Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah ...
Transcript of Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah ...
Perencanaan Lokasi
PERPUSTAKAANUMUM SPASIALDI WILAYAHPERKOTAAN
A. Ridwan Siregar
i
PERENCANAAN LOKASI
PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL
DI WILAYAH PERKOTAAN
A. Ridwan Siregar
2011
ii
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F
Jl. Universitas No. 9, Kampus USU
Medan, Indonesia
Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737
Kunjungi kami di:
http://usupress.usu.ac.id
© USU Press 2011
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak,
menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam
bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
ISBN: 979 458 583 1
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah
Perkotaan / A. Ridwan Siregar --Medan: USU Press, 2011.
iv, 133 p. ; ilus. ; 20 cm
Bibliografi
ISBN: 979-458-583-1
Dicetak di Medan, Indonesia
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan karuniaNya jualah sehingga
buku ini dapat diterbitkan. Buku ini menyajikan suatu hasil
kajian tentang perencanaan lokasi perpustakaan umum
spasial di wilayah perkotaan.
Perjalanan untuk menghasilkan sebuah karya telah
memberikan pengalaman baru bagi penulis, seperti suatu
petualangan yang penuh tantangan dan sekaligus rintangan.
Di dalam perjalanan itu, penulis memperoleh banyak
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada berbagai pihak yang telah turut
membantu mulai dari awal hingga karya ini dapat
diterbitkan. Kepada isteri dan anak-anakku disampaikan
penghargaan atas dukungan yang diberikan sehingga
penulis dapat bekerja dalam suasana yang menyenangkan.
Penulis berharap kiranya karya ini bermanfaat bagi
upaya untuk mengembangkan suatu wilayah kota yang
memiliki fasilitas perpustakaan umum yang dekat dengan
setiap warga masyarakat sehingga mereka dapat
mengembangkan diri untuk memperbaiki kesejahteraan
mereka sendiri.
Medan, 9 Maret 2011
Penulis,
Dr. A. Ridwan Siregar, M.Lib.
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................... iii
Daftar Isi ..................................................................................................... iv
Bab I : Pendahuluan ............................................................................ 1
Bab II : Pengembangan Wilayah dan Pembangunan
Masyarakat ............................................................................. 12
Bab III : Pengembangan Wilayah dan Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia ...................................... 18
Bab IV : Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia ...................................... 35
Bab V : Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan
Umum ....................................................................................... 48
Bab VI : Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan
Perpustakaan Umum ......................................................... 84
Bab VII : Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan
Umum Spasial ..................................................................... 103
Daftar Pustaka ...................................................................................... 120
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan
mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau
kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat
kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan
memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada
(Jayadinata, 1992). Dalam pengembangan wilayah, ada tiga
faktor penting yang harus diperhatikan yaitu sumber daya
alam, sumber daya manusia dan teknologi yang dikenal
sebagai tiga pilar pengembangan wilayah (Nachrowi dan
Suhandojo, 2001). Peran sumber daya manusia dalam hal ini
menjadi sangat strategis karena selain sebagai subyek, juga
sekaligus sebagai obyek dari pembangunan atau
pengembangan wilayah. Sumber daya manusia dimaksud
adalah yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang
cukup untuk menggerakkan seluruh sumber daya wilayah
yang ada (Muchdie, 2001). Dengan kata lain, sumber daya
manusia berkualitas merupakan faktor yang menentukan
maju tidaknya suatu wilayah.
Sumber daya manusia berkualitas erat kaitannya
dengan tingkat pendidikan penduduk dan prasarana atau
fasilitas pendidikan yang tersedia di suatu wilayah.
Pendidikan memegang peranan penting dan penduduk
Bab I. Pendahuluan
2
terdidik merupakan persyaratan awal untuk pembangunan
(Calcuttawala, 2004). Dalam era informasi, pendidikan
beserta informasi yang cepat dan dapat dipercaya telah
menjadi suatu hal yang vital dalam bisnis, industri dan
perdagangan, modernisasi ekonomi, dan dalam melakukan
transformasi sosial-ekonomi penduduk. Oleh karena itu,
penduduk yang terdidik dan terinformasi dengan baik (well
informed) akan mendorong percepatan pembangunan.
Institusi pendidikan formal harus didukung oleh
fasilitas untuk memperoleh informasi dan pengetahuan.
Salah satu fasilitas yang banyak dihandalkan untuk tujuan
tersebut adalah perpustakaan. Perpustakaan secara
tradisional merupakan repositori dan pemeran utama
diseminasi informasi dan pengetahuan. Hal ini sudah
menjadi suatu kenyataan di negara maju, tetapi tidak
demikian halnya di negara berkembang seperti Indonesia, di
mana peran perpustakaan belum diupayakan maksimal
untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya
manusia terutama di lingkungan perkotaan. Kenyataan yang
ditemukan khususnya di negara berkembang bahwa peran
pendidikan dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia masih terfokus hanya pada institusi pendidikan
formal, sedangkan peran institusi non formal seperti
perpustakaan pada umumnya kurang mendapat perhatian.
Padahal di negara maju, perpustakaan umum dipandang
sebagai salah satu institusi penting untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, dan terus diupayakan
penguatannya agar berperan lebih besar dalam
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
3
pemberdayaan masyarakat.
Calcuttawala (2004) dalam disertasi doktornya di
bidang Geografi mengatakan bahwa perpustakaan
memperoleh arti penting yang diperbaharui pada kota-kota
di negara Barat pasca-industrial. Selanjutnya disebutkan
bahwa kota-kota dipromosikan sebagai pusat-pusat berbasis
pengetahuan di mana kolaborasi keterlibatan berbagai
lembaga riset, universitas dan industri teknologi tinggi
membantu perkembangan pembangunan ekonomi.
Perpustakaan di sini merupakan bagian penting dari
infrastruktur pengetahuan, bukan saja kontribusinya
terhadap lingkungan intelektual dan kultural dari kota tetapi
juga merupakan salah satu faktor daya tarik bagi bisnis,
investasi dan angkatan kerja profesional.
Berkaitan dengan itu, informasi dan pengetahuan
memperoleh tempat sentral dalam ekonomi maju yang telah
memiliki cabang penting dalam berbagai aspek kehidupan
seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik. Bahkan,
informasi telah menjadi fokus perhatian berbagai lembaga
riset dan diberi label ekonomi informasi. Ekonomi informasi
berkaitan dengan bagaimana kualitas dan biaya informasi
berpengaruh dan dipengaruhi oleh kinerja suatu sistem
ekonomi campuran (modern mixed economy) (Hepworth,
1987). Perpustakaan dalam konteks ini dipandang sebagai
komponen vital infrastruktur sosial dan ekonomi.
Selain itu, kehadiran digital divide antara negara-
negara miskin dan kaya, dan dalam skala yang berbeda
misalnya pedesaan dan perkotaan dan/atau di dalam skala
Bab I. Pendahuluan
4
perkotaan baik di negara miskin maupun kaya,
menempatkan perpustakaan pada suatu posisi yang unik
untuk menjembatani jurang pemisah dengan misinya
menyediakan akses universal terhadap informasi dan
pengetahuan (Urban Institute, 2007). Perpustakaan
berperan sebagai perantara penyebaran informasi dan
pengetahuan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketika
perpustakaan tidak berfungsi dengan baik, informasi dan
pengetahuan akan terasa semakin mahal terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah yang merupakan
proporsi terbesar penduduk perkotaan di Indonesia saat ini.
Peningkatan aglomerasi perkotaan ditandai dengan
laju pertumbuhan kawasan perkotaan yang semakin tinggi.
Data menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di
Indonesia tumbuh cukup pesat dari 32,8 juta jiwa atau
22,3% dari total penduduk nasional pada tahun 1980,
meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9% pada tahun
1990, dan diperkirakan mencapai angka 150 juta jiwa atau
60 % pada tahun 2015 (Amron, 2007). Salah satu dampak
dari pertumbuhan penduduk adalah tidak terpenuhinya
kebutuhan pelayanan umum penduduk seperti fasilitas
pendidikan dan sosial (Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah, 2001). Bagi golongan masyarakat yang
mampu akan semakin sejahtera, tetapi sebagian besar
penduduk yang potensinya masih terbatas yang terjadi
adalah munculnya berbagai kesenjangan sosial, ekonomi,
lingkungan, dan lain-lain yang berdampak pada
meningkatnya tindak kriminalitas.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
5
Oleh karena itu, pemerintah selayaknya memasukan
komponen perpustakaan umum di dalam perencanaan
pengembangan wilayah perkotaan. Perencanaan kota
dipandang sebagai suatu aktivitas publik (atau serangkaian
aktivitas publik) yang bertujuan untuk mencapai sasaran
tertentu yang biasanya telah ditetapkan sebelumnya untuk
suatu kota atau suatu sistem dari sejumlah kota. Dalam
konteks luas, perencanaan kota dapat mencakup berbagai
komponen seperti: perencanaan ekonomi dan industri, tata
guna lahan, pasar tenaga kerja dan perburuhan, perumahan,
transportasi, infrastruktur, keuangan, lingkungan, energi,
sosial, fasilitas, dan teknologi (Nijkamp, 1989).
Fasilitas perpustakaan umum merupakan salah satu
fasilitas publik yang diperlukan untuk peningkatan kualitas
sumber daya manusia serta pendukung bagi kegiatan
ekonomi dan sosial di wilayah perkotaan. Penyediaan
fasilitas perpustakaan yang baik dan mudah dijangkau oleh
seluruh warga kota akan semakin penting artinya berkaitan
dengan tantangan globalisasi yang menuntut daya saing
yang pada hakikatnya adalah kualitas seluruh produk dan
jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu, masalah fasilitas
perpustakaan umum terutama yang berkaitan dengan lokasi
menjadi sesuatu hal yang penting untuk diteliti, dan hasilnya
dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan
wilayah perkotaan.
Untuk mengembangkan perpustakaan umum kota
berbasis wilayah atau spasial perlu dilakukan kajian dengan
pendekatan wilayah. Salah satu faktor penting dalam aspek
Bab I. Pendahuluan
6
kewilayahan adalah kajian yang berkaitan dengan lokasi.
Seperti dikemukakan oleh Koontz (1994), bahwa
keberhasilan penyelenggaraan perpustakaan umum
tergantung pada berbagai faktor diantaranya adalah
pemilihan lokasi. Selanjutnya disebutkan bahwa pemilihan
lokasi fasilitas perpustakaan umum merupakan suatu
keputusan paling penting yang dibuat oleh para perencana
kota. Sama halnya dalam penyelenggaraan fungsi ekonomi
seperti toko eceran (retail store), yang mana kesalahan
pemilihan lokasi dapat berarti kehilangan pasar potensial,
penurunan pendapatan, dan kemungkinan kegagalan usaha;
dalam penyelenggaraan fungsi pendidikan dan sosial seperti
perpustakaan umum, kesalahan dalam pemilihan letak atau
lokasi dapat berarti penurunan akses dan penggunaan
(Palmer, 1981). Selain faktor lokasi dan prasarana
pendukung lokasi, penggunaan perpustakaan juga didukung
oleh faktor lainnya seperti spesifikasi fisik, karakteristik
demografi pengguna, operasional perpustakaan dan
motivasi pengguna.
Sistem perpustakaan umum kota sangat bervariasi
tergantung pada lingkungannya. Sebuah kota besar
(metropolitan) biasanya memiliki sebuah gedung induk dan
sejumlah cabang yang tersebar pada sejumlah pusat
kegiatan. Berbeda dengan sebuah kota kecil (town) yang
adakalanya pelayanan perpustakaan cukup disediakan di
satu lokasi. Kota besar dengan suatu kawasan yang luas dan
jumlah penduduk yang padat tidak dapat dilayani atau
dijangkau oleh hanya satu perpustakaan. Sebagai contoh,
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
7
Singapura dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta orang
memiliki sebuah sistem perpustakaan umum kota yang
terdapat di 39 lokasi (National Library Board Singapore,
2008), dan New York dengan sekitar 20 juta penduduk
dilayani dengan satu sistem perpustakaan umum yang
terdapat di 200 lokasi (Japzon and Gong, 2005).
Fenomena yang terjadi di sejumlah negara
berkembang adalah bahwa perpustakaan umum kurang
berkembang karena tidak disertakan sebagai komponen
dalam perencanaan wilayah perkotaan. Akibatnya, walaupun
kota mengalami perkembangan yang pesat, tetapi sistem
perpustakaannya hampir tidak berubah. Hal yang sama juga
terjadi di hampir semua kota di Indonesia termasuk kota-
kota besarnya. Kota Medan misalnya sebagai kota ketiga
terpadat penduduknya, hanya memiliki dua fasilitas
perpustakaan umum dengan manajemen yang terpisah
karena satu merupakan bagian dari organisasi Pemerintah
Kota, dan yang satu lainnya merupakan bagian dari
Pemerintah Provinsi. Apabila dilihat dari sisi penduduk kota
Medan yang berjumlah lebih dari dua juta jiwa pada tahun
2007 dengan wilayah kota seluas sekitar 265 Km2 dan
kepadatan penduduknya lebih dari tujuh ribu jiwa per Km2,
tentu saja fasilitas perpustakaan yang ada saat tidaklah
memadai.
Berdasarkan uraian di atas, kota-kota di Indonesia
memerlukan perencanaan komprehensif yang memadukan
seluruh fungsi atau kegiatan pemerintahan yang saling
berkaitan untuk membangun fasilitas perpustakaan umum
Bab I. Pendahuluan
8
sebagai salah satu infrastruktur publik yang dapat
menjangkau seluruh kawasan setiap kota. Sistem
perpustakaan umum kota yang tersebar dan berjarak dekat
dengan pengguna potensial yaitu penduduk perkotaan akan
mendukung pengembangan wilayah dalam hal peningkatan
kualitas sumber daya manusia untuk menggerakkan potensi
wilayah perkotaan. Berkaitan dengan itu, kajian lokasi
perpustakaan umum menjadi bersifat strategis dalam
rangka pengembangan wilayah perkotaan.
Dalam Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang
Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang
Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman, dan
Pekerjaan Umum, pada bidang pelayanan sarana lingkungan
dinyatakan bahwa untuk setiap 1 hingga 2 juta jiwa
penduduk dibutuhkan minimal 1 unit perpustakaan skala
kota/kabupaten, dan minimal 1 unit perpustakaan
lingkungan untuk setiap satuan lingkungan dengan jumlah
penduduk kurang dari 30 ribu jiwa (Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001). Jika
berpedoman pada ketentuan di atas dan berdasarkan jumlah
penduduk, maka Pemerintah Kota Medan misalnya harus
menyediakan minimal 1 unit perpustakaan skala kota dan
67 unit perpustakaan skala lingkungan.
Kota-kota di Indonesia diperkirakan hingga saat ini
belum memiliki perencanaan pengembangan fasilitas
perpustakaan umum yang berdimensi wilayah atau spasial
yang sesuai dengan perkembangan kota dan pertumbuhan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
9
penduduk. Di sisi lain, kajian penentuan lokasi spasial
perpustakaan umum belum pernah diterapkan dalam
perencanaan pengembangan atau pembangunan
perpustakaan umum kota khususnya di Indonesia. Sehingga
kajian tentang lokasi dalam kaitannya dengan
pengembangan wilayah perkotaan merupakan sesuatu hal
yang baru dalam sistem pengembangan perpustakaan umum
kota.
Dilatarbelakangi oleh keadaan seperti diuraikan di
atas, khususnya persepsi masyarakat dan para perencana
pengembangan wilayah perkotaan di Indonesia yang tidak
melihat pentingya faktor lokasi perpustakaan umum untuk
kinerja pelayanan yang optimal dan peran penting
perpustakaan umum dalam peningkatan kualitas sumber
daya manusia untuk menggerakkan potensi sumber daya
wilayah, mendorong keinginan untuk meneliti dan menulis
buku tentang isu tersebut. Dalam buku ini selanjutnya Kota
Medan akan dijadikan sebagai contoh karena kota tersebut
merupakan kajian penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya oleh penulis.
Pertanyaan yang timbul dalam upaya pengembangan
perpustakaan umum antara lain adalah faktor-faktor apakah
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi
perpustakan yang dapat meningkatkan partisipasi penduduk
dalam penggunaannya sehingga memiliki peran yang lebih
besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia
untuk menggerakkan potensi pengembangan wilayah di
perkotaan. Permasalahan tersebut dapat dielaborasi dalam
Bab I. Pendahuluan
10
bentuk pertanyaan yang lebih spesifik yaitu: (1) Apakah lokasi
perpustakaan, prasarana pendukung lokasi perpustakaan,
karakteristik demografi pengguna perpustakaan, spesifikasi
fisik perpustakaan, operasional perpustakaan, dan motivasi
pengguna perpustakaan berpengaruh terhadap penggunaan
perpustakaan umum di wilayah perkotaan; dan (2) Apakah
penggunaan perpustakaan umum mempunyai pengaruh
terhadap pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas
sumber daya manusia di wilayah perkotaan.
Buku ini bertujuan untuk memaparkan faktor-faktor
penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
lokasi perpustakaan umum kota berbasis wilayah dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk
mendukung pengembangan wilayah perkotaan. Secara
spesifik, buku ini bertujuan untuk menyajikan hasil
penelitian yang penulis lakukan di Kota Medan yang
diperkirakan juga memiliki karakteristik yang banyak
kesamaannya dengan kota-kota lainnya di Indonesia
terutama kota-kota besar. Selain itu, buku ini diharapkan
berguna bagi perencanaan pengembangan wilayah
perkotaan dalam membangun sistem perpustakaan umum di
lingkungan perkotaan.
Dengan mengetahui faktor-faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan pengembangan
perpustakaan umum kota berbasis wilayah dalam bentuk
sistem jaringan yang tersebar, maka diharapkan dapat
mendukung upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia untuk menggerakkan potensi pengembangan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
11
wilayah perkotaan. Dengan demikian, keputusan dalam
perencanaan kota dalam hal ini pengembangan perpustakaan
umum sebagai fasilitas publik yang harus disediakan dapat
dilakukan dengan lebih baik. Pemerintah kota dapat
terhindar dari kesalahan yang menyebabkan tingkat
penggunaan perpustakaan menjadi rendah sehingga sasaran
salah satu aspek pengembangan wilayah yaitu peningkatan
kualitas sumber daya manusia tidak tercapai.
Pengembangan sistem perpustakaan umum berbasis
wilayah juga diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap disiplin ilmu perencanaan wilayah dan kota dalam
kajian-kajian yang berkaitan dengan lokasi fasilitas publik
pada umumnya dan fasilitas perpustakaan umum pada
khususnya dalam kaitannya dengan tata ruang perkotaan.
Buku ini juga diharapkan memberikan sumbangan konsep
pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang studi ilmu perpustakaan dan informasi yang
berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum di wilayah
perkotaan.
Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat
12
BAB II
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT
Pengembangan wilayah didukung oleh tiga pilar
yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
teknologi. Pengembangan wilayah merupakan interaksi dari
ketiga pilar tersebut (Nachrowi dan Suhandojo, 2001; Zen,
2001). Dalam kaitan yang sama, Budiharsono (2005)
menyebutkan bahwa perencanaan dan pengembangan
wilayah didukung oleh enam pilar yaitu analisis
kelembagaan, ekonomi, sosial, lokasi, geografi, dan
biogeofisik. Pandangan ilmu regional Barat terutama di
Eropa menitik-beratkan bahwa pembangunan regional
mencakup empat aspek utama yaitu kelembagaan, sosial,
ekonomi, dan ekologi (Sirojuzilam, 2010).
Dalam pengembangan wilayah, ada sejumlah teori
yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Teori-teori
pengembangan wilayah menganut berbagai asas atau dasar
sesuai tujuan penerapan masing-masing teori. Szajnowska-
Wisocka (2009) membuat suatu tinjauan tentang berbagai
teori dan konsep yang sering diaplikasikan dalam konteks
pengembangan wilayah. Teori dan konsep tersebut dibagi ke
dalam dua kategori yaitu (1) konsep klasik pengembangan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
13
wilayah; dan (2) konsep pengembangan wilayah yang
tumbuh dari dalam (endogenous regional development).
Teori klasik terdiri dari: konsep dasar ekonomi, teori
baru perdagangan, teori produksi, konsep pusat
pertumbuhan, model inti dan pinggiran, konsep jejaring
inovasi regional, teori siklus produksi, teori fleksibilitas
produksi, konsep jejaring inovasi regional (lokal), dan teori
pengelompokan industri. Sementara, konsep pengembangan
wilayah endogen muncul pada dekade terakhir abad 20,
yang disebutnya sebagai konsep pembangunan alternatif
yang menekankan pentingnya pembangunan sosial,
pertumbuhan modal manusia, dan peran komunitas lokal
dan aktivitas mereka dalam pengembangan wilayah
(Szajnowska-Wisocka, 2009).
Konsep baru tersebut merupakan jawaban terhadap
keterbatasan teori-teori klasik pengembangan wilayah
dengan didukung oleh fakta seperti diungkapkan dalam
sejumlah penelitian sesudahnya, bahwa perubahan
teknologi sendiri tidak cukup untuk menjelaskan
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, konsep
pengembangan endogen merupakan suatu upaya untuk
mengoreksi teori-teori tersebut dengan mengusulkan model
yang mana dampak pertumbuhan jangka panjang
merupakan variabel endogen di dalam model, didasarkan
pada asumsi yang berkaitan dengan investasi dalam bidang
modal manusia dan teknologi.
Selanjutnya disebutkan bahwa pertumbuhan adalah
endogen bervariasi, baik melalui akumulasi modal
Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat
14
kompetitif atau melalui investasi dalam modal manusia dan
pertukaran informasi di antara perusahaan. Oleh karena itu,
menghasilkan pengetahuan, inovasi, pembelajaran melalui
pertukaran pengetahuan di antara perusahaan, kota dan
wilayah menjadi suatu bagian penting kebijakan pemerintah
baik pada skala nasional maupun lokal. Teoretisi endogen
(growing from within) tidak mencari rujukan pada teori-
teori lain (ekonomi, sosial, politik) dalam konsep mereka
karena sesuai dengan aturan jalur pengembangan terpisah
(separate development path), visi mereka didasarkan pada
potensi mereka sendiri untuk pengembangan spasial,
ekonomi dan sosial.
Di sisi lain, seperti dikemukakan oleh Loveridge
(2000) dalam pengantar Web Book of Regional Science,
bahwa mulai tahun 1954, sejak terbentuknya Regional
Science Association (sekarang Regional Science Association
International), regional science secara formal dikenal sebagai
bidang multidisiplin. Sejak itu, dicapai kodifikasi yang lebih
baik tentang metode dan pertukaran ide-ide awal dari
berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosiologi, desain,
perencanaan, dan ekonomi seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
15
Gambar 2.1: Elemen-elemen Ilmu Regional
Selanjutnya disebutkan bahwa ilmu regional
memiliki nama lain seperti geografi ekonomi, analisis
dampak regional, demografi, ekonomi regional,
pembangunan komunitas, dan kebijakan pengembangan
wilayah yang konsepnya secara umum dapat ditemukan
dalam berbagai jurnal ilmu regional. Dengan demikian,
disebutkan bahwa pengembangan wilayah sebagai
multidisiplin yang berusia masih muda dibandingkan
dengan bidang studi tradisional lainnya, didukung oleh
berbagai disiplin ilmu lain. Hal ini menjadi suatu kekuatan
dalam arti peningkatan kemampuan disiplin ilmu ini untuk
menyatukan berbagai pendekatan analitis yang luas
(Loveridge, 2000).
