Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

141
P erencanaan Lokasi PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL DI WILAYAH PERKOTAAN A. Ridwan Siregar

description

Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Transcript of Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Page 1: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi

PERPUSTAKAANUMUM SPASIALDI WILAYAHPERKOTAAN

A. Ridwan Siregar

Page 2: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial
Page 3: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

i

PERENCANAAN LOKASI

PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL

DI WILAYAH PERKOTAAN

A. Ridwan Siregar

2011

Page 4: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

ii

USU Press

Art Design, Publishing & Printing

Gedung F

Jl. Universitas No. 9, Kampus USU

Medan, Indonesia

Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737

Kunjungi kami di:

http://usupress.usu.ac.id

© USU Press 2011

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak,

menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam

bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

ISBN: 979 458 583 1

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah

Perkotaan / A. Ridwan Siregar --Medan: USU Press, 2011.

iv, 133 p. ; ilus. ; 20 cm

Bibliografi

ISBN: 979-458-583-1

Dicetak di Medan, Indonesia

Page 5: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT karena atas rahmat dan karuniaNya jualah sehingga

buku ini dapat diterbitkan. Buku ini menyajikan suatu hasil

kajian tentang perencanaan lokasi perpustakaan umum

spasial di wilayah perkotaan.

Perjalanan untuk menghasilkan sebuah karya telah

memberikan pengalaman baru bagi penulis, seperti suatu

petualangan yang penuh tantangan dan sekaligus rintangan.

Di dalam perjalanan itu, penulis memperoleh banyak

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang tulus kepada berbagai pihak yang telah turut

membantu mulai dari awal hingga karya ini dapat

diterbitkan. Kepada isteri dan anak-anakku disampaikan

penghargaan atas dukungan yang diberikan sehingga

penulis dapat bekerja dalam suasana yang menyenangkan.

Penulis berharap kiranya karya ini bermanfaat bagi

upaya untuk mengembangkan suatu wilayah kota yang

memiliki fasilitas perpustakaan umum yang dekat dengan

setiap warga masyarakat sehingga mereka dapat

mengembangkan diri untuk memperbaiki kesejahteraan

mereka sendiri.

Medan, 9 Maret 2011

Penulis,

Dr. A. Ridwan Siregar, M.Lib.

Page 6: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................... iii

Daftar Isi ..................................................................................................... iv

Bab I : Pendahuluan ............................................................................ 1

Bab II : Pengembangan Wilayah dan Pembangunan

Masyarakat ............................................................................. 12

Bab III : Pengembangan Wilayah dan Peningkatan

Kualitas Sumber Daya Manusia ...................................... 18

Bab IV : Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan

Kualitas Sumber Daya Manusia ...................................... 35

Bab V : Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan

Umum ....................................................................................... 48

Bab VI : Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan

Perpustakaan Umum ......................................................... 84

Bab VII : Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan

Umum Spasial ..................................................................... 103

Daftar Pustaka ...................................................................................... 120

Page 7: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan

mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau

kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat

kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan

memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada

(Jayadinata, 1992). Dalam pengembangan wilayah, ada tiga

faktor penting yang harus diperhatikan yaitu sumber daya

alam, sumber daya manusia dan teknologi yang dikenal

sebagai tiga pilar pengembangan wilayah (Nachrowi dan

Suhandojo, 2001). Peran sumber daya manusia dalam hal ini

menjadi sangat strategis karena selain sebagai subyek, juga

sekaligus sebagai obyek dari pembangunan atau

pengembangan wilayah. Sumber daya manusia dimaksud

adalah yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang

cukup untuk menggerakkan seluruh sumber daya wilayah

yang ada (Muchdie, 2001). Dengan kata lain, sumber daya

manusia berkualitas merupakan faktor yang menentukan

maju tidaknya suatu wilayah.

Sumber daya manusia berkualitas erat kaitannya

dengan tingkat pendidikan penduduk dan prasarana atau

fasilitas pendidikan yang tersedia di suatu wilayah.

Pendidikan memegang peranan penting dan penduduk

Page 8: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab I. Pendahuluan

2

terdidik merupakan persyaratan awal untuk pembangunan

(Calcuttawala, 2004). Dalam era informasi, pendidikan

beserta informasi yang cepat dan dapat dipercaya telah

menjadi suatu hal yang vital dalam bisnis, industri dan

perdagangan, modernisasi ekonomi, dan dalam melakukan

transformasi sosial-ekonomi penduduk. Oleh karena itu,

penduduk yang terdidik dan terinformasi dengan baik (well

informed) akan mendorong percepatan pembangunan.

Institusi pendidikan formal harus didukung oleh

fasilitas untuk memperoleh informasi dan pengetahuan.

Salah satu fasilitas yang banyak dihandalkan untuk tujuan

tersebut adalah perpustakaan. Perpustakaan secara

tradisional merupakan repositori dan pemeran utama

diseminasi informasi dan pengetahuan. Hal ini sudah

menjadi suatu kenyataan di negara maju, tetapi tidak

demikian halnya di negara berkembang seperti Indonesia, di

mana peran perpustakaan belum diupayakan maksimal

untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya

manusia terutama di lingkungan perkotaan. Kenyataan yang

ditemukan khususnya di negara berkembang bahwa peran

pendidikan dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia masih terfokus hanya pada institusi pendidikan

formal, sedangkan peran institusi non formal seperti

perpustakaan pada umumnya kurang mendapat perhatian.

Padahal di negara maju, perpustakaan umum dipandang

sebagai salah satu institusi penting untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia, dan terus diupayakan

penguatannya agar berperan lebih besar dalam

Page 9: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

3

pemberdayaan masyarakat.

Calcuttawala (2004) dalam disertasi doktornya di

bidang Geografi mengatakan bahwa perpustakaan

memperoleh arti penting yang diperbaharui pada kota-kota

di negara Barat pasca-industrial. Selanjutnya disebutkan

bahwa kota-kota dipromosikan sebagai pusat-pusat berbasis

pengetahuan di mana kolaborasi keterlibatan berbagai

lembaga riset, universitas dan industri teknologi tinggi

membantu perkembangan pembangunan ekonomi.

Perpustakaan di sini merupakan bagian penting dari

infrastruktur pengetahuan, bukan saja kontribusinya

terhadap lingkungan intelektual dan kultural dari kota tetapi

juga merupakan salah satu faktor daya tarik bagi bisnis,

investasi dan angkatan kerja profesional.

Berkaitan dengan itu, informasi dan pengetahuan

memperoleh tempat sentral dalam ekonomi maju yang telah

memiliki cabang penting dalam berbagai aspek kehidupan

seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik. Bahkan,

informasi telah menjadi fokus perhatian berbagai lembaga

riset dan diberi label ekonomi informasi. Ekonomi informasi

berkaitan dengan bagaimana kualitas dan biaya informasi

berpengaruh dan dipengaruhi oleh kinerja suatu sistem

ekonomi campuran (modern mixed economy) (Hepworth,

1987). Perpustakaan dalam konteks ini dipandang sebagai

komponen vital infrastruktur sosial dan ekonomi.

Selain itu, kehadiran digital divide antara negara-

negara miskin dan kaya, dan dalam skala yang berbeda

misalnya pedesaan dan perkotaan dan/atau di dalam skala

Page 10: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab I. Pendahuluan

4

perkotaan baik di negara miskin maupun kaya,

menempatkan perpustakaan pada suatu posisi yang unik

untuk menjembatani jurang pemisah dengan misinya

menyediakan akses universal terhadap informasi dan

pengetahuan (Urban Institute, 2007). Perpustakaan

berperan sebagai perantara penyebaran informasi dan

pengetahuan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketika

perpustakaan tidak berfungsi dengan baik, informasi dan

pengetahuan akan terasa semakin mahal terutama bagi

masyarakat berpenghasilan rendah yang merupakan

proporsi terbesar penduduk perkotaan di Indonesia saat ini.

Peningkatan aglomerasi perkotaan ditandai dengan

laju pertumbuhan kawasan perkotaan yang semakin tinggi.

Data menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di

Indonesia tumbuh cukup pesat dari 32,8 juta jiwa atau

22,3% dari total penduduk nasional pada tahun 1980,

meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9% pada tahun

1990, dan diperkirakan mencapai angka 150 juta jiwa atau

60 % pada tahun 2015 (Amron, 2007). Salah satu dampak

dari pertumbuhan penduduk adalah tidak terpenuhinya

kebutuhan pelayanan umum penduduk seperti fasilitas

pendidikan dan sosial (Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah, 2001). Bagi golongan masyarakat yang

mampu akan semakin sejahtera, tetapi sebagian besar

penduduk yang potensinya masih terbatas yang terjadi

adalah munculnya berbagai kesenjangan sosial, ekonomi,

lingkungan, dan lain-lain yang berdampak pada

meningkatnya tindak kriminalitas.

Page 11: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

5

Oleh karena itu, pemerintah selayaknya memasukan

komponen perpustakaan umum di dalam perencanaan

pengembangan wilayah perkotaan. Perencanaan kota

dipandang sebagai suatu aktivitas publik (atau serangkaian

aktivitas publik) yang bertujuan untuk mencapai sasaran

tertentu yang biasanya telah ditetapkan sebelumnya untuk

suatu kota atau suatu sistem dari sejumlah kota. Dalam

konteks luas, perencanaan kota dapat mencakup berbagai

komponen seperti: perencanaan ekonomi dan industri, tata

guna lahan, pasar tenaga kerja dan perburuhan, perumahan,

transportasi, infrastruktur, keuangan, lingkungan, energi,

sosial, fasilitas, dan teknologi (Nijkamp, 1989).

Fasilitas perpustakaan umum merupakan salah satu

fasilitas publik yang diperlukan untuk peningkatan kualitas

sumber daya manusia serta pendukung bagi kegiatan

ekonomi dan sosial di wilayah perkotaan. Penyediaan

fasilitas perpustakaan yang baik dan mudah dijangkau oleh

seluruh warga kota akan semakin penting artinya berkaitan

dengan tantangan globalisasi yang menuntut daya saing

yang pada hakikatnya adalah kualitas seluruh produk dan

jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu, masalah fasilitas

perpustakaan umum terutama yang berkaitan dengan lokasi

menjadi sesuatu hal yang penting untuk diteliti, dan hasilnya

dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan

wilayah perkotaan.

Untuk mengembangkan perpustakaan umum kota

berbasis wilayah atau spasial perlu dilakukan kajian dengan

pendekatan wilayah. Salah satu faktor penting dalam aspek

Page 12: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab I. Pendahuluan

6

kewilayahan adalah kajian yang berkaitan dengan lokasi.

Seperti dikemukakan oleh Koontz (1994), bahwa

keberhasilan penyelenggaraan perpustakaan umum

tergantung pada berbagai faktor diantaranya adalah

pemilihan lokasi. Selanjutnya disebutkan bahwa pemilihan

lokasi fasilitas perpustakaan umum merupakan suatu

keputusan paling penting yang dibuat oleh para perencana

kota. Sama halnya dalam penyelenggaraan fungsi ekonomi

seperti toko eceran (retail store), yang mana kesalahan

pemilihan lokasi dapat berarti kehilangan pasar potensial,

penurunan pendapatan, dan kemungkinan kegagalan usaha;

dalam penyelenggaraan fungsi pendidikan dan sosial seperti

perpustakaan umum, kesalahan dalam pemilihan letak atau

lokasi dapat berarti penurunan akses dan penggunaan

(Palmer, 1981). Selain faktor lokasi dan prasarana

pendukung lokasi, penggunaan perpustakaan juga didukung

oleh faktor lainnya seperti spesifikasi fisik, karakteristik

demografi pengguna, operasional perpustakaan dan

motivasi pengguna.

Sistem perpustakaan umum kota sangat bervariasi

tergantung pada lingkungannya. Sebuah kota besar

(metropolitan) biasanya memiliki sebuah gedung induk dan

sejumlah cabang yang tersebar pada sejumlah pusat

kegiatan. Berbeda dengan sebuah kota kecil (town) yang

adakalanya pelayanan perpustakaan cukup disediakan di

satu lokasi. Kota besar dengan suatu kawasan yang luas dan

jumlah penduduk yang padat tidak dapat dilayani atau

dijangkau oleh hanya satu perpustakaan. Sebagai contoh,

Page 13: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

7

Singapura dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta orang

memiliki sebuah sistem perpustakaan umum kota yang

terdapat di 39 lokasi (National Library Board Singapore,

2008), dan New York dengan sekitar 20 juta penduduk

dilayani dengan satu sistem perpustakaan umum yang

terdapat di 200 lokasi (Japzon and Gong, 2005).

Fenomena yang terjadi di sejumlah negara

berkembang adalah bahwa perpustakaan umum kurang

berkembang karena tidak disertakan sebagai komponen

dalam perencanaan wilayah perkotaan. Akibatnya, walaupun

kota mengalami perkembangan yang pesat, tetapi sistem

perpustakaannya hampir tidak berubah. Hal yang sama juga

terjadi di hampir semua kota di Indonesia termasuk kota-

kota besarnya. Kota Medan misalnya sebagai kota ketiga

terpadat penduduknya, hanya memiliki dua fasilitas

perpustakaan umum dengan manajemen yang terpisah

karena satu merupakan bagian dari organisasi Pemerintah

Kota, dan yang satu lainnya merupakan bagian dari

Pemerintah Provinsi. Apabila dilihat dari sisi penduduk kota

Medan yang berjumlah lebih dari dua juta jiwa pada tahun

2007 dengan wilayah kota seluas sekitar 265 Km2 dan

kepadatan penduduknya lebih dari tujuh ribu jiwa per Km2,

tentu saja fasilitas perpustakaan yang ada saat tidaklah

memadai.

Berdasarkan uraian di atas, kota-kota di Indonesia

memerlukan perencanaan komprehensif yang memadukan

seluruh fungsi atau kegiatan pemerintahan yang saling

berkaitan untuk membangun fasilitas perpustakaan umum

Page 14: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab I. Pendahuluan

8

sebagai salah satu infrastruktur publik yang dapat

menjangkau seluruh kawasan setiap kota. Sistem

perpustakaan umum kota yang tersebar dan berjarak dekat

dengan pengguna potensial yaitu penduduk perkotaan akan

mendukung pengembangan wilayah dalam hal peningkatan

kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi

wilayah perkotaan. Berkaitan dengan itu, kajian lokasi

perpustakaan umum menjadi bersifat strategis dalam

rangka pengembangan wilayah perkotaan.

Dalam Keputusan Menteri Permukiman dan

Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang

Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang

Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman, dan

Pekerjaan Umum, pada bidang pelayanan sarana lingkungan

dinyatakan bahwa untuk setiap 1 hingga 2 juta jiwa

penduduk dibutuhkan minimal 1 unit perpustakaan skala

kota/kabupaten, dan minimal 1 unit perpustakaan

lingkungan untuk setiap satuan lingkungan dengan jumlah

penduduk kurang dari 30 ribu jiwa (Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001). Jika

berpedoman pada ketentuan di atas dan berdasarkan jumlah

penduduk, maka Pemerintah Kota Medan misalnya harus

menyediakan minimal 1 unit perpustakaan skala kota dan

67 unit perpustakaan skala lingkungan.

Kota-kota di Indonesia diperkirakan hingga saat ini

belum memiliki perencanaan pengembangan fasilitas

perpustakaan umum yang berdimensi wilayah atau spasial

yang sesuai dengan perkembangan kota dan pertumbuhan

Page 15: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

9

penduduk. Di sisi lain, kajian penentuan lokasi spasial

perpustakaan umum belum pernah diterapkan dalam

perencanaan pengembangan atau pembangunan

perpustakaan umum kota khususnya di Indonesia. Sehingga

kajian tentang lokasi dalam kaitannya dengan

pengembangan wilayah perkotaan merupakan sesuatu hal

yang baru dalam sistem pengembangan perpustakaan umum

kota.

Dilatarbelakangi oleh keadaan seperti diuraikan di

atas, khususnya persepsi masyarakat dan para perencana

pengembangan wilayah perkotaan di Indonesia yang tidak

melihat pentingya faktor lokasi perpustakaan umum untuk

kinerja pelayanan yang optimal dan peran penting

perpustakaan umum dalam peningkatan kualitas sumber

daya manusia untuk menggerakkan potensi sumber daya

wilayah, mendorong keinginan untuk meneliti dan menulis

buku tentang isu tersebut. Dalam buku ini selanjutnya Kota

Medan akan dijadikan sebagai contoh karena kota tersebut

merupakan kajian penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya oleh penulis.

Pertanyaan yang timbul dalam upaya pengembangan

perpustakaan umum antara lain adalah faktor-faktor apakah

yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi

perpustakan yang dapat meningkatkan partisipasi penduduk

dalam penggunaannya sehingga memiliki peran yang lebih

besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia

untuk menggerakkan potensi pengembangan wilayah di

perkotaan. Permasalahan tersebut dapat dielaborasi dalam

Page 16: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab I. Pendahuluan

10

bentuk pertanyaan yang lebih spesifik yaitu: (1) Apakah lokasi

perpustakaan, prasarana pendukung lokasi perpustakaan,

karakteristik demografi pengguna perpustakaan, spesifikasi

fisik perpustakaan, operasional perpustakaan, dan motivasi

pengguna perpustakaan berpengaruh terhadap penggunaan

perpustakaan umum di wilayah perkotaan; dan (2) Apakah

penggunaan perpustakaan umum mempunyai pengaruh

terhadap pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas

sumber daya manusia di wilayah perkotaan.

Buku ini bertujuan untuk memaparkan faktor-faktor

penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan

lokasi perpustakaan umum kota berbasis wilayah dalam

rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk

mendukung pengembangan wilayah perkotaan. Secara

spesifik, buku ini bertujuan untuk menyajikan hasil

penelitian yang penulis lakukan di Kota Medan yang

diperkirakan juga memiliki karakteristik yang banyak

kesamaannya dengan kota-kota lainnya di Indonesia

terutama kota-kota besar. Selain itu, buku ini diharapkan

berguna bagi perencanaan pengembangan wilayah

perkotaan dalam membangun sistem perpustakaan umum di

lingkungan perkotaan.

Dengan mengetahui faktor-faktor penting yang harus

dipertimbangkan dalam perencanaan pengembangan

perpustakaan umum kota berbasis wilayah dalam bentuk

sistem jaringan yang tersebar, maka diharapkan dapat

mendukung upaya peningkatan kualitas sumber daya

manusia untuk menggerakkan potensi pengembangan

Page 17: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

11

wilayah perkotaan. Dengan demikian, keputusan dalam

perencanaan kota dalam hal ini pengembangan perpustakaan

umum sebagai fasilitas publik yang harus disediakan dapat

dilakukan dengan lebih baik. Pemerintah kota dapat

terhindar dari kesalahan yang menyebabkan tingkat

penggunaan perpustakaan menjadi rendah sehingga sasaran

salah satu aspek pengembangan wilayah yaitu peningkatan

kualitas sumber daya manusia tidak tercapai.

Pengembangan sistem perpustakaan umum berbasis

wilayah juga diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap disiplin ilmu perencanaan wilayah dan kota dalam

kajian-kajian yang berkaitan dengan lokasi fasilitas publik

pada umumnya dan fasilitas perpustakaan umum pada

khususnya dalam kaitannya dengan tata ruang perkotaan.

Buku ini juga diharapkan memberikan sumbangan konsep

pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di

bidang studi ilmu perpustakaan dan informasi yang

berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum di wilayah

perkotaan.

Page 18: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat

12

BAB II

PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT

Pengembangan wilayah didukung oleh tiga pilar

yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan

teknologi. Pengembangan wilayah merupakan interaksi dari

ketiga pilar tersebut (Nachrowi dan Suhandojo, 2001; Zen,

2001). Dalam kaitan yang sama, Budiharsono (2005)

menyebutkan bahwa perencanaan dan pengembangan

wilayah didukung oleh enam pilar yaitu analisis

kelembagaan, ekonomi, sosial, lokasi, geografi, dan

biogeofisik. Pandangan ilmu regional Barat terutama di

Eropa menitik-beratkan bahwa pembangunan regional

mencakup empat aspek utama yaitu kelembagaan, sosial,

ekonomi, dan ekologi (Sirojuzilam, 2010).

Dalam pengembangan wilayah, ada sejumlah teori

yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Teori-teori

pengembangan wilayah menganut berbagai asas atau dasar

sesuai tujuan penerapan masing-masing teori. Szajnowska-

Wisocka (2009) membuat suatu tinjauan tentang berbagai

teori dan konsep yang sering diaplikasikan dalam konteks

pengembangan wilayah. Teori dan konsep tersebut dibagi ke

dalam dua kategori yaitu (1) konsep klasik pengembangan

Page 19: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

13

wilayah; dan (2) konsep pengembangan wilayah yang

tumbuh dari dalam (endogenous regional development).

Teori klasik terdiri dari: konsep dasar ekonomi, teori

baru perdagangan, teori produksi, konsep pusat

pertumbuhan, model inti dan pinggiran, konsep jejaring

inovasi regional, teori siklus produksi, teori fleksibilitas

produksi, konsep jejaring inovasi regional (lokal), dan teori

pengelompokan industri. Sementara, konsep pengembangan

wilayah endogen muncul pada dekade terakhir abad 20,

yang disebutnya sebagai konsep pembangunan alternatif

yang menekankan pentingnya pembangunan sosial,

pertumbuhan modal manusia, dan peran komunitas lokal

dan aktivitas mereka dalam pengembangan wilayah

(Szajnowska-Wisocka, 2009).

Konsep baru tersebut merupakan jawaban terhadap

keterbatasan teori-teori klasik pengembangan wilayah

dengan didukung oleh fakta seperti diungkapkan dalam

sejumlah penelitian sesudahnya, bahwa perubahan

teknologi sendiri tidak cukup untuk menjelaskan

pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, konsep

pengembangan endogen merupakan suatu upaya untuk

mengoreksi teori-teori tersebut dengan mengusulkan model

yang mana dampak pertumbuhan jangka panjang

merupakan variabel endogen di dalam model, didasarkan

pada asumsi yang berkaitan dengan investasi dalam bidang

modal manusia dan teknologi.

Selanjutnya disebutkan bahwa pertumbuhan adalah

endogen bervariasi, baik melalui akumulasi modal

Page 20: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat

14

kompetitif atau melalui investasi dalam modal manusia dan

pertukaran informasi di antara perusahaan. Oleh karena itu,

menghasilkan pengetahuan, inovasi, pembelajaran melalui

pertukaran pengetahuan di antara perusahaan, kota dan

wilayah menjadi suatu bagian penting kebijakan pemerintah

baik pada skala nasional maupun lokal. Teoretisi endogen

(growing from within) tidak mencari rujukan pada teori-

teori lain (ekonomi, sosial, politik) dalam konsep mereka

karena sesuai dengan aturan jalur pengembangan terpisah

(separate development path), visi mereka didasarkan pada

potensi mereka sendiri untuk pengembangan spasial,

ekonomi dan sosial.

