PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

14
331 JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen) Volume 16, No. 2, Juli - Desember (Semester II) 2016, Halaman 331-344 PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM UPAYA PENINGKATAN PEREKONOMIAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR Adrianus Kabubu Hudang Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya [email protected] Informasi Artikel Riwayat Artikel Diterima tanggal 13 Agustus 2016 Direvisi tanggal 18 September 2016 Disetujui tanggal 27 Oktober 2016 Klasifikasi JEL E29 Kata Kunci Pengembangan, Peternakan, LQ, SSA, SWOT DOI 10.17970/jrem.16.1602012.ID ABSTRACT The implementation of regional autonomy aims to optimize its resources so that the community welfare and employment increased accompanied by equitable distribution of the fruits of development. In East Sumba district, one of the potential sectors are agriculture, particularly in the livestock sector. However, management at livestock subsector still experiencing various obstacles, so that development objectives have not been fully achieved. The purpose of this study is to (1) analyzing the potential and role of the livestock sector to the economic development in East Sumba district, and (2) formulating alternative development strategy of the livestock sector in order to boost the economy in East Sumba District. The analysis tool used is LQ (Location Quotient), SSA (Shift Share Analysis), and analysis of SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). The results of this study indicate that the livestock sector is able to contribute or role for the economy as seen from its ability to meet the growing demand from both inside and outside the territory of East Sumba district. Strategy development of the livestock subsector in East Sumba district are: (1) the provision of infrastructure (roads into the center of the product of the livestock, electricity, water, and financial institutions, (2) the procurement of feed industry and processing of livestock, and (3) enforcement of the rules (laws and customs) pertaining to the establishment of development centers, management of communal land, livestock inter-island trade and other supporting institutions. Therefore, (i) intensification of livestock raising is required to provide adequate food and promoting the availability of infrastructure for the survival of farms, (ii) required formal enforcement (enforcement problem of theft of livestock) and informal (restriction of the number of animals in a custom implementation of activities) to support the development of livestock for improving the welfare of society. ABSTRAKSI Pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki daerah agar kesejahteraan masyarakat dan

Transcript of PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

Page 1: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

331

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 331-344

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKANDALAM UPAYA PENINGKATAN PEREKONOMIAN

DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

Adrianus Kabubu HudangIlmu Ekonomi Universitas Airlangga [email protected]

Informasi ArtikelRiwayat ArtikelDiterima tanggal 13 Agustus 2016Direvisi tanggal 18 September 2016Disetujui tanggal 27 Oktober 2016

Klasifikasi JELE29

Kata KunciPengembangan, Peternakan, LQ, SSA, SWOT

DOI10.17970/jrem.16.1602012.ID

ABSTRACTThe implementation of regional autonomy aims to optimize its resources so that the community welfare and employment increased accompanied by equitable distribution of the fruits of development. In East Sumba district, one of the potential sectors are agriculture, particularly in the livestock sector. However, management at livestock subsector still experiencing various obstacles, so that development objectives have not been fully achieved. The purpose of this study is to (1) analyzing the potential and role of the livestock sector to the economic development in East Sumba district, and (2) formulating alternative development strategy of the livestock sector in order to boost the economy in East Sumba District. The analysis tool used is LQ (Location Quotient), SSA (Shift Share Analysis), and analysis of SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). The results of this study indicate that the livestock sector is able to contribute or role for the economy as seen from its ability to meet the growing demand from both inside and outside the territory of East Sumba district. Strategy development of the livestock subsector in East Sumba district are: (1) the provision of infrastructure (roads into the center of the product of the livestock, electricity, water, and financial institutions, (2) the procurement of feed industry and processing of livestock, and (3) enforcement of the rules (laws and customs) pertaining to the establishment of development centers, management of communal land, livestock inter-island trade and other supporting institutions. Therefore, (i) intensification of livestock raising is required to provide adequate food and promoting the availability of infrastructure for the survival of farms, (ii) required formal enforcement (enforcement problem of theft of livestock) and informal (restriction of the number of animals in a custom implementation of activities) to support the development of livestock for improving the welfare of society.

ABSTRAKSIPelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki daerah agar kesejahteraan masyarakat dan

