PERENCANAAN LANSKAP KONSERVASI BUDAYA SUKU … · Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang...
-
Upload
vuongtuyen -
Category
Documents
-
view
331 -
download
15
Transcript of PERENCANAAN LANSKAP KONSERVASI BUDAYA SUKU … · Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang...
PERENCANAAN LANSKAP KONSERVASI BUDAYA
SUKU BADUY LUAR DAN DANGKA
DENGAN PENDEKATAN BIOREGION
DEASNY PRATAMI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Konservasi Budaya Suku Baduy Luar dan Dangka dengan Pendekatan Bioregion
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Deasny Pratami
NIM A44090055
iv
ABSTRAK
DEASNY PRATAMI. Perencanaan Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy
Luar dan Dangka dengan Pendekatan Bioregion. Dibimbing oleh QODARIAN
PRAMUKANTO.
Suku Baduy merupakan kelompok masyarakat yang mempertahankan adat serta
tradisi, dan berpangkal pada ketentuan para leluhur mereka. Namun, Suku Baduy
mengalami pengaruh budaya dari luar, terutama pada masyarakat Baduy Dangka
dan Luar yang dijadikan sebagai area penyangga bagi kawasan Baduy Dalam.
Tujuan umum penelitian ini adalah merencanakan lanskap konservasi budaya
Suku Baduy Luar dan Dangka dengan pendekatan bioregion. Bioregional
merupakan suatu wilayah tanah dan air yang cakupannya tidak ditentukan oleh
batas administrasi atau politik, tetapi oleh batas geografis komunitas manusia dan
sistem ekologinya. Tahapan penelitian terdiri atas: persiapan, preliminary study,
analisis dan sintesis, dan perencanaan. Analisis dilakukan untuk menentukan unit
bioregion, unit lanskap, dan unit tempat. Kemudian dilakukan evaluasi untuk
menyepadankan kriteria karakteristik bioregion Baduy Dalam dengan
karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka. Karakteristik bioregion Baduy
Dalam disusun berdasarkan studi literatur. Hasil penyepadanan akan digunakan
sebagai arahan konsep rencana lanskap yang akan dikembangkan. Konsep
perencanaan berbasis bioregional dalam penelitian ini memiliki tujuan
meningkatkan kualitas hidup yang selaras antara alam sebagai sumberdaya dan
aktivitas manusia melalui perbaikan dan optimalisasi lingkungan berkelanjutan
dari segi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya. Hasil akhir penelitian ini
dituangkan berupa gambar rencana lanskap konservasi budaya Suku Baduy Luar
dan Dangka.
Kata Kunci: bioregion, konservasi budaya, perencanaan lanskap, Suku Baduy
Luar dan Dangka.
ABSTRACT
DEASNY PRATAMI. Landscape Planning for Cultural Conservation of Baduy
Dangka Tribe with Bioregion Approach. Dibimbing oleh QODARIAN
PRAMUKANTO.
The Baduy Tribe is a community which preserves their culture, tradition, and hold true
to their ancesters believe. The Baduy Tribe has suffered some external influence
towards their culture, especially effecting the Outter Baduy and Dangka community
which functions as buffer area for the Inner Baduy region. The general purpose of this
research is to plan a cultural conservation landscape for the Outter Baduy and Dangka
Tribe using the bioregion approach. Bioregion constitues the geographical area, which
its delineation is not determine by administrative or political boundaries, instead its
limited by the culture domain and the nature boundaries. The research consists of:
preparation, preliminary study, analysis, synthesis, and planning. Analysis is done to
v
determine the bioregion unit, landscape unit, and place unit. After that, evaluation in
matching the bioregion characteristic of Inner Baduy with bioregion characteristic of
Outter Baduy and Dangka. The matching is done in order to utilise the result of the
evaluation, as a concept guide in the landscape planning to be developed. The
bioregional based of planning concept in this particular research has a purpose to
escalate the quality of living combining nature as a resource and human activity,
through sustainable refirement and optimazing the environment in the facet of ecology,
social, economy, and culture. The final result of this research are arranged as
landscape planning for cultural landscape conservation of The Outter Baduy and
Dangka Tribe.
Keywords: bioregion, cultural conservation, landscape planning, The Outter Baduy
dan Dangka Tribe
vi
vii
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
PERENCANAAN LANSKAP KONSERVASI BUDAYA
SUKU BADUY LUAR DAN DANGKA
DENGAN PENDEKATAN BIOREGION
DEASNY PRATAMI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
viii
ix
Judul : Perencanaan Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy Luar dan
Dangka dengan Pendekatan Bioregion
Nama : Deasny Pratami
NIM : A44090055
Disetujui Oleh
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Dosen Pembimbing
Diketahui Oleh
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Tanggal disetujui:
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Konservasi
Budaya Suku Baduy Luar dan Dangka dengan Pendekatan Bioregion” dapat
diselesaikan.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini diharapkan
dapat memotivasi masyarakat baduy khususnya Baduy Luar dan Dangka agar
mengetahui potensi sumberdaya dan dampak dari tindakan yang dapat merusak
sumberdaya sehingga dapat menumbuhkan kepedulian dan kebanggan bagi
masyarakat untuk melestarikan wilayah yang ada di dalamnya.
Penyusunan skripsi ini dibantu dan didukung oleh berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Ibu, Alm. Ayah, Adik, dan seluruh keluarga besar atas
dukungan dan doanya selama ini.
2. Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing dan pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan kritik yang
bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Nurhayati H S Arifin, M.Sc dan Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr atas
kritik dan saran selaku dosen penguji dalam ujian skripsi.
4. Jaro Dainah sebagai Kepala Desa Kanekes atas izin penelitiannya, Ayah
Mursid (Wakil Jaro Baduy Dalam, Cibeo), Sapri, dan Aldi yang telah
memberikan informasi dan data selama proses penelitian di lapangan.
5. Beasiswa BUMN, atas biaya penelitian yang telah diberikan.
6. Rival Herwindo, atas dukungan dan bantuannya dalam pelaksanaan skripsi
dan turun lapang.
7. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis, Nurul Anisyah Desdyanza, Yolanda Agustine, Firdha Mahardi dan
teman-teman seperjuangan ARL 46.
8. Teman-teman Arsitektur Lanskap IPB angkatan 43, 44, 45 dan 47 atas
dukungan dan kenangan selama di departemen
9. Serta seluruh pihak yang telah banyak membantu selama proses penyusunan
skripsi ini.
Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Bogor, Februari 2014
Deasny Pratami
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Konservasi 4
Budaya 4
Suku Baduy 5
Perencanaan Lanskap 7
Bioregion 7
METODOLOGI 10
Waktu dan Tempat Penelitian 10
Data dan Informasi 10
Alat 13
Metode dan Tahapan Penelitian 13
KONDISI UMUM 17
Profil Kampung Baduy Luar dan Dangka 17
Aksesibilitas 20
DATA DAN ANALISIS 21
Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka 21
Aspek Budaya 21
a. Sejarah Kawasan 21
b. Adat Istiadat 21
c. Pola Pemukiman dan Arsitektur Rumah Adat 27
d. Kebudayaan Naratif 30
xii
d. Produk Seni 31
Aspek Bio-Fisik 32
a. Topografi dan Kemiringan 32
b. Geologi dan Tanah 35
c. Iklim dan Curah Hujan 38
d. Hidrologi 39
e. Penggunaan dan Penutupan Lahan 39
f. Keanekaragaman Vegetasi 46
Karakteristik Bioregion Baduy Dalam 55
Analisis Bioregional 59
Unit Bioregion 59
Unit Lanskap 61
Unit Tempat 61
SINTESIS 65
KONSEP DAN PENGEMBANGAN 69
Konsep Perencanaan 69
Rencana Pengembangan Konsep 69
PERENCANAAN LANSKAP 75
Rencana Lanskap 75
Rencana Ruang 75
Rencana Sirkulasi 76
Rencana Vegetasi 76
SIMPULAN DAN SARAN 82
Simpulan 82
Saran 82
DAFTAR PUSTAKA 83
LAMPIRAN 85
RIWAYAT HIDUP 96
xiii
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi Bioregion 8
2 Data dan Informasi 11
3 Nama Bulan serta Kegiatan Upacara Adat di Baduy 26
4 Luas Kelas Lereng Kampung Baduy Luar dan Dangka 35
5 Nilai Indeks dan Tingkat Pencemaran DAS Ciujung 39
6 Kriteria Interpretasi Citra Satelit untuk Kelas Penutupan Lahan 43
7 Luas Penutupan Lahan Kawasan Kampung Baduy Luar dan Dangka 44
8 Jenis Vegetasi, Manfaat, dan Habitat 50
9 Keanekaragaman Kelompok Manfaat Vegetasi 54
10 Keanekaragaman Pengambilan Vegetasi berdasarkan Habitat 55
11 Karakteristik Bioregion Baduy Dalam 56
12 Daftar DAS di Provinsi Banten 59
13Evaluasi Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka dengan Arahan
perbaikan 65
14 Rencana Vegetasi Baduy Luar dan Dangka 77
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pikir Penelitian 3
2 Peta Lokasi Kampung Baduy Luar dan Dangka 10
3 Diagram Tahapan Penelitian 14
4 Kondisi Desa Kanekes 18
5 Peta Eksisting Kampung Baduy Luar dan Dangka 19
6 Aksesibilitas Lokasi Penelitian 20
7 Kegiatan Pertanian dan Kaitannya dengan Upacara Adat 21
8 Pola Tata Ruang Kampung Gajeboh, Baduy Dangka 22
9 Bentuk Rumah Panggung di Kampung Baduy Luar dan Dangka 23
10 Denah Rumah Baduy Luar dan Dangka 24
11 Kain Tenun dan alat tenun yang ada di Baduy 31
12 Pakaian adat Baduy Dalam (kiri); 32
Pakaian adat Baduy Luar dan Dangka (kanan)
13 Tas Koja hasil kerajinan tangan Masyarakat Baduy 32
14 Peta Topografi Kampung Baduy Luar dan Dangka 33
15 Peta Kemiringan Lahan Kampung Baduy Luar dan Dangka 34
16 Peta Geologi Kecamatan Leuwidamar 36
17 Peta Tanah Kampung Baduy Luar dan Dangka 37
18 Suhu Udara, Kelembaban Udara, Curah Hujan 2003/2012 38
19 Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Banten 40
20 Sub DAS Kampung Baduy Luar dan Dangka 41
21 Skema zona pemanfaatan lahan di Kampung Baduy Luar dan Dangka 42
22 Peta Penutupan Lahan Kampung Baduy Luar dan Dangka 43
23 Ilustrasi Struktur Vegetasi Leuweung lembur 46
24 Ilustrasi Struktur Vegetasi Huma 47
25 Ilustrasi Struktur Vegetasi Jami 48
26 Ilustrasi Struktur Vegetasi Reuma 49
xiv
27 Ilustrasi Struktur Vegetasi Leuweung kolot 50
28 Unit Bioregion 60
29 Unit Lanskap 63
30 Unit Tempat 64
31 Block Plan 70
32 Konsep Ruang 69
33 Konsep Sirkulasi 71
34 Tipe Vegetasi Leuweung Lembur 72
35 Tipe Vegetasi Huma 72
36 Tipe Vegetasi Jami 73
37 Tipe Vegetasi Reuma 73
38 Tipe Vegetasi Leuweung Kolot 73
39 Rencana Lanskap Konservasi Budaya Suku Baduy Luar dan Dangka 81
DAFTAR LAMPIRAN
1 Keanekaragaman vegetasi leuweung kolot dan larangan di Baduy Dalam 85
2 Keanekaragaman vegetasi reuma di Baduy Dalam 90
3 Keanekaragaman vegetasi leuweung lembur di Baduy Dalam 93
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suku merupakan sekelompok orang tertentu yang memiliki latar belakang
budaya yang sama untuk menjunjung nilai-nilai adat yang berlaku dalam
wilayahnya. Suku Baduy merupakan salah satu suku budaya di Indonesia yang
masih memegang teguh adat tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka.
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang kehidupannya berorientasi pada
alam, sehingga budaya yang berkembang dalam masyarakat sangat berhubungan
dengan kondisi alam. Masyarakat Baduy memanfaatkan alam sebagai sarana
untuk bercocok tanam, berladang, sumber bahan pangan, sandang, dan papan.
Secara umum masyarakat Baduy dibagi menjadi tiga bagian yaitu tangtu,
panamping, dangka. Tangtu dan panamping berada pada wilayah Desa Kanekes,
sedangkan dangka ada yang berada di dalam dan di luar Desa Kanekes. Dangka
menurut beberapa pendapat sebagai tempat pembuangan warga Baduy yang
melanggar adat. Walaupun dangka berada di luar wilayah Kanekes, namun masih
merupakan pendukung budaya dan keturunan Baduy (Permana 2006).
Sejalan dengan perkembangan zaman saat ini, Suku Baduy telah mengalami
pengaruh budaya dari luar, terutama pada Masyarakat Baduy Luar dan Dangka.
Perubahan ini dapat dilihat dari bentuk pemanfaatan alam seperti hutan dan sungai
di kampung ini mengalami perubahan. Penggunaan bahan-bahan kimia, seperti
deterjen menyebabkan pencemaran pada air sungai. Selain itu terjadi praktek
penebangan kayu di hutan, serta terjadi penyerobotan lahan oleh masyarakat di
luar Baduy. Hutan dan sungai yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan
budaya Suku Baduy mengalami perubahan. Adanya perubahan tata guna lahan
karena adanya pengaruh dari luar kawasan, lama kelamaan akan menjadi ancaman
bagi Masyarakat Baduy Dalam, sehingga fungsi dari Baduy Luar dan Dangka
yaitu sebagai area penyangga atas pengaruh budaya luar tidak lagi berfungsi.
Keadaan ini juga disebabkan karena kurang dipahaminya bentuk-bentuk
pemanfaatan ruang yang diterapkan pada masyarakat Baduy Luar dan Dangka.
Padahal Suku Baduy yang tinggal di atas Pegunungan Kendeng memandang alam
yang terdapat di sekitarnya sebagai suatu kesatuan dari hulu ke hilir yang
memiliki batas-batas ekologis, dimana kerusakan yang terjadi di hulu akan
mengakibatkan kerusakan sampai ke hilirnya. Dalam menerapkan prinsip tersebut,
maka pengelolaan sumberdaya alam perlu dilakukan secara langsung oleh
masyarakat yang mendiami kawasan tersebut. Oleh karena itu alam dapat menjadi
sumber kehidupan dan bagian dari kebudayaan masyarakat Baduy terutama
masyarakat Baduy Luar dan Dangka, dimana terdapat batas-batas budaya yang
perlu ditata secara terintegrasi.
Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan lanskap konservasi budaya
kawasan Baduy Luar dan Dangka yang dapat mengakomodasi kepentingan
masyarakatnya dengan batas perencanaan yang mengacu pada batas alami/ekologi
kawasan berdasarkan prinsip yang digunakan oleh masyarakat Baduy Dalam.
Salah satu pendekatan yang tepat yaitu melalui pendekatan bioregion, yaitu suatu
pengelolaan wilayah yang cakupannya tidak ditentukan oleh batas administrasi
atau politik, tetapi oleh batas geografis komunitas manusia dan sistem
2
ekologisnya (Thayer 2003). Pendekatan ini menganjurkan agar wilayah lebih
didasarkan pada karakteristik alamiah daripada keputusan politis yang dibuat oleh
manusia. Selain itu pendekatan ini juga menempatkan peran masyarakat lokal
sebagai faktor utama pengelola sumberdaya alam.
Hasil perencanaan lanskap konservasi budaya kawasan Baduy Luar dan
Dangka dengan pendekatan bioregion, diharapkan dapat menjadi arahan dalam
mewujudkan tata ruang kawasan Baduy Luar dan Dangka yang berkelanjutan,
serta menjadi panduan dalam mengelola lingkungan yang menjadi tempat hidup
mereka.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik bio-fisik dan budaya Baduy Luar dan Dangka dapat
menghasilkan tata ruang bioregion Baduy Luar dan Dangka yang
berkelanjutan?
2. Apakah kriteria perencanaan yang digali berdasarkan karakteristik bioregion
Baduy Dalam dapat diterapkan dalam evaluasi tata ruang Baduy Luar dan
Dangka?
3. Apakah rencana lanskap konservasi budaya Baduy Luar dan Dangka dapat
disusun berdasarkan pendekatan bioregion?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu merencanakan lanskap
konservasi budaya kawasan Baduy Luar dan Dangka dengan berbasis pada
pendekatan bioregion. Sedangkan tujuan khusus perencanaan ini yaitu:
1. mengidentifikasi dan menganalisis karakter bioregion kawasan Baduy Dalam,
Luar, dan Dangka;
2. menyusun kriteria perencanaan berdasarkan karakteristik bioregion Baduy
Dalam untuk diterapkan ke dalam evaluasi tata ruang Baduy Luar dan Dangka;
3. menyusun rencana lanskap konservasi budaya Baduy Luar dan Dangka
berdasarkan pendekatan bioregion agar tercipta lingkungan yang berkelanjutan,
baik secara ekologi, sosial budaya, maupun ekonomi
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi masyarakat Baduy Luar
dan Dangka dalam mengembangkan wilayahnya untuk mencapai kesejahteraan
masyarakatnya. Serta dapat menjadi bahan referensi bagi Pemerintah Daerah
dalam perencanaan budaya daerahnya terutama berkaitan dengan rencana
pengembangan budaya berbasis alam.
3
Kerangka Pikir Penelitian
Lanskap Baduy Luar dan Dangka merupakan salah satu bagian dari Lanskap
Suku Baduy. Lanskap Baduy Luar dan Dangka sendiri merupakan area penyangga
dari adanya pengaruh budaya luar yang dapat mempengaruhi budaya Baduy
Dalam. Lanskap Baduy Luar dan Dangka memiliki karakteristik biofisik dan
budaya pembentuk lanskap. Karakteristik tersebut akan membentuk sebuah unit
bioregion yang mengacu pada kriteria bioregion Baduy Dalam. Dari unit
bioregion tersebut dapat diajukan konsep perencanaan kawasan, dan selanjutnya
dilakukan perencanaan lanskap konservasi budaya berbasis bioregion. Kerangka
pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
Konservasi
Konservasi menurut Oxford English Dictionary dalam Putra (2008)
diartikan sebagai kegiatan untuk melindungi, mengawetkan, memelihara/menjaga
dan mempertahankan keberadaannya dari berbagai pengaruh yang merusak serta
menghemat dalam memanfatkannya. Pengertian konservasi ini juga mengandung
makna, yaitu tindakan yang pasif dalam upaya pelestarian untuk melindungi suatu
lanskap sejarah dan budaya dari kehilangan atau pelanggaran dan pengaruh yang
tidak tepat. Tindakan ini bertujuan hanya untuk melestarikan apa yang ada saat ini,
mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang
tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan
perkembangan di masa depan (Nurisjah dan Pramukanto 2001). Kegiatan
konservasi merupakan payung dari semua kegiatan pelestarian (Sidharta dan
Budihardjo 1989 dalam Muhammad 2005).
Konservasi diartikan sebagai segenap proses pengelolaan suatu tempat agar
makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat
meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat. Menurut Koesmaryandi (2006) dalam Putra (2008) konservasi
merupakan suatu cara untuk mencapai pembangunan secara lestari. Konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan, ditujukan bagi
terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Budaya
Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh adanya
kebudayaan yang dirniliki masyarakat yang bersangkutan (Herkovitas dan
Mahowski dalam Soekanto 1987). Bagaimanapun manusia begitu menyatu
dengan kebudayaanya, sehingga seringkali tidak menyadari, betapa dalamnya ia
berakar dan dibentuk di dalam kebudayaan. Konteks kebudayaan menyatu pada
penjelasan tentang bagaimana seseorang tertentu menyeleksi berbagai stimuli dari
luar dirinya, dengan mengaitkan konteks tertentu. Kebudayaan sangat menentukan
apa yang perlu diperhatikan, diabaikan, dan membantu manusia dalam
menentukan prioritas terhadap stimuli yang dihadapinya (Loisa 1996)
Banyak para pakar memberikan pengertian tentang kebudayaan. Seorang
antropolog Suparlan (1996) mendefinisikan kebudayaan berfokus pada ide, bahwa
kebudayaan merupakan pengetahuan, yang merupakan suatu kesatuan ide yang
ada dalam kepala manusia, antara lain terdiri dari serangkaian nilai-nilai, yang
pada gilirannya mengkondisikan seseorang untuk melakukan suatu tindakan
5
dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam dan berisikan
konsep-konsep serta model-model pengetahuan, mengenai berbagai tindakan dan
tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi
lingkungannya.
Kim dalam Lidiawati (1998) berpendapat, kebudayaan merupakan
kumpulan pola-pola kehidupan yang dipelajari manusia tertentu, dari generasi
sebelumnya dan diteruskan ke generasi sesudahnya. Sedangkan Sihabudin (1996)
mendefinisikan budaya sebagai suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, yang diwariskan dari generasi ke generasi
mencakup pola-pola perilaku yang normatif, yaitu meliputi cara berpikir,
merasakan, dan bertindak yang berarti. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Louis dalam Whyne (1998) yang menyatakan bahwa budaya dalam kelompok,
dapat digolongkan sebagai seperangkat pemahaman atau makna yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang. Adanya kebudayaan yang dimiliki oleh manusia,
menempatkan manusia pada kedudukan yang unik di alam. Sebagai anggota dari
suatu sistem ekologi, manusia di satu sudut dapat dipandang sebagai penyebab
timbulnya berbagai masalah lingkungan hidup, tetapi di sudut lain juga dapat
berlaku sebagai pengendali lingkungan (Soenarminto 1993).
Suku Baduy
Suku Baduy adalah suatu bentuk kelompok masyarakat, yang mengasingkan
diri dari lingkungan kelompok masyarakat sekitarnya, dan mempertahankan adat,
serta tradisi yang ketat, dan berpangkal pada ketentuan-ketentuan para leluhur
mereka (Iskandar 2012).
Masyarakat Baduy terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Baduy Dalam (Tangtu),
Baduy Luar (Panamping) dan Baduy Dangka. Tangtu dan Panamping berada pada
wilayah Desa Kanekes, sedangkan Dangka ada yang terdapat di dalam dan di luar
Desa Kanekes. Pembagian ini berdasarkan kesuciannya dan ketaatannya kepada
adat, Tangtu (Baduy Dalam) lebih tinggi dibanding Panamping (Baduy Luar) dan
Panamping lebih tinggi daripada Dangka. Daerah teritorial Baduy Dalam tersebut
adalah Cibeo (tangtu prahyang), Cikeusik (tangtu pada ageung), Cikertawana
(tangtu kadu kujang). Wilayah tangtu merupakan wilayah sentral dari seluruh
rangkaian wilayah Baduy lainnya. Selain wilayah tangtu, terdapat pula dua
wilayah lainnya yang secara berturut-turut menempati urutan stratifikasi sosial
pada masyarakat Baduy yaitu wilayah panamping dan wilayah Dangka. Istilah
bagian Baduy Dalam (kajaroan) dan Baduy Luar (panamping), serta Dangka
(kotor) adalah sebutan yang merupakan ketentuan adat tradisi mereka. Pada saat
ini wilayah Dangka di Baduy terbagi menjadi 9, yaitu Kampung Keduketug,
Cipondoh, Cihulu, Cibengkung, Gajeboh, Marengo, Balimbing, Nungkulan, dan
Panyaweuyan. Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone
atas pengaruh dari luar (Permana, 2006).