Bertitik-tolak dari uraian di atas, dapat dikatakan
bahwa pengembangan wilayah dapat menggunakan
berbagai pendekatan, teori atau konsep yang ada dalam
berbagai disiplin ilmu untuk menganalisis berbagai masalah
Bab II. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Masyarakat
16
yang berkaitan dengan pengembangan wilayah. Pendekaan
teoritis dapat menggunakan baik teori-teori klasik yang
lazim digunakan maupun pendekatan konsep endogen yang
lebih menekankan pada pembangunan sosial, pertumbuhan
modal manusia, peran komunitas lokal dan aktivitas mereka
dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan hal itu,
pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kategori
kedua yaitu pendekatan pengembangan wilayah endogen.
Szajnowska-Wisocka (2009) menyebutkan bahwa fitur
karakteristik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan
ekonomi didasarkan pada penciptaan, peningkatan dan
penggunaan sumber daya internal pada setiap tingkat: lokal,
regional, nasional dan bahkan kelompok multinasional.
Khususnya wilayah dan kota dengan konsentrasi produksi
yang tinggi menciptakan kondisi untuk inovasi dan arus
pengetahuan dalam “pembelajaran” masyarakat.
Penyebaran pengetahuan dan gagasan inovasi baru dalam
suatu wilayah atau kota merupakan suatu jenis proteksi
dalam menghadapi kompetisi eksternal.
Pembangunan manusia tidak terlepas dari aspek
pendidikan atau modal manusia. Pendidikan adalah mesin
pertumbuhan (Olaniyan dan Okemankinde, 2008). Modal
manusia adalah penggerak pembangunan ekonomi (Florida,
Mellander dan Stolarick, 2007). Kopsep modal manusia
menjadi salah satu arah teoritis utama dalam bidang
ekonomi, sosiologi dan manajemen (Abeltina, 2008). Di sisi
lain, perpustakaan umum sebagai institusi publik berperan
dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
17
menciptakan modal sosial (Varheim, 2008).
Untuk meningkatkan peran perpustakaan umum
dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, ada
sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan. Dengan kata
lain, untuk menjadikan fasilitas perpustakaan memiliki
aksesibilitas yang tinggi di dalam masyarakat, ada sejumlah
persyaratan yang harus dipenuhi. Aksesiblitas masyarakat
terhadap fasilitas perpustakaan pada dasarnya adalah untuk
memenuhi kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi
(need for achievement), yang merupakan salah satu ciri
manusia modern. Kebutuhan untuk meraih hasil atau
prestasi disebut oleh McClelland (1981) sebagai virus
mental dengan nama n Ach karena ditemukan pada suatu
macam pikiran yang berhubungan dengan “melakukan
sesuatu dengan baik atau lebih baik” dari pada yang pernah
dibuat sebelumnya sehingga lebih efisien dan lebih cepat,
kurang mempergunakan tenaga, dengan hasil yang lebih
baik dan sebagainya.
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
18
BAB III
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENINGKATAN KUALITAS
SUMBER DAYA MANUSIA
Pengertian wilayah dalam Undang-undang R.I. No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa penataan ruang dalam
undang-undang tersebut didasarkan pada pendekatan
sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,
kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Wilayah
administratif terdiri dari wilayah nasional, wilayah provinsi,
wilayah kabupaten, dan wilayah kota. Setiap wilayah
tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan
administratif. Dalam tulisan ini yang menjadi fokus uraian
sesuai dengan topik penelitian adalah wilayah dengan
batasan administratif yaitu wilayah kota Medan.
Di sisi lain, pengembangan wilayah mengandung arti
yang luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya
yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan
hidup di suatu wilayah (Sasmojo, 2001). Hal senada juga
dikemukan oleh Miraza (2005) bahwa perencanaan wilayah
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
19
menyangkut berbagai segi kehidupan yang komprehensif
dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya
bermuara pada upaya meningkatkan kehidupan masyarakat.
Salah satu definisi pengembangan wilayah
dikemukan oleh Jayadinata (1992) yaitu suatu tindakan
mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau
kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat
kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan
memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada.
Hal yang sama juga dikemukan oleh Zen (2001) bahwa
pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan
suatu masyarakat yang berada di suatu daerah untuk
memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di sekeliling
mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan
dengan kebutuhan dan bertujuan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat yang bersangkutan. Teknologi dimaksud
adalah cara-cara yang dimiliki atau dikuasai oleh
masyarakat.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat
dikemukakan bahwa sumber daya manusia memegang
peranan strategis dalam pengembangan wilayah. Seperti
dikemukakan oleh Nachrowi dan Suhandojo (2001) bahwa
sumber daya manusia dengan kemampuan yang cukup akan
mampu menggerakkan seluruh sumber daya wilayah yang
ada. Selanjutnya disebutkan bahwa sumber daya manusia
mempunyai peran ganda dalam sebuah proses
pembangunan yaitu sebagai obyek dan sekaligus sebagai
subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, sumber
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
20
daya manusia merupakan sasaran pembangunan untuk
disejahterakan, dan sebagai subyek pembangunan sumber
daya manusia berperan sebagai pelaku pembangunan. Lebih
lanjut disebutkan bahwa konsep pembangunan itu
sesungguhnya adalah pembangunan manusia yaitu
pembangunan yang berorientasi kepada manusia.
Kemampuan sumber daya manusia sangat
tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya.
Pengetahuan adalah keahlian dan keterampilan yang
diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau
pendidikan (Oxford English Dictionary, 2009). Selanjutnya
disebutkan bahwa pengetahuan adalah pemahaman yang
meyakinkan tentang suatu hal dan kemampuan untuk
menggunakannya untuk tujuan tertentu yang sesuai.
Kemampuan mengakses dan mengerti informasi dan
pengetahuan merupakan hak dasar manusia seperti juga
mereka membutuhkan sandang pangan dan rumah sebagai
kebutuhan pokok, sedangkan pendidikan dan akses
terhadap pengetahuan biasanya dikelompokkan pada
kebutuhan sekunder. Pentingnya pengetahuan dalam
kehidupan manusia dikemukakan oleh Winardi (2005) yang
menyebutkan bahwa satu-satunya sumber yang dapat
diandalkan bagi tercapainya keunggulan kompetitif adalah
pengetahuan.
Sebagai layanan umum yang terbuka bagi semua
kalangan, perpustakaan umum memiliki peran kunci dalam
mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memanfaatkan
informasi dan pengetahuan. Perpustakaan umum
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
21
menyediakan akses terhadap sumber daya informasi dan
pengetahuan yang sangat luas. Hal ini juga ditegaskan oleh
UNESCO (1994) yang menyebutkan bahwa perpustakaan
umum berperan sebagai gerbang terhadap pengetahuan,
menyediakan kondisi atau lingkungan dasar untuk belajar
sepanjang hayat (lifelong learning), pengambilan keputusan
independen, dan pengembangan kebudayaan individu dan
kelompok sosial.
Di sisi lain, upaya untuk memberdayakan manusia
harus difasilitasi oleh institusi yang berperan untuk
memberdayakan mereka seperti institusi pendidikan dalam
semua tingkatan dan bentuk termasuk institusi pendidikan
non formal seperti perpustakaan umum. Oleh karena itu,
semua jenis institusi tersebut juga harus diperkuat agar
dapat berperan lebih besar dalam pemberdayaan
masyarakat. Dengan kata lain, institusi yang tidak memiliki
kekuatan tentu tidak dapat melakukan pemberdayaan
masyarakat seperti yang diharapkan.
Dalam kaitan antara pembangunan dan sumber daya
manusia, Zen (2001) menyebutkan bahwa pembangunan
atau pengembangan dalam arti development, bukanlah suatu
kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang
dimiliki oleh manusianya, tetapi adalah kemampuan yang
ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa
yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas manusia.
Selanjutnya disebutkan bahwa pengembangan harus
diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan,
serta kemampuan untuk merealisasikannya. Pada dasarnya
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
22
pengembangan juga merupakan proses belajar. Pernyataan
ini bermakna bahwa seseorang tidak dapat mengembangkan
orang lain, tetapi seseorang dapat membantu orang lain
belajar untuk dirinya.
Dalam konteks pengembangan wilayah, pengertian
sumber daya tidak mengacu kepada benda atau suatu
substansi, melainkan mengacu kepada suatu fungsi yang
mana suatu fungsi atau substansi tadi dapat berbuat dalam
suatu kegiatan atau suatu operasi (Zen, 2001). Selanjutnya
disebutkan bahwa sumber daya tersebut muncul dari
interaksi antara manusia dan alam. Manusia mencari alat
atau cara-cara untuk memenuhi kebutuhannya sehingga
mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan
untuk keluar dari kesukaran-kesurakan yang dihadapinya.
Dari penjelesan yang bersifat filosofis ini dapat dimaknai
bahwa sesungguhnya fokus utama pengembangan wilayah
adalah manusia. Zen (2001) juga menyebutkan bahwa
pengembangan wilayah harus disertai pembangunan
masyarakat. Selain memanfaatkan sumber daya alam
melalui teknologi, manusianya harus dikembangkan.
Hal senada juga dikemukakan oleh Nachrowi dan
Suhandojo (2001) bahwa dalam pengembangan wilayah, ada
tiga faktor penting yang harus diperhatikan yaitu sumber
daya alam, sumber daya manusia dan teknologi yang dikenal
sebagai tiga pilar pengembangan wilayah. Selanjutnya
disebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan
interaksi dari ketiga pilar tersebut. Dan salah satu pilar yang
sangat penting adalah sumber daya manusia karena dengan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
23
kemampuan yang cukup akan mampu menggerakkan
sumber daya wilayah yang ada. Suatu wilayah yang memiliki
sumber daya alam yang kaya dan sumber daya manusia yang
unggul yang memiliki kapasitas di bidang teknologi akan
lebih cepat berkembang dibandingkan dengan wilayah
lainnya yang tidak memiliki kedua unsur tersebut.
Selanjutnya disebutkan bahwa hasil interaksi ketiga
pilar atau elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu
wilayah. Kinerja tersebut akan berbeda dengan kinerja
wilayah lainnya, sehingga mendorong terciptanya
spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi
persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat jejaring
spasial dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Namun
pendekatan ini mempunyai kelemahan yang antara lain
apabila salah dalam mengelola jejaring spasial tersebut tidak
mustahil menjadi awal dari proses disintegrasi. Untuk itu
harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa
mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola
oleh Pemerintah. Konsep pareto ini diharapkan mampu
memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan
penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang
berkembang.
Ada tiga indikator keberhasilan pengembangan
wilayah yang dapat dilihat sebagai kesuksesan
pembangunan daerah. Indikator pertama adalah
produktivitas, yang dapat diukur dari perkembangan kinerja
suatu institusi beserta aparatnya. Indikator kedua adalah
efisiensi, yang terkait dengan meningkatnya kemampuan
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
24
tekhnologi/sistem dan kualitas sumber daya manusia dalam
pelaksanaan pembangunan. Terakhir adalah partisipasi
masyarakat, yang dapat menjamin kesinambungan
pelaksanaan suatu program di suatu wilayah.
Ketiga indikator keberhasilan tersebut terkait erat
dengan faktor-faktor yang menjadi ciri suatu wilayah dan
membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi
politik dan sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat
dan masyarakat, dan tingkat kemampuan/pendidikan aparat
dan masyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan
pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada
kemampuan berkoordinasi, mengakomodasikan dan
memfasilitasi semua kepentingan, serta kreativitas yang
inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif
dan berkelanjutan.
Bertitik-tolak dari pengertian bahwa posisi sumber
daya manusia merupakan titik sentral dalam pembangunan
atau pengembangan wilayah, maka sudah sewajarnya fokus
perhatian yang lebih besar ditujukan kepada upaya-upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti
disebutkan di atas, tidak terlepas dari ketersediaan fasilitas
pendidikan baik institusi pendidikan formal seperti
perguruan tinggi atau sekolah maupun institusi lainnya
seperti pusat-pusat pelatihan dan perpustakaan di mana
anggota masyarakat dapat memperoleh informasi dan
pengetahuan untuk meningkatkan kompetensi mereka
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
25
dalam berbagai bidang atau pekerjaan yang mereka tekuni
masing-masing.
Pentingnya peran perpustakaan dalam kaitannnya
dengan pengembangan wilayah juga dikemukan oleh Hoover
dan Giarratani (2009) dalam artikelnya berjudul Some
Spatial Aspects of Urban Problems dalam Web Book of
Regional Science berjudul An Introduction to Regional
Economics, yang menyebutkan bahwa perpustakaan
seharusnya dimasukkan ke dalam daftar pelayanan publik
sebagai kebutuhan kawasan metropolitan yang harus
disediakan oleh suatu pemerintah kota. Pernyataan tersebut
diungkapan seperti berikut:
“Since some services that are typically provided by
central-city governments are important to the
metropolitan area as a whole, their planning, operation,
and financing should be carried out with that
perspective in mind. Water and sewer systems,
intrametropolitan highways and transit, airports, large
metropolitan outdoor recreation areas, and some types
of local environmental protection seem to fit this
category. Fairly strong arguments could be made for
adding to the list such services as police and fire
protection, libraries, and museums”.
Hoover dan Giarratani (2009) selanjutnya
mengatakan bahwa kota-kota besar memiliki peran penting
dalam pengembangan ekonomi regional dan nasional, dalam
kapasitasnya sebagai pemancar (transmitter) berbagai
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
26
gagasan dan praktek dari dunia luar dan juga sebagai tempat
orang-orang dari berbagai wilayah atau negara bertemu dan
terbuka bagi berbagai pranata dan tantangan baru dan
berbagai peluang yang lebih luas. Inovasi telah berkembang
bagai kecambah. Industri baru dan aktivitas lain yang
memulainya dari kota-kota besar secara historis cenderung
mendesentralisasi pada tahap berikutnya untuk berperan
dalam pengembangan wilayah atau bagian dari wilayah lain.
Bukti menunjukkan bahwa desentralisasi terjadi lebih cepat
dalam beberapa tahun belakangan ini dan kapasitas tempat
yang lebih kecil untuk mendukung industri inovatif telah
meningkat.
Pengertian perencanaan wilayah disebutkan sebagai
cabang dari perencanaan tata guna lahan dan berkaitan
dengan penempatan yang efisien dari aktivitas,
infrastruktur, dan pertumbuhan pemukiman di sepanjang
suatu daerah penting yang lebih luas dari lahan suatu kota.
Bidang terkait dengan perencanaan kota adalah yang
berkenaan dengan isu-isu spesifik perencanaan kota. Kedua
konsep tersebut dibungkus dalam perencanaan.
Wilayah seperti diuraikan sebelumnya adalah suatu
unit geografi yang membentuk suatu kesatuan (Wibowo dan
Soetriono, 2004). Pengertian unit geografi tidak hanya aspek
fisik tanah saja, tetapi meliputi aspek lainnya seperti biologi,
ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya disebutkan bahwa
wilayah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam
pengertian yaitu wilayah homogen, wilayah polarisasi atau
nodal, dan wilayah perencanaan atau program. Wilayah
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
27
homogen diartikan sebagai wilayah dengan karakteristik
yang serupa dipandang sebagai sebuah wilayah tunggal
misalnya wilayah perkebunan karet di Sumatera Utara.
Wilayah polariasi atau wilayah nodal diartikan sebagai
wilayah berkutub yang secara fungsional terdapat wilayah
inti dan wilayah pinggiran, misalnya kota Bogor sebagai inti
dan daerah sekelilingnya seperti Cibinong dan Puncak
sebagai wilayah pinggirannya. Di sisi lain, wilayah
perencanaan atau program atau sering juga disebut sebagai
wilayah administratif adalah berkaitan dengan persoalan
kebijaksanaan dan perencanaan wilayah, misalnya wilayah
nasional provinsi, kabupaten, dan kota.
Dalam proses perencanaan, pendekatan penataan
ruang dalam Undang-undang R.I. No. 26 Tahun 2007 seperti
dikemukakan sebelumnya, didasarkan pada pendekatan
sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,
kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan
ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan
sistem internal perkotaan; berdasarkan fungsi utama
kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi
daya; berdasarkan wilayah administratif terdiri dari wilayah
nasional, provinsi, kabupaten/kota; berdasarkan kegiatan
kawasan terdiri dari kawasan perkotaan dan perdesaan; dan
berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri dari kawasan
strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Selanjutnya diatur bahwa wewenang penyelenggaraan
penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah yang mencakup pengaturan, pembinaan,
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
28
pelaksanaan, dan pengawasan yang didasarkan pada
pendekatan wilayah dengan batasan administratif. Dengan
demikian, setiap wilayah merupakan subsistem ruang
menurut batasan administratif.
Dilihat dari sudut pandang penataan ruang, salah
satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai adalah
mewujudkan ruang kehidupan yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan (Undang-undang R.I. No.
26/2007). Ruang kehidupan yang nyaman mengandung
pengertian adanya kesempatan yang luas bagi masyarakat
untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan
fungsinya sebagai manusia. Produktif mengandung
pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan
secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah
ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus
meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan
mengandung pengertian kualitas lingkungan fisik dapat
dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya
untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga generasi
yang akan datang (Amron, 2007).
Sementara itu, konsep pengembangan wilayah di
Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan
model yang senantiasa berkembang yang disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia
(Direktur Jenderal Penataan Ruang, 2003). Selanjutnya
disebutkan bahwa terdapat beberapa landasan teori yang
digunakan, Pertama, Walter Isard yang mengkaji terjadinya
hubungan sebab akibat dari faktor-faktor utama pembentuk
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
29
ruang wilayah yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan
budaya. Kedua, Hirschmann dengan teori polarization effect
dan trickling-down effect dengan argumentasi bahwa
perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara
bersamaan. Ketiga, Myrdal dengan teori yang menjelaskan
hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya.
Keempat, Friedman yang menekankan pada pembentukan
hirarki guna mempermudah pengembangan, yang dikenal
dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass
yang memperkenalkan model keterkaitan kota-desa dalam
pengembangan wilayah.
Dalam perencanaan pembangunan wilayah dikenal
dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan
regional (Tarigan, 2008). Selanjutnya disebutkan bahwa
dalam pendekatan sektoral, seluruh kegiatan ekonomi di
dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-
sektor. Setiap sektor dianalisis potensi dan peluangnya,
ditetapkan apa yang dapat ditingkatkan, dan di mana
lokasinya. Setiap sektor dapat dibagi ke dalam sejumlah sub-
sektor. Di sisi lain, dalam pendekatan regional selain
memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan
produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan
dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk setiap
konsentrasi dan merencanakan jaringan untuk
menghubungkan berbagai konsentasi kegiatan tersebut.
Kedua pendekatan tersebut memiliki sasaran akhir yang
sama yaitu kegiatan apa dan di lokasi mana, perbedaannya
adalah cara memulai dan sifat analisisnya.
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
30
Dalam pendekatan sektoral, kebutuhan berbagai
fasilitas sosial seperti: sekolah, rumah sakit, jaringan listrik,
jaringan telepon, penyediaan air bersih, dan lain-lain
dibahas sesuai dengan sektornya masing-masing. Bahkan
perencana sektoral pun mungkin sudah mengajukan
lokasinya. Namun, pada waktu itu lokasi proyek yang
disarankan ditinjau dari sudut kepentingan sektor itu
sendiri. Hal ini perlu dibahas secara lebih konkret pada
waktu pendekatan regional. Setelah melakukan pendekatan
regional maka sudah dapat diprediksi berbagai lokasi yang
akan berkembang. Dengan demikian, usulan lokasi
berdasarkan pertimbangan sektoral dapat diuji apakah
masih sesuai atau perlu diubah (Tarigan, 2008).
Selanjutnya disebutkan bahwa pendekatan regional
semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan yang
belum terjawab apabila menggunakan pendekatan sektoral
seperti berikut ini:
(1) Lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan
berkembang;
(2) Penyebaran penduduk di masa yang akan datang dan
kemungkinan munculnya pusat-pusat permukiman;
(3) Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan
prasarana yang perlu dibangun untuk mendukung
perubahan struktur ruang tersebut;
(4) Perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial
(sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, jaringan
telepon, dan penyediaan air bersih) yang seimbang
pada pusat-pusat permukiman dan pusat berbagai
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
31
kegiatan ekonomi yang berkembang; dan
(5) Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan
moda transportasi) yang akan menghubungkan
berbagai pusat kegiatan atau permukiman secara
efisien.
Pendekatan sektoral dipandang tidak komprehensif
karena bersifat parsial, seperti disebutkan oleh Direktur
Jenderal Penataan Ruang (2003) bahwa pembangunan
seyogianya tidak hanya untuk memenuhi tujuan sektoral
yang bersifat parsial, tetapi juga untuk memenuhi tujuan
pengembangan wilayah yang komprehensif dan holistik
dengan mempertimbangkan keserasian di antara berbagai
sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang
(sumber daya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas)
yang didukung oleh sistem hukum dan kelembagaan yang
melingkupinya. Selanjutnya disebutkan bahwa untuk
mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang memuat
tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan, upaya
penataan ruang seharusnya ditempuh melalui tiga proses
utama, yaitu:
(1) Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang
menghasilkan rencana tata ruang wilayah. Selain
sebagai panduan ke depan, rencana tata ruang
wilayah merupakan bentuk intervensi agar interaksi
manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya
dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk
mencapai kesejahteraan serta kelestarian
lingkungan dan keberlanjutan pembangunan;
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
32
(2) Proses pemanfaatan ruang yang merupakan wujud
operasionalisasi rencana tata ruang atau
pelaksanaan pembangunan itu sendiri; dan
(3) Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang
terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban
terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap
sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang
wilayahnya.
Kaitan antara pembangunan ekonomi regional
dengan pembangunan manusia dikemukakan oleh Brata
(2002), yang menyebutkan berdasarkan hasil penelitiannya
bahwa terdapat hubungan dua arah antara pembangunan
manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia.
Pembangunan manusia yang berkualitas mendukung
pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi
yang baik mendukung pembangunan manusia. Namun
dalam masing-masing hubungan ini juga disertai dengan
berperannya variabel-variabel lainnya. Oleh karena itu,
pembangunan ekonomi haruslah tidak mengabaikan
pembangunan manusia. Hal ini penting bukan hanya untuk
mengurangi disparitas regional baik dalam hal
pembangunan manusia maupun kinerja ekonomi regional
itu sendiri, tetapi juga karena pertumbuhan ekonomi sendiri
belumlah memadai untuk secara otomatis meningkatkan
kualitas modal manusia.
Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar
pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan
komparatif berupa kekayaan alam berlimpah, upah murah
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
33
atau yang dikenal dengan bubble economics, sudah usang
karena terbukti tak tahan terhadap gelombang krisis.
