Perhitungan kolam retensi

61
No. Urut : 1182/0305/D/2005 LAPORAN TUGAS AKHIR ( TL – 40Z0 ) PERENCANAAN PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KOTA BARU PARAHYANGAN Oleh : PARIK SABUNGAN SIRUMAPEA NIM : 153 00 051

description

drainase

Transcript of Perhitungan kolam retensi

1

No. Urut : 1182/0305/D/2005 LAPORAN TUGAS AKHIR ( TL 40Z0 ) PERENCANAAN PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KOTA BARU PARAHYANGAN Oleh : PARIK SABUNGAN SIRUMAPEA NIM : 153 00 051

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2005 DAFTAR ISI2DAFTAR ISI

4DAFTAR TABEL

5DAFTAR GAMBAR

6Bab 1.PENDAHULUAN

61.1.Latar Belakang

61.2.Maksud dan Tujuan

61.3.Lokasi Studi

71.4.Rumusan Masalah

8Bab 2.GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

82.1.Gambaran Umum

82.1.1.Luas Wilayah

82.1.2.Curah Hujan

102.1.3.Sarana Wisata

102.1.3.1.Perumahan

112.1.3.2.Sarana Penunjang

112.1.3.3.Limbah Padat dan Pengelolaannya

122.2.Air Bersih

122.3.Pengolahan Air Limbah

14Bab 3.METODOLOGI PERENCANAAN

143.1.Umum

143.2.Langkah-Langkah Perencanaan Sistem Drainase

143.3.Penjelasan dan Uraian Metodologi Perencanaan

143.3.1.Tahap Pengumpulan Data

153.3.2.Tahap Analisis Data

153.3.3.Tahap Perencanaan/Desain

17Bab 4.DASAR DASAR PERENCANAAN

174.1.Umum

174.2.Pengertian Drainase

204.2.1.Sistem Drainase Minor

204.2.2.Sistem Drainase Mayor

204.3.Dasar-Dasar Perencanaan dan Kriteria Desain

204.3.1.Periode Ulang Hujan (PUH)

224.3.2.Luas Daerah Pengaliran

224.3.3.Pengaruh DPS Parsial

234.4.Kriteria Hidrolis

234.4.1.Kapasitas Saluran

244.4.2.Ambang Bebas

244.4.3.Perlengkapan Saluran

274.4.3.1.Terjunan Tegak

274.4.3.2.Terjunan Miring

294.4.3.3.Pintu Air

294.4.3.4.Bangunan Pembuangan

294.5.Profil Aliran

304.5.1.Profil Aliran Akibat Pengaruh Pengaruh Penampang Saluran

304.5.1.1.Geometri Saluran

304.5.1.2.Energi Spesifik

314.5.1.3.Profil Aliran

314.6.Usaha Konservasi Sumber Daya Air

314.6.1.Peresapan Buatan

324.6.2.Sumur Resapan

324.6.3.Kolam Retensi

334.6.3.1.Pelimpah Samping

334.6.3.2.Pelimpah/Mercu Tetap

34Bab 5.ANALISIS HIDROLOGI

345.1.Pengertian Analisis Hidrologi

345.2.Analisis Curah Hujan

345.2.1.Penentuan Stasiun Utama

355.2.2.Koreksi Kualitas dan Kuantitas Data

355.2.2.1.Pelengkapan Data Hujan

365.2.2.2.Uji Homogenitas

365.2.3.Analisis Curah Hujan Maksimum

375.2.3.1.Distribusi Normal

375.2.3.2.Distribusi Log Normal

38Bab 6.SPESIFIKASI TEKNIS

386.1.Umum

386.2.Lingkup Pekerjaan

386.2.1.Pengendalian Pekerjaan

386.2.1.1.Bahan Bahan

396.2.1.2.Semen

406.2.1.3.Air

406.2.2.Pekerjaan Tanah

406.3.Rencana Anggaran Biaya

43Bab 7.PENUTUP

44DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL 9Tabel 1 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-Rata Tahunan

10Tabel 2 Rincian Jumlah Tiap Jenis Rumah di Kota Baru Parahyangan

11Tabel 3 Perkiraan Timbulan Sampah

18Tabel 4 Cara Penyaluran Air Hujan

21Tabel 5 PUH Desain Rinci (tahun)

40Tabel 6 Rancangan Anggaan dan Biaya

DAFTAR GAMBAR

9Gambar 1 Jumlah Curah Hujan Rata-rata Tahunan 1981-1996

32Gambar 2 Langkah-langkah perhitungan volume kolam retensi

Bab 1. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangJumlah penduduk yang semakin lama semakin meningkat dan membutuhkan adanya pemukiman di suatu kawasan perkotaan dan sekitarnya akan mengakibatkan penggunaan lahan semakin meningkat dan daerah hijau/daerah terbuka yang berfungsi untuk menahan sementara waktu dan meresapkan air hujan ke dalam tanah semakin berkurang. Adanya ketidakseimbangan antara cut and fill lahan, pemerataan jalan untuk jalur transportasi, dan banyaknya perkerasan yang menyebabkan porsi rembesan dan resistensi makin mengecil mengakibatkan porsi limpasan air hujan membesar dan terjadi banjir. Untuk mengatasi hal ini, salah satu langkah yang perlu diambil adalah dengan memperhatikan sistem pengelolaan air hujan pada suatu kawasan dalam rangka konservasi air, yaitu dengan memperhatikan sistem drainase dan kolam retensi sebagai cara untuk mengendalikan banjir.1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud tugas akhir ini adalah untuk merencanakan sistem drainase dan pengendalian banjir di Kota Baru Parahyangan, Padalarang yang mencakup perhitungan dan pemilihan alternatif. Tujuan tugas akhir ini adalah untuk menyusun secara rinci sistem drainase dan pengendalian banjir.

1.3. Lokasi StudiLokasi studi perencanaan adalah Kota Baru Parahyangan wilayah Timur. Kawasan ini terletak di wilayah pengembangan Bandung Barat, dengan batas-batas lokasi kawasan adalah sebagai berikut :

Utara : Kecamatan Cipatat, Kecamatan Padalarang

Selatan : Waduk Saguling, Kecamatan Batujajar

Barat : Desa Pangerang, Desa Girimukti

Timur : Kecamatan Cimahi Tengah, Waduk Saguling

1.4. Rumusan Masalah

Adapun batasan masalah yang akan dibahas pada tugas akhir ini meliputi menganalisis kondisi eksisting di lapangan, pembuatan jalur saluran drainase dan kolam retensi/waduk yang disesuaikan dengan kondisi lapangan (dengan mempertimbangkan karakteristik fisik dan potensi daerah perencanaan), pembuatan alternatif sistem drainase, pemilihan alternatif yang akan direalisasikan dalam tata laksana proyek perencanaan.Bab 2. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI2.1. Gambaran Umum

Kota Baru Parahyangan yang direncanakan mempunyai luas sebesar 1250 Ha, terletak di sebelah barat kabupaten Bandung yang mencakup 2 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Batujajar yang terdiri dari 5 desa yaitu desa Kertajaya, Cipeundeuy, Cimerang, Bojonghaleuang dan Cikande.