Di sisi lain, seperti dikemukakan oleh Loveridge

(2000) dalam pengantar Web Book of Regional Science,

bahwa mulai tahun 1954, sejak terbentuknya Regional

Science Association (sekarang Regional Science Association

International), regional science secara formal dikenal sebagai

bidang multidisiplin. Sejak itu, dicapai kodifikasi yang lebih

baik tentang metode dan pertukaran ide-ide awal dari

berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosiologi, desain,

perencanaan, dan ekonomi seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Page 21: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

15

Gambar 2.1: Elemen-elemen Ilmu Regional

Selanjutnya disebutkan bahwa ilmu regional

memiliki nama lain seperti geografi ekonomi, analisis

dampak regional, demografi, ekonomi regional,

pembangunan komunitas, dan kebijakan pengembangan

wilayah yang konsepnya secara umum dapat ditemukan

dalam berbagai jurnal ilmu regional. Dengan demikian,

disebutkan bahwa pengembangan wilayah sebagai

multidisiplin yang berusia masih muda dibandingkan

dengan bidang studi tradisional lainnya, didukung oleh

berbagai disiplin ilmu lain. Hal ini menjadi suatu kekuatan

dalam arti peningkatan kemampuan disiplin ilmu ini untuk

menyatukan berbagai pendekatan analitis yang luas

(Loveridge, 2000).

Bertitik-tolak dari uraian di atas, dapat dikatakan

bahwa pengembangan wilayah dapat menggunakan

berbagai pendekatan, teori atau konsep yang ada dalam

berbagai disiplin ilmu untuk menganalisis berbagai masalah

Page 22: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat

16

yang berkaitan dengan pengembangan wilayah. Pendekaan

teoritis dapat menggunakan baik teori-teori klasik yang

lazim digunakan maupun pendekatan konsep endogen yang

lebih menekankan pada pembangunan sosial, pertumbuhan

modal manusia, peran komunitas lokal dan aktivitas mereka

dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan hal itu,

pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kategori

kedua yaitu pendekatan pengembangan wilayah endogen.

Szajnowska-Wisocka (2009) menyebutkan bahwa fitur

karakteristik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan

ekonomi didasarkan pada penciptaan, peningkatan dan

penggunaan sumber daya internal pada setiap tingkat: lokal,

regional, nasional dan bahkan kelompok multinasional.

Khususnya wilayah dan kota dengan konsentrasi produksi

yang tinggi menciptakan kondisi untuk inovasi dan arus

pengetahuan dalam “pembelajaran” masyarakat.

Penyebaran pengetahuan dan gagasan inovasi baru dalam

suatu wilayah atau kota merupakan suatu jenis proteksi

dalam menghadapi kompetisi eksternal.

Pembangunan manusia tidak terlepas dari aspek

pendidikan atau modal manusia. Pendidikan adalah mesin

pertumbuhan (Olaniyan dan Okemankinde, 2008). Modal

manusia adalah penggerak pembangunan ekonomi (Florida,

Mellander dan Stolarick, 2007). Kopsep modal manusia

menjadi salah satu arah teoritis utama dalam bidang

ekonomi, sosiologi dan manajemen (Abeltina, 2008). Di sisi

lain, perpustakaan umum sebagai institusi publik berperan

dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan

Page 23: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

17

menciptakan modal sosial (Varheim, 2008).

Untuk meningkatkan peran perpustakaan umum

dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, ada

sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan. Dengan kata

lain, untuk menjadikan fasilitas perpustakaan memiliki

aksesibilitas yang tinggi di dalam masyarakat, ada sejumlah

persyaratan yang harus dipenuhi. Aksesiblitas masyarakat

terhadap fasilitas perpustakaan pada dasarnya adalah untuk

memenuhi kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi

(need for achievement), yang merupakan salah satu ciri

manusia modern. Kebutuhan untuk meraih hasil atau

prestasi disebut oleh McClelland (1981) sebagai virus

mental dengan nama n Ach karena ditemukan pada suatu

macam pikiran yang berhubungan dengan “melakukan

sesuatu dengan baik atau lebih baik” dari pada yang pernah

dibuat sebelumnya sehingga lebih efisien dan lebih cepat,

kurang mempergunakan tenaga, dengan hasil yang lebih

baik dan sebagainya.

Page 24: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

18

BAB III

PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENINGKATAN KUALITAS

SUMBER DAYA MANUSIA

Pengertian wilayah dalam Undang-undang R.I. No. 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah ruang yang

merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur

terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Dalam

penjelasannya disebutkan bahwa penataan ruang dalam

undang-undang tersebut didasarkan pada pendekatan

sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,

kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Wilayah

administratif terdiri dari wilayah nasional, wilayah provinsi,

wilayah kabupaten, dan wilayah kota. Setiap wilayah

tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan

administratif. Dalam tulisan ini yang menjadi fokus uraian

sesuai dengan topik penelitian adalah wilayah dengan

batasan administratif yaitu wilayah kota Medan.

Di sisi lain, pengembangan wilayah mengandung arti

yang luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya

yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan

hidup di suatu wilayah (Sasmojo, 2001). Hal senada juga

dikemukan oleh Miraza (2005) bahwa perencanaan wilayah

Page 25: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

19

menyangkut berbagai segi kehidupan yang komprehensif

dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya

bermuara pada upaya meningkatkan kehidupan masyarakat.

Salah satu definisi pengembangan wilayah

dikemukan oleh Jayadinata (1992) yaitu suatu tindakan

mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau

kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat

kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan

memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada.

Hal yang sama juga dikemukan oleh Zen (2001) bahwa

pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan

suatu masyarakat yang berada di suatu daerah untuk

memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di sekeliling

mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan

dengan kebutuhan dan bertujuan meningkatkan kualitas

hidup masyarakat yang bersangkutan. Teknologi dimaksud

adalah cara-cara yang dimiliki atau dikuasai oleh

masyarakat.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat

dikemukakan bahwa sumber daya manusia memegang

peranan strategis dalam pengembangan wilayah. Seperti

dikemukakan oleh Nachrowi dan Suhandojo (2001) bahwa

sumber daya manusia dengan kemampuan yang cukup akan

mampu menggerakkan seluruh sumber daya wilayah yang

ada. Selanjutnya disebutkan bahwa sumber daya manusia

mempunyai peran ganda dalam sebuah proses

pembangunan yaitu sebagai obyek dan sekaligus sebagai

subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, sumber

Page 26: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

20

daya manusia merupakan sasaran pembangunan untuk

disejahterakan, dan sebagai subyek pembangunan sumber

daya manusia berperan sebagai pelaku pembangunan. Lebih

lanjut disebutkan bahwa konsep pembangunan itu

sesungguhnya adalah pembangunan manusia yaitu

pembangunan yang berorientasi kepada manusia.

Kemampuan sumber daya manusia sangat

tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya.

Pengetahuan adalah keahlian dan keterampilan yang

diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau

pendidikan (Oxford English Dictionary, 2009). Selanjutnya

disebutkan bahwa pengetahuan adalah pemahaman yang

meyakinkan tentang suatu hal dan kemampuan untuk

menggunakannya untuk tujuan tertentu yang sesuai.

Kemampuan mengakses dan mengerti informasi dan

pengetahuan merupakan hak dasar manusia seperti juga

mereka membutuhkan sandang pangan dan rumah sebagai

kebutuhan pokok, sedangkan pendidikan dan akses

terhadap pengetahuan biasanya dikelompokkan pada

kebutuhan sekunder. Pentingnya pengetahuan dalam

kehidupan manusia dikemukakan oleh Winardi (2005) yang

menyebutkan bahwa satu-satunya sumber yang dapat

diandalkan bagi tercapainya keunggulan kompetitif adalah

pengetahuan.

Sebagai layanan umum yang terbuka bagi semua

kalangan, perpustakaan umum memiliki peran kunci dalam

mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memanfaatkan

informasi dan pengetahuan. Perpustakaan umum

Page 27: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

21

menyediakan akses terhadap sumber daya informasi dan

pengetahuan yang sangat luas. Hal ini juga ditegaskan oleh

UNESCO (1994) yang menyebutkan bahwa perpustakaan

umum berperan sebagai gerbang terhadap pengetahuan,

menyediakan kondisi atau lingkungan dasar untuk belajar

sepanjang hayat (lifelong learning), pengambilan keputusan

independen, dan pengembangan kebudayaan individu dan

kelompok sosial.

Di sisi lain, upaya untuk memberdayakan manusia

harus difasilitasi oleh institusi yang berperan untuk

memberdayakan mereka seperti institusi pendidikan dalam

semua tingkatan dan bentuk termasuk institusi pendidikan

non formal seperti perpustakaan umum. Oleh karena itu,

semua jenis institusi tersebut juga harus diperkuat agar

dapat berperan lebih besar dalam pemberdayaan

masyarakat. Dengan kata lain, institusi yang tidak memiliki

kekuatan tentu tidak dapat melakukan pemberdayaan

masyarakat seperti yang diharapkan.

Dalam kaitan antara pembangunan dan sumber daya

manusia, Zen (2001) menyebutkan bahwa pembangunan

atau pengembangan dalam arti development, bukanlah suatu

kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang

dimiliki oleh manusianya, tetapi adalah kemampuan yang

ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa

yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas manusia.

Selanjutnya disebutkan bahwa pengembangan harus

diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan,

serta kemampuan untuk merealisasikannya. Pada dasarnya

Page 28: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

22

pengembangan juga merupakan proses belajar. Pernyataan

ini bermakna bahwa seseorang tidak dapat mengembangkan

orang lain, tetapi seseorang dapat membantu orang lain

belajar untuk dirinya.

Dalam konteks pengembangan wilayah, pengertian

sumber daya tidak mengacu kepada benda atau suatu

substansi, melainkan mengacu kepada suatu fungsi yang

mana suatu fungsi atau substansi tadi dapat berbuat dalam

suatu kegiatan atau suatu operasi (Zen, 2001). Selanjutnya

disebutkan bahwa sumber daya tersebut muncul dari

interaksi antara manusia dan alam. Manusia mencari alat

atau cara-cara untuk memenuhi kebutuhannya sehingga

mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan

untuk keluar dari kesukaran-kesurakan yang dihadapinya.

Dari penjelesan yang bersifat filosofis ini dapat dimaknai

bahwa sesungguhnya fokus utama pengembangan wilayah

adalah manusia. Zen (2001) juga menyebutkan bahwa

pengembangan wilayah harus disertai pembangunan

masyarakat. Selain memanfaatkan sumber daya alam

melalui teknologi, manusianya harus dikembangkan.

Hal senada juga dikemukakan oleh Nachrowi dan

Suhandojo (2001) bahwa dalam pengembangan wilayah, ada

tiga faktor penting yang harus diperhatikan yaitu sumber

daya alam, sumber daya manusia dan teknologi yang dikenal

sebagai tiga pilar pengembangan wilayah. Selanjutnya

disebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan

interaksi dari ketiga pilar tersebut. Dan salah satu pilar yang

sangat penting adalah sumber daya manusia karena dengan

Page 29: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

23

kemampuan yang cukup akan mampu menggerakkan

sumber daya wilayah yang ada. Suatu wilayah yang memiliki

sumber daya alam yang kaya dan sumber daya manusia yang

unggul yang memiliki kapasitas di bidang teknologi akan

lebih cepat berkembang dibandingkan dengan wilayah

lainnya yang tidak memiliki kedua unsur tersebut.

Selanjutnya disebutkan bahwa hasil interaksi ketiga

pilar atau elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu

wilayah. Kinerja tersebut akan berbeda dengan kinerja

wilayah lainnya, sehingga mendorong terciptanya

spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi

persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat jejaring

spasial dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun

pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain

apabila salah dalam mengelola jejaring spasial tersebut tidak

mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu

harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa

mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola

oleh Pemerintah. Konsep pareto ini diharapkan mampu

memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan

penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang

berkembang.

Ada tiga indikator keberhasilan pengembangan

wilayah yang dapat dilihat sebagai kesuksesan

pembangunan daerah. Indikator pertama adalah

produktivitas, yang dapat diukur dari perkembangan kinerja

suatu institusi beserta aparatnya. Indikator kedua adalah

efisiensi, yang terkait dengan meningkatnya kemampuan

Page 30: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

24

tekhnologi/sistem dan kualitas sumber daya manusia dalam

pelaksanaan pembangunan. Terakhir adalah partisipasi

masyarakat, yang dapat menjamin kesinambungan

pelaksanaan suatu program di suatu wilayah.

Ketiga indikator keberhasilan tersebut terkait erat

dengan faktor-faktor yang menjadi ciri suatu wilayah dan

membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi

politik dan sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat

dan masyarakat, dan tingkat kemampuan/pendidikan aparat

dan masyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan

pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada

kemampuan berkoordinasi, mengakomodasikan dan

memfasilitasi semua kepentingan, serta kreativitas yang

inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif

dan berkelanjutan.

Bertitik-tolak dari pengertian bahwa posisi sumber

daya manusia merupakan titik sentral dalam pembangunan

atau pengembangan wilayah, maka sudah sewajarnya fokus

perhatian yang lebih besar ditujukan kepada upaya-upaya

peningkatan kualitas sumber daya manusia. Upaya

peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti

disebutkan di atas, tidak terlepas dari ketersediaan fasilitas

pendidikan baik institusi pendidikan formal seperti

perguruan tinggi atau sekolah maupun institusi lainnya

seperti pusat-pusat pelatihan dan perpustakaan di mana

anggota masyarakat dapat memperoleh informasi dan

pengetahuan untuk meningkatkan kompetensi mereka

Page 31: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

25

dalam berbagai bidang atau pekerjaan yang mereka tekuni

masing-masing.

Pentingnya peran perpustakaan dalam kaitannnya

dengan pengembangan wilayah juga dikemukan oleh Hoover

dan Giarratani (2009) dalam artikelnya berjudul Some

Spatial Aspects of Urban Problems dalam Web Book of

Regional Science berjudul An Introduction to Regional

Economics, yang menyebutkan bahwa perpustakaan

seharusnya dimasukkan ke dalam daftar pelayanan publik

sebagai kebutuhan kawasan metropolitan yang harus

disediakan oleh suatu pemerintah kota. Pernyataan tersebut

diungkapan seperti berikut:

“Since some services that are typically provided by

central-city governments are important to the

metropolitan area as a whole, their planning, operation,

and financing should be carried out with that

perspective in mind. Water and sewer systems,

intrametropolitan highways and transit, airports, large

metropolitan outdoor recreation areas, and some types

of local environmental protection seem to fit this

category. Fairly strong arguments could be made for

adding to the list such services as police and fire

protection, libraries, and museums”.

Hoover dan Giarratani (2009) selanjutnya

mengatakan bahwa kota-kota besar memiliki peran penting

dalam pengembangan ekonomi regional dan nasional, dalam

kapasitasnya sebagai pemancar (transmitter) berbagai

Page 32: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

26

gagasan dan praktek dari dunia luar dan juga sebagai tempat

orang-orang dari berbagai wilayah atau negara bertemu dan

terbuka bagi berbagai pranata dan tantangan baru dan

berbagai peluang yang lebih luas. Inovasi telah berkembang

bagai kecambah. Industri baru dan aktivitas lain yang

memulainya dari kota-kota besar secara historis cenderung

mendesentralisasi pada tahap berikutnya untuk berperan

dalam pengembangan wilayah atau bagian dari wilayah lain.

Bukti menunjukkan bahwa desentralisasi terjadi lebih cepat

dalam beberapa tahun belakangan ini dan kapasitas tempat

yang lebih kecil untuk mendukung industri inovatif telah

meningkat.

Pengertian perencanaan wilayah disebutkan sebagai

cabang dari perencanaan tata guna lahan dan berkaitan

dengan penempatan yang efisien dari aktivitas,

infrastruktur, dan pertumbuhan pemukiman di sepanjang

suatu daerah penting yang lebih luas dari lahan suatu kota.

Bidang terkait dengan perencanaan kota adalah yang

berkenaan dengan isu-isu spesifik perencanaan kota. Kedua

konsep tersebut dibungkus dalam perencanaan.

Wilayah seperti diuraikan sebelumnya adalah suatu

unit geografi yang membentuk suatu kesatuan (Wibowo dan

Soetriono, 2004). Pengertian unit geografi tidak hanya aspek

fisik tanah saja, tetapi meliputi aspek lainnya seperti biologi,

ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya disebutkan bahwa

wilayah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam

pengertian yaitu wilayah homogen, wilayah polarisasi atau

nodal, dan wilayah perencanaan atau program. Wilayah

Page 33: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

27

homogen diartikan sebagai wilayah dengan karakteristik

yang serupa dipandang sebagai sebuah wilayah tunggal

misalnya wilayah perkebunan karet di Sumatera Utara.

Wilayah polariasi atau wilayah nodal diartikan sebagai

wilayah berkutub yang secara fungsional terdapat wilayah

inti dan wilayah pinggiran, misalnya kota Bogor sebagai inti

dan daerah sekelilingnya seperti Cibinong dan Puncak

sebagai wilayah pinggirannya. Di sisi lain, wilayah

perencanaan atau program atau sering juga disebut sebagai

wilayah administratif adalah berkaitan dengan persoalan

kebijaksanaan dan perencanaan wilayah, misalnya wilayah

nasional provinsi, kabupaten, dan kota.

Dalam proses perencanaan, pendekatan penataan

ruang dalam Undang-undang R.I. No. 26 Tahun 2007 seperti

dikemukakan sebelumnya, didasarkan pada pendekatan

sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,

kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan

ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan

sistem internal perkotaan; berdasarkan fungsi utama

kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi

daya; berdasarkan wilayah administratif terdiri dari wilayah

nasional, provinsi, kabupaten/kota; berdasarkan kegiatan

kawasan terdiri dari kawasan perkotaan dan perdesaan; dan

berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri dari kawasan

strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Selanjutnya diatur bahwa wewenang penyelenggaraan

penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah

daerah yang mencakup pengaturan, pembinaan,

Page 34: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

28

pelaksanaan, dan pengawasan yang didasarkan pada

pendekatan wilayah dengan batasan administratif. Dengan

demikian, setiap wilayah merupakan subsistem ruang

menurut batasan administratif.

Dilihat dari sudut pandang penataan ruang, salah

satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai adalah

mewujudkan ruang kehidupan yang aman, nyaman,

produktif, dan berkelanjutan (Undang-undang R.I. No.

26/2007). Ruang kehidupan yang nyaman mengandung

pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat

untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan

fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung

pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan

secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah

ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus

meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan

mengandung pengertian kualitas lingkungan fisik dapat

dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya

untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga generasi

yang akan datang (Amron, 2007).

Sementara itu, konsep pengembangan wilayah di

Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan

model yang senantiasa berkembang yang disesuaikan

dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia

(Direktur Jenderal Penataan Ruang, 2003). Selanjutnya

disebutkan bahwa terdapat beberapa landasan teori yang

digunakan, Pertama, Walter Isard yang mengkaji terjadinya

hubungan sebab akibat dari faktor-faktor utama pembentuk

Page 35: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

29

ruang wilayah yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan

budaya. Kedua, Hirschmann dengan teori polarization effect

dan trickling-down effect dengan argumentasi bahwa

perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara

bersamaan. Ketiga, Myrdal dengan teori yang menjelaskan

hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya.

Keempat, Friedman yang menekankan pada pembentukan

hirarki guna mempermudah pengembangan, yang dikenal

dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass

yang memperkenalkan model keterkaitan kota-desa dalam

pengembangan wilayah.

Dalam perencanaan pembangunan wilayah dikenal

dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan

regional (Tarigan, 2008). Selanjutnya disebutkan bahwa

dalam pendekatan sektoral, seluruh kegiatan ekonomi di

dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-

sektor. Setiap sektor dianalisis potensi dan peluangnya,

ditetapkan apa yang dapat ditingkatkan, dan di mana

lokasinya. Setiap sektor dapat dibagi ke dalam sejumlah sub-

sektor. Di sisi lain, dalam pendekatan regional selain

memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan

produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan

dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk setiap

konsentrasi dan merencanakan jaringan untuk

menghubungkan berbagai konsentasi kegiatan tersebut.

Kedua pendekatan tersebut memiliki sasaran akhir yang

sama yaitu kegiatan apa dan di lokasi mana, perbedaannya

adalah cara memulai dan sifat analisisnya.

Page 36: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

30

Dalam pendekatan sektoral, kebutuhan berbagai

fasilitas sosial seperti: sekolah, rumah sakit, jaringan listrik,

jaringan telepon, penyediaan air bersih, dan lain-lain

dibahas sesuai dengan sektornya masing-masing. Bahkan

perencana sektoral pun mungkin sudah mengajukan

lokasinya. Namun, pada waktu itu lokasi proyek yang

disarankan ditinjau dari sudut kepentingan sektor itu

sendiri. Hal ini perlu dibahas secara lebih konkret pada

waktu pendekatan regional. Setelah melakukan pendekatan

regional maka sudah dapat diprediksi berbagai lokasi yang

akan berkembang. Dengan demikian, usulan lokasi

berdasarkan pertimbangan sektoral dapat diuji apakah

masih sesuai atau perlu diubah (Tarigan, 2008).

Selanjutnya disebutkan bahwa pendekatan regional

semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan yang

belum terjawab apabila menggunakan pendekatan sektoral

seperti berikut ini:

(1) Lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan

berkembang;

(2) Penyebaran penduduk di masa yang akan datang dan

kemungkinan munculnya pusat-pusat permukiman;

(3) Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan

prasarana yang perlu dibangun untuk mendukung

perubahan struktur ruang tersebut;

(4) Perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial

(sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, jaringan

telepon, dan penyediaan air bersih) yang seimbang

pada pusat-pusat permukiman dan pusat berbagai

Page 37: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

31

kegiatan ekonomi yang berkembang; dan

(5) Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan

moda transportasi) yang akan menghubungkan

berbagai pusat kegiatan atau permukiman secara

efisien.

Pendekatan sektoral dipandang tidak komprehensif

karena bersifat parsial, seperti disebutkan oleh Direktur

Jenderal Penataan Ruang (2003) bahwa pembangunan

seyogianya tidak hanya untuk memenuhi tujuan sektoral

yang bersifat parsial, tetapi juga untuk memenuhi tujuan

pengembangan wilayah yang komprehensif dan holistik

dengan mempertimbangkan keserasian di antara berbagai

sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang

(sumber daya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas)

yang didukung oleh sistem hukum dan kelembagaan yang

melingkupinya. Selanjutnya disebutkan bahwa untuk

mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang memuat

tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan, upaya

penataan ruang seharusnya ditempuh melalui tiga proses

utama, yaitu:

(1) Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang

menghasilkan rencana tata ruang wilayah. Selain

sebagai panduan ke depan, rencana tata ruang

wilayah merupakan bentuk intervensi agar interaksi

manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya

dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk

mencapai kesejahteraan serta kelestarian

lingkungan dan keberlanjutan pembangunan;

Page 38: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

32

(2) Proses pemanfaatan ruang yang merupakan wujud

operasionalisasi rencana tata ruang atau

pelaksanaan pembangunan itu sendiri; dan

(3) Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang

terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban

terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap

sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang

wilayahnya.

Kaitan antara pembangunan ekonomi regional

dengan pembangunan manusia dikemukakan oleh Brata

(2002), yang menyebutkan berdasarkan hasil penelitiannya

bahwa terdapat hubungan dua arah antara pembangunan

manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia.

Pembangunan manusia yang berkualitas mendukung

pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi

yang baik mendukung pembangunan manusia. Namun

dalam masing-masing hubungan ini juga disertai dengan

berperannya variabel-variabel lainnya. Oleh karena itu,

pembangunan ekonomi haruslah tidak mengabaikan

pembangunan manusia. Hal ini penting bukan hanya untuk

mengurangi disparitas regional baik dalam hal

pembangunan manusia maupun kinerja ekonomi regional

itu sendiri, tetapi juga karena pertumbuhan ekonomi sendiri

belumlah memadai untuk secara otomatis meningkatkan

kualitas modal manusia.

Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar

pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan

komparatif berupa kekayaan alam berlimpah, upah murah

Page 39: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

33

atau yang dikenal dengan bubble economics, sudah usang

karena terbukti tak tahan terhadap gelombang krisis.

Walaupun teori keunggulan komparatif tersebut telah

bermetamorfose dari hanya memperhitungkan faktor

produksi menjadi berkembangnya kebijaksanaan

pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter, ternyata daya

saing tidak lagi terletak pada faktor tersebut (Alkadri, 1999).

Mengenai hubungan antara sumber daya manusia

dengan pembangunan ekonomi juga dikemukakan oleh Ary

(2001) yang mengatakan bahwa faktor sumber daya

manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan

ekonomi. Bahkan disebutkan bahwa adanya kaitan erat

antara pendidikan dan penghasilan yang diperoleh seorang

tenaga kerja. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia

dalam pembangunan wilayah perlu ditingkatkan.

Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa wilayah

yang menjadi fokus tulisan ini adalah wilayah perencanaan

administratif, suatu kawasan yang secara administratif

berdiri sendiri. Dalam kehidupan suatu kota, pendidikan dan

pembelajaran merupakan komponen penting. Pendidikan

memegang peranan penting dalam mempromosikan

pengetahuan dan mendidik masyarakat untuk menjadikan

lingkungan perkotaan lebih nyaman untuk generasi

mendatang. Pendidikan dipandang sebagai suatu strategi

untuk memungkinkan setiap individu untuk mengambil

keputusan yang didasarkan pada pengetahuan dan

bertanggung-jawab pada semua tingkatan kehidupan kota

baik sekarang maupun masa yang akan datang. Kota harus

Page 40: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

34

menjadi suatu tempat bagi masyarakat untuk memperoleh

sarana dan keterampilan untuk kehidupan yang

berkelanjutan. Kota juga menjadi suatu penghubung penting

antara anggota masyarakat dengan pemerintah, antara

kewarganegaraan dan demokrasi. Keberlanjutan perkotaan

(urban sustainability) mencakup perbaikan kualitas hidup

penduduk kota, keadilan bagi semua, dan mengurangi

kemiskinan. (Brigitte Colin, 2009).

Page 41: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

35

BAB IV

PERAN PERPUSTAKAAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS

SUMBER DAYA MANUSIA

Perpustakaan umum telah lama dikenal sebagai salah

satu institusi penting pelayanan publik terutama di wilayah

perkotaan di negara-negara maju. NESF (2006)

mengidentifikasi 3 pilar perpustakaan umum yaitu sumber

daya untuk informasi dan pembelajaran, sumber daya untuk

kebudayaan dan imajinasi, dan sumber daya untuk anak-

anak dan orang-orang muda. Selanjutnya disebutkan bahwa

perpustakaan bukanlah sebagai bangunan atau institusi,

tetapi sebagai sumber daya untuk digunakan oleh

masyarakat. Di dalam Manifesto Perpustakaan Umum yang

dikeluarkan oleh UNESCO (1994) disebutkan bahwa

perpustakaan umum berperan sebagai gerbang terhadap

pengetahuan, menyediakan kondisi atau lingkungan dasar

untuk belajar sepanjang hayat, pengambilan keputusan

independen, dan pengembangan kebudayaan individu dan

kelompok sosial.

Peran perpustakaan untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia terjadi ketika pengguna atau anggota

masyarakat menggunakan koleksi perpustakaan terutama

dalam kegiatan membaca. Seperti kata seorang filsuf:

Page 42: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

36

membaca adalah sesuatu yang penting dari kehidupan yang

baik, bukan hanya kesenangan yang diperoleh dari membaca

responsif, tetapi dampaknya terhadap bagaimana kita

menghidupkan kehidupan kita, dan jenis komunitas apa

yang akan kita bangun (Grayling, 2006). Berkaitan dengan

kegiatan membaca sebagai salah satu peran perpustakaan

umum, The Art Council (2003) di Inggris dalam laporan

penelitiannya tentang membaca dan kesehatan,

menyebutkan temuannya antara lain sebagai berikut:

(1) Membaca adalah tindakan kreatif yang menggunakan

imajinasi untuk membawa teks yang dibaca menjadi

hidup. Hal ini membuat pembaca merasa baik dan

rileks dan dapat menghilangkan ketegangan.

(2) Pembaca adalah pembelajar independen, dengan

membaca memungkinkan pembaca untuk

mendapatkan sesuatu dan membangun literasi dan

keterampilan interpretatif dan ekspresif.

(3) Membaca dapat membantu membangun pemahaman

yang lebih luas tentang diri sendiri dan orang lain,

dengan memberikan akses terhadap perbedaan

perspektif dan situasi. Oleh karenanya, membaca bisa

menjadi pengobatan, memberikan peluang bagi

pembaca untuk mengeksplorasi isu-isu personal dan

pengalaman sesuai dengan waktu mereka sendiri,

dengan kecepatan sendiri, dan melalui pengalaman

orang lain.

(4) Membaca berarti memberdayakan. Membaca

mendukung keseimbangan mental, penghargaan

Page 43: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

37

terhadap diri sendiri, dan pengambilan keputusan

terinformasi.

(5) Membaca sering membawa kebersamaan masyarakat

untuk membicarakan tentang apa yang mereka baca

dan mengeksplorasi berbagai isu dan titik pandang

terkait.

Dengan perkembangan di bidang teknologi informasi

dan komunikasi, peran perpustakaan umum menjadi

semakin penting untuk menjembatani kesenjangan antara

yang kaya (memiliki akses Internet) dan mereka yang

tergolong miskin (tidak memiliki akses Internet). Ketika

sumber daya informasi dan pengetahuan tersedia secara

luas melalui Internet, timbul masalah bagaimana sumber

daya tersebut dapat difasilitasi bagi mereka yang tidak

memiliki akses Internet agar tidak terjadi kesenjangan

informasi dan pengetahuan di antara masyarakat. Hal ini

tidak terjadi di negara-negara yang telah memiliki

infrastruktur perpustakaan umum yang tersebar terutama di

negara-negara maju, penduduk dapat memanfaatkan

fasilitas akses yang disediakan pada perpustakaan umum.

Perpustakaan umum selain menyediakan bahan-bahan

dalam bentuk cetak, perpustakaan juga menyediakan akses

talian terhadap bahan-bahan non cetak.

Internet dan Web memiliki kapasitas untuk

mentransformasikan budaya masyarakat, dengan

menyediakan pengalaman yang lebih kaya dan bervariasi

bagi masyarakat. Hal ini tentu saja tergantung pada

ketersediaan akses individu terhadap Internet. Perhatian

Page 44: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

38

terhadap kemungkinan kesenjangan yang terjadi di antara

masyarakat dapat dilihat dari berbagai respons yang

dilakukan oleh perpustakaan umum di banyak negara.

Seperti dikemukakan oleh The Art Council (2003), di

Irlandia Utara terdapat 1.400 PC yang terkoneksi ke Internet

yang terdapat pada perpustakaan umum. Hal ini dilakukan

untuk meningkatkan akses terhadap sumber daya Internet

karena berdasarkan suatu survei yang dilakukan di sana

ternyata hanya 45% rumah tangga yang memiliki akses

Internet.

Perpustakaan umum adalah suatu fenomena dunia,

terdapat dalam berbagai masyarakat, di dalam budaya yang

berbeda, dan pada tingkat perkembangan yang berbeda.

Selama berabad-abad keberadaan perpustakaan di tengah-

tengah masyarakat tetap dipertahankan karena fungsinya

yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat (Sulistyo-

Basuki, 1993). Walaupun perpustakaan umum dijalankan

dalam konteks yang beragam dan menghasilkan perbedaan

dalam hal pelayanan yang disediakannya dan cara pelayanan

tersebut disampaikan, tetapi pada dasarnya perpustakaan

umum memiliki karakteristik yang bersifat umum.

Perpustakaan umum didefinisikan sebagai suatu

organisasi yang didirikan, didukung dan didanai oleh

masyarakat baik melalui pemerintah lokal, regional maupun

nasional atau melalui berbagai bentuk organisasi

masyarakat. Perpustakaaan umum menyediakan akses

terhadap pengetahuan, informasi dan karya-karya imajinasi

mencakup sumber daya dan pelayanan dan tersedia secara

Page 45: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

39

adil bagi semua anggota masyarakat tanpa memandang

suku, kebangsaan, usia, gender, agama, bahasa, disability,

status ekonomi dan pekerjaan, dan tingkat pendidikan (Gill,

2001).

Tujuan utama perpustakaan umum adalah

memberikan sumberdaya dan pelayanan dalam berbagai

bentuk media kepada penduduk yang membutuhkan, baik

untuk kebutuhan pendidikan, informasi, dan pengembangan

individu/pribadi, termasuk rekreasi dan mengisi waktu

luang. Perpustakaan umum memiliki peran penting di dalam

pembangunan dan pemeliharaan masyarakat demokratis

dengan memberikan akses individual terhadap khasanah

pengetahuan, ide, dan opini yang cukup luas (Gill, 2001).

UNESCO (1994) merinci peran perpustakaan umum

sebagai berikut: (1) pendidikan, (2) pusat informasi lokal,

(3) pengembangan diri, (4) anak-anak dan remaja, (5)

pengembangan kebudayaan, (6) peran sosial – tempat

bertemu, dan (7) agen perubahan – pengembangan individu

dan sosial. Sulistyo-Basuki (1993) membagi fungsi

perpustakaan ke dalam lima kategori yaitu: (1) sebagai

sarana simpan karya manusia, (2) fungsi informasi, (3)

fungsi rekreasi, (4) fungsi pendidikan, dan (5) fungsi

kultural.

Peran perpustakaan dalam bidang pendidikan telah

terbukti melalui berbagai penelitian yang pernah dilakukan

seperti yang dilakukan oleh University of Minnessota dan

Gallup Organization di Amerika Serikat pada tahun 1994.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peran

Page 46: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

40

perpustakaan umum dalam pendidikan semakin penting

pada masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih rendah

dan berpenghasilan rendah. Peran utama perpustakaan

umum tersebut dibuat dalam peringkat berdasarkan

jawaban para responden, sebagai berikut: (1) Sebagai pusat

dukungan pendidikan bagi siswa semua umur (88%); (2)

Sebagai pusat belajar bagi orang dewasa (85%); (3) Sebagai

pusat belajar dan penemuan bagi anak-anak pra-sekolah

(83%); (4) Sebagai pusat penelitian bagi ilmuwan dan

peneliti (68%); (5) Sebagai suatu pusat untuk informasi

masyarakat (66%); (6) Sebagai suatu pusat informasi untuk

masyarakat bisnis (55%); (7) Sebagai suatu tempat yang

menyenangkan untuk membaca, berpikir atau bekerja

(52%); dan (8) Sebagai pusat membaca yang bersifat

rekreasi (51%).

Kebutuhan untuk satu organisasi yang siap tersedia

bagi semua penduduk, yang memberi akses kepada

pengetahuan pada format cetak, dan lain-lain untuk

mendukung pendidikan formal dan informal, adalah alasan

untuk penyediaan perpustakaan umum dan menjadi tujuan

utama perpustakaan umum. Banyak orang sepanjang

hidupnya tetap belajar baik melalui pendidikan di institusi

formal, antara lain: sekolah dan perguruan tinggi, maupun

yang kurang formal terkait dengan pekerjaan dan kehidupan

sehari-hari seseorang. Belajar tidak berhenti pada

pendidikan formal saja, bagi banyak orang, belajar juga bisa

melalui kegiatan hidup sehari-hari. Pada suatu masyarakat

yang maju dan kompleks, seseorang akan membutuhkan

Page 47: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

41

keterampilan baru pada berbagai tahapan dan langkah

hidupnya. Perpustakaan umum memiliki peran penting

dalam membantu hal tersebut.

Perpustakaan umum harus menyediakan bahan dan

media yang sesuai untuk mendukung proses pembelajaran

formal maupun informal. Perpustakaan juga harus

membantu pengguna untuk membuat pembelajaran

tersebut menjadi sumberdaya yang efektif, seperti

menyediakan fasilitas yang memungkinkan orang untuk

belajar. Hal tersebut merupakan hal yang penting untuk

keberhasilan pendidikan, dan jika memungkinkan,

perpustakaan umum juga sebaiknya bekerjasama dengan

institusi atau organisasi pendidikan lainnya yang

mengajarkan tentang penggunaan sumberdaya informasi.

Perpustakaan umum juga harus aktif dalam mendukung

kampanye literasi. Literasi adalah kunci untuk pendidikan

dan pengetahuan, dan untuk menggunakan perpustakaan

dan layanan informasi.

Di beberapa negara, kebutuhan untuk pengembangan

pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting dan

menjadi fokus perpustakaan umum untuk mendukung

pendidikan formal. Di beberapa negara, perpustakaan

menjalankan fungsi baik sebagai perpustakaan sekolah

maupun perpustakaan umum. Di Trafford, Inggris, sebuah

cabang perpustakaan umum telah digabungkan dengan

perpustakaan sekolah.

Perpustakaan umum berperan sebagai pusat

informasi lokal. Setiap orang yang memerlukan informasi

Page 48: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

42

dapat memintanya atau menanyakannya kepada

perpustakaan baik yang berkenaan dengan pekerjaan

maupun pelajaran. Perpustakaan menyediakan pelayanan

rujukan untuk menjawab berbagai kebutuhan informasi

yang diperlukan oleh masyarakat. Pertanyaan biasanya

tergolong pada pertanyaan sederhana dan informasi yang

lebih kompleks yang harus dijawab dengan koleksi rujukan

yang tersedia.

Fungsi utama dari perpustakaan umum adalah untuk

membantu orang, terutama orang-orang muda dan anak-

anak, menjadi literat informasi. Dalam hal ini termasuk

memberitahu mereka bagaimana menemukan informasi,

dan juga untuk mengembangkan kebiasaan membaca.

Perpustakaan umum membantu orang dewasa untuk belajar

sepanjang hayat dan belajar kembali untuk perubahan karir.

Perpustakaan umum juga berperan dalam memelihara dan

mempromosikan kebudayaan. Banyak pemerintahan negara

menugaskan perpustakaan umum untuk melakukan peran

seperti itu.

Perpustakaan umum berperan sebagai perantara

pendemokratisasian penyebaran informasi. Abad informasi

sekarang telah memperlebar jurang antara orang-orang

yang kaya dan miskin informasi, pada saat informasi

menjadi komoditas yang harus dibeli. Apabila hal ini terjadi

di lingkungan tertentu, maka perpustakaan umum

diharapkan tetap dapat menawarkan akses gratis atau

murah terhadap berbagai sumber informasi seperti yang

tersedia melalui Internet dan sumber lainnya, dan

Page 49: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

43

memberikan pelatihan gratis untuk memelihara literasi

informasi kepada mereka yang belum mendapatkan

kesempatan sebelumnya.

Mampu mengakses dan mengerti informasi adalah

merupakan hak dasar manusia, dan saat ini memang sangat

banyak tersedia informasi dari yang pernah ada dalam

sejarah dunia. Sebagai layanan umum yang terbuka bagi

semua kalangan, perpustakaan umum memiliki peran kunci

dalam mengumpulkan, mengorganisasikan, dan

memanfaatkan informasi, perpustakaan umum menyediakan

akses terhadap sumber informasi yang sangat luas.

Perpustakaan umum bertanggung jawab untuk

mengumpulkan informasi lokal dan membuatnya siap-

tersedia untuk diakses. Perpustakaan juga bertindak sebagai

memori masa lalu dengan cara mengumpulkan, melindungi,

dan memberi akses terhadap bahan yang terkait dengan

sejarah komunitas maupun individu.

Peran lain dari perpustakaan umum adalah untuk

pengembangan diri. Kesempatan untuk mengembangkan

kreativitas personal dan menggapai minat baru adalah

penting untuk pembangunan manusia. Untuk mencapai hal

tersebut, masyarakat membutuhkan akses terhadap ilmu

pengetahuan maupun karya imajinasi. Perpustakaan umum

dapat menyediakan akses dalam berbagai bentuk media

untuk pencapaian kreativitas yang cukup sulit untuk

diperoleh jika dilakukan sendiri oleh orang per orang.

Menyediakan akses terhadap sejumlah besar koleksi

literatur dan ilmu pengetahuan dunia, termasuk literatur

Page 50: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

44

komunitas, telah menjadi kontribusi yang khas dari

perpustakaan umum dan hal tersebut masih tetap menjadi

fungsi yang sangat penting. Akses terhadap karya imajinasi

dan ilmu pengetahuan adalah kontribusi penting terhadap

pendidikan individu dan kegiatan rekreasi yang bermakna.

Perpustakaan umum juga dapat memberikan

kontribusi yang mendasar terhadap kelangsungan hidup

maupun pengembangan sosial dan ekonomi dengan secara

langsung terlibat dalam penyediaan informasi kepada

masyarakat dalam pembangunan komunitas, misalnya:

keterampilan hidup dasar, pendidikan dasar untuk orang

dewasa, AIDS, dan program-program kesadaran lainnya.

Perpustakaan umum seharusnya berusaha untuk

memenuhi kebutuhan semua kelompok dalam suatu

komunitas, tanpa membedakan usia dan fisiknya, ekonomi

dan kondisi sosial lainnya. Namun, perpustakaan umum

memiliki tanggung jawab khusus memenuhi kebutuhan

anak-anak dan orang muda. Jika anak-anak dapat

diinspirasikan oleh ketakjuban terhadap ilmu pengetahuan

dan karya imajinasi pada usia dininya, inspirasi tersebut

kemungkinan besar akan memberi manfaat pada

pengembangan diri anak-anak dalam menjalani kehidupan

mereka, baik memperkaya mereka maupun meningkatkan

kontribusi mereka terhadap masyarakat. Anak-anak juga

dapat mendorong orangtuanya atau orang dewasa untuk

menggunakan perpustakaan umum.

Peran lainnya dari perpustakaan umum adalah

pengembangan kebudayaan. Perpustakaan memiliki tugas

Page 51: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

45

publik untuk melindungi atau memelihara bukti-bukti

dokumenter peradaban. Tanpa sumber rekaman masa lalu,

ilmu pengetahuan dan pembelajaran modern tidak akan

pernah ada dan riset dalam beberapa disiplin tidak mungkin

dilakukan. Pelajaran sejarah tidak akan dipelajari dan

pengabaian ini akan berlaku dalam setiap bidang usaha

manusia. Perpustakaan memegang peranan penting,

walaupun sering dikecilkan, dalam memberikan sumbangan

pada pengembangan masyarakat kita. Undang-undang

deposit seharusnya melindungi berbagai koleksi seperti

Indonesiana dan provinsiana di daerah-daerah. Koleksi

seperti itu merupakan bukti pentingnya masa lalu seperti

halnya masa sekarang dan bahkan untuk memprediksi masa

yang akan datang.

Sebuah peran penting perpustakaan umum adalah

sebagai sebuah fokus atau pusat untuk pengembangan

kebudayaan dan artistik dalam komunitas, serta membantu

untuk membentuk dan mendukung identitas kebudayaan

komunitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan bekerja sama

dengan organisasi lokal dan regional yang tepat, melalui

penyediaan ruang untuk kegiatan kebudayaan,

mengorganisir program-program kebudayaan dan

memastikan bahwa minat kebudayaan direpresentasikan di

dalam material/bahan perpustakaan. Perpustakaan umum

seharusnya mencerminkan keberagaman budaya yang ada

di dalam komunitas. Perpustakaan umum seharusnya

menyediakan bahan perpustakaan dalam bahasa komunitas

lokal dan mendukung tradisi kebudayaan lokal.

Page 52: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

46

Selain itu, perpustakaan umumnya juga memiliki

peran sosial. Perpustakaan umum memiliki sebuah peran

penting sebagai ruang publik dan tempat pertemuan. Peran

tersebut terutama penting di dalam komunitas yang hanya

memiliki sedikit ruang/tempat bagi orang-orang untuk

bertemu. Perpustakaan yang demikian terkadang disebut

“ruang gambaran komunitas”. Penggunaan perpustakaan

untuk penelitian dan pencarian informasi terkait dengan

pendidikan pengguna dan minat kegiatan pada waktu luang,

membawa orang pada kontak/hubungan informal terhadap

anggota komunitas lainnya. Menggunakan perpustakaan

umum dapat menjadi pengalaman sosial yang positif.

Perpustakaan umum menjadi tempat bertemunya para

warga kota dan melalui tempat ini mereka mengetahui

banyak hal tentang kebijakan yang diambil oleh para

pemimpin mereka, dan juga berbagai hal yang

diperjuangkan oleh para wakil mereka di parlemen.

Peran lainnya dari perpustakaan umum yang tidak

kalah pentingnya adalah sebagai agen perubahan. Peran

perpustakaan umum dalam mengembangkan kapasitas

masyarakat untuk pemicu kegiatan ekonomi dikemukakan

oleh Urban Institute (2007), yang menyebutkan bahwa

terjadi pergeseran peran perpustakaan umum dari institusi

pasif menjadi perantara aktif dalam pengembangan ekonomi

lokal. Selanjutnya disebutkan bahwa dengan struktur

terbuka disertai dengan kekuatan baru koleksi digital atau

elektronik dan fungsi pendidikan yang diembannya,

perpustakaan umum memposisikan diri membantu

Page 53: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

47

masyarakat melakukan transisi dari ekonomi manufaktur

dan jasa ke ekonomi teknologi tinggi dan informasi.

Hal senada juga dikemukakan oleh Japzon and Gong

(2005) bahwa peran perpustakaan umum menjadi penting

tidak hanya karena koleksi yang dimilikinya tetapi juga

karena perpustakaan menjadi tempat untuk memperoleh

informasi dan pengetahuan melalui Internet. Peran ini

semakin bernilai tinggi terutama bagi suatu lingkungan

masyarakat yang secara ekonomi tergolong tidak mampu.

Penghematan urbanisasi (urbanization economies) juga

akan terjadi apabila perpustakaan umum dapat berperan

sebagai penunjang aglomerasi pada berbagai lokasi

(Adisasmita, 2005). Melalui muatan koleksi buku-buku,

jurnal, dan bahan perpustakaan lainnya kapasitas para

pekerja dan profesional dapat ditingkatkan.

Page 54: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

48

BAB V

PENENTUAN LOKASI FASILITAS DAN PERPUSTAKAAN UMUM

Berdasarkan literatur yang ada diketahui bahwa

salah satu faktor penting untuk meningkatkan peran

perpustakaan adalah dengan mendekatkan pelayanan atau

fasilitas perpustakaan kepada penduduk. Kedekatan ini telah

terbukti berdampak pada peningkatan penggunaan

perpustakaan yang pada akhirnya berdampak pula pada

peningkatan kualitas sumber daya manusia atau penduduk

sebagai penggunanya. Dengan kata lain, lokasi menjadi

faktor utama penentu tingkat penggunaan perpustakaan

umum, selain faktor lainnya seperti prasarana pendukung

lokasi, karakteristik demografi, daya tarik, dan motivasi

pengguna. Faktor lokasi menjadi semakin penting dalam

perencanaan pembangunan perpustakaan umum, ketika

fasilitas perpustakaan yang tersedia di suatu wilayah

dipandang tidak dapat berfungsi optimal karena alasan

keterjangkauan baik karena jarak maupun waktu tempuh

yang tidak akseptabel bagi sebagian besar penduduk.