Wilayah panamping adalah wilayah pendamping, yang letaknya
mengelilingi wilayah tangtu. Pada masyarakat Panamping terdapat keturuanan
orang-orang tangtu, dan mereka merasa terikat oleh tangtu-tangtu dimana mereka
berasal. Sedangkan wilayah Dangka adalah wilayah permukiman masyarakat
Baduy yang berbatasan langsung dengan masyarakat luar Suku Baduy. Dangka
6
dalam bahasa Sunda artinya kotor. Pada kenyataanya, masyarakat Baduy
menggunakan istilah tersebut, karena wilayah Dangka adalah wilayah tempat
pembuangan bagi masyarakat Baduy yang melanggar adat, serta ketentuan-
ketentuan yang berlaku (Pemda 1993 dalam Zahrotunni’mah 2002).
Kemajuan zaman yang semakin berkembang, hanya sedikit sekali mampu
merubah, serta mempengaruhi kehidupan masyarakat Baduy, terutama masyarakat
Baduy yang mendiami kepuunan, yakni wilayah utama masyarakat Baduy
wilayah Cibeo, Cikeusik, Cikertawana. Ciri masyarakat Baduy tetap dengan
tradisi lamanya, yang lebih menitik beratkan pada amal perbuatan selama hidup,
serta pedoman pada kesederhanaan, yang mereka lakukan mencakup di segala
bidang dan kehidupan, seperti perekonomian, adat istiadat, atau tatanan pelapisan
sosial dalam masyarakatnya. Masyarakat Baduy dalam melaksanakan tugas
sehari-hari, mampu berbuat, serta berperilaku sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh para sesepuh, serta pemimpin mereka yaitu Puun. Kesediaan
serta kepatuhan mereka, terhadap segala perintah yang diberikan. Menjadikan
masyarakat Baduy memiliki keunikan tersendiri dan menjadi ciri khas mereka
(Pemda 1993 dalam Zahrotunni’mah 2002).
Luas total daerah Baduy pada tahun 1980-an diperkirakan kurang lebih
5101,85 ha. Menurut Iskandar (2012) pada luasan tersebut, masyarakat Baduy
membagi tata guna lahan menjadi 4 macam, yaitu pemukiman, hutan kampung
(leuweung lembur), ladang (huma), dan hutan tua (leuwueng kolot/kolot).
Penentuan lahan tersebut dilakukan oleh masyarakat Baduy berdasarkan kriteria
yang sudah dipegang secara turun-temurun, sehingga dalam suatu kawasan
gunung atau bukit di Baduy biasa dibagi menjadi 3 zonasi. Zona pertama, bagian
lembah dekat sungai atau sumber air tanah yang memiliki lahan cepak (lahan
datar) dengan jenis tanah andosol, biasa ditempatkan pemukiman dan hutan
kampung. Zona kedua, bagian atas pemukiman yang memiliki lahan landai
dengan jenis tanah latosol, biasa digunakan untuk penggarapan ladang. Sementara
itu, zona ketiga pada bagian puncak-puncak bukit atau gunung yang memiliki
lahan curam dengan jenis tanah alluvial biasanya terdapat hutan tua, yang tidak
diperkenankan untuk dibuka sebagai ladang.
Masyarakat Baduy dalam melakukan penentuan lahan didasarkan juga pada
jenis vegetasi yang tumbuh di lahan, hal ini dikemukakan oleh Iskandar (2012).
Pada hutan kampung, jenis vegetasi yang biasa tumbuh yaitu kayu albasiah
(Albizia falcataria), durian (Durio zibethinus), duku (Lansium donesticum),
kiray/rumbia (Metroxylon sagu), aren (Arenga pinata), awi gombong
(Gigantochloa verticilata), dan kelapa (Cocos nucifera). Sementara itu, penentuan
ladang di daerah Baduy ditentukan dengan menemukan jenis vegetasi seperti
babakoan (Calotropis gigantea), bintinu, kiseureuh (Pifer aduncum), duku
(Lansium donesticum), durian (Durio zibethinus), peuteuy (Parkia speciosa),
pinang (Areca catechu). Jenis vegetasi tersebut dijadikan penanda karena vegetasi
ini ditanam oleh masyarakat Baduy sebelum meninggalkan lahan tersebut. Pada
hutan tua, jenis vegetasi yang biasa dijadikan penanda yaitu lolot, kareungay,
kikadu, kibuluh, haraghag, jirak, hantap, dan puspa.
Iskandar (2012) menyebutkan bahwa kehidupan masyarakat Baduy
berorientasi ke arah selatan, sehingga selatan dianggap daerah yang paling sakral.
Oleh karena itu, jika dilihat dari sistem tata ruang pemukiman Baduy maka daerah
selatan ditempati oleh rumah puun (jabatan tertinggi dalam wilayah tangtu).
7
Sistem tersebut tidak hanya berlaku dalam tata ruang pemukiman, tapi juga
berlaku dalam sistem tata ruang kawasan masyarakat Baduy. Daerah selatan
dalam sistem tata ruang kawasan merupakan lokasi hutan larangan dan sasaka
domas yang tidak boleh di kunjungi oleh sembarangan orang.
Perencanaan Lanskap
Perencanaan merupakan suatu pendekatan ke masa depan terhadap lahan
dan perencanaan tersebut disertai dengan imajinasi dan kepekaan terhadap analisis
tapak (Laurie,1984). Perencanaan adalah proses pemikiran dari suatu ide ke arah
bentuk yang nyata. Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis untuk
menentukan keadaan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk
mencapai keadaan yang diharapkan tersebut (Simonds, 1983). Secara praktikal,
kegiatan merencanakan suatu lanskap merupakan suatu proses pemikiran dari
suatu ide, gagasan atau konsep kehidupan manusia/masyarakat ke arah suatu
bentuk lanskap atau bentuk alam yang nyata dan berkelanjutan (Nurisjah dan
Pramukanto 2009).
Nurisjah dan Pramukanto (2008) juga menyatakan bahwa perencanaan
lanskap berfungsi utama sebagai suatu panduan saling keterkaitan yang komplek
antara berbagai fungsi yang ada pada suatu lahan, bentang alam atau ekosistem.
Sebagai contoh dengan memisahkan fungsi-fungsi lahan yang tidak berkesesuaian,
menyatukan yang sesuai dan memilih yang kompetitif serta menghubungkan
setiap fungsi yang dikhususkan pada keseluruhan kawasan lanskap yang dilihat
sebagai suatu bentuk wadah kehidupan. Perencanaan lanskap merupakan suatu
penyesuaian antar lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga
kelestarian ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan
terbaik (Mrass 1985). Proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu
proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang (Gold 1980).
Bioregion
Bioregion berasal dari kata bio (hidup) dan region (territorial/wilayah) yang
dapat diartikan sebagai tempat hidup (life place) yaitu suatu lingkungan yang
memiliki kekhasan dimana batas-batasnya ditentukan oleh tatanan alam yang
mampu mendukung keunikan aktivitas komunitas biotik di dalamnya (Thayer
2003). Bioregion didefinisikan bervariasi terdiri dari geografi Daerah Aliran
Sungai (DAS), ekosistem tumbuhan dan hewan, landform, serta budaya khas
manusia yang tumbuh dari potensi alam. Komponen utama yang penting dari
bioregion adalah budaya manusia yang dibangun di dalam dan terintegrasi dalam
area tanpa batas yang kaku dan dibedakan oleh bentukan alami seperti flora, fauna,
tanah, iklim, geologi, dan area drainase. Pendekatan ini membagi lanskap ke
dalam bagian-bagian atau unit lanskap berdasarkan kondisi geologi dan
hidrologinya bukan dengan metode politik.
Terdapat tiga komponen utama dalam pengelolaan bioregion, yaitu
komponen ekologi yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling
berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami ataupun semi
8
alami. Komponen ekonomi yang mendukung usaha pendayagunaan
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya, dengan
pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat. Komponen sosial budaya
yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam serta memberikan peluang
bagi kebutuhan sosial budaya secara lintas generasi. Bioregion merupakan unit
perencanaan ruang dalam pengelolaan sumbar daya alam yang tidak ditentukan
oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan geografis,
komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan bioregion, secara
ekologis. Klasifikasi bioregion dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi Bioregion
Kelas Deskripsi
Bioregion
Mewakili wilayah pada hierarki teratas yang
didefinisikan berdasarkan karakteristik homogenitas
wilayah iklim, elevasi, distribusi vegetasi, dan batas
daerah aliran sungai utama, topografi, dan geologi.
Sub Region
Merepresentasikan subdivisi bioregion yang secara
komposit mencakup wilayah homogen secara kelas
hidrologi, elevasi, bentuk lahan, vegetasi, dan tanah.
Unit Lanskap
Representasi subdivisi Sub Region yang mencakup
wilayah homogen yang dicirikan melalui lereng,
penggunaan lahan, serta atribut sosial budaya komunitas
masyarakat seperti lifestyle dan etnis.
Unit Tempat
Hierarki terendah pada subdivisi ini dicirikan oleh
beberapa komponen antara lain penggunaan lahan, atribut
sosial budaya komunitas masyarakat yang meliputi etnis,
aspirasi masyarakat, the sense of place, the meaning of
place dan berbagai bentuk nilai-nilai lokal.
Sumber: Kim et al (2000) dalam Pramukanto (2004)
Perbedaan antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya yaitu terdapat
nilai intrinsik yang menjadikan daerah tersebut khas atau unik. Jones, Durrant,
Hardy, Atkinson dan Kim (1998) mengidentifikasi enam sumber nilai intrinsik
yang terdiri dari:
a. Pemandangan
Daerah yang memiliki nilai pemandangan yang unik, baik daerah alami
maupun buatan manusia yang memiliki keindahan dan keunikan, seperti
panorama laut, pedesaan, struktur yang indah, pantai, hutan hujan, sungai, dan
teluk.
9
b. Sumberdaya Alam
Sumberdaya Alam merupakan keindahan visual dari lingkungan yang
berupa penampakan fisik dari daerah alami dan tidak terganggu oleh manusia,
seperti hutan, formasi geologi, lahan basah, tepi sungai, dan air terjun.
c. Sejarah
Daerah yang memiliki nilai sejarah, misalnya pemakaman, daerah bekas
perang, tata ruang kota, arsitektur tradisional, dan pola pemukiman.
d. Arkeologi
Daerah yang dapat menginterpretasikan aktivitas sejarah atau prasejarah di lokasi
tersebut membawa lebih dekat ke dalam kejadian sebenarnya, seperti rerentuhan,
artefak, dan struktur bangunan.
e. Budaya
Daerah yang memiliki nilai budaya misalnya kehidupan tradisional, upacara
adat atau keagamaan, ritual pertanian tradisional, tradisi lokal, industri lokal yang
unik, makanan, musik, tarian, bahasa, dan pasar.
f. Rekreasi
Daerah yang memiliki nilai rekreasi meliputi daerah yang mendukung
aktivitas ruang luar, pendakian, arung jeram, terbang layang, melihat burung, dan
fotografi.
10
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di satu Kampung Baduy Luar yaitu Cempaka
Putih dan tiga Kampung Baduy Dangka yaitu Kampung Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing yang terdapat di dalam Desa Kanekes Kecamatan Lewidamar,
Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan,
yang dimulai pada bulan Februari 2013. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
(Gambar 2).
Gambar 2 Peta Lokasi Kampung Baduy Luar dan Dangka, Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Provinsi Banten
Data dan Informasi
Data dan informasi yang dikumpulkan berupa aspek bio-fisik dan budaya
Kampung Baduy Luar dan Dangka yang terkumpul dari berbagai sumber. Berikut
11
ini merupakan tabel data dan informasi yang berisi jenis data yang dikumpulkan,
interpretasi data, serta sumber data (Tabel 2).
Tabel 2 Data dan Informasi
No. Aspek
Jenis Data
Interpretasi Sumber Baduy Luar
dan Dangka Baduy Dalam
S D S D
I Bio-Fisik
1. Topografi √ - √ Elevasi dan BIG
Kemiringan lahan
Wilayah tangkapan
air (DAS, Sub DAS)
Pola Drainase
2. Geologi (1:250000)
dan Tanah (1:50000)
√ √ - √ Jenis tanah Balitan,
BPDAS
Citarum-
Ciliwung
Tekstur tanah
Formasi batuan
3. Iklim √ - √ Tipe iklim BMKG
Curah Hujan
Temperatur
4. Hidrologi √ √ - - Batas DAS BPDAS
Citarum-
Ciliwung,
survey,
wawancara
Pemanfaatan Sungai
Tingkat Pencemaran
sungai
5. Penggunaan Lahan √ √ √ Penggunaan lahan Survey dan
Wawancara
6. Penutupan lahan √ √ - - Penutupan lahan Kementan
8. Vegetasi √ - √ Jenis, manfaat,
habitat
Survey dan
Wawancara
II Budaya
1. Sejarah
√ √ Sejarah kawasan Wawancara
dan Studi
Pustaka
2. Adat Istiadat
√ √ Adat Istiadat
Masyarakat Baduy
Wawancara
dan Studi
Pustaka
3. Pola Pemukiman
dan Arsitektur rumah
adat
√ √ Pola Tata Ruang,
Bentuk rumah adat
Baduy
Survey,
Wawancara
dan Studi
Pustaka
4. Naratif √ √ Pantun, puisi, cerita,
tembang
Wawancara
dan Studi
Pustaka
5. Produk seni √ √ Alat musik, kain
tenun, kerajinan
tangan
Wawancara
dan Studi
Pustaka
12
Keterangan: S: Spasial; D: Deskriptif
Balitan: Balai Penelitian Tanah; Kementan: Kementerian Pertanian;
BMKG: Badan Meteorologi dan Geofisika; BPDAS Citarum-
Ciliwung: Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai; BIG: Badan
Informasi dan Geospasial
A. Aspek Bio-fisik
a. Topografi
Data Topografi digunakan sebagai peta dasar dalam membuat peta
pendahuluan (preliminary map). Peta topografi memuat informasi garis kontur
lahan pada tapak yang berfungsi untuk delineasi kelas kemiringan lahan (slope),
batas wilayah tangkapan air (water catchment) berupa DAS dan Sub DAS, serta
aliran drainase pada tapak.
b. Geologi dan Tanah
Data geologi dan tanah digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
kondisi geologi dan tanah pada lokasi penelitian. Data ini berguna untuk
mengetahui jenis pemanfaatan lahan yang sesuai berdasarkan jenis tanah yang
dihasilkan melalui proses mineralisasi dari bahan induk (batuannya). Berdasarkan
jenis tanah juga dapat diindikasikan kepekaan erosinya.
c. Iklim
Data yang dikumpulkan antara lain tipe iklim, curah hujan tahunan rata-rata,
temperatur udara rata-rata, serta kelembaban udara rata-rata. Data ini digunakan
untuk menginterpretasikan kondisi iklim wilayah yang dapat menentukan
kesesuaian lahan untuk kenyamanan berdasarkan temperatur dan kelembaban
pemanfaatan lahan tertentu.
d. Hidrologi
Data hidrologi yang digunakan berupa data sub-DAS Ciujung Hulu. Data ini
digunakan untuk mengetahui kondisi sungai, kualitas dan kuantitas aliran dan
pemanfaatan sungai yang dilakukan oleh masyarakat Baduy.
e. Penggunaan Lahan
Data mengenai pola peggunaan lahan diperoleh dengan metode studi
pustaka dan wawancara kepada masyarakat Baduy. Berdasarkan informasi yang
diberikan maka dapat diketahui lokasi pemukiman, hutan kampung (leuweung
lembur), ladang (huma), kebun campuran (jami), hutan sekunder tua (reuma),
hutan lindung (leuweung kolot) dan badan air (sungai). Data ini berguna dalam
membantu identifikasi peta penutupan lahan serta membantu dalam menganalisis
lokasi-lokasi yang mengandung nilai yang ada di kawasan tersebut.
13
f. Penutupan Lahan
Data penutupan lahan didelineasi berdasarkan interpretasi visual dengan
mendigitasi citra ikonos 2012 yang diperoleh dengan membuat mosaik dari citra
yang diperoleh melalui Wikimapia setelah dilakukan registrasi (rectifikasi). Dari
citra tersebut dapat diklasifikasikan untuk penutupan lahan di Kampung Gajeboh.
Ada 7 (tujuh) kelas penutupan lahan, yaitu: pemukiman, leuweung lembur, huma,
jami, reuma, leuweung kolot, dan badan air. Delineasi peta penutupan lahan
berguna dalam mengidentifikasi unit tempat.
g. Vegetasi
Data vegetasi dikumpulkan untuk mengetahui jenis vegetasi yang digunakan
oleh masyarakat Baduy sebagai bahan pengobatan tradisional, bahan bangunan
rumah, sebagai perkakas rumah tangga dan pertanian, serta bahan untuk membuat
kerajianan tangan. Data vegetasi yang dikumpulkan terdiri dari spesies dan bagian
vegetasi yang dimanfaatkan, serta cara penggunaan, dan kegunaannya.
B. Aspek Budaya
Data budaya yang dikumpulkan adalah sejarah kawasan, adat istiadat,
arsitektur rumah, kebudayaan naratif, serta produk seni Baduy. Data tersebut akan
digunakan dalam mengidentifikasi nilai dan aktivitas yang ada dalam masyarakat,
terutama yang berkaitan dengan kebudayaan yang ada di daerah tersebut.
Alat
Survey menggunakan kamera digital, GPS dan alat tulis. Pengolahan data
dengan menggunakan software Geographic Information System (GIS) (ArcGIS
9.3 dan Global Mapper 13), hardware (komputer), Citra IKONOS, software
pemetaan (AutoCAD 2010), serta software grafis Adobe Photoshop CS 4.
Metode dan Tahapan Penelitian
Penelitian perencanaan ini dilakukan dengan metode survei lapang dan desk
study, yang meliputi lima tahap, yaitu tahap persiapan, preliminary study,
inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan (Gambar 3).
Persiapan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan diantaranya penetapan tujuan
perencanaan, pengumpulan informasi awal, penyusunan proposal penelitian, dan
perizinan melakukan penelitian. Tahap ini merupakan tahapan sebelum
melakukan survey ke tapak.
14
Gambar 3 Diagram Tahapan Penelitian
Preliminary Study
Pada tahap preliminary study dilakukan kegiatan desk study melalui studi
literatur terhadap penelitian yang pernah dilakukan, berupa skripsi, tesis, disertasi,
laporan penelitian, artikel, dan jurnal. Kegiatan ini dilakukan untuk menyusun
kriteria karakteristik bio-fisik dan budaya dari Baduy Dalam. Karakteristik
disusun berdasarkan kategori V dalam penentuan kawasan perlindungan menurut
15
UNESCO (1972) dalam Phillips (1998) yaitu perlindungan lanskap/seascape.
Kategori V dalam kriteria nilai penting World Heritage Convention menjelaskan
mengenai 3 (tiga) jenis nilai-nilai alam, yaitu:
1. Sumber daya biologi (Biodiversitas), yang berkaitan dengan kompromi dalam
mempertahankan keragaman biologi alam dan pertanian.
2. Karakteristik pemanfaatan/penggunaan sumber daya alam oleh manusia,
seperti panggunaan lahan yang berkelanjutan.
3. Aspek keterkaitan hubungan manusia dengan alam dan kelekatan nilai-nilai
masyarakat dengan kualitas alam (lanskap).
Data tersebut akan digunakan pada tahap sintesis untuk mengevaluasi
karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka.
Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahapan pengumpulan data primer dan sekunder
yang mencakup kondisi umum tapak, aspek bio-fisik dan budaya. Pengumpulan
data primer diperoleh dengan melakukan survei dan pengamatan langsung di
lapang. Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai aspek bio-fisik, seperti topografi, kemiringan lahan, geologi dan tanah,
iklim, hidrologi, dan penutupan lahan dilakukan pada lembaga dan instansi terkait.
Pengamatan langsung di lapang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
penggunaan lahan, vegetasi, dan aspek budaya. Aspek budaya diperoleh dengan
melakukan wawancara terhadap masyarakat (key person) yang memiliki pengaruh
dalam komunitas Baduy, yaitu Ayah Mursid Wakil Jaro Tangtu (Cibeo) dan Jaro
Dainah (Jaro Pamarentah).
Analisis
Pada tahap analisis, dilakukan penyusunan data spasial dan atribut berupa
karakteristik bio-fisik dan budaya dari Baduy Luar dan Dangka. Data tersebut
berupa peta tematik hasil klasifikasi dan analisis berdasarkan kriteria bioregion
Baduy Dalam yang meliputi topografi, kemiringan lahan, hidrologi, drainase,
geologi dan tanah, vegetasi, iklim, dan budaya. Data spasial tersebut nantinya
akan menghasilkan informasi mengenai karakteristik lanskap Baduy Luar dan
Dangka. Data analisis karakteristik fisik dan budaya akan digunakan sebagai
landasan pada tahap analisis selanjutnya yaitu analisis bioregional.
Analisis bioregional diawali dengan melakukan penyusunan kelas
bioregion yang ada di Kampung Baduy Luar dan Dangka. Dalam penelitian ini
dilakukan modifikasi klasifikasi ke dalam tiga kelas yaitu unit bioregion, unit
lanskap, dan unit tempat.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap nilai intrinsik menurut
Jones et al (1998) yaitu berdasarkan aspek biofisik dan budaya yang secara
komposit mewakili unit tempat (batas DAS, Sub DAS, tanah, kemiringan dan
penutupan lahan).
16
Sintesis
Berdasarkan karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka yang telah
ditentukan, dilakukan evaluasi untuk menyepadankan kriteria karakteristik
bioregion Baduy Dalam dengan karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka.
Evaluasi tersebut menghasilkan usulan perbaikan yang digunakan sebagai dasar
pada tahap perencanaan.
Perencanaan
Pada tahap awal perencanaan dilakukan pengajuan konsep perencanaan
lanskap konservasi budaya berdasarkan pola tata ruang tradisional Baduy.
Kemudian dilakukan pengembangan konsep perencanaan berupa konsep ruang,
konsep sirkulasi dan konsep vegetasi. Selanjutnya dibuat hasil akhir berupa
rencana lanskap yang dituangkan dalam bentuk rencana ruang, rencana sirkulasi
dan rencana vegetasi.
17
KONDISI UMUM
Suku Baduy merupakan masyarakat adat yang tinggal di wilayah Desa
Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku
Baduy menurut kesuciannya dan ketaatan terhadap adat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu Baduy Dalam, Baduy Luar dan Baduy Dangka. Menurut prinsip tata
ruang wilayah yaitu prinsip nyulah-nyanda (utara-selatan). Wilayah Baduy Dalam
merupakan wilayah yang sakral dalam Desa Kanekes dan berada di wilayah
bagian selatan. Baduy Dalam terdiri dari tiga kampung, yaitu Kampung Cibeo,
Cikertawana, dan Cikeusik. Sedangkan bagian utara merupakan akses masuk
kawasan Desa Kanekes dan ditempati oleh Kampung Baduy Dangka yaitu
Kampung Kaduketug. Kondisi Desa Kanekes dan sebaran Kampung Baduy dapat
dilihat pada Gambar 4.