Lokasi Kota Baru Parahyangan berada di wilayah pengembangan Bandung Barat yang berpusat di Kota Padalarang dan dari sistem Hirarki kota-kota termasuk ke dalam Hirarki II bersama dengan Kota Soreang dan Kota Majalaya. Lokasi Kota Baru Parahyangan memiliki batas-batas sebagai berikut :

Utara : Kecamatan Cipatat, Kecamatan Padalarang

Selatan : Waduk Saguling, Kecamatan Batujajar

Barat : Desa Pangerang, Desa Girimukti

Timur : Kecamatan Cimahi Tengah, Waduk Saguling

2.1.1. Luas WilayahSecara keseluruhan kawasan Kota Baru Parahyangan memiliki luas sebesar 1250 Ha yang mencakup 2 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Batujajar.2.1.2. Curah HujanData curah hujan diperoleh dari stasiun penakar hujan terdekat, yaitu stasiun penakar hujan Padalarang. Dari data selama 15 tahun yaitu dari tahun 1981 sampai tahun 1996 memperlihatkan bahwa jumlah hujan rata - rata tahunan adalah 1280,42 mm. Bulan bulan basah terjadipada bulan OktoberApril dan bulanbulan kering terjadi pada bulan Mei- September. Rata-rata curah hujan tiap hari hujan adalah 12,2 mm.Tabel 1 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-Rata Tahunan

BulanCurah Hujan Jumlah hari hujan

Rata-rata (mm)rata-rata

Januari250.7719

Februari172.8714

Maret241.7917

April159.2112

Mei100.918

Juni33.895

Juli25.824

Agustus43.613

September61.865

Gambar 1 Jumlah Curah Hujan Rata-rata Tahunan 1981-1996

2.1.3. Sarana Wisata

Sarana wisata yang akan dibangun di lokasi kegiatan adalah hotel, padang golf, theme park, pasar festival,dan lain-lain dengan lahan yang digunakan untuk pengembangan sarana wisata tersebut sebesar 32,78 Ha atau 26,22 % dari luas total lokasi kegiatan.2.1.3.1. PerumahanJumlah rumah yang akan dibangun di Kota Baru Parahyangan direncanakan sebanyak 9.994 unit rumah perumahan yang akan dibangun di Kota Baru Parahyangan diklasifikasikan menjadi 3 tipe.

Tabel 2 Rincian Jumlah Tiap Jenis Rumah di Kota Baru Parahyangan

NoJenis RumahJumlahLuas (Ha)

Unit%

1Kepadatan Rendah (R1)

2000 m24644.64221,80

1500 m22832.8371,70

1200 m22322.3247,10

2Kepadatan Sedang (R3)

600 m2114111.41103,40

500 m22432.4318,30

400 m24564.5627,50

300 m2123012.360,40

3Kepadatan tinggi (R6)

200 m2167816,7953,20

180 m26716.7119,20

2.1.3.2. Sarana Penunjang

Sarana Penunjang yang akan dibangun di Kora Baru Parahyangan berupa sarana-sarana kota yang akan menunjang keberadaan Kota Baru Parahyangan itu sendiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan lain-lain. Prasarana Kota yang direncanakan akan dibangun diantaranya mengenai system drainase dan pengaturan lalu lintas dan lainnya.

2.1.3.3. Limbah Padat dan Pengelolaannya

Limbah Padat yang timbul di Kota Baru Parahyangan berasal dari berbagai kegiatan antara lain permukiman, kegiatan komersial, hotel, sarana rekreasi, taman, jalan dan sebagainya. Perkiraan jumlah limbah padat yang akan ditimbulkan dapat dilihat di table dibawah ini.

Tabel 3 Perkiraan Timbulan Sampah

NoSumber Limbah PadatAsumsiStandar TimbulanJumlah Timbulan

(m/hari)

1Permukiman 9394 unit46970 jiwa2 L/orang/hari 1)93,94

2Asrama Pelajar 600 unit600 jiwa2L/orang/hari 1)1,2

3Pusat kota, areal135,2 Ha0,1 L/m/hari 2)135,2

komersial, club house

4Sarana Pendidikan13,3 Ha0,05 L/m/hari 2)6,65

5Sarana Kesehatan11 Ha0.15 L/m/hari 2)16,50

6Hotel2x150 kamar5L/kamar/hari 2)1,50

7Padang Golf dan RTH143,9 Ha0,02L/m/hari 2)27,78

8Jalan23,02 km526,94L/km 1)11,90

Total295,67

Sumber : 1) Standar timbulan sampah padat PD Kebersihan, 1994

2) Conceptual Design Solid Project, PT Indurenco International, 1996

2.2. Air BersihInstalasi pengolahan air bersih yang direncanakan akan dibangun menggunakan Waduk Saguling sebagai sumber air baku, dengan debit air baku maksimum yang akan diambil adalah sebesar 1000 Liter/detik (berdasarkan surat permohonan No 1/378/1996). Sistem distribusi dibagi atas jaringan pipa primer, sekunder, tersier, dan sambungan ke halaman. Jaringan pipa menggunakan sistem Loop untuk menghindarkan adanya konsumen yang tidak terlayani ketika ada perbaikan di salah satu bagian pada jaringan utama.

2.3. Pengolahan Air Limbah

Air buangan yang timbul di Kota Baru Parahyangan merupakan air limbah domestik yang berasal dari kegiatan rumah tangga, hotel, area komersial. Institusi yang berupa black water yaitu air limbah yang merupakan buangan dari toilet dan grey water yang merupakan buangan dari, pencucian, dapur dan kamar mandi.

Air limbah yang dihasilkan direncanakan akan diolah secara individu dan secara terpusat. Pengolahan secara individu diterapkan di lokasi yang memiliki topografi yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengaliran air limbah secara gravitasi ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan secara individu di lokasi kegiatan menggunakan biofilter dan effluen yang dihasilkan langsung di buang ke sungai sungai terdekat sebagai badan air penerima.

Septik tank yang merupakan salah satu jenis on - site sanitation yang umum, tidak digunakan sebagai sistem pengolahan secara individu dikarenakan kondisi tanah di lokasi yang mempunyai kandungan kapur yang cukup tinggi yang mengakibatkan kemampuan infiltrasinya kecil, sehingga tidak memungkinkannya membuat daerah serapan yang diperlukan oleh sistem septik tank untuk menyerap effluen yang dihasilkan.

Pengolahan secara terpusat dilakukan dengan menggunakan sebuah IPAL yang jenisnya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan seperti aspek ekonomi, aspek teknis dan sebagainya. Pengaliran limbah cair dilakukan dengan menggunakan pipa air kotor ( sewerage ) yang terpisah dari saluran drainase. Pipa air kotor tersebut terdiri dari pipa primer, pipa sekunder dan tersier dengan system pengaliran secara gravitasi menuju IPAL. Letak pipa primer yaitu pada jalan utama yang dilengkapi dengan manhole setiap 75 100 m.

Bab 3. METODOLOGI PERENCANAAN

3.1. Umum

Dalam merancang suatu sistem ada alur kerja tertentu yang harus diikuti, sehingga rancangan yang dihasilkan sesuai dengan kriteria desain yang berlaku. Bab ini memuat langkah-langkah perencanaan sistem drainase yang berlaku secara umum di Kota Baru Parahyangan.

3.2. Langkah-Langkah Perencanaan Sistem Drainase

Dalam perencanaan sistem drainase ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan yang dapat menunjang keseluruhan perencanaan, antara lain : pengumpulan data, analisa data, pemilihan alternatif sistem, perencanaan teknis berdasarkan sistem terpilih meliputi dasar-dasar perencanaan dan kriteria desain, penulisan draft laporan, dan penulisan laporan akhir. Adapun bagan langkah-langkah perencanaan yang lebih lengkap dapat dilihat pada gambar dibawah dan selanjutnya akan diuraikan mengenai metode yang digunakan tersebut pada sub bab berikutnya.