Walaupun teori keunggulan komparatif tersebut telah
bermetamorfose dari hanya memperhitungkan faktor
produksi menjadi berkembangnya kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter, ternyata daya
saing tidak lagi terletak pada faktor tersebut (Alkadri, 1999).
Mengenai hubungan antara sumber daya manusia
dengan pembangunan ekonomi juga dikemukakan oleh Ary
(2001) yang mengatakan bahwa faktor sumber daya
manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan
ekonomi. Bahkan disebutkan bahwa adanya kaitan erat
antara pendidikan dan penghasilan yang diperoleh seorang
tenaga kerja. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia
dalam pembangunan wilayah perlu ditingkatkan.
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa wilayah
yang menjadi fokus tulisan ini adalah wilayah perencanaan
administratif, suatu kawasan yang secara administratif
berdiri sendiri. Dalam kehidupan suatu kota, pendidikan dan
pembelajaran merupakan komponen penting. Pendidikan
memegang peranan penting dalam mempromosikan
pengetahuan dan mendidik masyarakat untuk menjadikan
lingkungan perkotaan lebih nyaman untuk generasi
mendatang. Pendidikan dipandang sebagai suatu strategi
untuk memungkinkan setiap individu untuk mengambil
keputusan yang didasarkan pada pengetahuan dan
bertanggung-jawab pada semua tingkatan kehidupan kota
baik sekarang maupun masa yang akan datang. Kota harus
Bab III. Pengembangan Wilayah dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
34
menjadi suatu tempat bagi masyarakat untuk memperoleh
sarana dan keterampilan untuk kehidupan yang
berkelanjutan. Kota juga menjadi suatu penghubung penting
antara anggota masyarakat dengan pemerintah, antara
kewarganegaraan dan demokrasi. Keberlanjutan perkotaan
(urban sustainability) mencakup perbaikan kualitas hidup
penduduk kota, keadilan bagi semua, dan mengurangi
kemiskinan. (Brigitte Colin, 2009).
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
35
BAB IV
PERAN PERPUSTAKAAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS
SUMBER DAYA MANUSIA
Perpustakaan umum telah lama dikenal sebagai salah
satu institusi penting pelayanan publik terutama di wilayah
perkotaan di negara-negara maju. NESF (2006)
mengidentifikasi 3 pilar perpustakaan umum yaitu sumber
daya untuk informasi dan pembelajaran, sumber daya untuk
kebudayaan dan imajinasi, dan sumber daya untuk anak-
anak dan orang-orang muda. Selanjutnya disebutkan bahwa
perpustakaan bukanlah sebagai bangunan atau institusi,
tetapi sebagai sumber daya untuk digunakan oleh
masyarakat. Di dalam Manifesto Perpustakaan Umum yang
dikeluarkan oleh UNESCO (1994) disebutkan bahwa
perpustakaan umum berperan sebagai gerbang terhadap
pengetahuan, menyediakan kondisi atau lingkungan dasar
untuk belajar sepanjang hayat, pengambilan keputusan
independen, dan pengembangan kebudayaan individu dan
kelompok sosial.
Peran perpustakaan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia terjadi ketika pengguna atau anggota
masyarakat menggunakan koleksi perpustakaan terutama
dalam kegiatan membaca. Seperti kata seorang filsuf:
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
36
membaca adalah sesuatu yang penting dari kehidupan yang
baik, bukan hanya kesenangan yang diperoleh dari membaca
responsif, tetapi dampaknya terhadap bagaimana kita
menghidupkan kehidupan kita, dan jenis komunitas apa
yang akan kita bangun (Grayling, 2006). Berkaitan dengan
kegiatan membaca sebagai salah satu peran perpustakaan
umum, The Art Council (2003) di Inggris dalam laporan
penelitiannya tentang membaca dan kesehatan,
menyebutkan temuannya antara lain sebagai berikut:
(1) Membaca adalah tindakan kreatif yang menggunakan
imajinasi untuk membawa teks yang dibaca menjadi
hidup. Hal ini membuat pembaca merasa baik dan
rileks dan dapat menghilangkan ketegangan.
(2) Pembaca adalah pembelajar independen, dengan
membaca memungkinkan pembaca untuk
mendapatkan sesuatu dan membangun literasi dan
keterampilan interpretatif dan ekspresif.
(3) Membaca dapat membantu membangun pemahaman
yang lebih luas tentang diri sendiri dan orang lain,
dengan memberikan akses terhadap perbedaan
perspektif dan situasi. Oleh karenanya, membaca bisa
menjadi pengobatan, memberikan peluang bagi
pembaca untuk mengeksplorasi isu-isu personal dan
pengalaman sesuai dengan waktu mereka sendiri,
dengan kecepatan sendiri, dan melalui pengalaman
orang lain.
(4) Membaca berarti memberdayakan. Membaca
mendukung keseimbangan mental, penghargaan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
37
terhadap diri sendiri, dan pengambilan keputusan
terinformasi.
(5) Membaca sering membawa kebersamaan masyarakat
untuk membicarakan tentang apa yang mereka baca
dan mengeksplorasi berbagai isu dan titik pandang
terkait.
Dengan perkembangan di bidang teknologi informasi
dan komunikasi, peran perpustakaan umum menjadi
semakin penting untuk menjembatani kesenjangan antara
yang kaya (memiliki akses Internet) dan mereka yang
tergolong miskin (tidak memiliki akses Internet). Ketika
sumber daya informasi dan pengetahuan tersedia secara
luas melalui Internet, timbul masalah bagaimana sumber
daya tersebut dapat difasilitasi bagi mereka yang tidak
memiliki akses Internet agar tidak terjadi kesenjangan
informasi dan pengetahuan di antara masyarakat. Hal ini
tidak terjadi di negara-negara yang telah memiliki
infrastruktur perpustakaan umum yang tersebar terutama di
negara-negara maju, penduduk dapat memanfaatkan
fasilitas akses yang disediakan pada perpustakaan umum.
Perpustakaan umum selain menyediakan bahan-bahan
dalam bentuk cetak, perpustakaan juga menyediakan akses
talian terhadap bahan-bahan non cetak.
Internet dan Web memiliki kapasitas untuk
mentransformasikan budaya masyarakat, dengan
menyediakan pengalaman yang lebih kaya dan bervariasi
bagi masyarakat. Hal ini tentu saja tergantung pada
ketersediaan akses individu terhadap Internet. Perhatian
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
38
terhadap kemungkinan kesenjangan yang terjadi di antara
masyarakat dapat dilihat dari berbagai respons yang
dilakukan oleh perpustakaan umum di banyak negara.
Seperti dikemukakan oleh The Art Council (2003), di
Irlandia Utara terdapat 1.400 PC yang terkoneksi ke Internet
yang terdapat pada perpustakaan umum. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan akses terhadap sumber daya Internet
karena berdasarkan suatu survei yang dilakukan di sana
ternyata hanya 45% rumah tangga yang memiliki akses
Internet.
Perpustakaan umum adalah suatu fenomena dunia,
terdapat dalam berbagai masyarakat, di dalam budaya yang
berbeda, dan pada tingkat perkembangan yang berbeda.
Selama berabad-abad keberadaan perpustakaan di tengah-
tengah masyarakat tetap dipertahankan karena fungsinya
yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat (Sulistyo-
Basuki, 1993). Walaupun perpustakaan umum dijalankan
dalam konteks yang beragam dan menghasilkan perbedaan
dalam hal pelayanan yang disediakannya dan cara pelayanan
tersebut disampaikan, tetapi pada dasarnya perpustakaan
umum memiliki karakteristik yang bersifat umum.
Perpustakaan umum didefinisikan sebagai suatu
organisasi yang didirikan, didukung dan didanai oleh
masyarakat baik melalui pemerintah lokal, regional maupun
nasional atau melalui berbagai bentuk organisasi
masyarakat. Perpustakaaan umum menyediakan akses
terhadap pengetahuan, informasi dan karya-karya imajinasi
mencakup sumber daya dan pelayanan dan tersedia secara
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
39
adil bagi semua anggota masyarakat tanpa memandang
suku, kebangsaan, usia, gender, agama, bahasa, disability,
status ekonomi dan pekerjaan, dan tingkat pendidikan (Gill,
2001).
Tujuan utama perpustakaan umum adalah
memberikan sumberdaya dan pelayanan dalam berbagai
bentuk media kepada penduduk yang membutuhkan, baik
untuk kebutuhan pendidikan, informasi, dan pengembangan
individu/pribadi, termasuk rekreasi dan mengisi waktu
luang. Perpustakaan umum memiliki peran penting di dalam
pembangunan dan pemeliharaan masyarakat demokratis
dengan memberikan akses individual terhadap khasanah
pengetahuan, ide, dan opini yang cukup luas (Gill, 2001).
UNESCO (1994) merinci peran perpustakaan umum
sebagai berikut: (1) pendidikan, (2) pusat informasi lokal,
(3) pengembangan diri, (4) anak-anak dan remaja, (5)
pengembangan kebudayaan, (6) peran sosial – tempat
bertemu, dan (7) agen perubahan – pengembangan individu
dan sosial. Sulistyo-Basuki (1993) membagi fungsi
perpustakaan ke dalam lima kategori yaitu: (1) sebagai
sarana simpan karya manusia, (2) fungsi informasi, (3)
fungsi rekreasi, (4) fungsi pendidikan, dan (5) fungsi
kultural.
Peran perpustakaan dalam bidang pendidikan telah
terbukti melalui berbagai penelitian yang pernah dilakukan
seperti yang dilakukan oleh University of Minnessota dan
Gallup Organization di Amerika Serikat pada tahun 1994.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peran
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
40
perpustakaan umum dalam pendidikan semakin penting
pada masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih rendah
dan berpenghasilan rendah. Peran utama perpustakaan
umum tersebut dibuat dalam peringkat berdasarkan
jawaban para responden, sebagai berikut: (1) Sebagai pusat
dukungan pendidikan bagi siswa semua umur (88%); (2)
Sebagai pusat belajar bagi orang dewasa (85%); (3) Sebagai
pusat belajar dan penemuan bagi anak-anak pra-sekolah
(83%); (4) Sebagai pusat penelitian bagi ilmuwan dan
peneliti (68%); (5) Sebagai suatu pusat untuk informasi
masyarakat (66%); (6) Sebagai suatu pusat informasi untuk
masyarakat bisnis (55%); (7) Sebagai suatu tempat yang
menyenangkan untuk membaca, berpikir atau bekerja
(52%); dan (8) Sebagai pusat membaca yang bersifat
rekreasi (51%).
Kebutuhan untuk satu organisasi yang siap tersedia
bagi semua penduduk, yang memberi akses kepada
pengetahuan pada format cetak, dan lain-lain untuk
mendukung pendidikan formal dan informal, adalah alasan
untuk penyediaan perpustakaan umum dan menjadi tujuan
utama perpustakaan umum. Banyak orang sepanjang
hidupnya tetap belajar baik melalui pendidikan di institusi
formal, antara lain: sekolah dan perguruan tinggi, maupun
yang kurang formal terkait dengan pekerjaan dan kehidupan
sehari-hari seseorang. Belajar tidak berhenti pada
pendidikan formal saja, bagi banyak orang, belajar juga bisa
melalui kegiatan hidup sehari-hari. Pada suatu masyarakat
yang maju dan kompleks, seseorang akan membutuhkan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
41
keterampilan baru pada berbagai tahapan dan langkah
hidupnya. Perpustakaan umum memiliki peran penting
dalam membantu hal tersebut.
Perpustakaan umum harus menyediakan bahan dan
media yang sesuai untuk mendukung proses pembelajaran
formal maupun informal. Perpustakaan juga harus
membantu pengguna untuk membuat pembelajaran
tersebut menjadi sumberdaya yang efektif, seperti
menyediakan fasilitas yang memungkinkan orang untuk
belajar. Hal tersebut merupakan hal yang penting untuk
keberhasilan pendidikan, dan jika memungkinkan,
perpustakaan umum juga sebaiknya bekerjasama dengan
institusi atau organisasi pendidikan lainnya yang
mengajarkan tentang penggunaan sumberdaya informasi.
Perpustakaan umum juga harus aktif dalam mendukung
kampanye literasi. Literasi adalah kunci untuk pendidikan
dan pengetahuan, dan untuk menggunakan perpustakaan
dan layanan informasi.
Di beberapa negara, kebutuhan untuk pengembangan
pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting dan
menjadi fokus perpustakaan umum untuk mendukung
pendidikan formal. Di beberapa negara, perpustakaan
menjalankan fungsi baik sebagai perpustakaan sekolah
maupun perpustakaan umum. Di Trafford, Inggris, sebuah
cabang perpustakaan umum telah digabungkan dengan
perpustakaan sekolah.
Perpustakaan umum berperan sebagai pusat
informasi lokal. Setiap orang yang memerlukan informasi
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
42
dapat memintanya atau menanyakannya kepada
perpustakaan baik yang berkenaan dengan pekerjaan
maupun pelajaran. Perpustakaan menyediakan pelayanan
rujukan untuk menjawab berbagai kebutuhan informasi
yang diperlukan oleh masyarakat. Pertanyaan biasanya
tergolong pada pertanyaan sederhana dan informasi yang
lebih kompleks yang harus dijawab dengan koleksi rujukan
yang tersedia.
Fungsi utama dari perpustakaan umum adalah untuk
membantu orang, terutama orang-orang muda dan anak-
anak, menjadi literat informasi. Dalam hal ini termasuk
memberitahu mereka bagaimana menemukan informasi,
dan juga untuk mengembangkan kebiasaan membaca.
Perpustakaan umum membantu orang dewasa untuk belajar
sepanjang hayat dan belajar kembali untuk perubahan karir.
Perpustakaan umum juga berperan dalam memelihara dan
mempromosikan kebudayaan. Banyak pemerintahan negara
menugaskan perpustakaan umum untuk melakukan peran
seperti itu.
Perpustakaan umum berperan sebagai perantara
pendemokratisasian penyebaran informasi. Abad informasi
sekarang telah memperlebar jurang antara orang-orang
yang kaya dan miskin informasi, pada saat informasi
menjadi komoditas yang harus dibeli. Apabila hal ini terjadi
di lingkungan tertentu, maka perpustakaan umum
diharapkan tetap dapat menawarkan akses gratis atau
murah terhadap berbagai sumber informasi seperti yang
tersedia melalui Internet dan sumber lainnya, dan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
43
memberikan pelatihan gratis untuk memelihara literasi
informasi kepada mereka yang belum mendapatkan
kesempatan sebelumnya.
Mampu mengakses dan mengerti informasi adalah
merupakan hak dasar manusia, dan saat ini memang sangat
banyak tersedia informasi dari yang pernah ada dalam
sejarah dunia. Sebagai layanan umum yang terbuka bagi
semua kalangan, perpustakaan umum memiliki peran kunci
dalam mengumpulkan, mengorganisasikan, dan
memanfaatkan informasi, perpustakaan umum menyediakan
akses terhadap sumber informasi yang sangat luas.
Perpustakaan umum bertanggung jawab untuk
mengumpulkan informasi lokal dan membuatnya siap-
tersedia untuk diakses. Perpustakaan juga bertindak sebagai
memori masa lalu dengan cara mengumpulkan, melindungi,
dan memberi akses terhadap bahan yang terkait dengan
sejarah komunitas maupun individu.
Peran lain dari perpustakaan umum adalah untuk
pengembangan diri. Kesempatan untuk mengembangkan
kreativitas personal dan menggapai minat baru adalah
penting untuk pembangunan manusia. Untuk mencapai hal
tersebut, masyarakat membutuhkan akses terhadap ilmu
pengetahuan maupun karya imajinasi. Perpustakaan umum
dapat menyediakan akses dalam berbagai bentuk media
untuk pencapaian kreativitas yang cukup sulit untuk
diperoleh jika dilakukan sendiri oleh orang per orang.
Menyediakan akses terhadap sejumlah besar koleksi
literatur dan ilmu pengetahuan dunia, termasuk literatur
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
44
komunitas, telah menjadi kontribusi yang khas dari
perpustakaan umum dan hal tersebut masih tetap menjadi
fungsi yang sangat penting. Akses terhadap karya imajinasi
dan ilmu pengetahuan adalah kontribusi penting terhadap
pendidikan individu dan kegiatan rekreasi yang bermakna.
Perpustakaan umum juga dapat memberikan
kontribusi yang mendasar terhadap kelangsungan hidup
maupun pengembangan sosial dan ekonomi dengan secara
langsung terlibat dalam penyediaan informasi kepada
masyarakat dalam pembangunan komunitas, misalnya:
keterampilan hidup dasar, pendidikan dasar untuk orang
dewasa, AIDS, dan program-program kesadaran lainnya.
Perpustakaan umum seharusnya berusaha untuk
memenuhi kebutuhan semua kelompok dalam suatu
komunitas, tanpa membedakan usia dan fisiknya, ekonomi
dan kondisi sosial lainnya. Namun, perpustakaan umum
memiliki tanggung jawab khusus memenuhi kebutuhan
anak-anak dan orang muda. Jika anak-anak dapat
diinspirasikan oleh ketakjuban terhadap ilmu pengetahuan
dan karya imajinasi pada usia dininya, inspirasi tersebut
kemungkinan besar akan memberi manfaat pada
pengembangan diri anak-anak dalam menjalani kehidupan
mereka, baik memperkaya mereka maupun meningkatkan
kontribusi mereka terhadap masyarakat. Anak-anak juga
dapat mendorong orangtuanya atau orang dewasa untuk
menggunakan perpustakaan umum.
Peran lainnya dari perpustakaan umum adalah
pengembangan kebudayaan. Perpustakaan memiliki tugas
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
45
publik untuk melindungi atau memelihara bukti-bukti
dokumenter peradaban. Tanpa sumber rekaman masa lalu,
ilmu pengetahuan dan pembelajaran modern tidak akan
pernah ada dan riset dalam beberapa disiplin tidak mungkin
dilakukan. Pelajaran sejarah tidak akan dipelajari dan
pengabaian ini akan berlaku dalam setiap bidang usaha
manusia. Perpustakaan memegang peranan penting,
walaupun sering dikecilkan, dalam memberikan sumbangan
pada pengembangan masyarakat kita. Undang-undang
deposit seharusnya melindungi berbagai koleksi seperti
Indonesiana dan provinsiana di daerah-daerah. Koleksi
seperti itu merupakan bukti pentingnya masa lalu seperti
halnya masa sekarang dan bahkan untuk memprediksi masa
yang akan datang.
Sebuah peran penting perpustakaan umum adalah
sebagai sebuah fokus atau pusat untuk pengembangan
kebudayaan dan artistik dalam komunitas, serta membantu
untuk membentuk dan mendukung identitas kebudayaan
komunitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan bekerja sama
dengan organisasi lokal dan regional yang tepat, melalui
penyediaan ruang untuk kegiatan kebudayaan,
mengorganisir program-program kebudayaan dan
memastikan bahwa minat kebudayaan direpresentasikan di
dalam material/bahan perpustakaan. Perpustakaan umum
seharusnya mencerminkan keberagaman budaya yang ada
di dalam komunitas. Perpustakaan umum seharusnya
menyediakan bahan perpustakaan dalam bahasa komunitas
lokal dan mendukung tradisi kebudayaan lokal.
Bab IV. Peran Perpustakaan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
46
Selain itu, perpustakaan umumnya juga memiliki
peran sosial. Perpustakaan umum memiliki sebuah peran
penting sebagai ruang publik dan tempat pertemuan. Peran
tersebut terutama penting di dalam komunitas yang hanya
memiliki sedikit ruang/tempat bagi orang-orang untuk
bertemu. Perpustakaan yang demikian terkadang disebut
“ruang gambaran komunitas”. Penggunaan perpustakaan
untuk penelitian dan pencarian informasi terkait dengan
pendidikan pengguna dan minat kegiatan pada waktu luang,
membawa orang pada kontak/hubungan informal terhadap
anggota komunitas lainnya. Menggunakan perpustakaan
umum dapat menjadi pengalaman sosial yang positif.
Perpustakaan umum menjadi tempat bertemunya para
warga kota dan melalui tempat ini mereka mengetahui
banyak hal tentang kebijakan yang diambil oleh para
pemimpin mereka, dan juga berbagai hal yang
diperjuangkan oleh para wakil mereka di parlemen.
Peran lainnya dari perpustakaan umum yang tidak
kalah pentingnya adalah sebagai agen perubahan. Peran
perpustakaan umum dalam mengembangkan kapasitas
masyarakat untuk pemicu kegiatan ekonomi dikemukakan
oleh Urban Institute (2007), yang menyebutkan bahwa
terjadi pergeseran peran perpustakaan umum dari institusi
pasif menjadi perantara aktif dalam pengembangan ekonomi
lokal. Selanjutnya disebutkan bahwa dengan struktur
terbuka disertai dengan kekuatan baru koleksi digital atau
elektronik dan fungsi pendidikan yang diembannya,
perpustakaan umum memposisikan diri membantu
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
47
masyarakat melakukan transisi dari ekonomi manufaktur
dan jasa ke ekonomi teknologi tinggi dan informasi.
Hal senada juga dikemukakan oleh Japzon and Gong
(2005) bahwa peran perpustakaan umum menjadi penting
tidak hanya karena koleksi yang dimilikinya tetapi juga
karena perpustakaan menjadi tempat untuk memperoleh
informasi dan pengetahuan melalui Internet. Peran ini
semakin bernilai tinggi terutama bagi suatu lingkungan
masyarakat yang secara ekonomi tergolong tidak mampu.
Penghematan urbanisasi (urbanization economies) juga
akan terjadi apabila perpustakaan umum dapat berperan
sebagai penunjang aglomerasi pada berbagai lokasi
(Adisasmita, 2005). Melalui muatan koleksi buku-buku,
jurnal, dan bahan perpustakaan lainnya kapasitas para
pekerja dan profesional dapat ditingkatkan.
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
48
BAB V
PENENTUAN LOKASI FASILITAS DAN PERPUSTAKAAN UMUM
Berdasarkan literatur yang ada diketahui bahwa
salah satu faktor penting untuk meningkatkan peran
perpustakaan adalah dengan mendekatkan pelayanan atau
fasilitas perpustakaan kepada penduduk. Kedekatan ini telah
terbukti berdampak pada peningkatan penggunaan
perpustakaan yang pada akhirnya berdampak pula pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia atau penduduk
sebagai penggunanya. Dengan kata lain, lokasi menjadi
faktor utama penentu tingkat penggunaan perpustakaan
umum, selain faktor lainnya seperti prasarana pendukung
lokasi, karakteristik demografi, daya tarik, dan motivasi
pengguna. Faktor lokasi menjadi semakin penting dalam
perencanaan pembangunan perpustakaan umum, ketika
fasilitas perpustakaan yang tersedia di suatu wilayah
dipandang tidak dapat berfungsi optimal karena alasan
keterjangkauan baik karena jarak maupun waktu tempuh
yang tidak akseptabel bagi sebagian besar penduduk.
Pada bagian berikutnya dielaborasi lebih lanjut
berbagai faktor berkaitan dengan lokasi fasilitas publik dan
perpustakaan umum. Karena obyek penelitian ini adalah
wilayah perkotaan khususnya kota metropolitan, maka
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
49
uraiannya akan lebih difokuskan pada fasilitas publik di
wilayah perkotaan.