Profil Baduy Luar dan Dangka
Kampung Cempaka Putih merupakan salah satu Kampung Baduy Luar
sedangkan Kampung Gajeboh, Marengo dan Balimbing merupakan tiga kampung
Baduy Dangka yang terletak di wilayah tanah ulayat masyarakat Baduy. Keempat
kampung ini secara geografis terletak di 6°36ʹ6ʹʹ- 6°36ʹ53ʹʹ LS dan 106°12ʹ54ʹʹ- 106°13ʹ51ʹʹ BT, dan secara administratif Kampung Baduy Luar dan Dangka
terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Kampung Baduy Luar dan Dangka secara administratif memiliki luas
127,33 ha yang berada di RT 02 RW 02. Lokasi Ketiga Kampung Baduy Dangka
ini berada di pinggir Sungai Ciujung, yang merupakan bagian dari DAS Ciujung.
Sedangkan lokasi Kampung Cempaka Putih berada di Sub DAS Ciujung. Batas
biofisik dan kondisi eksisting Kampung Baduy Luar dan Dangka dapat dilihat
pada (Gambar 5).
Menurut data penyebaran Penduduk Desa Kanekes (Baduy) tahun 2010,
jumlah kepala keluarga di ketiga Kampung Baduy Luar dan Dangka ini sebanyak
232 KK dengan jumlah penduduk 779 orang terdiri dari 372 laki-laki dan 407
perempuan.
Kelembagaan secara adat di Kampung Baduy Luar dan Dangka ini dipimpin
oleh Kokolot Lembur yang berada di bawah koordinasi Jaro Tanggungan
Duabelas dan Jaro Tujuh/Jaro Dangka. Jaro Tanggungan Duabelas merupakan
seseorang yang memiliki kedudukan dalam struktur lembaga Baduy yang bertugas
mengurus bidang keamanan dengan memberikan perlindungan dan tindakan
hukum kepada seluruh masyarakat Baduy atas segala bentuk tindakan pelanggaran
hukum adat baik di wilayah Baduy maupun di luar batas wilayah Baduy yang
dilakukan oleh warga Baduy atau warga di luar Baduy. Sedangkan Jaro
Tujuh/Jaro Dangka merupakan petugas adat yang diangkat dari warga Baduy
Luar dengan tugas utamanya lebih pada pelaksanaan keputusan hukum adat dan
sekaligus mengawasi pelaksanaan hukum adat pada masyarakat Baduy, termasuk
pelanggaran terhadap hukum adat.
18
19
20
Aksesibilitas
Aksesibilitas untuk menuju Desa Kanekes (Baduy) dapat dicapai dengan
dua rute perjalanan (Gambar 6). Rute pertama dapat dicapai dari Jakarta melewati
Tangerang, Serang, Pandeglang, dan Rangkasbitung dengan menggunakan
kendaraan pribadi, angkutan umum, dan kereta api. Jalan yang dilalui pada rute
pertama yaitu jalan tol dengan jarak kurang lebih 131 km. Rute kedua dapat
dicapai dari Bogor melewati Jasinga, Cipanas, dan Rangkasbitung dengan
menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum berupa bis. Rute kedua
memiliki jarak kurang lebih 80 km tanpa melewati jalan tol dengan kondisi jalan
yang kurang baik dibandingkan dengan rute pertama. Kedua rute tersebut akan
berakhir di Terminal Ciboleger, yaitu pintu masuk menuju Desa Kanekes.
Untuk mencapai Kampung Baduy Luar dan Dangka dapat dilakukan dengan
berjalan kaki ± 2 km selama 2 jam dari mulai Ciboleger kemudian melewati
bukit-bukit, daerah ladang (huma) dan hutan sekunder (reuma). Kondisi jalan
yang dilewati dari mulai Ciboleger menuju Kampung Balimbing, Marengo, dan
Gajeboh berupa jalan setapak dengan konstruksi batu kali yang dibuat oleh
masyarakat Baduy secara bergotong royong. Kampung pertama yang akan
dilewati yaitu Kampung Kaduketug dan dilanjutkan melewati Kampung Cipondok
hingga sampai di Kampung Balimbing, Marengo, dan Gajeboh.
Gambar 6 Aksesibilitas Lokasi Penelitian
Rangkasbitung Cipanas Jasinga Bogor
±131 km
Desa Kanekes
Jakarta Tangerang Serang Pandeglang Rangkasbitung
±80 km
21
DATA DAN ANALISIS
Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka
Karakteristik bioregion kawasan Baduy Luar dan Dangka yang terdiri dari
empat kampung yaitu Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing merupakan dasar dalam penyusunan klasifikasi unit-unit ruang
bioregional. Karakteristik tersebut terdiri atas karakteristik bio-fisik dan budaya.
Aspek Budaya
a. Sejarah Kawasan
Kampung Gajeboh, Marengo, dan Balimbing merupakan tiga Kampung
Baduy Dangka, sedangkan Kampung Cempaka Putih merupakan Kampung Baduy
Luar yang berada di dalam kawasan Baduy (Desa Kanekes). Sejarah kawasan
Baduy termasuk di dalamnya Kampung Baduy Luar dan Dangka berasal dari
sebuah nama sungai tempo dulu, yaitu sungai Cibaduy yang mengalir di sekitar
tempat tinggal mereka dan berdasarkan nama salah satu bukit yang berada di
kawasan tanah ulayat mereka yaitu Bukit Baduy (Kurnia dan Sihabudin 2013).
Letak Kampung Gajeboh, Marengo dan Balimbing yang berada di
perbatasan Desa Kanekes dengan Desa Kebocau membuat kampung ini
dikategorikan sebagai Kampung Dangka. Istilah dangka merupakan nama wilayah
atau batas wilayah yang dijadikan tempat pengawasan kegiatan masyarakat Baduy,
baik yang berada di wilayah Baduy atau masyarakat Baduy yang berada di luar
wilayah Baduy dalam melaksanakan amanat wiwitan. Sedangkan Kampung
Cempaka Putih merupakan Kampung Baduy Luar yang baru terbentuk dari
pemekaran Kampung Baduy Luar lain yaitu Kampung Kadujangkung.
b. Adat Istiadat
Masyarakat Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
memiliki perilaku keseharian yang mengarah pada hidup sederhana dan hidup
berpedoman pada aturan (pikukuh) dan kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat.
Walaupun pada kehidupan sehari-harinya mereka diberikan kebijakan atau
kelonggaran dalam melaksanakan ketentuan hukum adat berbeda dengan
masyarakat yang tinggal di Baduy Dalam. Dalam kebijakan yang diberikan oleh
seorang pemimpin adat tertinggi Suku Baduy (Puun) kepada masyarakat
Kampung Baduy Dangka dan masyarakat kampung Baduy Luar lainnya, namun
ada batas-batas tertentu yang tetap mengikat mereka sebagai suatu komunitas adat
Suku Baduy.
Kehidupan masyarakat Baduy yang sederhana dapat tercermin dari berbagai
aspek yaitu keseragaman bentuk rumah dan pola tata ruang pemukiman serta
kawasan berorientasi pada arah utara-selatan (nyulah nyanda). Selain itu bentuk
dan warna pakaian khas masyarakat Baduy di Kampung Baduy Luar dan Dangka
berwarna hitam berkancing dengan sarung bermotif batik berwarna biru, namun
adanya kebijakan adat yang diberikan, banyak masyarakat Baduy di kampung ini
22
sudah menggunakan celana, kemeja, dan kaos. Pakaian adat hanya digunakan saat
ada cara adat seperti, seba (tradisi mengunjungi pemerintah untuk memberikan
hasil bumi), upacara kawalu (berziarah ke sasaka domas yang menjadi kiblat bagi
masyarakat Baduy), upacara ngalaksa, khitanan dan pernikahan.
Aspek lainnya yaitu keseragaman dalam bercocok tanam. Masyarakat
Baduy bercocok tanam dengan berladang (ngahuma). Berladang merupakan mata
pencaharian utama dan sekaligus kewajiban agama mereka yaitu agama Sunda
Wiwitan (agama sunda asli). Penentuan waktu untuk menanam padi di ladang
dilihat dari kemunculan bintang kidang. Menurut pengetahuan masyarakat Baduy,
kemunculan bintang kidang jatuh pada saat matahari berada di belahan bumi utara.
Saat itu keadaan tanah sudah dingin, sehingga sudah siap untuk kegiatan
berladang. Aktivitas di ladang dilakukan mulai dari pagi hari jam 4 subuh hingga
sore hari jam 5. Hasil panen padi biasanya tidak diperjual belikan, melainkan
disimpan dalam lumbung padi (leuit). Selain dari berladang, mata pencaharian
masyarakat di keempat kampung ini yaitu berdagang pakaian, rokok, dan
kebutuhan pangan lainnya.
Menurut tradisi masyarakat Baduy terdapat lima macam ladang (huma)
yang dikelola di Kawasan Baduy. Lima macam huma tersebut yaitu huma serang,
huma puun, huma tangtu, huma tuladan, dan huma panamping. Kelima huma
tersebut memiliki pengelolaan yang berbeda. Huma yang dikelola oleh
masyarakat di keempat kampung ini yaitu huma serang, huma tuladan, dan huma
panamping.
1. Huma serang
Huma serang merupakan ladang adat kepunyaan bersama. Penggarapan
huma ini dikerjakan secara bersama-sama oleh masyarakat Baduy Dalam (tangtu),
Baduy Luar, dan Dangka yang dipimpin oleh Puun. Dari segi pengerjaannya,
huma serang dikerjakan paling awal mendahului pengerjaan huma lainnya. Lokasi
Huma serang berada di Baduy Dalam yaitu di Kampung Cibeo, Cikertawana, dan
Cikeusik. Lokasi huma serang dapat berpindah-pindah, jika lahan tersebut sudah
tidak subur lagi namun secara garis besar letaknya harus tetap berada di sebelah
timur kampung. Pencarian dan penetapan lahan untuk dijadikan huma serang
dilakukan oleh Puun, Jaro Tangtu, Girang Seurat, dan Kokolot Lembur. Dalam
kegiatan sehari-hari, huma serang menjadi tanggung jawab Girang Seurat. Hasil
panen dari huma serang digunakan untuk upacara adat bersama.
1. Huma tuladan
Huma tuladan merupakan huma untuk keperluan upacara adat yang berada
di wilayah Baduy Luar dan Dangka. Huma tuladan di Kampung Baduy Luar dan
Dangka dikelola oleh Kokolot Lembur. Biasanya masing-masing huma tuladan
memiliki luas sekitar satu hektar.
2. Huma panamping
Huma panamping merupakan huma untuk keperluan penduduk Baduy Luar
dan Dangka. Letak huma panamping ditentukan sendiri oleh kepala keluarga
bersama anak laki-lakinya yang sudah cukup dewasa. Setiap keluarga diberikan
23
kebebasan mencari lahan dan menentukan luas lahan sesuai dengan kemauan dan
kemampuannya. Letak huma panamping biasanya terdapat dekat dengan kampung,
namun ada juga yang jauh dari kampung, bahkan berada di luar kawasan Baduy.
Rata-rata luas lahan huma panamping berkisar 0,5-1,5 ha dan jaraknya dari
kampung antara 0,5-5 km.
Di Kampung Baduy Luar dan Dangka termasuk Kampung Cempaka Putih,
Gajeboh, Marengo, dan Balimbing, kepemilikan lahan huma dimiliki oleh
individu, berbeda dengan kepemilikan lahan huma di Baduy Dalam yang dimiliki
secara bersama (lahan adat). Lahan huma di wilayah Kampung Baduy Luar dan
Dangka dapat diperjual belikan kepada sesama masyarakat Baduy. Masyarakat
baduy di keempat kampung ini juga sering mengerjakan huma di luar Desa
Kanekes atau di luar wilayah Baduy yang dibeli atau dikerjakan dengan sistem
bagi hasil, atau dengan membayar sewa berupa uang dan padi hasil panen. Hal ini
dilakukan sewaktu menunggu rotasi pemakaian lahan huma untuk menambah
pendapatan padi mereka.
Perladangan dimulai dengan melakukan kegiatan narawas. Kegiatan
narawas ini merupakan kegiatan mencari atau memilih lahan untuk dijadikan
huma pada bulan Sapar. Lahan yang biasa dijadikan huma baru itu berupa reuma
(hutan sekunder tua) yang telah diberakan cukup lama yaitu sekitar 3-5 tahun.
Menurut pengetahuan masyarakat Baduy, pemilihan lahan huma baru dilihat juga
berdasarkan jenis tanah, kandungan humus, jenis tanaman dan kemiringan lereng.
Jenis tanah yang dipilih yaitu taneuh bear dengan jenis tanaman yang ada
diatasnya yaitu babakoan, bintinu, dan kiseureuh. Dari segi kemiringan lereng,
lahan huma yang baik adalah lahan cepak (lahan di tempat yang datar), namun
karena bentuk permukaan lahan di wilayah Baduy jarang sekali ditemukan tanah
datar, umumnya huma ditemukan di lahan gedeng (lahan yang miring) dengan
dibuat penahan berupa potongan kayu untuk mencegah humus tanah tidak terbawa
air hujan.
Kegiatan selanjutnya yaitu nyacar. Nyacar merupakan kegiatan menebas
rumput dan semak belukar, menebang pohon-pohon kecil, memangkas dahan-
dahan pohon yang besar. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Sapar untuk di huma
serang, bulan Kalima di huma puun, dan bulan Kadalapan di huma tangtu,
tuladan, dan panamping.
Setelah kegiatan nyacar dilanjutkan dengan kegiatan nukuh. Nukuh
merupakan kegiatan mengeringkan dan menjadikan lahan menjadi kerontang
dengan menjemur hasil tebasan rumput, dahan, dan ranting menjadi beberapa
tumpukan untuk di bakar. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Kanem di huma
serang, bulan Kapitu di huma puun, dan bulan Kadalapan di huma tangtu,
tuladan, dan panamping.
Setelah kegiatan nukuh selesai, kegiatan selanjutnya yaitu ngaduruk.
Ngaduruk merupakan kegiatan membakar sampah yang telah dikumpulkan pada
kegiatan nukuh . kegiatan ini dilakukan pada bulan Kapitu di huma serang, bulan
Kadalapan di huma puun, dan bulan Kasalapan di huma tangtu, tuladan, dan
panamping.
Ketika bintang kidang memuncak pada waktu subuh. Pertanda tersebut
dijadikan acuan untuk memulai kegiatan ngaseuk. Ngaseuk merupakan membuat
lubang kecil dengan menggunakan aseukan untuk menanam benih padi.
Rangkaian kegiatan ngaseuk dimulai di huma serang pada bulan Kapitu, lalu
24
huma puun pada bulan Kadalapan, dan terakhir huma tangtu, huma tuladan,
huma panamping pada bulan Kasalapan.
Pada saat benih padi mulai tumbuh, dilakukan kegiatan membersihkan dan
menyiangi rumput atau tumbuhan liar di sela-sela tanaman padi. Kegiatan ini
dinamakan ngored. Kegiatan ngored biasanya dilakukan pada bulan Kasalapan
di huma serang, Kasapuluh di huma puun, dan Hapit Lemah di huma tangtu,
huma tuladan, dan huma panamping.
Kegiatan lain yang biasanya bersamaan dengan kegiatan ngored yaitu
ngirab sawan. Ngirab sawan merupakan membuang atau membersihkan sampah
bekas ranting dan daun atau tanaman lain yang menggangu tanaman padi yang
sedang tumbuh. Kegiatan ini dilakukan di bulan Kasapuluh di huma serang, Hapit
Lemah di huma puun, dan Hapit Kayu di huma tangtu, tuladan, dan panamping.
Ketika bulir padi sudah penuh berisi dan siap di panen, maka dilakukan
kegiatan mipit. Mipit merupakan kegiatan memetik atau menuai padi pertama kali.
Rangkaian kegiatan mipit dilakukan pertama kali di huma serang pada bulan Kasa,
dilanjutkan di huma puun pada bulan Karo, dan akhirnya di huma tangtu, tuladan,
dan panamping pada bulan Katiga. Rangkaian kegiatan pertanian masyarakat
baduy dan kaitannya dengan upacara adat dapat dilihat pada Gambar 7.
Saat musim kopi dan cengkeh, masyarakat baduy di Kampung Cempaka
Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing biasanya mengambil biji kopi dan bunga
cengkeh di hutan sekunder tua (reuma) dan hutan lindung untuk diolah menjadi
kopi bubuk dan cengkeh untuk dijual ke pasar. Hal ini tidak dilakukan oleh
masyarakat Baduy Dalam, karena tanaman kopi dan cengkeh dilarang di wilayah
Baduy Dalam.
Masyarakat Baduy memiliki keunikan dalam sistem penanggalan. Jumlah
bulan dalam penanggalan masyarakat Baduy sama yaitu terdiri dari 12 bulan,
hanya perhitungan jumlah hari yang berbeda yaitu 360 hari. Penetapan
penanggalan diputuskan oleh lembaga adat Baduy. Nama-nama penanggalan
bulan secara adat di Baduy dimulai dari bulan Safar, Kalima, Kanem, Kapitu,
Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh, Hapit Lemah, Hapit Kayu, Kasa, Karo,
Katiga (Tabel 3). Diantara bulan tersebut, ada tiga bulan yang dianggal sakral
yaitu bulan Kawalu yang jatuh pada bulan Kasa, Karo, Katiga. Pada bulan ini
merupakan hari besar keagaman yang banyak diisi oleh kegiatan adat, yaitu
melaksanakan puasa satu hari pada bulan tersebut tanpa melakukan sahur dan
buka berkisar pada pukul 6 sore. Pada bulan Kasa dan Katiga juga terdapat
kegiatan adat yang disebut Ngalaksa yaitu upacara penghormatan terhadap leluhur
dengan membuat tepung padi dan hasil panen seluruh warga baduy sebagai
sasajen. Hal ini dilakukan untuk melaksanakan rukun agama Sunda Wiwitan
(Kurnia dan Sihabudin 2013).
Kegiatan lain yang dilakukan masyarakat Baduy adalah acara Seba yaitu
berkunjung untuk menjalin silaturahmi, menyampaikan aspirasi dan harapan
kepada pemerintah Banten pada bulan Safar. Kegiatan ini hukumnya wajib bagi
masyarakat Baduy, dan merupakan tradisi yang sudah turun temurun sejak
kesukuan mereka lahir, karena sebagai rasa syukur atas keberhasilan panen.
25
Gambar 7 Kegiatan Pertanian dan Kaitannya dengan Upacara Adat
(Sumber: Hasil Wawancara)
Ada tiga macam seba yang dilaksanakan oleh masyarakat Baduy yaitu seba laksa,
seba gede, dan seba leutik. Perbedaan ketiga macam seba ini dilihat dari
persembahan masyarakat Baduy kepada pemerintah. Pada seba laksa
persembahan yang diberikan yaitu berupa laksa (tepung beras) disertai dengan
hasil bumi. Seba gede dilakukan oleh masyarakat Baduy jika hasil panen baik,
yaitu berupa hasil palawija dan beras. Sedangkan seba leutik dilakukan bila hasil
panen sedikit dan kurang baik, yaitu berupa umbi-umbian dan sayuran.
26
Tabel 3 Nama Bulan serta Kegiatan Upacara Adat di Baduy
Bulan Nama Bulan Baduy Kegiatan Upacara Adat
1 Sapar/Kapat Seba
2 Kalima Muja (Puun Ziarah), acara geseran, kawinan, dan sunatan
3 Kanem Hajatan perkawinan dan selamatan
4 Kapitu Hajatan perkawinan
5 Kadalapan -
6 Kasalapan -
7 Kasapuluh -
8 Hapit Lemah -
9 Hapit Kayu -
10 Kasa Kawalu Tembeuy (awal), puasa tanggal 17 di Cikeusik dan
Cikertawana, puasa tanggal 18 di Cibeo
11 Karo Kawalu Tengah, puasa tanggal 18 di Cikeusik, tanggal 19 di
Cikertawana dan Cibeo
12 Katiga Kawalu Tutug (akhir), puasa tanggal 17 di Cikeusik dan
Cikertawana, tanggal 18 di Cibeo, acara ngalaksa tanggal
20-27
Sumber: Hasil Wawancara dengan Masyarakat Baduy
Proses pernikahan dalam masyarakat baduy merupakan kegiatan yang sakral
dan wajib dilakukan oleh setiap kaum laki-laki dan perempuan yang sudah cukup
umur. Kaum laki-laki yang wajib menikah adalah yang memiliki umur sekitar 20
tahun, sedangkan kaum perempuan wajib menikah saat umur mereka sekitar 17
tahun.
Tata cara pernikahan masyarakat Kampung Baduy Luar dan Dangka ada
dua cara pernikahan yaitu dijodohkan atau mencari jodoh sendiri. Pernikahan
dengan dijodohkan memiliki proses yang hampir sama dengan yang dilakukan
masyarakat Baduy Dalam. Pihak laki-laki meminta kepada kokolot lembur untuk
dicarikan jodoh. Sedangkan untuk tata cara kedua yaitu mencari jodoh sendiri.
pernikahan dengan tata cara kedua ini, pihak laki-laki boleh mencari jodoh sendiri
dengan bebas, baik dari satu kampung maupun beda kampung.
Waktu pelaksanaan upacara pernikahan memiliki aturan yang bersifat baku,
yaitu dilaksanakan pada bulan Kalima, Kanem, dan Kapitu. Namun untuk di
Kampung Baduy Luar dan Dangka, selain pada bulan tersebut masih bisa
dilaksanakan pada bulan lainnya yaitu bulan Kadalapan, Kasalapan, Hapit Lemah,
dan Hapit Kayu. Tetapi lima bulan ini jarang dipilih karena dianggap nilai
keberuntungannya kurang bila dibandingkan dengan ketiga bulan tadi serta sudah
disibukkan dengan acara ngahuma. Pada bulan Kasa, Karo, Katiga, dan Sapar
seluruh masyarakat Baduy termasuk Baduy Luar dan Dangka dilarang
melaksanakan upacara pernikahan karena merupakan bulan khusus kegiatan
upacara adat besar.
Upacara pernikahan dilakukan selama tiga hari. Hari pertama merupakan
hari persiapan untuk memulai acara dengan kegiatan ritual berdoa yang dipimpin
oleh pemuka adat (Kokolot Lembur). Hari kedua dikhususkan untuk kegiatan
27
menerima kunjungan dari tetangga dan kerabat. Pada hari kedua ini dilaksanakan
acara akad nikah yang dilakukan khusus oleh penghulu beragama Islam dari luar
Baduy untuk membimbing calon pengantin membaca Sahadat Nabi Muhammad
yang menjadi salah satu syarat pernikahan di Baduy Luar dan Dangka. Hari ketiga
merupakan kegiatan puncak ritual acara pernikahan adat. Pada hari ketiga ini
dilakukan acara turun penganten, yaitu pasangan penganten didampingi oleh
Kokolot Lembur yang membawa bokor (sesajian) untuk keluar rumah menuju
tempat duduk pengantin.
Upacara adat lainnya yang dilakukan di Kampung Baduy Luar dan Dangka
yaitu Sunatan. Ritual sunatan dilaksanakan untuk anak-anak baduy berumur 5-10
tahun. Pelaksanaan ritual ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut pada bulan
Kalima. Dalam pelaksanaannya, ritual ini dilakukan secara massal. Pelaksanaan
ritual sunatan secara massal dilakukan karena mempertimbangkan tokoh adat
khusus yang menangani ritual ini yaitu Bengkok dan Juru Aes jumlahnya terbatas.
c. Pola Pemukiman dan Arsitektur Rumah Adat
Pemukiman merupakan suatu unit tempat tinggal sekelompok masyarakat
dalam suatu lingkungan tertentu (Permana 2006). Dalam suatu pemukiman di
Kampung Baduy Luar dan Dangka biasanya terdiri atas sejumlah rumah (imah),
bangunan tempat menumbuk padi (saung lisung), bangunan tempat menyimpan
padi (leuit), dan lingkungan sekitarnya. Pola suatu pemukiman atau kampung
masyarakat Baduy pada dasarnya merupakan semacam miniatur dari penataan
yang lebih besar (Tata Ruang Kawasan). Pola tersebut yang nyata terlihat adalah
adanya daerah yang terbuka, orientasi dan penataan bangunan, dan akses masuk-
keluar kawasan.
