Perda-rpjm Ttd Gub

download Perda-rpjm Ttd Gub

of 137

Transcript of Perda-rpjm Ttd Gub

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan sebagai penjabaran dari visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan Kepala Daerah; bahwa untuk menciptakan integrasi, sinkronisasi dan mensinergikan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun perlu menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali Tahun 2008-2013; bahwa sesuai dengan amanat peraturan perundangundangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan peraturan daerah; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali Tahun 2008-2013; Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

b

c

d

Mengingat

:

1.

2.

3.

4.

5.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11);

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

2

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI dan GUBERNUR BALI MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Bali. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali. 3. Gubernur adalah Gubernur Bali. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Provinsi Bali. 6. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. 7. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disebut RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah serta memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. 8. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut dengan Renstra-SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun. 9. Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut RKPD adalah penjabaran dari RPJM Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja

3

dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu pada rencana kerja pemerintah. 10. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Renja-SKPD adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 11. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. 12. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. 13. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. BAB II MATERI MUATAN DAN FUNGSI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Pasal 2 1) RPJMD memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program SKPD, lintas SKPD dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif. 2) RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman penyusunan RKPD, Renstra-SKPD, Renja-SKPD, dan perencanaan teknis pelaksanaan dan pengendalian pembangunan Daerah. 3) Rincian RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB III SISTEMATIKA Pasal 3 RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari : a. BAB I Pendahuluan; b. BAB II Kondisi Umum Daerah; c. BAB III Analisis Lingkungan Strategis; d. BAB IV Visi, Misi, Strategi dan Kebijakan Daerah; e. BAB V Matrik Indikasi Rencana Program Prioritas; f. BAB VI Pedoman Transisi dan Kaidah Pelaksanaan; dan g. BAB VII Penutup.

4

BAB IV PENGENDALIAN DAN EVALUASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Pasal 4 1) Gubernur melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup provinsi, antar kabupaten/kota dalam wilayah provinsi. 2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kebijakan perencanaan pembangunan daerah; dan b. pelaksanaan rencana pembangunan daerah. BAB V PENUTUP Pasal 5 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali. Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 28 April 2009 GUBERNUR BALI,

MADE MANGKU PASTIKA

Diundangkan di Denpasar pada tanggal 28 April 2009 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,

I NYOMAN YASA LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2009 NOMOR 9.

5

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013 I. UMUM

Untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, efisien dan efektif di bidang perencanaan pembangunan daerah, diperlukan adanya tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah. Penerapan peraturan perundangan yang berkaitan dengan perencanaan daerah merupakan alat untuk mencapai tujuan pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, pelaksanaan otonomi daerah perlu mendapatkan dorongan yang lebih besar dari berbagai elemen masyarakat melalui perencanaan pembangunan daerah agar demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dapat terwujud. Penyelenggaraan tahapan, tata cara penyusunan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah dimaksudkan untuk: 1. Meningkatkan konsistensi antarkebijakan yang dilakukan berbagai organisasi publik dan antara kebijakan makro dan mikro maupun antara kebijakan dan pelaksanaan; 2. Meningkatkan transparansi dan partisipasi dalam proses perumusan kebijakan dan perencanaan program; 3. Menyelaraskan perencanaan program dan penganggaran; 4. Meningkatkan akuntabilitas pemanfaatan sumber daya dan keuangan publik; 5. Terwujudnya penilaian kinerja kebijakan yang terukur, perencanaan, dan pelaksanaan sesuai RPJMD, sehingga tercapai efektivitas perencanaan. Penyelenggaraan tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi rencana daerah dilakukan dengan pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up). Dilaksanakannya tata cara dan tahapan perencanaan daerah bertujuan untuk mengefektifkan proses pemerintahan yang baik melalui pemanfaatan sumber daya publik yang berdampak pada percepatan proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, atau terarahnya proses pengembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat, dan tercapainya tujuan pelayanan publik.Penyelenggaraan tata cara dan tahapan perencanaan daerah mencakup proses perencanaan pada masing-masing lingkup pemerintahan (pusat, provinsi, kabupaten/kota) terdiri dari proses (1) penyusunan kebijakan, (2) penyusunan program, (3) Penyusunan alokasi pembiayaan, dan (4) monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan, rencana program, dan alokasi pembiayaan program.

6

Tata cara dan tahapan perencanaan daerah dilakukan oleh lembaga atau badan perencanaan di lingkup pemerintahan pusat dan daerah maupun unit organisasi publik, meliputi: (1) lembaga negara dan lembaga daerah, (2) departemen/nondepartemen dan dinas/nondinas daerah. Proses kegiatan penyelenggaraan perencanaan dilakukan baik pada masingmasing lingkup pemerintahan (pusat, provinsi, kabupaten/kota) maupun koordinasi antarlingkup pemerintahan melalui suatu proses dan mekanisme tertentu untuk mencapai tujuan nasional. Proses penyelenggaraan perencanaan harus dapat memberikan arahan bagi peningkatan pengembangan sosial-ekonomi dan kemampuan masyarakat, oleh karena itu diperlukan adanya sinkronisasi antara rencana program/kegiatan oleh organisasi publik dengan rencana kegiatan masyarakat dan pemangku kepentingan. Proses penyelenggaraan perencanaan perlu diikuti oleh adanya mekanisme pemantauan kinerja kebijakan, rencana program, dan pembiayaan secara terpadu bagi penyempurnaan kebijakan perencanaan selanjutnya; dan mekanisme koordinasi perencanaan horizontal dan vertikal yang lebih difokuskan pada komunikasi dan dialog antarlembaga perencanaan dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan, dan saling ketergantungan satu sama lain. Proses perencanaan dilaksanakan dengan memasukkan prinsip pemberdayaan, pemerataan, demokratis, desentralistik, transparansi, akuntabel, responsif, dan partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur lembaga negara, lembaga pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan.