Lokasi fasilitas berkaitan dengan pemodelan dan
solusi masalah tentang penempatan berbagai fasilitas
terutama untuk meminimalkan biaya transportasi dan
faktor-faktor lainnya. Masalah lokasi fasilitas menyangkut
keputusan tentang jumlah dan lokasi dari suatu fasilitas
(Seppala, 1997). Lokasi fasilitas tersebut dapat berupa letak
pabrik, gudang, toko eceran, fasilitas pendidikan seperti
sekolah dan perpustakaan, dan sebagainya. Penempatan
fasilitas pada umumnya dilakukan dalam kaitannya dengan
ihwal titik permintaan, titik penawaran, dan/atau dengan
respek terhadap satu sama lain.
Teori lokasi adalah suatu penjelasan teoritis yang
dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi, yang
selalu dikaitkan dengan alokasi geografis sumber daya yang
terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan
berdampak terhadap lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi
maupun sosial (Sirojuzilam, 2006). Teori lokasi secara
formal diperkenalkan pertama kali pada abad ke-19 oleh
Von Thunen, ahli geografi Jerman yang berkonsentrasi
terutama pada lokasi berbagai jenis pertanian yang berbeda.
Kemudian pada awal abad ke-20, Alfred Weber
mengupas masalah lokasi gudang tunggal untuk
meminimalisasi total jarak perjalanan antara gudang dengan
sejumlah pelanggan yang tersebar secara spasial. Setelah itu,
teori lokasi mengikuti dua jalur. Para ahli ekonomi
mengikuti Von Thunen dan berkonsentrasi pada penjelasan
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
50
perilaku spasial aktivitas ekonomi, seperti perumahan atau
arus barang hingga perihal konsumsi. Di jalur lainnya, para
peneliti di bidang riset operasi mengikuti Weber. Menurut
Seppala (1997), kedua jalur tersebut dapat dipandang
sebagai pendekatan deskriptif dan normatif. Model
deskriptif menjelaskan mengapa suatu jenis perilaku spasial
tertentu berlangsung, dan model normatif memberikan
panduan kepada para pengambil keputusan untuk
keputusan lokasi. Perbedaan ini sebenarnya tidak
seluruhnya eksklusif karena ada beberapa model yang
digunakan dalam kedua aspek tersebut.
Lokasi fasilitas juga dapat dikelompokkan kepada
lokasi sektor swasta dan lokasi sektor publik.
Pengelompokan ini didasarkan pada tujuan, di mana tujuan
lokasi sektor swasta adalah untuk efisiensi dan keuntungan
dalam berbagai bentuk, sedangkan lokasi sektor publik
tujuannya adalah untuk keadilan dan efisiensi. Keadilan
dalam hal ini terkait dengan siapa yang diuntungkan dari
suatu pelayanan yang disediakan, yang pada umumnya
diselenggarakan oleh pemerintah. Lokasi perpustakaan
umum dapat dikelompokkan ke dalam lokasi sektor publik.
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang lokasi sektor
publik dan lokasi perpustakaan umum, lebih dahulu akan
diuraikan tentang teori atau model lokasi fasilitas secara
umum.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
51
Model Lokasi Fasilitas
Para praktisi dan peneliti dalam bidang riset operasi
telah banyak mengembangkan berbagai model
pemrograman linier seperti simpleks, formulasi model
integer dalam menentukan lokasi fasilitas. Beberapa
perbedaan fungsi tujuan telah diformulasikan untuk
membuat model yang bisa mengakomodasi kondisi lokasi.
Daskin dan Owen (1998) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa masalah dalam permodelan lokasi fasilitas, yaitu:
(1) lokasi statis dan deterministik, (2) lokasi dinamis, dan
(3) lokasi stokastik. Current, Min, dan Schilling (1990),
selanjutnya membagi lokasi statis dan deterministik ke
dalam empat pembahasan dalam fungsi yang berbeda, yaitu:
(1) median problem, (2) covering problem, (3) center
problem, dan (4) travel distance.
Church and Revelle (1976) menyatakan salah satu
faktor penting dalam mengukur keefektifan sebuah lokasi
fasilitas ditentukan oleh jarak rata-rata antara lokasi
pengguna terhadap lokasi fasilitas. Jika rata-rata jarak
perjalanan pengguna ke lokasi suatu fasilitas meningkat
maka aksesibilitas terhadap fasilitas tersebut akan menurun
sehingga efektifitas pemakaian fasilitas akan menurun.
Fenomena hubungan tersebut terjadi pada fasilitas seperti
perpustakaan, sekolah, pusat layanan kedaruratan yang
mana letaknya diinginkan dekat dengan pengguna.
Cara yang kurang lebih sama dalam mengukur
keefektifan, ketika permintaan (terhadap) suatu layanan
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
52
fasilitas tidak sensitif terhadap tingkat dari layanan adalah
mengukur jarak antara titik pengguna dengan fasilitas untuk
tiap pengguna dan menghitung total jumlah jarak perjalanan
antara pengguna dan fasilitas. P-median menggunakan
ukuran keefektifan ini, dan dijelaskan sebagai: cari lokasi
dari sejumlah “p” fasilitas sedemikian rupa sehingga total
jarak perjalanan antara pengguna dan fasilitas menjadi
minimal. Tujuan (1) adalah untuk meminimalkan total jarak
antara pengguna dan fasilitas. Batasan (2) menetapkan
bahwa sejumlah p fasilitas harus diletakkan. Batasan (3)
menetapkan bahwa tiap permintaan pengguna harus
terlayani oleh fasilitas, sedangkan batasan (4) keterlayanan
hanya pada lokasi yang fasilitasnya telah ditentukan.
Batasan (5) dan (6) adalah ketentuan untuk variabel.
Untuk beberapa kasus tertentu P-median tidak cocok
digunakan misalnya penempatan fasilitas kedaruratan
seperi stasiun pemadam kebakaran dan ambulans. P-median
tidak cocok digunakan karena hanya mengukur jarak rata-
rata. Sementara, untuk kasus kedaruratan yang ingin
ditentukan adalah jarak/waktu maksimal yang bisa
ditempuh. Untuk menentukan lokasi fasilitas yang seperti
itu, kata kuncinya adalah “keterjangkauan”. Permintaan
disebut akan tercakup jika suatu fasilitas tersebut dapat
menjangkau penggunanya dalam sejumlah waktu tertentu.
Masalah keterjangkauan terbagi dalam dua bagian
utama, yang satu membahas tentang wilayah mana yang
butuh untuk dijangkau dan lainnya tentang
pengoptimalannya. Dua masalah keterjangkauan ini
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
53
dibedakan menjadi location set covering problem dan
maximal covering problem. Tujuan set covering problem
adalah untuk meminimalkan biaya lokasi fasilitas. Semua
model dalam covering problem secara implisit menyatakan
bahwa jika permintaan dipenuhi oleh fasilitas maka fasilitas
akan tesedia untuk melayani permintaan.
Selain covering problem dan P-median problem
bentuk lainnya adalah center problem atau yang dikenal
dengan minimax location problem. Minimax location problem
adalah bentuk klasik kombinasi dari optimasi dalam riset
operasi dan lokasi fasilitas. Center problem berguna untuk
meminimalkan jarak maksimal antara permintaan dan
fasilitas yang terdekat dengan permintaan tersebut.
Pendekatan ini berguna jika untuk mendekatkan jarak
antara pelanggan yang letaknya terjauh dengan fasilitas yang
terdekat.
Berkaitan dengan lokasi dinamis, Daskin dan Owen
(1998) dalam tulisannya berjudul “Strategic facility location:
A review” dalam European Journal of Operational Research,
membagi lokasi dinamis ke dalam dua ketagori yaitu (1)
model lokasi fasilitas tunggal dinamis, dan (2) model lokasi
multi-fasilitas dinamis. Model lokasi fasilitas tunggal dinamis
pertama kali diperkenalkan oleh Ballou tahun 1968 dalam
artikelnya yang berjudul “Dynamic Warehouse Location
Analysis”. Dalam artikel ini Ballou menjelaskan bagaimana
meletakkan satu gudang untuk memaksimalkan keuntungan
melalui perencanaan tertentu. Ballou meggunakan solusi
dynamic optimal deterministik. Pendekataan Ballou
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
54
dioptimalkan oleh Sweeney and Thatam (1976), yang mana
metode mereka menemukan rank order (Rt) solusi terbaik
setiap periode t melalui prosedur iteracy pada pemrograman
integer dengan dekomposisi benders. Tetapi Ballou serta
Sweeney dan Thatam tidak mempertimbangkan biaya
sebagai variabel kendala. Welowsky (1976) menyarankan
dalam membuat dan memutuskan relokasi fasilitas harus
memasukkan faktor biaya sebagai variabel constraint,
apalagi dalam sebuah wilayah yang berkembang di mana
terjadi peningkatan jumlah penduduk, lokasi fasilitas yang
ada harus memiliki biaya yang minimal (Drezner dan
Welowsky, 1991).
Model lokasi multi-fasilitas dinamis disebutkan oleh
Scott (1991) sebagai perluasan dari bentuk model lokasi
fasilitas tunggal dinamis. Pada lokasi fasilitas tunggal,
kegiatan harus tetap berjalan sehingga jika terjadi realokasi
akan menyulitkan karena fasilitas harus tetap beroperasi.
Welowsky dan Truscott (1976) menganalisis lebih jauh
bahwa model lokasi fasilitas tunggal dinamis dapat
memprediksi perubahan permintaan di masa yang akan
datang melalui model pemrograman integer dengan kendala
yang terbatas pada perubahan lokasi di setiap periode.
Dengan demikian, masalah dinamic location allocation
termasuk kemungkinan kapabilitas fasilitas dan biaya
pengiriman dapat diatasi. Solusi optimal pada masalah
alokasi lokasi transportasi akan dibuktikan pada lokasi
fasilitas, alokasi sumber permintaan, dan kuantitas
pengiriman antara fasilitas dan permintaan (Tapiero, 1971).
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
55
Selain lokasi statis deterministik dan lokasi dinamis,
dikenal lokasi stokastik. Lokasi stokastik terbagi dalam dua
bagian yakni probabilistic approach dan scenario planning
approach. Probabilistic approach adalah lokasi fasilitas
dengan mempertimbangkan distribusi kemungkinan dengan
model kuantitas acak. Model probabilitas terbagi dua yakni
formulasi standar yang dikembangkan oleh Manne (1961)
dan model antrian yang diperkenalkan oleh Larson (1974),
sedangkan scenario planning adalah model yang
dikembangkan yang mana pengambilan keputusan diambil
berdasarkan ketidakpastian masa depan. Untuk itu perlu
dibuat sebuah perencanaan masa depan dalam bentuk
scenario planning melalui analisis kecenderungan
(Mobasheri dan Sioshansi, 1989).
Lokasi Fasilitas Publik
Ada beberapa pendekatan penelitian dalam
penyediaan jasa perkotaan, antara lain melibatkan teori
lokasi fasilitas publik dan model optimisasi lokasi fasilitas
publik perkotaan. Isu yang mendasar dalam lokasi fasilitas
publik adalah sifat alami dan penyebab hubungan antara
lokasi dan konsekuensi distributifnya (Dear, 1974). Sebuah
keputusan untuk menempatkan fasilitas umum apa pun
sebenarnya adalah satu keputusan untuk mendistribusikan
manfaat dan biaya tertentu di antara kelompok berbeda dari
masyarakat. Manfaat dan kerugian tersebut sering terkait
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
56
dengan kedekatan jarak, yang membuat manfaat dan
kerugian menjadi fungsi jarak titik permintaan terhadap
fasilitas (Harvey, 1973).
Ahli geografi telah meneliti masalah lokasi
mempergunakan alat normatif berdasarkan pada efisiensi
yang diperoleh dari teori lokasi klasik, yaitu pareto optimal
(Harvey, 1973). Konteks perbedaan model lokasi fasilitas
publik adalah bahwa persyaratan model tersebut dinilai oleh
kriteria yang berbeda dari padanannya pada sektor swasta
(Dear, 1974). Ciri dari masalah lokasi fasilitas publik
dijumpai pada kebutuhan akan keadilan, yang sama
pentingnya seperti halnya efisiensi pada dampak pemilihan
lokasi, rendahnya kompetisi dalam penyediaan pelayanan
dan kebutuhan untuk akuntabilitas publik; dan keterlibatan
publik pada pengambilan keputusan. Masalah sektor swasta
berkonsentrasi pada struktur dan lokasi dari unit individu,
sementara teori sektor publik berkonsentrasi pada
kesepakatan umumnya dengan beberapa sistem lokasi pada
satu kerangka dinamis (Dear, 1974).
Selanjutnya, Dear (1974) mengidentifikasi beberapa
karakteristik umum terkait dengan masalah lokasi fasilitas
adalah: pertama, pentingnya perhatian pada public goods
atau pada prinsip “kesejahteraan” dari satu redistribusi
sumber daya kepada masyarakat. Karakteristik kedua,
adalah sifat alami hirarkis dari sistem fasilitas publik.
Hirarki ini mungkin terwujud dalam kaitan dengan
bangunan (satu perpustakaan induk/pusat besar dan
beberapa perpustakaan cabang lebih kecil) atau dalam
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
57
kaitannya dengan organisasi. Keputusan penentuan lokasi
memiliki masukan yang bervariasi (kelompok-kelompok
yang berbeda saling berinteraksi dengan tujuan dan
motivasi yang berbeda) yang mana konflik merupakan
bagiannya.
Model lokasi sektor swasta pada umumnya
ditetapkan untuk memperkecil besar ongkos angkutan dan
fasilitas (Dear, 1974), yang mana efisiensi dan keuntungan
dalam berbagai bentuk merupakan tujuannya. Efisiensi
dalam hal ini adalah sejumlah nilai untuk memperkecil
agregat biaya pergerakan pada satu sistem ruang tertentu
(Harvey, 1973). Sementara pada sektor publik, prinsip
keadilan dan efisiensi sebagai tujuan dari sistem fasilitas
umum sering menimbulkan konflik (Truelove, 1993).
Efisiensi di sini berkaitan dengan kuantitas agregat dari
pelayanan yang disediakan, sedangkan keadilan terkait
dengan siapa yang diuntungkan dari suatu pelayanan yang
disediakan. Dengan kata lain, efisiensi berkenaan dengan
distribusi layanan kepada masyarakat dan keadilan
berkenaan dengan distribusi dari akibat layanan tersebut
(Truelove, 1993).
Beberapa ketidak-merataan dalam akses tidak bisa
diabaikan seperti sebagian orang selalu lebih dekat dengan
titik layanan dibandingkan orang lain (Hodgart, 1978).
Untuk memperkecil ketidak-merataan ini, satu lokasi yang
memperkecil perjalanan terpanjang dari konsumen mungkin
bisa menjadi pertimbangan. Dengan demikian lokasi optimal
dari sebuah penambahan fasilitas dari sisi perspektif
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
58
efisiensi mungkin berbeda dari lokasi optimal dari sebuah
tambahan fasilitas dari sudut pandang keadilan. Dari sisi
tujuan efisiensi, satu tambahan fasilitas pada suatu wilayah
populasi dengan kepadatan yang tinggi, lokasi yang
memperkecil rata-rata biaya bepergian merupakan lokasi
optimal. Sementara dari sisi tujuan keadilan, satu fasilitas
tambahan mungkin ditempatkan pada satu wilayah
kepadatan populasi yang rendah dan jauh sehingga ketika
untuk memperkecil jarak maksimum tersebut orang-orang
harus melakukan perjalanan.
Salah satu cara untuk menggabungkan elemen
keadilan ke dalam solusi dalam model optimasi adalah
dengan penggunaan covering model (Hodgart, 1978).
Toregas dan ReVelle (1972) telah memelopori aplikasi dari
covering model dalam permasalahan lokasi fasilitas. Untuk
layanan tertentu, terutama pemadam kebakaran dan
layanan medis, kualitas layanan tersebut nilainya
proporsional dengan jarak titik layanan/fasilitas terhadap
titik pengguna. Semakin jauh jaraknya maka semakin
menurun kualitas layanan tersebut. Standar yang diinginkan
dari layanan tersebut didefinisikan sebagai waktu maksimal
atau jarak tertentu S terhadap fasilitas ditempatkan untuk
memastikan bahwa keseluruhan populasi pada jarak S dari
tempat fasilitas.
Referensi dari keadilan (equity), kewajaran (fairness)
dan keadilan (justice) adalah satu tema pada literatur
geografi (Harvey, 1973). Hay (1995) mengidentifikasi
delapan konsep kunci dari equity, kewajaran dan keadilan.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
59
Lucy (1981) mengungkapkan lima konsep equity yang dapat
berlaku dalam proses perencanaan. Konsep operasionalisasi
geografis dari equity, kewajaran, dan keadilan terdiri dari
tiga bentuk yaitu, kesetaraan spasial, keadilan wilayah, dan
standar minimal. Meskipun demikian, pada prakteknya
sering dikombinasikan lebih dari satu konsep di atas.
Contohnya, kesetaraan spasial terkait dengan alokasi dari
suatu sumberdaya atau suatu hasil. Keadilan wilayah
merujuk kepada distribusi yang sesuai di antara wilayah,
untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhan dari
populasi di wilayah itu, atau jumlah perpustakaan yang
disediakan sebanding dengan yang diperlukan. Pendekatan
geografis ketiga adalah standar minimal. Hal ini mencakup
spesifikasi minimal tertentu yang harus diwujudkan jika
tidak ingin disebut tidak adil.
Aplikasi dari konsep equity di dalam ketentuan suatu
pelayanan di dalam ilmu geografi sering menemui masalah.
Salah satu masalah fundamental adalah perhatian pada
akses ke ruang seberang (Hay, 1995). Masalah kedua, adalah
“masalah batas”, misalnya ukuran dan bentuk yang berubah-
ubah dari unit geografis akan sering membuat perbedaan
dari yang telah ditetapkan. Masalah ketiga, adalah timbulnya
di luar masalah korelasi ekologis. Dengan kata lain
kesesuaian antara distribusi klien populasi dan ketentuan
pelayanan dari suatu pelayanan tidak menjamin bahwa
pelayanan tersebut telah sesuai atau tersedia mencukupi
kebutuhan (Hay, 1995).
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
60
Dalam pendekatan klasik lokasi fasilitas publik,
diasumsikan bahwa permintaan terhadap layanan yang
ditawarkan oleh fasilitas telah tersedia. Tujuannya adalah
untuk menempatkan fasilitas dalam memenuhi permintaan
yang ada (Daskin, 1995; Current dan Schilling, 1990; ReVelle
dan Eiselt, 2005). Keputusan dalam menempatkan lokasi
didasarkan pada distribusi spasial populasi, bukan
didasarkan pada jumlah populasi.
Keputusan penentuan lokasi fasilitas berdasarkan
karakter demografi boleh diabaikan ketika keputusan yang
dibuat untuk satu fasilitas pada saat tersebut tidak memiliki
dampak yang besar. Keputusan lokasi fasilitas biasanya
terdiri dari penilaian fasilitas ke pusat populasi menurut
peringkat dalam sistem perkotaan, misalnya peringkat satu
dekat dengan sekolah dasar, peringkat dua dekat dengan
rumah sakit, peringkat tiga dekat dengan universitas, dan
sebagainya (Antunes dan Bigotte, 2003).
Apakah perbedaan antara lokasi fasilitas publik dan
lokasi sektor swasta. Marianov dan Serra (2004)
menyebutkan jawabannya terletak pada sifat dasar dari
sasaran atau sasaran-sasaran yang menjadi pertimbangan
pengambil keputusan. Selanjutnya disebutkan bahwa
aplikasi sektor publik dan swasta adalah berbeda karena
kriteria optimasi yang digunakan pada kedua kasus tersebut.
Memaksimalkan keuntungan dan perebutan bagian dari
pasar yang lebih luas oleh kompetitor merupakan kriteria
utama dalam aplikasi sektor swasta. Sebaliknya,
minimalisasi biaya sosial, universalitas pelayanan, efisiensi
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
61
dan keadilan merupakan sasaran pada sektor publik.
Berhubung karena kedua sasaran tersebut sulit untuk
diukur, sasaran tersebut biasanya diwakilkan dengan
minimalisasi biaya lokasional dan operasional yang
diperlukan bagi keseluruhan pelayanan tersebut, atau
mencari cakupan maksimal yang dapat diberikan oleh
sejumlah tertentu sumber daya yang tersedia.
Hal senada juga dikemukakan oleh Wibowo dan
Soetriono (2004), bahwa sasaran keputusan lokasi industri
adalah memaksimalkan kepuasan pelanggan, meminimalkan
biaya pelayanan, dan memaksimalkan keuntungan bagi
pemilik swasta, sedangkan sasaran dari keputusan lokasi
sektor publik adalah berupaya untuk memaksimalkan
kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya pelayanan,
merespon berbagai kategori pemangku kepentingan yang
berbeda (masyarakat). Manfaat dari biaya yang dikeluarkan
dalam sektor publik jarang sekali dihitung dalam bentuk
uang. Untuk perpustakaan umum, keuntungan biasanya
diterjemahkan ke dalam bentuk jumlah atau tingkat
penggunaan pelayanan (jasa) yang diberikan.
Tidak ada sebuah teori tunggal yang bisa
menetapkan di mana lokasi suatu kegiatan produksi
(industri) itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi
suatu industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan
gabungan dari berbagai pengetahuan dan disiplin. Berbagai
faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi,
antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan
keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
62
aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran
yang dituju, stabilitas politik suatu negara dan kebijakan
daerah.
Model lokasi-alokasi adalah mencari lokasi fasilitas
dan/atau pelayanan (seperti sekolah, rumah sakit, dan
gudang) untuk mengoptimasi satu atau beberapa sasaran
yang biasanya berkaitan dengan efisiensi sistem atau
pengalokasian sumber daya. Marianov dan Serra (2004)
meneliti tentang lokasi fasilitas atau pelayanan dalam ruang
atau jaringan dengan karakteristik yang berbeda, yang
berkaitan dengan sektor publik seperti pelayanan gawat
darurat (ambulans, pemadam kebakaran, dan unit polisi).
Lebih lanjut Marianov dan Serra (2004) menyebutkan
bahwa dalam model lokasi sektor publik tidak ada satu pun
sasaran yang dikesampingkan, dan berbagai respons
mungkin diberikan terhadap pertanyaan sederhana tentang
konfigurasi lokasional “terbaik” sejumlah pelayanan. Sebagai
contoh, ketika menempatkan ambulans pada suatu lokasi
dengan dasar pertimbangan agar dapat meminimalkan
waktu respons rata-rata yang menguntungkan dari sistem
tersebut, atau untuk melindungi penduduk dari resiko dalam
suatu waktu dan jarak yang ditetapkan.