Daerah terbuka pada penataan kawasan mengacu pada daerah tanpa
pemukiman dan hanya berupa tanah terbuka seperti huma. Dalam skala
pemukiman, lahan ini berupa daerah tanpa bangunan imah dan hanya berupa
tanah lapang atau semacam alun-alun yang terletak di tengah pemukiman. Di
Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing luas alun-alun
sudah semakin sempit, karena terdesak oleh pembangunan rumah. Penataan
rumah-rumah masyarakat Baduy dalam pemukiman lebih banyak terdapat pada
sisi barat alun-alun dan sisanya beberapa rumah menghadap sisi sebelah timur.
Menurut masyarakat Baduy, bangunan di sisi sebelah timur lebih sedikit karena
sisi tersebut merupakan arah terbit matahari, sehingga banyaknya bangunan akan
menghalangi sinar matahari. Akses masuk-keluar pemukiman adalah lewat sisi
utara, namun ada akses lain yaitu melalui sisi barat. Leuit merupakan komponen
penting dalam suatu pemukiman, letak leuit biasanya berada di sisi barat, selatan,
dan utara luar kampung, sedangkan saung lisung biasanya terletak di sisi utara
dalam pemukiman. Salah satu contoh pola tata letak Kampung Baduy Luar dan
Dangka dapat dilihat pada Gambar 8.
28
Gambar 8 Pola Tata Ruang Kampung Gajeboh, Baduy Dangka
(Sumber: Hasil Survey di Lapang dan Interpretasi Goggle Earth)
Rumah merupakan bangunan penting dalam suatu pemukiman sebagai
tempat bernaung dan melangsungkan kehidupan. Namun bagi masyarakat Baduy
rumah tidak hanya sekedar bangunan untuk bernaung, namun memiliki makna
yang luas. Rumah Adat di Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing memiliki bentuk yang seragam yaitu berupa rumah panggung
sederhana dari bahan kayu dan bambu yang diambil di hutan sekunder tua
(reuma) dan hutan kampung (leuweung lembur) dan menghadap ke arah utara-
selatan (nyulah nyanda). Contoh rumah panggung baduy di keempat kampung
dapat dilihat pada Gambar 9.
Rumah panggung ini mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung
kemampuan pemilik dan ketersediaan lahan. Ruang rumah panggung terdiri atas
tepas, pendeng (kamar tidur), goah (gudang dan tempat menyimpan padi), tengah
imah, parako (dapur), dan golodog (bagian belakang) dapat dilihat pada Gambar
10. Paling depan rumah terdapat tepas yang bagian depannya tidak berdinding,
kemudian masuk ke dalam rumah melalui pintu menuju tengah imah yang
berfungsi sebagai tempat berkumpul keluarga dan makan. Ruang tidur berada di
sisi ruang tengah imah, biasanya berjumlah 2 atau 3 kamar. Di belakang tengah
imah terdapat dapur dan goah, kemudian dari ruang dapur terdapat pintu keluar
menuju golodog. Rumah di Kampung Baduy Luar dan Dangka memiliki pintu
lebih dari satu, berbeda dengan rumah di Baduy Dalam yang hanya memiliki satu
pintu yang menghadap utara atau selatan.
29
Proses pendirian rumah diawali dengan melakukan perataan tanah sesuai
keinginan. Bahan-bahan bangunan untuk membuat rumah disiapkan oleh pemilik
yang akan membangun rumah, dan proses pembangunannya dilakukan secara
gotong royong oleh masyarakat kampung. Fondasi yang digunakan untuk rumah
adalah batu kali yang diambil dari sungai.
Gambar 9 Bentuk Rumah Panggung di Baduy Luar dan Dangka
Gambar 10 Denah Rumah Baduy Luar dan Dangka
(Sumber: Hasil Survey di Lapang)
30
d. Kebudayaan Naratif
Masyarakat Baduy memiliki sikap patuh dan taat pada amanat leluhurnya.
Sikap tersebut merupakan bentuk kesungguhan yang ditanamankan secara kuat
dan terus menerus pada setiap anak cucu keturunan Baduy melalui proses
pendidikan. Proses pendidikan ini dimulai sejak usia anak kecil hingga dewasa
dengan penanaman ajaran serta keyakinan yang dilakukan oleh para tokoh adat
melalui bait-bait pepatah yang ringkas dan memiliki makna yang sangat dalam.
Pepatah Baduy menyerupai bait-bait pantun yang ditulis dengan
menggunakan Bahasa Sunda dan diperuntukkan untuk berbagai aspek kehidupan.
Isi dalam pepatah Baduy berisi arahan untuk mengingatkan, menasihati, gambaran,
ajakan, serta simbol-simbol kehidupan. Pepatah Baduy bukan merupakan perintah
atau larangan serta hukuman. Kata-kata dalam pepatah Baduy memiliki arti dan
mengandung makna yang dalam. Sehingga pepatah ini dijadikan sebagai penuntun
dan pedoman hidup masyarakat Baduy dalam perilaku sehari-hari sejak dulu
hingga sekarang.
Pepatah baduy juga mendeskripsikan tempat tertentu yang menurut
kepercayaan mereka, tempat tersebut memiliki nilai yang perlu dijaga
kelestariannya. Tempat tersebut yaitu pemukiman, leuweung lembur, leuweung
kolot, dan sungai. Berdasarkan hasil wawancara dan studi pustaka, pepatah yang
digunakan masyarakat Baduy antara lain:
Pepatah untuk Taat pada Hukum
Lojor teu beunang dipotong
Pondok teu beunang disambung
Gede teu beunang dicokot
Leutik teu beunang ditambah
Mipit kudu amit, ngala kudu menta
Ngagedig kudu bewara
Mun neukteuk kudu sateukna
Mun nilas kudu saclekna
Nu lain dilainkeun, nu enya dienyakeun
Ulah gorok ulah linyok
Pepatah untuk Memelihara Alam
Gunung teu beunang dilebur
Lebak teu beunang dirakrak
Buyut teu beunang dirobah
Larangan aya di darat di cai
Gunung aya maungan, lebak aya badakan
Lembur aya kokolotan, leuwi aya buayaan
Daratan imahan, legok balongan
Basisir jagaeun, walungan rawateun
Gunung kaian, gawir awian, pasir talunan
Sumber : Kurnia dan Sihabudin (2012) dan hasil wawancara
31
e. Produk Seni
Produk seni yang ada di Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing sangat sederhana. Masyarakat baduy di keempat kampung ini
mencurahkan rasa seni pada motif kain tenun, hulu dan sarung kemudian golok,
alat musik, dan anyaman/rajutan.
Kain tenun dibuat oleh ibu-ibu baduy mengunakan alat tenun yang terbuat
dari awi dan kayu saat waktu senggang, sedangkan alat-alatnya dibuat oleh kaum
laki-laki (Gambar 11). Kain tenun, hulu dan sarung yang telah dibuat nantinya
akan ada yang dijual ke Baduy Dalam, dan sebagian ada yang dijual untuk
dijadikan cenderamata. Kain dan pakaian yang dikenakan oleh masyarakat Baduy
Dalam hanya berwarna putih dan hitam tanpa kancing, sedangkan masyarakat
Baduy Luar dan Dangka umumnya menggunakan warna hitam dengan motif batik
pada sarungnya dan boleh menggunakan kancing (Gambar 12).
Alat musik yang mereka kenal adalah angklung, kecapi, gamelan, suling
bambu, toleot (suling berukuran pendek), karinding, dan rendo. Namun alat musik
angklung tidak boleh dimainkan disembarang tempat dan waktu, biasanya hanya
boleh dimainkan pada saat upacara adat. Dalam pembuatan angklung juga tidak
sembarangan, hanya boleh dibuat oleh seorang mandor angklung Baduy dan
menggunakan bambu khusus yaitu awi temen. Berbeda dengan alat musik kecapi,
biasanya kecapi dimainkan pada malam sebelum upacara menanam padi dan saat
seorang laki-laki baduy mengunjungi rumah gadis baduy di malam hari untuk
mendengar lantunan petikan kecapi. Kecapi juga biasanya dimainkan diiringi
dengan dilantunkannya pantun saat ada sebuah acara pernikahan. Sedangkan alat
musik gamelan, suling bambu, toleot, karinding, dan rendo biasanya dimainkan
dalam upacara pernikahan.
Gambar 11 Kain Tenun dan alat tenun yang ada di Baduy
32
Gambar 12 Pakaian adat Baduy Dalam (kiri);
Pakaian adat Baduy Luar dan Dangka (kanan)
Anyaman atau rajutan yang khas dibuat oleh masyarakat Baduy adalah tas
koja dan jarog. Koja merupakan sejenis tas yang terbuat dari anyaman kayu
teureup (Artocarpus elasticus) (Gambar 13). Pembuatan koja dilakukan oleh laki-
laki Baduy saat di rumah atau di saung ladang pada waktu luang.
Gambar 13 Tas Koja hasil kerajinan tangan Masyarakat Baduy
Aspek Bio-Fisik
a. Topografi dan Kemiringan Lahan
Topografi Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
memiliki ketinggian 225 sampai 425 meter di atas permukaan laut. Peta topografi
Kampung Baduy Luar dan Dangka untuk keempat kampung ini dapat dilihat pada
Gambar 14. Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat keempat kampung ini memiliki
topografi berbukit, semakin ke timur memiliki kontur yang semakin tinggi.
Berdasarkan peta topografi dapat dibuat peta kemiringan lahan. Pada Tabel
4 dan Gambar 15 merupakan tabel kelas lereng dan peta kemiringan lahan.
33
34
35
Kelas lereng ditentukan menjadi lima kelas berdasarkan kriteria penentuan
kawasan lindung (SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980) yaitu 0-8 % (datar), 8-
15 % (landai), 15-25 % (agak curam), 25-40 % (curam), dan >40 % (sangat
curam).
Tabel 4 Luas Kelas Lereng Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing
Kelas Lereng Klasifikasi Luas (ha) Persentasi Luas (%)
0-8 % Datar 23,409 18,38
8-15 % Landai 54,765 43,01
15-25 % Agak Curam 38,432 30,18
25-40 % Curam 9,866 7,75
>40 % Sangat Curam 0,858 0,67
Total 127,33 100,00
Presentasi luas dari tertinggi sampai terendah adalah lahan dengan lereng 8-
15 % yang merupakan kelas landai mendominasi dengan presentasi luasan
43,01 % dari total area, lereng 15-25 % merupakan kelas agak curam dengan
presentasi luas 30,18 %. Kelas kemiringan selanjutnya adalah lereng 0-8 % yang
merupakan lereng datar dengan persentasi luasan 18,38 %, kemudian lereng 25-
40% yang merupakan curam dengan persentasi luasan 7,75 %. Lereng >40 %
merupakan kelas lereng sangat curam memiliki persentase luasan terendah yaitu
0,67 %.
b. Geologi dan Tanah
Struktur geologi memberikan informasi tentang asal usul (genesis) dari
bentukan lahan. Bentuk lahan adalah bentang permukaan lahan yang mempunyai
relief khas sebagai akibat/pengaruh yang kuat dari struktur kulit bumi dan akibat
proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu.
Berdasarkan data BPDAS Citarum-Ciliwung (2010), secara garis besar bentuk
(fisiografi) lahan yang dapat dijumpai di wilayah Kecamatan Leuwidamar yaitu
zona Pegunungan Bayah. Bentuk lahan (fisiografi) di wilayah Kecamatan
Leuwidamar berasal dari endapan vulkanik kwarter dengan sebagian besar
dibentuk oleh jenis batuan sedimen formasi badui (Tmbl), batuan sedimen formasi
bojongmanik (Tmc), batuan endapan gunung api (Tms), batuan endapan gunung
api karang (Tmsl), batuan endapan permukaan aluvial (Qpv), batuan endapan
aluvial sungai (Qoa), batuan endapan permukaan aluvial pantai (Qa), dan batuan
terobosan (Tmd). Peta geologi Kecamatan Leuwidamar dapat dilihat pada
(Gambar 16). Berdasarkan (Gambar 16) menunjukkan bahwa Kampung Cempaka
Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing yang merupakan Kampung Baduy Luar
dan Dangka termasuk dalam bagian dari formasi batuan endapan permukaan
aluvial (Qpv). Jenis batuan ini terdiri dari pasir, lanau dan lumpur, dan sisa
tumbuhan. Endapan ini terbentuk pada dataran banjir atau berupa meander dan
gosong tengah sungai.
36
37
38
Jenis tanah di Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
berdasarkan data BPDAS Citarum Ciliwung (2010) merupakan jenis tanah latosol
coklat. Peta jenis tanah keempat kampung ini dapat dilihat pada Gambar 17.
Berdasarkan klasifikasi tanah menurut PPT (1983), karakteristik tanah latosol
coklat memiliki distribusi kadar liat tinggi (≥60 %), remah sampai gumpal,
gembur, dan warna secara homogen pada penampang tanah dalam (>150 cm)
dengan batas horizon terselubung, kejenuhan basa (NH₄Oac) kurang dari 30 %
sekurang-kurangnya pada beberapa bagian dari horizon B di dalam penampang
125 cm dari permukaan, tidak memperlihatkan gejala plintik di dalam penampang
125 cm dari permukaan, tidak mempunyai sifat-sifat vertik, dan pH berkisar 4,5-
6,5. Berdasarkan kriteria penentuan kawasan lindung (SK Mentan
No.837/Kpts/Um/II/1980) menurut kepekaannya terhadap erosi, tanah latosol masuk
dalam kriteria agak peka. Sehingga kemungkinan terjadinya erosi sangat kecil.
c. Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) di stasiun terdekat dengan lokasi Baduy yaitu stasiun Curug yang
terletak di 06° 14' LS dan 106° 39' BT pada elevasi 46 m, terhitung dari tahun
2003 hingga tahun 2012. Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing memiliki suhu rata-rata 26,5 °C dengan suhu minimum terjadi pada
bulan Ferbruari yaitu 26,1 °C dan suhu maksimum terjadi pada bulan Mei,
September, dan Oktober yaitu 26,8 °C (Gambar 18).
Gambar 18 Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Curah Hujan 2003-2012
Stasiun Curug
Sumber: BMKG Pusat 2013
Jika dilihat dari kelembaban udara, keempat kampung ini memiliki
kelembaban udara rata-rata 81%, dengan kelembaban terendah terjadi pada bulan
39
Agustus dan September yaitu 76% dan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan
Februari yaitu 85% (Gambar 18). Curah hujan rata-rata bulanan di keempat
kampung ini yaitu 171,1 mm dan termasuk dalam kategori sedang, dengan curah
hujan tertinggi pada bulan Februari yaitu 281 mm. Sedangkan curah hujan
terendah pada bulan Juli yaitu 78,86 mm (Gambar 18).
d. Hidrologi
Berdasarkan laporan PPLH-IPB dan Bapedal Prov. Banten (2004) dalam
dokumen rencana pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciujung (2010), pencemaran
air sungai pada DAS Ciujung dihitung menggunakan indeks STORET dan standar
baku mutu kelas II berdasarkan (PP No. 82/2001) dapat dilihat pada (Tabel 5).
Tabel 5 Nilai Indeks dan Tingkat Pencemaran DAS Ciujung
Wilayah DAS Nilai Indeks Tingkat Pencemaran
Sub-DAS Ciberang -20 sampai -22 Sedang
Sub-DAS Cisimeut -28 sampai -36 Sedang/Berat
Sub-DAS Ciujung Hulu -26 sampai -30 Sedang
Tengah Ciujung -20 sampai -37 Sedang/Berat
Hilir Ciujung -40 sampai -61 Berat
Sumber: PPLH-IPB dan Bapedal Prov. Banten (2004) dalam Dokumen BPDAS
Citarum Ciliwung (2010)
Berdasarkan nilai indeks pencemaran dapat dilihat bahwa pencemaran air
sungai pada Sub-DAS Ciujung Hulu berada dalam tingkat sedang (Tabel 5).
Sumber air bagi Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
berasal dari sungai dan mata air. Air Sungai Ciujung dimafaatkan oleh masyarakat
kampung untuk kebutuhan rumah tangga seperti mandi, cuci, kakus (MCK).
Sumber air bersih yang berasal dari mata air digunakan masyarakat kampung
untuk memasak dan minum.
Berdasarkan sistem hidrologi, DAS yang berada di Provinsi Banten
(Gambar 19), Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
termasuk dalam Sub-DAS Ciujung Hulu yang dilalui oleh aliran Sungai Ciujung
(Tabel 5). Sungai Ciujung merupakan sungai utama yang melewati tiga Kampung
Baduy Dangka yaitu Kampung Gajeboh, Marengo, dan Balimbing oleh sebab itu
kawasan ini merupakan daerah yang kaya dengan air. Aliran air Sungai Ciujung
mengalir dari Barat ke Timur pada tapak. Pada penelitian ini, keempat kampung
terbagi menjadi 20 daerah tangkapan air (Sub DAS). Penentuan Sub DAS
dilakukan dengan mendelineasi batas-batas punggung bukit (ridgelines) dari garis
kontur yang terdapat pada peta topografi (Gambar 20).
e. Penggunaan dan Penutupan Lahan
Pola penggunaan lahan di Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo,
dan Balimbing dapat dibagi menjadi 6 macam, yaitu pemukiman, hutan kampung
(leuweung lembur), ladang (huma), kebun campuran (jami), hutan sekunder tua
(reuma), dan hutan lindung (leuweung kolot).
40
41
42
Kawasan pemukiman dapat dijumpai di sekitar sungai Ciujung. Pola
pemukiman keempat kampung ini berorientasi ke arah utara-selatan, dimana pada
bagian selatan terdapat rumah kepala kampung (kokolot lembur). Hutan kampung
(leuweung lembur) dapat ditemukan di daerah-daerah sekitar kampung. Hutan ini
dilindungi dan tidak pernah dibuka menjadi lahan ladang dan pemukiman. Hutan
kampung dapat berfungsi sebagai apotek hidup bagi masyarakat kampung.
Sementara itu, lahan yang digunakan untuk berladang (huma) adalah hutan non-
konservasi. Lahan hutan tersebut awalnya merupakan hutan sekunder tua (reuma)
yang telah diistirahatkan cukup lama sekitar 3-5 tahun, kemudian dibuka menjadi
ladang (huma) yang ditanami padi gogo. Suatu kawasan hutan tua yang dibuka
menjadi ladang (huma), setelah dimanfaatkan sebagai huma dalam periode satu
sampai dua tahun kawasan tersebut akan ditinggalkan dan diganti nama dengan
istilah reuma. Pada beberapa kasus lahan, sebelum lahan ladang (huma)
diistirahatkan menjadi reuma, lahan tersebut dapat ditanami ubi jalar, singkong,
jenis tanaman buah-buahan, dan kencur. Pemanfaatan lahan tersebut diberi istilah
sebagai kebun campuran (jami).
Hutan lindung di daerah Baduy dapat dibedakan menjadi 2 macam, ada
hutan yang disebut oleh masyarakat Baduy sebagai hutan larangan/titipan
(leuweung larangan/titipan) dan hutan tua (leuweung kolot). Leuweung
larangan/titipan hanya ada di daerah Baduy Dalam, dan merupakan hutan yang
dikeramatkan. Di daerah Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan
Balimbing tidak terdapat hutan larangan/titipan (leuweung larangan/titipan),
hanya ditemukan beberapa petak kawasan hutan lindung yang tidak luas berada di
puncak-puncak bukit seperti leuweung kolot. Skema zona pemanfaatan lahan di
Baduy Luar dan Dangka dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Skema zona pemanfaatan lahan di Baduy Luar dan Dangka
(Sumber: Hasil Survey dan Wawancara)
43
Pada peta kemiringan lahan (Gambar 15), dapat dilihat bahwa pemukiman
dan hutan kampung (leuweung lembur) umumnya terletak pada lokasi yang
memiliki kemiringan relatif datar (0-8 %). Di sekitar pemukiman, lahan yang
mempunyai karakteristik sebagai hutan kampung ditanamani dengan pohon
seperti kayu albasiah (Albizia falcataria), durian (Durio zibethinus), duku
(Lansium domesticum), kiray/rumbia (Metroxylon sagu), aren (Arenga pinata),
awi gombong (Gigantochloa verticilata), hanjuang (Cordyline terminalis),
kacapiring (Gardenia augusta), bambu apus (Gigantochloa apus), awi mayan
(Gigantochloa robusta) dan kelapa (Cocos nucifera).
Hampir semua lahan yang ada di Kawasan Kampung Cempaka Putih,
Gajeboh, Marengo, dan Balimbing mempunyai kemiringan landai (8-15 %). Pada
lahan dengan kemiringan curam (25-40%) dan kemiringan sangat curam (>40 %)
dimanfaatkan secara maksimal untuk ladang (huma), kebun campuran (jami),
hutan sekunder tua (reuma), dan hutan lindung. Sedangkan, lahan yang memiliki
kemiringan landai (8-15 %) sampai curam (25-40 %) umumnya juga
dimanfaatkan sebagai ladang (huma), kebun campuran (jami), dan hutan
sekunder tua (reuma) sedangkan lahan yang memiliki kemiringan sangat curam
(>40 %) dimanfaatkan sebagai hutan lindung.
Penutupan lahan di keempat kampung ini di klasifikasikan berdasarkan hasil
interpretasi visual citra Ikonos yang berasal dari situs Wikimapia
(http://wikimapia.org/#lang=en&lat=6.608520&lon=106.223084&z=17&m=bh)
dan survey lapang. Interpretasi visual penutupan lahan dilakukan dengan
menggunakan kunci interpretasi yang dilihat dari tekstur, bentuk pola, warna, dan
bayangan (Tabel 6). Terdapat tujuh kelas penutupan lahan berdasarkan pola
penggunaan lahan yaitu pemukiman, huma, jami, reuma, leuweung kolot, dan
badan air (Tabel 7).
Tabel 6 Kriteria Interpretasi Citra Satelit untuk Kelas Penutupan Lahan
Penutupan
Lahan Tekstur Pola Warna
Intensitas
Bayangan
Deskripsi Pada
Citra Contoh
Pemukiman Halus-
Kasar Terkonsentrasi Coklat Sedang
Huma Halus-
Kasar Terkonsentrasi
Hijau
Muda
Kecoklatan
Rendah
Jami Halus-
Kasar Menyebar
Hijau
Muda
Kecoklatan
Rendah
44
Tabel 6 Kriteria Interpretasi Citra Satelit untuk Kelas Penutupan Lahan (lanjutan)
Penutupan
Lahan Tekstur Pola Warna
Intensitas
Bayangan
Deskripsi Pada
Citra Contoh
Leuweung
Lembur
Kasar Menyebar
Hijau
Muda-
Hijau Tua
Tinggi
Reuma Kasar Menyebar Hijau Tua
Tinggi
Leuweung
kolot Kasar Menyebar Hijau Tua
Sangat
Tinggi
Badan air Kasar Organik Biru
Kecoklatan Rendah
Berdasarkan kelas penutupan lahan dapat dilihat bahwa penutupan lahan
reuma memiliki luas terbesar 84,146 ha (66,09 %). Berdasarkan mata pencaharian
utama Masyarakat Kampung Baduy Luar dan Dangka yaitu berladang, luas huma
yang terdapat dalam Kampung Baduy Dangka ini memiliki luas 5,572 ha. Luas
lahan pemukiman yang berada di wilayah Kampung Baduy Luar dan Dangka
yaitu 3,110 ha dengan pola pemukiman yang memusat pada wilayah tertentu dan
dekat dengan badan air. Penutupan lahan yang lain yaitu leuweung lembur, jami,
dan leuweung kolot dapat dilihat pada Gambar 22.