Page 2: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

332

Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

lapangan kerja meningkat yang disertai dengan pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan. Di kabupaten Sumba Timur, salah satu sektor potensialnya adalah pertanian, khususnya di subsektor peternakan. Namun, pengelolaan di subsektor peternakan masih mengalami berbagai hambatan sehingga tujuan pembangunan belum sepenuhnya tercapai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis potensi dan peran subsektor peternakan terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Sumba Timur, dan (2) merumuskan alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan dalam rangka meningkatkan perekonomian di Kabupaten Sumba Timur. Alat analisis yang digunakan adalah LQ (Location Quetion), SSA (Shift Share Analysis), dan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subsektor peternakan mampu memberikan kontribusi atau peranan yang besar bagi perekonomian yang terlihat dari kemampuannya memenuhi permintaanm baik dari dalam maupun luar wilayah kabupaten Sumba Timur. Strategi pengembangan subsektor peternakan di kabupaten Sumba Timur adalah: (1) penyediaan infrastruktur (jalan ke sentra produksi ternak, listrik, air, dan lembaga keuangan, (2) pengadaan industri pakan dan pengolahan hasil-hasil ternak, serta (3) penegakan aturan (hukum dan adat) yang berkaitan dengan penetapan sentra pengembangan, pengelolaan lahan komunal, perdagangan antarpulau ternak dan kelembagaan penunjang lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan; (i) intensifikasi pemeliharaan ternak dengan menyediakan makanan yang memadai serta didukung dengan ketersediaan infrastruktur bagi kelangsungan peternakan, (ii) penegakan aturan formal (penindakan masalah pencurian ternak) dan informal (pembatasan jumlah ternak dalam kegiatan pelaksanaan adat) dalam rangka mendukung pengembangan ternak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

PENDAHULUANPerhatian terhadap pentingnya

pembangunan daerah semakin besar terutama setelah pelaksanaan otonomi daerah yang diperkuat melalui UU No.22/1999 (direvisi dengan UU No.32/2004) tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 (direvisi dengan UU No.33/2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Munculnya kedua UU tersebut sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki bagi pembangunan di daerah, yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berupaya menciptakan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya melalui peningkatan laju pembangunan di wilayah kurang berkembang (Rustiadi, et.al, 2009). Pada era otonomi, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengembangkan potensi ekonomi, sosial, politik dan budaya. Salah satu bentuk peluang itu adalah adanya penajaman orientasi pembangunan yang berbasis pada potensi daerah, dimana masing-masing daerah didorong tidak hanya untuk lebih mampu mengambil peran dan prakarsa dalam perencanaan pembangunan, tetapi juga untuk lebih mampu mengekplorasi dan mengeksploitasi sumber daya secara optimal guna mensejahterahkan rakyat setempat/masyarakat (Bahar, 2006).

Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu aspek penting pembangunan daerah. Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub sektor, yaitu: tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam keseluruhan perekonomian baik nasional maupun regional karena masih banyaknya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut. Sektor pertanian juga mampu bertahan di saat krisis yang melanda bangsa Indonesia tahun 1998 karena pemanfaatan sumberdayanya berasal dari domestik. Pembangunan pertanian ini sebagai penggerak utama perekonomian yang

Page 3: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

333

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 331-344

berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, yang akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin terutama di daerah pedesaan.

Salah satu daerah yang memiliki potensi besar di sektor pertanian adalah kabupaten Sumba Timur, provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Sumba Timur memiliki potensi besar dalam sektor pertanian, khususnya subsektor peternakan. Kabupaten Sumba Timur memiliki potensi pengembangan ternak terutama ternak besar (Ruminansia) seperti sapi, kerbau, kuda, kambing atau domba. Kabupaten Sumba Timur memiliki potensi

ternak khususnya ternak besar yaitu sapi, kuda, kerbau dan kambing/domba. Peranan ternak di Sumba Timur tidak hanya memiliki nilai ekonomis tetapi juga nilai budaya yang tinggi khususnya dalam urusan pernikahan sebagai mas kawin, dan kematian. Hal ini yang menyebabkan hampir semua masyarakat memiliki ternak tersebut. Dilihat dari jumlah ternak yang dipelihara tahun 2014, kabupaten Sumba Timur merupakan kabupaten yang menghasilkan ternak terbanyak kelima di provinsi NTT. Tabel 1 diatas adalah kondisi populasi ternak di Nusa Tenggara Timur menurut Kabupaten/Kota.

Tabel 1. Jumlah Populasi Ternak dan Jenis Ternak Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2014 (ribu ekor) No Kabupaten/Kota Sapi Kerbau Kuda Kambing/Domba1 Sumba Barat 1.494 9.981 5.055 3.967 2 Sumba Timur 60.966 34.422 32.889 50.712 3 Kupang 149.244 877 9.562 39.789 4 Timor Tengah Utara 180.956 327 5.766 43.463 5 Timor Tengah Selatan 114.945 359 2.769 22.033 6 Belu 54.350 929 3.228 11.384 7 Lembata 4.974 69 177 34.924 8 Alor 4.894 - 1.883 38.987 9 Flores Timur 1.881 5 2.894 75.502 10 Sikka 15.334 1.354 3.661 46.699 11 Ende 31.629 1.867 2.942 28.573 12 Ngada 29.315 7.198 6.177 14.555 13 Manggarai 22.699 5.268 1.265 22.826 14 Rote Ndao 53.464 10.527 5.176 84.182 15 Manggarai Barat 9.598 19.687 1.361 12.835 16 Sumba Tengah 7.475 6.620 8.848 5.091 17 Sumba Barat Daya 2.615 12.300 6.220 4.300 18 Nagekeo 31.253 5.922 3.839 44.585 19 ManggaraiTimur 12.608 9.158 5.910 20.522 20 SabuRaijua 3.503 7.061 1.930 59.908 21 Malaka 67.055 474 1.338 6.675 22 Kota Kupang 5.479 52 58 5.500 Jumlah 865.731 134.457 112.948 677.012