Kedekatan atau proximity (jarak dan waktu tempuh)
merupakan satu aspek fundamental analisis lokasi. Banyak
model yang mencari untuk meminimalkan jarak dan waktu
tempuh antara pelanggan dan fasilitas di mana suatu
pelayanan dapat diperoleh. Sebagai tandingan terhadap
model tersebut adalah model cakupan (covering models)
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
63
yang didasarkan pada konsep kedekatan yang dapat
diterima (acceptable proximity). Dalam model ini nilai
maksimum ditetapkan (preset) baik untuk jarak maupun
waktu tempuh. Apabila suatu pelayanan yang disediakan
oleh suatu fasilitas berlokasi dalam batas maksimal tersebut,
maka pelayanan tersebut dianggap memadai atau dapat
diterima, dan pelanggan tercakup. Model cakupan dapat
diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria (Marianov
dan Serra, 2004). Pertama adalah kriteria jenis sasaran, yang
memungkinkan untuk membedakan dua jenis formulasi:
meminimalkan jumlah fasilitas yang dibutuhkan untuk
mencakup secara penuh populasi (set covering models).
Kedua adalah memaksimalkan populasi yang tercakup,
dengan jumlah terbatas fasilitas atau penghidang atau
servers (maximum covering models).
Selain itu, model cakupan dapat juga diklasifikasikan
dalam formulasi untuk sistem dengan penghidang tetap
(fixed servers) dan sistem dengan penghidang bergerak
(mobile servers). Contoh untuk bentuk yang pertama adalah
sekolah, rumah sakit, dan sistem lain di mana pelanggan
bepergian ke fasilitas tersebut untuk mendapatkan
pelayanan. Contoh untuk yang kedua adalah pelayanan
gawat darurat di mana penghidang ditempatkan di suatu pos
atau depo, dan ketika panggilan diterima, mereka akan
menuju lokasi pemanggil dan kemudian kembali ke pos.
Untuk kasus perpustakaan umum, adakalanya menggunakan
kedua pendekatan tersebut. Selain adanya sejumlah
perpustakaan dengan lokasi tetap, juga tersedia
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
64
perpustakaan keliling (mobile library) yang mendatangi
tempat-tempat tertentu sesuai jadwal yang ditentukan.
Sektor swasta sering berfokus pada struktur dan
lokasi unit secara individual, atau sejumlah unit seperti
chain store atau franchise, sedangkan sektor publik
berurusan dengan suatu kerangka hirarkis dinamis. Untuk
perpustakaan umum, hal ini direpresentasikan oleh suatu
perpustakaan pusat atau induk dengan sejumlah sub unit
yang lebih dikenal dengan cabang. Sektor swasta
membangun model lokasi berdasarkan pengetahuan tentang
lokasi bisnis yang kompetitif. Sektor publik lebih sering
mendasarkannya pada kompetisi penyampaian pelayanan
dan oleh karenanya secara historis tidak berusaha untuk
mengidentifikasi lokasi dengan pelayanan serupa. Untuk
perpustakaan umum, pelayanan kompetitifnya termasuk
toko buku, kios surat kabar dan majalah, klub buku, dan
mungkin juga pelayanan teater atau sarana rekreasi.
Sektor swasta sering tidak berusaha untuk
mendapatkan lokasi tempat yang optimal. Keputusan lokasi
sektor publik sering tidak optimal karena keterbatasan biaya
untuk mendapatkan lokasi utama yang lebih baik atau
terjamin. Keterbatasan biaya menyebabkan keharusan
untuk menggunakan lahan milik pemerintah atau lahan
bantuan dari pihak lain. Dalam keputusan lokasi sektor
publik terdapat kebutuhan terhadap rasa keadilan pada hasil
lokasi. Keadilan dalam konteks ini berarti pelayanan yang
terdistribusi secara adil, yang didukung oleh dana yang
bersumber dari pajak, yang memberikan peluang yang sama
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
65
yang harus disediakan bagi semua warganegara. Oleh sebab
itu, sektor publik bertanggung-jawab kepada publik yang
berkaitan dengan masalah diskriminasi atau kesenjangan
dalam pelayanan atau manfaat yang ditimbulkannya.
Sebaliknya, toko eceran memilih tempat didasarkan pada
memaksimalkan kepuasan pelanggan, meminimalkan biaya
pelayanan, dan karena itu memaksimalkan keuntungan bagi
pemilik swasta tanpa suatu kebutuhan untuk
mempertimbangkan rasa keadilan tersebut.
Memilih lokasi untuk menyediakan suatu pelayanan
dengan sejumlah keterbatasan yang ada adalah suatu
kegiatan logistik yang penting dalam berbagai konteks.
Keputusan tentang lokasi fasilitas merupakan elemen
penting dalam perencanaan strategis baik pada institusi
swasta maupun publik (Daskin dan Owen, 1998). Dunia
usaha memilih lokasi untuk fasilitas toko penjualan,
pemerintah memilih lokasi untuk fasilitas publik termasuk
lokasi perpustakaan umum.
Lokasi Fasilitas Perpustakaan
Dapat dikemukakan bahwa lokasi fasilitas untuk
kinerja fungsi sosial dan ekonomi, seperti perpustakaan
umum atau toko eceran, adalah keputusan paling penting
yang harus dibuat oleh para perencana dan manajer.
Kesalahan dalam pemilihan lokasi fasilitas menyebabkan
berkurangnya potensi maksimal, efektivitas, dan keadilan
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
66
pelayanan. Untuk perpustakaan umum, lokasi yang tidak
optimal dapat berarti penurunan akses dan penurunan
penggunaan. Untuk toko eceran, lokasi yang tidak tepat
dapat berarti kehilangan potensi lalu lintas toko, kehilangan
pendapatan bahkan akhirnya kegagalan bisnis. Beberapa
pembuat teori (teoris) lokasi, perencana, dan manajer,
memandang bahwa karakteristik dan lokasi fasilitas umum
seperti perpustakaan umum, museum, sekolah, taman
merupakan refleksi sederhana keputusan sektor swasta
tentang lokasi bisnis dan perumahan. Padahal, terdapat
perbedaan sifat dalam tujuan lokasi sektor publik dan
swasta yang harus diperhatikan (Revelle, 1970).
Tidak banyak yang diketahui tentang penentuan
lokasi perpustakaan umum di Indonesia. Dalam literatur
Barat, penulis yang paling dikenal namanya dan paling
banyak dikutip tulisannya adalah Joseph Wheeler. Sejak
tahun 1920, Wheeler gigih menggagas ide penentuan lokasi
gedung perpustakaan umum yang optimal di lokasi eceran
terbaik. Namun Wheeler mengembangkan pandangannya
menggunakan penilaian/perkiraaan subyektif para
pustakawan, bukan dengan penelitian empiris. Karena
alasan tersebut, kriteria Wheeler semestinya dievaluasi dan
dibandingkan dengan literatur deskriptif lainnya tentang
lokasi perpustakaan (Koontz, 1997).
Sebagian besar literatur tentang lokasi perpustakaan
dapat dikategorikan sebagai esai, bukan hasil penelitian yang
menyajikan informasi yang bersifat analitis. Artikel tersebut
pada umumnya membicarakan tentang pembangunan gedung
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
67
baru tunggal, penambahan, dan upaya penataan-ulang yang
sudah ada. Sejumlah literatur adalah bersifat deskriptif yang
pada umumnya ditulis oleh para pustakawan yang terlibat
dalam proses pemilihan lokasi, termasuk teknik checklist
atau deskripsi (Koontz, 1997).
Dari berbagai literatur diketahui bahwa banyak
penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pemilihan lokasi
terutama lokasi industri atau usaha. Sejumlah literatur
membicarakan tentang lokasi fasilitas publik, dan beberapa
diantaranya membicarakan kemungkinan penggunaan
pendekatan lokasi untuk pengembangan perpustakaan
umum. Koontz (1994) menyebutkan bahwa karakteristik
dan lokasi fasilitas publik seperti perpustakaan umum,
museum, sekolah, dan taman merupakan refleksi keputusan
sektor swasta tentang lokasi pemukiman dan usaha. Koontz
menawarkan penggunaan teori lokasi eceran untuk
memecahkan dilema lokasi perpustakaan umum.
Selanjutnya Koontz (2002) menyebutkan bahwa
perpustakaan dan toko eceran bersama-sama memiliki
karakteristik yang unik yang mengindikasikan kemungkinan
solusi yang didasarkan pada teori lokasi eceran. Pertama,
perpustakaan umum biasanya merupakan bagian dari suatu
sistem yang mana tahap akhir dari distribusi adalah
berlainan, misalnya cabang (seperti cabang-cabang bank).
Kedua, terdapat pola lokasional yang berpengaruh terhadap
penjualan dan penggunaan perpustakaan yaitu: jarak di
antara outlet, hambatan topografis, dan karakteristik
populasi. Ketiga, orang harus bepergian ke toko eceran dan
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
68
perpustakaan. Ini adalah faktor penting, masyarakat
memilih bepergian untuk mendapatkan barang, di mana
lokasi berpengaruh terhadap pelanggan.
Pada kasus masalah lokasi fasilitas perpustakaan,
masih diperdebatkan bahwa membuat analogi dari
perpustakaan dengan toko eceran cukup beralasan sebab
konsumen mendatangi perpustakaan atau toko eceran untuk
memperoleh buku atau barang jualan yang berguna bagi
mereka. Karakteristik demografis yang mempengaruhi
perilaku konsumen seperti umur, jenis kelamin, pendapatan,
pendidikan, jabatan, gaya hidup juga mempengaruhi pola
penggunaan perpustakaan (Koontz, 1997).
Kedatangan ke perpustakaan juga menunjukkan pola
perjalanan multi tujuan. Penelitian telah menunjukkan
hubungan kegiatan berbelanja dengan perpustakaan yang
memperkuat alasan untuk menempatkan perpustakaan di
pusat perbelanjaan (Koontz, 1997). Banyak masalah lokasi
fasilitas perpustakaan telah diselesaikan oleh teori lokasi
eceran. Perpustakaan umum adalah bagian dari satu sistem
fasilitas yang mana tahap akhir dari distribusi adalah
terpisah (buku berbeda dengan air pada saluran air minum
maupun drainase) (Koontz, 1997). Sebagai tambahan, pola
lokasional dari satu sistem perpustakaan mempengaruhi
secara signifikan penggunaan perpustakaan (Koontz, 1997;
Coughlin, 1972).
Perpustakaan umum dengan lingkungan eceran tidak
dapat dipersamakan terlalu jauh. Terdapat beberapa
perbedaan nyata dan substantif antara retail dan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
69
perpustakaan. Eceran dicirikan oleh kepemilikan swasta,
motivasi keuntungan, dan berada pada lingkungan
kompetitif yang sangat tinggi. Sementara perpustakaan
umum adalah merupakan kepemilikan publik, tidak untuk
mendapatkan keuntungan (nirlaba), dan dengan kompetisi
yang rendah. Namun demikian, penelitian telah
menunjukkan bahwa jarak antar perpustakaan adalah
penting dalam penentuan lokasi perpustakaan sehubungan
dengan pengaruhnya terhadap penggunaan perpustakaan
(Getz, 1978).
Wheeler, pada awal 1924, menawarkan penentuan
letak perpustakaan pusat di pusat kota yang ramai dan
banyak persimpangan jalan. Wheeler menawarkan letak
tersebut seperti halnya para pemilik toko eceran yang
cenderung mencari letak pertokoannya di wilayah yang
padat/ramai lalu lintas sehingga banyak orang yang
berbelanja. Dalam konteks perpustakaan umum, tingginya
arus lalu lintas tersebut menggambarkan tingginya
penggunaan perpustakaan.
Pada tahun 1933, untuk pertama kali, American
Library Association (1956) mengeluarkan standar
kuantitatif berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum.
Dalam dokumen yang dikeluarkan ALA diketahui bahwa
kepadatan penduduk pada suatu area seharusnya
mempengaruhi jumlah cabang perpustakaan umum. Joeckel
dan Carnovsky pada tahun 1940 menawarkan beberapa
prinsip mengenai lokasi perpustakaan sebagai berikut
(Koontz, 1997):
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
70
(1) Lama waktu seseorang tinggal di suatu area akan
mempengaruhi pengetahuan dan perhatiannya pada
suatu badan pemerintah;
(2) Jumlah dan lokasi cabang perpustakaan, tipe dan
ukuran gedungnya, layanan dan koleksi bukunya
harus dipelajari secara serius jika ingin dana publik
dipergunakan dengan sebaik-baiknya;
(3) Lingkungan pengaruh suatu perpustakaan umum
sering dibatasi oleh penghalang seperti
persimpangan rel kereta api, taman, kompleks
industri, sehingga penduduk yang tinggal hanya
berjarak satu mil dari perpustakaan kurang
termotivasi untuk melintasi berbagai penghalang
tersebut;
(4) Cabang perpustakaan yang ditempatkan di toko
pengecer, ruang serbaguna, dan lokasi gedung
lainnya harus diubah. Perpustakaan harus
ditempatkan di gedung sendiri agar penggunannya
semakin tinggi; dan
(5) Meskipun telah disediakan fasilitas yang cukup
memuaskan di perpustakaan, penggunaan
perpustakaan bisa jadi akan menurun secara
dramatis jika wilayah yang dilayani tingkat
pendidikan penduduknya rendah, jumlah penduduk
dan anak-anaknya sedikit.
Laporan penelitian Wheeler (1958) tentang
perpustakaan umum di Amerika Serikat, menyatakan bahwa
lokasi perpustakaan umum, baik perpustakaan pusat
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
71
maupun cabang harus secara strategis berlokasi di pusat
perdagangan atau tempat orang berkumpul/terkonsentrasi,
yang disebutkannya sebagai “pusat gravitasi” dari pusat
perdagangan (pusat kota) dan trotoar perkantoran. Lokasi
seperti itu biasanya tidak berhubungan langsung dengan
sebaran penduduk atau permukiman, namun dipengaruhi
oleh fasilitas dan kebiasaan/pola perjalanan. Namun
menurut Koontz (1997), pandangan Wheeler tersebut tidak
mempertimbangkan pertumbuhan di wilayah pinggiran
kota, konsep nilai lahan, segmentasi pasar, tingkah laku
konsumen, area perdagangan, dan lain-lain.
Pada tahun 1962, Wheeler dan Herbert Goldhor
merekomendasikan kriteria dalam penentuan letak lokasi
cabang perpustakaan umum. Berdasarkan rekomendasi
mereka, setiap cabang perpustakaan menawarkan sirkulasi
minimum setiap tahun sebesar 75.000 buku, yang sedikitnya
setengah dari jumlah tersebut adalah buku untuk orang
dewasa. Tiap cabang melayani 30.000 atau lebih penduduk.
Letak cabang perpustakaan haruslah di persimpangan
utama toko pengecer dan berjarak tiga atau empat mil dari
perpustakaan lainnya (Koontz, 1997).
Pada tahun 1963, dalam penelitiannya, Leonard
Grundt (Koontz, 1997) menentukan bahwa untuk
melakukan perjalanan ke perpustakaan umum cabang,
warga menghabiskan maksimum waktu perjalanan adalah
20 menit menggunakan angkutan umum, dan maksimum 20
menit perjalanan kaki bagi anak-anak. Perpustakaan juga
ternyata berada pada posisi 2 mil dari tempat orang dewasa,
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
72
namun anak-anak yang berkunjung ke perpustakaan
tersebut maksimal bertempat tinggal pada jarak 1,5 mil dari
perpustakaan.
Pada tahun 1965, Frank Wetzel, dalam tesis
magisternya, menganjurkan para pustakawan untuk
mempertimbangkan penggunaan metode dan kriteria letak
toko eceran dalam penentuan lokasi perpustakaan di kota
besar metropolitan. Wetzel menekankan bahwa langkah
pertama dalam analisis letak perpustakaan seharusnya
adalah survei ekonomi terhadap letak perpustakaan yang
diusulkan, termasuk juga populasi potensial dan area
perdagangannya (Koontz, 1997).
Pengaruh jarak antara pengguna dengan fasilitas
perpustakaan memiliki konsekuensi terhadap penggunaan
perpustakaan di suatu wilayah. Jarak yang dimaksud adalah
jarak perpustakaan dengan pengguna maupun perpustakaan
lainnnya. Beberapa hasil studi pada tahun 1970-an
menunjukkan bahwa 57,4 persen pengguna perpustakaan
umum bertempat tinggal di wilayah yang jauhnya 2 mil dari
perpustakaan, 27,2 persen bertempat tinggal antara 2
hingga 4 mil dari perpustakaan, dan 5,1 persen berjarak 5
mil dari perpustakaan (Palmer, 1981).
Pada tahun 1970, Thomas Shaughnessy melakukan
survei para pengguna perpustakaan umum pusat di New
York, Pennsylvania, dan New Jersey untuk mengetahui
pengaruh waktu perjalanan dan jarak terhadap penggunaan
perpustakaan. Dalam tinjauan literaturnya, Shaughnessy
membuat ringkasan penelitian terdahulu dan melaporkan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
73
bahwa kira-kira 50 persen pengguna yang disurvei
bertempat tinggal 2 mil jaraknya dari perpustakaan pusat,
75 persen dalam jarak 5 mil, dan 92 persen berjarak 10 mil.
Dalam penelitiannya, Shaughnessy menyimpulkan bahwa
jarak 10 hingga 15 mil atau 20 hingga 30 menit jarak
perjalanan adalah angka batas praktis dari wilayah
pelayanan perpustakaan pusat. Survei secara nasional yang
dilakukan Gallup pada tahun 1985 menanyakan berapa jarak
antara tempat tinggal pengguna perpustakaan terhadap
perpustakaan terdekat, sekitar 73% pengguna perpustakaan
menyatakan bahwa tempat tinggal mereka kurang dari 1 mil
dari perpustakan umum cabang yang terdekat (Koontz,
1997).
Dari berbagai literatur telah lama disadari oleh
orang-orang yang berprofesi di bidang perpustakaan bahwa
(1) lokasi perpustakaan merupakan faktor yang menentukan
(determinan) dalam pemanfaatan/penggunaan perpustakaan,
(2) lokasi perpustakaan umum yang optimal seharusnya dapat
diakses sebanyak mungkin oleh pengguna perpustakaan, dan
(3) bagi mayoritas pustakawan, metode seleksi penentuan
lokasi eceran cukup berguna dalam menentukan lokasi
perpustakaan. Persebaran perpustakaan antara suatu
wilayah dengan wilayah lain akan berbeda sesuai dengan
karakteristik penduduk wilayah tersebut. Analisis
kependudukan adalah suatu keharusan dalam penentuan
lokasi perpustakaan yang tepat agar penggunaan
perpustakaan menjadi maksimal.
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
74
Koontz (1992) meneliti 6 sistem perpustakaan yang
terdapat di 6 negara bagian di Amerika Serikat untuk: (1)
mengestimasi sebaran populasi dan ukuran besarnya area
pasar, (2) menghitung tingkat penggunaan pada lokasi
fasilitas yang sekarang (existing) berdasarkan estimasi area
pasar, (3) meramalkan tingkat penggunaan pada lokasi lain
baik untuk fasilitas baru maupun relokasi fasilitas lama, dan
(4) mengestimasi tingkat pengguna potensial pasar target
dalam populasi untuk mengembangkan pelayanan baru atau
untuk memastikan tingkat pelayanan pada suatu lokasi
tertentu atau baru. Penelitian tersebut menggunakan
variabel populasi, spasial, penggunaan perpustakaan dan
daya tarik (attractiveness) perpustakaan.
Sebelumnya, Koontz (1992) menguraikan beberapa
prinsip yang penting dalam penentuan lokasi perpustakaan
yang diperoleh dari berbagai penelitian lokasi yang
berkaitan dengan perpustakaan, di antaranya adalah sebagai
berikut:
(1) Kedekatan terhadap fasilitas perpustakaan dapat
meningkatkan penggunaan,
(2) Jika beberapa cabang perpustakaan berjarak sama
terhadap pengguna, kebanyakan pengguna akan
memilih cabang yang lebih besar,
(3) Waktu pelayanan adalah variabel paling penting bagi
pengguna dalam memilih di antara dua
perpustakaan,
(4) Usia dan pendidikan mempengaruhi tingkat
penggunaan perpustakaan, dan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
75
(5) Keluarga yang mempunyai anak lebih sering
menggunakan perpustakaan daripada yang tidak
mempunyai anak.
Dalam penelitian lokasi perpustakaan umum,
pengaruh jarak yang memisahkan antara pengguna
perpustakaan dan fasilitas perpustakaan, dan
konsekuensinya pada penggunaan perpustakaan sudah lama
menjadi perhatian orang-orang yang berprofesi di bidang
perpustakaan umum. Pada masalah lokasi fasilitas
perpustakaan umum yang diteliti dan didiskusikan, jarak
merupakan variabel yang paling sering dipertimbangkan
(Koontz, 1992).
Dalam laporan City of Sydney Library Network
Strategy (2005) disebutkan bahwa perpustakaan
merupakan focal point untuk komunitas. Perpustakaan
memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu pelayanan yang
disediakannya dan kesan yang ditimbulkannya.
Perpustakaan seharusnya merupakan gambaran ekspresi
dari komunitas yang dilayaninya. Oleh karena itu,
perpustakaan harus terhubung ke masyarakat yang
dilayaninya dengan sambutan dan undangan yang hangat,
dan non-institusional. Masyarakat harus mendapat akses
yang sama terhadap lokasi perpustakaan, termasuk anggota
masyarakat yang cacat maupun yang sudah lanjut usia.
Perpustakaan harus menyadari dan menghargai keragaman
anggota masyarakat. Perpustakaan harus menyediakan
ruang yang aman untuk anggota masyarakat yang berbeda
untuk berintekasi dengan aman.
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
76
Seperti dikemukakan sebelumnya, belum banyak
penelitian yang dilakukan berkaitan dengan penentuan
lokasi perpustakaan umum sebagai bagian dari fasilitas
publik. Di sisi lain, diketahui bahwa pelayanan perpustakaan
umum di kota-kota besar terutama di negara-negara maju
diselenggarakan dalam bentuk jaringan sistem perpustakaan
umum kota di mana cabang-cabang atau outlet perpustakaan
tersebar pada berbagai lokasi. Rendahnya penelitian yang
berkaitan dengan penentuan lokasi perpustakaan umum
menurut Koontz (2005) disebabkan oleh karena: (1)
pustakawan miskin pendidikan atau pelatihan dalam bidang
ini, (2) penyandang dana dan orang-orang berpengaruh
mendasarkan keputusannya tentang lokasi bergantung pada
struktur pemerintahan, dan (3) adanya ketergantungan
historis pada pendekatan ceklis dekriptif yang
dipublikasikan secara luas yang digunakan oleh para
konsultan bangunan gedung perpustakaan yang miskin
pengalaman dalam bidang ini.