II. Pasal 1

PASAL DEMI PASAL Cukup jelas

Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9

7

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan Daerah Bali pada masa lima tahun mendatang masih akan menghadapi tantangan yang berat mengingat kondisi perekonomian daerah yang belum benar-benar pulih dari kondisi krisis, angka kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi, serta terbatasnya secara nyata sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Perhatian pemerintah, sektor swasta dan segenap komponen masyarakat sangat diperlukan guna menyikapi tantangan tersebut, termasuk pula keharusan pemerintah untuk terus melakukan regulasi, deregulasi, debirokratisasi, rekapitalisasi, reposisi, relokasi dan restrukturisasi berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan iklim usaha yang lebih kondusif dan kehidupan masyarakat yang lebih nyaman dan sejahtera. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sejak tahun 1999 serta perubahan lingkungan strategis yang cepat, maka ada dua tantangan yang akan dihadapi Provinsi Bali ke depan: pertama, kesiapan dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas dunia, dan kedua adalah upaya membangun kerjasama antar daerah yang sinerjik dan saling menguntungkan berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Dengan adanya tantangan ini diharapkan Provinsi Bali mampu memanfaatkan peluang dan potensinya untuk memainkan peranan dan kontribusi lebih besar bagi kepentingan masyarakat, daerah dan bangsa. Untuk menggerakkan segenap potensi pembangunan yang ada di daerah, sesuai dengan kewenangan dan kewajiban dalam penyelenggaraan otonomi daerah hendaknya dilakukan secara terencana dan terukur. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pembangunan daerah sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan dan tantangan yang semakin berat. Perencanaan pembangunan daerah juga mengalami perubahan yang sangat nyata dengan diberlakukannya beberapa peraturan perundang-undangan yang baru, diawali dengan amandemen UUD 1945 8

yang mengamanatkan beberapa hal seperti ditiadakannya GBHN, pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung dan demokratis. Tidak digunakannya GBHN sebagai landasan perencanaan pembangunan nasional, maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut terhadap proses perencanaan pembangunan, di mana Pemerintah kemudian memberlakukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sesuai amanat ketentuan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004, perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga merevisi UndangUdang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan butir-butir penting hasil revisi, antara lain mengamanatkan pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dalam kaitannya dengan reformasi pengelolaan keuangan negara, sebelumnya pemerintah juga telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang ini menegaskan, bahwa penyusunan RAPBN/RAPBD berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan Pemerintahan Daerah Prinsip pengelolaan anggaran yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menggunakan 3 (tiga) pendekatan yaitu : a. pendekatan penganggaran dalam kerangka pengeluaran jangka menengah; b. penganggaran terpadu; dan c. penganggaran berbasis kinerja Berdasarkan beberapa landasan hukum tersebut di atas, maka penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 bersifat sangat strategis. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 dimaksudkan untuk: a. menjabarkan visi, misi dan program Kepala Daerah ke dalam rencana pembangunan periode 5 (lima) tahun yang bersifat indikatif; b. menjabarkan kebijakan pembangunan jangka panjang daerah; dan c. mensinergikan dan menyelaraskan kebijakan dan program pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di daerah, serta mampu menampung aspirasi masyarakat.

9

Sedangkan tujuan Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 adalah: 1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan, serta menyediakan acuan resmi bagi seluruh satuan kerja perangkat daerah dalam penyusunan Renstra SKPD, Renja SKPD, sekaligus merupakan acuan penentuan prioritas program dan kegiatan tahunan daerah yang akan dibahas dalam rangka forum Musyawarah Pembangunan Daerah secara berjenjang. 2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dan daerah. 3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. 4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat. 5. Memudahkan pemahaman bagi seluruh jajaran aparatur pemerintah daerah dan DPRD dalam menentukan programprogram pembangunan yang ditindaklanjuti dengan kegiatan yang nantinya diukur dengan indikator-indikator. 6. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. 1.3 LANDASAN HUKUM

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 berpedoman pada: a. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur; b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaaraan Negara; d. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; f. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; g. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; h. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah; i. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; j. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; k. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang; 10

l. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; m. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; n. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; o. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; p. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah kepada DPRD dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat; q. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; r. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; s. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; t. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; u. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; v. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2008; w. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Keuangan Daerah. 1.4 HUBUNGAN RPJM DAERAH PERENCANAAN LAINNYA DENGAN DOKUMEN

Ketentuan peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali Tahun 2008-2013 merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah. Penyusunan RPJMD juga mengacu pada RPJP Daerah Provinsi Bali Tahun 2005-2025. RPJMD Provinsi Bali Tahun 2008-2013 selanjutnya dijabarkan dalam program tahunan berupa Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra dan Renja SKPD (Gambar 1). Secara garis besar RPJM Daerah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 memuat tentang kondisi umum daerah, analisis lingkungan strategis, visi, misi, kebijakan dan strategi, matrik indikasi rencana program prioritas, serta pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan. 11

Diacu

RPJP RPJP Provinsi Nasional

RPJM RPJM Provinsi Pedoman Pedoman Nasional Renstra SKPD

Diperhatikan

Dijabarkan

Pedoman Diacu

RKPD Renja SKPD

Pedoman Pedoman

RAPBD RKA SKPD

RAPBD Rincian APBD

Gambar 1.1 Hubungan RPJMD Provinsi Bali Tahun 2008-2013 dalam perencanaan pembangunan daerah

1.5

PROSES PENYUSUNAN

Penyusunan dokumen RPJMD didasarkan pada beberapa pendekatan yaitu: 1. Politik Pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah adalah proses penyusunanan perencanaan, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan para calon kepala daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Kepala Daerah saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. 2. Teknokratik Pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga yang secara fungsional bertugas untuk itu. 3. Partisipatif Pendekatan ini dilaksanakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan ini adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. 4. Atas-bawah (top-down) dan Bawah-atas (bottom-up) Pendekatan top-down dan bottom-up dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas tersebut diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik ditingkat nasional, provinsi, kabupaten/Kota, kecamatan, dan kelurahan. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Bali Tahun 2008-2013 disusun melalui tahapan perencanaan partisipatif 12

Musrenbang konsultasi dengan RPJM RPJPD RPJM ditetapkanRancangan Akhir RPJM RPJM Musrenbang RPJM Nasional Mengacu kepada Menteri Perumusan menjadi Perda setelahhasil valuasi Pembangunan Daerah Provinsi Bali

dengan mengedepankan proses evaluasi, proyeksi dan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan daerah Provinsi Bali. Penyusunan RPJM Provinsi Bali 2008-2013 telah dilaksanakan melalui berbagai tahapan yang melibatkan berbagai stakeholder baik dari pihak pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat. Proses penyusunannya secara rinci dapat dilihat pada bagan dibawah ini. PROSES PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013