Tabel 7 Luas Penutupan Lahan Kawasan Kampung Cempaka Putih, Gajeboh,
Marengo, dan Balimbing
Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
Pemukiman 3,110 2,44
Leuweung lembur 14,054 11,04
Huma 5,572 4,38
Jami 7,837 6,15
Reuma 84,146 66,09
Leuweung kolot 9,402 7,38
Badan Air 3,211 2,52
Total 127,33 100,00
45
46
f. Keanekaragaman Vegetasi
Pada berbagai macam pemanfaatan lahan yang ada di Kampung Baduy Luar
dan Dangka, biasanya lahan tersebut akan ditumbuhi oleh beranekaragam vegetasi.
Menurut Iskandar (2012) pada umumnya tipe lahan di Baduy dapat dikategorikan
sebagai agroforestri tradisional, karena dari berbagai pemanfaatan lahan tersebut,
ditumbuhi oleh jenis-jenis campuran tanaman budidaya semusim dan tanaman
keras kayu-kayuan liar atau setengah liar. Berbagai pemanfaatan lahan di
Kampung Baduy Luar dan Dangka maupun masyarakat Baduy lainnya dapat
memberikan keuntungan sosial, ekonomi, dan budaya karena keberadaan jenis
vegetasi yang beranekaragam.
Pada umumnya lahan di kawasan Kampung Cempaka Putih, Gajeboh,
Marengo, dan Balimbing seperti hutan kampung (leuweung lembur) rimbun
ditanami jenis tumbuhan kayu-kayuan dan buah-buahan, karena itu struktur
vegetasi leuweung lembur sangat rimbun seperti hutan alami. Pada lahan
leuweung lembur yang rimbun tersebut, biasanya diletakkan lumbung-lumbung
padi (leuit) agar nyaman berada dibawah naungan vegetasi. Ilustrasi struktur
vegetasi leuweung lembur di keempat kampung ini dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23 Ilustrasi Struktur Vegetasi Leuweung Lembur
(Sumber: Hasil Survey di Lapang)
47
Lahan huma di kawasan Baduy termasuk di Kampung Cempaka Putih,
Gajeboh, Marengo, dan Balimbing biasanya ditanami dengan padi gogo. Namun
tidak hanya padi gogo saja, jenis tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan juga
ditanam. Gambar 24 menunjukkan ilustrasi struktur vegetasi huma di keempat
kampung ini. Selain kaya tentang keanekaragaman jenis tanaman, pada setiap
jenis tanaman ladang tersebut juga memiliki aneka ragam varietas.
Gambar 24 Ilustrasi Struktur Vegetasi Huma
(Sumber: Hasil Survey di Lapang)
Menurut Iskandar (2012), hasil survey tentang padi lokal di kawasan Baduy
telah tercatat sekurangnya ada 89 varietas padi lokal di Baduy Luar dan Baduy
Dalam. Macam-macam varietas padi lokal tersebut oleh penduduk Baduy dapat
dibedakan berdasarkan bentuk morfologi biji padi, warna beras, sifat kuliner, dan
sifat ekologi tanaman padi. Berdasarkan sifat morfologinya biji padi, dikenal
berbagai varietas padi lokal, seperti berbulu, tidak berbulu, dan dilihat dari ukuran
biji gabah. Berdasarkan warna beras, dikenal aneka ragam varietas padi lokal
dengan beras berwarna putih, merah, dan hitam. Sedangkan berdasarkan sifat
kuliner nasi, dikenal dengan nasi ketan dan non-ketan. Sementara itu, berdasarkan
sifat ekologi tanaman padi, dikenal berbagai varietas padi berumur masa panen
48
singkat, umur kurang dari 6 bulan, dan umur masa panen normal. Jika lahan huma
telah panen padi, maka lahan tersebut akan berubah pemanfaatannya menjadi jami
dan reuma.
Pada saat menjadi jami, lahan ditanami dengan tanaman penghasil bumbu
dapur seperti kunyit, jahe, lengkuas, cabai, dan tanaman buah-buahan. Ilustrasi
struktur vegetasi jami di keempat kampung ini dapat dilihat pada Gambar 25.
Pada saat lahan dimanfaatkan sebagai reuma, banyak juga ditemukan jenis
tanaman budidaya dan tumbuhan liar yang tumbuh bercampur. Tanaman tersebut
biasanya berupa tanaman buah-buahan, kayu-kayuan, sisa tanaman ladang dan
semak belukar yang sedang mengalami suksesi alami (Gambar 26). Pada kawasan
hutan lindung di Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
ditumbuhi aneka ragam tumbuhan khas hutan yang termasuk dalam jenis
tumbuhan liar (Gambar 28).
Gambar 25 Ilustrasi Struktur Vegetasi Jami
(Sumber: Hasil Survey di Lapang)
49
Gambar 26 Ilustrasi Struktur Vegetasi Reuma
(Sumber: Hasil Survey di Lapang)
Keanekaragaman jenis tumbuhan yang menyusun leuweung lembur, huma,
jami, reuma, dan leuweung kolo (dungus), jenis tanaman tersebut memiliki fungsi
konservasi dan sosial budaya yang sangat penting bagi masyarakat Baduy. Fungsi
konservasi yang bisa didapatkan yaitu konservasi jenis-jenis dan varietas
tumbuhan, habitat bagi satwa liar, konservasi tanah dan mengatur sistem hidrologi
air, mengatur iklim mikro sehingga memberi kenyamanan, dan sebagai penyerap
gas rumah kaca. Sementara itu, fungsi sosial ekonomi dan budaya yaitu dapat
dipungut macam-macam hasil hutan sebagai bahan kerajinan, upacara adat, obat-
obatan, dan hasil industri rumah tangga. Berbagai hasil tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat Baduy. Keberagaman jenis
vegetasi, manfaat, dan habitat tumbuhan di Kampung Baduy Luar dan Dangka
dapat dilihat pada Tabel 8.
50
Gambar 27 Ilustrasi Struktur Vegetasi Leuweung Kolot
(Sumber: Hasil Survey di Lapang)
Tabel 8 Jenis Vegetasi, Manfaat, dan Habitat
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Manfaat Bagian yang
dimanfaatkan
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6
1. Aren Arenga
pinnata
Tuak untuk membuat gula
aren, daun, dan kulit batang (ijuk) untuk atap
rumah dan sumber pangan
nira, daun, kulit
batang (ijuk), buah
√ √ √
2. Kelapa Cocos nucifera
Penanda batas kampung, Buah
untuk dimakan
buah √ √
3. Durian/kadu Durio
zibethinus
Buah dan biji dapat
dimakan, kayu
untuk bahan
membangun rumah, getah untuk obat
sakit gigi
buah, biji,
batang, getah
√
√ √
4. Awi gombong Gigantochloa verticilata
Batang untuk membangun rumah
batang
√
5. Cariang Homolaena odorata
Umbi untuk obat gatal, daun untuk
usir hama
Umbi, daun
√ √
51
Tabel 8 Jenis Vegetasi, Manfaat, dan Habitat (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Manfaat Bagian yang
dimanfaatkan
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6
6. Pisitan Lansium
domesticum
buah dapat
dimakan, kulit batang untuk obat
pegel linu
buah, batang
√
√ √
7. Kiray Metroxylon sagu
daun untuk atap rumah, pati
Daun, batang
√
8. Rambutan Nephelium
lappaceum
buah untuk
dimakan
buah
√
√ √
9. Padi Oryza sativa biji untuk bahan
pangan, batang
untuk pupuk
biji, batang
√
10. Kacang hiris Cajanus cajan biji dapat dimakan biji
√ √
11. Pisang Musa
paradisiaca
buah dapat
dimakan, daun
untuk membungkus
makanan
buah, daun
√ √ √ √ √
12. Singkong Manihot esculenta
umbi untuk dimakan, daun
untuk bahan
pangan
umbi, daun
√ √
13. Ubi jalar Ipomea
batatas
umbi untuk
dimakan
umbi
√ √
14. Jagung Zea mays biji dapat dijadikan bahan pangan
biji
√
15. Talas Colocasia
esculenta
pelepah, pucuk
daun, umbi dapat dimakan
pelepah, pucuk
daun, umbi
√
16. Lengkuas Languas
galanga
akar untuk bumbu
dapur
akar
√ √
17. Mentimun Cucumis
sativus
buah untuk lalapan buah
√ √
18. Kunyit Curcuma domestica
akar untuk bumbu dapur, untuk obat
magh
akar
√ √
19. Cabe rawit Capsicum frutescens
Buah untuk bumbu dapur
buah
√ √
20. Jeungjing/
sengon
Paraserianthe
s sp.
kayu untuk bahan
membangun runah dan leuit
batang
√
21. Sempur Dillenea
aurea
buah untuk
dimakan, kayu untuk membangun
rumah dan leuit
buah, batang
√
22. Harendong Melastoma malabatricum
daun untuk obat sariawan dan sakit
gigi, pucuk daun
dan tuak untuk obat sakit perut
daun, pucuk, tuak
√
23. Kiseureuh Piper
aduncum
Tuak untuk obat
sakit mata
tuak
√
24. Kaso Saccharum
spontaneum
Kayu untuk bahan
membangun rumah
batang
√
25. Jengkol Pithecelobium jeringa
buah untuk lalapan, kayu untuk bahan
membangun rumah
buah, batang
√
√
26. Babadotan Ageratum conyzoides
daun untuk obat luka
daun
√
27. Angsana Pterocarpus
indicus
getah untuk obat
sakit gigi
getah
√
28. Kacapiring Gardenia
augusta
tanaman hias, daun
untuk obat panas
daun
√
29. Hanjuang Codyline terminalis
pohon untuk penanda makam
dan penanda batas
tanah
pohon √ √ √ √ √
52
Tabel 8 Jenis Vegetasi, Manfaat, dan Habitat (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Manfaat Bagian yang
dimanfaatkan
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6
30. Jawer kotok Plectranthus scutellarides
daun untuk obat sakit panas
daun
√
31. Kumis kucing Orthosiphon
grandiflorus
daun untuk obat
demam
daun √ √
32. Mahkota dewa Phaleria
macrocarpa
buah untuk obat
darah tinggi
buah
√
33. Peuteuy Parkia
speciosa
buah dapat
dimakan, kayu
untuk kayu bakar
buah, batang
√
34. Mangga Mangifera
indica
buah untuk
dimakan
buah
√
35. Puring Codiaeum variegatum
tanaman hias, penanda tali pusar
bayi ditanam
pohon √ √
36. Kanyere Bridelia monoica
kulit batang untuk obat gatal, batang
untuk pegangan
golok dan cored
batang
√
37. Awi apus Gigantochloa
apus
batang untuk bahan
bangunan, tuak
untuk obat batuk
batang, tuak
√
√
38. Awi mayan Gigantochloa
robusta
batang untuk
membangun rumah
yaitu bilik
batang
√
√
39. Asem ranji Dialium indum buah dapat
dimakan dan dijual,
kayu untuk membangun rumah
buah, batang
√ √
40. Areuy cariu Entada
Phaseoloides
akar untuk pupuk,
buah untuk kerajinan tangan,
obat sakit perut
akar, buah
√
41. Areuy rinu Piper sulcatum buah untuk obat
masuk angin, daun
untuk obat gatal
buah, daun
√
42. Jaat Psopocarpus
tetragonolobus
biji dapat dijual,
buah dapat
dimakan
biji, buah
√
√
43. Cengkeh Syzygium
aromaticum
bunga untuk
aromatik, dijual
bunga
√ √
44. Picung Pangium edule buah dapat
dimakan dan untuk
minyak
buah
√
45. Sereh Andropogon
nardus
daun untuk bumbu
masak
daun
√ √
46. Pinang Pinanga coronata
daun untuk ritual adat
daun
√
47. Paku kapal Arcypteris
irregularis
daun untuk obat
luka dan patah tangan
daun
√
48. Kanas Ananas
comosus
buah untuk
dimakan
buah
√
49. Kapas Gossypium sp. bahan baku benang
untuk buat baju
buah
√
50. Saga Cayratia
japonica
banir untuk bahan
gelebeg
banir
√
51. Saka Schefflera longifolia
pohon untuk tempat menternakan lebah
semua bagian
√
52. Randu Ceiba
pentandra
akar dan daun
untuk obat meenurunkan
panas, buah/kapuk
untuk isi bantal
akar, daun, buah
√
53
Tabel 8 Jenis Vegetasi, Manfaat, dan Habitat (lanjutan)
No. Nama
Lokal Nama Ilmiah Manfaat
Bagian yang
dimanfaatkan
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6
53. Kaweni Mangifera odorata Buah untuk dimakan, kayu
untuk
membangun rumah
buah, batang
√
54. Kopi Coffea arabica Biji untuk
membuat kopi
biji
√ √
55. Areuy
Geureung
Pericampylus
glaucus
Semua bagian
untuk ritual adat
nyacar dan panen padi
semua bagian
√
√ √
56. Haraghag Ananas sp. Daun untuk
membuat tas anyaman
daun
√ √
57. Ikih undientified Kayu untuk membangun
rumah, kulit kayu
untuk mencelup koja agar keras
dan berwarna
merah
batang, kulit kayu
√ √
58. Ki Bubur undientified Kayu untuk
membangun
rumah, kulit kayu untuk mencelup
koja agar keras
dan berwarna merah
batang, kulit
kayu
√ √
59. Manjeti undientified Kayu untuk bahan
membangun
rumah dan membuat lesung
batang
√ √
60. Ngenge Pinanga javanica Batang untuk
membuat alat
tenun dan alat
ngaseuk
batang
√ √
61. Salam leuweung
Syzygium operculata Kulit batang untuk mencelup
koja agar
berwarna hitam kemerahan
Kulit batang
√ √
62. Teureup Artocarpus elastica Daun untuk alas
leuit, kulit batang untuk anyaman
tas koja san
pengikat padi saat panen
daun, kulit
batang
√ √
63. Awi gede Gigantochloa
pseudoarundinaceae
Batang untuk
membangun rumah, iwung
untuk dimakan
batang, batang
muda
√
√
64. Tapos Elateriospermum tapos
Kayu untuk bahan membuat alat
tenun
batang
√
65. Jahe Zingiber officinale Akar untuk bumbu dapur
akar
√ √
Sumber: Hasil pengumpulan data di lapang dan wawancara
Keterangan:
3. Pemukiman, 2. Leuweung lembur, 3. Huma,
4. Jami, 5. Reuma, 6. Leuweung kolot
54
Tabel 9 Keanekaragaman Kelompok Manfaat Vegetasi
No. Kelompok Manfaat Jumlah Spesies Persentase (%)
1. Sumber Pangan 25 28,74
2. Bahan Bangunan 16 18,39
3. Ritual Adat 2 2,30
4. Obat-obatan 17 19,54
5. Bumbu Masak 5 5,75
6. Bahan Kerajinan 7 8,05
7. Pupuk alami 2 2,30
8. Media Ternak Lebah 1 1,15
9. Penanda batas 3 3,45
10. Pewarna 3 3,45
11. Aromatik 1 1,15
12. Tanaman hias 3 3,45
13. Bahan baku benang 1 1,15
14. Bahan baku kapuk 1 1,15
Total 87 100,00
Berdasarkan (Tabel 8) dari hasil survey dan wawancara, spesies vegetasi
yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo,
dan Balimbing berjumlah 65 spesies. Jika dilihat dari (Tabel 9), kelompok
manfaat yang memiliki spesies vegetasi dalam jumlah besar adalah untuk sumber
pangan (28,74%), obat-obatan (19,54%), dan bahan bangunan (18,39%). Pada
(Tabel 9) juga menunjukkan bahwa jumlah total spesies yang dimanfaatkan
melebihi jumlah total spesies yang ditemukan. Hal ini karena satu spesies
tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk beberapa tujuan. Meski demikian,
masyarakat Baduy memiliki aturan adat agar pemanfaatan vegetasi tersebut tidak
menyebabkan kelangkaan. Vegetasi tidak dapat dimanfaatkan secara bebas karena
harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari kokolot lembur. Kokolot lembur tidak
akan memberikan izin jika jenis vegetasi tersebut ketersediannya sedikit dan
berada di lokasi terlarang (pinggir sungai, mata air, puncak bukit, dan tebing).
Kelompok vegetasi yang dapat memberikan manfaat pengobatan alami dianggap
memiliki peranan penting dalam melestarikan pengetahuan tradisional yang
mereka miliki. Menurut Pei et al. (2009) dalam Iman (2011) spesies tumbuhan
yang memiliki manfaat akan mendorong penggunanya untuk menjaga keberadaan
spesies tersebut agar tetap tersedia sehingga dapat terus dimanfaatkan.
Berdasarkan (Tabel 8) dapat ditunjukan bahwa masyarakat di keempat
kampung ini mengambil spesies vegetasi dari beberapa tempat penggunaan lahan.
sumber pengambilan spesies vegetasi ini dilakukan agar tekanan pada suatu
tempat berkurang. Pada (Tabel 10) jumlah pengambilan spesies vegetasi terbesar
yaitu pada reuma (30,48%), leuweung kolot (20,95%), dan leuweung lembur
(19,05%). Walaupun leuweung kolot memiliki jumlah pengambilan spesies
vegetasi yang cukup besar, namun kondisi ini tidak menimbulkan tekanan yang
besar. Hal ini dikarenakan adanya alternatif tempat lain yang dijadikan sumber
55
pengambilan spesies vegetasi bermanfaat yang spesiesnya ditemukan di leuweung
kolot.
Tabel 10 Keanekaragaman Pengambilan Vegetasi berdasarkan Habitat
No. Tempat Pengambilan Jumlah
Spesies Persentase (%)
1. Pemukiman 3 2,86
2. Leuweung lembur 20 19,05
3. Huma 17 16,19
4. Jami 11 10,48
5. Reuma 32 30,48
6. Leuweung kolot 22 20,95
Total 105 100,00
Karakteristik Bioregion Baduy Dalam
Berdasarkan studi literatur dapat disusun karakteristik biofisik dan budaya
Baduy Dalam. Karakteristik disusun berdasarkan kategori V dalam penentuan
kawasan perlindungan menurut UNESCO (1972) dalam Phillips (1998) yaitu
perlindungan lanskap/seascape. Kategori V dalam kriteria nilai penting world
heritage convention ini menjelaskan mengenai 3 (tiga) jenis nilai-nilai alam, yaitu:
1. Sumber daya biologi (Biodiversitas), yang berkaitan dengan kompromi dalam
mempertahankan keragaman biologi alam dan pertanian.
2. Karakteristik pemanfaatan/penggunaan sumber daya alam oleh manusia,
seperti penggunaan lahan yang berkelanjutan.
3. Aspek keterkaitan hubungan manusia dengan alam dan kelekatan nilai-nilai
masyarakat dengan kualitas alam (lanskap).
Tabel 11 menguraikan karakteristik bioregion Baduy Dalam berdasarkan
tiga kriteria UNESCO (1972) untuk kategori V. Karakteristik bioregion Baduy
Dalam ini digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi karakteristik bioregion
Baduy Luar dan Dangka.
Tabel 11 Karakteristik Bioregion Baduy Dalam
Kriteria Nilai
Penting Karakteristik Bioregion Baduy Dalam
1. Biodiversitas - Keanekaragaman vegetasi leuweung kolot dan leuweung
larangan memiliki keanekaragaman tinggi yaitu sebanyak
234 spesies (Iman 2011) (Lampiran 1)
- Keanekaragaman vegetasi reuma memiliki
keanekaragaman sedang yaitu sebanyak 114 spesies (Iman
2011) (Lampiran 2)
56
Tabel 11 Karakteristik Bioregion Baduy Dalam (lanjutan)
Kriteria Nilai
Penting Karakteristik Bioregion Baduy Dalam
- Keanekaragaman vegetasi leuweung lembur memiliki
keanekaragaman sedang yaitu sebanyak 137 spesies (Iman
2011) (Lampiran 3)
- Keanekaragaman vegetasi di lahan huma memiliki
keanekaragaman rendah yaitu sebanyak 15 spesies.
Namun pada lahan ini juga memiliki keanekaragaman
varietas padi lokal yaitu sebanyak 89 varietas (Iskandar
2012). Terdapat tiga varietas padi yang wajib ditanam di
huma yaitu pare koneng, pare siang, dan pare ketan
lenggasari (Permana 2010).
2. Tata Guna Lahan
Pemukiman Pemukiman berada di sekitar aliran sungai dengan lereng
datar, Pola pemukiman menerapkan prinsip nyulah nyanda
(utara-selatan) dan terbagi menjadi:
- Imah Puun (bagian paling sakral yaitu selatan)
- Bale adat (bagian utara)
- Alun-alun (diantara Imah Puun dan bale adat)
- Saung lisung (bagian utara dekat bale adat)
- Imah warga (tidak boleh menghalangi Imah Puun, imah di
sisi timur harus lebih sedikit dari sisi barat
- Leuit (bagian utara, barat, dan selatan khusus leuit Puun)
- Pancuran (bagian utara)
Leuweung Lembur - Leuweung lembur (hutan kampung) berada mengelilingi
pemukiman dan dibudidayakan vegetasi penghasil kayu,
buah, dan obat-obatan.
- Lahan ini berada pada lereng datar hingga landai dan
terdapat lumbung padi (leuit) dan area pemakaman.
Huma - Lahan ini berada di lereng landai, curam, dan agak curam.
- Huma (ladang) di Baduy Dalam menurut pengelolaannya
dibagi menjadi tiga macam yaitu Huma Puun, Huma
Tangtu, dan Huma Serang.
- Penanaman padi di ketiga huma dilakukan tidak serentak,
penanaman padi pertama dilakukan di Huma Puun,
kemudian Huma Serang dan terakhir Huma Tangtu.
- Dalam proses penanaman padi, padi ditanam mengikuti
garis kontur untuk mencegah erosi tanah.
57
Tabel 11 Karakteristik Bioregion Baduy Dalam (lanjutan)
Kriteria Nilai
Penting Karakteristik Bioregion Baduy Dalam
Jami - Jami (kebun campuran) dibudidayakan jenis vegetasi
penghasil bumbu dapur, sayuran, dan buah-buahan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
warga Baduy.
- Lahan ini berada di lereng landai, curam, dan agak curam.
Reuma - Reuma (hutan sekunder tua) dibudidayakan jenis vegetasi
penghasil kayu, buah, dan obat-obatan. Vegetasi tersebut
sengaja dibudidayakan dan memiliki fungsi konservasi
keanekaragaman vegetasi dan satwa, sistem hidrologi dan
tanah, fungsi ekonomi, sosial dan budaya.
- Lahan ini berada di lereng landai, curam, dan agak curam.
Leuweung Kolot - Leuweung kolot (hutan lindung/hutan tua) berada di
puncak-puncak bukit dan dikhususkan memiliki fungsi
konservasi yang tinggi.