Perpustakaan merupakan salah satu layanan umum
kota yang termasuk dalam penelitian geografis dalam
penyediaan layanan perkotaan. Penentuan letak fasilitas dan
perencanaan sistem perpustakaan telah cukup berkembang
pada masa lalu (Coughlin, 1972). Penentuan letak
perpustakaan dalam konteks teori lokasi fasilitas umum
adalah topik yang cukup banyak dibahas pada tahun 1970
hingga 1980-an (Koontz, 1997). Jarak dan pengaruhnya pada
penggunaan telah menjadi fokus utama (Coughlin, 1972;
Bennett dan Smith, 1975). Pola penggunaan telah diteliti
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
77
dengan melihat hubungan karakteristik demografis dan
sosio-ekonomi dengan pengguna perpustakaan. Beberapa
karakteristik penting adalah pendidikan, pendapatan, dan
pekerjaan (Coughlin, 1972). Dampak ketersebaran
perpustakaan telah dikaji dalam kaitannya dengan
ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Ada sejumlah pendekatan penelitian yang digunakan
dalam melakukan studi tentang penyampaian pelayanan
kota (urban service delivery) terhadap penduduk kota. Salah
satunya adalah dimensi wilayah. Dalam tinjauan dimensi
wilayah, persoalan penyampaian pelayanan ditinjau dengan
pendekatan analisis lokasi. Analisis lokasi membahas
bagaimana meletakkan fasilitas pelayanan pada lokasi
tertentu (ReVelle dan Eiselt, 2005). Lokasi fasilitas
pelayanan kota (fasilitas publik) seperti perpustakaan
umum mempertimbangkan tujuan dari fasilitas publik itu
sendiri, yaitu melayani dengan maksimal seluruh penduduk
kota. Di samping memberikan pelayanan secara maksimal,
setiap penduduk kota memiliki kesempatan yang sama
untuk mendapatkan/mengakses fasilitas tersebut, tujuan
inilah yang menjadi persoalan dalam menentukan lokasi
fasilitas publik, dalam penelitian ini bagaimana menentukan
lokasi perpustakaan umum sehingga seluruh penduduk kota
terlayani.
Pendekatan lokasi fasilitas optimal dalam analisis
lokasi memberi gambaran kepada kita bahwa keoptimalan
lokasi fasilitas secara alami sepertinya merupakan persoalan
ruang metrik (Goldman, 2006), seperti yang tergambar pada
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
78
“persoalan Weber” (Weber Problem) dan pendekatan
analisis lokasi lainnya. Pendekatan analisis lokasi memang
memberikan kordinat titik tertentu yang optimal ditinjau
dari aspek jarak (metrik), namun tidak mampu menjelaskan
di mana persisnya suatu fasilitas diletakkan sesuai
kebutuhan pengguna sehingga fasilitas tersebut berfungsi
memberikan pelayanan dengan maksimal.
Sejauh ini, perpustakaan umum sebagai salah satu
fasilitas publik, belum banyak mendapat perhatian dalam
berbagai penelitian. Terutama di Indonesia, belum ada satu
penelitian pun tentang penyampaian pelayanan
perpustakaan umum terhadap penduduk kota dalam
dimensi wilayah. Beberapa penelitian terdahulu tentang
lokasi dan penggunaan perpustakaan dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Koontz (1992) dalam tulisannya berjudul “Public
library site evaluation and location: Past and present
market-based modelling tools for the future” telah meneliti
hubungan variabel demografi (jumlah penduduk, jenis
kelamin, suku, usia, pendapatan, pendidikan, pemilikan
kendaraan) dengan penggunaan perpustakaan (sirkulasi,
transaksi referensi, kehadiran dalam program, penggunaan
bahan di perpustakaan) dan hubungan daya tarik atau
kualitas perpustakaan (waktu pelayanan, luas gedung,
penduduk yang dilayani) dengan jumlah penduduk pada
wilayah pelayanan tertentu. Beberapa hasil penelitian
tersebut adalah sebagai berikut:
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
79
(1) Karakteristik penduduk tertentu pada wilayah
pelayanan perpustakaan mempengaruhi penggunaan
perpustakaan,
(2) Variabel demografi saja tidak dapat memprediksi
penggunaan perpustakaan secara sempurna, dan
(3) Dalam wilayah pelayanan yang luas (metropolitan)
seperti dalam penelitiannya, waktu pelayanan, luas
perpustakaan per jumlah penduduk yang dilayani,
jika dikombinasikan dengan karakteristik penduduk
lainnya, cukup bernilai dalam mengestimasi
penggunaan perpustakaan.
Dari berbagai penelitian yang dijelaskan di atas,
belum ada penelitian yang membahas bagaimana
menentukan lokasi perpustakaan umum kota yang optimal
dari tinjauan keruangan/kewilayahan dan layanannya
berfungsi maksimal (meningkatkan kualitas sumber daya
manusia). Berbagai hasil penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan berkaitan dengan lokasi perpustakaan umum
dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1: Penelitian Terdahulu tentang Lokasi
Perpustakaan Umum
Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian
1924 Wheeler Lokasi perpustakaan Perpustakaan pusat
seharusnya berlokasi di
pusat kota.
1941 Wheeler Lokasi dan penggunaan
perpustakaan
Lokasi memaksimalkan
penggunaan.
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
80
Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian
1956 ALA Standar perpustakaan
umum
Lokasi harus dekat
dengan angkutan umum.
1962 Wheeler and
Goldhor
Jarak dan kapasitas
perpustakaan
Perpustakaan cabang
seharusnya melayani
30.000 penduduk dengan
jarak 3-4 mil jauhnya
dari cabang lain.
1968 Grundt Analisis ruang dan
aksesibilitas fasilitas
perpustakaan untuk
menetapkan area
pelayanan
Area pelayanan efektif
dalam jarak 2 mil untuk
orang dewasa. Kualitas
pelayanan diukur
menggunakan jam
pelayanan, luas lantai,
jumlah kursi, dan jumlah
koleksi.
1970 Shaughnessy Mensurvei 3
perpustakaan pusat di 3
negara bagian Amerika
Serikat
Batas praktis antara
pengguna dengan
perpustakaan pusat
adalah 10 hingga 15 mil
atau waktu perjalanan 20
hingga 30 menit. Jumlah
koleksi, anggaran, jumlah
tempat duduk, luas lantai
merupakan daya tarik
dan dijadikan sebagai
variabel independen.
1972 Coughlin et al Analisis komprehensif
penggunaan/pelayanan
cabang Philadelphia
untuk rencana perbaikan
Jarak perjalanan
pengguna cabang 1,13 -
1, 88 mil (0,4 dan 1,2 mil
untuk anak-anak).
1977 Revelle and
Church,
Menentukan ukuran dan
jumlah optimal fasilitas
Menggunakan variabel
pengguna dan koleksi,
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
81
Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian
Profeessor
Urban
Planning
untuk mencakup suatu
area dalam batasan
perilaku perjalanan
pelanggan
jarak antar fasilitas,
anggaran, dan perilaku
perjalanan.
1978 Getz Analisis efisiensi 59
perpustakaan umum New
York
Waktu pelayanan adalah
variabel paling penting
dalam memilih di antara
dua fasilitas.
Lokasi setiap
perpustakaan relatif
terhadap yang lain.
1980 Getz Analisis 31 sistem
perpustakaan Amerika
Serikat untuk mengukur
persegi mil per lokasi
Survei pada sistem
perkotaan, sebanyak 32
perpustakaan berada
pada setiap radius 1 mil,
4 perpustakaan
metropolitan berada
pada radius 2,8 mil, 3
perpustakaan di
pinggiran kota berada
pada setiap radius 3,7
mil.
1981 Palmer Mereview penelitian
berkaitan dengan
pengaruh jarak terhadap
penggunaan
perpustakaan dan
mengembangkan estimasi
rata-rata berkaitan
dengan jarak tempat
tinggal pengguna dengan
perpustakaan cabang
57,4 % tinggal dalam 2
mil
57,2% tinggal dalam 2-4
mil
5,1% tinggal dalam 5 mil
90% tinggal dalam 2 mil
zone di area perkotaan
yang padat penduduk.
Pengguna perpustakaan
pusat melakukan
Bab V. Penentuan Lokasi Fasilitas dan Perpustakaan Umum
82
Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian
perjalanan 20 menit
untuk memperoleh
pelayanan khusus.
Kedekatan ke fasilitas
meningkatan
penggunaan
1983 Hayes dan
Palmer
Mempelajari
perpustakaan umum Los
Anggeles untuk
memastikah apakah
pengguna lebih sensitive
terhadap jarak dari faktor
lain
Usia dan pendidikan
pengguna mempengaruhi
penggunaan.
Di bawah kelompok 18
tahun memiliki
permintaan pelayanan
dalam radius 1 mil,
sedangkan di atas 18
tahun bisa beberapa mil
1992 Koontz Meneliti hubungan
variabel demografi
dengan penggunaan
perpustakaan dan
hubungan daya tarik dan
kualitas perpustakaan
dengan jumlah penduduk
pada wilayah tertentu
Karakteristik penduduk
mempengaruhi
penggunaan.
Variabel demografi saja
tidak dapat memprediksi
penggunaan. Kualitas
dikombinasikan dengan
karakteristik penduduk
bernilai untuk
mengestimasi
penggunaan.
1996 Alaqeeli Mengeksaminasi
frekuensi kunjungan
mahasiswa internasional
pada perpustakaan
umum Ohio
Menggunakan
perpustakaan untuk
membaca pada waktu
luang, belajar sendiri,
dan untuk kebutuhan
keluarga
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
83
Tahun Pengarang Tujuan/Isi Hasil Penelitian
1996 Forde Mengeksaminasi
penggunaan
perpustakaan dan
kebiasaan membaca
pemenang Nobel
Menikmati membaca
pada masa anak-anak.
Tergantung pada
pelayanan perpustakaan
untuk menyediakan
bahan bacaan yang
dibaca. Mereka yang
tumbuh di Amerika
memiliki akses yang lebih
banyak pada pelayanan
perpustakaan.
2007 Lovato-
Gassman
Mengekplorasi kepuasan
pengguna sebagai
motivasi menggunakan
perpustakaan fisik
Terdapat signifikansi
antara kepuasan dan
penggunaan
perpustakaan. 92%
partisipan menggunakan
perpustakaan fisik.
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
84
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERPUSTAKAAN UMUM
Salah satu faktor penting yang berperan dalam
pengembangan wilayah adalah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia berkualitas mampu menggerakkan
potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Suatu wilayah yang
berkembang dan maju akan meningkatkan kesejahteraan
manusia yang berada di wilayah tersebut. Dalam hal ini,
sumber daya manusia memiliki peran ganda yaitu selain
sebagai sasaran akhir pengembangan wilayah (manusia
yang sejahtera), juga sekaligus sebagai penggerak
pengembangan wilayah (bertindak mensejahterakan
manusia). Peran ganda ini menjadikan sumber daya manusia
memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam
konteks pengembangan wilayah.
Di sisi lain, diketahui bahwa manusia berkualitas
adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan atau
pembelajaran baik melalui kegiatan formal maupun non-
formal. Proses pendidikan atau pembelajaran merupakan
bagian dari pembangunan manusia (human development)
atau dalam cakupan yang lebih luas disebut pembangunan
komunitas (community development). Percepatan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
85
pembangunan manusia harus didukung oleh institusi
pendidikan yang memadai baik daya tampung maupun
relevansi (sesuai kebutuhan) untuk melayani semua anggota
masyarakat. Selain institusi pendidikan formal seperti
sekolah atau perguruan tinggi, institusi pendidikan non-
formal seperti perpustakaan umum juga memiliki peran
penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran
masyarakat. Perpustakaan umum sebagai institusi publik
menciptakan model sosial (menyediakan manfaat yang sama
bagi semua) karena kedudukannya sebagai institusi
universal dan tempat pertemuan sosial (Vanheim, 2008).
Perpustakaan umum dapat berperan lebih besar
untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya
manusia apabila fasilitas ini mudah dijangkau, memiliki daya
tarik, dan menyediakan pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, peran yang
optimal dapat dicapai apabila memiliki aksesibilitas yang
tinggi dari suatu komunitas yang menjadi market area-nya.
Aksesiblitas yang tinggi tergantung pada berbagai faktor.
Berdasarkan literatur, faktor-faktor yang menjadi
persyaratan perencanaan fasilitas perpustakaan umum
dapat diidentifikasi antara lain: faktor lokasi, prasarana
pendukung lokasi, karakteristik demografi, motivasi
pengguna, spesifikasi fisik fasilitas, dan operasional
perpustakaan. Apabila persyaratan tersebut dapat dipenuhi,
diasumsikan bahwa perpustakaan akan berperan lebih besar
atau optimal dalam pemberdayaan manusia atau
pembangunan komunitas. Dampak dari pembangunan
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
86
komunitas ini pada akhirnya akan bermuara pada
peningkatan kapasitas penduduk atau masyarakat untuk
menggerakkan potensi pengembangan wilayah.
Selain itu, berdasarkan literatur juga dapat
dikemukakan bahwa dari sejumlah variabel penentu
keberhasilan pemberdayaan manusia melalui penggunaan
fasilitas perpustakaan seperti disebutkan di atas, faktor
lokasi merupakan variabel utama yang paling menentukan.
Aspek lokasi semakin penting perannya dalam perencanaan
perpustakaan umum terutama di kota-kota besar yang
berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Oleh karena itu, kajian
atau analisis tentang lokasi memperoleh penekanan khusus
dalam penelitian ini.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, pendekatan
dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
pengembangan wilayah endogen (Szajnowska-Wisocka,
2009), yaitu suatu pendekatan yang tumbuh dari dalam dan
lebih menekankan pada pembangunan sosial, pertumbuhan
modal manusia, peran komunitas lokal dan aktivitas mereka
dalam pengembangan wilayah.
Variabel dan Indikator
Ada sejumlah variabel yang perlu dipertimbangkan
dalam perencanaan perpustakaan umum di wilayah
perkotaan. Variabel tersebut dapat dikelompokkan ke dalam
tiga jenis yaitu variabel independen, mediasi, dan dependen
seperti terlihat pada Gambar 6.1
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
87
Ga
mb
ar
6.1
: Va
ria
be
l d
an
In
dik
ato
r
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
88
Variabel independen terdiri dari: variabel lokasi,
prasarana pendukung lokasi, karakteristik demografi,
spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi
pengguna. Variabel lokasi diukur dengan indikator: jarak
antara pengguna dengan lokasi perpustakaan, waktu yang
dibutuhkan untuk menjangkau perpustakaan umum.
Variabel prasarana pendukung lokasi diukur dengan
indikator: transportasi (angkutan umum), kondisi prasarana
jalan dan peta lokasi. Variabel karakteristik demografi
diukur dengan indikator: umur; jenis kelamin; pendidikan;
bahasa; suku, agama, dan ras; pendapatan; jenis pekerjaan
dan keterbatasan fisik. Variabel spesifikasi fisik
perpustakaan diukur dengan indikator: kondisi gedung,
kapasistas ruangan, tata letak ruangan, perabotan, taman
dan halaman, parkir, lobby gedung, fasilitas umum dan
fasilitas bagi pengguna yang memiliki keterbatasan fisik.
Variabel operasional perpustakaan diukur dengan indikator:
sistem pelayanan, jenis pelayanan, peraturan perpustakaan,
koleksi, sistem temu balik dan program perpustakaan.
Variabel motivasi pengguna diukur dengan indikator:
motivasi yang bersumber dari dalam diri pengguna dan
motivasi yang bersumber dari luar diri pengguna.
Variabel mediasi yaitu penggunaan perpustakaan
diukur dengan indikator: frekuensi kunjungan, lama
kunjungan, jumlah pinjaman buku, jumlah halaman bahan
perpustakaan difotokopi, dan waktu yang digunakan untuk
akses Internet.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
89
Variabel dependen yaitu pengembangan wilayah
melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
diukur dengan indikator: peningkatan pengetahuan;
keterampilan; emotional quotient (EQ); apresiasi seni
budaya; kreativitas; penguasaan informasi; literasi
informasi; minat baca; daya nalar; prestasi belajar/kerja;
kemampuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK);
kemampuan berinteraksi; kemandirian; dan kepedulian
sosial.
Tabel 6.1 Daftar Variabel dan Indikator
No Variabel Indikator
1 Lokasi
Perpustakaan
a. Jarak tempat tinggal pengguna
dengan lokasi
b. Jarak tempat
bekerja/sekolah/kampus
pengguna dengan lokasi
c. Waktu yang dibutuhkan untuk
menjangkau lokasi dari tempat
tinggal
d. Waktu yang dibutuhkan untuk
menjangkau lokasi dari tempat
bekerja/sekolah/kampus
2 Prasarana
Pendukung
Lokasi
Perpustakaan
a. Ketersediaan trayek angkutan
umum dari tempat tinggal atau
tempat bekerja/sekolah/kampus
untuk menjangkau lokasi
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
90
No Variabel Indikator
b. Ketersediaan fasilitas jalan utama
menuju lokasi dari tempat tinggal
atau tempat
bekerja/sekolah/kampus
c. Ketersediaan pedestrian
d. Ketersediaan fasilitas koridor
penghubung dari tempat
pemberhentian kenderaan umum
dan pribadi menuju lokasi
e. Kondisi prasaran jalan untuk
menjangkau lokasi
f. Petunjuk jalan untuk menjangkau
lokasi
3 Karakteristik
Demografi
Penduduk
a. Usia pengguna
b. Jenis kelamin pengguna
c. Tingkat pendidikan pengguna
d. Kemampuan bahasa pengguna
e. Suku, agama, dan ras pengguna
f. Tingkat ekonomi pengguna
g. Cacat fisik dan keterbatasan fisik
4 Spesifikasi
Fisik Gedung
Perpustakaan
a. Luas lantai dan keadaan fisik
bangunan
b. Kapasitas ruangan: ruang baca,
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
91
No Variabel Indikator
ruang diskusi, ruang koleksi,
ruang referensi dan ruang akses
internet
c. Tata letak ruangan
d. Perabotan
e. Taman atau halaman
f. Fasilitas parker
g. Lobby gedung
h. Fasilitas umum
i. Fasilitas bagi keterbatasan fisik
5 Operasional
Perpustakaan
a. Sistem pelayanan menyangkut
jam buka dan waktu pelayanan
b. Jenis-jenis pelayanan
c. Peraturan
d. Koleksi
e. Sistem temu balik
f. Program
6 Motivasi
Pengguna
a. Pemenuhan kebutuhan informasi
b. Mencapai prestasi
c. Pengembangan diri
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
92
No Variabel Indikator
d. Kesadaran sendiri
e. Kegemaran mebaca
f. Mencapai harapan yang lebih baik
g. Menyelesaikan tugas-tugas
h. Mencapai tujuan kegiatan
bersama
7 Penggunaan
Perpustakaan
a. Frekuensi kunjungan
b. Lama kunjungan
c. Jumlah pinjaman
d. Jumlah halaman difotokopi
e. Waktu akses internet
8 Peningkatan
Kualitas
Sumber Daya
Manusia
a. Peningkatan pengetahuan
b. Keterampilan
c. Emotional Quotient
d. Apresiasi seni budaya
e. Kreativitas
f. Penguasaan informasi
g. Literasi informasi
h. Minat baca
i. Daya nalar
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
93
No Variabel Indikator
j. Prestasi belajar/kerja
k. Kemampuan teknologi informasi
dan komunikasi
l. Kemampuan berinteraksi
m. Kemandirian
n. Kepedulian sosial
Definisi Operasional Variabel dan Indikator
(1) Lokasi adalah letak perpustakaan yang berkaitan
dengan jarak tempat tinggal, tempat
bekerja/sekolah/kampus pengguna, dan waktu
tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi.
a. Jarak adalah jarak dalam kilometer dari
tempat tinggal, tempat bekerja/sekolah/
kampus pengguna dengan lokasi
perpustakaan.
b. Waktu tempuh adalah waktu yang
dibutuhkan untuk menjangkau lokasi
perpustakaan dari tempat tinggal, tempat
bekerja/sekolah/ kampus pengguna.
(2) Prasarana pendukung lokasi adalah seluruh
prasarana yang mendukung pencapaian lokasi
perpustakaan dalam rangka penggunaan
perpustakaan.
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
94
a. Peta lokasi adalah petunjuk yang dapat
memudahkan pengguna untuk mengetahui
lokasi perpustakaan.
b. Trayek angkutan umum adalah moda
transpotasi yang tersedia dari tempat tinggal
atau tempat bekerja/sekolah/kampus
pengguna untuk menjangkau lokasi
perpustakaan
c. Fasilitas jalan utama adalah jalan yang
langsung menuju lokasi dari tempat tinggal
atau tempat bekerja/sekolah/kampus
pengguna.
d. Trotoar adalah fasiltas bagi pengguna yang
berjalan kaki untuk menjangkau lokasi
Perpustakaan.
e. Koridor adalah bangunan penghubung dari
tempat pemberhentian kenderaan umum dan
pribadi menuju lokasi perpustakaan.
f. Kondisi prasarana jalan adalah kualitas
prasarana jalan untuk menjangkau lokasi
perpustakaan.
g. Petunjuk jalan adalah sistem petunjuk (sign
system) yang dapat digunakan untuk
memandu pengguna menjangkau lokasi
perpustakaan.
(3) Karakteristik demografi adalah ciri-ciri khusus
yang dimiliki oleh pengguna perpustakaan umum
seperti: umur, jenis kelamin, pendidikan, bahasa,
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
95
suku, agama, kebangsaan, pendapatan, jenis
pekerjaan, gaya hidup, dan keterbatasan fisik.
a. Umur adalah usia pengguna.
b. Jenis kelamin adalah gender pengguna yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
c. Pendidikan adalah tingkat pendidikan
pengguna yang terdiri dari tingkat sekolah
dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama,
sekolah lanjutan tingkat atas, dan perguruan
tinggi.
d. Bahasa adalah bahasa yang digunakan oleh
pengguna sehari-hari dalam berkomunikasi
di dalam masyarakat.
e. Suku adalah suku yang dimiliki oleh
pengguna.
f. Agama adalah agama yang dianut oleh
pengguna.
g. Ras adalah kelompok etnik pengguna.
h. Pendapatan adalah tingkat ekonomi
pengguna.
i. Keterbatasan fisik adalah cacat fisik dan
keterbatasan fisik pengguna perpustakaan.
(4) Spesifikasi fisik adalah hal-hal yang menyangkut
keadaan fisik gedung perpustakaan umum seperti
kondisi gedung, ruangan, tata letak ruangan,
perabotan, taman dan halaman, parkir, lobby,
sekuriti, penerangan, fasilitas umum dan
sebagainya.
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
96
a. Kondisi gedung adalah hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan dan bentuk fisik perpustakaan
umum seperti luas lantai, keadaan fisik
bangunan, dan sebagainya.
b. Kapasitas ruangan adalah daya tampung
ruangan untuk mengakomodasi kegiatan dan
pelayanan perpustakaan mencakup: kapasitas
ruang baca, ruang diskusi, ruang koleksi, ruang
referensi dan ruang akses internet.
c. Tata letak ruangan adalah penataan peralatan
dan perabotan yang terdapat pada
perpustakaan sehingga sesuai dengan fungsi
dan kebutuhan pengguna.
d. Perabotan adalah segala peralatan dan
perabotan yang digunakan oleh perpustakaan
dan pengguna dalam melakukan kegiatan
perpustakaan.
e. Taman dan halaman adalah areal di luar
gedung yang termasuk lingkungan yang
mendukung kegiatan perpustakaan.
f. Parkir adalah areal untuk pengguna
menempatkan kenderaannya.
g. Lobby perpustakaan adalah ruangan di dalam
gedung yang letaknya sebelum memasuki
ruang pelayanan perpustakaan.
h. Fasilitas umum adalah fasilitas perpustakaan
yang dapat digunakan oleh pengguna untuk
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
97
kegiatan di luar kegiatan perpustakaan
seperti kantin, toilet, tempat ibadah, ATM
bank, dan sebagainya.
i. Fasilitas bagi pengguna yang memiliki
keterbatasan fisik adalah fasilitas yang
memungkinkan seseorang dengan keterbatasan
fisik dapat menggunakan perpustakaan seperti
orang lainnya yang tidak memiliki
keterbatasan fisik.