Limpasan air hujan yang keluar dari kolam retensi rata rata adalah 96 % dari debit limpasan air hujan yang masuk ke dalam kolam retensi. Kondisi topografi di KBP memungkinkan limpasan air hujan mengalir secara gravitasi. Namun, kondisi tekstur permukaan tanah yang bergelombang dan lokasi badan air penerima yang menyebar memungkinkan limpasan air hujan dialirkan menuju badan air penerima yang terdekat. Limpasan air hujan yang keluar ke badan air penerima,berdasarkam analisis sederhana badan air penerima tidak akan menyebabkan banjir. Oleh karena itu penggunaan sistem drainase yang direncanakan dapat mengantisipasi bahaya banjir. Sistem drainase yang direncanakan akan digunakan pada wilayah perencanaan seluas 600 hektar yang terdiri dari 3 cluster perumahan yang terletak di kawasan timur Kota Baru Parahyangan. Perhitungan dimensi saluran yang direncanakan menggunakan metode rasional.

3.3. Penjelasan dan Uraian Metodologi Perencanaan

3.3.1. Tahap Pengumpulan Data

Dengan survey lapangan yaitu tahap ini dilakukan peninjauan lokasi untuk melihat kondisi eksisting wilayah secara langsung yang berguna dalam menentukan batasan wilayah studi dan ruang lingkup kajian. Selanjutnya pengumpulan data primer. Data primer merupakan hasil pengamatan langsung di kawasan Kota Baru Parahyangan. Data yang dihasilkan merupakan data yang menggambarkan kondisi wilayah dengan mengkhususkan pada informasi yang tidak didapatkan dari pihak pengelola kawasan atau data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain. Kondisi daerah perencanaan kondisi badan air penerima di sekitar daerah perencanaan. Lainnya pengumpulan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan langsung dengan perencanaan sistem drainase di kawasan Kota Baru Parahyangan, antara lain : data hasil test perkolasi bertujuan untuk mengetahui besarnya kemampuan tanah mengabsorbsi air hujan yang jatuh ke permukaan tanah.

3.3.2. Tahap Analisis Data

Tahapan dalam melakukan analisis hidrologi adalah melakukan analisis data curah hujan yang terdiri dari melengkapi data curah hujan. melakukan uji konsistensi, melakukan uji homogenitas, melakukan analisis curah hujan maksimum dengan menggunakan metode Gumbel Modifikasi, metode Log Pearson Tipe III, metode Iwai Kedoya, pemilihan metode analisa curah hujan maksimum dilakukan dengan menggunakan metode Chi-Kuadrat, melakukan analisis intensitas hujan dengan menggunakan, metode Van Breen

metode Hasper Der Weduwen, metode Bell-Tanimoto, pemilihan metode analisis intensitas hujan dilakukan dengan menggunakan substitusi antar ketiga metode pada persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro.

3.3.3. Tahap Perencanaan/Desain

Dalam perencanaan / desain suatu sistem drainase perlu dilakukan langkah-langkah berikut dasar-dasar perencanaan, teori yang mendukung perencanaan sistem drainase, kriteria desain sistem drainase, perencanaan teknis, perhitungan debit limpasan, Q, Penentuan debit limpasan menggunakan metode rasional (Sosrodarsono,1987) dengan input data luas daerah pengaliran dan Intensitas hujan.

Perhitungan dimensi bangunan pelengkap (gorong-gorong, street inlet, terjunan, outfall)

Usaha konservasi air dan perhitungan dimensi bidang resapan (sumur resapan atau kolam retensi/danau).Penentuan dimensi yang dilakukan berdasarkan ketersediaan serta peruntukan lahan. Dimensi bidang resapan akan mengikuti luasan yang tersedia di wilayah studi.Spesifikasi teknis dan Rencana Anggaran Biaya.Desain dan detail gambar

Bab 4. DASAR DASAR PERENCANAAN4.1. Umum

Sebelum menentukan perencanaan sistem drainase suatu wilayah pemukiman yang paling tepat, diperlukan dasar-dasar perencanaan terlebih dulu. Hal ini berguna sebagai bahan pemikiran dalam penetapan alternatif saluran dan perencanaan sistem drainase. Dasar-dasar perencanaan yang diterapkan mencakup ketentuan-ketentuan umum dan rumus-rumus dasar yang dipakai dalam suatu perencanaan sistem drainase. Penerapan dasar-dasar perencanaan ini harus disesuaikan dengan kondisi eksisting lokasi daerah perencanaan, seperti misalnya kondisi topografi, klimatologi, geologi, tata guna lahan, curah hujan, hidrogeologi, dan sebagainya.

Selain perencanaan sistem drainase, untuk menanggulangi banjir yang mungkin terjadi di daerah pemukiman, diperlukan juga suatu perencanaan sumur resapan dan kolam retensi yang juga didasarkan atas tata guna lahan lokasi perencanaan, yang nantinya akan mempengaruhi besar kecilnya koefisien limpasan yang terjadi.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, dikembangkan beberapa alternatif sistem drainase yang mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis Hasil yang diharapkan dari alternatif yang dipilih adalah tercapainya perencanaan sistem drainase yang berasaskan sistem drainase modern, yaitu sistem drainase yang berwawasan lingkungan. Sehingga, selain terhindar dari bahaya banjir ataupun genangan air yang merugikan masyarakat, lokasi perumahan juga turut serta dalam upaya konservasi sumber daya air.

4.2. Pengertian DrainasePengertian drainase dapat ditentukan berdasarkan lingkup atau batasan dari sistem drainase itu sendiri (Moduto, 1998), antara lain :

Drainase permukaan, yaitu suatu sistem drainase yang menangani semua permasalahan kelebihan air di atas atau pada permukaan tanah, terutama masalah kelebihan air hujan.

Drainase bawah permukaan, yaitu suatu sistem drainase yang menangani permasalahan kelebihan air di bawah permukaan tanah atau di bawah lapisan tanah, misalnya untuk menurunkan permukaan air tanah yang tinggi agar daerah tersebut terbebas dari masalah kelembaban yang tinggi.

Drainase perkotaan, yaitu suatu sistem drainase yang menangani permasalahan kelebihan air di wilayah perkotaan yang meliputi drainase permukaan dan drainase bawah permukaan.

Bila dilihat dari cara penyalurannya, sistem drainase dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu :

Tabel 4 Cara Penyaluran Air HujanSistemTerpisahTercampur Intercepting Sewer

PengaliranAir hujan dan air limbahAir hujan dan air limbahJika debit besar,

sistem

terpisahtercampurtercampur

Jika debit kecil, sistem

terpisah

Fluktuasi DebitBesarKecilBesar dan kecil

Keuntungan- Ekonomis dalam hal- Konsentrasi pencemar- Bisa digunakan untuk

pemilihan dimensi saluranmenurun karena pengen-debit besar dan kecil

karena hanya menampungceran dengan air hujan

debit air hujan saja- Biaya konstruksi lebih

- Air hujan tidak membebanimurah karena debit jadi

saluran air buangansatu

KerugianMembutuhkan lahanDebit yang diolah dalamMembutuhkan lahan

tersendiriBPAB besarTersendiri

Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

Maksud perencanaan drainase perkotaan adalah untuk mercari alternatif kiat pengendalian akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan dan penyaluran limbah agar dalam pembangunannya dapat terpadu dengan pembangunan sektor lain yang terkait(Moduto, 1998). Dengan adanya perencanaan sistem drainase ini, maka sebelumnya dapat disiapkan cadangan lahan yang cukup, sesuai dengan penataan lingkungan perkotaan.