13

1.6

SISTEMATIKA

Sistematika penulisan RPJM Provinsi Bali Tahun 2008-2013 adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Memuat latar belakang, maksud dan tujuan, landasan hukum dan proses penyusunan serta sistematika penyusunan. BAB II KONDISI UMUM DAERAH Memuat evaluasi pembangunan daerah selama 5 tahun di berbagai bidang pembangunan BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS Memuat penjelasan tentang isu-isu strategis yang merupakan tantangan maupun peluang di berbagai bidang pembangunan untuk 5 tahun kedepan. BAB IV VISI, MISI, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DAERAH Menguraikan visi, misi, strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah yang ditempuh dalam rangka mengubah kondisi masa sekarang ke arah kondisi yang diharapkan lima tahun mendatang. BAB V MATRIK INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS Memuat matrik tentang indikasi rencana program dan kegiatan baik yang akan dibiayai oleh APBD maupun yang akan dibiayai oleh sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah. BAB VI PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN Memuat tentang rencana program satu tahun sebelum ditetapkannya RPJMD yang baru dan menjelaskan prinsipprinsip dasar pelaksanaan RPJMD serta kaidah pelaksanaanya. BAB VII PENUTUP

14

BAB II KONDISI UMUM DAERAH2.1 KONDISI GEOGRAFIS Provinsi Bali terdiri atas beberapa pulau, dengan Pulau Bali sebagai pulau terbesar dan beberapa pulau kecil antara lain Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Serangan, dan Pulau Menjangan. Secara geografis, Provinsi Bali terletak pada posisi 08o-03 40 - 08o 50 48 Lintang Selatan dan 114o 2523 115o 42 40 Bujur Timur. Batas-batas wilayah Provinsi Bali adalah sebelah utara Laut Bali, sebelah timur Selat Lombok, sebelah selatan Samudera Indonesia dan sebelah barat Selat Bali (Gambar 2.1).11430 ' 11450 ' 11510 ' 11530 'KABUPAT EN BAN GLIL O M B O KN W S E

P. Menjangan 8 ' 10

T L A U

I B A L

KABUPATEN BULELENG

KABUPATEN T ABANAN KABUPAT EN GIANYAR

8 ' 30KABUPAT EN BADUN G

KABUPAT EN KLUNGKUNG

N A DU AT B S EL

G

KOTA DENPASAR

P. Lembongan P. Ceningan

P. Serangan

P. Nusa Penida

S A M U D E R A

I N D O N E S I A

8 ' 50

BAL I

10

0

S E L A T

T L A S E L I B A

KABUPAT EN JEMBRANA

KABUPATEN KARANGASEM

10 KM

15

Gambar 2.1. Peta letak geografis Provinsi Bali Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 57 kecamatan dan 701 desa/kelurahan. Adapun luas masing-masing wilayah kabupaten/kota disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Luas wilayah menurut kabupaten/kota, jumlah kecamatan, jumlah desa/kelurahan di Provinsi Bali tahun 2007Luas Wilayah (km2) 1 Jembrana 841,80 2 Tabanan 839,33 3 Badung 418,52 4 Gianyar 368,00 5 Klungkung 315,00 6 Bangli 520,81 7 Karangasem 839,54 8 Buleleng 1.365,88 9 Denpasar 127,78 Jumlah 5.636,66 Sumber: Data Bali Membangun 2007 No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan 5 10 6 7 4 4 8 9 4 57 Jumlah Desa/Kelurahan 51 123 62 69 59 69 77 148 43 701

Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Batukaru, Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Bagian Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Bagian Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu: Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur. 2.2. MAKRO EKONOMI

2.2.1. Makro Ekonomi 2003-2007 16

Kondisi makro ekonomi Provinsi Bali selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 sampai dengan 2007, bila dilihat dari indikator angka pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecederungan perkembangan yang terus meningkat, terkecuali pada tahun 2006 mengalami sedikit penurunan dari 5,56% pada tahun 2005 menjadi 5,28% pada tahun 2006, dan kemudian pada tahun 2007 kembali mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 5,92%. Terjadinya penurunan angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006, dipengaruhi oleh peristiwa tragedi Bom Kuta-Jimbaran yang terjadi pada bulan Oktober 2005. Sepanjang tahun 2007, kinerja ekonomi Bali menunjukkan adanya perbaikan seiring dengan semakin pulihnya kondisi keamanan yang merupakan faktor penting pendukung sektor pariwisata. Berdasarkan indikator PDRB Bali, juga menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Tingkat inflasi untuk daerah Bali, menunjukkan angka yang stabil pada kisaran satu digit di bawah 6%, terkecuali pada tahun 2005 terjadi peningkatan sampai di atas dua digit yaitu menyentuh angka 11,31%. Kondisi ini disebabkan oleh karena pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan tentang kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2005. Untuk mengendalikan laju inflasi, maka sinergi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil terus perlu diupayakan, sekaligus menjaga likuiditas agar sesuai kebutuhan perekonomian dan menurunkan ekspektasi inflasi. Struktur perekonomian daerah Bali selama lima tahun terakhir, dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, kondisinya tetap didominasi oleh sektor tersier, kemudian diikuti oleh sektor primer dan terakhir ditempati oleh sektor sekunder dalam kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Bali. Dalam perkembangannya selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa sektor primer secara terus-menerus mengalami penurunan dari 22,34% pada tahun 2003 dan menjadi 20,04% pada tahun 2007, sebaliknya sektor tersier mengalami peningkatan dari 62,96% pada tahun 2003 menjadi 64,97 pada tahun 2007. Begitu pula kontribusi sektor sekunder terus mengalami peningkatan dari 14,70% pada tahun 2003 menjadi 14,99% pada tahun 2007, terkecuali pada tahun 2005 sedikit mengalami penurunan. Penduduk merupakan aset pembangunan bila mereka dapat diberdayakan secara optimal. Sekalipun demikian, jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas penduduk maka justru akan menjadi beban pembangunan. Berdasarkan registrasi penduduk tahun 2007, jumlah penduduk di Bali sebanyak 3.480.300 jiwa, terdiri atas 1.750.800 (50,31%) jiwa penduduk laki-laki dan 1.729.500 (49,69%) jiwa penduduk perempuan. Masalah ketenagakerjaan di Bali, khususnya ditinjau dari perkembangan kondisi pengangguran masih merupakan fenomena pelik, karena sekitar 1,1 juta orang bekerja disektor informal. Pasar tenaga kerja di Bali akan semakin terintegrasi di masa mendatang karena faktor geografis yang mudah dijangkau. Implikasinya terhadap masalah tenaga kerja adalah arus migrasi dan urbanisasi semakin tidak terkendalikan. Pada realitanya, dalam masa dua tahun terakhir yaitu pada periode tahun 17