Sumber: BPS NTT, 2015

Page 4: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

334

Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Walaupun Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah populasi ternak terbesar kelima provinsi NTT, namun ketersediaannya belum mampu memenuhi kebutuhan baik lokal maupun nasional. Secara lokal, ketersediaan yang terbatas ini ditunjukkan oleh harga jual yang sangat tinggi, khususnya pada ternak besar seperti sapi, kuda dan kerbau. Kendala dalam pengembangan subsektor peternakan ditinjau dari sisi produksi adalah sistem peternakan yang masih tradisional dengan pola penggembalaan, jumlah dan kualitas makanan terbatas, infrastruktur yang mendukung pengembangan ternak terbatas, masih maraknya perdagangan ternak hidup tanpa kendali sehingga berpeluang menyebarkan penyakit dan tidak terjaminnya kualitas dan keamanan produk. Sedangkan dari sisi konsumsi, terjadi kesenjangan antara penawaran dan permintaan terutama pada pelaksanaan hari raya, khususnya daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor.

Pembangunan subsektor peternakan di kabupaten Sumba Timur memiliki peran potensial sebagai penyedia protein hewani, penyedia bahan baku bagi industri, penyerapan tenaga kerja dan investasi, sehingga akan meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera melalui peningkatan output dan pendapatan dengan memanfaatkan beberapa hasil dari produk-produk peternakan seperti listrik, pupuk, produk-produk hewani (daging, telur, susu). Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan dalam subsektor peternakan ini diperlukan perencanaan pengembangan subsektor peternakan, yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sehingga memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan ekonomi dan sekaligus juga mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan di sektor peternakan ini diharapkan juga mampu menarik dan mendorong perkembangan sektor-sektor lain di kabupaten Sumba Timur. Tujuan penelitian

ini adalah untuk (1) menganalisis potensi dan peran subsektor peternakan terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Sumba Timur, serta (2) merumuskan alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan dalam rangka meningkatkan perekonomian di Kabupaten Sumba Timur.

TINJAUAN PUSTAKAPerencanaan dan Pengembangan

Perencanaan pembangunan mencakup siapa dan bagaimana cara melakukan untuk kondisi dan kemampuan yang dimiliki daerah serta untuk terciptanya pembangunan yang efektif dan efisien. Definisi perencanaan pembangunan adalah usaha pemerintah untuk mengordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk mempengaruhi secara langsung dan untuk mengendalikan variabel ekonomi (pendapatan, ekonomi dan lain-lain) suatu negara atau daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Jadi perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumberdaya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki ekonomi di daerah (Yulia, 2015).

Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang terencana (terorganisasikan) ke arah tersedianya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Sedangkan, pengembangan mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan atau proses meningkatkan. Pengembangan berarti melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan. Jadi dalam hal pengembangan ekonomi masyarakat

Page 5: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

335

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 331-344

tersirat pengertian bahwa masyarakat di suatu wilayah telah memiliki kapasitas tetapi perlu ditingkatkan lagi. Meskipun demikian secara hakiki pengertian pengembangan dengan pembangunan umumnya sama dan dapat dipertukarkan (Rustiadi et al., 2009).

Keterkaitan Subsektor PeternakanSuatu usaha peternakan merupakan

kegiatan yang bersifat generatif dimana manusia meningkatkan faktor-faktor produksi melalui proses produksi ternak. Dalam proses ini diharapkan suatu kegunaan yang optimal dalam bentuk daging, telur, susu, tenaga kerja dan pupuk (Tohir 1983). Menurut Supardi (2003) pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani peternak, pemerataan kesempatan kerja, perekonomian dan pemenuhan kebutuhan protein hewani dalam rangka pembangunan nasional sebagai program strategis yang perlu dikembangkan dalam bidang agribisnis melalui pola sistem pertanian terpadu (integrated farming system). Selain itu, tujuan usaha peternakan

adalah untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak, memperluas kegiatan industri dan perdagangan, memanfaatkan tenaga kerja anggota keluarga dan mempertinggi daya guna tanah.

Bahar (2006) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang ditunjang dengan meningkatnya pendapatan perkapita merupakan peluang dalam usaha peternakan, karena akan semakin meningkatkan jumlah kebutuhan konsumsi terhadap hasil-hasil peternakan. Sementara itu tujuan penataan kawasan dalam sub sektor peternakan akan mengakibatkan peningkatan pendapatan perkapita melalui peningkatan daya beli masyarakat, karena produk peternakan memiliki nilai income elasticity of demand (perubahan tingkat konsumsi akibat dari perubahan pendapatan). Selanjutnya akan menyebabkan perkembangan sektor lain seperti industri dan jasa (catering, pariwisata, hotel dan restoran) serta turut memacu permintaan akan produk peternakan (create demand) berupa pasar hasil olahan dari daging, telur dan susu.