Dari uraian di atas, maka kegunaan drainase dapat disimpulkan sebagai berikut (Moduto, 1998) mengeringkan daerah becek dan genangan air, mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan dan memanfaatkan sebesar-besarnya untuk imbuhan air tanah, mengendalikan erosi, kerusakan jalan dan bangunan-bangunan, sarana pengelolaan kualitas air.Pembagian Saluran Drainase terbagi menjadi dua, yaitu drainase wilayah perkotaan (drainase kota) dan drainase wilayah regional (drainase regional). Drainase kota dibagi menjadi lima (Moduto, 1998) :

Saluran Drainase Induk Utama (DPS > 100 ha)

Saluran Drainase Induk Madya (DPS 50-100 ha)

Saluran Drainase Cabang Utama (DPS 25-50 ha)

Saluran Drainase Cabang Madya (DPS 5-25 ha)

Saluran Drainase Tersier (DPS 0-5 ha)

Saluran drainase induk (utama dan madya dengan DPS > 50 ha) dapat dikategorikan ke dalam sistem drainase mayor karena akibat kerusakan banjir dianggap besar, sedangkan saluran drainase cabang utama dan seterusnya (DPS < 50 ha) dapat dikategorikan ke dalam sistem drainase minor karena akibat kerusakan banjir dianggap kecil.

4.2.1. Sistem Drainase Minor

Sistem drainase minor merupakan bagian dari sistem drainase yang menerima debit limpasan maksimum dari mulai aliran awal, meliputi : inlet limpasan permukaan jalan, saluran dan parit drainase tepian jalan, gorong-gorong, got air hujan, saluran air terbuka dan lain-lain, yang didesain untuk menangani limpasan banjir minor sampai DPS sama dengan 50 ha. Saluran drainase minor didesain untuk Periode Ulang Hujan (PUH) 2-10 tahun, tergantung dari tata guna lahan di sekitarnya.

4.2.2. Sistem Drainase Mayor

Selain untuk menerima limpasan banjir minor, sarana drainase harus dilengkapi dengan suatu saluran yang dapat mengantisipasi terjadinya kerusakan-kerusakan besar akibat limpasan banjir yang mungkin terjadi setiap 25-100 tahun sekali. Sarana sistem drainase mayor meliputi : saluran alami dan buatan, daerah banjir dan jalur saluran drainase pembawa aliran limpasan besar serta bangunan pelengkapnya.

4.3. Dasar-Dasar Perencanaan dan Kriteria Desain

4.3.1. Periode Ulang Hujan (PUH)

PUH dalam desain dihitung dengan menggunakan rumus (Moduto, 1998) :

Eq. 1dimana : T = PUH setiap T tahun (tahun)

N = Umur bangunan efektif (tahun)

= faktor resiko, biasanya bernilai 1/3PUH desain sistem saluran dan bangunan-bangunan drainase kota untuk berbagai tata guna lahan.

Tabel 5 PUH Desain Rinci (tahun)No.Tata Guna LahanT (tahun)

1Saluran awalan pada daerah :

- lahan rumah, taman, kebun, kuburan, lahan tak terbangun2

- perdagangan, perkantoran dan industri5

2Saluran minor

- DPS < 5 ha (saluran tersier)

- resiko kecil2

- resiko besar5

- DPS 5-25 ha (saluran sekunder)

- tanpa resiko2

- resiko kecil5

- resiko besar10

- DPS 25-50 ha (saluran primer)

- tanpa resiko5

- resiko kecil10

- resiko besar25

3Saluran mayor

- DPS 50-100 ha

- tanpa resiko5

- resiko kecil10

- resiko besar25

- DPS > 100 ha

- tanpa resiko10

- resiko sedang25

- resiko besar50

- pengendalian banjir kiriman100

4Gorong-gorong/jembatan

- jalan biasa5-10

- jalan by-pass10-25

- jalan bebas hambatan25-50

5Saluran tepi jalan

- jalan lingkungan2-5

- jalan kota5-10

- jalan by-pass10-25

- jalan bebas hambatan25-50

Sumber : Moduto. Drainase Perkotaan, Volume I. 1998

4.3.2. Luas Daerah Pengaliran

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu luas daerah pengaliran adalah tata guna lahan eksisting dan pengembangannya di masa mendatang, karakteristik tanah dan bangunan di atasnya, kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran.4.3.3. Pengaruh DPS Parsial

Modifikasi metode rasional berdasarkan asumsi bahwa hasil debit puncak dari suatu hujan dengan durasi dimana seluruh DPS di atas titik profil saluran yang ditinjau telah memberikan kontribusi. Makin jauh saluran, DPS akan makin bertambah, waktu konsentrasi akan bertambah, sehingga intensitas hujannya menurun ( jika tc > te ).

Pengaruh itu semua dapat mengakibatkan perbedaan pada debit puncak yang dihitung dengan asumsi bahwa seluruh DPS sudah memberikan kontribusi. Keadaan ini disebut pengaruh DPS parsial dan harus dicek pada tempat-tempat sebagai berikut :

Pertemuan dua saluran

Keluaran dari DPS yang besar dengan waktu konsentrasi pendek

Keluaran DPS yang kecil dengan waktu konsentrasi panjang.

Untuk penentuan debit puncak akibat pengaruh DPS parsial ini, dipakai pedoman sebagai berikut : Jika kedua tc saluran < te, maka debit puncak saluran sama dengan jumlah debit dari kedua saluran Jika tidak, harus dihitung dua kali dimana seluruh ruas dengan tc terkecil dan terbesar, dengan harga terbesar digunakan untuk debit desain. Perhitungan yang dilakukan untuk pedoman yang kedua adalah (Moduto, 1998):

Untuk tc terbesar, semua daerah memberikan kontribusi :

Eq. 2Untuk tc terkecil, tidak semua DPS memberikan kontribusi :

Eq. 3

Sedangkan faktor y dihitung dengan :

Eq. 44.4. Kriteria Hidrolis

4.4.1. Kapasitas Saluran

Untuk menghitung kapasitas saluran, dipergunakan persamaan kontinuitas dan rumus Manning (Chow, 1992):

Eq. 5dimana : Q= debit pengaliran (m3/detik)

v= Kecepatan rata-rata dalam saluran

A= Luas penampang basah (m2)

4.4.2. Ambang Bebas

Ambang bebas adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi rencana. Ambang bebas merupakan jagaan untuk mencegah meluapnya air ke tepi saluran.

Ketinggian ambang bebas f dapat dicari dengan rumus berikut (Moduto, 1998):

Eq. 6dimana : d= Ketinggian muka air (m)

Cf= Koefisien ambang bebas

Besarnya koefisien ambang bebas yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

4.4.3. Perlengkapan Saluran

Perlengkapan saluran merupakan sarana pelengkap yang dapat menunjang kinerja penyaluran air hujan. Pada umumnya perlengkapan saluran pada sistem penyaluran air hujan terdiri dari :

Street Inlet

Street inlet merupakan lubang atau bukaan di sisi-sisi jalan yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hjan yang berada di sepanjang jalan menuju ke saluran. Pada jenis penggunaan saluran terbuka tidak diperlukan street inlet karena ambang saluran yang ada merupakan bukaan bebas (kecuali untuk jalan dengan trotoar terbangun).