2006-2007 terlihat kondisinya membaik, di mana persentase angka pengangguran terlihat menurun dari 6,04% pada tahun 2006 menjadi 3,80% pada tahun 2007. Investasi pembangunan, secara umum juga mengalami perkembangan yang semakin meningkat, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh Swasta/Masyarakat. Pada tahun 2003 investasi pembangunan sebesar Rp. 3,196 trilyun lebih dan pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp 7,720 trilyun lebih. Demikian pula terjadi pada indikator aktivitas perdagangan luar negeri (ekspor-impor), secara umum terjadi peningkatan Surplus perdagangan luar negeri dengan nilai surplus nilai perdagangan sebesar USD 176.467.686 pada tahun 2003 dan menjadi USD 501.656.251 pada tahun 2007, terkecuali pada tahun 2005 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Kinerja kepariwisataan pada tahun 2007 mengalami peningkatan signifikan dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan. Angka kunjungan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali selama lima tahun terakhir, mengalami fluktuasi dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2003 sebanyak 995.272 orang, tahun 2004 meningkat 46,74% menjadi 1.460.420 orang, tahun 2005 menurun 4,89% menjadi 1.388.984 orang, tahun 2006 menurun lagi sebanyak 9,10% menjadi 1.262.537 orang, dan tahun 2007 baru kembali meningkat sebanyak 32,16% menjadi 1.668.531 orang. Berdasarkan asal wisatawan, jumlah kunjungan pada tahun 2007 asal Asean sebanyak 168.160 orang, Asia tanpa Asean sebanyak 760.371 orang, Amerika sebanyak 84.449 orang, Eropa sebanyak 425.583 orang, Oseania sebanyak 219.700 orang, dan Afrika sebanyak 10.268 orang. Dengan demikian jumlah kunjungan wisatawan mancanegara langsung datang ke Bali masih didominasi oleh wisatawan Asia (65,03%) yang nota bene agak kurang royal dalam membelanjakan uangnya dibandingkan wisatawan asal Amerika dan Eropa. Mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah Provinsi Bali dari tahun 2004 sampai tahun 2007 terus mengalami peningkatan, yakni pada tahun 2004 sebesar 69,10; tahun 2005 sebesar 69,80; tahun 2006 sebesar 70,10; dan tahun 2007 sebesar 72,47. Jika dibandingkan dengan priode sebelum tahun 2003 sesungguhnya IPM Bali telah mengalami penurunan dari 71,11 pada tahun 2002 menjadi 69,1 pada tahun 2004. Hal tersebut berdampak pada posisi Bali yang pada tahun 2002 menempati ranking 15 nasional, sedangkan mulai tahun 2004 sampai 2007 posisi Bali tetap pada ranking 16 nasional. Menyangkut tentang angka kemiskinan untuk daerah Provinsi Bali, secara umum mengalami penurunan selama periode tahun 20032006, namun secara khusus sedikit mengalami peningkatan lagi menjadi 229.000 orang pada tahun 2007. Selama periode 2003-2004 sedikit mengalami penurunan sebanyak 0,49%, yakni dari 246.100 orang (7,34%) pada tahun 2003 menjadi 231.900 orang (6,85%) pada tahun 2004. Pada tahun 2003, kabupaten yang persentase penduduk miskinnya tertinggi adalah Kabupaten Buleleng sebesar 10,18% dan terendah terjadi di Kota 18

Denpasar sebesar 3,77%. Kemudian pada tahun 2004, kabupaten yang persentase penduduk miskinnya tertinggi dan terendah masih tetap berada pada dua kabupaten/kota tersebut di mana yang tertinggi terjadi di Kabupaten Buleleng sebesar 10,13% dan terendah terjadi di Kota Denpasar sebesar 2,95%. Sedangkan data per 31 Mei 2006 jumlah rumah tangga miskin di Bali mencapai 147.044 rumah tangga atau 16,9% dengan rincian per kabupaten meliputi Kabupaten Jembrana: 6.998 RT, Tabanan: 11.672 RT, Bandung: 5.201 RT, Gianyar: 7.629 RT, Klungkung: 8.460 RT, Bangli: 13.191 RT, Karangasem: 41,826 RT, Buleleng: 47.908 RT, dan Denpasar: 4.159 RT. Bervariasinya jumlah dan persentase penduduk miskin di masing-masing kabupaten/kota di Bali disebabkan karena karakteristik demografi dan potensi wilayah yang dikembangkan di masing-masing wilayah tersebut. Dengan demikian, berdasarkan seluruh indikator makro ekonomi Bali maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi perekonomian Bali selama periode tahun 2003-2007 adalah relatif stabil. Gambaran secara menyeluruh tentang kondisi makro ekonomi Provinsi Bali, dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.Tabel 2.2 Kondisi makro ekonomi Provinsi Bali, periode Tahun 2003-2007N o 1 2 Indikator Makro 2003 Pertumb. ekonomi (%) PDRB (Rp Trilyun): a. Atas dasar harga berlaku b. Atas dasar harga konstan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (Rp juta) Tingkat inflasi (%) Struktur perekonomi-an, kontribusi sektor (dalam persen): a. Primer b. Sekunder c. Tersier Ketenagakerjaan: a. Jml penduduk (jiwa) b. Angkatan kerja (%) c. Kesempatan kerja (dalam persen) d. Pengangguran (%) Investasi (Rp Juta) : a. Pemerintah 3,57 26,168 19,081 7,781 2004 4,62 28,987 19,963 8,352 Tahun 2005 5,56 33,946 21,072 10,032 2006 5,28 37,388 22,185 10,895 2007 5,92 42,336 23,497 12,170

3

4 5

4,56

5,97

11,31

4,30

5,91

22,34 14,70 62,96 3.287.500 68,86 92,42 7,58 3.196.444 969.261 2.227.183 227.660.594

