Performa Sapi Silangan -Kelompok 1 2015

download Performa Sapi Silangan -Kelompok 1 2015

of 8

description

Performa Sapi Silangan -Kelompok 1 2015

Transcript of Performa Sapi Silangan -Kelompok 1 2015

PendahuluanLatar BelakangDalam sejarah pemuliaan sapi potong di Indonesia perbaikan performans sapi secara genetik melalui persilangan lebih banyak dipraktekkan dibandingkan melalui carai seleksi (Astuti et al, 2002). Hal ini dapat dimaklumi karena hasil dari praktek persilangan dalam rangka perbaikan performans akan segera dapat diseleksi, walaupun demikian praktek persilangan ternak yang kurang bijak bertualang hingga plasma nutfah.Persilangan antara sapi Peranakan Ongole atau PO (Bos indicus) dengan pejantan unggul dari kelompok Bos taurus (Simmental) banyak dipraktekkan di beberapa wilayah di Indonesia.Sapi PO merupakan sapi hasil grading up sapi Jawa dengan sapi Ongole yang dilakukan sekitar tahun 1930 (Hardjosubroto, 1994; Astuti et atl., 2002). Sapi Ongole termasuk Bos indicus, merupakan sapi tipe dwiguna (pekerja dan pedaging). Ciri bangsa sapi PO adalah warna kulit kelabu dengan bagian kepala,leher dan lutut berwarna gelap sampai hitam; ukuran tubuh besar,kepala relatif pendek,profil dahi cembung,bertanduk pendek,punuk besar,bergelambir dan mempunyai lipatan-lipatan kulit dibawah perut dan leher(Astuti, 1984;Hardjosubroto, 1994),memiliki lingkar kulit disekitar mata berwarna hitam dan tanduk yang betina lebih panjang(Sosroamidjojodan Soeradji, 199).Berat lahir sapi PO :18,25-28,50, berat sapih: 90,3-154,95 kg,berat dewasa(umur 1 tahun): 160,22 -424,50 kg,tinggi badan:110,71 146,6 cm,lingkar dada: 155,37 179,5cm (Hardjosubroto etal., 1981). SapiSimmental berasal dari lembah Simme, Switzerland, termasuk sapi tipe dwiguna (perah dan daging). Ciri khas dari bangsa sapi ini adalah tubuh berwarna bulu coklat kemerahan, pada bagian muka dan lutut ke bawah serta ujung ekor berwarna putih (Anonimus, 2002a). Bangsa sapi Simmental ini memiliki berat lahir cukup tinggi, berkisar 39,0 41,4 kg dan berat sapihnya mencapai 247,8 - 298,2 Kg (Cunningham dan Klei, 1995), Pada jantan dewasa berat badannya dapat mencapai 1.150kg dan 800 kg untuk yang betina (Astuti etal, 2002).Hasil persilangan antara sapi pejantanSimmental dengan sapi induk PO dikenal dengan sebutan sapi SIMPO.Sapi SIMPO cenderung memiliki ciri utama yang sama dengan sapi Simmental,yaitu terdapat warna putih pada bagian dahinya. Bangsa sapi potong baru ini diharapkan lebih produktif sebagai penghasil daging.