- Lahan ini berada di lereng curam hingga sangat curam.
- Pemanfaatan dapat dilakukan pada tanaman penghasil non
kayu.
Leuweung Larangan - Leuweung larangan (hutan larangan) merupakan kawasan
hutan yang tidak diperuntukan sebagai huma.
- Lahan hutan ini berada di lereng landai, agak curam,
curam, dan sangat curam.
- Hutan ini berada di bagian selatan Baduy dekat dengan
Kampung Baduy Dalam. Dalam hutan ini terdapat Sasaka
Domas, sehingga disebut sebagai hutan sakral dan hanya
orang tertentu saja yang boleh masuk ke dalam hutan ini
seperti Puun dan pejabat adat Baduy.
3. Nilai terkait adat
Hukum Adat - Ngahuma menjadi mata pencaharian wajib dengan
menggarap huma serang, puun, dan tangtu
- dilarang menggunakan alat elektronik
- dilarang menggunakan alas kaki
- dilarang menggunakan sabun mandi, odol, dan deterjen
- dilarang menggunakan kendaraan
- dilarang poligami
- dilarang memiliki perhiasan emas dan dilarang merokok
- dilarang membuka warung
Upacara Adat - Ngalaksa, Kawalu, dan Seba merupakan upacara adat
wajib bagi seluruh Masyarakat Baduy
- Hajatan pernikahan dalam sistem Baduy Dalam yaitu
dijodohkan oleh orangtua dan Puun
- Sunatan dilaksanakan secara massal
58
Tabel 11 Karakteristik Bioregion Baduy Dalam (lanjutan)
Kriteria Nilai
Penting Karakteristik Bioregion Baduy Dalam
- Upacara adat berkaitan dengan kegiatan ngahuma yaitu
upacara ngaseuk, upacara narawas, upacara ngored,
upacara ngirab sawan, upacara panen
Pakaian Adat - Hanya dua warna yaitu hitam dan putih
- Pakaian dijahit dengan menggunakan jarum dan tidak
menggunakan kancing
- Ikat kepala (telekung) berwarna putih
- Wanita menggunakan kebaya dengan selendang seperti
samping
- Laki-laki menggunakan sarung yang dilipat
Arsitektur Rumah
Adat - Bentuk arsitektur rumah adat yaitu rumah panggung dan
memiliki ukuran yang sama
- Saat pembangunan rumah, kontur tanah tidak diubah
dibiarkan sesuai kontur aslinya
- Fondasi rumah terbuat dari batu kali
- Dalam proses pembangunan rumah tidak menggunakan
paku dan alat modern, hanya menggunakan pasak dan tali
dari bambu/rotan
- Hanya terdapat satu pintu yang menghadap utara/selatan
dan tidak memiliki jendela
- Bentuk bilik sederhana, tidak menggunakan corak
- Lantai rumah hanya menggunakan bambu
- Tata ruang rumah terdiri dari golodog di bagian depan,
sosoro, tepas, imah, dan parako
- Dilarang menambahkan variasi pada semua bagian rumah
- Posisi rumah tidak boleh menghalangi rumah Puun dan
bale adat
Naratif - Pantun di Baduy Dalam dijadikan sebagai pedoman hidup
dalam berperilaku sehari-hari, sebagai alat pengajar
orangtua Baduy kepada anak-anaknya.
- Pantun ini juga mendeskripsikan tempat tertentu yang
perlu dijaga kelestariannya yaitu pemukiman, leuweung
lembur, leuweung kolot/larangan, dan sungai
Produk Seni - Produk seni yang dihasilkan di Baduy Dalam yaitu kain
tenun, alat tenun, hulu, surung, telekung, angklung, kecapi,
karinding, kumbang, tarawelet, kolecer, golok, tas koja,
dan jarog. Produk dibuat dengan material lokal dengan
izin dari Puun
Sumber: Iman (2011), Iskandar (2012), Kurnia dan Sihabudin (2012), Permana
(2010)
59
Analisis Bioregional
Unit Bioregion
Bioregional terdiri dari empat unit ruang yang tersusun secara hierarki
berjenjang atau bertingkat. Menurut Kim et al (2000) dalam Pramukanto (2004)
menyebutkan bahwa unit bioregion merupakan perwakilan wilayah pada hierarki
teratas yang didefinisikan berdasarkan karakteristik homogenitas wilayah iklim,
elevasi, distribusi vegetasi, batas daerah aliran sungai utama, topografi, dan
geologi. Pengklasifikasian unit bioregional dalam penelitian ini dilakukan
berdasarkan karakteristik alam yang membentuk Kampung Cempaka Putih,
Gajeboh, Marengo, dan Balimbing.
Klasifikasi unit bioregion Kampung Baduy Luar dan Dangka ini, diinisiasi
dengan melihat karakteristik topografi. Berdasarkan karakteristik topografi dapat
diketahui wilayah tangkapan air (DAS), pada setiap DAS memiliki kesamaan
karakteristik alam, namun berbeda antara satu DAS dengan DAS lainnya. Oleh
karena itu, pembagian ruang untuk unit bioregion pada tapak berdasarkan atas
daerah aliran sungai utama. Berdasarkan (Tabel 12) dan (Gambar 18) yang
terdapat pada aspek hidrologi, maka terdapat 11 DAS yang membagi wilayah
Banten ke dalam unit-unit wilayah bioregion secara merata.
Tabel 12 Daftar DAS di Provinsi Banten
No. Nama DAS Luas (ha)
1. DAS Ciujung 236546,37
2. DAS Cibanten 75343,89
3. DAS Cidananu 36352,09
4. DAS Cibungur 72141,91
5. DAS Ciliman 100354,56
6. DAS Cikeruh 43456,31
7. DAS Cibaliung 97117,11
8. DAS Cihara 26150,43
9. DAS Cisiih 18382,81
10. DAS Cimadur 33925,29
11. DAS Cibareno 53312,27
Pada (Gambar 28) menunjukkan bahwa Kampung Baduy Luar dan Dangka
yang terdiri dari Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing
termasuk dalam bagian dari unit bioregion DAS Ciujung. Pada tingkatan DAS
wilayah di dalamnya, Kampung Baduy Luar dan Dangka ini memiliki karakter
yang berbeda dan dapat dibedakan dengan wilayah bioregion lainnya.
60
61
Unit Lanskap
Unit Bioregion DAS Ciujung tersusun berdasarkan unit-unit lanskap yang
memiliki keunikan karakteristik yang dapat dibedakan berdasarkan batas Sub
DAS, jenis tanah, dan lereng. Menurut Kim et al (2000) dalam Pramukanto
(2004), unit lanskap di dalam bioregion merupakan representasi karakteristik Sub
DAS yang mencakup wilayah homogen dan dicirikan melalui lereng, penggunaan
lahan, serta atribut sosial budaya komunitas masyarakat, seperti lifestyle dan etnis.
Unit lanskap dalam penelitian ini dapat diketahui dengan melakukan
klasifikasi Sub DAS yang terdapat pada Kampung Cempaka Putih, Gajeboh,
Marengo, dan Balimbing. Sub DAS ditentukan dengan mendelineasi batas
punggung bukit (ridgelines) pada garis kontur yang terdapat pada peta topografi
(Gambar 15), sehingga dapat ditentukan punggung bukit sebagai pemisah yang
mengapit lembah. Dari hasil klasifikasi tersebut terdapat 20 Sub DAS yang dapat
dibedakan (Gambar 20). Kemudian pada 20 Sub DAS tersebut didelineasi kembali
berdasarkan perbedaan jenis tanah (Gambar 17). Dalam lokasi penelitian ini
formasi geologi dan jenis tanah yang ada hanya satu jenis, sehingga dari hasil
pengklasifikasian dengan jenis tanah didapatkan 20 Sub DAS, yang terbagi
menjadi 20 unit. Hal terakhir dalam menentukan unit lanskap dilakukan klasifikasi
kemiringan lahan pada 20 unit yang terdapat pada Kampung Baduy Luar dan
Dangka. Berdasarkan peta kemiringan lahan yang terdapat pada (Gambar 15)
maka 20 unit tersebut terbagi kembali menjadi 79 sub unit (Gambar 29). Unit
lanskap yang terbentuk menjadi 79 sub unit, masing-masing unit pada 79 sub unit
lanskap merupakan wilayah yang memiliki karakteristik homogen yang dapat
dibedakan dengan unit lanskap lainnya.
Unit Tempat
Unit tempat dalam bioregion menurut Kim et al (2000) dalam Pramukanto
(2004) merupakan hierarki terendah pada subdivisi bioregion yang dicirikan oleh
beberapa komponen yaitu penggunaan lahan, atribut sosial budaya dalam
komunitas masyarakat yang meliputi etnis, aspirasi masyarakat, the sense of place,
the meaning of place dan berbagai bentuk nilai-nilai lokal. Hal tersebut
menjelaskan bahwa unit tempat merupakan unit terkecil yang menyusun unit
bioregion.
Pada penelitian ini, unit tempat disusun atau dibedakan berdasarkan
penutupan lahan (landcover) yang ada dalam unit lanskap. Nilai intrinsik yang
terkandung dalam unit tempat ini merupakan ekspresi dari unsur fisik (Sub DAS,
Tanah, dan Lereng). Penutupan lahan dijadikan sebagai dasar dalam menentukan
unit tempat karena penutupan lahan (landcover) dapat menggambarkan suatu
aktivitas (budaya) pada Kampung Baduy Luar dan Dangka. Berdasarkan hasil
analisis, Kampung Baduy Luar dan Dangka terdeleniasi menjadi 237 unit tempat
(Gambar 30).
Hal mendasar yang membedakan antar kelas satu sama lainnya adalah
terdapatnya nilai intrinsik tertentu yang menjadikan daerah tersebut memiliki
kekhasan atau keunikan. Jones et al (1998) mengidentifikasi enam sumber nilai
intrinsik yang terdiri dari pemandangan, sumberdaya alami, sejarah, arkeologi,
budaya, dan rekreasi. Namun dalam penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap
62
nilai intrinsik berdasarkan Jones et al (1998). Nilai intrinsik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data penutupan lahan (landcover) yang berasal dari
interpretasi citra yang telah dilakukan sebelumnya. Nilai intrinsik tersebut
menggambarkan hasil interaksi antara faktor biofisik dan budaya yang
merepresentasikan unit tempat. Unit tempat tersebut meliputi pemukiman,
leuweung lembur, huma, jami, reuma, dan leuweung kolot.
63
64
64
SINTESIS
Pada tahap sintesis dilakukan evaluasi untuk menyepadankan kriteria
karakteristik bioregion Baduy Dalam (Tabel 11) dengan karakteristik bioregion
Baduy Luar dan Dangka. Hasil evaluasi karakteristik bioregion Baduy Luar dan
Dangka dengan usulan perbaikannya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Evaluasi Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka dengan
Usulan Perbaikan
Kriteria Nilai
Penting
Kondisi Baduy Luar dan Dangka saat ini
Usulan Perbaikan Aspek yang masih
diterapkan
Aspek yang mendapat
kelonggaran adat
1. Biodiversitas - Keanekaragaman vegetasi
leuweung kolot memiliki
keanekaragaman rendah
yaitu sebanyak 22 spesies
- Ada beberapa vegetasi
yang dapat
dimanfaatkan sebagai
bahan penghasil sabun,
bahan baku membuat
leuit, lisung, imah,
pupuk, alat musik
tradisional (angklung)
dan pestisida alami
yang tidak lagi
dibudidayakan oleh
masyarakat Baduy Luar
dan Dangka.
- Membudidayakan
kembali jenis vegetasi
yang dapat memberikan
manfaat ekologi, sosial,
ekonomi dan budaya
sehingga pengetahuan
masyarakat mengenai
vegetasi tersebut dapat
terkonservasi.
- Keanekaragaman vegetasi
reuma memiliki
keanekaragaman rendah
yaitu sebanyak 32 spesies
- Keanekaragaman vegetasi
leuweung lembur memiliki
keanekaragaman rendah
yaitu sebanyak 20 spesies
- Keanekaragaman vegetasi
huma memiliki
keanekaragaman rendah
yaitu sebanyak 17 spesies
Namun pada lahan ini juga
memiliki keanekaragaman
varietas padi lokal yaitu
sebanyak 89 varietas sama
seperti Baduy Dalam
(Iskandar 2012). Tiga
varietas padi lokal yaitu pare
koneng, pare siang, dan pare
ketan lenggasari masih
ditanam di Baduy Luar dan
Dangka
2. Tata Guna
Lahan
Pemukiman Pemukiman berada di sekitar
sungai dengan lereng datar
dan landai. Pola pemukiman di
Baduy Dangka masih
menerapkan prinsip nyulah
nyanda (utara-selatan) dan
terbagi menjadi:
- Imah Kokolot Lembur
(bagian selatan)
- terdapat alun-alun, namun
lokasinya tidak menentu dan
luasanya sudah semakin
sempit
- Saung lisung (bagian utara)
- Leuit (bagian utara, barat,
dan selatan)
- Pancuran (bagian timur)
- Alun-alun tidak lagi
berada diantara imah
kokolot lembur dan
saung lisung
- Imah warga letaknya
menghalangi imah
kokolot lembur, dan
tidak adanya penataan
imah di sebelah timur
yang harusnya lebih
sedikit dari imah di
sebelah barat.
- Perluasan terhadap alun-
alun agar kegiatan
upacara adat kampung
dapat tetap dilaksanakan
di lahan ini.
- Penataan posisi imah
warga agar tidak
menghalangi imah
kokolot lembur.
- Penataan posisi imah
warga di sebelah timur
lebih sedikit
dibandingkan barat.
66
Tabel 13 Evaluasi Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka dengan
Arahan Perbaikan (lanjutan)
Kriteria Nilai
Penting
Kondisi Baduy Luar dan Dangka saat ini
Usulan Perbaikan Aspek yang masih
diterapkan
Aspek yang mendapat
kelonggaran adat
Leuweung
Lembur
- Leuweung lembur (hutan
kampung) berada
mengelilingi pemukiman dan
dibudidayakan vegetasi
penghasil kayu, buah, dan
obat-obatan.
- Mempertahankan
kondisi yang ada serta
menambah budidaya
vegetasi yang dapat
memberikan manfaat
ekologi, ekonomi, sosial,
dan budaya
- Lahan ini berada di lereng
datar, landai, dan agak
curam dan terdapat lumbung
padi (leuit) dan area
pemakaman.
Huma - Lahan huma berada di lereng
landai, agak curam, dan
curam
- Tetap mempertahankan
kondisi yang ada saat ini
- Huma yang dikelola dibagi
menjadi tiga yaitu huma
serang, huma tuladan, dan
huma panamping
- Penanaman padi di ketiga
huma ini tidak dilakukan
secara serentak
- Penanaman padi mengikuti
garis kontur
Jami - Jami (kebun campuran)
ditumbuhi jenis vegetasi
penghasil bumbu dapur,
sayuran, dan buah-buahan
yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah
tangga warga Baduy.
- Tetap mempertahankan
kondisi yang ada saat ini
- Lahan ini berada di lereng
landai, agak curam, dan
curam
Reuma - Reuma (hutan sekunder tua)
dibudidayakan jenis vegetasi
penghasil kayu, buah, dan
obat-obatan
- Tetap mempertahankan
kondisi yang ada saat ini
dan menambah budidaya
vegetasi yang dapat
memberikan manfaat
ekologi, ekonomi, sosial,
dan budaya
- Vegetasi tersebut sengaja
dibudidayakan untuk
memberikan manfaat
konservasi, ekonomi, sosial,
dan budaya
- Lahan ini berada di lereng
landai, agak curam, dan
curam
Leuweung Kolot - Leuweung kolot (hutan
tua/lindung) berada di
puncak puncak bukit dan
dikhususkan untuk fungsi
konservasi yang tinggi
- Tetap mempertahankan
dan menjaga kondisi
leuweung kolot sebagai
hutan lindung di Baduy
Luar dan Dangka
- Lahan ini berada pada lereng
curam hingga sangat curam
- Pemanfaatan dapat
dilakukan pada tanaman
penghasil non kayu
67
Tabel 13 Evaluasi Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka dengan
Arahan Perbaikan (lanjutan)
Kriteria Nilai
Penting
Kondisi Baduy Luar dan Dangka saat ini
Usulan Perbaikan Aspek yang masih
diterapkan
Aspek yang mendapat
kelonggaran adat
Leuweung
Larangan
- Leuweung larangan
tidak terdapat di Baduy
Luar dan Dangka
karena hanya terdapat
di kawasan Baduy
Dalam
3. Nilai terkait
adat
Hukum Adat - Ngahuma menjadi mata
pencaharian wajib dengan
menggarap huma serang,
huma tuladan, huma
panamping
- Dilarang poligami
- Mendapat kelonggaran
adat untuk menggarap
lahan di luar Baduy
- Menggunakan alat
elektronik
- Menggunakan sabun
mandi, odol, dan
deterjen
- Menggunakan
kendaraan
- Sudah menggunakan
perhiasan emas dan
dapat merokok
- Sudah mendirikan
warung
- Membudidayakan
vegetasi penghasil sabun
seperti Areuy leuksa dan
Ki caang sehingga
penggunaan sabun, odol,
dan deterjen dapat
dikurangi
Upacara Adat - Ngalaksa, Kawalu, dan Seba
merupakan upacara adat
wajib bagi seluruh
Masyarakat Baduy
- Namun di Baduy Luar
dan Dangka, pihak laki-
laki dapat mencari
calon pasangannya
sendiri
- Kelonggaran adat masih
diperbolehkan
- Hajatan pernikahan dalam
sistem Baduy Luar dan
Dangka sama seperti Baduy
Dalam yaitu dijodohkan oleh
orangtua dan Kokolot
lembur
- Sunatan dilaksanakan secara
massal
- Upacara adat berkaitan
kegiatan ngahuma masih
dilaksanakan
Pakaian Adat - Pakaian masih dijahit
menggunakan tangan
- Menggunakan warna
hitam/biru tua
- Membudidayakan jenis
vegetasi yang dapat
memberikan fungsi
sebagai pewarna alami
untuk pakaian.
- Ikat kepala (telekung)
berwarna biru tua
- Wanita menggunakan
kebaya hitam/biru tua
dengan selendang batik
- Laki-laki menggunakan
celana pendek
- Namun sudah banyak
juga yang
menggunakan pakaian
siap pakai
- Pewarna pakaian sudah
menggunakan pewarna
kimia seperti wantex
68
Tabel 13 Evaluasi Karakteristik Bioregion Baduy Luar dan Dangka dengan
Arahan Perbaikan (lanjutan)
Kriteria Nilai
Penting
Kondisi Baduy Luar dan Dangka saat ini
Usulan Perbaikan Aspek yang masih
diterapkan
Aspek yang mendapat
kelonggaran adat
Arsitektur
Rumah Adat
- Bentuk arsitektur rumah adat
yaitu rumah panggung
- Saat pembangunan
rumah kontur tanah
diratakan sesuai
keinginan
- Membudidayakan jenis
vegetasi penghasil kayu
dan bambu yang
digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan
rumah
- Penataan posisi imah
agar tidak menghalangi
imah kokolot lembur
- Penataan imah di sisi
timur lebih sedikit dari
bagian barat
- Fondasi rumah dari batu kali
- Lantai rumah menggunakan
bambu
- Setiap bagian rumah dibuat
dengan menggunakan
material lokal
- Dalam proses
pembangunan rumah
menggunakan paku dan
alat modern
- Terdapat lebih dari satu
pintu
- Bilik menggunakan
corak
- Tata ruang rumah
terdiri dari tepas,
pendeng, tengah imah,
goah, parako, dan
golodog di bagian utara
- Adanya variasi
tambahan untuk semua
bagian rumah
- Posisi imah bebas
namun sesuai dengan
arah utara-selatan
Naratif - Pantu masih dijadikan
pedoman hidup dalam
perilaku sehari-hari dan
sebagai alat pengajar
orangtua kepada anaknya
- Tetap mempertahankan
pantun sebagai alat
pengajar orangtua pada
anaknya agar nilai adat
dapat berkelanjutan.
- Pantun juga
mendeksripsikan tempat
tertentu yang perlu dijaga
kelestariannya yaitu
leuweung lembur, leuweung
kolot dan sungai
Produk Seni - Produk seni yang masih
dibuat dengan material lokal
yaitu kain tenun, alat tenun,
hulu, surung, angklung,
kecapi, suling, toleot (suling
kecil), golok, tas koja, dan
jarog.
- Bahan baku angklung
diambil dari leuweung
lembur yang ada di Baduy
Dalam
- Bahan baku kain tenun
ada yang didatangkan
dari luar Baduy
- Kain telekung di Baduy
Luar dan Dangka
didatangkan dari luar
Baduy
- Produk seni lain yang
dibuat dengan bahan
baku dari luar baduy
yaitu gamelan dan
rendo
- Membudidayakan jenis
vegetasi yang digunakan
sebagai bahan baku
produk seni, seperti Awi
temen yang dijadikan
sebagai bahan baku
membuat angklung
69
KONSEP DAN PENGEMBANGAN
Konsep Perencanaan
Berdasarkan pendekatan bioregion, Kampung Cempaka Putih, Gajeboh,
Marengo, dan Balimbing yang terdiri atas 237 unit tempat selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan kesamaan kondisi bioregionnya, sehingga dihasilkan
block plan (Gambar 31) yang merepresentasikan sebaran 6 (enam) unit tempat
yaitu pemukiman, leuweung lembur (hutan kampung), huma (ladang), jami
(kebun campuran), reuma (hutan sekunder tua), dan leuweung kolot (hutan tua).
Masing-masing kategori bioregion memiliki perbedaan satu sama lainnya.
Kategori bioregion tersebut merupakan dasar pertimbangan dalam menentukan
bentuk konservasi budaya yang sesuai bagi Kampung Baduy Luar dan Dangka
dalam penelitian ini. Pada perencanaan ini, Kampung Baduy Luar dan Dangka
diharapkan menjadi salah satu kampung yang berkelanjutan baik secara ekologi,
sosial, ekonomi, dan budaya.
Konsep dasar perencanaan yang diterapkan di Kampung Baduy Luar dan
Dangka adalah membuat kawasan Baduy Luar dan Dangka sebagai kawasan yang
berkelanjutan baik secara ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya melalui tindakan
konservasi. Tindakan konservasi yang dilakukan untuk mewujudkan konsep
perencanaan ini yaitu dengan cara mengkonservasi lahan yang berkaitan dengan
aktivitas budaya masyarakat Baduy Luar dan Dangka pada enam bentuk lahan,
yaitu pemukiman, leuweung lembur (hutan kampung), huma (ladang), jami
(kebun campuran), reuma (hutan sekunder tua), dan leuweung kolot (hutan tua).
Rencana Pengembangan Konsep
Konsep Ruang
Konsep ruang yang dikembangkan di Baduy Luar dan Dangka didasarkan
pada prinsip ruang menurut adat istiadat yang digunakan masyarakat Baduy pada
umumnya. Pada Gambar 32 merupakan model tata ruang konservasi budaya
Kampung Baduy Luar dan Dangka.