21,42 14,71 63,87 3.333.700 77,16 95,34 4,66 3.623.370 1.072.657 2.550.713 236.690.278

20,95 14,57 64,48 3.378.500 86,12 94,68 5,32 4.045.686 1.279.081 2.766.605 224.442.264

20,65 14,92 64,43 3.431.585 76,33 96,23 6,04 4.648.650 1.631.439 3.017.211 298.629.095

20,04 14,99 64,97 3.480.300 59,19 96,20 3,8 7.720.000 1.630.000 6.270.000 504.066.358

6

7

8

19

b. 9 10 11

Swasta/masyar akat

51.192.908 176.467.686 993.029 71,11 *) 246.100

29.232.063 207.458.215 1.458.309 69,1 231.900

88.745.434 135.696.830 1.386.449 69,8 228.400

27.769.303 270.859.792 1.262.537 70,1 285.284

2.410.107 501.656.251 1.660.000 72,47 229.000

Neraca Perdag LN ($) a. Ekspor b. Impor c. Surplus Kunjungan Wisman (orang) Indeks Pembangun-an Manusia (IPM) Kemiskinan (orang)

Keterangan : *) IPM tahun 2002 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

2.3. 2.3.1.1.

BIDANG-BIDANG PEMBANGUNAN Kependudukan

2.3.1. Sosial Dasar dan Sosial Budaya a. Jumlah, Kepadatan, dan Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data lima tahun terakhir penduduk Provinsi Bali pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 mengalami pertumbuhan yang befluktuasi dimana pada tahun 2003 berjumlah 3.351.353 jiwa dan meningkat menjadi 3.480.300 jiwa pada tahun 2007. Bali dilihat dari sex ratio-nya selama lima tahun terakhir jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari pada penduduk perempuan dan tahun 2003 sex rationya 103,76 yang artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki demikian juga pada tahun 2007 sex ratio-nya sebesar 101,23 artinya setiap 100 penduduk perempuan akan terdapat 101 penduduk laki-laki. Pertumbuhan penduduk baik yang disebabkan oleh tingkat kelahiran, kematian serta migrasi menunjukan kecendrungan yang terus meningkat berakibat pada tingkat kepadatan penduduk yang terus mengalami peningkatan pula. Dengan membandingkan jumlah penduduk Bali dari hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2000 dan jumlah penduduk data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Bali adalah 1,47% dalam satu tahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi dijumpai di Kabupaten Badung yaitu 2,47% dan paling rendah di Kabupaten Karangasem yaitu 0,90% dalam satu tahun. Pada tahun 2008, Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Bappeda Provinsi Bali telah melakukan Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA). Pada Tabel 2.4 disajikan pertumbuhan penduduk Bali dan masing-masing kabupaten/kota dengan membandingkan ketiga data tersebut (SP tahun 2000, SUPAS 2005 dan SUSEDA 2008). 20

Tabel 2.3 Penduduk menurut jenis kelamin, sex ratio, dan kepadatannya di Provinsi Bali Tahun 2003-2007Tahun Luas Wilayah (km2) Laki-laki 2003 2004 2005 2006 2007 5.662,85 5.636,66 5.636,66 5.636,66 5.636,66 1.697.433 1.708.746 1.710.201 1.710.202 1.750.800 Penduduk (jiwa) Perempuan 1.635.920 1.677.004 1.673.371 1.673.865 1.729.500 Jumlah 3.351.353 3.385.750 3.383.572 3.431.585 3.480.300 103,76 101,89 102,20 103,14 101,23 591,81 600,67 608,76 608,79 617,44 Sex Ratio Kepadatan (jiwa/km2)

Sumber : Data Bali Membangun 2003-2007

Tabel 2.4Kabupaten/ Kota

Jumlah dan pertumbuhan penduduk per kabupaten/kotaTahun 2000 2005 247.102 398.389 388.548 421.067 163.291 208.508 376.711 599.866 574.610 3.378.092 2008 257.013 414.852 414.031 434.849 167.157 216.875 384.960 623.319 590.962 3.504.018 2000-2005 1,32 1,19 2,47 1,42 1,03 1,52 0,90 1,49 1,58 1,47 2000-2008 1,36 1,29 2,46 1,33 0,96 1,49 0,85 1,46 1,37 1,42

Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar BALI

231.806 376.030 345.863 393.155 155.262 193.776 360.486 558.181 532.440 3.146.999

*) Penduduk SP2000, SUPAS 2005, SUSEDA 2008

b. Komposisi Penduduk dan Angka Ketergantungan Bila dilihat piramida penduduk tahun 2000 (data SP 2000) dan 2008 (data SUSEDA 2008) terlihat bahwa penduduk Bali semakin tua dimana proporsi penduduk usia anak-anak semakin berkurang dan proporsi penduduk usia lanjut semakin meningkat. Angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk Bali pada tahun 2008 (SUSEDA 2008) adalah 43 yang artinya bahwa 100 orang penduduk umur produktif (15-64 tahun) menanggung 43 orang penduduk usia tidak produktif (umur 0-14 dan diatas 64 tahun). Pada 21

Tabel 2.5 terlihat bahwa angka ketergantungan paling tinggi berada di Kabupaten Karangasem yaitu sebesar 49 dan paling rendah di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar yaitu sebesar 40.Gambar 2.2 Piramida penduduk Bali Tahun 2000 dan Tahun 2008

Tabel 2.5 Tingkat ketergantungan penduduk Provinsi Bali pada Tahun 2008Kabupaten/Kota Laki-laki + Perempuan 0-14 Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar 60.218 73.458 93.382 97.467 34.288 52.186 92.126 145.341 146.516 15-64 178.169 296.907 293.300 303.334 115.898 147.984 257.916 434.540 421.987 65+ 18.626 44.487 27.349 34.048 16.971 16.705 34.918 43.528 22.459 259.091 257.013 414.852 414.031 434.849 167.157 216.875 384.960 623.319 590.962 3.504.018 40 41 43 44 47 49 43 40 43 44 Total Dependency Ratio

BALI 794.982 Sumber: SUSEDA 2008

65+2.449.945

2.3.1.2 Jumlah Penduduk Miskin

Untuk mengetahui proporsi dan jumlah penduduk miskin, tersedia dua sumber data di Indonesia termasuk Provinsi Bali, yaitu persen penduduk miskin dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan setiap tiga tahun, dan jumlah rumah tangga miskin yang pendataannya dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2006 dan diulang pada tahun 2008 dalam rangka penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) oleh