Perletakan street inlet mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan terhadap lalu lintas jalan maupun pejalan kaki

Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpaan air hujan menuju ke arah tersebut

Air yang masuk street inlet harus secepatnya menuju ke dalam saluran

Eq. 7dimana : D= Jarak antar street inlet (m), D < 50 m

S= Kemiringan (%)

W= Lebar jalan (m)

Gutter Inlet

Gutter inlet adalah bukaan horisontal dimana air jatuh ke dalmnya. Kapasitas gutter inlet dapat dihitung dengan menggunakan modifikasi persamaan Manning untuk aliran dalam saluran yang sangat dangkal (Moduto, 1998), yaitu :

Eq. 8

dimana : Q= Kapasitas gutter inlet (m3/detik)

z= Kemiringan potongan melintang jalan (m/m)

n= Koefisien kekasaran Manning = 0.016

S= Kemiringan longitudinal gutter (m/m)

d= Kedalaman aliran di dalam gutter (m)

Gutter didesain sedemikian rupa sehingga lebar aliran di atas permukaan jalan tidak lebih dari dua mm selama terjadinya hujan.

Curb Inlet

Curb inlet adalah bukaan vertikal dimana air masik ke dalamnya. Kapasitas curb inlet dapat dihitung dengan rumus (Moduto, 1998) berikut ini :

Eq. 9

(Metric Unit)

dimana : Q= Kapasitas curb inlet (cfs, m3/detik)

L= Lebar bukaan curb (ft, m)

g= Gaya gravitasi

d= Kedalaman total air dalam gutter (ft, m)

Tinggi air pada permukaan jalan dekat gutter atau curb dapat didekati dengan rumus (Moduto, 1998):

Eq. 10dimana : d= Kedalaman air (mm) pada lebar jalan

D= Jarak antara street inlet

I= Intensitas hujan (mm/jam)

S= Kemiringan jalan

Dalam perencanaan, kapasitas gutter maupun curb inlet harus diturunkan (sekitar 10-30 %) untuk memperhitungkan gangguan penyumbatan dimana penurunan ini tergantung pada kondisi jalan serta jenis inletnya. Besarnya faktor reduksi dalam penentuan kapasitas inlet dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Perlengkapan saluran merupakan sarana pelengkap yang dapat menunjang kinerja penyaluran air hujan. Pada umumnya perlengkapan saluran pada sistem penyaluran air hujan terdiri dari :

Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpaan air hujan menuju ke arah tersebut

Air yang masuk street inlet harus secepatnya menuju ke dalam saluran.

Eq. 11dimana : D= Jarak antar street inlet (m), D < 50 m

S= Kemiringan (%)

W= Lebar jalan (m)

4.4.3.1. Terjunan Tegak

Pada terjunan tegak ini air akan mengalami jatuh bebas pada pelimpah terjunan, kemudian akan terbentuk suatu loncatan hidrolis pada hilir. Ketentuan yang berlaku adalah :

Untuk Q < 2.5 m3/detik, tinggi terjun maksimum = 1,5 m

Untuk Q > 2,5 m3/detik, tinggi terjun maksimum = 2,5 m

Untuk menentukan terjunan tegak digunakan rumus (Chow, 1992):

Eq. 12

Eq. 13

Eq. 14dimana : Yc= Kedalaman air kritis (m)

h= Kedalaman air normal (m)

Q= Debit aliran (m3/detik)

b= Lebar saluran (m)

q= Debit per satuan lebar ambang (m3/detik)

g= Gaya gravitasi (m/detik2)

4.4.3.2. Terjunan Miring

Terjunan miring dipakai untuk tinggi terjun > 2 m. Mulai dari awal terjunan miring, airnya mendapat tambahan kecepatan sehingga sepanjang terjunan miring tersebut berangsur-angsur terjadi penurunan muka air. Supaya perubahan kecepatan air dari kecepatan normal ke kecepatan maksimum berjalan secara teratur dan tidak secara mendadak, dibuatlah suatu bagian peralihan. Tipe yang umum digunakan adalah tipe Vlugther.

Kecepatan maksimum pada akhir bagian peralihan besarnya tergantung pada ketahanan dasar dan dinding-dinding salurannya terhadap penggerusan (erosi). Jika dibuat dari pasangan batu kali dengan spesi semen yang baik, kecepatan maksimumnya berkisar antara 5-10 m/detik. Jika dibuat dari beton, tentunya nilai yang dicapai akan lebih besar lagi.

Dimensi bangunan terjunan miring dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Vlugther (Dirjen Pengairan,1986):

Eq. 15

Eq. 16

Eq. 17dimana : C= 0,4

Untuk 1/3 < z/H < 4/3, maka D = 0,6.H + 1,1.z

a = 0,2.H(H/z)

4/3 < z/H < 10, maka D = H + 1,1.z

a = 0,15.H(H/z)

H= Tinggi energi (m)h1= Kedalaman air di hilir (m)

h2= Kedalaman kritis (m)

S= Ketinggian air pada bagian yang miring (m)

z= Beda tinggi air sebelum dan sesudah terjunan (m)

v= Kecepatan aliran (m)4.4.3.3. Pintu Air

Pintu air atau klep merupakan bangunan penunjang sistem drainase di daerah dataran. Pintu air difungsikan terutama pada saat terjadi hujan dan pasang naik. Hal ini dilakukan untuk mencegah aliran balik (backwater) yang dapat terjadi akibat banjir makro, sehingga tidak mengganggu kelancaran air keluar dari daerah perencanaan yang dapat menyebabkan banjir mikro. Pintu air biasanya diletakkan pada lokasi outfall di tepi sungai dan pada tepi dimana akumulasi air dalam saluran drainase kota menuju muara cukup tinggi

4.4.3.4. Bangunan Pembuangan

Bangunan pembuangan atau outfall merupakan ujung saluran yang ditempatkan pada sungai atau badan air penerima lainnya. Struktur outfall ini hampir sama dengan struktur bangunan terjunan lain karena biasanya titik ujung saluran terletak pada elevasi yang lebih tinggi dari badan air penerima, sehingga dalam perencanaan outfall ini merupakan bangunan terjunan. Untuk menghitung dimensinya digunakan persamaan Manning. Kecepatan aliran direncanakan antara 6-10 m/detik. Lebar mulut bagian peralihan dapat dihitung dengan persamaan (Chow, 1992) :

Eq. 184.5. Profil Aliran

Dalam perencanaan saluran drainase selalu diasumsikan bahwa dalam satu jalur saluran ketinggian airnya selalu sama karena dianggap bahwa air dari daerah tangkapan langsung dilimpaskan secara bersamaan ke dalam saluran. Tujuan pembahsan profil aliran ini adalah untuk menunjukkan profil aliran sebenar nya yang terjadi dalam saluran drainase agar dalam perencanaannya tidak terjadi kesalahan pengertian tentang kedalaman air dalam saluran.

Debit limpasan mempengaruhi pembentukan profil aliran karena :

Tidak semua air terlimpaskan ke saluran secara bersamaan

Ada yang merayap pada medan limpasan terlebih dahulu

Ada masukan dari saluran persil ke sepanjang saluran yang ditinjau

Adanya penambahan debit limpasan dari jalur saluran sesudahnya yang diakibatkan adanya aliran balik.

Rumus-rumus penting yang digunakan dalam perhitungan profil aliran adalah perhitungan debit dan perhitungan penurunan muka air. Persamaan yang digunakan :

4.5.1. Profil Aliran Akibat Pengaruh Pengaruh Penampang Saluran

Penampang saluran mempengaruhi pembentukan profil aliran karena :

Saluran tidak selalu mempunyai dimensi yang sama karena dalam perencanaannya tergantung pada debit yang masuk ke dalamnya, sedangkan debit yang masuk belum tentu sama besarnya.