METODE PENELITIANKerangka Berpikir

5

Potensi Subsektor Peternakan di Kabupaten Sumba Timur:- Populasi ternak (ruminansia) yang

cukup besar (nilai ekonomi dan budaya)

- Fisik lahan (padang sabana)

Permasalahan Pengembangan Subsektor di Kabupaten Sumba Timur:- Sisi produksi- Sisi konsumsi

Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan

AnalisisSWOT(Strength, Weakness, Opportunity, Threat)

- Meningkatkan ketersediaan ternako Sumber proteino Penyedia bahan baku industrio Investasio Penyerap tenaga kerja

- Meningkatkan pendapatan masyarakat- Mendorong sektor-sektor lainnya

AnalisisLQ(Location Quetiont)

AnalisisSSA(Shift Share Analysis)

Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan di Kab. Sumba Timur

Page 6: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

336

Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Jenis dan Sumber DataPenelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif. Data yang digunakan adalah berupa data sekunder. Data jumlah ternak dan PDRB untuk Kabupaten Sumba Timur dan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta data-data lain yang terkait diperoleh melalui publikasi dari Badan Pusat Statitik Kabupaten dan Provinsi.

Teknik Analisis DataLocation Quotient (LQ)

Metode LQ merupakan metode analisis yang umum digunakan sebagai penentu analisis ekonomi basis yang dikembangkan oleh Rubert Murray Haig pada tahun 1928(Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Analisis LQ ini digunakan untuk mengetahui aktivitas (sektor/sub-subsektor) unggulan di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas pada suatu waktu tertentu. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Analisis LQ dalam penelitian ini dipakai untuk menentukan sektor/subsektor yang memiliki keunggulan komparatif di Kabupaten Sumba Timur. Secara matematik, perhitungan LQ dilakukan dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:

XXXXLQ

j

iij

ij=

dimana:LQij = Nilai LQ untuk sektor/subsektor ke-j di wilayah ke-i (Kab. Sumba Timur)Xij = PDRB sektor/subsektor ke-j di wilayah ke-i (Kab. Sumba Timur)Xi = Total PDRB sektor/subsektor di wilayah ke-i (Kab. Sumba Timur)Xj = PDRB sektor/subsektor ke-j di wilayah ke-i (Provinsi NTT)X = Total PDRB sektor/subsektor di wilayah ke-i (Provinsi NTT)

Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut:• Apabila nilai LQij > 1, menunjukkan

bahwa sektor/subsektor di Kabupaten Sumba Timur merupakan sektor basis/komoditas unggulan atau mempunyai pangsa relatif lebih besar dibandingkan sektor/komoditas di Provinsi NTT.

• Apabila nilai LQij = 1, menunjukkan bahwa sektor/subsektor di Kabupaten Sumba Timur setara dengan sektor basis/komoditas di Provinsi NTT.

• Apabila nilai LQij < 1, menunjukkan bahwa sektor/subsektor di Kabupaten Sumba Timur tergolong sektor nonbasis/komoditas non unggulan atau mempunyai pangsa relatif kecil dibandingkan sektor/komoditas tersebut di Provinsi NTT.

Shift Share Analysis (SSA)Shift Share Analysis merupakan teknik

analisis untuk mengetahui pergeseran struktur sektor/subsektor di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas pada dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) sektor/subsektor tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan sektor/subsektor dalam cakupan wilayah lebih luas. Kelebihan analisis SSA dibandingkan LQ (Daryanto dan Hafizrianda, 2010) adalah (i) lebih bersifat dinamis karena memperhitungkan faktor waktu, (ii) perubahan struktur ekonomi wilayah yang didekomposisi dalam tiga komponen pertumbuhan yaitu: komponen pertumbuhan regional (PR), pergeseran proporsional (PP), dan pergeserandifferensial (PD). Berikut persamaan matematiknya, adalah:

∆Yi= PRi + PPij + PDijAtau secara rinci dapat dinyatakan :

Y’ij-Yij = ∆Yi = Yij(Ra-1) + Yij(Ri-Ra) + Yij(ri-Ra)dimana:

Page 7: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

337

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 331-344

∆Yij = Perubahan dalam pendapatan sektor ke-i pada wilayah ke-jYij = PDRB sektor ke-i pada wilayah ke-j pada tahun dasar analisisY’ij = PDRB sektor ke-i pada wilayah ke-j pada tahun akhir analisisYi = PDRB sektor ke-i di seluruh wilayah penelitian pada tahun dasar

analisisY’i = PDRB sektor ke-i di seluruh wilayah penelitian pada tahun akhir

analisisY.. = PDRB seluruh sektor pada tahun dasar analisisY’.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pada tahun akhir analisisRa = Y’../ Y..