Pada bagian berikutnya dielaborasi lebih lanjut

berbagai faktor berkaitan dengan lokasi fasilitas publik dan

perpustakaan umum. Karena obyek penelitian ini adalah

wilayah perkotaan khususnya kota metropolitan, maka

Page 55: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

49

uraiannya akan lebih difokuskan pada fasilitas publik di

wilayah perkotaan.

Lokasi fasilitas berkaitan dengan pemodelan dan

solusi masalah tentang penempatan berbagai fasilitas

terutama untuk meminimalkan biaya transportasi dan

faktor-faktor lainnya. Masalah lokasi fasilitas menyangkut

keputusan tentang jumlah dan lokasi dari suatu fasilitas

(Seppala, 1997). Lokasi fasilitas tersebut dapat berupa letak

pabrik, gudang, toko eceran, fasilitas pendidikan seperti

sekolah dan perpustakaan, dan sebagainya. Penempatan

fasilitas pada umumnya dilakukan dalam kaitannya dengan

ihwal titik permintaan, titik penawaran, dan/atau dengan

respek terhadap satu sama lain.

Teori lokasi adalah suatu penjelasan teoritis yang

dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi, yang

selalu dikaitkan dengan alokasi geografis sumber daya yang

terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan

berdampak terhadap lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi

maupun sosial (Sirojuzilam, 2006). Teori lokasi secara

formal diperkenalkan pertama kali pada abad ke-19 oleh

Von Thunen, ahli geografi Jerman yang berkonsentrasi

terutama pada lokasi berbagai jenis pertanian yang berbeda.

Kemudian pada awal abad ke-20, Alfred Weber

mengupas masalah lokasi gudang tunggal untuk

meminimalisasi total jarak perjalanan antara gudang dengan

sejumlah pelanggan yang tersebar secara spasial. Setelah itu,

teori lokasi mengikuti dua jalur. Para ahli ekonomi

mengikuti Von Thunen dan berkonsentrasi pada penjelasan

Page 56: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

50

perilaku spasial aktivitas ekonomi, seperti perumahan atau

arus barang hingga perihal konsumsi. Di jalur lainnya, para

peneliti di bidang riset operasi mengikuti Weber. Menurut

Seppala (1997), kedua jalur tersebut dapat dipandang

sebagai pendekatan deskriptif dan normatif. Model

deskriptif menjelaskan mengapa suatu jenis perilaku spasial

tertentu berlangsung, dan model normatif memberikan

panduan kepada para pengambil keputusan untuk

keputusan lokasi. Perbedaan ini sebenarnya tidak

seluruhnya eksklusif karena ada beberapa model yang

digunakan dalam kedua aspek tersebut.

Lokasi fasilitas juga dapat dikelompokkan kepada

lokasi sektor swasta dan lokasi sektor publik.

Pengelompokan ini didasarkan pada tujuan, di mana tujuan

lokasi sektor swasta adalah untuk efisiensi dan keuntungan

dalam berbagai bentuk, sedangkan lokasi sektor publik

tujuannya adalah untuk keadilan dan efisiensi. Keadilan

dalam hal ini terkait dengan siapa yang diuntungkan dari

suatu pelayanan yang disediakan, yang pada umumnya

diselenggarakan oleh pemerintah. Lokasi perpustakaan

umum dapat dikelompokkan ke dalam lokasi sektor publik.

Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang lokasi sektor

publik dan lokasi perpustakaan umum, lebih dahulu akan

diuraikan tentang teori atau model lokasi fasilitas secara

umum.

Page 57: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

51

Model Lokasi Fasilitas

Para praktisi dan peneliti dalam bidang riset operasi

telah banyak mengembangkan berbagai model

pemrograman linier seperti simpleks, formulasi model

integer dalam menentukan lokasi fasilitas. Beberapa

perbedaan fungsi tujuan telah diformulasikan untuk

membuat model yang bisa mengakomodasi kondisi lokasi.

Daskin dan Owen (1998) menyebutkan bahwa terdapat

beberapa masalah dalam permodelan lokasi fasilitas, yaitu:

(1) lokasi statis dan deterministik, (2) lokasi dinamis, dan

(3) lokasi stokastik. Current, Min, dan Schilling (1990),

selanjutnya membagi lokasi statis dan deterministik ke

dalam empat pembahasan dalam fungsi yang berbeda, yaitu:

(1) median problem, (2) covering problem, (3) center

problem, dan (4) travel distance.

Church and Revelle (1976) menyatakan salah satu

faktor penting dalam mengukur keefektifan sebuah lokasi

fasilitas ditentukan oleh jarak rata-rata antara lokasi

pengguna terhadap lokasi fasilitas. Jika rata-rata jarak

perjalanan pengguna ke lokasi suatu fasilitas meningkat

maka aksesibilitas terhadap fasilitas tersebut akan menurun

sehingga efektifitas pemakaian fasilitas akan menurun.

Fenomena hubungan tersebut terjadi pada fasilitas seperti

perpustakaan, sekolah, pusat layanan kedaruratan yang

mana letaknya diinginkan dekat dengan pengguna.

Cara yang kurang lebih sama dalam mengukur

keefektifan, ketika permintaan (terhadap) suatu layanan

Page 58: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

52

fasilitas tidak sensitif terhadap tingkat dari layanan adalah

mengukur jarak antara titik pengguna dengan fasilitas untuk

tiap pengguna dan menghitung total jumlah jarak perjalanan

antara pengguna dan fasilitas. P-median menggunakan

ukuran keefektifan ini, dan dijelaskan sebagai: cari lokasi

dari sejumlah “p” fasilitas sedemikian rupa sehingga total

jarak perjalanan antara pengguna dan fasilitas menjadi

minimal. Tujuan (1) adalah untuk meminimalkan total jarak

antara pengguna dan fasilitas. Batasan (2) menetapkan

bahwa sejumlah p fasilitas harus diletakkan. Batasan (3)

menetapkan bahwa tiap permintaan pengguna harus

terlayani oleh fasilitas, sedangkan batasan (4) keterlayanan

hanya pada lokasi yang fasilitasnya telah ditentukan.

Batasan (5) dan (6) adalah ketentuan untuk variabel.

Untuk beberapa kasus tertentu P-median tidak cocok

digunakan misalnya penempatan fasilitas kedaruratan

seperi stasiun pemadam kebakaran dan ambulans. P-median

tidak cocok digunakan karena hanya mengukur jarak rata-

rata. Sementara, untuk kasus kedaruratan yang ingin

ditentukan adalah jarak/waktu maksimal yang bisa

ditempuh. Untuk menentukan lokasi fasilitas yang seperti

itu, kata kuncinya adalah “keterjangkauan”. Permintaan

disebut akan tercakup jika suatu fasilitas tersebut dapat

menjangkau penggunanya dalam sejumlah waktu tertentu.

Masalah keterjangkauan terbagi dalam dua bagian

utama, yang satu membahas tentang wilayah mana yang

butuh untuk dijangkau dan lainnya tentang

pengoptimalannya. Dua masalah keterjangkauan ini

Page 59: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

53

dibedakan menjadi location set covering problem dan

maximal covering problem. Tujuan set covering problem

adalah untuk meminimalkan biaya lokasi fasilitas. Semua

model dalam covering problem secara implisit menyatakan

bahwa jika permintaan dipenuhi oleh fasilitas maka fasilitas

akan tesedia untuk melayani permintaan.

Selain covering problem dan P-median problem

bentuk lainnya adalah center problem atau yang dikenal

dengan minimax location problem. Minimax location problem

adalah bentuk klasik kombinasi dari optimasi dalam riset

operasi dan lokasi fasilitas. Center problem berguna untuk

meminimalkan jarak maksimal antara permintaan dan

fasilitas yang terdekat dengan permintaan tersebut.

Pendekatan ini berguna jika untuk mendekatkan jarak

antara pelanggan yang letaknya terjauh dengan fasilitas yang

terdekat.

Berkaitan dengan lokasi dinamis, Daskin dan Owen

(1998) dalam tulisannya berjudul “Strategic facility location:

A review” dalam European Journal of Operational Research,

membagi lokasi dinamis ke dalam dua ketagori yaitu (1)

model lokasi fasilitas tunggal dinamis, dan (2) model lokasi

multi-fasilitas dinamis. Model lokasi fasilitas tunggal dinamis

pertama kali diperkenalkan oleh Ballou tahun 1968 dalam

artikelnya yang berjudul “Dynamic Warehouse Location

Analysis”. Dalam artikel ini Ballou menjelaskan bagaimana

meletakkan satu gudang untuk memaksimalkan keuntungan

melalui perencanaan tertentu. Ballou meggunakan solusi

dynamic optimal deterministik. Pendekataan Ballou

Page 60: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

54

dioptimalkan oleh Sweeney and Thatam (1976), yang mana

metode mereka menemukan rank order (Rt) solusi terbaik

setiap periode t melalui prosedur iteracy pada pemrograman

integer dengan dekomposisi benders. Tetapi Ballou serta

Sweeney dan Thatam tidak mempertimbangkan biaya

sebagai variabel kendala. Welowsky (1976) menyarankan

dalam membuat dan memutuskan relokasi fasilitas harus

memasukkan faktor biaya sebagai variabel constraint,

apalagi dalam sebuah wilayah yang berkembang di mana

terjadi peningkatan jumlah penduduk, lokasi fasilitas yang

ada harus memiliki biaya yang minimal (Drezner dan

Welowsky, 1991).

Model lokasi multi-fasilitas dinamis disebutkan oleh

Scott (1991) sebagai perluasan dari bentuk model lokasi

fasilitas tunggal dinamis. Pada lokasi fasilitas tunggal,

kegiatan harus tetap berjalan sehingga jika terjadi realokasi

akan menyulitkan karena fasilitas harus tetap beroperasi.

Welowsky dan Truscott (1976) menganalisis lebih jauh

bahwa model lokasi fasilitas tunggal dinamis dapat

memprediksi perubahan permintaan di masa yang akan

datang melalui model pemrograman integer dengan kendala

yang terbatas pada perubahan lokasi di setiap periode.

Dengan demikian, masalah dinamic location allocation

termasuk kemungkinan kapabilitas fasilitas dan biaya

pengiriman dapat diatasi. Solusi optimal pada masalah

alokasi lokasi transportasi akan dibuktikan pada lokasi

fasilitas, alokasi sumber permintaan, dan kuantitas

pengiriman antara fasilitas dan permintaan (Tapiero, 1971).

Page 61: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

55

Selain lokasi statis deterministik dan lokasi dinamis,

dikenal lokasi stokastik. Lokasi stokastik terbagi dalam dua

bagian yakni probabilistic approach dan scenario planning

approach. Probabilistic approach adalah lokasi fasilitas

dengan mempertimbangkan distribusi kemungkinan dengan

model kuantitas acak. Model probabilitas terbagi dua yakni

formulasi standar yang dikembangkan oleh Manne (1961)

dan model antrian yang diperkenalkan oleh Larson (1974),

sedangkan scenario planning adalah model yang

dikembangkan yang mana pengambilan keputusan diambil

berdasarkan ketidakpastian masa depan. Untuk itu perlu

dibuat sebuah perencanaan masa depan dalam bentuk

scenario planning melalui analisis kecenderungan

(Mobasheri dan Sioshansi, 1989).

Lokasi Fasilitas Publik

Ada beberapa pendekatan penelitian dalam

penyediaan jasa perkotaan, antara lain melibatkan teori

lokasi fasilitas publik dan model optimisasi lokasi fasilitas

publik perkotaan. Isu yang mendasar dalam lokasi fasilitas

publik adalah sifat alami dan penyebab hubungan antara

lokasi dan konsekuensi distributifnya (Dear, 1974). Sebuah

keputusan untuk menempatkan fasilitas umum apa pun

sebenarnya adalah satu keputusan untuk mendistribusikan

manfaat dan biaya tertentu di antara kelompok berbeda dari

masyarakat. Manfaat dan kerugian tersebut sering terkait

Page 62: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

56

dengan kedekatan jarak, yang membuat manfaat dan

kerugian menjadi fungsi jarak titik permintaan terhadap

fasilitas (Harvey, 1973).

Ahli geografi telah meneliti masalah lokasi

mempergunakan alat normatif berdasarkan pada efisiensi

yang diperoleh dari teori lokasi klasik, yaitu pareto optimal

(Harvey, 1973). Konteks perbedaan model lokasi fasilitas

publik adalah bahwa persyaratan model tersebut dinilai oleh

kriteria yang berbeda dari padanannya pada sektor swasta

(Dear, 1974). Ciri dari masalah lokasi fasilitas publik

dijumpai pada kebutuhan akan keadilan, yang sama

pentingnya seperti halnya efisiensi pada dampak pemilihan

lokasi, rendahnya kompetisi dalam penyediaan pelayanan

dan kebutuhan untuk akuntabilitas publik; dan keterlibatan

publik pada pengambilan keputusan. Masalah sektor swasta

berkonsentrasi pada struktur dan lokasi dari unit individu,

sementara teori sektor publik berkonsentrasi pada

kesepakatan umumnya dengan beberapa sistem lokasi pada

satu kerangka dinamis (Dear, 1974).

Selanjutnya, Dear (1974) mengidentifikasi beberapa

karakteristik umum terkait dengan masalah lokasi fasilitas

adalah: pertama, pentingnya perhatian pada public goods

atau pada prinsip “kesejahteraan” dari satu redistribusi

sumber daya kepada masyarakat. Karakteristik kedua,

adalah sifat alami hirarkis dari sistem fasilitas publik.

Hirarki ini mungkin terwujud dalam kaitan dengan

bangunan (satu perpustakaan induk/pusat besar dan

beberapa perpustakaan cabang lebih kecil) atau dalam

Page 63: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

57

kaitannya dengan organisasi. Keputusan penentuan lokasi

memiliki masukan yang bervariasi (kelompok-kelompok

yang berbeda saling berinteraksi dengan tujuan dan

motivasi yang berbeda) yang mana konflik merupakan

bagiannya.

Model lokasi sektor swasta pada umumnya

ditetapkan untuk memperkecil besar ongkos angkutan dan

fasilitas (Dear, 1974), yang mana efisiensi dan keuntungan

dalam berbagai bentuk merupakan tujuannya. Efisiensi

dalam hal ini adalah sejumlah nilai untuk memperkecil

agregat biaya pergerakan pada satu sistem ruang tertentu

(Harvey, 1973). Sementara pada sektor publik, prinsip

keadilan dan efisiensi sebagai tujuan dari sistem fasilitas

umum sering menimbulkan konflik (Truelove, 1993).

Efisiensi di sini berkaitan dengan kuantitas agregat dari

pelayanan yang disediakan, sedangkan keadilan terkait

dengan siapa yang diuntungkan dari suatu pelayanan yang

disediakan. Dengan kata lain, efisiensi berkenaan dengan

distribusi layanan kepada masyarakat dan keadilan

berkenaan dengan distribusi dari akibat layanan tersebut

(Truelove, 1993).

Beberapa ketidak-merataan dalam akses tidak bisa

diabaikan seperti sebagian orang selalu lebih dekat dengan

titik layanan dibandingkan orang lain (Hodgart, 1978).

Untuk memperkecil ketidak-merataan ini, satu lokasi yang

memperkecil perjalanan terpanjang dari konsumen mungkin

bisa menjadi pertimbangan. Dengan demikian lokasi optimal

dari sebuah penambahan fasilitas dari sisi perspektif

Page 64: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

58

efisiensi mungkin berbeda dari lokasi optimal dari sebuah

tambahan fasilitas dari sudut pandang keadilan. Dari sisi

tujuan efisiensi, satu tambahan fasilitas pada suatu wilayah

populasi dengan kepadatan yang tinggi, lokasi yang

memperkecil rata-rata biaya bepergian merupakan lokasi

optimal. Sementara dari sisi tujuan keadilan, satu fasilitas

tambahan mungkin ditempatkan pada satu wilayah

kepadatan populasi yang rendah dan jauh sehingga ketika

untuk memperkecil jarak maksimum tersebut orang-orang

harus melakukan perjalanan.

Salah satu cara untuk menggabungkan elemen

keadilan ke dalam solusi dalam model optimasi adalah

dengan penggunaan covering model (Hodgart, 1978).

Toregas dan ReVelle (1972) telah memelopori aplikasi dari

covering model dalam permasalahan lokasi fasilitas. Untuk

layanan tertentu, terutama pemadam kebakaran dan

layanan medis, kualitas layanan tersebut nilainya

proporsional dengan jarak titik layanan/fasilitas terhadap

titik pengguna. Semakin jauh jaraknya maka semakin

menurun kualitas layanan tersebut. Standar yang diinginkan

dari layanan tersebut didefinisikan sebagai waktu maksimal

atau jarak tertentu S terhadap fasilitas ditempatkan untuk

memastikan bahwa keseluruhan populasi pada jarak S dari

tempat fasilitas.

Referensi dari keadilan (equity), kewajaran (fairness)

dan keadilan (justice) adalah satu tema pada literatur

geografi (Harvey, 1973). Hay (1995) mengidentifikasi

delapan konsep kunci dari equity, kewajaran dan keadilan.

Page 65: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

59

Lucy (1981) mengungkapkan lima konsep equity yang dapat

berlaku dalam proses perencanaan. Konsep operasionalisasi

geografis dari equity, kewajaran, dan keadilan terdiri dari

tiga bentuk yaitu, kesetaraan spasial, keadilan wilayah, dan

standar minimal. Meskipun demikian, pada prakteknya

sering dikombinasikan lebih dari satu konsep di atas.

Contohnya, kesetaraan spasial terkait dengan alokasi dari

suatu sumberdaya atau suatu hasil. Keadilan wilayah

merujuk kepada distribusi yang sesuai di antara wilayah,

untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhan dari

populasi di wilayah itu, atau jumlah perpustakaan yang

disediakan sebanding dengan yang diperlukan. Pendekatan

geografis ketiga adalah standar minimal. Hal ini mencakup

spesifikasi minimal tertentu yang harus diwujudkan jika

tidak ingin disebut tidak adil.

Aplikasi dari konsep equity di dalam ketentuan suatu

pelayanan di dalam ilmu geografi sering menemui masalah.

Salah satu masalah fundamental adalah perhatian pada

akses ke ruang seberang (Hay, 1995). Masalah kedua, adalah

“masalah batas”, misalnya ukuran dan bentuk yang berubah-

ubah dari unit geografis akan sering membuat perbedaan

dari yang telah ditetapkan. Masalah ketiga, adalah timbulnya

di luar masalah korelasi ekologis. Dengan kata lain

kesesuaian antara distribusi klien populasi dan ketentuan

pelayanan dari suatu pelayanan tidak menjamin bahwa

pelayanan tersebut telah sesuai atau tersedia mencukupi

kebutuhan (Hay, 1995).

Page 66: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

60

Dalam pendekatan klasik lokasi fasilitas publik,

diasumsikan bahwa permintaan terhadap layanan yang

ditawarkan oleh fasilitas telah tersedia. Tujuannya adalah

untuk menempatkan fasilitas dalam memenuhi permintaan

yang ada (Daskin, 1995; Current dan Schilling, 1990; ReVelle

dan Eiselt, 2005). Keputusan dalam menempatkan lokasi

didasarkan pada distribusi spasial populasi, bukan

didasarkan pada jumlah populasi.

Keputusan penentuan lokasi fasilitas berdasarkan

karakter demografi boleh diabaikan ketika keputusan yang

dibuat untuk satu fasilitas pada saat tersebut tidak memiliki

dampak yang besar. Keputusan lokasi fasilitas biasanya

terdiri dari penilaian fasilitas ke pusat populasi menurut

peringkat dalam sistem perkotaan, misalnya peringkat satu

dekat dengan sekolah dasar, peringkat dua dekat dengan

rumah sakit, peringkat tiga dekat dengan universitas, dan

sebagainya (Antunes dan Bigotte, 2003).

Apakah perbedaan antara lokasi fasilitas publik dan

lokasi sektor swasta. Marianov dan Serra (2004)

menyebutkan jawabannya terletak pada sifat dasar dari

sasaran atau sasaran-sasaran yang menjadi pertimbangan

pengambil keputusan. Selanjutnya disebutkan bahwa

aplikasi sektor publik dan swasta adalah berbeda karena

kriteria optimasi yang digunakan pada kedua kasus tersebut.

Memaksimalkan keuntungan dan perebutan bagian dari

pasar yang lebih luas oleh kompetitor merupakan kriteria

utama dalam aplikasi sektor swasta. Sebaliknya,

minimalisasi biaya sosial, universalitas pelayanan, efisiensi

Page 67: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

61

dan keadilan merupakan sasaran pada sektor publik.

Berhubung karena kedua sasaran tersebut sulit untuk

diukur, sasaran tersebut biasanya diwakilkan dengan

minimalisasi biaya lokasional dan operasional yang

diperlukan bagi keseluruhan pelayanan tersebut, atau

mencari cakupan maksimal yang dapat diberikan oleh

sejumlah tertentu sumber daya yang tersedia.

Hal senada juga dikemukakan oleh Wibowo dan

Soetriono (2004), bahwa sasaran keputusan lokasi industri

adalah memaksimalkan kepuasan pelanggan, meminimalkan

biaya pelayanan, dan memaksimalkan keuntungan bagi

pemilik swasta, sedangkan sasaran dari keputusan lokasi

sektor publik adalah berupaya untuk memaksimalkan

kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya pelayanan,

merespon berbagai kategori pemangku kepentingan yang

berbeda (masyarakat). Manfaat dari biaya yang dikeluarkan

dalam sektor publik jarang sekali dihitung dalam bentuk

uang. Untuk perpustakaan umum, keuntungan biasanya

diterjemahkan ke dalam bentuk jumlah atau tingkat

penggunaan pelayanan (jasa) yang diberikan.

Tidak ada sebuah teori tunggal yang bisa

menetapkan di mana lokasi suatu kegiatan produksi

(industri) itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi

suatu industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan

gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin. Berbagai

faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi,

antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan

keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan

Page 68: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

62

aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran

yang dituju, stabilitas politik suatu negara dan kebijakan

daerah.

Model lokasi-alokasi adalah mencari lokasi fasilitas

dan/atau pelayanan (seperti sekolah, rumah sakit, dan

gudang) untuk mengoptimasi satu atau beberapa sasaran

yang biasanya berkaitan dengan efisiensi sistem atau

pengalokasian sumber daya. Marianov dan Serra (2004)

meneliti tentang lokasi fasilitas atau pelayanan dalam ruang

atau jaringan dengan karakteristik yang berbeda, yang

berkaitan dengan sektor publik seperti pelayanan gawat

darurat (ambulans, pemadam kebakaran, dan unit polisi).

Lebih lanjut Marianov dan Serra (2004) menyebutkan

bahwa dalam model lokasi sektor publik tidak ada satu pun

sasaran yang dikesampingkan, dan berbagai respons

mungkin diberikan terhadap pertanyaan sederhana tentang

konfigurasi lokasional “terbaik” sejumlah pelayanan. Sebagai

contoh, ketika menempatkan ambulans pada suatu lokasi

dengan dasar pertimbangan agar dapat meminimalkan

waktu respons rata-rata yang menguntungkan dari sistem

tersebut, atau untuk melindungi penduduk dari resiko dalam

suatu waktu dan jarak yang ditetapkan.