Gambar 32 Konsep Ruang
70
71
Konsep Sirkulasi
Sirkulasi merupakan prasarana fisik yang paling penting dalam
memfasilitasi kegiatan dalam suatu ruang. Konsep sirkulasi yang dikembangkan
untuk Kampung Baduy Luar dan Dangka didasarkan pada prinsip yang berlaku
dalam adat istiadat mereka yaitu orientasi nyulah-nyanda (utara-selatan). Jalan
utama merupakan akses penghubung antar kampung berorientasi utara-selatan
berupa jalan setapak. Akses masuk kawasan berada di bagian utara sebagai
gerbang kawasan Baduy, kemudian masuk menuju arah selatan kawasan yaitu
kawasan Baduy Dalam. Untuk akses keluar kawasan menggunakan jalur yang
sama yaitu dari arah selatan menuju utara. Hierarki jalur berikutnya yaitu jalan
penghubung berupa jalan setapak untuk mengubungkan antar ruang yang ada
dalam kawasan Baduy Luar dan Dangka, yaitu jalan pemukiman yang
menghubungkan masing-masing rumah pada kampung. Pada Gambar 33
merupakan model sirkulasi di Kampung Baduy Luar dan Dangka.
Gambar 43 Konsep Sirkulasi
Konsep Vegetasi
Terdapat enam bentuk lahan yang penting dikonservasi karena terkait
budaya yang ada di atasnya. Kebudayaan yang penting dikonservasi ini sangat
terkait dengan vegetasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat di lahan tersebut.
Karena setiap bentuk lahan memiliki kriteria vegetasi yang berbeda.
Pengembangan konsep vegetasi untuk setiap bentukan lahan yaitu:
a. Leuweung Lembur
Lahan leuweung lembur berada di sekitar pemukiman. Letak lahan yang
mengelilingi pemukiman ini sering dibudidayakan dengan vegetasi tahunan yang
terdiri dari semak dan pohon. Jenis vegetasi tahunan yang ditanam di lahan ini
yaitu tanaman penghasil kayu dan buah-buahan seperti durian, bambu, sengon,
mangga, rambutan, kelapa, aren, kiray, pisang, jengkol, dan angsana. Selain itu
tanaman sayuran dan tanaman obat juga ditanam di lahan ini seperti cabai,
babadotan, kacapiring, jawer kotok, dan kumis kucing. Tipe vegetasi pada
leuweung lembur dapat dilihat pada Gambar 34.
72
Gambar 34 Tipe Vegetasi Leuweung Lembur
b. Huma
Huma yang terdapat di Kampung Baduy Luar dan Dangka umumnya berada
pada lahan subur dengan kemiringan landai, agak curam, hingga curam. Vegetasi
yang diprioritaskan untuk kegiatan perladangan yaitu tanaman pangan seperti padi
gogo dan jagung. Pada lahan ini dapat dilakukan penanaman tanaman penghasil
sayuran, buah dan bumbu dapur seperti mentimum, sereh, singkong, kacang hiris,
ubi jalar, cabai, talas, dan kunyit. Penanaman tanaman pada lahan ini dilakukan
dengan mengikuti kontur tanah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
erosi dan pencucian unsur hara tanah oleh air hujan. Selain itu di sekeliling
tanaman padi biasanya ditanam pohon aren yang diambil tuak dan daunnya untuk
pembuatan gula aren. Tipe vegetasi pada huma dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35 Tipe Vegetasi Huma
c. Jami
Jami merupakan lahan serupa dengan kebun campuran. Vegetasi yang
dibudidayakan di lahan ini yaitu tanaman penghasil sayuran, bumbu dapur, dan
buah-buahan yang terdiri dari jenis semak dan pohon seperti cabai, sereh, kunyit,
jahe, lengkuas, mentimun, ubi jalar, singkong durian, pisang, dan aren. Tipe
vegetasi pada jami dapat dilihat pada Gambar 36.
73
Gambar 36 Tipe Vegetasi Jami
d. Reuma
Reuma merupakan hutan sekunder tua bekas lahan huma yang di
istirahatkan selama 3-5 tahun. Vegetasi yang dibudidayakan di lahan ini yaitu
vegetasi tahunan, terdiri dari pohon, semak, dan tanaman penutup tanah yang
dimanfaatkan untuk kepentingan bahan bangunan, bahan ritual adat, bahan obat-
obatan tradisional, industri rumah tangga, dan kerajinan rumah tangga. Tipe
vegetasi pada reuma dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37 Tipe Vegetasi Reuma
e. Leuweung Kolot
Pada Kampung Baduy Luar dan Dangka, tipe vegetasi untuk lahan
leuweung kolot dapat memberikan manfaat dari sisi konservasi tanah, hidrologi,
sosial, ekonomi dan budaya. Vegetasi yang ditanam pada lahan ini berupa
tanaman tahunan yang terdiri dari semak, pohon rendah, sedang, dan tinggi dan
difokuskan untuk fungsi konservasi tinggi. Sehingga dalam lahan ini pemanfaatan
terhadap jenis vegetasi penghasil kayu dan buah harus memenuhi aturan adat dan
izin dari Kokolot Lembur. Tipe vegetasi pada leuweung kolot dapat dilihat pada
Gambar 38.
74
Gambar 38 Tipe Vegetasi Leuweung Kolot
75
PERENCANAAN LANSKAP
Rencana Lanskap
Pada tahap perencanaan lanskap konservasi budaya dilakukan dengan
menuangkan hasil akhir berupa gambar rencana lanskap. Gambar rencana lanskap
dibuat berdasarkan block plan (Gambar 31). Kemudian setiap unit tempat yang
sama seperti pemukiman, leuweung lembur, huma, jami, reuma, dan leuweung
lembur dilakukan penataan berdasarkan usulan perbaikan yang dituangkan pada
Tabel 13. Rencana lanskap konservasi budaya Suku Baduy Luar dan Dangka
dapat dilihat pada Gambar 39. Berdasarkan bentuk lahan yang ada di Kampung
Baduy Luar dan Dangka, perencanaan lanskap konservasi budaya berbasis
bioregion diproyeksikan mampu membuat Suku Baduy Luar dan Dangka
berkelanjutan baik secara ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya.
Rencana Ruang
Rencana ruang dibuat berdasarkan tata guna lahan yang berlaku di Baduy
Luar dan Dangka. Terdapat enam ruang yaitu pemukiman, leuweung lembur,
huma, jami, reuma, dan leuweung kolot. Keenam ruang tersebut penting untuk
dikonservasi karena sangat terkait dengan budaya yang ada di atasnya.
1. Pemukiman
Pemukiman merupakan suatu unit tempat tinggal sekelompok masyarakat
dalam suatu lingkungan tertentu. Prinsip nyulah-nyanda (utara-selatan) diterapkan
sebagai orientasi pada pemukiman. Berdasarkan usulan perbaikan dari hasil
evaluasi karakteristik Baduy Luar dan Dangka (Tabel 13). Tata ruang pemukiman
di Kampung Baduy Luar dan Dangka terdiri dari imah Kokolot lembur pada
bagian selatan, rumah warga di bagian timur jumlahnya lebih sedikit dari barat
dan tidak menghalangi imah Kokolot lembur, bangunan tempat menumbuk padi
(saung lisung) di bagian utara, dan alun-alun yang berada diantara imah kokolot
lembur dan saung lisung. Alun-alun ini digunakan sebagai ruang terbuka yang ada
di kampung dan digunakan sebagai tempat berkumpul jika ada upacara adat
kampung.
2. Leuweung Lembur (Hutan Kampung)
Leuweung lembur merupakan istilah di Baduy untuk sebutan hutan
kampung. Lahan ini berada mengelilingi kawasan pemukiman dan terdapat tempat
menyimpan padi (leuit) yang berada dibagian utara, selatan, dan barat.
3. Huma
Huma merupakan istilah di Baduy untuk sebutan ladang. Lahan ini berada
di lereng landai, agak curam, dan curam. Huma tuladan berada di bagian timur
dari Kampung Baduy Luar dan Dangka. Huma tuladan ini memiliki luas 1-2 ha
dengan jarak dari kampung sekitar 0,5-2 km. Pengelolaan huma ini dilakukan oleh
Kokolot lembur kampung. Sedangkan huma panamping letaknya ada yang dekat
dengan kampung, namun ada yang jauh dari kampung. Luas huma ini sebesar 0,5-
1,5 ha dengan jarak dari kampung sekitar 0,5-5 km.
76
4. Jami
Jami merupakan bekas lahan huma yang telah dipanen untuk dimanfaatkan
sebagai kebun campuran. Lahan ini berada pada karakter lereng yang sama
dengan huma yaitu lereng landai, agak curam, dan curam. Luas lahan ini sebesar
0,5-1,5 ha.
5. Reuma
Reuma merupakan lahan hutan sekunder bekas lahan huma dan jami yang
sedang diistirahatkan agar mengalami suksesi alami. Lahan ini diistirahatkan
selama 3-5 tahun dan kemudian lahan ini akan digunakan lagi sebagai huma.
Lahan ini berada pada karakter lereng landai, agak curam, dan curam. Lahan ini
berfungsi sebagai lahan konservasi keanekaragaman jenis vegetasi dan habitat
satwa, perlindungan tanah dan sistem hidrologi.
6. Leuweung Kolot
Leuweung kolot merupakan lahan hutan tua/lindung yang berada di puncak-
puncak bukit dengan karakter lereng curam hingga sangat curam. Lahan ini
berfungsi sebagai lahan yang memiliki fungsi konservasi yang tinggi untuk
keanekaragaman jenis vegetasi, habitat satwa, perlindungan tanah, dan sistem
hidrologi.
Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi dikembangkan mengikuti pengembangan konsep sirkulasi
sebelumnya dengan membagi jalur sirkulasi menjadi dua, yaitu jalan utama dan
jalan penghubung.
a. Jalur utama merupakan jalur yang menghubungkan antar kampung berorientasi
utara-selatan. Jalur ini dilalui oleh pejalan kaki dengan lebar jalan sebesar 2-3
m. Pola jalan ini linear dengan akses masuk kawasan berada di bagian utara
kemudian masuk menuju arah selatan kawasan yaitu kawasan Baduy Dalam.
Untuk akses keluar kawasan menggunakan jalur yang sama yaitu dari arah
selatan menuju utara.
b. Jalur penghubung merupakan jalur yang menghubungkan antar ruang yang ada
dalam kawasan Baduy Luar dan Dangka. Jalur ini dilalui pejalan kaki dengan
lebar jalan sebesar 1-2 meter.
Rencana Vegetasi
Rencana vegetasi yang dikembangkan mengikuti pengembangan konsep
vegetasi sebelumnya. Berdasarkan usulan perbaikan dari hasil evaluasi
karakteristik Baduy Luar dan Dangka (Tabel 13), rencana vegetasi yang
dikembangkan untuk Baduy Luar dan Dangka dapat dilihat pada Tabel 14.
Rencana vegetasi ini diharapkan dapat membuat Baduy Luar dan Dangka dapat
berkelanjutan baik secara ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya.
Tabel 14 Rencana Vegetasi Baduy Luar dan Dangka
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Ruang Penanaman
LL H J R LK
1. Afrika Maeopsis eminii √ √ √
2. Alpuket Persea americana √ √ √
3. Anak nakal Duranta repens √ √ √
4. Andul Elaeocarpus obtusa √ √ √
5. Anggrek Dendrobium sp. √
6. Angsana Pterocarpus indicus √
7. Antanan Centella asiatica √ √ √
8. Antawali Tinospora crispa √ √ √
9. Areuy amis mata Ficus montana √ √ √
10. Areuy asahan Tetracera indica √ √ √
11. Areuy
bingbiringan
Begonia isoptera √ √
12. Areuy calincing Adenia cordifolia √ √
13. Areuy canar Smilax leucophylla √ √
14. Areuy cariu Entada phaseoloides √ √ √
15. Areuy carulang Spatholobus ferrugineus √ √
16. Areuy geureung Pericampylus glaucus √ √ √
17. Areuy hata Lygodium circinatum √ √
18. Areuy
kakandelan
Hoya cinnamomifolia √ √
19. Areuy kawawo Pongamia sericea √ √ √
20. Areuy langkodeh Stenoclaena palustris √ √
21. Areuy leuksa Pipturus repandus √ √ √
22. Areuy lolo Anodendron
microstachyum
√ √
23. Areuy ranji Dalbergia rostrata √ √
24. Areuy rinu Piper sulcatum √ √
25. Asam ranji Dialium indum √ √
26. Awi apus Gigantochloa apus √ √ √
27. Awi gede Gigantochloa
pseudoarundinacea √ √ √
28. Awi mayan Gigantochloa
robusta √
29. Awi temen - √ √
30. Babadotan Ageratum conyzoides √ √
31. Balimbing Averrhoa carambola √ √
32. Balimbing wuluh Averrhoa bilimbi √ √
33. Bangban Donax canniformis √ √
34. Bareubeuy Garcinia lateriflora √ √
35. Bayur Pterospermum
javanicum
√ √
36. Berenuk Crescentia cujete √ √
Tabel 14 Rencana Vegetasi Baduy Luar dan Dangka (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Ruang Penanaman
LL H J R LK
37. Beungang Neesia altissima √ √ √
38. Bingbin Pinanga coronata √ √ √
39. Binglu Mangifera caesia √ √ √
40. Binteunu Melochia umbellata √ √ √
41. Bubuay Plectocomia
elongata √ √ √
42. Bungbulang Premna tomentosa √ √ √
43. Bungur Lagerstroemia
speciosa √ √ √
44. Cabe Capsicum frutescens √ √ √ √
45. Calogor Nephelium
juglandifolium
√ √
46. Cangcaratan Nauclea obtusa √ √
47. Carewuh Homalomena
pendula
√ √
48. Cariang Homalomena alba √ √ √
49. Cariang asri Homalomena cordata √ √ √
50. Cengkeh Syzygium
aromaticum
√ √
51. Cikur Kaempferia galanga √ √
52. Coklat Theobroma cacao √ √ √
53. Dukuh Lansium domesticum √ √
54. Durian Durio zibethinus √ √ √ √
55. Eucit Baccaurea javanica √ √
56. Garu Gonystylus
macrophyllus
√ √
57. Putri Malu Mimosa pudica √ √ √
58. Gelam Melaleuca cajuputi √ √
59. Gintung Bischofia javanica √ √
60. Gompong Schefflera aromatica √ √
61. Hambirung Vernonia arborea √ √ √
62. Handam Gleichenia linearis √ √
63. Handarusa Justicia gendarussa √ √ √
64. Hanjuang Cordyline terminalis √ √ √ √
65. Haraghag Ananas sp. √ √
66. Harendong Melastoma
malabathricum √ √ √
67. Hareno Grewia acuminata √ √
68. Hawuan Elaeocarpus floribundus
69. Hoe cacing Calamus javensis √ √
70. Hoe dawuh Calamus blumei √ √
71. Ikih - √ √
72. Jaat Psopocarpus
tetragonolobus
√ √
78
Tabel 14 Rencana Vegetasi Baduy Luar dan Dangka (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Ruang Penanaman
LL H J R LK
73. Jahe Zingiber officinale √ √
74. Jambu aer Syzygium aquea √ √
75. Jambu batu Psidium guajava √ √
76. Jasah Aporosa frutescens √ √
77. Jatake Bouea macrophylla √ √ √
78. Jawer Kotok Plectranthus scutellarides √ √
79. Jengkol Pithecelobium lobatum √ √ √
80. Jeret Terminalia arborea √ √
81. Jeungjing/Sengon Paraserianthes falcataria √ √ √
82. Kacang panjang Vigna sinensis √ √
83. Kacang tanah Arachis hypogea √ √
84. Kacapi Sandoricum koetjape √ √
85. Kacapiring Gardenia augusta √ √
86. Kadaka Asplenium nidus √ √ √
87. Kadongdong Spondias pinnata √ √
88. Kelapa Cocos nucifera √
89. Kanas Ananas comosus √ √
90. Kaneungay - √
91. Kanyere Bridelia monoica √
92. Kapas Gossypium sp. √ √ √
93. Kaweni Mangifera odorata √ √ √
94. Kawung/Aren Arenga pinnata √ √ √ √
95. Kembang Asar Mirabilis jalapa √
96. Kembang Tai
Kotok
Tagetes erecta √
97. Ki bubur - √
98. Ki caang Pahudia javanica √
99. Ki Lilin Galearia sp. √
100. Kiray Metroxylon sagu √ √ √
101. Kunyit Curcuma domestica √ √
102. Laja Alpinia galanga √ √
103. Lampuyang Zingiber amaricans √ √
104. Mahoni Swietenia macrophylla √ √
105. Maja Aegle marmelos √
106. Mangga Mangifera indica √ √
107. Manjeti - √
108. Mantang Ipomoea batatas √ √
109. Menteng Baccaurea racemosa √ √
110. Nangka Artocarpus heterophyllus √ √
79
Tabel 14 Rencana Vegetasi Baduy Luar dan Dangka (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Ruang Penanaman
LL H J R LK
111. Ngenge Pinanga javana √
112. Pacar Impatiens balsamina √
113. Pacing Costus speciosus √ √ √
114. Paku Kapal Aspidium repandum √
115. Pandan Pandanus amaryllifolius √ √ √
116. Panglai Zingiber cassumunar √ √
117. Paria Momordica charantia √
118. Peuteuy Parkia speciosa √ √
119. Picung Pangium edule √ √
120. Pisang Musa paradisiaca √ √ √ √ √
121. Pisitan Dysoxylum allaceum √ √
122. Pongporang Oroxylum indicum √
123. Puring Codiaeum variegatum √ √
124. Randu Ceiba pentandra √
125. Saga Cayratia japonica √ √
126. Saka Schefflera longifolia √ √
127. Salak Zalacca edulis √
128. Saninten Castanopsis javanica √
129. Sempur Dillenia aurea √ √
130. Sereh Andropogon nardus √ √ √
131. Sri Rejeki Dracaena sanderiana √
132. Taleus Colocasia esculenta √ √ √ √
133. Tapos Elateriospermum tapos √
134. Terong Solanum melongena √ √
135. Teureup Artocarpus elastica √ √
136. Waru Hibiscus tiliaceus √ √
Keterangan: LL: Leuweung lembur; H: Huma; J: Jami; R: Reuma;
LK: Leuweung kolot
80
81
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Lanskap Baduy Luar dan Dangka khususnya di kawasan Kampung Cempaka
Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing memiliki karakteristik lanskap
berupa biofisik dan budaya yang membentuk unit-unit bioregion. Berdasarkan
hasil analisis terhadap kawasan, kampung tersebut termasuk dalam unit
bioregion dari DAS Ciujung yang dapat dibagi menjadi 237 unit tempat
berdasarkan nilai intrinsik fisik (sub DAS, jenis tanah, dan lereng) dan nilai
intrinsik sosial yaitu landcover yang menggambarkan interaksi biofisik dan
budaya pada Kampung Baduy Luar dan Dangka.
2. Kriteria perencanaan dapat disusun berdasarkan karakteristik bioregion Baduy
Dalam yang digunakan dalam evaluasi tata ruang Baduy Luar dan Dangka.
Kriteria perencanaan dibangun berdasarkan kategori V penentuan kawasan
perlindungan menurut World Heritage Convention (UNESCO 1972) yaitu
tentang perlindungan Lanskap/Seascape.
3. Berdasarkan evaluasi karakteristik bioregion Baduy Luar dan Dangka
(kawasan Kampung Cempaka Putih, Gajeboh, Marengo, dan Balimbing) yang
dipadankan dengan karakteristik bioregion Baduy Dalam dapat disusun
rencana lanskap konservasi Budaya. Rencana lanskap yang dituangkan berupa
rencana ruang, rencana sirkulasi, dan rencana vegetasi.
Saran
Perencanaan lanskap konservasi budaya Suku Baduy Luar dan Dangka
dengan pendekatan bioregion dapat menjadi jaminan bagi kelestarian budaya yang
berlangsung dalam kawasan tersebut. Kelestarian kawasan dapat didukung juga
dengan kerja sama yang baik antara pemerintah daerah dan masyarakat adatnya.
DAFTAR PUSTAKA
[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2013.
[BPDAS Citarum-Ciliwung] Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum
Ciliwung. 2010. Dokumen Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS
Ciujung. Bogor (ID).
[Mentan] Menteri Pertanian. 1980. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
837/Kpts/Um/II/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan
Lindung. Jakarta (ID).
Iman S N. 2011. Penggunaan Pengetahuan Etnobotani dalam Pengelolaan Hutan
Adat Baduy [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Iskandar J. 2012. Ekologi Perladangan Orang Baduy. Bandung (ID): P.T. Alumni.
Jones, G., I. Jones, S. Durrant, S.K. Lee, A.K. Hardy, M.S. Atkinson, dan K.G
Kim, 1998. Paju Ecopolis : Ecosystem Management Strategy for
Environmentally Sound and Sustainable Development in Northern
Kyunggi Province. Korea: UNDP.
Kurnia A, Sihabudin A. 2013. Saatnya Baduy Bicara. Serang (ID): Bumi Aksara.
Laurie M.1986. Pengantar Aritektur Pertamanan [Terjemahan]. Onggodiputo AK.
Judul Asli: An Introduction to Landscape Architecture. Bandung (ID).
Intermedia.
Lidiawati D. 1998. Pola Komunikasi Masyarakat Dayak Pendatang; Ditinjau dari
segi komunikasi sosial, sosial ekonomi, serta persepsi sosial [Thesis].
Jakarta (ID). Universitas Indonesia.
Loisa R. 1996. Konteks Kebudayaan dan Strategi Reduksi Ketidakpastian di
dalam Hubungan Pertemanan (Studi Komunikasi Antarpribadi di
Kalangan Wanita Batak dan Wanita Jawa yang Bekerja di Jakarta)
[Thesis]. Jakarta(ID). Universitas Indonesia.
Michrob H. 1975. Suku Baduy di Banten-Selatan, Buletin Kebudayaan Jawa Barat
No.5 II/II Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional, Kanwil
DEPDIKBUD Jawa-Barat.
Nurisjah S, Pramukanto Q. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian
Lanskap dan Taman Sejarah. Bogor (ID): Departemen Arsitektur Lanskap;
Fakultas Pertanian; Institut Pertanian Bogor.
Nurisjah S, Pramukanto Q. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap.
Bogor (ID): Departemen Arsitektur Lanskap; Fakultas Pertanian; Institut
Pertanian Bogor.
Permana RCE. 2006. Tata Ruang Masyarakat Baduy. Jakarta (ID): Wedatama
Widya Sastra.
Permana RCE. 2010. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Mitigasi Bencana.
Jakarta (ID): Wedatama Widya Sastra.
Phillips A. 1998. The Nature of Cultural Landscape-a nature conservation
perspective. Landscape Research. 23(1):21-37.
Pramukanto Q. 2004. Pemberdayaan Ruang Publik: kesetangkupan Wilayah
Biofosik dan Domain Masyarakat. Makalah Semiloka “Pemberdayaan
Area Publik di dalam Kota, Area Publik sebagai Tempat Warga Kota
Mengekspresikan Diri”. Jakarta (ID): IAI.
Putra RI. 2008. Studi Penyusunan Rencana Pengembangan Agroedutourism
Berbasis Konservasi di Kampus IPB Darmaga [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Simonds JO. 1983. Landscape Architecture: A Manual of Side Planning and
Design. New York (US): The McGraw-Hill Companies, Inc.
Soekanto S. 1987. Sosiologi. Ed ke-3. Bogor (ID): CV. Rajawali.
Sunarminto T. 1993. Studi sosial budaya masyarakat dalam upaya konservasi
biodiversity. Media Konservasi. 2(2):113-116.
Thayer RL, Jr. 2003. Life Place, Bioregional Thought and Practice. Berkeley:
Universitas Of California Press.