Ri = Y’i../ Yi..

ri = Y’ij/ Yij

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:• Pertumbuhan Regional (PRij) yang

bernilai positif mengandung makna bahwa wilayah tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan di provinsi NTT rata-rata. Sedangkan, yang bertanda negatif memberi suatu indikasi bahwa pertumbuhan regional suatu wilayah lebih lambat dibandingkan pertumbuhan provinsi NTT rata-rata.

• Pergeseran Proporsional (PP) yang bernilai positif memberi suatu indikasi bahwa sektor/subsektor ke-i (regional) merupakan sektor/subsektor yang maju, sektor/subsektor tersebut tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. PP bernilai negatif mengindikasikan bahwa sektor/subsektor tersebut merupakan sektor/subsektor terbelakang dan lamban dibandingkan pertumbuhan nasional rata-rata.

• Pergeseran Diferensial (PD) yang bernilai positif menunjukkan daya saing yang dimiliki suatu sektor/subsektor ke-i suatu wilayah dibandingkan dengan sektor/subsektor yang sama pada wilayah pembanding (wilayah satu atau dua tingkat di atas, bisa menggunakan cakupan nasional). PD yang bernilai negatif menunjukkan bahwa sektor/subsektor ke-i

suatu wilayah tidak memiliki daya saing dibandingkan dengan sektor/subsektor yang sama pada wilayah diatasnya.

Analisis SWOTDalam rangka menyusun perencananaan

sektor/subsektor digunakan analisis SWOT dengan memetakan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman/tantangan (threat). Berdasarkan identifikasi SWOT di atas, maka disusun strategi pengembangan subsektor peternakan dalam upaya meningkatkan perekonomian di kabupaten Sumba Timur.

HASIL DAN PEMBAHASANPerekonomian di Kabupaten Sumba Timur

Kinerja perekonomian di kabupaten Sumba Timur diukur dari nilai PDRB-nya. Tabel 2 di bawah ini menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Sumba Timur adalah yang paling besar, dengan nilai rata-rata 34,79%. Selanjutnya, sektor jasa-jasa memberi kontribusi sebesar 26,29 persen dan sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 18,11 persen. Selanjutnya apabila dilihat dari subsektor pertanian maka kontribusi tanaman bahan makanan sebesar 16,55 persen dan peternakan sebesar 14,28 persen. Tabel 2 di

Page 8: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

338

Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

bawah ini menjelaskan distrubusi PDRB kabupaten Sumba Timur menurut lapangan usaha.

Tabel 2.Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000

di Kabupaten Sumba Timur Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2013 (%) Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 Rata-rata

1. Pertanian 35,28 34,98 34,62 34,27 34,79 a. Tanaman Bahan Makanan 16,50 16,52 16,56 16,61 16,55 b. Tanaman Perkebunan 1,44 1,44 1,44 1,45 1,44 c. Peternakan 14,75 14,47 14,13 13,79 14,28 d. Kehutanan 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 e. Perikanan 2,54 2,49 2,44 2,38 2,462. Pertambangan dan Penggalian 1,70 1,66 1,62 1,57 1,643. Industri Pengolahan 1,47 1,40 1,42 1,45 1,444. Listrik, Gas dan Air Minum 0,27 0,28 0,29 0,29 0,285. Bangunan /Konstruksi 8,24 7,85 7,65 7,39 7,786. Perdag, Restoran dan Hotel 17,77 18,03 18,22 18,43 18,117. Pengangkutan dan Komunikasi 6,27 6,12 5,92 5,72 6,018. Keu., Persewaan dan Jasa Perush. 3,51 3,61 3,71 3,82 3,669. Jasa-jasa 25,49 26,04 26,56 27,06 26,29

PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00Sumber : BPS Sumba Timur, 2015.

Kontribusi subsektor peternakan di Kabupaten Sumba Timur terutama ternak besar belum sepenuhnya menjamin ketersediaannya secara terus-menerus karena menghadapi kendala dalam sistem pengelolaannya yang umumnya masih sangat tradisional dengan sistem ekstensif yaitu membiarkan ternak di padang rumput untuk mencari makanan sendiri, sehingga memiliki resiko yang tinggi terhadap ketidakterjaminan dalam hal; makanan ternak, keamanan dari pencurian, dan pengrusakan makanan pangan dan lingkungan penduduk. Hal ini dibuktikan dengan jumlah ketersediaan ternak besar yang berfluktuasi akibat sistem pemeliharaan ekstensif dan maraknya perdagangan ternak yang ilegal. Ternak sapi yang sedikit mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2014, meskipun tahun 2013 sempat mengalami pertumbuhan yang negatif. Sedangkan ternak

kuda dan kerbau dalam dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan atau perkembangan yang negatif.

Page 9: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

339

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 331-344

Tabel 3.