Kedekatan atau proximity (jarak dan waktu tempuh)

merupakan satu aspek fundamental analisis lokasi. Banyak

model yang mencari untuk meminimalkan jarak dan waktu

tempuh antara pelanggan dan fasilitas di mana suatu

pelayanan dapat diperoleh. Sebagai tandingan terhadap

model tersebut adalah model cakupan (covering models)

Page 69: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

63

yang didasarkan pada konsep kedekatan yang dapat

diterima (acceptable proximity). Dalam model ini nilai

maksimum ditetapkan (preset) baik untuk jarak maupun

waktu tempuh. Apabila suatu pelayanan yang disediakan

oleh suatu fasilitas berlokasi dalam batas maksimal tersebut,

maka pelayanan tersebut dianggap memadai atau dapat

diterima, dan pelanggan tercakup. Model cakupan dapat

diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria (Marianov

dan Serra, 2004). Pertama adalah kriteria jenis sasaran, yang

memungkinkan untuk membedakan dua jenis formulasi:

meminimalkan jumlah fasilitas yang dibutuhkan untuk

mencakup secara penuh populasi (set covering models).

Kedua adalah memaksimalkan populasi yang tercakup,

dengan jumlah terbatas fasilitas atau penghidang atau

servers (maximum covering models).

Selain itu, model cakupan dapat juga diklasifikasikan

dalam formulasi untuk sistem dengan penghidang tetap

(fixed servers) dan sistem dengan penghidang bergerak

(mobile servers). Contoh untuk bentuk yang pertama adalah

sekolah, rumah sakit, dan sistem lain di mana pelanggan

bepergian ke fasilitas tersebut untuk mendapatkan

pelayanan. Contoh untuk yang kedua adalah pelayanan

gawat darurat di mana penghidang ditempatkan di suatu pos

atau depo, dan ketika panggilan diterima, mereka akan

menuju lokasi pemanggil dan kemudian kembali ke pos.

Untuk kasus perpustakaan umum, adakalanya menggunakan

kedua pendekatan tersebut. Selain adanya sejumlah

perpustakaan dengan lokasi tetap, juga tersedia

Page 70: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

64

perpustakaan keliling (mobile library) yang mendatangi

tempat-tempat tertentu sesuai jadwal yang ditentukan.

Sektor swasta sering berfokus pada struktur dan

lokasi unit secara individual, atau sejumlah unit seperti

chain store atau franchise, sedangkan sektor publik

berurusan dengan suatu kerangka hirarkis dinamis. Untuk

perpustakaan umum, hal ini direpresentasikan oleh suatu

perpustakaan pusat atau induk dengan sejumlah sub unit

yang lebih dikenal dengan cabang. Sektor swasta

membangun model lokasi berdasarkan pengetahuan tentang

lokasi bisnis yang kompetitif. Sektor publik lebih sering

mendasarkannya pada kompetisi penyampaian pelayanan

dan oleh karenanya secara historis tidak berusaha untuk

mengidentifikasi lokasi dengan pelayanan serupa. Untuk

perpustakaan umum, pelayanan kompetitifnya termasuk

toko buku, kios surat kabar dan majalah, klub buku, dan

mungkin juga pelayanan teater atau sarana rekreasi.

Sektor swasta sering tidak berusaha untuk

mendapatkan lokasi tempat yang optimal. Keputusan lokasi

sektor publik sering tidak optimal karena keterbatasan biaya

untuk mendapatkan lokasi utama yang lebih baik atau

terjamin. Keterbatasan biaya menyebabkan keharusan

untuk menggunakan lahan milik pemerintah atau lahan

bantuan dari pihak lain. Dalam keputusan lokasi sektor

publik terdapat kebutuhan terhadap rasa keadilan pada hasil

lokasi. Keadilan dalam konteks ini berarti pelayanan yang

terdistribusi secara adil, yang didukung oleh dana yang

bersumber dari pajak, yang memberikan peluang yang sama

Page 71: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

65

yang harus disediakan bagi semua warganegara. Oleh sebab

itu, sektor publik bertanggung-jawab kepada publik yang

berkaitan dengan masalah diskriminasi atau kesenjangan

dalam pelayanan atau manfaat yang ditimbulkannya.

Sebaliknya, toko eceran memilih tempat didasarkan pada

memaksimalkan kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya

pelayanan, dan karena itu memaksimalkan keuntungan bagi

pemilik swasta tanpa suatu kebutuhan untuk

mempertimbangkan rasa keadilan tersebut.

Memilih lokasi untuk menyediakan suatu pelayanan

dengan sejumlah keterbatasan yang ada adalah suatu

kegiatan logistik yang penting dalam berbagai konteks.

Keputusan tentang lokasi fasilitas merupakan elemen

penting dalam perencanaan strategis baik pada institusi

swasta maupun publik (Daskin dan Owen, 1998). Dunia

usaha memilih lokasi untuk fasilitas toko penjualan,

pemerintah memilih lokasi untuk fasilitas publik termasuk

lokasi perpustakaan umum.

Lokasi Fasilitas Perpustakaan

Dapat dikemukakan bahwa lokasi fasilitas untuk

kinerja fungsi sosial dan ekonomi, seperti perpustakaan

umum atau toko eceran, adalah keputusan paling penting

yang harus dibuat oleh para perencana dan manajer.

Kesalahan dalam pemilihan lokasi fasilitas menyebabkan

berkurangnya potensi maksimal, efektivitas, dan keadilan

Page 72: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

66

pelayanan. Untuk perpustakaan umum, lokasi yang tidak

optimal dapat berarti penurunan akses dan penurunan

penggunaan. Untuk toko eceran, lokasi yang tidak tepat

dapat berarti kehilangan potensi lalu lintas toko, kehilangan

pendapatan bahkan akhirnya kegagalan bisnis. Beberapa

pembuat teori (teoris) lokasi, perencana, dan manajer,

memandang bahwa karakteristik dan lokasi fasilitas umum

seperti perpustakaan umum, museum, sekolah, taman

merupakan refleksi sederhana keputusan sektor swasta

tentang lokasi bisnis dan perumahan. Padahal, terdapat

perbedaan sifat dalam tujuan lokasi sektor publik dan

swasta yang harus diperhatikan (Revelle, 1970).

Tidak banyak yang diketahui tentang penentuan

lokasi perpustakaan umum di Indonesia. Dalam literatur

Barat, penulis yang paling dikenal namanya dan paling

banyak dikutip tulisannya adalah Joseph Wheeler. Sejak

tahun 1920, Wheeler gigih menggagas ide penentuan lokasi

gedung perpustakaan umum yang optimal di lokasi eceran

terbaik. Namun Wheeler mengembangkan pandangannya

menggunakan penilaian/perkiraaan subyektif para

pustakawan, bukan dengan penelitian empiris. Karena

alasan tersebut, kriteria Wheeler semestinya dievaluasi dan

dibandingkan dengan literatur deskriptif lainnya tentang

lokasi perpustakaan (Koontz, 1997).

Sebagian besar literatur tentang lokasi perpustakaan

dapat dikategorikan sebagai esai, bukan hasil penelitian yang

menyajikan informasi yang bersifat analitis. Artikel tersebut

pada umumnya membicarakan tentang pembangunan gedung

Page 73: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

67

baru tunggal, penambahan, dan upaya penataan-ulang yang

sudah ada. Sejumlah literatur adalah bersifat deskriptif yang

pada umumnya ditulis oleh para pustakawan yang terlibat

dalam proses pemilihan lokasi, termasuk teknik checklist

atau deskripsi (Koontz, 1997).

Dari berbagai literatur diketahui bahwa banyak

penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pemilihan lokasi

terutama lokasi industri atau usaha. Sejumlah literatur

membicarakan tentang lokasi fasilitas publik, dan beberapa

diantaranya membicarakan kemungkinan penggunaan

pendekatan lokasi untuk pengembangan perpustakaan

umum. Koontz (1994) menyebutkan bahwa karakteristik

dan lokasi fasilitas publik seperti perpustakaan umum,

museum, sekolah, dan taman merupakan refleksi keputusan

sektor swasta tentang lokasi pemukiman dan usaha. Koontz

menawarkan penggunaan teori lokasi eceran untuk

memecahkan dilema lokasi perpustakaan umum.

Selanjutnya Koontz (2002) menyebutkan bahwa

perpustakaan dan toko eceran bersama-sama memiliki

karakteristik yang unik yang mengindikasikan kemungkinan

solusi yang didasarkan pada teori lokasi eceran. Pertama,

perpustakaan umum biasanya merupakan bagian dari suatu

sistem yang mana tahap akhir dari distribusi adalah

berlainan, misalnya cabang (seperti cabang-cabang bank).

Kedua, terdapat pola lokasional yang berpengaruh terhadap

penjualan dan penggunaan perpustakaan yaitu: jarak di

antara outlet, hambatan topografis, dan karakteristik

populasi. Ketiga, orang harus bepergian ke toko eceran dan

Page 74: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

68

perpustakaan. Ini adalah faktor penting, masyarakat

memilih bepergian untuk mendapatkan barang, di mana

lokasi berpengaruh terhadap pelanggan.

Pada kasus masalah lokasi fasilitas perpustakaan,

masih diperdebatkan bahwa membuat analogi dari

perpustakaan dengan toko eceran cukup beralasan sebab

konsumen mendatangi perpustakaan atau toko eceran untuk

memperoleh buku atau barang jualan yang berguna bagi

mereka. Karakteristik demografis yang mempengaruhi

perilaku konsumen seperti umur, jenis kelamin, pendapatan,

pendidikan, jabatan, gaya hidup juga mempengaruhi pola

penggunaan perpustakaan (Koontz, 1997).

Kedatangan ke perpustakaan juga menunjukkan pola

perjalanan multi tujuan. Penelitian telah menunjukkan

hubungan kegiatan berbelanja dengan perpustakaan yang

memperkuat alasan untuk menempatkan perpustakaan di

pusat perbelanjaan (Koontz, 1997). Banyak masalah lokasi

fasilitas perpustakaan telah diselesaikan oleh teori lokasi

eceran. Perpustakaan umum adalah bagian dari satu sistem

fasilitas yang mana tahap akhir dari distribusi adalah

terpisah (buku berbeda dengan air pada saluran air minum

maupun drainase) (Koontz, 1997). Sebagai tambahan, pola

lokasional dari satu sistem perpustakaan mempengaruhi

secara signifikan penggunaan perpustakaan (Koontz, 1997;

Coughlin, 1972).

Perpustakaan umum dengan lingkungan eceran tidak

dapat dipersamakan terlalu jauh. Terdapat beberapa

perbedaan nyata dan substantif antara retail dan

Page 75: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

69

perpustakaan. Eceran dicirikan oleh kepemilikan swasta,

motivasi keuntungan, dan berada pada lingkungan

kompetitif yang sangat tinggi. Sementara perpustakaan

umum adalah merupakan kepemilikan publik, tidak untuk

mendapatkan keuntungan (nirlaba), dan dengan kompetisi

yang rendah. Namun demikian, penelitian telah

menunjukkan bahwa jarak antar perpustakaan adalah

penting dalam penentuan lokasi perpustakaan sehubungan

dengan pengaruhnya terhadap penggunaan perpustakaan

(Getz, 1978).

Wheeler, pada awal 1924, menawarkan penentuan

letak perpustakaan pusat di pusat kota yang ramai dan

banyak persimpangan jalan. Wheeler menawarkan letak

tersebut seperti halnya para pemilik toko eceran yang

cenderung mencari letak pertokoannya di wilayah yang

padat/ramai lalu lintas sehingga banyak orang yang

berbelanja. Dalam konteks perpustakaan umum, tingginya

arus lalu lintas tersebut menggambarkan tingginya

penggunaan perpustakaan.

Pada tahun 1933, untuk pertama kali, American

Library Association (1956) mengeluarkan standar

kuantitatif berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum.

Dalam dokumen yang dikeluarkan ALA diketahui bahwa

kepadatan penduduk pada suatu area seharusnya

mempengaruhi jumlah cabang perpustakaan umum. Joeckel

dan Carnovsky pada tahun 1940 menawarkan beberapa

prinsip mengenai lokasi perpustakaan sebagai berikut

(Koontz, 1997):

Page 76: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

70

(1) Lama waktu seseorang tinggal di suatu area akan

mempengaruhi pengetahuan dan perhatiannya pada

suatu badan pemerintah;

(2) Jumlah dan lokasi cabang perpustakaan, tipe dan

ukuran gedungnya, layanan dan koleksi bukunya

harus dipelajari secara serius jika ingin dana publik

dipergunakan dengan sebaik-baiknya;

(3) Lingkungan pengaruh suatu perpustakaan umum

sering dibatasi oleh penghalang seperti

persimpangan rel kereta api, taman, kompleks

industri, sehingga penduduk yang tinggal hanya

berjarak satu mil dari perpustakaan kurang

termotivasi untuk melintasi berbagai penghalang

tersebut;

(4) Cabang perpustakaan yang ditempatkan di toko

pengecer, ruang serbaguna, dan lokasi gedung

lainnya harus diubah. Perpustakaan harus

ditempatkan di gedung sendiri agar penggunannya

semakin tinggi; dan

(5) Meskipun telah disediakan fasilitas yang cukup

memuaskan di perpustakaan, penggunaan

perpustakaan bisa jadi akan menurun secara

dramatis jika wilayah yang dilayani tingkat

pendidikan penduduknya rendah, jumlah penduduk

dan anak-anaknya sedikit.

Laporan penelitian Wheeler (1958) tentang

perpustakaan umum di Amerika Serikat, menyatakan bahwa

lokasi perpustakaan umum, baik perpustakaan pusat

Page 77: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

71

maupun cabang harus secara strategis berlokasi di pusat

perdagangan atau tempat orang berkumpul/terkonsentrasi,

yang disebutkannya sebagai “pusat gravitasi” dari pusat

perdagangan (pusat kota) dan trotoar perkantoran. Lokasi

seperti itu biasanya tidak berhubungan langsung dengan

sebaran penduduk atau permukiman, namun dipengaruhi

oleh fasilitas dan kebiasaan/pola perjalanan. Namun

menurut Koontz (1997), pandangan Wheeler tersebut tidak

mempertimbangkan pertumbuhan di wilayah pinggiran

kota, konsep nilai lahan, segmentasi pasar, tingkah laku

konsumen, area perdagangan, dan lain-lain.

Pada tahun 1962, Wheeler dan Herbert Goldhor

merekomendasikan kriteria dalam penentuan letak lokasi

cabang perpustakaan umum. Berdasarkan rekomendasi

mereka, setiap cabang perpustakaan menawarkan sirkulasi

minimum setiap tahun sebesar 75.000 buku, yang sedikitnya

setengah dari jumlah tersebut adalah buku untuk orang

dewasa. Tiap cabang melayani 30.000 atau lebih penduduk.

Letak cabang perpustakaan haruslah di persimpangan

utama toko pengecer dan berjarak tiga atau empat mil dari

perpustakaan lainnya (Koontz, 1997).

Pada tahun 1963, dalam penelitiannya, Leonard

Grundt (Koontz, 1997) menentukan bahwa untuk

melakukan perjalanan ke perpustakaan umum cabang,

warga menghabiskan maksimum waktu perjalanan adalah

20 menit menggunakan angkutan umum, dan maksimum 20

menit perjalanan kaki bagi anak-anak. Perpustakaan juga

ternyata berada pada posisi 2 mil dari tempat orang dewasa,

Page 78: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

72

namun anak-anak yang berkunjung ke perpustakaan

tersebut maksimal bertempat tinggal pada jarak 1,5 mil dari

perpustakaan.

Pada tahun 1965, Frank Wetzel, dalam tesis

magisternya, menganjurkan para pustakawan untuk

mempertimbangkan penggunaan metode dan kriteria letak

toko eceran dalam penentuan lokasi perpustakaan di kota

besar metropolitan. Wetzel menekankan bahwa langkah

pertama dalam analisis letak perpustakaan seharusnya

adalah survei ekonomi terhadap letak perpustakaan yang

diusulkan, termasuk juga populasi potensial dan area

perdagangannya (Koontz, 1997).

Pengaruh jarak antara pengguna dengan fasilitas

perpustakaan memiliki konsekuensi terhadap penggunaan

perpustakaan di suatu wilayah. Jarak yang dimaksud adalah

jarak perpustakaan dengan pengguna maupun perpustakaan

lainnnya. Beberapa hasil studi pada tahun 1970-an

menunjukkan bahwa 57,4 persen pengguna perpustakaan

umum bertempat tinggal di wilayah yang jauhnya 2 mil dari

perpustakaan, 27,2 persen bertempat tinggal antara 2

hingga 4 mil dari perpustakaan, dan 5,1 persen berjarak 5

mil dari perpustakaan (Palmer, 1981).

Pada tahun 1970, Thomas Shaughnessy melakukan

survei para pengguna perpustakaan umum pusat di New

York, Pennsylvania, dan New Jersey untuk mengetahui

pengaruh waktu perjalanan dan jarak terhadap penggunaan

perpustakaan. Dalam tinjauan literaturnya, Shaughnessy

membuat ringkasan penelitian terdahulu dan melaporkan

Page 79: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

73

bahwa kira-kira 50 persen pengguna yang disurvei

bertempat tinggal 2 mil jaraknya dari perpustakaan pusat,

75 persen dalam jarak 5 mil, dan 92 persen berjarak 10 mil.

Dalam penelitiannya, Shaughnessy menyimpulkan bahwa

jarak 10 hingga 15 mil atau 20 hingga 30 menit jarak

perjalanan adalah angka batas praktis dari wilayah

pelayanan perpustakaan pusat. Survei secara nasional yang

dilakukan Gallup pada tahun 1985 menanyakan berapa jarak

antara tempat tinggal pengguna perpustakaan terhadap

perpustakaan terdekat, sekitar 73% pengguna perpustakaan

menyatakan bahwa tempat tinggal mereka kurang dari 1 mil

dari perpustakan umum cabang yang terdekat (Koontz,

1997).

Dari berbagai literatur telah lama disadari oleh

orang-orang yang berprofesi di bidang perpustakaan bahwa

(1) lokasi perpustakaan merupakan faktor yang menentukan

(determinan) dalam pemanfaatan/penggunaan perpustakaan,

(2) lokasi perpustakaan umum yang optimal seharusnya dapat

diakses sebanyak mungkin oleh pengguna perpustakaan, dan

(3) bagi mayoritas pustakawan, metode seleksi penentuan

lokasi eceran cukup berguna dalam menentukan lokasi

perpustakaan. Persebaran perpustakaan antara suatu

wilayah dengan wilayah lain akan berbeda sesuai dengan

karakteristik penduduk wilayah tersebut. Analisis

kependudukan adalah suatu keharusan dalam penentuan

lokasi perpustakaan yang tepat agar penggunaan

perpustakaan menjadi maksimal.

Page 80: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

74

Koontz (1992) meneliti 6 sistem perpustakaan yang

terdapat di 6 negara bagian di Amerika Serikat untuk: (1)

mengestimasi sebaran populasi dan ukuran besarnya area

pasar, (2) menghitung tingkat penggunaan pada lokasi

fasilitas yang sekarang (existing) berdasarkan estimasi area

pasar, (3) meramalkan tingkat penggunaan pada lokasi lain

baik untuk fasilitas baru maupun relokasi fasilitas lama, dan

(4) mengestimasi tingkat pengguna potensial pasar target

dalam populasi untuk mengembangkan pelayanan baru atau

untuk memastikan tingkat pelayanan pada suatu lokasi

tertentu atau baru. Penelitian tersebut menggunakan

variabel populasi, spasial, penggunaan perpustakaan dan

daya tarik (attractiveness) perpustakaan.

Sebelumnya, Koontz (1992) menguraikan beberapa

prinsip yang penting dalam penentuan lokasi perpustakaan

yang diperoleh dari berbagai penelitian lokasi yang

berkaitan dengan perpustakaan, di antaranya adalah sebagai

berikut:

(1) Kedekatan terhadap fasilitas perpustakaan dapat

meningkatkan penggunaan,

(2) Jika beberapa cabang perpustakaan berjarak sama

terhadap pengguna, kebanyakan pengguna akan

memilih cabang yang lebih besar,

(3) Waktu pelayanan adalah variabel paling penting bagi

pengguna dalam memilih di antara dua

perpustakaan,

(4) Usia dan pendidikan mempengaruhi tingkat

penggunaan perpustakaan, dan

Page 81: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

75

(5) Keluarga yang mempunyai anak lebih sering

menggunakan perpustakaan daripada yang tidak

mempunyai anak.

Dalam penelitian lokasi perpustakaan umum,

pengaruh jarak yang memisahkan antara pengguna

perpustakaan dan fasilitas perpustakaan, dan

konsekuensinya pada penggunaan perpustakaan sudah lama

menjadi perhatian orang-orang yang berprofesi di bidang

perpustakaan umum. Pada masalah lokasi fasilitas

perpustakaan umum yang diteliti dan didiskusikan, jarak

merupakan variabel yang paling sering dipertimbangkan

(Koontz, 1992).

Dalam laporan City of Sydney Library Network

Strategy (2005) disebutkan bahwa perpustakaan

merupakan focal point untuk komunitas. Perpustakaan

memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu pelayanan yang

disediakannya dan kesan yang ditimbulkannya.

Perpustakaan seharusnya merupakan gambaran ekspresi

dari komunitas yang dilayaninya. Oleh karena itu,

perpustakaan harus terhubung ke masyarakat yang

dilayaninya dengan sambutan dan undangan yang hangat,

dan non-institusional. Masyarakat harus mendapat akses

yang sama terhadap lokasi perpustakaan, termasuk anggota

masyarakat yang cacat maupun yang sudah lanjut usia.

Perpustakaan harus menyadari dan menghargai keragaman

anggota masyarakat. Perpustakaan harus menyediakan

ruang yang aman untuk anggota masyarakat yang berbeda

untuk berintekasi dengan aman.

Page 82: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

76

Seperti dikemukakan sebelumnya, belum banyak

penelitian yang dilakukan berkaitan dengan penentuan

lokasi perpustakaan umum sebagai bagian dari fasilitas

publik. Di sisi lain, diketahui bahwa pelayanan perpustakaan

umum di kota-kota besar terutama di negara-negara maju

diselenggarakan dalam bentuk jaringan sistem perpustakaan

umum kota di mana cabang-cabang atau outlet perpustakaan

tersebar pada berbagai lokasi. Rendahnya penelitian yang

berkaitan dengan penentuan lokasi perpustakaan umum

menurut Koontz (2005) disebabkan oleh karena: (1)

pustakawan miskin pendidikan atau pelatihan dalam bidang

ini, (2) penyandang dana dan orang-orang berpengaruh

mendasarkan keputusannya tentang lokasi bergantung pada

struktur pemerintahan, dan (3) adanya ketergantungan

historis pada pendekatan ceklis dekriptif yang

dipublikasikan secara luas yang digunakan oleh para

konsultan bangunan gedung perpustakaan yang miskin

pengalaman dalam bidang ini.