Wikimapia. 2013. Kampung Baduy [terhubung berkala]. (http://wikimapia.org/#lang=en&lat=6.608520&lon=106.223084&z=17&
m=bh). [22 Juli 2013]
Zahrotunni’mah. 2002. Proses Komunikasi Inovasi Pada Suku Baduy Luar (Kasus
di Kampung Keduketug, Cicakal Muhara dan Cipaler, Kecamatan
Lewidamar, Propinsi Banten) [Thesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian
Bogor.
84
Lampiran 1 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung kolot dan Leuweung larangan di Baduy Dalam
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Amis Mata Ficus montana
2 Areuy Calingcing Adenia cordifolia
3 Areuy Canar Smilax leucophylla
4 Areuy Canar Bokor Smilax macrocarpa
5 Areuy Cariu Entada phaseoloides
6 Areuy Carulang Spatholobus ferrugineus
7 Areuy Duduitan Drymoglossum heterophyllum
8 Areuy Garut Acacia rugata
9 Areuy Geureung Pericampylus glaucus
10 Areuy Hadangan Fissistigma latifolium
11 Areuy Kacembang Embelia ribes
12 Areuy Kakawatan Dalbergia sp.
13 Areuy Kasongket Gnetum cuspidatum
14 Areuy Kawawo Pongamia sericea
15 Areuy Ki Baok Ficus sagittata
16 Areuy Ki Barera Tetrastigma dichotomum
17 Areuy Ki Batuk Schefflera divaricata
18 Areuy Ki Koneng Arcangelisia flava
19 Areuy Ki Palupuh Hunteria eugeniaefolia
20 Areuy Kidang Merremia
21 Areuy Kuku Heulang Uncaria ferrea
22 Areuy Kuntrung-kuntrung Merremia vitifolia
23 Areuy Langkodeh Stenochlaena palustris
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
24 Areuy Leuksa Pipturus repandus
25 Areuy Lolo Anodendron microstachyum
26 Areuy Lolo Deuk Anodendron sp.
27 Areuy Melati Bauhinia fulva
28 Areuy Palungpung Merremia peltata
29 Areuy Peujit Kotok Tylophora cissioides
30 Areuy Ranji Dalbergia rostrata
31 Areuy Reuteun Merremia umbellata
32 Areuy Tanglam Freycineta angustifolia
33 Asahan -
34 Asam Ranji Dialium indum
35 Babadotan Ageratum conyzoides
36 Babakoan Tournefortia argentea
37 Bangban Donax canniformis
38 Barahulu Amomum maximum
39 Bareubeuy Garcinia lateriflora
40 Bayur Pterospermum javanicum
41 Beuka Globba marantina
42 Beungang Neesia altissima
43 Beunying Ficus fistulosa
44 Beunying Cai Ficus lepicarpa
45 Biksir Durio zibethinus
46 Bingbin Pinanga coronata
LAMPIRAN
Lampiran 1 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung kolot dan Leuweung larangan di Baduy Dalam (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
47 Bingbiringan
48 Bintatoet Canthium horridum
49 Bisoro Ficus hispida
50 Bolang Colocasia sp.
51 Bubuay Plectocomia elongata
52 Bulu Pueraria phaseoloides
53 Bungbulang Premna tomentosa
54 Calogor Nephelium juglandifolium
55 Cangcaratan Nauclea obtusa
56 Cangkuang Pandanus furcatus
57 Capetuheur Mikania scandens
58 Carewuh Homalomena pendula
59 Cariang Homalomena alba
60 Cengal Hopea sangal
61 Ceuri Garcinia dioica
62 Dahu Dracontomelon mangiferum
63 Eucit Baccaurea javanica
64 Gadung Dioscorea hispida
65 Garu Gonystylus macrophyllus
66 Gedebong Piper aduncum
67 Gompong Schefflera aromatica
68 Hambirung Vernonia arborea
69 Hampru Bumi Scindapsus hederaceus
70 Handarusa Justicia gendarussa
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
71 Hanjuang Kasintu Dracaena elliptica
72 Hantap Sterculia rubiginosa
73 Hantap Heulang Sterculia macrophylla
74 Hantap Manuk Sterculia sp.
75 Haraghag Ananas sp.
76 Haremeng Cratoxylon clandestinum
77 Harendong Melastoma malabathricum
78 Hareno Grewia acuminata
79 Hareundang Clidemia hirta
80 Hata Lygodium circinatum
81 Hawuan Elaeocarpus floribundus
82 Huru Hiris Litsea chrysocoma
83 Huru Madang Litsea angulata
84 Ilat Cyperus pilosus
85 Jalatong Cyathula prostrata
86 Jampang Pahit Paspalum conjugatum
87 Jasah Aporosa frutescens
88 Jatake Bouea macrophylla
89 Jeret Terminalia arborea
90 Jeungjeng Paraserianthes falcataria
91 Jeuray
92 Jirak Symplocos javanica
93 Jirak Hanak Lithocarpus sundaicus
94 Jukut Kutal Aneilema nudiflora
86
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
95 Jukut Tali Sahid Commelia diffusa
96 Kacapi Sandoricum koetjape
97 Kadaka Asplenium nidus
98 Kadongdong Leuweung Spondias pinnata
99 Kakandelan Hoya cinnamomifolia
100 Kanyere Bridelia monoica
101 Kapinago Dysoxylum densiflorum
102 Karokot Vitis repens
103 Katulampa Elaeocarpus glabra
104 Kawoyang Prunus arborea
105 Keceprek Passiflora foetida
106 Kendung Helicia javanica
107 Ketepeng Cassia obtusifolia
108 Ki Ajag Ardisia fuliginosa
109 Ki Anjing Litsea elliptica
110 Ki Bangkong Turpinia pomifera
111 Ki Beo/Kalapa Ciung Horsfieldia glabra
112 Ki Beusi Rhodamnia cinerea
113 Ki Bima Dysoxylum arborescens
114 Ki Buluh Gironniera subaequalis
115 Ki Burahol Stelechocarpus burahol
116 Ki Buyur Memecylon olygoneurum
117 Ki Cantung Goniothalamus macrophyllus
118 Ki Caruluk Plectronia glabra
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
119 Ki Ceuhay Picrasma javanica
120 Ki Dego Sloanea javanica
121 Ki Hajere Syzygium sp.
122 Ki Hante Ficus vasculosa
123 Ki Harupat Gomphandra sp.
124 Ki Heulang Sterculia sp.
125 Ki Jahe Cleistanthus myrianthus
126 Ki Kacang Strombosia javanica
127 Ki Kadu Cryptocarya densiflora
128 Ki Kores Psychotria viridiflora
129 Ki Kuyaan Kibara coriacea
130 Ki Laki Gomphandra sp.
131 Ki Lauk Acalypha caturus
132 Ki Leho Saurauia pendula
133 Ki Leho Bentang Cyrtandra pendula
134 Ki Merak Eurya acuminata
135 Ki Mokla Knema intermedia
136 Ki Pahit Picrasma javanica
137 Ki Pancar Luvunga sarmentosa
138 Ki Pelah Lepisanthes montana
139 Ki Pinang Memecylon floribundum
140 Ki Rawai Acalypha sp.
141 Ki Reutu Ehretia acuminata
142 Ki Royak Dehhasia
Lampiran 1 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung kolot dan Leuweung larangan di Baduy Dalam (lanjutan) 87
Lampiran 1 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung kolot dan Leuweung larangan di Baduy Dalam (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
143 Ki Sampang Euodia latifolia
144 Ki Sauheun Orophea hexandra
145 Ki Sineureut Polyalthia subcordata
146 Ki Sungsuam Macropanax dispermus
147 Ki Tajam Polygala glomerata
148 Ki Taleus Nothaphoebe umbelliflora
149 Ki Tamiang Celtis cinnamomea
150 Ki Teja Cinnamomum iners
151 Ki Tulang Chionanthus nitens
152 Ki Tulang Jame Ryparosa caesia
153 Ki Uncal Lansium humile
154 Kiara Peujeuh Ficus sp.
155 Kiara Seler Ficus sp.
156 Kokosan Lansium aqueum
157 Kokosan Monyet Dysoxylum caulostachyum
158 Kole Musa acuminata
159 Kopo Leuweung Syzygium densiflora
160 Kupa Syzygium polycephala
161 Laka Myristica iners
162 Lame Alstonia scholaris
163 Lame Hideung Alstonia angustiloba
164 Lampeni Ardisia humilis
165 Lampuyang Zingiber amaricans
166 Leungsir Pometia pinnata
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
167 Limus Mangifera foetida
168 Lumpuy Colocasia gigantea
169 Manggu Leuweung Garcinia lateriflora
170 Manjakalan Blumeodendron kurzii
171 Mara Asri Macaranga triloba
172 Menteng Baccaurea racemosa
173 Meuhmal Actinodaphne glomerata
174 Moris Spondias dulcis
175 Nangka Beurit Artocarpus champeden
176 Nangsi Villebrunea rubescens
177 Ngenge Pinanga javana
178 Oar Apostasia sp.
179 Pacing Costus speciosus
180 Paeu Gomphandra javanica
181 Paku -
182 Paku Bagedor -
183 Paku Harupat Nephrolepis falcata
184 Paku Kapal Aspidium repandum
185 Paku Mencek -
186 Parasi Curculigo latifolia
187 Pari Mangifera similis
188 Pasang Quercus sundaica
189 Patat Halopegia blumei
190 Peungku Dysoxylum ramiflorum
88
Lampiran 1 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung kolot dan Leuweung larangan di Baduy Dalam (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
191 Peusar Artocarpus rigida
192 Peutag Syzygium lineata
193 Peuteuy Parkia speciosa
194 Picung Pangium edule
195 Pisitan Dysoxylum allaceum
196 Pohpohan Pilea trinerva
197 Ponggang Trevesia sundaica
198 Pongporang Oroxylum indicum
199 Pulus Laportea stimulans
200 Purut Parartocarpus venenosa
201 Putat Planchonia valida
202 Rane Selaginella willdenowii
203 Rane Deuk Selaginella braunii
204 Reundeu Carat Staurogyne elongata
205 Reunghas Gluta renghas
206 Reunghas Manuk Buchanania arborescens
207 Reungrang Syzygium lineatum
208 Rinu Piper sulcatum
209 Rinu Badak Piper bacccatum
210 Rukem Flacourtia rukam
211 Salam Leuweung Syzygium operculata
212 Salempat Schismatoglottis calyptrata
213 Sangkara Badak Voacanga grandifolia
214 Sarai Caryota mitis
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
215 Seel Daemonorops melanochaetes
216 Sempur Cai Dillenia excelsa
217 Seueur Antidesma tetrandrum
218 Seueur Kapek Antidesma montanum
219 Seureuh Leuweung Piper betle
220 Sigeung Pentace polyantha
221 Silangkar Leea indica
222 Siloar Aglaia barbatula
223 Siwurungan
224 Taleus Colocasia esculenta
225 Taleus Hideung Colocasia sp.
226 Tapos Elateriospermum tapos
227 Teureup Artocarpus elastica
228 Tongtolok Sterculia campanulata
229 Tundun Nephelium lappaceum
Sumber: Iman (2011)
89
Lampiran 2 Keanekaragaman Vegetasi Reuma di Baduy Dalam
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Afrika Maesopsis eminii
2 Anggrek Dendrobium sp.
3 Antanan Centella asiatica
4 Areuy Asahan Tetracera indica
5 Areuy Bulu Pueraria phaseoloides
6 Areuy Canar Smilax leucophylla
7 Areuy Capetuheur Mikania scandens
8 Areuy Cariu Entada phaseoloides
9 Areuy Duduitan Drymoglossum heterophyllum
10 Areuy Geureung Pericampylus glaucus
11 Areuy Hata Lygodium circinatum
12 Areuy Kacembang Embelia ribes
13 Areuy Kawawo Pongamia sericea
14 Areuy Ki Barera Tetrastigma dichotomum
15 Areuy Kuntrung-kuntrung Merremia vitifolia
16 Areuy Leuksa Pipturus repandus
17 Areuy Reunteun Merremia umbellata
18 Areuy Rinu Piper sulcatum
19 Babadotan Ageratum conyzoides
20 Babakoan Tournefortia argentea
21 Beunying Ficus fistulosa
22 Bingbin Pinanga coronata
23 Calik Angin Mallotus paniculata
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
24 Cangkudu Morinda citrifolia
25 Capeu Ficus ribes
26 Cariang Homalomena alba
27 Cau Ambon Musa sp.
28 Cau Emas Musa sp.
29 Cau Ketan Musa sp.
30 Cau Nangka Musa sp.
31 Cau Raja Musa sp.
32 Cereme Phyllanthus acidus
33 Eurih Imperata cylindrica
34 Gamet Celosia argentea
35 Hambirung Vernonia arborea
36 Hampru Bumi Scindapsus hederaceus
37 Handam Gleichenia linearis
38 Hanggasa Amomum dealbatum
39 Hanyaro Panicum sarmentosum
40 Harendong Melastoma malabathricum
41 Hareundang Clidemia hirta
42 Ilat Asri Scleria purpurascens
43 Ilat Gobang Scleria sp.
44 Iles Amorphophallus variabilis
45 Jambe Areca catechu
46 Jambu Batu Psidium guajava
90
Lampiran 2 Keanekaragaman Vegetasi Reuma di Baduy Dalam (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
47 Jampang Pahit Paspalum conjugatum
48 Jampang Panggung Panicum sp.
49 Jampang Piit Digitaria rhopalotricha
50 Jarong Stachytarpheta jamaicensis
51 Jengkol Pithecelobium lobatum
52 Jeungjeng Paraserianthes falcataria
53 Jukut Bau Hyptis suaveolens
54 Kacapi Sandoricum koetjape
55 Kadaka Asplenium nidus
56 Kadu Durio zibethinus
57 Kalapa Balida Cocos nucifera
58 Kalapa Beureum Cocos nucifera rubescens
59 Kalapa Hejo Cocos nucifera viridis
60 Kalapa Tawa Cocos nucifera
61 Kanas Ananas comosus
62 Kanyere Bridelia monoica
63 Kapuyangge Byttneria pilosa
64 Kaweni Mangifera odorata
65 Kawung Arenga pinnata
66 Kendung Helicia javanica
67 Ki Ceuhay Picrasma javanica
68 Ki Kores Psychotria viridiflora
69 Ki Langgir Chisocheton microcarpus
70 Ki Lauk Acalypha caturus
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
71 Ki Mendet Ficus hirta
72 Ki Reutu Ehretia acuminata
73 Ki Sebrang Peronema canescens
74 Ki Seureuh Piper sp.
75 Ki Taleus Nothaphoebe umbelliflora
76 Kokosan Lansium aqueum
77 Kupa Syzygium polycephala
78 Laban Vitex pubescens
79 Laja Alpinia galanga
80 Lame Alstonia scholaris
81 Lame Hideung Alstonia angustiloba
82 Lampuyang Zingiber amaricans
83 Mangandeuh Dendrophthoe pentandra
84 Mara Delan -
85 Mayasih Erechtites valerianifolia
86 Paku -
87 Paku Bagedor -
88 Paku Harupat Nephrolepis falcata
89 Paku Kapal Aspidium repandum
90 Paku Mencek -
91 Paku Rambat -
92 Parasi Curculigo latifolia
93 Peuteuy Parkia speciosa
94 Picung Pangium edule
91
Lampiran 2 Keanekaragaman Vegetasi Reuma di Baduy Dalam (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
95 Pisitan Dysoxylum allaceum
96 Pungpurutan Urena lobata
97 Purut Parartocarpus venenosa
98 Putat Planchonia valida
99 Randu Ceiba pentandra
100 Rane Selaginella willdenowii
101 Rane Deuk Selaginella braunii
102 Reungrang Syzygium lineatum
103 Saka Schefflera longifolia
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
104 Salempat Schismatoglottis calyptrata
105 Sempur Dillenia aurea
106 Sempur Gunung Dillenia indica
107 Sereh Andropogon nardus
108 Seueur Antidesma tetrandrum
109 Tepus Amomum coccineum
110 Tisuk Hibiscus macrophyllus
111 Tumbu Eusi Phyllanthus niruri
112 Tundun Nephelium lappaceum
113 Waru Hibiscus tiliaceus
Sumber: Iman (2011)
92
Lampiran 3 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung lembur di Baduy Dalam
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Alpuket Persea americana
2 Amis Mata Ficus montana
3 Anak Nakal Duranta repens
4 Anggrek Dendrobium sp.
5 Angsana Pterocarpus indicus
6 Antanan Centella asiatica
7 Areuy Geureung Pericampylus glaucus
8 Areuy Kawawo Pongamia sericea
9 Areuy Leuksa Pipturus repandus
10 Babadotan Ageratum conyzoides
11 Bakung Leuweung Crinum asiaticum
12 Berenuk Crescentia cujete
13 Beunying Ficus fistulosa
14 Binglu Mangifera caesia
15 Bisoro Ficus hispida
16 Bulu Pueraria phaseoloides
17 Buntiris Kalanchoe crenata
18 Cabe Capsicum frutescens
19 Cangkudu Morinda citrifolia
20 Capetuheur Mikania scandens
21 Capeu Ficus ribes
22 Carewuh Homalomena pendula
23 Cariang Homalomena alba
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
24 Cariang Asri Homalomena cordata
25 Cau Abu Musa sp.
26 Cau Galek Musa sp.
27 Cau Ketan Musa sp.
28 Cau Nangka Musa sp.
29 Cecendet Physalis angulata
30 Cengkeh Syzygium aromaticum
31 Coklat Theobroma cacao
32 Congkok Curculigo capitulata
33 Gamet Celosia argentea
34 Gedang Carica papaya
35 Hambirung Vernonia arborea
36 Handarusa Justicia gendarussa
37 Handeuleum Graptophyllum pictum
38 Hanjuang Cordyline fruticosa
39 Hantap Sterculia rubiginosa
40 Harendong Melastoma malabathricum
41 Harendong Leuweung Bellucia axinanthera
42 Hareundang Clidemia hirta
43 Hoe Cacing Calamus javensis
44 Hoe Dawuh Calamus blumei
45 Jalatong Cyathula prostrata
46 Jambe Areca catechu
93
Lampiran 3 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung lembur di Baduy Dalam (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
47 Jambu Aer Syzygium aquea
48 Jambu Batu Psidium guajava
49 Jatake Bouea macrophylla
50 Jawer Kotok Plectranthus scutellarides
51 Jengkol Pithecelobium lobatum
52 Jeruk Bali Citrus maxima
53 Jeruk Garut Citrus sp.
54 Jeungjeng Paraserianthes falcataria
55 Jirak Hanak Lithocarpus sundaicus
56 Jukut Bau Hyptis suaveolens
57 Kacang Panjang Vigna sinensis
58 Kacang Suuk Arachis hypogea
59 Kacapiring Gardenia augusta
60 Kadu Durio zibethinus
61 Kalapa Beureum Cocos nucifera rubescens
62 Kalapa Genjah Cocos nucifera
63 Kalapa Hejo Cocos nucifera viridis
64 Kaluas Crotalaria anagyroides
65 Kanas Ananas comosus
66 Kapas Gossypium sp.
67 Katomas Jacobinia sp.
68 Kaweni Mangifera odorata
69 Keceprek Passiflora foetida
70 Kembang Asar Mirabilis jalapa
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
71 Kembang Sarengenge Helianthus annuus
72 Kembang Tai Kotok Tagetes erecta
73 Kembang Wera Hibiscus rosasinensis
74 Ki Caang Pahudia javanica
75 Ki Calung Diospyros macrophylla
76 Ki Caruluk Plectronia glabra
77 Ki Kores Psychotria viridiflora
78 Ki Lauk Acalypha caturus
79 Ki Racun
80 Ki Sabrang Peronema canescens
81 Ki Seureuh Piper sp.
82 Kiara Ficus benjamina
83 Kiara Bunut Ficus glabella
84 Kiray Metroxylon sagu
85 Kokosan Lansium aqueum
86 Kole Musa acuminata
87 Kopi Coffea arabica
88 Kumis Kucing Orthosiphon grandiflorus
89 Kunyit Curcuma domestica
90 Kupa Syzygium polycephala
91 Laja Alpinia galanga
92 Laja Goah Alpinia malaccensis
93 Lame Hideung Alstonia angustiloba
94 Leunca Solanum nigrum
94
Lampiran 3 Keanekaragaman Vegetasi Leuweung lembur di Baduy Dalam (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
95 Limus Mangifera foetida
96 Mahkota Dewa Phaleria macrocarpa
97 Mangga Mangifera indica
98 Mayasih Erechtites valerianifolia
99 Menteng Baccaurea racemosa
100 Moris Spondias dulcis
101 Nangka Artocarpus heterophyllus
102 Nangka Beurit Artocarpus champeden
103 Nangka Walanda Annona muricata
104 Onyam Antidesma ghaesembilla
105 Pacar Impatiens balsamina
106 Pacing Costus speciosus
107 Paku -
108 Paku Bagedor -
109 Paku Harupat Nephrolepis falcata
110 Paku Kapal Aspidium repandum
111 Pandan Pandanus amaryllifolius
112 Panglai Zingiber cassumunar
113 Paria Momordica charantia
114 Penuh -
115 Peupek Eurycles amboinensis
Sumber: Iman (2011)
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
116 Peusar Artocarpus rigida
117 Peutag Syzygium lineata
118 Peuteuy Parkia speciosa
119 Pisitan Dysoxylum allaceum
120 Pongporang Oroxylum indicum
121 Pungpurutan Urena lobata
122 Puring Codiaeum variegatum
123 Salak Salacca edulis
124 Salempat Schismatoglottis calyptrata
125 Sempur Cai Dillenia excelsa
126 Singungu Clerodendrum serratum
127 Siwurungan -
128 Sri Rejeki Dracaena sanderiana
129 Taleus Colocasia esculenta
130 Tangkil Gnetum gnemon
131 Terong Solanum melongena
132 Tewu Landu Artocarpus glauca
133 Tiwu Saccharum officinarum
134 Tumbu Eusi Phyllanthus niruri
135 Tundun Nephelium lappaceum
136 Tundun Aceh Nephelium lappaceum
137 Walang Cina Eryngium foetidum
95
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Desember 1990 dari pasangan
Bapak Asmaun dan Ibu Heny Muslinah. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari jenjang
pendidikan TK Dharma Kartini yang dilanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah
dasar (SD) yang diselesaikan di SD Negeri Bantarjati 6 Bogor pada tahun 2003.
Pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan di SMP Negeri 2 Bogor
pada tahun 2006, dan pada tahun 2006-2009 penulis melanjutkan pendidikan
sekolah menengah atas di SMA Negeri 7 Bogor. Pada tahun 2009, Penulis
diterima sebagai mahasiswa Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama di IPB penulis aktif dalam organisasi dan UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa di IPB, seperti HIMASKAP (Himpunan Mahasiswa Arsitektur
Lanskap) sebagai ketua divisi sosial lingkungan dan UKM Oryza Softball-
Baseball IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah rekayasa
tapak (ARL 214), pelestarian lanskap sejarah dan budaya (ARL 311), dan
perencanaan lanskap (ARL 410) tahun 2013. Penulis juga berkesempatan menulis
artikel ilmiah tentang konservasi alam yang diselenggarakan oleh Institut
Pertanian Bogor tahun 2011. Selain itu penulis juga pernah mengikuti kompetisi
desain ruang terbuka publik dalam “Pekan Arsitektur 2013’ yang diselenggarakan
oleh Ikatan Mahasiswa Arsitektur Borobudur Universitas Pancasila sebagai karya
terbaik.