60 - 64 55 - 59 50 - 54

22

pemerintah pusat. Kedua jenis data tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, data SUSENAS adalah hasil survei, tanpa nama dan tanpa alamat. Tujuannya untuk memantau persen penduduk miskin setiap 3 tahun. Alat ukurnya juga berbeda, yaitu pola komsusi masyarakat, yang kemudian disimpulkan menjadi kilokalori. Bila komsumsi per orang dibawah 2100 kilokalori per hari maka dikategorikan sebagai penduduk miskin. Proporsi penduduk miskin Provinsi Bali hasil SUSENAS disajikan pada Tabel 2.6. Pendataan rumah tangga miskin (RTM) dalam rangka penyaluran BLT, beras miskin, jaminan kesehatan, dan lain-lainnya ditentukan dengan mempergunakan 14 variabel, ada nama dan alamat, dan dikelompokkan menjadi hampir miskin, miskin dan sangat miskin. Hasil pendataan rumahtangga miskin tahun 2006 per kabupaten/kota disajikan pada Tabel 2.7 dan Tabel 2.8. Dari dua tabel ini terlihat bahwa, proporsi RTM yang tinggi dijumpai di Kabupaten Karangasem, Buleleng, Bangli dan Klungkung. Bila dilihat persen RTM sangat miskin dari jumlah RTM di masing-masing kabupaten/kota, proporsi yang diatas rata-rata Bali (30,27%) dijumpai di Kabupaten Jembrana, Badung, Gianyar dan Karangasem. Tabel 2.6 Persentase penduduk miskin (komsumsi dibawah 2100 kalori per hari) per kabupaten (SUSENAS)Kabupaten 2005 Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali 9,1 9,2 5,3 5,1 8,1 6,7 7,7 9,2 2,2 6,7 Penduduk miskin (%) 2006 10,5 7,8 4,6 6,3 9,5 7,9 9,4 9,2 2,7 7,1 7,5 4,3 6.0 9.1 7,5 9,0 8,7 2,1 6,6 2007 9,9

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008

Tabel 2.7

Jumlah rumah tangga miskin (dengan memakai 14 varia-bel) per kabupaten hasil pendataan yang dilaksanakan oleh BPS (tahun 2006) dalam rangka penyaluran bantuan langsung tunai (BLT)Jumlah rumah tangga 67.738 Jumlah rumah tangga miskin 6.998 % 10.33

Kabupaten/Kota Jembrana

23

Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali

114.122 86.130 91.827 41,407 56.541 101.058 162.234 100.256 821.313

11.672 5.201 7.629 8.460 13.191 41.826 47.908 4.159 147,044

10.23 6.04 8.31 20.43 23.33 41.39 29.53 4.15 17.90

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2006

Tabel 2.8 Jumlah rumah tangga sangat miskin, miskin dan hampir miskin, hasil pendataan yang dilaksanakan oleh BPS (Tahun 2006) dalam rangka penyaluran bantuan langsung tunai (BLT)Kabupaten/ Kota Jumlah rumah tangga miskin 6.998 11.672 5.201 7.629 8.460 13.191 41.826 47.908 4.159 Rumah tangga sangat miskin Rumah tangga miskin Rumah tangga hampir miskin

Jumlah Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali 2.272 1.496 1.714 3.032 1.909 3.792 15.275 14.339 678

% 32,47 12,82 32,96 39,74 22,57 28,75 36,52 29,93 16,30 30,27

Jumlah 3.563 8.464 3.337 4.496 3.329 4.678 19.464 20.135 3.239 70.705

% 50,91 72,52 64,16 58,93 39,35 35,46 46,54 42,03 77,88 48,08

Jumlah 1.163 1.712 150 101 3.222 4.721 7.087 13.434 242 31.832

% 16,62 14,67 2,88 1,32 38,09 35,79 16,94 28,04 5,82 21,65

147,04 44.507 4 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2006

2.3.1.3 Angkatan Kerja Jumlah penduduk Bali tahun 2003 sebanyak 3.351.353 jiwa dengan angkatan kerja sebanyak 1.811.798 jiwa (54,06%). Dari jumlah angkatan kerja tersebut yang bekerja sebanyak 1.740.138 jiwa (96,04%) dan yang menganggur sebanyak 71.660 jiwa (3,96%). Perkembangan pada tahuntahun berikutnya mengalami fluktuasi baik jumlah, angkatan kerja, 24

penduduk yan bekerja, maupun jumlah pengangguran. Terakhir jumlah penduduk Bali tahun 2007 sebanyak 3.480.300 jiwa dengan angkatan kerja sebanyak 2.059.711 jiwa (59,18%). Jumlah angkatan kerja tersebut bekerja sebanyak 1.982.134 jiwa (96,23%) dan pengangguran sebanyak 77.577 jiwa (3,77%). Rinciannya sebagaimana pada Tabel 2.9.Tabel 2.9 Angkatan kerja (jiwa) di Provinsi Bali Tahun 2003-2007Tahun 2003 2004 2005 2006 Angkatan kerja Bekerja 1.811.798 1.924.805 2.027.343 1.950.654 1.740.138 1.835.165 1.920.913 1.846.824 1.982.134 Status Pengangguran 71.660 89.640 106.430 103.830 77.577

2007 2.059.711 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008

Penduduk bekerja pada tahun 2007 menurut lapangan usaha utama, paling banyak terserap pada sektor tersier sebesar 45,3%. Pada urutan kedua, terserap pada sektor primer sebesar 38,15% dan pada urutan ketiga terserap pada sektor sekunder sebesar 16,52% (Tabel 2.10). Tabel 2.10 Penduduk bekerja menurut kelompok sektor di Provinsi Bali Tahun 2007Kabupaten Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar JumlahSumber : SUSENAS 2004

Lapangan usaha utama (%) Primer Sekunder Tersier 7,61 4,79 42.59 18,96 7,83 30.41 5,71 12,06 65.27 8,65 13,23 41.83 5,68 3,61 42.81 11,28 3,92 22.39 18,30 5,64 25.63 22,47 12,07 39.50 1,30 17,52 81.86 38,15 16,52 45.33