Perpustakaan merupakan salah satu layanan umum

kota yang termasuk dalam penelitian geografis dalam

penyediaan layanan perkotaan. Penentuan letak fasilitas dan

perencanaan sistem perpustakaan telah cukup berkembang

pada masa lalu (Coughlin, 1972). Penentuan letak

perpustakaan dalam konteks teori lokasi fasilitas umum

adalah topik yang cukup banyak dibahas pada tahun 1970

hingga 1980-an (Koontz, 1997). Jarak dan pengaruhnya pada

penggunaan telah menjadi fokus utama (Coughlin, 1972;

Bennett dan Smith, 1975). Pola penggunaan telah diteliti

Page 83: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

77

dengan melihat hubungan karakteristik demografis dan

sosio-ekonomi dengan pengguna perpustakaan. Beberapa

karakteristik penting adalah pendidikan, pendapatan, dan

pekerjaan (Coughlin, 1972). Dampak ketersebaran

perpustakaan telah dikaji dalam kaitannya dengan

ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Ada sejumlah pendekatan penelitian yang digunakan

dalam melakukan studi tentang penyampaian pelayanan

kota (urban service delivery) terhadap penduduk kota. Salah

satunya adalah dimensi wilayah. Dalam tinjauan dimensi

wilayah, persoalan penyampaian pelayanan ditinjau dengan

pendekatan analisis lokasi. Analisis lokasi membahas

bagaimana meletakkan fasilitas pelayanan pada lokasi

tertentu (ReVelle dan Eiselt, 2005). Lokasi fasilitas

pelayanan kota (fasilitas publik) seperti perpustakaan

umum mempertimbangkan tujuan dari fasilitas publik itu

sendiri, yaitu melayani dengan maksimal seluruh penduduk

kota. Di samping memberikan pelayanan secara maksimal,

setiap penduduk kota memiliki kesempatan yang sama

untuk mendapatkan/mengakses fasilitas tersebut, tujuan

inilah yang menjadi persoalan dalam menentukan lokasi

fasilitas publik, dalam penelitian ini bagaimana menentukan

lokasi perpustakaan umum sehingga seluruh penduduk kota

terlayani.

Pendekatan lokasi fasilitas optimal dalam analisis

lokasi memberi gambaran kepada kita bahwa keoptimalan

lokasi fasilitas secara alami sepertinya merupakan persoalan

ruang metrik (Goldman, 2006), seperti yang tergambar pada

Page 84: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

78

“persoalan Weber” (Weber Problem) dan pendekatan

analisis lokasi lainnya. Pendekatan analisis lokasi memang

memberikan kordinat titik tertentu yang optimal ditinjau

dari aspek jarak (metrik), namun tidak mampu menjelaskan

di mana persisnya suatu fasilitas diletakkan sesuai

kebutuhan pengguna sehingga fasilitas tersebut berfungsi

memberikan pelayanan dengan maksimal.

Sejauh ini, perpustakaan umum sebagai salah satu

fasilitas publik, belum banyak mendapat perhatian dalam

berbagai penelitian. Terutama di Indonesia, belum ada satu

penelitian pun tentang penyampaian pelayanan

perpustakaan umum terhadap penduduk kota dalam

dimensi wilayah. Beberapa penelitian terdahulu tentang

lokasi dan penggunaan perpustakaan dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Koontz (1992) dalam tulisannya berjudul “Public

library site evaluation and location: Past and present

market-based modelling tools for the future” telah meneliti

hubungan variabel demografi (jumlah penduduk, jenis

kelamin, suku, usia, pendapatan, pendidikan, pemilikan

kendaraan) dengan penggunaan perpustakaan (sirkulasi,

transaksi referensi, kehadiran dalam program, penggunaan

bahan di perpustakaan) dan hubungan daya tarik atau

kualitas perpustakaan (waktu pelayanan, luas gedung,

penduduk yang dilayani) dengan jumlah penduduk pada

wilayah pelayanan tertentu. Beberapa hasil penelitian

tersebut adalah sebagai berikut:

Page 85: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

79

(1) Karakteristik penduduk tertentu pada wilayah

pelayanan perpustakaan mempengaruhi penggunaan

perpustakaan,

(2) Variabel demografi saja tidak dapat memprediksi

penggunaan perpustakaan secara sempurna, dan

(3) Dalam wilayah pelayanan yang luas (metropolitan)

seperti dalam penelitiannya, waktu pelayanan, luas

perpustakaan per jumlah penduduk yang dilayani,

jika dikombinasikan dengan karakteristik penduduk

lainnya, cukup bernilai dalam mengestimasi

penggunaan perpustakaan.

Dari berbagai penelitian yang dijelaskan di atas,

belum ada penelitian yang membahas bagaimana

menentukan lokasi perpustakaan umum kota yang optimal

dari tinjauan keruangan/kewilayahan dan layanannya

berfungsi maksimal (meningkatkan kualitas sumber daya

manusia). Berbagai hasil penelitian terdahulu yang pernah

dilakukan berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum

dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1: Penelitian Terdahulu tentang Lokasi

Perpustakaan Umum

Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian

1924 Wheeler Lokasi perpustakaan Perpustakaan pusat

seharusnya berlokasi di

pusat kota.

1941 Wheeler Lokasi dan penggunaan

perpustakaan

Lokasi memaksimalkan

penggunaan.

Page 86: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

80

Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian

1956 ALA Standar perpustakaan

umum

Lokasi harus dekat

dengan angkutan umum.

1962 Wheeler and

Goldhor

Jarak dan kapasitas

perpustakaan

Perpustakaan cabang

seharusnya melayani

30.000 penduduk dengan

jarak 3-4 mil jauhnya

dari cabang lain.

1968 Grundt Analisis ruang dan

aksesibilitas fasilitas

perpustakaan untuk

menetapkan area

pelayanan

Area pelayanan efektif

dalam jarak 2 mil untuk

orang dewasa. Kualitas

pelayanan diukur

menggunakan jam

pelayanan, luas lantai,

jumlah kursi, dan jumlah

koleksi.

1970 Shaughnessy Mensurvei 3

perpustakaan pusat di 3

negara bagian Amerika

Serikat

Batas praktis antara

pengguna dengan

perpustakaan pusat

adalah 10 hingga 15 mil

atau waktu perjalanan 20

hingga 30 menit. Jumlah

koleksi, anggaran, jumlah

tempat duduk, luas lantai

merupakan daya tarik

dan dijadikan sebagai

variabel independen.

1972 Coughlin et al Analisis komprehensif

penggunaan/pelayanan

cabang Philadelphia

untuk rencana perbaikan

Jarak perjalanan

pengguna cabang 1,13 -

1, 88 mil (0,4 dan 1,2 mil

untuk anak-anak).

1977 Revelle and

Church,

Menentukan ukuran dan

jumlah optimal fasilitas

Menggunakan variabel

pengguna dan koleksi,

Page 87: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

81

Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian

Profeessor

Urban

Planning

untuk mencakup suatu

area dalam batasan

perilaku perjalanan

pelanggan

jarak antar fasilitas,

anggaran, dan perilaku

perjalanan.

1978 Getz Analisis efisiensi 59

perpustakaan umum New

York

Waktu pelayanan adalah

variabel paling penting

dalam memilih di antara

dua fasilitas.

Lokasi setiap

perpustakaan relatif

terhadap yang lain.

1980 Getz Analisis 31 sistem

perpustakaan Amerika

Serikat untuk mengukur

persegi mil per lokasi

Survei pada sistem

perkotaan, sebanyak 32

perpustakaan berada

pada setiap radius 1 mil,

4 perpustakaan

metropolitan berada

pada radius 2,8 mil, 3

perpustakaan di

pinggiran kota berada

pada setiap radius 3,7

mil.

1981 Palmer Mereview penelitian

berkaitan dengan

pengaruh jarak terhadap

penggunaan

perpustakaan dan

mengembangkan estimasi

rata-rata berkaitan

dengan jarak tempat

tinggal pengguna dengan

perpustakaan cabang

57,4 % tinggal dalam 2

mil

57,2% tinggal dalam 2-4

mil

5,1% tinggal dalam 5 mil

90% tinggal dalam 2 mil

zone di area perkotaan

yang padat penduduk.

Pengguna perpustakaan

pusat melakukan

Page 88: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum

82

Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian

perjalanan 20 menit

untuk memperoleh

pelayanan khusus.

Kedekatan ke fasilitas

meningkatan

penggunaan

1983 Hayes dan

Palmer

Mempelajari

perpustakaan umum Los

Anggeles untuk

memastikah apakah

pengguna lebih sensitive

terhadap jarak dari faktor

lain

Usia dan pendidikan

pengguna mempengaruhi

penggunaan.

Di bawah kelompok 18

tahun memiliki

permintaan pelayanan

dalam radius 1 mil,

sedangkan di atas 18

tahun bisa beberapa mil

1992 Koontz Meneliti hubungan

variabel demografi

dengan penggunaan

perpustakaan dan

hubungan daya tarik dan

kualitas perpustakaan

dengan jumlah penduduk

pada wilayah tertentu

Karakteristik penduduk

mempengaruhi

penggunaan.

Variabel demografi saja

tidak dapat memprediksi

penggunaan. Kualitas

dikombinasikan dengan

karakteristik penduduk

bernilai untuk

mengestimasi

penggunaan.

1996 Alaqeeli Mengeksaminasi

frekuensi kunjungan

mahasiswa internasional

pada perpustakaan

umum Ohio

Menggunakan

perpustakaan untuk

membaca pada waktu

luang, belajar sendiri,

dan untuk kebutuhan

keluarga

Page 89: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

83

Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian

1996 Forde Mengeksaminasi

penggunaan

perpustakaan dan

kebiasaan membaca

pemenang Nobel

Menikmati membaca

pada masa anak-anak.

Tergantung pada

pelayanan perpustakaan

untuk menyediakan

bahan bacaan yang

dibaca. Mereka yang

tumbuh di Amerika

memiliki akses yang lebih

banyak pada pelayanan

perpustakaan.

2007 Lovato-

Gassman

Mengekplorasi kepuasan

pengguna sebagai

motivasi menggunakan

perpustakaan fisik

Terdapat signifikansi

antara kepuasan dan

penggunaan

perpustakaan. 92%

partisipan menggunakan

perpustakaan fisik.

Page 90: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

84

BAB VI

FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERPUSTAKAAN UMUM

Salah satu faktor penting yang berperan dalam

pengembangan wilayah adalah sumber daya manusia.

Sumber daya manusia berkualitas mampu menggerakkan

potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Suatu wilayah yang

berkembang dan maju akan meningkatkan kesejahteraan

manusia yang berada di wilayah tersebut. Dalam hal ini,

sumber daya manusia memiliki peran ganda yaitu selain

sebagai sasaran akhir pengembangan wilayah (manusia

yang sejahtera), juga sekaligus sebagai penggerak

pengembangan wilayah (bertindak mensejahterakan

manusia). Peran ganda ini menjadikan sumber daya manusia

memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam

konteks pengembangan wilayah.

Di sisi lain, diketahui bahwa manusia berkualitas

adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan atau

pembelajaran baik melalui kegiatan formal maupun non-

formal. Proses pendidikan atau pembelajaran merupakan

bagian dari pembangunan manusia (human development)

atau dalam cakupan yang lebih luas disebut pembangunan

komunitas (community development). Percepatan

Page 91: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

85

pembangunan manusia harus didukung oleh institusi

pendidikan yang memadai baik daya tampung maupun

relevansi (sesuai kebutuhan) untuk melayani semua anggota

masyarakat. Selain institusi pendidikan formal seperti

sekolah atau perguruan tinggi, institusi pendidikan non-

formal seperti perpustakaan umum juga memiliki peran

penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran

masyarakat. Perpustakaan umum sebagai institusi publik

menciptakan model sosial (menyediakan manfaat yang sama

bagi semua) karena kedudukannya sebagai institusi

universal dan tempat pertemuan sosial (Vanheim, 2008).

Perpustakaan umum dapat berperan lebih besar

untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya

manusia apabila fasilitas ini mudah dijangkau, memiliki daya

tarik, dan menyediakan pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, peran yang

optimal dapat dicapai apabila memiliki aksesibilitas yang

tinggi dari suatu komunitas yang menjadi market area-nya.

Aksesiblitas yang tinggi tergantung pada berbagai faktor.

Berdasarkan literatur, faktor-faktor yang menjadi

persyaratan perencanaan fasilitas perpustakaan umum

dapat diidentifikasi antara lain: faktor lokasi, prasarana

pendukung lokasi, karakteristik demografi, motivasi

pengguna, spesifikasi fisik fasilitas, dan operasional

perpustakaan. Apabila persyaratan tersebut dapat dipenuhi,

diasumsikan bahwa perpustakaan akan berperan lebih besar

atau optimal dalam pemberdayaan manusia atau

pembangunan komunitas. Dampak dari pembangunan

Page 92: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

86

komunitas ini pada akhirnya akan bermuara pada

peningkatan kapasitas penduduk atau masyarakat untuk

menggerakkan potensi pengembangan wilayah.

Selain itu, berdasarkan literatur juga dapat

dikemukakan bahwa dari sejumlah variabel penentu

keberhasilan pemberdayaan manusia melalui penggunaan

fasilitas perpustakaan seperti disebutkan di atas, faktor

lokasi merupakan variabel utama yang paling menentukan.

Aspek lokasi semakin penting perannya dalam perencanaan

perpustakaan umum terutama di kota-kota besar yang

berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Oleh karena itu, kajian

atau analisis tentang lokasi memperoleh penekanan khusus

dalam penelitian ini.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, pendekatan

dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan

pengembangan wilayah endogen (Szajnowska-Wisocka,

2009), yaitu suatu pendekatan yang tumbuh dari dalam dan

lebih menekankan pada pembangunan sosial, pertumbuhan

modal manusia, peran komunitas lokal dan aktivitas mereka

dalam pengembangan wilayah.

Variabel dan Indikator

Ada sejumlah variabel yang perlu dipertimbangkan

dalam perencanaan perpustakaan umum di wilayah

perkotaan. Variabel tersebut dapat dikelompokkan ke dalam

tiga jenis yaitu variabel independen, mediasi, dan dependen

seperti terlihat pada Gambar 6.1

Page 93: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

87

Ga

mb

ar

6.1

: Va

ria

be

l d

an

In

dik

ato

r

Page 94: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

88

Variabel independen terdiri dari: variabel lokasi,

prasarana pendukung lokasi, karakteristik demografi,

spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi

pengguna. Variabel lokasi diukur dengan indikator: jarak

antara pengguna dengan lokasi perpustakaan, waktu yang

dibutuhkan untuk menjangkau perpustakaan umum.

Variabel prasarana pendukung lokasi diukur dengan

indikator: transportasi (angkutan umum), kondisi prasarana

jalan dan peta lokasi. Variabel karakteristik demografi

diukur dengan indikator: umur; jenis kelamin; pendidikan;

bahasa; suku, agama, dan ras; pendapatan; jenis pekerjaan

dan keterbatasan fisik. Variabel spesifikasi fisik

perpustakaan diukur dengan indikator: kondisi gedung,

kapasistas ruangan, tata letak ruangan, perabotan, taman

dan halaman, parkir, lobby gedung, fasilitas umum dan

fasilitas bagi pengguna yang memiliki keterbatasan fisik.

Variabel operasional perpustakaan diukur dengan indikator:

sistem pelayanan, jenis pelayanan, peraturan perpustakaan,

koleksi, sistem temu balik dan program perpustakaan.

Variabel motivasi pengguna diukur dengan indikator:

motivasi yang bersumber dari dalam diri pengguna dan

motivasi yang bersumber dari luar diri pengguna.

Variabel mediasi yaitu penggunaan perpustakaan

diukur dengan indikator: frekuensi kunjungan, lama

kunjungan, jumlah pinjaman buku, jumlah halaman bahan

perpustakaan difotokopi, dan waktu yang digunakan untuk

akses Internet.

Page 95: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

89

Variabel dependen yaitu pengembangan wilayah

melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia yang

diukur dengan indikator: peningkatan pengetahuan;

keterampilan; emotional quotient (EQ); apresiasi seni

budaya; kreativitas; penguasaan informasi; literasi

informasi; minat baca; daya nalar; prestasi belajar/kerja;

kemampuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK);

kemampuan berinteraksi; kemandirian; dan kepedulian

sosial.

Tabel 6.1 Daftar Variabel dan Indikator

No Variabel Indikator

1 Lokasi

Perpustakaan

a. Jarak tempat tinggal pengguna

dengan lokasi

b. Jarak tempat

bekerja/sekolah/kampus

pengguna dengan lokasi

c. Waktu yang dibutuhkan untuk

menjangkau lokasi dari tempat

tinggal

d. Waktu yang dibutuhkan untuk

menjangkau lokasi dari tempat

bekerja/sekolah/kampus

2 Prasarana

Pendukung

Lokasi

Perpustakaan

a. Ketersediaan trayek angkutan

umum dari tempat tinggal atau

tempat bekerja/sekolah/kampus

untuk menjangkau lokasi

Page 96: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

90

No Variabel Indikator

b. Ketersediaan fasilitas jalan utama

menuju lokasi dari tempat tinggal

atau tempat

bekerja/sekolah/kampus

c. Ketersediaan pedestrian

d. Ketersediaan fasilitas koridor

penghubung dari tempat

pemberhentian kenderaan umum

dan pribadi menuju lokasi

e. Kondisi prasaran jalan untuk

menjangkau lokasi

f. Petunjuk jalan untuk menjangkau

lokasi

3 Karakteristik

Demografi

Penduduk

a. Usia pengguna

b. Jenis kelamin pengguna

c. Tingkat pendidikan pengguna

d. Kemampuan bahasa pengguna

e. Suku, agama, dan ras pengguna

f. Tingkat ekonomi pengguna

g. Cacat fisik dan keterbatasan fisik

4 Spesifikasi

Fisik Gedung

Perpustakaan

a. Luas lantai dan keadaan fisik

bangunan

b. Kapasitas ruangan: ruang baca,

Page 97: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

91

No Variabel Indikator

ruang diskusi, ruang koleksi,

ruang referensi dan ruang akses

internet

c. Tata letak ruangan

d. Perabotan

e. Taman atau halaman

f. Fasilitas parker

g. Lobby gedung

h. Fasilitas umum

i. Fasilitas bagi keterbatasan fisik

5 Operasional

Perpustakaan

a. Sistem pelayanan menyangkut

jam buka dan waktu pelayanan

b. Jenis-jenis pelayanan

c. Peraturan

d. Koleksi

e. Sistem temu balik

f. Program

6 Motivasi

Pengguna

a. Pemenuhan kebutuhan informasi

b. Mencapai prestasi

c. Pengembangan diri

Page 98: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

92

No Variabel Indikator

d. Kesadaran sendiri

e. Kegemaran mebaca

f. Mencapai harapan yang lebih baik

g. Menyelesaikan tugas-tugas

h. Mencapai tujuan kegiatan

bersama

7 Penggunaan

Perpustakaan

a. Frekuensi kunjungan

b. Lama kunjungan

c. Jumlah pinjaman

d. Jumlah halaman difotokopi

e. Waktu akses internet

8 Peningkatan

Kualitas

Sumber Daya

Manusia

a. Peningkatan pengetahuan

b. Keterampilan

c. Emotional Quotient

d. Apresiasi seni budaya

e. Kreativitas

f. Penguasaan informasi

g. Literasi informasi

h. Minat baca

i. Daya nalar

Page 99: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

93

No Variabel Indikator

j. Prestasi belajar/kerja

k. Kemampuan teknologi informasi

dan komunikasi

l. Kemampuan berinteraksi

m. Kemandirian

n. Kepedulian sosial

Definisi Operasional Variabel dan Indikator

(1) Lokasi adalah letak perpustakaan yang berkaitan

dengan jarak tempat tinggal, tempat

bekerja/sekolah/kampus pengguna, dan waktu

tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi.

a. Jarak adalah jarak dalam kilometer dari

tempat tinggal, tempat bekerja/sekolah/

kampus pengguna dengan lokasi

perpustakaan.

b. Waktu tempuh adalah waktu yang

dibutuhkan untuk menjangkau lokasi

perpustakaan dari tempat tinggal, tempat

bekerja/sekolah/ kampus pengguna.

(2) Prasarana pendukung lokasi adalah seluruh

prasarana yang mendukung pencapaian lokasi

perpustakaan dalam rangka penggunaan

perpustakaan.

Page 100: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

94

a. Peta lokasi adalah petunjuk yang dapat

memudahkan pengguna untuk mengetahui

lokasi perpustakaan.

b. Trayek angkutan umum adalah moda

transpotasi yang tersedia dari tempat tinggal

atau tempat bekerja/sekolah/kampus

pengguna untuk menjangkau lokasi

perpustakaan

c. Fasilitas jalan utama adalah jalan yang

langsung menuju lokasi dari tempat tinggal

atau tempat bekerja/sekolah/kampus

pengguna.

d. Trotoar adalah fasiltas bagi pengguna yang

berjalan kaki untuk menjangkau lokasi

Perpustakaan.

e. Koridor adalah bangunan penghubung dari

tempat pemberhentian kenderaan umum dan

pribadi menuju lokasi perpustakaan.

f. Kondisi prasarana jalan adalah kualitas

prasarana jalan untuk menjangkau lokasi

perpustakaan.

g. Petunjuk jalan adalah sistem petunjuk (sign

system) yang dapat digunakan untuk

memandu pengguna menjangkau lokasi

perpustakaan.

(3) Karakteristik demografi adalah ciri-ciri khusus

yang dimiliki oleh pengguna perpustakaan umum

seperti: umur, jenis kelamin, pendidikan, bahasa,

Page 101: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

95

suku, agama, kebangsaan, pendapatan, jenis

pekerjaan, gaya hidup, dan keterbatasan fisik.

a. Umur adalah usia pengguna.

b. Jenis kelamin adalah gender pengguna yang

terdiri dari laki-laki dan perempuan.

c. Pendidikan adalah tingkat pendidikan

pengguna yang terdiri dari tingkat sekolah

dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama,

sekolah lanjutan tingkat atas, dan perguruan

tinggi.

d. Bahasa adalah bahasa yang digunakan oleh

pengguna sehari-hari dalam berkomunikasi

di dalam masyarakat.

e. Suku adalah suku yang dimiliki oleh

pengguna.

f. Agama adalah agama yang dianut oleh

pengguna.

g. Ras adalah kelompok etnik pengguna.

h. Pendapatan adalah tingkat ekonomi

pengguna.

i. Keterbatasan fisik adalah cacat fisik dan

keterbatasan fisik pengguna perpustakaan.

(4) Spesifikasi fisik adalah hal-hal yang menyangkut

keadaan fisik gedung perpustakaan umum seperti

kondisi gedung, ruangan, tata letak ruangan,

perabotan, taman dan halaman, parkir, lobby,

sekuriti, penerangan, fasilitas umum dan

sebagainya.

Page 102: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

96

a. Kondisi gedung adalah hal-hal yang berkaitan

dengan keadaan dan bentuk fisik perpustakaan

umum seperti luas lantai, keadaan fisik

bangunan, dan sebagainya.

b. Kapasitas ruangan adalah daya tampung

ruangan untuk mengakomodasi kegiatan dan

pelayanan perpustakaan mencakup: kapasitas

ruang baca, ruang diskusi, ruang koleksi, ruang

referensi dan ruang akses internet.

c. Tata letak ruangan adalah penataan peralatan

dan perabotan yang terdapat pada

perpustakaan sehingga sesuai dengan fungsi

dan kebutuhan pengguna.

d. Perabotan adalah segala peralatan dan

perabotan yang digunakan oleh perpustakaan

dan pengguna dalam melakukan kegiatan

perpustakaan.

e. Taman dan halaman adalah areal di luar

gedung yang termasuk lingkungan yang

mendukung kegiatan perpustakaan.

f. Parkir adalah areal untuk pengguna

menempatkan kenderaannya.

g. Lobby perpustakaan adalah ruangan di dalam

gedung yang letaknya sebelum memasuki

ruang pelayanan perpustakaan.

h. Fasilitas umum adalah fasilitas perpustakaan

yang dapat digunakan oleh pengguna untuk

Page 103: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

97

kegiatan di luar kegiatan perpustakaan

seperti kantin, toilet, tempat ibadah, ATM

bank, dan sebagainya.

i. Fasilitas bagi pengguna yang memiliki

keterbatasan fisik adalah fasilitas yang

memungkinkan seseorang dengan keterbatasan

fisik dapat menggunakan perpustakaan seperti

orang lainnya yang tidak memiliki

keterbatasan fisik.