Jumlah populasi Ternak Besar di Kabupaten Sumba Timur

Menurut Jenis dan Perkembangannya, Tahun 2010 – 2014 (ribu ekor)

Tahun

Sapi Kuda KerbauJumlah Pertumbuhan

(%)

Jumlah Pertumbuhan

(%)

Jumlah Pertumbuhan

(%)2010 42.695 19,02 36.195 25,66 31.848 7,232011 46.497 8,91 34.344 -5,11 32.000 0,482012 49.920 7,36 32.667 -4,88 37.295 16,552013 47.902 -4,04 31.757 -2,79 36.541 -2,022014 50.435 5,29 29.336 -7,62 34.469 -5,67

Sumber: BPS Sumba Timur, 2015

Berdasarkan pada kondisi subsektor peternakan yang memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dikembangkan dengan didukung oleh kondisi geografis wilayah yang sesuai bagi pengembanga ternak. Namun disisi yang lain berbagai hambatan-hambatan yang menyebabkan potensi subsktor peternakan ini belum mampu dimanfaatkan secara optimal. Oleh sebab itu, dalam rangka pengembangan peternakan di Kabupaten Sumba Timur dibutuhkan perencanaan pengembangan subsektor peternakan sehingga mampu mendorong perekonomian di daerah tersebut.

Peran Subsektor Peternakan dalam Perekonomian di Sumba Timur

Sektor perekonomian di suatu wilayah pada dasarnya terdiri dari sektor basis dan non basis. Sektor basis yaitu sektor ekonomi yang memenuhi permintaan pasar atas barang-barang dan jasa-jasa kelur batas perekonomian suatu wilayah. Sektor ini tergantung pada banyaknya sumberdaya yang dimiliki, dimana semakin banyak sumberdaya yang dimiliki maka semakin selain akan dapat memenuhi kebutuhan wilayah bersangkutan juga dapat memenuhi permintaan dari luar batas wilayah tersebut. Sektor non basis hanya dapat memenuhi permintaan dari dalam wilayah itu sendiri.

Berdasarkan hasil analisis LQ pada Tabel 4 di bawah ini menunjukkan bahwa terdapat delapan sektor/subsektor perekonomian di kabupaten Sumba Timur yang menjadi basis, yaitu: peternakan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, bangunan, perdagangan besar dan eceran, bank, sewa bangunan dan swasta. Pada sektor pertanian, hanya subsektor peternakan yang merupakan sektor basis dengan nilai rata-rata LQ tahun 2010-2013 sebesar 1,34. Hal ini berarti subsektor peternakan memiliki keunggulan dalam perekonomian di Kabupaten Sumba Timur. Kondisi ini selaras dengan kontribusi sektor pertanian yang mencapai rata-rata 34,79 persen terhadap PDRB kabupaten Sumba Timur.

Page 10: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

340

Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Tabel 4.Hasil Analisis Location Quetion (LQ) di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010-2013

No Sektor 2010 2011 2012 2013 Rata-rata

Basis/Non Basis

1 Tanaman bahan makanan 0,89 0,94 0,99 1,03 0,96 Non Basis2 Tanaman perkebunan 0,33 0,35 0,35 0,35 0,35 Non Basis3 Peternakan 1,37 1,36 1,32 1,30 1,34 Basis4 Kehutanan 0,21 0,21 0,20 0,20 0,20 Non Basis5 Perikanan 0,69 0,69 0,66 0,65 0,67 Non Basis6 Pertambangan & penggalian 1,26 1,24 1,19 1,16 1,21 Basis7 Industri pengolahan 1,01 0,98 0,99 1,03 1,00 Basis8 Listrik 0,70 0,68 0,69 0,69 0,69 Non Basis9 Air bersih 0,44 0,42 0,42 0,40 0,42 Non Basis10 Bangunan/konstruksi 1,33 1,26 1,19 1,15 1,23 Basis

11Perdagangan besar & ecerean 1,06 1,04 1,03 1,01 1,03 Basis

12 Perhotelan 0,46 0,44 0,43 0,41 0,44 Non Basis13 Restoran/rumah makan 0,57 0,60 0,60 0,60 0,59 Non Basis14 Angkutan 0,95 0,92 0,88 0,85 0,90 Non Basis15 Komunikasi 0,49 0,45 0,43 0,42 0,45 Non Basis16 Bank 1,04 1,04 1,07 1,06 1,05 Basis

17Lembaga keuangan bukan bank 0,62 0,60 0,59 0,58 0,60 Non Basis

18 Sewa bangunan 1,04 1,02 0,98 0,96 1,00 Basis19 Jasa perush 0,77 0,73 0,69 0,66 0,71 Non Basis20 Pemerintah umum 0,83 0,81 0,83 0,84 0,83 Non Basis21 Swasta 1,59 1,59 1,56 1,53 1,57 Basis

Sumber: BPS Sumba Timur, 2013 (diolah)