(5) Operasional adalah seluruh proses pelaksanaan
kegiatan pelayanan perpustakaan yang mencakup
sistem pelayanan, jenis pelayanan, peraturan,
koleksi, sistem temu balik, program perpustakaan,
dan bantuan penggunaan perpustakaan.
a. Sistem pelayanan adalah prosedur atau
mekanisme kerja yang diterapkan dalam
memberikan pelayanan kepada pengguna.
Aspek ini mencakup jam buka dan waktu
pelayanan perpustakaan umum.
b. Jenis pelayanan adalah ragam pelayanan
yang diberikan perpustakaan umum kepada
pengguna. Jenis ini biasanya terdiri dari
pelayanan sirkulasi, referensi/rujukan, akses
internet, audiovisual, fotokopi, dan bantuan
pengguna (pendidikan pemakai).
c. Peraturan adalah tata tertib penggunaan
perpustakaan yang dirumuskan secara
tertulis dan telah mendapat pengesahan dari
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
98
lembaga induk perpustakaan, diberlakukan
bagi semua pengguna.
d. Koleksi adalah seluruh sumber daya
informasi yang dimiliki oleh perpustakaan
dan dilayankan kepada pengguna.
e. Sistem temu balik adalah alat yang digunakan
oleh pengguna perpustakaan dalam rangka
pencarian dan penemuan kembali koleksi di
rak koleksi.
f. Program adalah seluruh program yang
ditawarkan oleh perpustakaan umum dalam
rangka diseminasi informasi dan sosialisasi
penggunaan fasilitas.
(6) Motivasi adalah dorongan atau kekuatan (energi)
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
persistensi dan antusiasmenya dalam
menggunakan perpustakaan, baik yang bersumber
dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).
a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang
berasal dari diri pengguna sangat berperan
dalam penggunaan perpustakaan umum.
b. Motivasi ekstrinsik adalah yang bersumber
dari luar diri pengguna adalah dorongan
menggunakan perpustakaan karena faktor
dari luar diri pengguna.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
99
(7) Penggunaan adalah seluruh aktivitas yang
dilakukan oleh pengguna dalam rangka
memanfaatkan seluruh fasilitas layanan
perpustakaan umum.
a. Frekuensi kunjungan adalah jumlah
kunjungan yang dilakukan seorang pengguna
ke perpustakaan umum setiap bulannnya.
b. Lama kunjungan adalah jumlah waktu yang
diluangkan atau digunakan oleh pengguna
untuk setiap kali melakukan kunjungan ke
perpustakaan.
c. Jumlah pinjaman adalah banyaknya buku
yang dipinjam oleh setiap pengguna dalam
kurun waktu satu bulan.
d. Jumlah halaman difotokopi adalah jumlah
halaman dokumen atau bahan yang
difotokopi oleh pengguna di dalam gedung
perpustakaan.
e. Waktu akses Internet adalah waktu yang
digunakan setiap pengguna untuk mengakses
Internet di dalam gedung perpustakaan
dalam setiap kali melakukan akses atau
menggunakan Internet.
(8) Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah
mutu sumber daya manusia yang menyangkut
kemampuan intelektual dan spiritual. Kualitas
sumber daya manusia adalah menyangkut
kemampuan intelektual pengguna perpustakaan
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
100
umum yang dapat meningkat karena penggunaan
perpustakaan umum.
a. Peningkatan pengetahuan adalah bertambah
dan berkembangnya pengetahuan pengguna
karena menggunakan perpustakaan dengan
baik.
b. Keterampilan pengguna adalah kemampuan
pengguna untuk melakukan pola tingkah laku
yang kompleks baik yang bersifat
psikomotorik maupun yang bersifat kognitif
untuk mencapai hasil tertentu.
c. Emotional quotient (EQ) adalah keterampilan
pengguna perpustakaan untuk mengenali
dan mengelola perasaan dan emosi diri
sendiri maupun orang lain. EQ pengguna
diasumsikan dapat meningkat dan berkembang
apabila menggunakan perpustakaan umum
dengan baik.
d. Apresiasi seni budaya adalah upaya
pengguna dalam mengartikan dan menyadari
sepenuhnya seluk beluk karya seni budaya
serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis
dan artistik dari karya seni budaya, sehingga
mampu menikmati dan menilai karya seni
budaya tersebut secara semestinya.
e. Kreativitas adalah daya cipta pengguna untuk
menghasilkan berbagai karya yang bermanfaat.
Penggunaan seluruh fasilitas perpustakaan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
101
diasumsikan dapat meningkatkan kreativitas
pengguna untuk berbagai bidang.
f. Penguasaan informasi adalah penguasaan
pengetahuan atau informasi mutakhir
pengguna tentang sesuatu hal yang berkaitan
dengan bidang pekerjaan atau profesinya.
g. Literasi informasi adalah kemampuan pengguna
untuk memahami kebutuhan informasi, mencari
dan menentukan informasi yang
dibutuhkannya.
h. Minat baca adalah hasrat pengguna terhadap
bahan bacaan yang mendorong munculnya
keinginan atau kemampuan untuk membaca
dan diikuti oleh kegiatan nyata membaca
bacaan yang diminatinya.
i. Daya nalar adalah kecerdasan yang dimiliki
pengguna dalam proses berpikir secara rasional
atau secara logis.
j. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari
sesuatu yang telah dilakukan.
k. Kemampuan menggunakan perangkat TIK
adalah kemampuan menggunakan komputer
baik sebagai peralatan stand alone maupun
sebagai terminal dalam suatu jaringan.
l. Kemampuan berinteraksi adalah kemampuan
melakukan hubungan timbal balik antara
individu, individu dengan kelompok, maupun
antar kelompok yang saling mempengaruhi
sehingga memiliki efek satu sama lain.
Bab VI. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Perpustakaan Umum
102
m. Kemandirian adalah sikap yang mengutamakan
kemampuan diri sendiri dalam mengatasi
berbagai masalah demi mencapai suatu tujuan,
tanpa menutup diri terhadap berbagai
kemungkinan kerjasama yang saling
menguntungkan.
n. Kepedulian sosial adalah minat atau
ketertarikan seseorang untuk membantu
orang lain, sikap peduli dengan orang-orang
yang secara ekonomi adalah lemah dan perlu
dibantu tidak lepas dari budi pekerti yang
luhur.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
103
BAB VII
PENGEMBANGAN MODEL LOKASI PERPUSTAKAAN UMUM SPASIAL
Seperti dikemukan sebelumnya bahwa untuk
mengetahui berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam perencanaan lokasi perpustakaan umum yang dapat
meningkatkan partisipasi penduduk dalam penggunaannya
sehingga memiliki peran yang lebih besar dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
menggerakkan potensi pengembangan wilayah di suatu
kota. Untuk tujuan tersebut telah dirumuskan dua
pertanyaan utama yaitu: (1) Apakah lokasi, prasarana
pendukung lokasi, karakteristik demografi pengguna,
spesifikasi fisik dan operasional perpustakaan, serta
motivasi pengguna berpengaruh terhadap penggunaan
perpustakaan umum; dan (2) Apakah penggunaan
perpustakaan berpengaruh terhadap pengembangan
wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap enam variabel
independen yaitu lokasi, prasarana pendukung lokasi,
spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan motivasi
pengguna yang diuji untuk menjawab pertanyaan pertama
terbukti berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan.
Lima dari enam variabel tersebut memiliki pengaruh yang
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
104
signifikan, dan satu variabel yaitu karakteristik demografi
pengguna memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan.
Hal ini berarti bahwa lokasi, prasarana pendukung
lokasi, spesifikasi fisik, operasional perpustakaan, dan
motivasi pengguna merupakan faktor-faktor penting yang
harus dipertimbangkan dalam merencanakan suatu sistem
perpustakaan umum kota agar optimalisasi tujuan
penyediaan fasilitas tersebut dapat tercapai. Selain itu,
sesuatu yang baru dalam pengujian untuk menjawab
pertanyaan pertama ini adalah teridentifikasinya sejumlah
variabel disertai indikator masing-masing yang berperan
dalam penggunaan perpustakaan. Pengaruh keenam vaiabel
independen terhadap penggunaan perpustakaan yang
didukung oleh data empiris berdampak pada frekuensi
kunjungan, lama kunjungan, jumlah pinjaman, jumlah
halaman bahan perpustakaan yang difotokopi, dan waktu
yang dipakai untuk penggunaan Internet.
Selanjutnya, penggunaan perpustakaan yang diuji
untuk menjawab pertanyaan kedua juga terbukti
berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan
wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pengaruh penggunaan perpustakaan terhadap peningkatan
kualitas sumber daya manusia menunjukkan bahwa
perpustakaan umum memiliki peran penting dalam
pengembangan wilayah di mana salah satu pilarnya adalah
sumber daya manusia. Dampak dari penggunaan
perpustakaan terhadap peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebenarnya sudah merupakan sesuatu yang umum
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
105
diketahui karena salah satu tujuan penyediaan fasilitas ini
adalah untuk tujuan tersebut. Sesuatu yang baru dari hasil
pengujian terhadap pertanyaan kedua ini adalah apa saja
dampak yang dihasilkan.
Dampak dari pengaruh penggunaan perpustakaan
terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
didukung oleh data empiris adalah dalam hal peningkatan:
kemandirian, kemampuan berinteraksi, kemampuan
menggunakan perangkat teknologi informasi dan
komunikasi, prestasi belajar, daya nalar, minat baca, literasi
informasi, penguasaan informasi, kreativitas, apresiasi seni
budaya, keseimbangan emosi, keterampilan, pengetahuan,
dan kepedulian sosial. Dampak tersebut merupakan bagian
dari capacity building untuk memenuhi kebutuhan meraih
hasil dan prestasi seseorang dan merupakan ciri dari
manusia modern (McClelland, 1981).
Model dan Konsep
Melalui sebuah penelitian yang dilakukan dibangun
dan dihasilkan sebuah model untuk mengetahui apakah
perpustakaan umum di suatu wilayah dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk
menggerakkan potensi pengembangan wilayah. Sumber
daya manusia atau penduduk suatu wilayah memegang
peranan strategis dalam pengembangan wilayah (Nachrowi
dan Suhandojo, 2001). Model dimaksud adalah bahwa
pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
106
sumber daya manusia PSDM dapat ditingkatkan atau
dipengaruhi oleh penggunaan perpustakaan (PP), dengan
model matematis sebagai berikut:
PSDM = α1PP + e47
Akan tetapi penggunaan perpustakaan (PP) dapat
ditingkatkan atau dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu
lokasi (L), prasarana pendukung lokasi (PL), karakteristik
demografi pengguna (KD), spesifikasi fisik perpustakaan
(SF), operasional perpustakaan (OP), dan motivasi pengguna
(MP), dengan model sebagai berikut:
PP = α1L1 + α2PL2 + α3KD3 + α4SF4 + α5OP5 + α6MP6 + e46
Berdasarkan model di atas, dapat dikatakan bahwa
apabila kualitas sumber daya manusia (PSDM) ingin
ditingkatkan maka penggunaan perpustakaan (PP) harus
dioptimalkan. Selanjutnya apabila optimalisasi ingin dicapai,
maka lokasi (L), prasarana pendukung lokasi (PL),
karakteristik demografi pengguna (KD), spesifikasi fisik
perpustakaan (SF), operasional perpustakaan (OP), dan
motivasi pengguna (MP), harus menjadi prioritas dalam
perencanaan perpustakaan umum.
Oleh karena itu, jika pemerintah suatu kota ingin
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka
optimalisasi penggunaan perpustakaan umum harus
mendapat perhatian, dan harus dimasukkan sebagai salah
satu komponen dalam perencanaan wilayah kota. Hal ini
didukung dengan pernyataan Hoover dan Giarratani (2009),
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
107
pakar regional science yang menyatakan bahwa pentingnya
komponen perpustakaan umum untuk dimasukkan dalam
perencanaan wilayah perkotaan.
Berdasarkan variabel yang diteliti dapat
diringkaskan bahwa ada tiga faktor utama yang berperan
dalam keberhasilan peningkatan kualitas sumber daya
manusia di wilayah kota besar melalui pemanfaatan institusi
perpustakaan umum, yaitu (1) lokasi dan prasarana
pendukung lokasi perpustakaan, (2) daya tarik fisik dan
operasional perpustakaan, dan (3) motivasi dan
karakteristik demografi pengguna potensial atau penduduk.
Ketiga faktor tersebut dapat dikatakan sebagai inti
(core) peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
penggunaan perpustakaan. Apabila institusi perpustakan
umum diharapkan dapat lebih berperan dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam rangka pengembangan
wilayah perkotaan, maka ketiga aspek tersebut harus
menjadi perhatian para perencana kota. Kedudukan ketiga
faktor tersebut dalam kaitannya dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam rangka pengembangan
wilayah dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar
7.1.
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
108
Gambar 7.1: Tiga Faktor Berperan dalam Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia melalui
Penggunaan Perpustakaan Umum
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa tiga faktor yaitu lokasi dan prasarana pendukung lokasi perpustakaan, daya
tarik fisik dan operasional perpustakaan, dan motivasi dan
karakteristik demografi penduduk berperan dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah. Sumber daya manusia merupakan satu dari tiga pilar
pengembangan wilayah. Dua pilar lainnya adalah sumber
daya alam dan teknologi.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
109
Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dalam upaya pemanfaatan fasilitas
perpustakaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di suatu wilayah. Walaupun perpustakaan memiliki
daya tarik yang kuat dengan fasilitas yang disediakannya,
dan penduduk termotivasi untuk menggunakannya, tetapi
jika perpustakaan tidak berlokasi dalam jarak yang
akseptabel bagi penduduk, maka upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia melalui perpustakaan tidak akan
tercapai secara maksimal. Sebaliknya, walaupun lokasi
perpustakaan tersebar dalam kedekatan yang dapat
diterima oleh penduduk tetapi tidak memiliki daya tarik,
maka penggunaannya sulit diharapkan optimal. Daya tarik
selain spesifikasi fisik gedung dan operasional perpustakaan,
yang tidak kalah pentingnya adalah koleksi dan fasilitas yang
disediakan harus sesuai dengan kebutuhan kelompok
penduduk.
Aspek lokasi dan prasarana lokasi perpustakaan
seharusnya menjadi domain dari perencanaan perkotaan,
daya tarik fisik dan operasional menjadi tanggung jawab
manajemen perpustakaan. Di sisi lain, motivasi dan
karakteristik demografi penduduk adalah menjadi dasar
pertimbangan untuk mengembangkan fasilitas yang sesuai
dengan kebutuhan penduduk sebagai pengguna potensial
pelayanan perpustakaan umum.
Selain menghasilkan sebuah model, penelitian ini
juga memunculkan beberapa temuan spesifik yang
bermakna untuk diuraikan selanjutnya. Temuan tersebut
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
110
dapat dijadikan sebagai masukan atau dasar pertimbangan
baik dalam perencanaan fasilitas perpustakaan umum
maupun sebagai pertimbangan dalam penelitian lain yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Lokasi dan Prasarana Pendukung Lokasi
Ada dua hal yang sangat berpengaruh berkaitan
dengan lokasi yaitu jarak (distance) dan waktu tempuh
(travel time) untuk mencapai lokasi. Kedua faktor ini disebut
dengan kedekatan (proximity). Hal-hal penting berkaitan
dengan prasarana pendukung lokasi adalah ketersediaan
angkutan umum, jalan utama, pedestrian, dan tanda
petunjuk. Faktor tersebut akan dibahas berikut ini.
Jarak
Temuan baru yang sekaligus membedakannya
dengan penelitian sebelumnya adalah jarak antara tempat
tinggal pengguna dan waktu tempuh untuk mencapai lokasi
perpustakaan umum. Berdasarkan harapan pengguna dapat
dinyatakan bahwa jarak yang ideal yang diinginkan adalah ≤
3 Km. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dan banyak
diterapkan di negara maju seperti Amerika Serikat bahwa
jarak ideal adalah ≤ 3 mil atau 5,5 Km (Koontz, 1997).
Perbedaan ini dapat dipahami kemungkinan selain
disebabkan oleh faktor kondisi transportasi juga karena
tingkat mobilitas yang berbeda di antara kedua wilayah
tersebut.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
111
Jarak 3 Km bermakna bahwa di suatu kota idealnya
terdapat perpustakaan umum sebagai fasilitas publik pada
setiap radius 6 Km atau jarak antara satu titik fasilitas
dengan fasilitas lainnya adalah 6 Km. Jika sebuah kota
berpenduduk sekitar 2 juta jiwa, maka dibutuhkan fasilitas
perpustakaan yang terdapat minimal di 10 lokasi (lihat
Gambar 6.2). Jumlah berdasarkan jarak ini dipandang lebih
rasional dibandingkan dengan hasil perhitungan 67 unit
berdasarkan standar minimal 1 unit untuk setiap 30.000
penduduk seperti dikemukakan oleh Wheeler and Goldhor
(1962) dan ditetapkan oleh Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah (2001).
Sehubungan dengan itu, standar yang dibuat oleh
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tersebut
yang perhitungannya didasarkan pada jumlah penduduk
bukan pada jarak atau waktu tempuh harus dikoreksi.
Seyogianya jumlah penduduk tidak digunakan untuk
mengestimasi jumlah unit fasilitas tetapi dapat digunakan
untuk mengestimasi luas atau kapasitas suatu unit di suatu
market area yang menjadi wilayah target suatu
perpustakaan cabang. Misalnya di suatu wilayah dalam
radius 6 Km terdapat jumlah penduduk sebanyak 90.000
jiwa, maka tidak perlu dibangun 3 unit perpustakaan tetapi
cukup 1 unit dengan kapasitas yang lebih luas (tiga kali
kapasitas minimal) karena pilihan ini dipandang lebih
efisien baik dari sisi manajemen maupun pengguna.
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
112
Gambar 7.2: Ilustrasi Distribusi Lokasi Fasilitas dan
Market Area Perpustakaan Umum Kota
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
113
Waktu Tempuh
Waktu tempuh yang diinginkan oleh pengguna untuk
menjangkau fasilitas perpustakaan adalah maksimal 30
menit. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Leonard Grundt pada tahun 1963 yang menemukan bahwa
waktu tempuh ideal adalah 20 menit dengan menggunakan
angkutan umum (Koontz, 1997). Temuan ini juga
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Thomas
Shaughnessy terhadap penggunaan perpustakaan umum di
New York, Pennsylvania dan New Jersey yaitu 20 hingga 30
menit waktu tempuh (Koontz, 1997).
Faktor jarak dan waktu tempuh dapat
dikombinasikan dalam perencanaan perpustakaan umum
kota berdimensi spasial. Dengan kata lain, apabila waktu
tempuh dapat dipenuhi maksimal 30 menit menggunakan
kenderaaan umum, faktor jarak dapat diabaikan. Hal ini
perlu dipertimbangkan berkaitan dengan faktor-faktor
penghalang yang biasanya terdapat di kota-kota besar
seperti keberadaan komplek industri, jalur kereta api, jalan
tol, dan arah arus lalu lintas yang dapat menyebabkan waktu
tempuh lebih penting dari pada jarak.
Angkutan Umum
Angkutan umum merupakan moda transportasi
paling banyak digunakan di wilayah perkotaan, demikian
juga halnya bagi pengguna perpustakaan umum. Trayek
angkutan umum merupakan indikator yang terkuat untuk
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
114
mengukur variabel prasarana pendukung lokasi. Oleh
karena itu, semua perpustakaan umum kota termasuk
cabangnya seharusnya berada pada jalur angkutan umum.
Hal ini sesuai dengan pernyataan ALA (1956) yang
menyatakan bahwa lokasi perpustakaan umum harus dekat
dengan angkutan umum.
Daya Tarik Fisik dan Operasional
Terdapat dua faktor yang berpengaruh dalam
penggunaan perpustakaan dari sisi manajemen dan
operasional perpustakaan yang menjadi daya tarik bagi
penduduk yaitu spesifikasi fisik gedung dan operasional
perpustakaan. Kedua hal ini turut menentukan apakah
sebuah fasilitas perpustakaan diminati atau tidak oleh
penduduk.
Spesifikasi Fisik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesifikasi
fisik gedung berpengaruh secara signifikan terhadap
penggunaan perpustakaan. Hal ini berarti bahwa dalam
perencanaan fasilitas perpustakaan umum, spesifikasi fisik
gedung menjadi hal penting yang harus diperhatikan untuk
meningkatkan penggunaan perpustakaan. Spesifikasi fisik
dalam perencanaan gedung mencakup kapasitas ruangan,
tata letak ruangan, perabotan, taman, parkir kendaraan,
lobby gedung, fasilitas umum (kafe, telepon umum, toilet,
dsb.), dan akses bagi penyandang cacat dan keterbatasan
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
115
fisik. Apabila kenyamanan gedung perpustakaan tidak kalah
dengan gedung-gedung penting lainnya, dapat dipastikan
bahwa perpustakaan akan menarik minat lebih banyak
penduduk untuk menggunakannya. Hal ini sudah terbukti di
negara-negara lebih maju, di mana perpustakaan menjadi
salah satu tujuan perjalanan penduduk seperti halnya
mereka mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan dan tempat-
tempat hiburan.
Operasional
Operasional perpustakaan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap penggunaan perpustakaan. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila semakin baik operasional
perpustakaan, maka akan semakin meningkatkan
penggunaan perpustakaan. Oleh karena itu, dalam
merencanakan pelayanan perpustakaan harus diperhatikan
indikator-indikator pendukung operasional seperti waktu
pelayanan, jenis-jenis pelayanan termasuk fasilitas akses
Internet, peraturan penggunaan, koleksi yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna, sistem temu balik koleksi, dan
program atau event yang ditawarkan oleh perpustakaan
kepada masyarakat. Penyediaan fasilitas akses Internet
terutama bagi anggota masyarakat yang tidak memilikinya
di rumah dan bahan perpustakaan bagi yang tidak mampu
membelinya menjadi salah satu upaya untuk mengurangi
kesenjangan teknologi dan pengetahuan yang terjadi di
dalam masyarakat. Pajak yang dikumpulkan terutama dari
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
116
para pembayar pajak sudah seharusnya berperan lebih
besar untuk mengurangi kesenjangan yang terdapat di
dalam masyarakat.
Motivasi dan Demografi Penduduk
Motivasi merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap penggunaan perpustakaan
Sementara, karakteristik demografi penduduk bukanlah
merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap
penggunaan perpustakaan, namun bukan faktor negatif.