Adanya energi dalam suatu aliran, seperti tinggi tekan, tinggi kecepatan dan kehilangan tekanan. Energi ini akan semakin ekstrim jika terjadi perubahan kondisi-kondisi saluran, perubahan kemiringan dasar saluran, perubahan kekasaran saluran, serta perubahan bentuk penampang saluran.

Adanya aliran balik dari jalur saluran sesudahnya.

4.5.1.1. Geometri Saluran

Unsur-unsur geometri saluran adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang dapat diuraikan seluruhnya berdasarkan bentuk penampang dan kedalaman aliran. Penampang saluran buatan biasanya dirancang berdasarkan bentuk geometri yang umum.

4.5.1.2. Energi Spesifik

Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai energi air setiap pon pada setiap penampang saluran, diperhitungkan terhadap dasar saluran. Perumusannya adalah sebagai berikut (Chow, 1992):

Eq. 19dimana : E= Energi spesifik (ft)

y= Ketinggian muka air dari dasar saluran (ft)

= Koefisien energi

v= Kecepatan aliran (ft/detik)

g= Percepatan gravitasi (ft/detik2)

Q= Debit aliran (m3/detik)

A= Luas penampang basah (m2)

4.5.1.3. Profil Aliran

Profil aliran menunjukkan lengkung permukaan aliran. Jenis lengkung yang umum terjadi pada saluran terbuka adalah :

Lengkung Air Balik

Profil ini terjadi bila ujung hilir dari saluran panjang yang landai terendam pada suatu kolam yang kedalamannya lebih besar daripada kedalaman normal, sehingga profil ini terjadi pada zona kedalaman di atas garis kedalaman normal (GKN).

Lengkung Surut Muka Air

Lengkung ini terjadi jika dasar saluran pada ujung hilir terendam pada suatu kolam yang kedalamannya lebih kecil daripada kedalaman normal.

4.6. Usaha Konservasi Sumber Daya Air

4.6.1. Peresapan Buatan

Dalam upaya menjaga kelestarian air khususnya di kawasan pemukiman, perlu diperhatikan fungsi drainase sebagai prasarana kawasan pemukiman yang dilandaskan pada konsep drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan upaya konservasi sumber daya air yang berprinsip mengendalikan kelebihan air permukaan sedemikian rupa sehingga air permukaan sebanyak mungkin mendapat kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Salah satu upaya konservasi sumber daya air adalah dengan pengendalian air limpasan permukaan. Pengendalian air limpasan permukaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara retensi dan cara infiltrasi.

Cara retensi dapat dibagi dua, yaitu off - site retention dan on - site retention. Off - site retention misalnya dapat dilakukan dengan pembuatan dan atau pemeliharaan situ, kolam atau waduk, yang sekaligus dapat berfungsi untuk budidaya ikan dan sebagai tempat wisata atau rekreasi. On - site retention dilakukan misalnya dengan retensi pada atap bangunan, taman tempat parkir, lapangan terbuka dan pada halaman rumah atau bangunan lainnya.

4.6.2. Sumur ResapanPada dasarnya sumur resapan air hujan merupakan sumur yang berfungsi untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Oleh karena itu, ada beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain. Sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang lulus air dan tahan longsor. Sumur resapan air hujan harus bebas dari kontaminasi/pencemaran limbah. Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan. Untuk daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk, sumur resapan air hujan hanya menampung air limpasan dari atap dan disalurkan melalui talang. Mempertimbangkan aspek hidrologi, geologi dan hidrogeologi. 4.6.3. Kolam Retensi

Kolam retensi dapat digunakan untuk mereduksi dan memperlambat debit yang akan masuk badan air penerima dan dapat difungsikan sebagai energi storasi alami yang dapat digunakan pemanfaatannya. Langkah-langkah perhitungan volume kolam retensi adalah sebagai berikut :

Gambar 2 Langkah-langkah perhitungan volume kolam retensi

4.6.3.1. Pelimpah Samping

Perencanaan untuk masukan kolam retensi salah satunya adalah dengan pelimpah samping. Metode yang digunakan untuk mendesain pelimpah samping adalah metode bilangan berdasarkan atas pemecahan masalah oleh De Marchi, dengan mengandalkan bahwa aliran adalah subkritis, panjang bangunan pelimpah dapat dihitung sebagai berikut : Di dekat ujung bangunan pelimpah, dengan besarnya kedalaman air ho dan debit Qo sama dengan kedalaman dan debit potongan saluran di belakang pelimpah dengan Ho = ho + v2/2g, tinggi energi di ujung pelimpah dapat dihitung.

Pada jarak x di ujung hulu dan hilir pelimpah, tinggi energi juga Ho karena sudah diandaikan bahwa tinggi energi di sepanjang pelimpah adalah konstan.

4.6.3.2. Pelimpah/Mercu TetapPerencanaan keluaran kolam resapan salah satunya adalah dengan mercu tetap. Rumus debit keluaran yang dipergunakan pada mercu tetap ini adalah :

Eq. 20dimana : Q = debit (m3/detik)

Cd = Koefisien debit,

untuk alat ukur ambang lebar, Cd = 1,03

untuk alat ukur mercu bulat, Cd = 1,48

g = Percepatan gravitasi (m/detik2)

b = Lebar mercu (m)

H1 = Tinggi di atas mercu (m)

Bab 5. ANALISIS HIDROLOGI

5.1. Pengertian Analisis Hidrologi

Dalam merencanakan drainase dan pengelolaan air hujan, sangat penting untuk mengetahui debit larian air hujan yang akan dikelola. Debit banjir ini pada umumnya tidak langsung tersedia, tetapi melalui analisa hidrologi melalui tinggi hujan maksimum yang didapat dari pos-pos pengamatan hujan yang tersebar, dapat diketahui intensitas hujannya lalu dapat dicari nilai debit banjirnya. Data curah hujan yang diperlukan adalah curah hujan jangka waktu yang pendek. Intensitas curah hujan jangka waktu yang singkat dapat digunakan untuk menghitung volume debit berdasarkan rumus rasional. Intensitas curah hujan ini dipakai karena pada umumnya, makin pendek jangka waktu curah hujan, makin besar intensitasnya, dan sebaliknya, jika jangka waktu curah hujan itu panjang, maka intensitasnya kecil.

Berapa besar ketelitian yang dapat diacapai oleh suatu jaringan pengamatan dengan kerapatan tertentu.

Setelah terjadi presipitasi, air hujan dapat tertahan pada beberapa tempat sebelum menjadi air larian, yaitu:

Kehilangan akibat intersepsi ( interception losses ). Kehilangan ini biasanya akibat air hujan yang tertahan oleh vegetasi sebelum mencapai permukaan tanah. Dalam kondisi perkotaan, kehilangan ini baisanya tidak diperhitungkan karena vegetasi yang tidak terlalu padat.

5.2. Analisis Curah Hujan

5.2.1. Penentuan Stasiun Utama

Dari pos-pos hujan yang tersedia tersebar di sekitar wilayah studi, perlu ditentukan pos hujan yang akan dijadikan stasiun utama sebagai dasar perhitungan berikutnya. Penentuan stasiun utama ini dilakukan dengan metode polygon Thiessen. Metode Polygon Thiessen ini dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalam hujan sebagai fungsi daerah yang dianggap diwakili.

Hitungan dengan poligon Thiessen dilakukan sebagai berikut:

- Semua stasiun yang terdapat di dalam atau di luar DAS dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari segitiga dengan sudut sangat tumpul.

- Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon

- Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh garis-garis poligon tersebut.

- Luas relatif daerah dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.

Berdasarkan jarak stasiun pengamatan dari lokasi dan ketersediaan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, terutama BMG Bandung, dan Puslitbang Sumber Daya Air ( PUSAIR Bandung ), maka dipilih beberapa stasiun yang akan dimanfaatkan data curah hujannya, yaitu stasiun Padalarang ( 150 ), Cimahi ( 153 ), Saguling ( 322102 ), Bandung Cemara ( 163 ), Bandung Husein Sastranegara ( 163g ), Sindangkerta ( 151a ), Pangheotan ( 142 ), dan Sukawana ( 147 ).

5.2.2. Koreksi Kualitas dan Kuantitas Data

Data hujan dari institusi pengelola perlu mendapatkan perhatian pada kualitas dan kuantitasnya. Beberapa kekurangan yang dapat, dan umumnya terjadi, dikoreksi dan dilengkapi dahulu sebelum digunakan dalam analisa selanjutnya.

5.2.2.1. Pelengkapan Data Hujan

Kekosongan data dapat, dan sering, ditemukan dari data yang dikeluarkan oleh stasiun pengamatan hujan. Hal ini dapat terjadi karena ketidakhadiran pengamat maupun kerusakan alat. Kekosongan data ini dapat dilengkapi beberapa cara, yaitu: Jumlah hujan dihitung dari pengamatan di tiga stasiun terdekat dan sedapat mungkin berjarak sama terhadap stasiun yang kehilangan data tersebut.. Bila hujan tahunan normalnya pada masing-masing stasiun indeks berada dalam 10% dari stasiun-stasiun yang kehilangan catatan tersebut, rata-rata aritmetik sederhana dari hujan di stasiun-stasiun indeks dapat memberikan jumlah yang diperkirakan.Bila hujan tahunan normal di sembarang stasiun indeks berbeda dari stasiun uang dinyatakan sebesar lebih dari 10%, maka digunakan metode rasio- normal yang dikembangkan oleh Linsley, et al, 1958. Cara ini hanya boleh digunakan bila variasi ruang hujan tidak terlalu besar. Metode ini lebih tepat dipakai di Indonesia Dalam metode ini, jumlah pada stasiun-stasiun indeks ditimbang dengan rasio nilai-nilai hujan tahunan normalnya, sehingga hujan di stasiun tersebut adalah: Perhitungan data hujan yang hilang ini umumnya cukup akurat untuk hujan lebat tipe umum di atas medan yang datar atau di atas lereng pegunungan yang arah anginnya relatif halus.

5.2.2.2. Uji Homogenitas

Suatu array data dapat bersifat tidak homogen. Ketidakhomogenan ini dapat terjadi karena:

Perubahan kondisi atmosfer karena pencemaran

Adanya hujan buatan yang bersifat insidentil

Menurut Moduto, 1998, Uji coba homogenitas hidrologi hujan/debit biasanya untuk DPS regional yang luas atau secara regional, yaitu bila data-data pokok untuk proyek itu diperoleh dari sekitar lebih dari sepuluh stasiun pengamat hujan/debit. Untuk DPS kecil, tidak perlu diadakan uji coba homogenitas hidrologi. Namun untuk menyempurnakan perhitungan dan untuk mengikuti prosedur yang berlaku, maka uji homogenitas perlu dilakukan.

5.2.3. Analisis Curah Hujan Maksimum

Melalui aplikasi metode analitis, data curah hujan maksimum dari pos-pos pengamatan hujan, dapat dihitung menjadi nilai curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu. Periode ulang hujan ini merupakan interval kemungkinan nilai tersebut, baik hujan maupun debit maksimum, tidak akan dilampaui, secara statisik. Curah hujan maksimum dihitung pada probabilitas periode ulang hujan tertentu, dalam perhitungan kali ini pada periode ulang hujan 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun.

Dalam menganalisa curah hujan maksimum yang sudah didapatkan, terdapat beberapa metode. Distribusi probabilitas kontinyu yang ada dapat berupa Distribusi Log Normal 3, Log Normal, Pearson tipe 3, Log Pearson tipe 3, Iwai Kadoya, dan Gumbel Modifikasi tipe 1. Data curah hujan yang akan digunakan, dicocokan dengan salah satu distribusi probabilitas yang ada. Pada Analisa hidrologi ini, distribusi yang akan diuji adalah Distribusi Gumbel Modifikasi, Distribusi Log Pearson III dan Distribusi Iwai Kadoya.

5.2.3.1. Distribusi Normal

Salah satu distribusi probabilitas terpenting adalah distribusi normal. Persamaan dari distribusi ini adalah:

Eq. 21Dimana:

= Standar Deviasi

= rata-rata sampel

5.2.3.2. Distribusi Log Normal

Distribusi dari beberapa data terkadang dapat skew ke kiri. Hal ini dapat terjadi pada data debit mingguan rata-rata. Untuk dapat terdistribusi dengan normal, data-data tersebut harus dilogaritmakan dahulu, maka distribusi dari nilai logaritma data tersebut akan normal. Persamaan distribusinya adalah:

Bab 6. SPESIFIKASI TEKNIS6.1. UmumSpesifikasi teknis ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pemborong dalam melaksanakan konstruksi. Walaupun demikian, spesifikasi teknis ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi di lapangan. Koefisien limpasan hujan yang turun langsung ke permukaan ini bernilai 1. Namun debit limpasan hujan yang dihasilkan akibat hujan yang turun langsung ke permukaan saluran drainase yang terbuka ini sangat kecil, sehingga dianggap tidak berpengaruh terhadap perhitungan debit limpasan air hujan sebelumnya.6.2. Lingkup Pekerjaan

Macam pekerjaan meliputi pelaksanaan pemasangan gorong-gorong, saluran, outfall, dan kolam retensi sesuai dengan spesifikasi lainnya tentang pekerjaan tersebut, dan dalam batas-batas kedudukan, kemiringan dan dimensi seperti yang tercantum dalam gambar pelaksanaan

6.2.1. Pengendalian PekerjaanPemborong harus mengatur pekerjaan drainase sedemikian sehingga aliran hujan selama dan sesudah pekerjaan selesai dapat berjalan dengan baik dan lancar. Untuk menghindarkan kerusakan pekerjaan, pemborong harus mengusahakan pada saat yang parameter-parameter tersebut diperbandingkan dengan cara memberikan bobot antara parameter yang didasarkan pada tingkat kepentingan faktor dalam proses pengambilan keputusan.6.2.1.1. BahanBahan

Seluruh bahan yang dipergunakan dalam pelaksanaan harus dari sumber-sumber yang diizinkan Konsultan Pengawas dan harus memenuhi standar yang pantas. Pengemasan untuk bahan harus utuh, baik dan tertutup rapat dengan bahan kedap air sebelum digunakan dan pada saat didatangkan.

Bahan yang digunakan untuk pekerjaan beton :

- Semen jenis Puzzoland SNI 15-0302-1994, tipe A

- Agregat, agregat Halus (Pasir)

- Butir-butir pasir tidak mengandung tanah, kadar lumpur tidak boleh melebihi 5 %

- Butir-butir harus dapat melalui ayakan berlubang (3 menit)

- Agregat Kasar (Kerikil dan Batu Pecah)

Harus terdiri dari butir-butir yang keras, tidak berpori, bersifat kekal sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah

Susunan butir-butirnya harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan

Besar butir maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat, dari jarak bersih minimum antar batang-batang/berkas-berkas tulangan

Penyimpangan dari batuan tsb dapat dilakukan dengan seijin tenaga ahli

- Batu Kali

Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh berbentuk blondos melainkan harus dipecah. Batu harus cukup keras, tidak mudah retak, bahkan pecah.