(5) Operasional adalah seluruh proses pelaksanaan

kegiatan pelayanan perpustakaan yang mencakup

sistem pelayanan, jenis pelayanan, peraturan,

koleksi, sistem temu balik, program perpustakaan,

dan bantuan penggunaan perpustakaan.

a. Sistem pelayanan adalah prosedur atau

mekanisme kerja yang diterapkan dalam

memberikan pelayanan kepada pengguna.

Aspek ini mencakup jam buka dan waktu

pelayanan perpustakaan umum.

b. Jenis pelayanan adalah ragam pelayanan

yang diberikan perpustakaan umum kepada

pengguna. Jenis ini biasanya terdiri dari

pelayanan sirkulasi, referensi/rujukan, akses

internet, audiovisual, fotokopi, dan bantuan

pengguna (pendidikan pemakai).

c. Peraturan adalah tata tertib penggunaan

perpustakaan yang dirumuskan secara

tertulis dan telah mendapat pengesahan dari

Page 104: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

98

lembaga induk perpustakaan, diberlakukan

bagi semua pengguna.

d. Koleksi adalah seluruh sumber daya

informasi yang dimiliki oleh perpustakaan

dan dilayankan kepada pengguna.

e. Sistem temu balik adalah alat yang digunakan

oleh pengguna perpustakaan dalam rangka

pencarian dan penemuan kembali koleksi di

rak koleksi.

f. Program adalah seluruh program yang

ditawarkan oleh perpustakaan umum dalam

rangka diseminasi informasi dan sosialisasi

penggunaan fasilitas.

(6) Motivasi adalah dorongan atau kekuatan (energi)

seseorang yang dapat menimbulkan tingkat

persistensi dan antusiasmenya dalam

menggunakan perpustakaan, baik yang bersumber

dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi

intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi

ekstrinsik).

a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang

berasal dari diri pengguna sangat berperan

dalam penggunaan perpustakaan umum.

b. Motivasi ekstrinsik adalah yang bersumber

dari luar diri pengguna adalah dorongan

menggunakan perpustakaan karena faktor

dari luar diri pengguna.

Page 105: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

99

(7) Penggunaan adalah seluruh aktivitas yang

dilakukan oleh pengguna dalam rangka

memanfaatkan seluruh fasilitas layanan

perpustakaan umum.

a. Frekuensi kunjungan adalah jumlah

kunjungan yang dilakukan seorang pengguna

ke perpustakaan umum setiap bulannnya.

b. Lama kunjungan adalah jumlah waktu yang

diluangkan atau digunakan oleh pengguna

untuk setiap kali melakukan kunjungan ke

perpustakaan.

c. Jumlah pinjaman adalah banyaknya buku

yang dipinjam oleh setiap pengguna dalam

kurun waktu satu bulan.

d. Jumlah halaman difotokopi adalah jumlah

halaman dokumen atau bahan yang

difotokopi oleh pengguna di dalam gedung

perpustakaan.

e. Waktu akses Internet adalah waktu yang

digunakan setiap pengguna untuk mengakses

Internet di dalam gedung perpustakaan

dalam setiap kali melakukan akses atau

menggunakan Internet.

(8) Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah

mutu sumber daya manusia yang menyangkut

kemampuan intelektual dan spiritual. Kualitas

sumber daya manusia adalah menyangkut

kemampuan intelektual pengguna perpustakaan

Page 106: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

100

umum yang dapat meningkat karena penggunaan

perpustakaan umum.

a. Peningkatan pengetahuan adalah bertambah

dan berkembangnya pengetahuan pengguna

karena menggunakan perpustakaan dengan

baik.

b. Keterampilan pengguna adalah kemampuan

pengguna untuk melakukan pola tingkah laku

yang kompleks baik yang bersifat

psikomotorik maupun yang bersifat kognitif

untuk mencapai hasil tertentu.

c. Emotional quotient (EQ) adalah keterampilan

pengguna perpustakaan untuk mengenali

dan mengelola perasaan dan emosi diri

sendiri maupun orang lain. EQ pengguna

diasumsikan dapat meningkat dan berkembang

apabila menggunakan perpustakaan umum

dengan baik.

d. Apresiasi seni budaya adalah upaya

pengguna dalam mengartikan dan menyadari

sepenuhnya seluk beluk karya seni budaya

serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis

dan artistik dari karya seni budaya, sehingga

mampu menikmati dan menilai karya seni

budaya tersebut secara semestinya.

e. Kreativitas adalah daya cipta pengguna untuk

menghasilkan berbagai karya yang bermanfaat.

Penggunaan seluruh fasilitas perpustakaan

Page 107: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

101

diasumsikan dapat meningkatkan kreativitas

pengguna untuk berbagai bidang.

f. Penguasaan informasi adalah penguasaan

pengetahuan atau informasi mutakhir

pengguna tentang sesuatu hal yang berkaitan

dengan bidang pekerjaan atau profesinya.

g. Literasi informasi adalah kemampuan pengguna

untuk memahami kebutuhan informasi, mencari

dan menentukan informasi yang

dibutuhkannya.

h. Minat baca adalah hasrat pengguna terhadap

bahan bacaan yang mendorong munculnya

keinginan atau kemampuan untuk membaca

dan diikuti oleh kegiatan nyata membaca

bacaan yang diminatinya.

i. Daya nalar adalah kecerdasan yang dimiliki

pengguna dalam proses berpikir secara rasional

atau secara logis.

j. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari

sesuatu yang telah dilakukan.

k. Kemampuan menggunakan perangkat TIK

adalah kemampuan menggunakan komputer

baik sebagai peralatan stand alone maupun

sebagai terminal dalam suatu jaringan.

l. Kemampuan berinteraksi adalah kemampuan

melakukan hubungan timbal balik antara

individu, individu dengan kelompok, maupun

antar kelompok yang saling mempengaruhi

sehingga memiliki efek satu sama lain.

Page 108: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum

102

m. Kemandirian adalah sikap yang mengutamakan

kemampuan diri sendiri dalam mengatasi

berbagai masalah demi mencapai suatu tujuan,

tanpa menutup diri terhadap berbagai

kemungkinan kerjasama yang saling

menguntungkan.

n. Kepedulian sosial adalah minat atau

ketertarikan seseorang untuk membantu

orang lain, sikap peduli dengan orang-orang

yang secara ekonomi adalah lemah dan perlu

dibantu tidak lepas dari budi pekerti yang

luhur.

Page 109: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

103

BAB VII

PENGEMBANGAN MODEL LOKASI PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL

Seperti dikemukan sebelumnya bahwa untuk

mengetahui berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan

dalam perencanaan lokasi perpustakaan umum yang dapat

meningkatkan partisipasi penduduk dalam penggunaannya

sehingga memiliki peran yang lebih besar dalam

peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk

menggerakkan potensi pengembangan wilayah di suatu

kota. Untuk tujuan tersebut telah dirumuskan dua

pertanyaan utama yaitu: (1) Apakah lokasi, prasarana

pendukung lokasi, karakteristik demografi pengguna,

spesifikasi fisik dan operasional perpustakaan, serta

motivasi pengguna berpengaruh terhadap penggunaan

perpustakaan umum; dan (2) Apakah penggunaan

perpustakaan berpengaruh terhadap pengembangan

wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap enam variabel

independen yaitu lokasi, prasarana pendukung lokasi,

spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi

pengguna yang diuji untuk menjawab pertanyaan pertama

terbukti berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan.

Lima dari enam variabel tersebut memiliki pengaruh yang

Page 110: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

104

signifikan, dan satu variabel yaitu karakteristik demografi

pengguna memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan.

Hal ini berarti bahwa lokasi, prasarana pendukung

lokasi, spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan

motivasi pengguna merupakan faktor-faktor penting yang

harus dipertimbangkan dalam merencanakan suatu sistem

perpustakaan umum kota agar optimalisasi tujuan

penyediaan fasilitas tersebut dapat tercapai. Selain itu,

sesuatu yang baru dalam pengujian untuk menjawab

pertanyaan pertama ini adalah teridentifikasinya sejumlah

variabel disertai indikator masing-masing yang berperan

dalam penggunaan perpustakaan. Pengaruh keenam vaiabel

independen terhadap penggunaan perpustakaan yang

didukung oleh data empiris berdampak pada frekuensi

kunjungan, lama kunjungan, jumlah pinjaman, jumlah

halaman bahan perpustakaan yang difotokopi, dan waktu

yang dipakai untuk penggunaan Internet.

Selanjutnya, penggunaan perpustakaan yang diuji

untuk menjawab pertanyaan kedua juga terbukti

berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan

wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pengaruh penggunaan perpustakaan terhadap peningkatan

kualitas sumber daya manusia menunjukkan bahwa

perpustakaan umum memiliki peran penting dalam

pengembangan wilayah di mana salah satu pilarnya adalah

sumber daya manusia. Dampak dari penggunaan

perpustakaan terhadap peningkatan kualitas sumber daya

manusia sebenarnya sudah merupakan sesuatu yang umum

Page 111: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

105

diketahui karena salah satu tujuan penyediaan fasilitas ini

adalah untuk tujuan tersebut. Sesuatu yang baru dari hasil

pengujian terhadap pertanyaan kedua ini adalah apa saja

dampak yang dihasilkan.

Dampak dari pengaruh penggunaan perpustakaan

terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia yang

didukung oleh data empiris adalah dalam hal peningkatan:

kemandirian, kemampuan berinteraksi, kemampuan

menggunakan perangkat teknologi informasi dan

komunikasi, prestasi belajar, daya nalar, minat baca, literasi

informasi, penguasaan informasi, kreativitas, apresiasi seni

budaya, keseimbangan emosi, keterampilan, pengetahuan,

dan kepedulian sosial. Dampak tersebut merupakan bagian

dari capacity building untuk memenuhi kebutuhan meraih

hasil dan prestasi seseorang dan merupakan ciri dari

manusia modern (McClelland, 1981).

Model dan Konsep

Melalui sebuah penelitian yang dilakukan dibangun

dan dihasilkan sebuah model untuk mengetahui apakah

perpustakaan umum di suatu wilayah dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk

menggerakkan potensi pengembangan wilayah. Sumber

daya manusia atau penduduk suatu wilayah memegang

peranan strategis dalam pengembangan wilayah (Nachrowi

dan Suhandojo, 2001). Model dimaksud adalah bahwa

pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas

Page 112: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

106

sumber daya manusia PSDM dapat ditingkatkan atau

dipengaruhi oleh penggunaan perpustakaan (PP), dengan

model matematis sebagai berikut:

PSDM = α1PP + e47

Akan tetapi penggunaan perpustakaan (PP) dapat

ditingkatkan atau dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu

lokasi (L), prasarana pendukung lokasi (PL), karakteristik

demografi pengguna (KD), spesifikasi fisik perpustakaan

(SF), operasional perpustakaan (OP), dan motivasi pengguna

(MP), dengan model sebagai berikut:

PP = α1L1 + α2PL2 + α3KD3 + α4SF4 + α5OP5 + α6MP6 + e46

Berdasarkan model di atas, dapat dikatakan bahwa

apabila kualitas sumber daya manusia (PSDM) ingin

ditingkatkan maka penggunaan perpustakaan (PP) harus

dioptimalkan. Selanjutnya apabila optimalisasi ingin dicapai,

maka lokasi (L), prasarana pendukung lokasi (PL),

karakteristik demografi pengguna (KD), spesifikasi fisik

perpustakaan (SF), operasional perpustakaan (OP), dan

motivasi pengguna (MP), harus menjadi prioritas dalam

perencanaan perpustakaan umum.

Oleh karena itu, jika pemerintah suatu kota ingin

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka

optimalisasi penggunaan perpustakaan umum harus

mendapat perhatian, dan harus dimasukkan sebagai salah

satu komponen dalam perencanaan wilayah kota. Hal ini

didukung dengan pernyataan Hoover dan Giarratani (2009),

Page 113: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

107

pakar regional science yang menyatakan bahwa pentingnya

komponen perpustakaan umum untuk dimasukkan dalam

perencanaan wilayah perkotaan.

Berdasarkan variabel yang diteliti dapat

diringkaskan bahwa ada tiga faktor utama yang berperan

dalam keberhasilan peningkatan kualitas sumber daya

manusia di wilayah kota besar melalui pemanfaatan institusi

perpustakaan umum, yaitu (1) lokasi dan prasarana

pendukung lokasi perpustakaan, (2) daya tarik fisik dan

operasional perpustakaan, dan (3) motivasi dan

karakteristik demografi pengguna potensial atau penduduk.

Ketiga faktor tersebut dapat dikatakan sebagai inti

(core) peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui

penggunaan perpustakaan. Apabila institusi perpustakan

umum diharapkan dapat lebih berperan dalam peningkatan

kualitas sumber daya manusia dalam rangka pengembangan

wilayah perkotaan, maka ketiga aspek tersebut harus

menjadi perhatian para perencana kota. Kedudukan ketiga

faktor tersebut dalam kaitannya dengan peningkatan

kualitas sumber daya manusia dalam rangka pengembangan

wilayah dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar

7.1.

Page 114: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

108

Gambar 7.1: Tiga Faktor Berperan dalam Peningkatan

Kualitas Sumber Daya Manusia melalui

Penggunaan Perpustakaan Umum

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa tiga faktor yaitu lokasi dan prasarana pendukung lokasi perpustakaan, daya

tarik fisik dan operasional perpustakaan, dan motivasi dan

karakteristik demografi penduduk berperan dalam

peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah. Sumber daya manusia merupakan satu dari tiga pilar

pengembangan wilayah. Dua pilar lainnya adalah sumber

daya alam dan teknologi.

Page 115: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

109

Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan dalam upaya pemanfaatan fasilitas

perpustakaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia di suatu wilayah. Walaupun perpustakaan memiliki

daya tarik yang kuat dengan fasilitas yang disediakannya,

dan penduduk termotivasi untuk menggunakannya, tetapi

jika perpustakaan tidak berlokasi dalam jarak yang

akseptabel bagi penduduk, maka upaya peningkatan kualitas

sumber daya manusia melalui perpustakaan tidak akan

tercapai secara maksimal. Sebaliknya, walaupun lokasi

perpustakaan tersebar dalam kedekatan yang dapat

diterima oleh penduduk tetapi tidak memiliki daya tarik,

maka penggunaannya sulit diharapkan optimal. Daya tarik

selain spesifikasi fisik gedung dan operasional perpustakaan,

yang tidak kalah pentingnya adalah koleksi dan fasilitas yang

disediakan harus sesuai dengan kebutuhan kelompok

penduduk.

Aspek lokasi dan prasarana lokasi perpustakaan

seharusnya menjadi domain dari perencanaan perkotaan,

daya tarik fisik dan operasional menjadi tanggung jawab

manajemen perpustakaan. Di sisi lain, motivasi dan

karakteristik demografi penduduk adalah menjadi dasar

pertimbangan untuk mengembangkan fasilitas yang sesuai

dengan kebutuhan penduduk sebagai pengguna potensial

pelayanan perpustakaan umum.

Selain menghasilkan sebuah model, penelitian ini

juga memunculkan beberapa temuan spesifik yang

bermakna untuk diuraikan selanjutnya. Temuan tersebut

Page 116: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

110

dapat dijadikan sebagai masukan atau dasar pertimbangan

baik dalam perencanaan fasilitas perpustakaan umum

maupun sebagai pertimbangan dalam penelitian lain yang

berkaitan dengan penelitian ini.

Lokasi dan Prasarana Pendukung Lokasi

Ada dua hal yang sangat berpengaruh berkaitan

dengan lokasi yaitu jarak (distance) dan waktu tempuh

(travel time) untuk mencapai lokasi. Kedua faktor ini disebut

dengan kedekatan (proximity). Hal-hal penting berkaitan

dengan prasarana pendukung lokasi adalah ketersediaan

angkutan umum, jalan utama, pedestrian, dan tanda

petunjuk. Faktor tersebut akan dibahas berikut ini.

Jarak

Temuan baru yang sekaligus membedakannya

dengan penelitian sebelumnya adalah jarak antara tempat

tinggal pengguna dan waktu tempuh untuk mencapai lokasi

perpustakaan umum. Berdasarkan harapan pengguna dapat

dinyatakan bahwa jarak yang ideal yang diinginkan adalah ≤

3 Km. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dan banyak

diterapkan di negara maju seperti Amerika Serikat bahwa

jarak ideal adalah ≤ 3 mil atau 5,5 Km (Koontz, 1997).

Perbedaan ini dapat dipahami kemungkinan selain

disebabkan oleh faktor kondisi transportasi juga karena

tingkat mobilitas yang berbeda di antara kedua wilayah

tersebut.

Page 117: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

111

Jarak 3 Km bermakna bahwa di suatu kota idealnya

terdapat perpustakaan umum sebagai fasilitas publik pada

setiap radius 6 Km atau jarak antara satu titik fasilitas

dengan fasilitas lainnya adalah 6 Km. Jika sebuah kota

berpenduduk sekitar 2 juta jiwa, maka dibutuhkan fasilitas

perpustakaan yang terdapat minimal di 10 lokasi (lihat

Gambar 6.2). Jumlah berdasarkan jarak ini dipandang lebih

rasional dibandingkan dengan hasil perhitungan 67 unit

berdasarkan standar minimal 1 unit untuk setiap 30.000

penduduk seperti dikemukakan oleh Wheeler and Goldhor

(1962) dan ditetapkan oleh Departemen Pemukiman dan

Prasarana Wilayah (2001).

Sehubungan dengan itu, standar yang dibuat oleh

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tersebut

yang perhitungannya didasarkan pada jumlah penduduk

bukan pada jarak atau waktu tempuh harus dikoreksi.

Seyogianya jumlah penduduk tidak digunakan untuk

mengestimasi jumlah unit fasilitas tetapi dapat digunakan

untuk mengestimasi luas atau kapasitas suatu unit di suatu

market area yang menjadi wilayah target suatu

perpustakaan cabang. Misalnya di suatu wilayah dalam

radius 6 Km terdapat jumlah penduduk sebanyak 90.000

jiwa, maka tidak perlu dibangun 3 unit perpustakaan tetapi

cukup 1 unit dengan kapasitas yang lebih luas (tiga kali

kapasitas minimal) karena pilihan ini dipandang lebih

efisien baik dari sisi manajemen maupun pengguna.

Page 118: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

112

Gambar 7.2: Ilustrasi Distribusi Lokasi Fasilitas dan

Market Area Perpustakaan Umum Kota

Page 119: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

113

Waktu Tempuh

Waktu tempuh yang diinginkan oleh pengguna untuk

menjangkau fasilitas perpustakaan adalah maksimal 30

menit. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Leonard Grundt pada tahun 1963 yang menemukan bahwa

waktu tempuh ideal adalah 20 menit dengan menggunakan

angkutan umum (Koontz, 1997). Temuan ini juga

mendukung penelitian yang dilakukan oleh Thomas

Shaughnessy terhadap penggunaan perpustakaan umum di

New York, Pennsylvania dan New Jersey yaitu 20 hingga 30

menit waktu tempuh (Koontz, 1997).

Faktor jarak dan waktu tempuh dapat

dikombinasikan dalam perencanaan perpustakaan umum

kota berdimensi spasial. Dengan kata lain, apabila waktu

tempuh dapat dipenuhi maksimal 30 menit menggunakan

kenderaaan umum, faktor jarak dapat diabaikan. Hal ini

perlu dipertimbangkan berkaitan dengan faktor-faktor

penghalang yang biasanya terdapat di kota-kota besar

seperti keberadaan komplek industri, jalur kereta api, jalan

tol, dan arah arus lalu lintas yang dapat menyebabkan waktu

tempuh lebih penting dari pada jarak.

Angkutan Umum

Angkutan umum merupakan moda transportasi

paling banyak digunakan di wilayah perkotaan, demikian

juga halnya bagi pengguna perpustakaan umum. Trayek

angkutan umum merupakan indikator yang terkuat untuk

Page 120: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

114

mengukur variabel prasarana pendukung lokasi. Oleh

karena itu, semua perpustakaan umum kota termasuk

cabangnya seharusnya berada pada jalur angkutan umum.

Hal ini sesuai dengan pernyataan ALA (1956) yang

menyatakan bahwa lokasi perpustakaan umum harus dekat

dengan angkutan umum.

Daya Tarik Fisik dan Operasional

Terdapat dua faktor yang berpengaruh dalam

penggunaan perpustakaan dari sisi manajemen dan

operasional perpustakaan yang menjadi daya tarik bagi

penduduk yaitu spesifikasi fisik gedung dan operasional

perpustakaan. Kedua hal ini turut menentukan apakah

sebuah fasilitas perpustakaan diminati atau tidak oleh

penduduk.

Spesifikasi Fisik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesifikasi

fisik gedung berpengaruh secara signifikan terhadap

penggunaan perpustakaan. Hal ini berarti bahwa dalam

perencanaan fasilitas perpustakaan umum, spesifikasi fisik

gedung menjadi hal penting yang harus diperhatikan untuk

meningkatkan penggunaan perpustakaan. Spesifikasi fisik

dalam perencanaan gedung mencakup kapasitas ruangan,

tata letak ruangan, perabotan, taman, parkir kendaraan,

lobby gedung, fasilitas umum (kafe, telepon umum, toilet,

dsb.), dan akses bagi penyandang cacat dan keterbatasan

Page 121: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

115

fisik. Apabila kenyamanan gedung perpustakaan tidak kalah

dengan gedung-gedung penting lainnya, dapat dipastikan

bahwa perpustakaan akan menarik minat lebih banyak

penduduk untuk menggunakannya. Hal ini sudah terbukti di

negara-negara lebih maju, di mana perpustakaan menjadi

salah satu tujuan perjalanan penduduk seperti halnya

mereka mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan dan tempat-

tempat hiburan.

Operasional

Operasional perpustakaan mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap penggunaan perpustakaan. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila semakin baik operasional

perpustakaan, maka akan semakin meningkatkan

penggunaan perpustakaan. Oleh karena itu, dalam

merencanakan pelayanan perpustakaan harus diperhatikan

indikator-indikator pendukung operasional seperti waktu

pelayanan, jenis-jenis pelayanan termasuk fasilitas akses

Internet, peraturan penggunaan, koleksi yang sesuai dengan

kebutuhan pengguna, sistem temu balik koleksi, dan

program atau event yang ditawarkan oleh perpustakaan

kepada masyarakat. Penyediaan fasilitas akses Internet

terutama bagi anggota masyarakat yang tidak memilikinya

di rumah dan bahan perpustakaan bagi yang tidak mampu

membelinya menjadi salah satu upaya untuk mengurangi

kesenjangan teknologi dan pengetahuan yang terjadi di

dalam masyarakat. Pajak yang dikumpulkan terutama dari

Page 122: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

116

para pembayar pajak sudah seharusnya berperan lebih

besar untuk mengurangi kesenjangan yang terdapat di

dalam masyarakat.

Motivasi dan Demografi Penduduk

Motivasi merupakan faktor penting yang

berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan

Sementara, karakteristik demografi penduduk bukanlah

merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap

penggunaan perpustakaan, namun bukan faktor negatif.