Motivasi
Hasil analisis menggunakan model struktural
membuktikan bahwa motivasi berpengaruh terhadap
penggunaan perpustakaan. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi motivasi pengguna, maka akan semakin
tinggi penggunaan perpustakaan. Oleh karena itu, motivasi
mempunyai peran dalam peningkatan penggunaan
perpustakaan. Motivasi dapat dibangun baik secara intrinsik
(dari dalam diri) maupun ekstrinsik (dari luar diri)
seseorang. Pemerintah kota dapat berperan membangun
motivasi ekstrinsik penduduk melalui berbagai kegiatan
bekerjasama dengan berbagai pihak seperti institusi
pendidikan, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan
lainnya. Dengan membangun motivasi ekstrinsik akan
terbangun motivasi intrinsik penduduk. Hasil ini
mendukung penelitian Berg (2009) tentang dorongan untuk
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
117
penggunaan perpustakaan adalah keinginan dari dalam diri
sendiri seperti motivasi untuk membaca dan menulis dan
kebutuhan untuk mandiri.
Demografi Penduduk
Karakteristik demografi pengaruhnya tidak
signifikan terhadap penggunaan perpustakaan umum.
Karakteristik demografi penduduk meliputi usia,
pendidikan, jenis kelamin, tingkat ekonomi, kemampuan
bahasa, cacat fisik, suku, agama dan ras pengguna. Penelitian
yang pernah dilakukan di negara maju menunjukkan bahwa
faktor demografi berpengaruh signifikan terhadap
penggunaan perpustakaan (Koonzt, 1992). Perbedaan ini
kemungkinan disebabkan kondisi demografi penduduk yang
berbeda antara negara maju dan negara berkembang seperti
masalah bahasa, ras dan agama. Sekalipun secara teoritis
bahwa karakteristik demografi berpengaruh terhadap
penggunaan perpustakaan, akan tetapi dengan melihat data
kategori karakteristik demografi pengguna di kota Medan,
maka dapat dipastikan bahwa tidak ada hambatan
demografi dalam penggunaan perpustakaan. Hal ini sesuai
dengan Public Library Manifesto (1994) yang menyatakan
bahwa perpustakaan umum harus terbuka bagi semua orang
tanpa membedakan warna kulit, jenis kelamin, usia,
kepercayaan, dan ras.
Bab VII. Pengembangan Model Lokasi Perpustakaan Umum Spasial
118
Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa lokasi, prasarana pendukung lokasi, karakteristik
demografi pengguna, spesifikasi fisik, operasional perpus-
takaan, dan motivasi pengguna berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penggu-
naan perpustakaan umum. Penggunaan perpustakaan
berpengaruh nyata terhadap pengembangan wilayah melalui
peningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Lokasi berpengaruh nyata terhadap peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan
perpustakaan umum. Prasarana pendukung lokasi
berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber
daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum.
Karakteristik demografi berpengaruh tidak nyata terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
penggunaan perpustakaan umum. Spesifikasi fisik gedung
perpustakaan berpengaruh nyata terhadap peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui penggunaan
perpustakaan umum. Operasional perpustakaan
berpengaruh nyata terhadap peningkatan kualitas sumber
daya manusia melalui penggunaan perpustakaan umum.
Motivasi pengguna berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
penggunaan perpustakaan umum.
Sehubungan dengan itu, disarankan beberapa hal
berkaitan dengan penggunaan perpustakaan umum untuk
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
119
peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayah
perkotaan. Pemerintah kota disarankan untuk membangun
sejumlah fasilitas perpustakaan umum di wilayah kota
dalam satu sistem manajemen dan pelayanan terintegrasi.
Lokasi perpustakaan umum harus tersebar di wilayah kota
agar dekat dengan tempat tinggal penduduk dan/atau waktu
tempuh yang akseptabel bagi masyarakat. Prasarana
pendukung lokasi perpustakaan umum sebaiknya dibangun
atau difasilitasi agar aksesibilitas masyarakat terhadap
perpustakaan tinggi.
Karakteristik demografi pengguna atau penduduk
dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan
koleksi dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Spesifikasi fisik setiap bangunan gedung
perpustakaan umum harus memberikan kenyamanan dan
dapat menampung pengguna potensial di suatu wilayah
kerja yang menjadi market area masing-masing. Operasional
perpustakaan perlu diperluas agar memberikan fleksibilitas
waktu pelayanan yang lebih besar bagi pengguna
perpustakaan umum. Motivasi intrinsik pengguna harus
ditingkatkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak
seperti keluarga, kelurahan, dan institusi pendidikan.
Selain itu, pemerintah kota seharusnya melibatkan
dan memanfaatkan peran institusi perpustakaan umum
untuk menggerakkan potensi wilayah kota sehingga kota
dapat lebih berkembang dan maju dengan partisipasi yang
lebih besar dari penduduknya.
Daftar Pustaka
120
DAFTAR PUSTAKA
Abeltina, Anna (2008). “The role of human capital in regional
development. 5th International Scientific Conference
Business and Management”.
<http://www.vgtu.lt/leidiniai/leidykla/BUS_AND_MA
NA_2008/soc-economical/483-489-G-Art-
Abeltina.pdf>. (17/2/2010).
Adisasmita, Rahardjo (2005). Dasar-dasar ekonomi wilayah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Alaqeeli, Jamal Abdullah (1996). International students and
public library use: An exploratory study. PhD
Dissertation, Indiana University.
Alkadri (2001). “Perencanaan pembangunan berbasis
teknologi: Sebuah pengantar”. Dalam: Muchdie et al
(Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta:
Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan
Wilayah BPPT.
American Library Association. Coordinating Committee on
Revision of Public Library Standards (1956). Public
library standards: A guide to evaluation with minimum
standards. Chicago: American Library Association.
Amron, Mochammad (2007). “Kajian lingkungan hidup
dalam pembangunan wilayah dalam konteks
pembangunan infrastruktur pekerjaan umum”.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
121
Makalah disampaikan dalam Dies Natalis Universitas
Gadjah Mada Ke-58, Yogyakarta: 27 Oktober.
Antunes and Bigotte. (2003) “Comprehensive Public Facility
Location Modeling”.
<http://www.esnips.com/doc/19f4d27f-f951-4772-
834a-1fa017193351/comprehensive-public-facility-
location-modeling>. (17/09/2008).
Arikunto, Suharsimi (1998). Prosedur penelitian: Suatu
pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Ary, Subroto (2001). “Peranan sumber daya manusia dalam
pengembanan wilayah di Indonesia”. Dalam: Muchdie
et al (Ed) Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi.
Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi
Pengembangan Wilayah BPPT.
Bennet, William D. and Bruce W. Smith (1975). “The
correlates of library patronage distance decay.” East
Lakes Geographer 10.
Berg, Margaret A. (2009). Motivation and discourse in a
literate environment: A case study of a young adult
library. PhD Dissertation, Faculty of the Graduate
School, University of Kansas.
Brata, Aloysius Gunadi (2002). “Pembangunan manusia dan
kinerja ekonomi regional di Indonesia”. Jurnal Ekonomi
Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang,
Vol 7, No. 2, 2002.
Budiharsono (2005). Teknik analisis pembangunan wilayah
pesisir dan lanjutan. Jakarta: Pradya Paramita.
Daftar Pustaka
122
Calcuttawala, Zohra (2004). Knowledge stores: The spatial
dynamics of public library accessibility and consumption
in Calcutta. PhD Dissertation, University of Cincinnati.
Chruch, R.L. dan A. T. Murray (2009). Business site selection,
location analysis, and GIS. Toronto: John Wiley
and Sons.
Church, R. L. and C. S. ReVelle (1976). “Theoretical and
computational links between the p-median location
set-covering and the maximal covering location
problem”. Geographical Analysis, 8: 406-415.
City of Sydney (2005). Library network strategy. Sydney:
CRED Community Planning.
Colin, Brigitte (2009). “Building up education towards
sustainable urban development”. IFLA Newsletter, 80.
<www.unesco.org/shs/urban>. (January 2009).
Coughlin, R. E. (1972). Urban Analysis for branch library
system planning. Connecticut: Greenwood Publishing.
Current, J., H. Min, and D. Schilling (1990). “Multiobjective
analysis of facility location decisions”. European
Journal of Operational Research, 49: 295-307.
Daskin, M. S. (1995). Network and discrete location: Models,
algorithms, and applications. New York: Wiley
Interscience.
Daskin, Mark S. and Susan Hesse Owen (1998). “Strategic
facility location: A review”. European Journal of
Operational Research, 111: 423-447.
Dear, M. J. (1974). “A paradigm for public facility location
theory”. Antipode. 6 (3), 46-50.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
123
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2001).
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman
Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang
Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan
Pekerjaan Umum. Jakarta: Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2005).
Penyelenggaraan penataan ruang: Permasalahan,
tantangan, kebijakan, strategi, dan program strategis.
Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum.
Drezner, Z. and G. O. Welowsky (1991). “Facility location
when demand is time dependent”. Naval Research
Logistics, 38: 763-777.
Edmunds, K. M., & Bauserman, K. L. (2006). “What teachers
can learn about reading motivation through
conservation with children”. The Reading Teacher,
59(5), 414-424.
Ferdinand, A. (2002). Structural equation modelling dalam
penelitian manajemen: Aplikasi model-model rumit
dalam penelitian untuk tesis S-2 dan disertasi S-3.
Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
Florida, Richard, Charlotta Mellander dan Kevin Stolarick
(2007). Inside the balck box of regional development:
human capital, the creative class and tolerance.
<http://www.creativeclass.com/rfcgdb/articles/Insid
e_the_Black_Box_of_Regional_Development.pdf>.
Daftar Pustaka
124
(17/2/2010).
Forde, Janet Lynch (1996). A study of reading and library use
among Nobel Laureates. PhD Dissertation, Florida State
University.
Getz, M. (1978). “The efficient level of public library
services”. Working Paper No. 55 (October). The Joint
Center for Urban Studies of M. I. T. and Harvard
University
Gill, Philip et al. (2001). The public library service:
IFLA/UNESCO Guidelines for Development. München: K.
G. Saur Verlag.
Gozali, Imam (2004). Analisis multivariat dengan program
SPSS. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
Gozali, Imam (2004). Model persamaan struktural.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gozali, Imam dan Fuad (2005). Structural Equation
Modeling: Teori, konsep, dan aplikasi dengan program
Lisrel 8.54. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Guthrie, J. T. and M. H. Davis (2003). “Motivating struggling
readers in middle school through an engagement
model for classroom practice”. Reading and Writing
Quarterly, 19, 59-85.
Guthrie, J. T. and Humenick, N. (2004). “Motivating students
to read: Evidence for classroom practices that increace
reading motivation and achievement”. In P. McCardle
and V. Chhabra (Eds.). The voice of evidence in reading
research. Baltimore: Paul H. Brookes Publishing.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
125
Guthrie, J. T. and Wigfield, A. (2000). “Engagement and
motivation in reading”. In M. L. Kamil, P. B.
Mosenthal, P. D. Pearson and R. Barr (Eds.). Handbook
of Reading Research (Vol. III, pp. 403-422). Mahmah,
NJ: Lawrence.
Hair, et. al (1998). Multivariate data analysis. New Jersey:
Prentice Hall.
Hakimi, S. L. (1964). “Optimum locations of switching
centers and the absolute centers and medians of a
graph”. Operations Research, 12: 450-459.
Harvey, D. (1973). Social justice and the city. Maryland: John
Hopkins University Press.
Hay, A. M. (1995). “Concepts of equity, fairness and justice in
geographical studies”. Transactions of the Institute of
British Geographers, 20: 500-508.
Hodgart, R. L. (1978). “Optimizing access to public services”.
Progress in Human Geography, 2: 17-48.
Hoover and Giarratani (2009). “Some spatial aspects of
urban problems” In: Web Book of Regional Science: An
introduction to regional economics.
<www.regionalscience> (27/12/2009).
Indonesia (2007). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Indonesia (2007). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Ivey, G. And K. Broaddus (2001). “Just plain reading: A
survey of what makes student want to read in the
middle school classroom”. Reading Research Quarterly,
Daftar Pustaka
126
36(4), 350-377.
James, Stephen Elisa (1983). An investigation of the
relationship between public library use pattern and
local economic conditions in twenty urban areas: 1960-
1979. PhD Dissertation, University of Wisconsin -
Madison.
Japzon, Andrea C. and Hongmian Gong (2005). “A
neighborhood analysis of public library use in New
York City”. Library Quarterly, 75(4): 446-463.
Jayadinata, Johara T. (1992). Tata guna tanah dalam
perencanaan pedesaan, perkotaan, dan wilayah.
Bandung: Penerbit ITB.
Koomen, E. (2008). Spatial analysis in support of physical
planning. Amsterdam: Vrije University.
Koontz, Christine M. (1992). “Public library site evaluation
and location: past and present market-based modelling
tools for the future” Library and Information Science
Research,14: 379-409.
Koontz, Christine M. (1992). “Public library site evaluation
and location: past and present market-based modelling
tools for the future”. Library and Information Science
Research, 14: 379-409.
Koontz, Christine M. (1994). “Chapter 10: Retail location
theory: Can it help solve the public library location
dilemma?” in Geiner, J. M. (Ed.), Research Issues in
Public Librarianship. Westport: Greenwood Press.
Koontz, Christine M. (1997). Library facility siting and
location handbook. Westport: Greenwood Press.
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
127
Koontz, Christine M. (2002). “Stores and libraries: both
serve customers.” Marketing Library Service, 16 (1),
Jan-Feb.
Koontz, Christine M. (2005). “Place: The fourth ‘p’ of
marketing.” Marketing Library Service, 19 (3), May-
June.
Krejcie, R. V. and D. W. Morgan (1970). “Determining sample
size for research activities”. Educational and
Psychological Measurement, 30, 607-610.
Larson, R. C. (1974). “A hypercube queuing model for facility
location and redistricting in urban emergency
services”. Computers and Operations Research, 1: 67-
95.
Lovato-Gassman, Barbara (2007). The physical community
college library: A single institution study of the
relationship between user satisfaction and library use.
PhD Dissertation, New Mexico State University.
Loveridge, Scott (2000). “Introduction to regional science”.
In: Web Book of Regional Science: An introduction to
regional economics.
<http://www.rri.wvu.edu/loveridgeintroregsci.htm>.
(17/2/2010).
Lucy, W. (1981). “Equity and planning for local services”.
Journal of the American Planning Association, 47: 447-
457.
Manne, A. S. (1961). “Capacity expansion and probabilistic
growth”. Econometrica, 29 (4): 632-649.
Marianov, Vladimir and Daniel Serra (2004). “New trends in
Daftar Pustaka
128
public facility location modelling”.
<www.econ.upf.edu/docs/papers/downloads/755.pdf
>.
(12/04/2008).
McClelland, David C. (1981) “Dorongan hati menuju
modernisasi”. Dalam: Myron Weyner (ed), Modernisasi:
Dinamika pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
McKenna, M., Kear, D., & Ellworth, A. (1995). “Children’s
attitudes toward reading: A national survey”. Reading
Research Quarterly, 30, 934-956.
McQuillan, J. (1997). “The effects of incentives on reading”.
Reading Research and Instruction, 36, 111-125.
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2003).
“Strategi pengembangan wilayah dalam kerangka
pembangunan ekonomi nasional yang lebih merata
dan lebih adil”. Makalah disampaikan dalam:
Konferensi Nasional Ekonomi Indonesia Putaran
Ketiga, Makasar: 9-11 Desember.
Miraza, Bachtiar Hassan (2005). Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Bandung: Ikatan Sarjana
Ekonomi Indonesia Cabang Bandung – Koordinator
Jawa Barat.
Mobasheri, F., L. H. Orren, and F. P. Sioshansi. (1989).
“Scenario planning at Southern California Edison” ,
Interfaces, 19 (5): 31-44.
Muchdie (2001). “Dampak kebijaksanaan pengembangan
wilayah KTI terhadap perekonomian nasional: Kajian
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
129
input-output antar daerah.” Dalam: Muchdie et al (Ed)
Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan teknologi.. Jakarta: Pusat
Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan
Wilayah BPPT.
Nachrowi dan Suhandojo (2001). “Analisis sumber daya
manusia, otonomi daerah, dan pengembangan
wilayah” Dalam: Muchdie et al (Ed) Tiga pilar
pengembangan wilayah: Sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat Pengkajian
Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT.
Narmawati (2007). Analisis data penelitian dengan SPSS.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
National Library Board Singapore (2008).
<www.nlb.gov.sg>. (25/11/2008).
NESF (2006). “Realising potential: The public library service
and cultural inclusion”.
Nijkamp, P. (1989). “Information technology and urban
planning”. In: John Brotchie et al (Eds) The future of
urban form. London: Routledge.
Olaniyan, D. A. dan Okemankinde, T (2008). “Human capital:
Implications for educational development”. European
Journal of Scientific Research, 24: 157-162. <
http://www.eurojournals.com/ejsr_24_2_01.pdf>
(17/2/2010).
Oldfather, P., & Dahl, K. (1995). “Toward a social
constructivist reconceptualization of intrinsic
motivation for literacy learning”. Perspective in
Daftar Pustaka
130
Reading Research, 6, 1-19.
Palmer, E. Susan (1981). “The effect of distance on public
library use: A literature survey.” Library Research, 3.
Pannen, Pauline (1996). “Sense making sebagai pendekatan
kognitif dalam perancangan dan pemanfaatan jasa
Pusdokinfo”. Prosiding Seminar Sehari Layanan
Pusdokinfo Berorientasi Pemakai di Era Informasi:
Pandangan Akademisi dan Praktisi. Depok: Program
Studi Ilmu Perpustakaan, Program Pascasarjana,
Universitas Indonesia.
Pemerintah Kota Medan (2008). Medan dalam Angka/Medan
in Figures 2007. Medan: Badan Pusat Statistik Kota
Medan.
Picther, S. M., et.al. (2007). “Assessing adolescent’s
motivation to read”. Journals of Adolescent and Adult
Literacy, 50(5), 378-396.
ReVelle and Eiselt (2005). “Location analysis: A synthetis
and survey.” European Journal of Operational Research,
165.
Robinson, Alice Annmarie (2000). “The queens public library
adult learning center’s role in providing literacy
services to adult population”. PhD Dissertation, The
Graduate School of Education, Fordham University.
Robinson, William C. (1975). “The utility of retail site
selection for the public library”. Occasional Papers.
University of Illinois Graduate School of Library
Science.
Santoso, Singgih (2007). Structural Equation Modelling:
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
131
Konsep dan aplikasi dengan AMOS. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Scott, A. J. (1991) “Dynamic location-allocation systems:
some basic planning strategies”. Environment and
Planning, 3: 73-82.
Sekarar, Uma (2003). Research method for business: A skill-
building approach, 4th ed. New York: John Wiley & Sons.
Seppala, Ulla (2003). “An evolutionary model for spatial
location of economic facilities”. Interim Reports on
work of International Institute for Applied Systems
Analysis (IIASA).
Singarimbun, M. dan S. Effendi (1998). Metode penelitian
survai. Jakarta: LP3ES.
Sirojuzilam (2006). Teori Lokasi. Medan: USU Press.
Sirojuzilam dan Kasyfull Mahalli (2010). Regional:
Pembangunan, perencanaan, dan ekonomi. Medan: USU
Press.
Solimun (2002). Structural Equation Modelling (SEM) LISREL
dan Amos. Malang: Penerbit Universitas Negeri
Malang.
Stillwell, J. and Clarke, G. (2004). Applied GIS and spatial
analysis. London: John Wiley & Sons.
Sugiyono (2002). Metode penelitian administrasi, cet. ke-8.
Bandung: Alfabeta.
Sulistyo-Basuki (1993). Pengantar ilmu perpustakaan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunardi (2004). “Reformasi perencanaan tata ruang kota”.
Makalah dalam Workshop dan Temu Alumni Magister
Daftar Pustaka
132
Perencanaan Kota dan Daerah UGM. Yogyakarta: 9-11
September.
Sweeney, D. J. and R. L. Tatham (1976). “An improved long-
run model for multiple warehouse location”.
Management Science, 22 (7): 748-758.
Szajnowska-Wisocka, Alicja (2009). “Thories of regional and
local development: Abridged review”. Bulletin of
Geography: Socio-economic Series No. 12.
<http://www.bulletinofgeography.umk.pl/12_2009/0
5_szajnowska.pdf>. (12/2/2010).
Tapiero, C. S. (1971). “Transportation-location-allocation
problems over time”. Journal of Regional Science, 11
(3): 377-384.
Tarigan, Robinson (2008). Perencanaan pembangunan
wilayah, ed. ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.
Toregas, C. and ReVelle, C. (1972). “Optimal location under
time or distance constraints”. Papers of the Regional
Science Association, 28: 133-143.
Truelove M. (1993). “Measurement of spatial equity”.
Environment and Planning: Government and Policy, 11:
19-34.
Urban Institute (2007). “Making cities stronger: Public
library contributions to local economic development”.
<www.urbanlibraries. org/files/making_ cities>.
(12/08/2008).
Varheim, Andreas (2008). “Theoretical approaches on public
libraries as places creating social capital”. World
Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum Spasial di Wilayah Perkotaan
133
library and information congress: 74th IFLA General
Conference and Council, Quebec.
<http://www.ifla.org/IV/ifla74/index.htm>. (17/2/2010).
Wang, X. and Hofe, R. (2007). Research methods in urban and
regional planning. Beijing: Tsinghua University Press.
Welowsky, G. O. and W. G. Truscott (1976). “The multiperiod
location-allocation problem with relocation of
facilities”. Management Science, 22 (1): 57-65.
Wheler, Joseph L. (1958). The effective location of public
library buildings. Illinois: University of Illinois Library
School.
Wibowo, Rudi dan Soetriono (2004). Konsep, teori, dan
landasan analisis wilayah. Malang: Bayumedia.
Wiesendanger, K. and Bader, L. (1989). “Children’s view of
motivation”. The Reading Teacher, 43, 345-346.
WordNet (2009). <http://wordnetweb.princeton.edu/perl/
webwn?s=development>. (31/12/2009).
Zen, M. T. (2001). “Falsafah dasar pengembangan wilayah:
Memberdayakan manusia”. Dalam: Muchdie et al (Ed)
Tiga pilar pengembangan wilayah: Sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan teknologi. Jakarta: Pusat
Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan
Wilayah BPPT.
Zweizig, Douglas L. (1982). Output measure for public
libraries: A Manual of standarized procedures. Chicago:
American Library Association.
Pertumbuhan pesat kawasan perkotaan menyebabkan banyak kebutuhan pelayanan umum penduduk yang tidak dapat terpenuhi. Perpustakaan sebagai salah satu pelayanan umum yang harus disediakan oleh pemerintah kota tidak cukup hanya tersedia di satu lokasi tetapi harus tersebar di beberapa lokasi agar dapat menjangkau semua penduduk.
Perpustakaan umum memiliki arti penting sebagai infrastruktur pengetahuan karena posisinya yang unik untuk menjembatani jurang pemisah di antara penduduk. Perpustakaan menyediakan akses universal terhadap informasi dan pengetahuan bagi semua penduduk terutama yang berpenghasilan rendah.
Salah satu faktor penting dalam aspek kewilayahan adalah kajian berkaitan dengan lokasi termasuk lokasi untuk perpustakaan umum. Kesalahan dalam pemilihan lokasi perpustakaan dapat berarti penurunan akses sehingga kinerja tidak optimal. Buku ini memaparkan beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi perpustakaan umum.
Perencanaan Lokasi
PERPUSTAKAANUMUM SPASIALDI WILAYAHPERKOTAAN
9 789794 585832 00009
ISBN 979-458-583-1