lingkungan (Menurunnya
Fungsi Peresapan Air dan Dampaknya pada Degradasi Lahan).
Program Studi Pengembangan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Djunaedi A. 2001. Alternatif Model Penerapan Perencanaan Strategis Dalam
Penataan Ruang Kota di Indonesia. Jurnal : Perencanaan Wilayah dan
Kota. 12 (1) : 16-28.
Dunn WN. 1999. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Ed isi Kedua. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Healey P. 2004. The Treatment Of Space and Place in the New Strategic Spatial
Planning in Europe. International Journal of Urban and Regional
Research. 28 (1) : 45-67.
Irham. 1999. Analisis Biaya Manfaat dalam Proyek Pembangunan Berdampak
Lingkungan, Paper pada Internasional Seminar Series on Natural
Resources Accounting – Environmental Economics, Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Sanim. B. 2003. Valuasi Ekonomi (Economic Valuation) dalam Pemanfaatan
Sumberdaya Alam bagi Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan,
Kumpulan Bahan Kuliah, Program Pasca Sarjana Program Studi PSAL –
IPB, Bogor.
Winpenny J. 1991. Values for the Environment : A Guide to Economic Appraisal,
The World Bank, Washington DC – USA.
Wiratno. 1999. Nilai Ekonomi Kawasan Konservasi : Suatu Pemikiran tentang Upaya
Analisis Ekonomi Komprehensif Kawasan Taman Nasional, Paper pada
Internasional Seminar Series on Natural Resources Accounting –
Environmental Economics, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.