Motivasi

Hasil analisis menggunakan model struktural

membuktikan bahwa motivasi berpengaruh terhadap

penggunaan perpustakaan. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi motivasi pengguna, maka akan semakin

tinggi penggunaan perpustakaan. Oleh karena itu, motivasi

mempunyai peran dalam peningkatan penggunaan

perpustakaan. Motivasi dapat dibangun baik secara intrinsik

(dari dalam diri) maupun ekstrinsik (dari luar diri)

seseorang. Pemerintah kota dapat berperan membangun

motivasi ekstrinsik penduduk melalui berbagai kegiatan

bekerjasama dengan berbagai pihak seperti institusi

pendidikan, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan

lainnya. Dengan membangun motivasi ekstrinsik akan

terbangun motivasi intrinsik penduduk. Hasil ini

mendukung penelitian Berg (2009) tentang dorongan untuk

Page 123: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

117

penggunaan perpustakaan adalah keinginan dari dalam diri

sendiri seperti motivasi untuk membaca dan menulis dan

kebutuhan untuk mandiri.

Demografi Penduduk

Karakteristik demografi pengaruhnya tidak

signifikan terhadap penggunaan perpustakaan umum.

Karakteristik demografi penduduk meliputi usia,

pendidikan, jenis kelamin, tingkat ekonomi, kemampuan

bahasa, cacat fisik, suku, agama dan ras pengguna. Penelitian

yang pernah dilakukan di negara maju menunjukkan bahwa

faktor demografi berpengaruh signifikan terhadap

penggunaan perpustakaan (Koonzt, 1992). Perbedaan ini

kemungkinan disebabkan kondisi demografi penduduk yang

berbeda antara negara maju dan negara berkembang seperti

masalah bahasa, ras dan agama. Sekalipun secara teoritis

bahwa karakteristik demografi berpengaruh terhadap

penggunaan perpustakaan, akan tetapi dengan melihat data

kategori karakteristik demografi pengguna di kota Medan,

maka dapat dipastikan bahwa tidak ada hambatan

demografi dalam penggunaan perpustakaan. Hal ini sesuai

dengan Public Library Manifesto (1994) yang menyatakan

bahwa perpustakaan umum harus terbuka bagi semua orang

tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, usia,

kepercayaan, dan ras.

Page 124: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial

118

Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa lokasi, prasarana pendukung lokasi, karakteristik

demografi pengguna, spesifikasi fisik, operasional perpus-

takaan, dan motivasi pengguna berpengaruh nyata terhadap

peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggu-

naan perpustakaan umum. Penggunaan perpustakaan

berpengaruh nyata terhadap pengembangan wilayah melalui

peningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Lokasi berpengaruh nyata terhadap peningkatan

kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan

perpustakaan umum. Prasarana pendukung lokasi

berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber

daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum.

Karakteristik demografi berpengaruh tidak nyata terhadap

peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui

penggunaan perpustakaan umum. Spesifikasi fisik gedung

perpustakaan berpengaruh nyata terhadap peningkatan

kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan

perpustakaan umum. Operasional perpustakaan

berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber

daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum.

Motivasi pengguna berpengaruh nyata terhadap

peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui

penggunaan perpustakaan umum.

Sehubungan dengan itu, disarankan beberapa hal

berkaitan dengan penggunaan perpustakaan umum untuk

Page 125: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

119

peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayah

perkotaan. Pemerintah kota disarankan untuk membangun

sejumlah fasilitas perpustakaan umum di wilayah kota

dalam satu sistem manajemen dan pelayanan terintegrasi.

Lokasi perpustakaan umum harus tersebar di wilayah kota

agar dekat dengan tempat tinggal penduduk dan/atau waktu

tempuh yang akseptabel bagi masyarakat. Prasarana

pendukung lokasi perpustakaan umum sebaiknya dibangun

atau difasilitasi agar aksesibilitas masyarakat terhadap

perpustakaan tinggi.

Karakteristik demografi pengguna atau penduduk

dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan

koleksi dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Spesifikasi fisik setiap bangunan gedung

perpustakaan umum harus memberikan kenyamanan dan

dapat menampung pengguna potensial di suatu wilayah

kerja yang menjadi market area masing-masing. Operasional

perpustakaan perlu diperluas agar memberikan fleksibilitas

waktu pelayanan yang lebih besar bagi pengguna

perpustakaan umum. Motivasi intrinsik pengguna harus

ditingkatkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak

seperti keluarga, kelurahan, dan institusi pendidikan.

Selain itu, pemerintah kota seharusnya melibatkan

dan memanfaatkan peran institusi perpustakaan umum

untuk menggerakkan potensi wilayah kota sehingga kota

dapat lebih berkembang dan maju dengan partisipasi yang

lebih besar dari penduduknya.

Page 126: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Daftar Pustaka

120

DAFTAR PUSTAKA

Abeltina, Anna (2008). “The role of human capital in regional

development. 5th International Scientific Conference

Business and Management”.

<http://www.vgtu.lt/leidiniai/leidykla/BUS_AND_MA

NA_2008/soc-economical/483-489-G-Art-

Abeltina.pdf>. (17/2/2010).

Adisasmita, Rahardjo (2005). Dasar-dasar ekonomi wilayah.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Alaqeeli, Jamal Abdullah (1996). International students and

public library use: An exploratory study. PhD

Dissertation, Indiana University.

Alkadri (2001). “Perencanaan pembangunan berbasis

teknologi: Sebuah pengantar”. Dalam: Muchdie et al

(Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya

alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta:

Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan

Wilayah BPPT.

American Library Association. Coordinating Committee on

Revision of Public Library Standards (1956). Public

library standards: A guide to evaluation with minimum

standards. Chicago: American Library Association.

Amron, Mochammad (2007). “Kajian lingkungan hidup

dalam pembangunan wilayah dalam konteks

pembangunan infrastruktur pekerjaan umum”.

Page 127: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

121

Makalah disampaikan dalam Dies Natalis Universitas

Gadjah Mada Ke-58, Yogyakarta: 27 Oktober.

Antunes and Bigotte. (2003) “Comprehensive Public Facility

Location Modeling”.

<http://www.esnips.com/doc/19f4d27f-f951-4772-

834a-1fa017193351/comprehensive-public-facility-

location-modeling>. (17/09/2008).

Arikunto, Suharsimi (1998). Prosedur penelitian: Suatu

pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Ary, Subroto (2001). “Peranan sumber daya manusia dalam

pengembanan wilayah di Indonesia”. Dalam: Muchdie

et al (Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber

daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi.

Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi

Pengembangan Wilayah BPPT.

Bennet, William D. and Bruce W. Smith (1975). “The

correlates of library patronage distance decay.” East

Lakes Geographer 10.

Berg, Margaret A. (2009). Motivation and discourse in a

literate environment: A case study of a young adult

library. PhD Dissertation, Faculty of the Graduate

School, University of Kansas.

Brata, Aloysius Gunadi (2002). “Pembangunan manusia dan

kinerja ekonomi regional di Indonesia”. Jurnal Ekonomi

Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang,

Vol 7, No. 2, 2002.

Budiharsono (2005). Teknik analisis pembangunan wilayah

pesisir dan lanjutan. Jakarta: Pradya Paramita.

Page 128: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Daftar Pustaka

122

Calcuttawala, Zohra (2004). Knowledge stores: The spatial

dynamics of public library accessibility and consumption

in Calcutta. PhD Dissertation, University of Cincinnati.

Chruch, R.L. dan A. T. Murray (2009). Business site selection,

location analysis, and GIS. Toronto: John Wiley

and Sons.

Church, R. L. and C. S. ReVelle (1976). “Theoretical and

computational links between the p-median location

set-covering and the maximal covering location

problem”. Geographical Analysis, 8: 406-415.

City of Sydney (2005). Library network strategy. Sydney:

CRED Community Planning.

Colin, Brigitte (2009). “Building up education towards

sustainable urban development”. IFLA Newsletter, 80.

<www.unesco.org/shs/urban>. (January 2009).

Coughlin, R. E. (1972). Urban Analysis for branch library

system planning. Connecticut: Greenwood Publishing.

Current, J., H. Min, and D. Schilling (1990). “Multiobjective

analysis of facility location decisions”. European

Journal of Operational Research, 49: 295-307.

Daskin, M. S. (1995). Network and discrete location: Models,

algorithms, and applications. New York: Wiley

Interscience.

Daskin, Mark S. and Susan Hesse Owen (1998). “Strategic

facility location: A review”. European Journal of

Operational Research, 111: 423-447.

Dear, M. J. (1974). “A paradigm for public facility location

theory”. Antipode. 6 (3), 46-50.

Page 129: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

123

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2001).

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana

Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman

Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang

Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan

Pekerjaan Umum. Jakarta: Departemen Permukiman

dan Prasarana Wilayah.

Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2005).

Penyelenggaraan penataan ruang: Permasalahan,

tantangan, kebijakan, strategi, dan program strategis.

Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang

Departemen Pekerjaan Umum.

Drezner, Z. and G. O. Welowsky (1991). “Facility location

when demand is time dependent”. Naval Research

Logistics, 38: 763-777.

Edmunds, K. M., & Bauserman, K. L. (2006). “What teachers

can learn about reading motivation through

conservation with children”. The Reading Teacher,

59(5), 414-424.

Ferdinand, A. (2002). Structural equation modelling dalam

penelitian manajemen: Aplikasi model-model rumit

dalam penelitian untuk tesis S-2 dan disertasi S-3.

Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.

Florida, Richard, Charlotta Mellander dan Kevin Stolarick

(2007). Inside the balck box of regional development:

human capital, the creative class and tolerance.

<http://www.creativeclass.com/rfcgdb/articles/Insid

e_the_Black_Box_of_Regional_Development.pdf>.

Page 130: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Daftar Pustaka

124

(17/2/2010).

Forde, Janet Lynch (1996). A study of reading and library use

among Nobel Laureates. PhD Dissertation, Florida State

University.

Getz, M. (1978). “The efficient level of public library

services”. Working Paper No. 55 (October). The Joint

Center for Urban Studies of M. I. T. and Harvard

University

Gill, Philip et al. (2001). The public library service:

IFLA/UNESCO Guidelines for Development. München: K.

G. Saur Verlag.

Gozali, Imam (2004). Analisis multivariat dengan program

SPSS. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.

Gozali, Imam (2004). Model persamaan struktural.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gozali, Imam dan Fuad (2005). Structural Equation

Modeling: Teori, konsep, dan aplikasi dengan program

Lisrel 8.54. Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro.

Guthrie, J. T. and M. H. Davis (2003). “Motivating struggling

readers in middle school through an engagement

model for classroom practice”. Reading and Writing

Quarterly, 19, 59-85.

Guthrie, J. T. and Humenick, N. (2004). “Motivating students

to read: Evidence for classroom practices that increace

reading motivation and achievement”. In P. McCardle

and V. Chhabra (Eds.). The voice of evidence in reading

research. Baltimore: Paul H. Brookes Publishing.

Page 131: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

125

Guthrie, J. T. and Wigfield, A. (2000). “Engagement and

motivation in reading”. In M. L. Kamil, P. B.

Mosenthal, P. D. Pearson and R. Barr (Eds.). Handbook

of Reading Research (Vol. III, pp. 403-422). Mahmah,

NJ: Lawrence.

Hair, et. al (1998). Multivariate data analysis. New Jersey:

Prentice Hall.

Hakimi, S. L. (1964). “Optimum locations of switching

centers and the absolute centers and medians of a

graph”. Operations Research, 12: 450-459.

Harvey, D. (1973). Social justice and the city. Maryland: John

Hopkins University Press.

Hay, A. M. (1995). “Concepts of equity, fairness and justice in

geographical studies”. Transactions of the Institute of

British Geographers, 20: 500-508.

Hodgart, R. L. (1978). “Optimizing access to public services”.

Progress in Human Geography, 2: 17-48.

Hoover and Giarratani (2009). “Some spatial aspects of

urban problems” In: Web Book of Regional Science: An

introduction to regional economics.

<www.regionalscience> (27/12/2009).

Indonesia (2007). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Indonesia (2007). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Ivey, G. And K. Broaddus (2001). “Just plain reading: A

survey of what makes student want to read in the

middle school classroom”. Reading Research Quarterly,

Page 132: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Daftar Pustaka

126

36(4), 350-377.

James, Stephen Elisa (1983). An investigation of the

relationship between public library use pattern and

local economic conditions in twenty urban areas: 1960-

1979. PhD Dissertation, University of Wisconsin -

Madison.

Japzon, Andrea C. and Hongmian Gong (2005). “A

neighborhood analysis of public library use in New

York City”. Library Quarterly, 75(4): 446-463.

Jayadinata, Johara T. (1992). Tata guna tanah dalam

perencanaan pedesaan, perkotaan, dan wilayah.

Bandung: Penerbit ITB.

Koomen, E. (2008). Spatial analysis in support of physical

planning. Amsterdam: Vrije University.

Koontz, Christine M. (1992). “Public library site evaluation

and location: past and present market-based modelling

tools for the future” Library and Information Science

Research,14: 379-409.

Koontz, Christine M. (1992). “Public library site evaluation

and location: past and present market-based modelling

tools for the future”. Library and Information Science

Research, 14: 379-409.

Koontz, Christine M. (1994). “Chapter 10: Retail location

theory: Can it help solve the public library location

dilemma?” in Geiner, J. M. (Ed.), Research Issues in

Public Librarianship. Westport: Greenwood Press.

Koontz, Christine M. (1997). Library facility siting and

location handbook. Westport: Greenwood Press.

Page 133: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

127

Koontz, Christine M. (2002). “Stores and libraries: both

serve customers.” Marketing Library Service, 16 (1),

Jan-Feb.

Koontz, Christine M. (2005). “Place: The fourth ‘p’ of

marketing.” Marketing Library Service, 19 (3), May-

June.

Krejcie, R. V. and D. W. Morgan (1970). “Determining sample

size for research activities”. Educational and

Psychological Measurement, 30, 607-610.

Larson, R. C. (1974). “A hypercube queuing model for facility

location and redistricting in urban emergency

services”. Computers and Operations Research, 1: 67-

95.

Lovato-Gassman, Barbara (2007). The physical community

college library: A single institution study of the

relationship between user satisfaction and library use.

PhD Dissertation, New Mexico State University.

Loveridge, Scott (2000). “Introduction to regional science”.

In: Web Book of Regional Science: An introduction to

regional economics.

<http://www.rri.wvu.edu/loveridgeintroregsci.htm>.

(17/2/2010).

Lucy, W. (1981). “Equity and planning for local services”.

Journal of the American Planning Association, 47: 447-

457.

Manne, A. S. (1961). “Capacity expansion and probabilistic

growth”. Econometrica, 29 (4): 632-649.

Marianov, Vladimir and Daniel Serra (2004). “New trends in

Page 134: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Daftar Pustaka

128

public facility location modelling”.

<www.econ.upf.edu/docs/papers/downloads/755.pdf

>.

(12/04/2008).

McClelland, David C. (1981) “Dorongan hati menuju

modernisasi”. Dalam: Myron Weyner (ed), Modernisasi:

Dinamika pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

McKenna, M., Kear, D., & Ellworth, A. (1995). “Children’s

attitudes toward reading: A national survey”. Reading

Research Quarterly, 30, 934-956.

McQuillan, J. (1997). “The effects of incentives on reading”.

Reading Research and Instruction, 36, 111-125.

Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003).

“Strategi pengembangan wilayah dalam kerangka

pembangunan ekonomi nasional yang lebih merata

dan lebih adil”. Makalah disampaikan dalam:

Konferensi Nasional Ekonomi Indonesia Putaran

Ketiga, Makasar: 9-11 Desember.

Miraza, Bachtiar Hassan (2005). Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah. Bandung: Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia Cabang Bandung – Koordinator

Jawa Barat.

Mobasheri, F., L. H. Orren, and F. P. Sioshansi. (1989).

“Scenario planning at Southern California Edison” ,

Interfaces, 19 (5): 31-44.

Muchdie (2001). “Dampak kebijaksanaan pengembangan

wilayah KTI terhadap perekonomian nasional: Kajian

Page 135: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

129

input-output antar daerah.” Dalam: Muchdie et al (Ed)

Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam,

sumber daya manusia, dan teknologi.. Jakarta: Pusat

Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan

Wilayah BPPT.

Nachrowi dan Suhandojo (2001). “Analisis sumber daya

manusia, otonomi daerah, dan pengembangan

wilayah” Dalam: Muchdie et al (Ed) Tiga pilar

pengembangan wilayah: Sumber daya alam, sumber

daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat Pengkajian

Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT.

Narmawati (2007). Analisis data penelitian dengan SPSS.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

National Library Board Singapore (2008).

<www.nlb.gov.sg>. (25/11/2008).

NESF (2006). “Realising potential: The public library service

and cultural inclusion”.

Nijkamp, P. (1989). “Information technology and urban

planning”. In: John Brotchie et al (Eds) The future of

urban form. London: Routledge.

Olaniyan, D. A. dan Okemankinde, T (2008). “Human capital:

Implications for educational development”. European

Journal of Scientific Research, 24: 157-162. <

http://www.eurojournals.com/ejsr_24_2_01.pdf>

(17/2/2010).

Oldfather, P., & Dahl, K. (1995). “Toward a social

constructivist reconceptualization of intrinsic

motivation for literacy learning”. Perspective in

Page 136: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Daftar Pustaka

130

Reading Research, 6, 1-19.

Palmer, E. Susan (1981). “The effect of distance on public

library use: A literature survey.” Library Research, 3.

Pannen, Pauline (1996). “Sense making sebagai pendekatan

kognitif dalam perancangan dan pemanfaatan jasa

Pusdokinfo”. Prosiding Seminar Sehari Layanan

Pusdokinfo Berorientasi Pemakai di Era Informasi:

Pandangan Akademisi dan Praktisi. Depok: Program

Studi Ilmu Perpustakaan, Program Pascasarjana,

Universitas Indonesia.

Pemerintah Kota Medan (2008). Medan dalam Angka/Medan

in Figures 2007. Medan: Badan Pusat Statistik Kota

Medan.

Picther, S. M., et.al. (2007). “Assessing adolescent’s

motivation to read”. Journals of Adolescent and Adult

Literacy, 50(5), 378-396.

ReVelle and Eiselt (2005). “Location analysis: A synthetis

and survey.” European Journal of Operational Research,

165.

Robinson, Alice Annmarie (2000). “The queens public library

adult learning center’s role in providing literacy

services to adult population”. PhD Dissertation, The

Graduate School of Education, Fordham University.

Robinson, William C. (1975). “The utility of retail site

selection for the public library”. Occasional Papers.

University of Illinois Graduate School of Library

Science.

Santoso, Singgih (2007). Structural Equation Modelling:

Page 137: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

131

Konsep dan aplikasi dengan AMOS. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Scott, A. J. (1991) “Dynamic location-allocation systems:

some basic planning strategies”. Environment and

Planning, 3: 73-82.

Sekarar, Uma (2003). Research method for business: A skill-

building approach, 4th ed. New York: John Wiley & Sons.

Seppala, Ulla (2003). “An evolutionary model for spatial

location of economic facilities”. Interim Reports on

work of International Institute for Applied Systems

Analysis (IIASA).

Singarimbun, M. dan S. Effendi (1998). Metode penelitian

survai. Jakarta: LP3ES.

Sirojuzilam (2006). Teori Lokasi. Medan: USU Press.

Sirojuzilam dan Kasyfull Mahalli (2010). Regional:

Pembangunan, perencanaan, dan ekonomi. Medan: USU

Press.

Solimun (2002). Structural Equation Modelling (SEM) LISREL

dan Amos. Malang: Penerbit Universitas Negeri

Malang.

Stillwell, J. and Clarke, G. (2004). Applied GIS and spatial

analysis. London: John Wiley & Sons.

Sugiyono (2002). Metode penelitian administrasi, cet. ke-8.

Bandung: Alfabeta.

Sulistyo-Basuki (1993). Pengantar ilmu perpustakaan.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sunardi (2004). “Reformasi perencanaan tata ruang kota”.

Makalah dalam Workshop dan Temu Alumni Magister

Page 138: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Daftar Pustaka

132

Perencanaan Kota dan Daerah UGM. Yogyakarta: 9-11

September.

Sweeney, D. J. and R. L. Tatham (1976). “An improved long-

run model for multiple warehouse location”.

Management Science, 22 (7): 748-758.

Szajnowska-Wisocka, Alicja (2009). “Thories of regional and

local development: Abridged review”. Bulletin of

Geography: Socio-economic Series No. 12.

<http://www.bulletinofgeography.umk.pl/12_2009/0

5_szajnowska.pdf>. (12/2/2010).

Tapiero, C. S. (1971). “Transportation-location-allocation

problems over time”. Journal of Regional Science, 11

(3): 377-384.

Tarigan, Robinson (2008). Perencanaan pembangunan

wilayah, ed. ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.

Toregas, C. and ReVelle, C. (1972). “Optimal location under

time or distance constraints”. Papers of the Regional

Science Association, 28: 133-143.

Truelove M. (1993). “Measurement of spatial equity”.

Environment and Planning: Government and Policy, 11:

19-34.

Urban Institute (2007). “Making cities stronger: Public

library contributions to local economic development”.

<www.urbanlibraries. org/files/making_ cities>.

(12/08/2008).

Varheim, Andreas (2008). “Theoretical approaches on public

libraries as places creating social capital”. World

Page 139: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan

133

library and information congress: 74th IFLA General

Conference and Council, Quebec.

<http://www.ifla.org/IV/ifla74/index.htm>. (17/2/2010).

Wang, X. and Hofe, R. (2007). Research methods in urban and

regional planning. Beijing: Tsinghua University Press.

Welowsky, G. O. and W. G. Truscott (1976). “The multiperiod

location-allocation problem with relocation of

facilities”. Management Science, 22 (1): 57-65.

Wheler, Joseph L. (1958). The effective location of public

library buildings. Illinois: University of Illinois Library

School.

Wibowo, Rudi dan Soetriono (2004). Konsep, teori, dan

landasan analisis wilayah. Malang: Bayumedia.

Wiesendanger, K. and Bader, L. (1989). “Children’s view of

motivation”. The Reading Teacher, 43, 345-346.

WordNet (2009). <http://wordnetweb.princeton.edu/perl/

webwn?s=development>. (31/12/2009).

Zen, M. T. (2001). “Falsafah dasar pengembangan wilayah:

Memberdayakan manusia”. Dalam: Muchdie et al (Ed)

Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam,

sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat

Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan

Wilayah BPPT.

Zweizig, Douglas L. (1982). Output measure for public

libraries: A Manual of standarized procedures. Chicago:

American Library Association.

Page 140: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial
Page 141: Perencanaan Perpustakaan Umum Spatial

Pertumbuhan pesat kawasan perkotaan menyebabkan banyak kebutuhan pelayanan umum penduduk yang tidak dapat terpenuhi. Perpustakaan sebagai salah satu pelayanan umum yang harus disediakan oleh pemerintah kota tidak cukup hanya tersedia di satu lokasi tetapi harus tersebar di beberapa lokasi agar dapat menjangkau semua penduduk.

Perpustakaan umum memiliki arti penting sebagai infrastruktur pengetahuan karena posisinya yang unik untuk menjembatani jurang pemisah di antara penduduk. Perpustakaan menyediakan akses universal terhadap informasi dan pengetahuan bagi semua penduduk terutama yang berpenghasilan rendah.

Salah satu faktor penting dalam aspek kewilayahan adalah kajian berkaitan dengan lokasi termasuk lokasi untuk perpustakaan umum. Kesalahan dalam pemilihan lokasi perpustakaan dapat berarti penurunan akses sehingga kinerja tidak optimal. Buku ini memaparkan beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi perpustakaan umum.

Perencanaan Lokasi

PERPUSTAKAANUMUM SPASIALDI WILAYAHPERKOTAAN

9 789794 585832 00009

ISBN 979-458-583-1