Sementara itu, analisis shift share bertujuan untuk menganalisis perubahan sektor/subsektor pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dengan kata lain analisis ini dapat mengetahui bagaimana perkembangan suatu sektor/subsektor di suatu wilayah dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya. Berdasarkan Tabel 5 di bawah ini dapat diketahui posisi subsektor peternakan, dimana hasil pertumbuhan proporsional menunjukkan subsektor peternakan memiliki nilai positif sebesar 140.677,63 dan subsektor ini mampu bertumbuh lebih cepat dan tertinggi bersama duasubsektor lainnya yaitu perdagangan besar

dan eceran serta pemerintahan umum. Namun dilihat dari pergeseran diferensial yang menunjukkan daya saing sektor/subsektor yang memiliki nilai positif. Subsektor peternakan menunjukkan hasil negatif (-5.526,89), yang berarti bahwa subsektor peternakan tidak memiliki daya dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Page 11: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

341

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 331-344

Tabel 5.Hasil Analisis Shift Share Analysis (SSA) di Kabupaten Sumba Timur

Sektor Pertumbuhan Regional

Pertumbuhan Proporsional

PergeseranDifferensial Total SSA

1 Tanaman bahan makanan 20.697,67 140.214,42 18.203,23 179.115,33

2 Tanaman perkebunan 1.801,38 13.273,68 670,97 15.746,02

3 Peternakan 18.503,84 140.677,63 (5.526,89) 153.654,58

4 Kehutanan 66,78 502,51 (37,57) 531,73

5 Perikanan 3.181,55 24.331,78 (1.020,92) 26.492,40

6 Pertambangan & penggalian 2.128,45 16.617,72 (1.110,35) 17.635,83

7 Industri pengolahan 1.839,94 13.773,84 252,40 15.866,18

8 Listrik 284,13 2.485,55 (33,85) 2.735,83

9 Air bersih 56,09 430,37 (30,19) 456,28

10 Bangunan/konstruksi 10.340,95 83.371,09 (9.730,08) 83.981,96

11 Perdagangan besar & ecerean 21.971,10 185.228,28 (7.187,24) 200.012,14

12 Perhotelan 121,65 996,72 (102,07) 1.016,30

13 Restoran/rumah makan 195,44 1.645,14 60,22 1.900,80

14 Angkutan 6.856,34 53.721,89 (4.567,78) 56.010,45

15 Komunikasi 1.012,43 8.497,25 (1.045,97) 8.463,71

16 Bank 2.479,02 22.488,97 388,05 25.356,03

17 Lembaga keuagan bukan bank 690,26 5.777,72 (342,03) 6.125,95

18 Sewa bangunan 1.099,90 8.586,71 (559,09) 9.127,52

19 Jasa perusahaan 130,59 1.032,21 (119,26) 1.043,53

20 Pemerintahan umum 19.232,14 165.778,76 1.044,57 186.055,47

21 Swasta 12.734,95 99.903,92 (3.022,20) 109.616,68

Jumlah 125.424,58 989.336,16 (13.816,05) 1.100.944,70 Sumber: BPS Sumba Timur dan NTT Dalam Angka, 2013 (Diolah)

Hasil analisis LQ dan SSA, dimana sektor/subsektor yang diklasifikasikan seperti terlihat dalam Tabel 6. Secara khusus subsektor peternakan memiliki LQ > 1 tetapi Diferensial Shift negatif. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun subsektor peternakan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian dan juga memehuhi permintaan baik dari dalam maupun luar wilayah sehingga mendatangkan pendapatan bagi masyarakat di wilayah tersebut, namun

subsektor peternakan belum mampu bersaing dengan sektor/subsektor lainnya. Kondisi ini disebabkan antara lain sistem pengelolaan peternakan yang masih tradisional karena sumberdaya manusia yang rendah serta infrastruktur pendukung yang terbatas.

Page 12: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

342

Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Tabel 6.Rangkuman Hasil Analisis LQ dan SSA di Kabupaten Sumba Timur

LQ > 1 LQ < 1

Diff. Shift (+) Industri pengolahan; Bank Tanaman bahan makanan; Tanaman perkebunan; Kehutanan; Perikanan; Restoran/rumah makan; Pemerintahan Umum

Diff. Shift (-) Peternakan; Pertambangan & penggalian; Bangunan/konstruksi; Perdagangan besar & eceran; Sewa bangunan; Swasta

Kehutanan; Perikanan; Listrik; Air Bersih; Perhotelan; Angkutan; Komunikasi; Lembaga keuangan bukan bank; Jasa perusahaan

Pertumbuhan Sektoral

Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB

Analisis Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan

Faktor Internal• Kekuatan

Secara geografis, wilayah Kabupaten Sumba Timur memiliki potensi khususnya untuk pengembangan ternak besar karena wilayahnya merupakan hamparan padang sabana yang luasnya sekitar 477.157 ha (68,16 % dari luas wilayah Sumba Timur sebesar 7000,km2/ 700.050 ha). Ternak yang banyak dikembangkan oleh masyarakat setempat adalah sapi, kuda dan kerbau karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan nilai sosial budaya yang besar. Jenis ternak sapi yang dipelihara adalah sapi ongole yang berasal dari India dan mampu bertahan hidup di daerah kering (musim kemarau sekitar 7 – 8 bulan).