- Kapur

Tidak berbentuk bongkahan tapi serbuk.

-Air

6.2.1.2. SemenHanya satu merek dari tipe semen yang harus dipakai untuk pekerjaan beton.

Semen diangkut ke alpangan dalam keadaan tertutup dalam kantong yang terjahit dalam jumlah yang secukupnya untuk dapat dipergunakan pada pelaksanaan waktu itu dijaga agar semen tidak menjadi lembab.

- Sebelum dipakai, semen harus terlindungi dari pengaruh cuaca sepanjang waktu dan hanya dipergunakan pada saat diperlukan untuk pelaksanaan

- Pada pemakaian semen yang dibungkus, penyimpanan semen yang baru tidak boleh ditimbun di atas timbunan yang sudah ada dan pemakaian semen harus dilakukan menurut urutan pengirimannya

- Apabila semen telah disimpan lama dan/atau mutunya diragukan, maka sebelum boleh dipakai harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa semen tersebut masih memenuhi syarat

- Semen curah tidak boleh dipakai

6.2.1.3. AirAir untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak beton atau tulangan baja. Air harus bersih, jernih dan tawar. Hal lain mengenai air disesuaikan dengan peraturan NI-2.

6.2.2. Pekerjaan TanahGalian Tanah, patok-patok profil harus dipasang sebelum penggalian dimulai menggali atau membersihkan segala kotoran-kotoran seperti sampah dan sisa bangunan lainnya tidak merusak bangunan dan konstruksi lainnya, lubang galian dalam keadaan kering, timbunan Tanah. Pada tanah yang baik, dasar tanah yang akan ditimbun harus terlebih dahulu digali/dicacah sedalam 10 cm s/d 15 cm sesuai dengan luas penampang timbunan yang akan dibuat, agar tercapai homogenitas yang baik antara tanah dasar dengan timbunan yang baru. Berhubung timbunan mengalami penyusutan, maka timbunan harus dibuat lebih tinggi 1/10 T (dimana T = tinggi timbunan) darn lebih lebar 1/10 B.6.3. Rencana Anggaran BiayaRencana anggaran biaya dihitung berdasarkan harga konstruksi dan Bangunan Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat, 2003. Perhitungan dilakukan dahulu terhadap harga per satuan untuk masing-masing uraian pekerjaan, lalu dihitung keseluruhan anggaran biaya berdasarkan volume bangunan yang akan dibangun. Tabel 6 Rancangan Anggaan dan BiayaNo Jenis PekerjaanUnitVolumeHarga SatuanJumlah

IPersiapan

Pengukuran dan Pematokan3447576

tanah

IISaluran

1Galian Tanah Biasa115631.3109001260381508

2Urugan Tanah Kembali18501.015470101200541

3Urugan Pasir1360.3694942067229416.2

4Pasangan Batu19117.711603303065142988

5Plasteran 1 : 13539817110605659780

IIIGorong Gorong

1Galian Tanah Biasa3220010900350980000

2Urugan Pasir6304942031134600

3Plesteran 1 : 1539171109222290

4Beton bertulang5635332019785920

0

IV Outfall0

1Galian Tanah Biasa167.2109001822480

2Urugan Tanah Kembali35.845470196044.8

3Urugan Pasir3.649420177912

4Pasangan Batu42.041603306740273.2

5Plasteran 1 : 160.56171101036181.6

V Street Inlet

1Pembuatan curb inlet840730000252210000

VIKolam Retensi

Galian Tanah Biasa500109005450000

Pasangan Batu9016033014429700

Plesteran 1 : 1120171102053200

Sub total5798300411

Ppn 10 %579830041

Total6378130452

Bab 7. PENUTUPDari uraian tentang usulan teknis perencanaan sistem drainase Kota Baru Parahyangan pada bab bab sebelumnya, beberapa hal penting yang dapat digarisbawahi dalam perencanaan tersebut adalah :

Stasiun Utama daerah perencanaan adalah Stasiun Padalarang ( 150 )

Formula intensitas hujan yang dipakai adalah metode Van Breen dengan Nilai intensitas hujan sebesar 63,24 mm/jam untuk durasi hujan terhitung sebesar 48,13 menit.

Debit banjir rencana dihitung dengan PUH yang sesuai dengan peruntukan kawasan dengan menggunakan Metode Rasional

Dilakukan usaha konservasi air dengan membuat kolam retensi. Dan karena koefisien infiltrasi yang sangat rendah ( 5,275 x 10-8 cm/s ), maka fungsi kolam retensi akan terfokus sebagai penahan air sebelum masuk ke badan air penerima. Debit yang keluar dari kolam retensi rata rata adalah 96 % dari debit limpasan hujan yang masuk kedalam kolam retensi.

Pengaliran limpasan air hujan secara umum mengikuti kemiringan tanah. Limpasan air hujan yang dialirkan ke badan air penerima, berdasarkan analisis sederhana badan air penerima, tidak akan menyebabkan banjir. Oleh karena itu penggunaan sistem drainase yang direncanakan dapat mengantisipasi bahaya banjir.DAFTAR PUSTAKA

Bandung Urban Development and Sanitation Project. Drainage Design for Bandung. Lewelyn-Davies Kinhill. 1978.

Chow, Ven Te. Applied Hydrology. McGraw-Hill Book Co. Singapore. 1988.

Chow, Ven Te. Hidrolika Saluran Terbuka. Erlangga. Jakarta. 1992.

Stephenson, D. Developments in Water Science : Stormwater Hydrology and Drainage. Elsevier Scientific Publishing Co. 1981.

Kinori, BZ. Manual of Surface Drainage Engineering Volume 1. Elsevier Publishing Co. Amsterdam. 1970.

Suripin, Dr., Ir., M. Eng. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi. 2004.

Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen PU. Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-04. Badan Penerbit PU. Jakarta. 1986. Moduto. Desain Drainase Perkotaan Volume 1. Departemen Teknik Lingkungan ITB. Bandung. 1998.

Overton, Donald E. Stormwater Modelling. Academic Press Inc. 1976.

Subarkah, Iman, Ir. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma Bandung. 1980.

Ponco, Victor Miguel. Engineering Hydrology, Principles and Practices, 10th Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey. 1989._1155668129.unknown

_1155668869.unknown

_1155801766.unknown

_1155801819.unknown

_1155802196.unknown

_1155803335.unknown

_1167444491.vsdPerhitungan fluktuasi debit limpasan PUH 5 tahun

Perhitungan debit keluaran dari kolam

Perhitungan luas area penyerapan kolam,tinggi kolam volume kolam

Pembuatan hidrograf masukan dan keluaran

Perhitungan volume masukan,volume yang meresap,dan keluaran yang dapat diterima badan air penerima

Perhitungan fluktuasi debit limpasan PUH 5 tahun

_1155802408.unknown

_1155802001.unknown

_1155801795.unknown

_1155668948.unknown

_1155668963.unknown

_1155668928.unknown

_1155668675.unknown

_1155668841.unknown

_1155667299.unknown

_1155668128.unknown

_1155668013.unknown

_1155667071.unknown

_1155667298.unknown

_1149445946.unknown

_1155663020.unknown

_1149447172.unknown

_1149445933.unknown