TINJAUAN PUSTAKA

Performan penotip seekor sapi potong dapat tidak sepenuhnya menggambarkan potensi genetik (genotip) yang dimiliki ternak. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ternak terhadap pengaruh lingkungan hidupnya. Semua faktor non genetic yang dapat mempengaruhi performan ternak adalah merupakan factor lingkungan (Trifena, 2011)Program inseminasi buatan (IB) di Indonesia telah menghasilkan beberapa sapi potong silangan. Sapi SIMPO sebagai hasil persilangan antara sapi Simmentaldengan sapi peranakan ongole (PO) dan LIMPO sebagai hasil persilangan antara sapi Limousin dengan sapi PO, merupakan sapi silangan yang banyak disukai dan ipelihara oleh peternak rakyat. Simmental atau Limousin adalah sapi dari bangsa Bos Taurus yang berasal dari daerah sedang (temperate zone) , terbiasa hidup di daerah dengan temperatur udara yang dingin an tatalaksana pemeliharaan yang intensif (Astuti et al., 2002), serta termasuk sapi tipe besar sehingga secara genetik mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Sapi PO adalah termasuk bangsa Bos Indicus yang berasal dari daerah tropis, terbiasa hidup di daerah dengan temperatur udara yang panas dan tatalaksana pemeliharaan yang ekstensif, serta termasuk sapi tipe kecil sampai sedang sehingga laju pertumbuhannya rendah sampai sedang. Oleh karena itu, sapi SIMPO dan LIMPO secara genetik akan mewarisi sifat-sifat kedua tetuanya masing-masing sebesar 50%, yaitu diduga dibandingkan dengan sapi PO akan mempunyai potensi laju pertumbuhan lebih cepat tetapi kurang tahan terhadap pengaruh temperatur udara panas dan kondisi pakan terbatas.Sapi Simmental Peranakan Ongole (SIMPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi PO. Karakteristik sapi ini menyerupai sapi PO, Simmental dan perpaduan kedua ciri sapi PO dan sapi Simmental, antara lain: 1) warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih sampai coklat kemerahan, 2) warna kipas ekor, ujung hidung, lingkar mata, dan tanduk ada yang berwarna hitam dan coklat kemerahan, 3) profil kepala datar, panjang dan lebar, dahi berwarna putih, 4)tidak memiliki kalasa, 5) ada gelambir kecil, 6)pertulangan besar, postur tubuh panjang dan besar,warna tracak bervariasi dari hitam dan coklat kemerahan (Triyono, 2003).Sapi Limousin Peranakan Ongole (LIMPO) merupakan sapi hasil persilangan antara pejantan sapi Limousin dengan induk sapi PO, kebanyakan sapi-sapi ini merupakan hasil perkawinan IB, sapi LIMPO sebagai turunan sapi tipe besar sehingga secara genetik mempunyai laju pertumbuhan yang lebih besar dan lebih cepat dibanding sapi PO (Sarwono dan Arianto, 2003). Hastuti (2007) menyatakan bahwa karakteristik eksterior sapi LIMPO adalah warna sekitar mata bervariasi coklat sampai hitam, moncong warna hitam dengan sebagian kecil berwarna merah.Hasil persilangan keturunan pertama antara sapi Simmental dengan sapi PO yaitu sapi SIMPO memiliki proporsi darah sapi Simmental dan sapi PO masing-masing 50%, demikian juga pada sapi LIMPO memiliki proporsi darah sapi Limousin50% dan PO 50%. Hasil keturunan kedua melalui persilangan backcross untuk sapi SIMPO memiliki proporsi darah Simmental 75% dan PO 25%, untuk api LIMPO memiliki proporsi darah Limousin 75% dan PO 25%. Menurut Hartatik (2009),yang dimaksud dengan backcross adalah apabila keturunannya dikawinkan kembali dengan salah satu bangsa tetuanya. Dalam hal ini dilakukan dengan mengawinkan kembali ternak silangannya dengan bangsa pejantannya melalui IB. Maksud dari backcross adalah untuk memperoleh komposisi gen yang dimiliki oleh salah satu tetuanya agar di dalam populasinya semakin lama semakin besar. Oleh karena itu fenotip yang akan nampak pada sapi hasil backcross akan lebih mendekati bangsa pejantan daripada fenotip keturunan pertama.Persilangan umumnya menghasilkan peningkatan produksi akan tetapi umumnya tidak meningkatkan reproduksi bahkan masalah seringkali timbul, disamping itu keberhasilannya perlu didukung oleh program yang mantap serta lingkungan yang dibutuhkan oleh sapi crossbred dapat terpenuhi. Persilangan yang tidak terprogram dengan baik dan target yang belum pasti akan merupakan ancaman bagi plasma nutfah (Hilmia N, 2009).Sapi hasil silangan menunjukkan performans yang lebih baik dibanding sapi lokal salah satunya adalah Peranakan Ongole (PO), sehingga banyak disenangi oleh peternak. Seperti yang dilaporkan Widianingtyas (2007), bahwa populasi sapi hasil silangan di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta mencapai persentase tertinggi (68,26%) dibanding sapi PO (31,74%).Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan sistim persilangan. Program persilangan pada sapi PO merupakan cara yang cepat untuk meningkatkan produktivitas, akan tetapi diperlukan suatu program yang terencana dengan baik disertai target yang pasti. Persilangan sapi PO hendaknya dilakukan di luar wilayah yang ditentukan untuk pembibitan dan pengembangan sapi PO murni. Kalau tidak maka persilangan akan merusak keragaman sumberdaya genetik sapi PO (Candra Fendi et al, 2011).

PEMBAHASAN

Produktifitas seekor ternak dapat dilihat dari performans atau penampilan ternak yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan serta bagaimana kedua factor ini saling berinteraksi. Sapi hasil silangan menunjukkan performans yang lebih baik dibanding sapi lokal salah satunya adalah Peranakan Ongole (PO), sehingga banyak diminati oleh peternak. Menurut Hardjosubroto (1994), sapi hasil silangan mempunyai pertumbuhan yang cepat dan tubuh yang besar, seperti hasil penelitian Christoffor (2004) yang melaporkan bahwa berat badan sapi SIMPO lebih besar daripada PO yaitu 450 kg dibanding 350 kg. Hal tersebut menjadi alasan kenapa peternak cenderung memilih sapi SIMPO karena mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan bobot lahir yang baik serta memiliki nilai jual yang tinggi. Performans seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan pengaruh komulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak bersangkutan, seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin penampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik. Performa sapi menurut Hardjosubroto (1994) dan Astuti (1999) ditentukan oleh beberapa yakni faktor genetik ternak dan faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya.