2.3.1.4 Kondisi Kesehatan a) Umur Harapan Hidup Angka harapan hidup penduduk Bali dari tahun 2003-2007 mengalami peningkatan dari 72,11 tahun 2003 menjadi 72,40 tahun 2007. Hal tersebut dapat dilihat dari Angka Harapan Hidup Provinsi Bali Tahun 2003-2007 pada Tabel 2.11. 25

Tabel 2.11 Umur Harapan Hidup Tahun 2003-2007Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Umur Harapan Hidup 72,11 72,57 72,11 72,40 72,40

Sumber : SUSENAS 2003-2007

b) Angka Kematian Anak Umur Dibawah Lima Tahun (Balita) Salah satu indikator keberhasilan program pembangunan kesehatan adalah dengan melihat perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Terdapat enam penyakit penyebab utama kematian balita yaitu sistem pernafasan, gangguan perinatal, diare, infeksi dan parasit lainnya, saraf dan tetanus. Angka kematian balita di Bali mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 menjadi 18,74 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2004 menjadi 7,50 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2005 menjadi 7,55 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2006 menjadi 10,04 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2007 menjadi 7,60 per 1000 kelahiran penduduk. Angka kematian balita pada tahun 2007 menurut kabupaten/kota berkisar 7,69 16,79 per 1000 kelahiran hidup, angka tertinggi terjadi di Kabupaten Jembrana yaitu 8,94 per 100 kelahiran dan terendah di Kabupaten Badung yaitu 5,26 per 1000 kelahiran. Angka kematian balita relatif tinggi juga terdapat di Kabupaten Jembrana, Bangli dan Denpasar.Tabel 2.12 Angka Kematian Balita (AKB) menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007AKB per 1000 Kelahiran Hidup 8,94 8,48 5,26 10,83 9,31 9,62 5,25 6,35 8,02 7,60

Jumlah Kematian Balita Kelahiran (0 4 tahun) Hidup Jembrana 4.587 50 Tabanan 5.661 48 Badung 8.179 50 Gianyar 7.476 86 Klungkung 3.222 31 Bangli 3.952 39 Karangasem 8.190 44 Buleleng 12.598 83 Denpasar 12.088 97 Provinsi Bali 65.953 528 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2008) Kabupaten/Kota

c) Angka Kematian Ibu (AKI) Angka kematian ibu (AKI) sebagai akibat komplikasi kehamilan dan persalinan berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran dan perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan 26

lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Angka Kematian ibu di Bali tahun 2003 telah menurun dari tahun sebelumnya menjadi 63,37 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2004 meningkat menjadi 92,28 per 100.000 kelahiran hidup. Tahun 2005 menurun menjadi 58,61 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 meningkat menjadi 79,50 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2007 menurun menjadi 63,68 per 100.000 kelahiran hidup. d) Penolong Persalinan Anak Terakhir Hasil SUSEDA tahun 2008 menunjukkan bahwa sebanyak 95% ibu bersalin telah ditolong oleh tenaga medis (bidan atau dokter) dan hanya 5% oleh tenaga non medis (keluarga atau dukun bersalin). Bila dilihat per kabupaten, penolong non medis masih cukup banyak dijumpai di Kabupaten Karangasem, Bangli, dan Klungkung (Nusa Penida) dan paling rendah di Kabupaten Tabanan (Tabel 2.13). Tabel 2.13 Penolong persalinan anak terakhir per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)Medis 96,81 99,47 97,94 99,48 92,18 87,80 84,56 95,71 98,27 95,45 3,19 0,53 2,06 0,52 7,82 12,20 15,44 4,29 1,73 4,55 Non-Medis

Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar BaliSumber: SUSEDA 2008

e) Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (ASI Eksklusif) Hasil SUSEDA 2008 menunjukkan bahwa pemberian air susu ibu saja pada bayi umur dibawah 6 bulan (ASI eksklusif) masih amat rendah di Provinsi Bali seperti disajikan pada Tabel 2.14. Hanya 16,86% anak umur 2-4 tahun diberikan ASI eksklusif ketika mereka berumur kurang dari 6 bulan. Bila dilihat per jenis kelamin anak, terlihat amat sedikit perbedaan, tetapi terlihat lebih banyak variasi bila dilihat per kabupaten, yaitu paling tinggi di Kabupaten Klungkung (29,83%) dan paling rendah di Kabupaten Karangasem (8,29%).Tabel 2. 14 Pemberian ASI eksklusif per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)

27

Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar

Anak Laki-laki (%) 12,95 24,24 16,62 27,41 24,44 8,89 8,54 13,31 12,85

Anak Perempuan (%) 15,09 23,58 12,14 21,52 35,42 12,16 8,00 12,32 25,84 17,70

Total (%) 13,98 23,93 14,54 24,62 29,83 10,54 8,29 12,78 19,21 16,86

Bali 16,06 Sumber: SUSEDA, 2008

f) Imunisasi Lengkap Hasil SUSEDA 2008 menunjukkan bahwa imunisasi lengkap hanya mencapai 65,9%. Bila dilihat per jenis kelamin anak, terlihat amat sedikit perbedaan, tetapi terlihat lebih banyak variasi bila dilihat per kabupaten, yaitu lebih tinggi di Kabupaten Jembrana, Badung, Gianyar dan Buleleng, dan lebih rendah di Kabupaten Bangli, Klungkung, dan Karangasem (Tabel 2.15).Tabel 2.15 Imunisasi lengkap per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali Sumber: SUSEDA, 2008 Laki-laki (%) 90,56 62,64 81,08 73,62 45,07 45,32 52,55 73,83 58,59 66,09 Perempuan (%) 81,84 61,68 80,56 76,09 46,09 44,19 59,28 69,53 57,34 65,72 Total (%) 86,14 62,19 80,83 74,82 45,57 44,77 55,73 71,59 58,00 65,91

g) Sumber Air Minum Terlindung Hasil SUSEDA 2008 menunjukkan bahwa 87,5% rumahtangga di Bali telah memproleh air minum dari sumber air yang terlindung dan 12,5% dari sumber yang tidak terlindung. Kebanyakan rumahtangga yang belum memperoleh air minum dari sumber terlindung adalah di Kabupaten Karangasem dan Bangli (Tabel 2.16).Tabel 2.16 Sumber air minum per kabupaten/kota (SUSEDA 2008)