• KelemahanLamanya musim kemarau di Sumba Timur serta sistem pemeliharaan ternak masyarakat umumnya dengan menggembalakan di padang sangat

berpengaruh pada ketersediaan makanan ternak terutama yang berasal dari rerumputan, sehingga mempengaruhi kebiasaan masyarakat untuk membakar padang agar bisa mendapatkan rumput hijau yang baru bagi makanan ternak. Selain itu, ketidakterjaminan makanan ternak menyebabkan banyak ternak yang mati. Sistem penggembalaan secara ekstensif ini juga sangat rawan dengan tindakan pencurian, yang mengakibatkan populasi ternak ikut menurun.

Faktor Eksternal• Peluang

Permintaan yang besar sebagai potensi pasar akan kebutuhan ternak baik dari luar wilayah maupun dalam wilayah sendiri. Permintaan ternak dari luar wilayah khususnya ternak sapi untuk pemenuhan kebutuhan daging dan kebutuhan sosial dari beberapa daerah di Indonesia. Bahkan pemerintah Indonesia secara khusus pun telah menetapkan daerah Sumba Timur untuk pengembangan ternak sapi yang dimulai pada masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan

Page 13: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

343

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 16, No. 2, Juli - Desember(Semester II) 2016, Halaman 331-344

permintaan ternak dari dalam wilayah terutama berkaitan dengan kebutuhan daging dan kebutuhan sosial untuk urusan sosial-budaya seperti urusan perkawinan dan kematian.

• AncamanMerebaknya penyakit ternak akan mempengaruhi tingkat keamanan dan produksi ternak. Isu penyakit ternak seperti antrax, avian influence, pemalsuan/kecurangan pada perlakuan daging/ternak sangat mempengaruhi kondisi peternakan di Kabupaten Sumba Timur.

Sebab itu, strategi untuk pengembangan subsektor peternakan adalah: (i) penyediaan infrastruktur (jalan ke sentra produksi ternak, listrik, air, lembaga keuangan) (ii) pengadaan industri pakan dan pengolahan hasil-hasil ternak, (iii) penegakan aturan (hukum dan adat) yang berkaitan dengan penetapan sentra pengembangan, pengelolaan lahan komunal, perdagangan antarpulau ternak dan kelembagaan penunjang lainnya.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan1. Subsektor peternakan memiliki LQ > 1,

tetapi Diferensial Shift negatif. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun subsektor peternakan mampu memberikan kontribusi atau peranan yang besar bagi perekonomian yang terlihat dari kemampuan memenuhi permintaan baik dari dalam maupun luar wilayah sehingga mendatangkan pendapatan bagi masyarakat di wilayah tersebut, namun subsektor peternakan belum mampu bersaing dengan sektor/subsektor lainnya.

2. Strategi untuk pengembangan subsektor peternakan adalah: (i) penyediaan infrastruktur (jalan ke sentra produksi ternak, listrik, air, lembaga keuangan) (ii) pengadaan industri pakan dan pengolahan hasil-hasil ternak, (iii) penegakan

aturan (hukum dan adat) yang berkaitan dengan penetapan sentra pengembangan, pengelolaan lahan komunal, perdagangan antarpulau ternak dan kelembagaan penunjang lainnya.

Saran1. Perlunya intensifikasi pemeliharaan

ternak dengan menyediakan makanan yang memadai serta didukung dengan ketersediaan infrastruktur bagi kelangsungan peternakan.

2. Perlunya penegakan aturan formal (penindakan masalah pencurian ternak) dan informal (pembatasan jumlah ternak dalam kegiatan pelaksanaan adat) dalam rangka mendukung pengembangan ternak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Daftar PustakaBahar, Zul Amry (2006). Strategi

Pengembangan Peternakan Dalam Rangka Meningkatkan Peran Subsektor Peternakan di Kabupaten Bengkalis. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

BPS (2013). Sumba Timur Dalam Angka Tahun 2013

BPS (2015). Sumba Timur Dalam Angka Tahun 2015

BPS (2015). Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2015

Daryanto, A & Hafizrianda Y. 2010. Model-model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep dan Aplikasi. IPB Press: Bogor.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D.R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Edisi Juli 2009. Bogor. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Page 14: PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUBSEKTOR …

344

Adrianus Kabubu Hudang : Perencanaan Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam .....

Saefulhakim S. (2003). Prinsip-Prinsip Ekonomi Regional dan Perdesaan. Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan, Bogor.

Supardi, Imam (2003). Lingkungan Hidup dan Pelestariannya. PT. Alumni, Bandung.

Tohir, A. Kaslan (1983). Seuntai Pengetahuan Tentang Usaha Tani Indonesia. Bina Aksara, Jakarta.

Yulia (2015). Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Ekonomi Kabupaten Agam Sumatera Barat. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.