Performa SapiPerforma sapi dapat dilihat dengan cara mengidentifikasi sifat kuantitatif dan sifat kualitatif.1. Sifat kuantitatifSifat ini hanya sedikit hubungannya dengan produksi, tetapi sifat ini sangat mempengaruhi daya terima ternak tersebut di masyarakat karena berhubungan dengan derajat kemurnian dari breed tersebut (Warwick dan Legates, 1986). Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur dari ternak dan memiliki derajat (Bourdon, 2000). Bourdon (2000) menyatakan Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur dari ternak dan memiliki derajat. Fry (2008) menambahkan sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diamati atau terlihat secara langsung seperti, tidak bergelambir, warna bulunya cokelat muda dan coklat tua kehitaman dan bertanduk relatif kecil.

2. Sifat kualtitatif Sifat yang dijadikan sebagai kriteria seleksi pada sapi potong meliputi berat badan pada umur tertentu, kecepatan pertumbuhan dan ukuran tubuh pada umur tertentu (Hardjosoebroto 1994). Santosa (2001) menyatakan pengukuran ukuran tubuh ternak sapi dapat digunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan sering kali dipakai juga sebagai parameter teknis penentuan sapi bibit. Ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar dada. Djagra (1994) menambahkan bahwa ukuran tubuh perlu diketahui untuk mengetahui produktifitas ternak. Riyanto dan Purbowati (2009) Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat diamati atau terlihat secara langsung seperti:a.Panjang Badan. Pengukuran panjang badan dilakukan dengan cara membentang mistar ukur mulai dari sendi bahu scapula lateralis sampai tulang tapis tuber ischil.b. Tinggi Pundak.Diukur dari titik tertinggi pundak tegak lurus sampai ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur.c.Tinggi Pinggul.Diukur dari bagian tertinggi pinggul tegak lurus sampai ke tanah denganmenggunakan tongkat ukur.d. Lingkar Dada.Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan cara melingkari pita ukur pada tubuh ternak tepat di belakang kaki depan. Pita ukur harus dikencangkan sehingga pita ukur pada bagian dada terasa.e. Dalam DadaJarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada.

Pertumbuhan Ternak dan Pertambahan Bobot Badan SapiMenurut Riyanto dan Purbowati (2009) bahwa Pertumbuhan adalah perubahan bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume atau masa. Pertumbuhan dapat dinilai dengan semakin bertambahnya tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot badan yang terjadi pada seekor ternak. Pertumbuhan sapi merupakan pertambahan bobot badan dan perkembangan dari bagian bagian tubuh. Proses pertumbuhan pada sapi dimulai semenjak terjadinya pembuahan dalam uterus, lalu lahir, dan kemudian mengalami masa remaja atau pubertas hingga menjadi dewasa. Pertumbuhan yang cepat terjadi pada priode lahir hingga usia penyapihan dan pubertas (sekitar umur 8 10 bulan). Ditambahkan Yulianto dan Saparinto (2010) mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak sapi tergantung genotip, jenis kelamin, pakan, dan perawatan. Yasin (1993) menyatakan pertumbuhan ternak biasanya dinyatakan dengan adanya perubahan bobot hidup, perubahan tinggi atau panjang badan. Makin berat kenaikan bobot badan per hari makin baik pertumbuhannya. Secara genetis, pertumbuhan dibatasi sampai pada dewasa tubuh.Konsekuensi tubuh yang lebih besar maka kebutuhan pakan untuk hidup pokok akan meningkat. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, walaupun mutu genetiknya telah diperbaiki dengan persilangan maka potensinya tidak dapat muncul. Hal ini disebabkan pakan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi bagi normalnya semua proses biologis ternak, termasuk proses-proses reproduksi.

KESIMPULANPersilangan

DAFTAR PUSTAKA

Trifena, I Gede Suparta Budisatria, dan Tety Hartatik. 2011. Perubahan Fenotip Sapi Peranakan Ongole, Simpo, dan Limpo pada Keturunan Pertama dan Keturunan Pertama dan Keturunan Kedua (Backcross). Bulletin Peternakan. Vol 35(1):11-16.N Hilmia et al. 2013. Productivity and Genetic Diversity of Local Cattle in Ciamis-West Java. J.Indonesian Trop.Anim.Agric. 38(1):10-14.Candra Fendi et al. 2011. Performan Reproduksi Sapi Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Limousine di Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk. Jurnal Peternakan. Vol 2(1):34-38.Endrawaty Eni. 2010. Performans Induk Sapi Silangan Simmental-Peranakan Ongole dan Induk Sapi Peranakan Ongole Dengan Pakan Hijauan dan Konsentrat. Buletin Peternakan Vol. 34(2): 86-93. Hartatik Tety et al. 2009. Karakteristik dan Kinerja Induk Sapi Silangan Limousin-Madura dan Madura di Kabupaten Sumenep. Buletin Peternakan Vol. 33(3): 143-147. Depison. 2010. Performans Anak Hasil Persilangan Induk Sapi Bali dengan Beberapa Bangsa Pejantan di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Agripet Vol 10(1):37-41.Astuti Maria. 2004. Potensi dan Keragaman Sumbrdaya Genetik Sapi Peranakan Ongole. Lokakarya Nasional Sapi Potong.