28

Kabupaten/Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali

Sumber terlindung 85,23 92,27 95,19 97,11 81,54 62,25 69,13 89,23 98,73 87,47

Sumber tak terlindung 14,77 7,73 4,81 2,89 18,46 37,75 30,87 10,77 1,27 12,53

Sumber: SUSEDA 2008

h) Kejadian Beberapa Penyakit Menular Kasus dan angka kesakitan yang dominan terjadi adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), TBC Paru, HIV/AIDS, penyakit lumpuh layu (AFP). Pada tahun 2007 di Provinsi Bali terdapat 6.391 kasus DBD, hampir setengahnya (3.264 kasus) terdapat di Kota Denpasar. Kasus DBD yang relatif tinggi juga terjadi di Kabupaten Badung, Tabanan, dan Gianyar yaitu masing-masing 1.378 kasus, 536 kasus dan 534 kasus. Sementara di kabupaten lainnya relatif rendah dengan jumlah kasus berkisar 38 406. Penyakit menular lain yang terus meningkat kejadiannya di Provinsi Bali adalah HIV/AIDS. Jumlah kasus kumulatif sejak tahun 1987 sampai dengan Juli 2008 yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali sebanyak 2.228. Karena sebagian besar penduduk yang terifeksi HIV tidak akan mengetahui bahwa dirinya telah tertular HIV maka jumlah kasus yang dilaporkan akan jauh lebih kecil dibanding yang sebenarnya telah terjadi di masyarakat. Dengan metode estimasi, jumlah penduduk Bali yang diperkirakan mengidap HIV ada pada awal tahun 2007 adalah sebanyak 4.041. Bila dilihat per kabupaten/kota maka kebanyakan kasus HIV/AIDS dijumpai di Kota Depasar, Badung dan Buleleng. Penyakit TBC paru yang juga merupakan penyakit re-emerging, tahun 2003, ditemukan 218 orang (TBC positif) meningkat 1.080 pada tahun 2004. Pada tahun 2005 ditemukan meningkat menjadi 1.211 orang penderita dan tahun 2006 meningkat menjadi 1.340 orang. Pada tahun 2007 ditemukan penyakit TBC paru mencapai 1.343 dengan angka kesembuhan mencapai 87,79%. Meningkatnya kasuskasus TBC juga berkaitan dengan meningkatnya kasus-kasus HIV/AIDS karena sekitar 50% orang yang menderita HIV/AIDS terinfeksi oleh kuman TBC. Penyakit lumpuh layu (AFP), pada tahun 2007 di Bali ditemukan sebanyak 32 kasus tersebar di seluruh kabupaten/kota. Kasus terbanyak yang dilaporkan tahun 2007 terdapat di Denpasar yaitu 29

sebanyak 8 orang.

Tabel 2.17 Kejadian beberapa penyakit menular per kabupaten/kotaKabupaten/ KotaDBD thn 2007a)

Jumlah KasusTB Paru thn 2007a) HIV/AIDS AFP thn 2007a)

Kasus Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar 74 536 1.378 534 68 38 93 406 3.264

IRb) 28,8 129,2 332,8 122,8 40,7 17,5 24,2 65,1 552,3

Kasus Sembuh Kumulatifc) Perkiraand) 112 90 138 100 94 29 144 240 396 111 77 102 80 94 29 141 224 274 52 98 389 72 22 19 41 411 1.127 186 176 1.042 159 40 44 63 362 1.967 2 4 6 1 2 2 6

Kasus 1

8 32

Bali 6.391 182,4 1.343 1.132 2.228 4.041 a) Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008 (kasus tahun 2007)

b) IR** = per 100.000 penduduk c) Sumber: Dinkes Prov. Bali (jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan ke Dinkes s/d Juli 2008) d) Sumber: KPAP Bali (perkiraan jumlah kasus HIV/AIDS per kabupaten di Bali pada awal tahun 2007)

i)

Penyakit-penyakit Sebagai Akibat Prilaku

Sejalan dengan meningkatnya penyakit menular seperti HIV/AIDS dan TBC yang juga erat kaitannya dengan perilaku, penyakit sebagai akibat perilaku juga setiap tahun mengalami peningkatan secara signifikan seperti misalnya penyakit yang muncul karena kecanduan alkohol, narkoba, merokok, kegemukan dan lain-lain. Data pengguna narkoba dan minuman keras (miras) secara kumulatif dalam 3 (tiga) tahun terakhir berjumlah 1.588 kasus. Sedangkan jumlah kasus narkoba sampai dengan bulan Mei tahun 2008 adalah 273 kasus. Terhadap penyalahgunaan narkoba para pelaku ternyata lebih banyak pada usia produktif antara usia 15 sampai dengan 30 tahun. 30

Meningkatnya pengguna narkoba dengan jarum suntik secara signifikan juga berpengaruh dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS. j) Keluarga Miskin yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Untuk mencapai pembangunan di bidang kesehatan, pemerintah memberikan pelayan kesehatan kepada keluarga miskin dimana pada tahun 2007 di Provinsi Bali terdapat 573.028 orang masyarakat miskin dan 455.312 (79,46%) diantaranya sudah mendapatkan Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berkisar antara 22,95%100%. Kabupaten yang belum mencapai 100% adalah Kabupaten Tabanan (72,10%), Bangli (22,95%) dan Karangasem (63,45%). k) Keluarga Berencana (KB) Dari hasil SUSENAS dan SUSEDA terlihat bahwa pemakaian kontrasepsi di Provinsi Bali berkisar antara 65-68% (Tabel 2.18), dimana Denpasar, Buleleng dan Karangasem selalu berada dibawah rata-rata Provinsi Bali. Hal ini kemungkinan erat kaitannya dengan penduduk migran di Denpasar dan penduduk miskin yang lebih banyak di Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Bila dilihat jenis-jenis metode/alat kontrasepsi yang dipakai (Tabel 2.19), terlihat adanya suatu kecendrungan dimana pemakaian metode IUD cendrung terus menurun dan metode suntikan serta pil terus meningkat. Sedangkan metode lainnya (tubektomi, vasektomi, implan) relatif tetap. Karena tingkat kegagalan metode pil dan suntikan lebih tinggi dari metode jangka panjang seperti IUD, implan dan tubektomi/vasektomi yang disebabkan karena akseptor sering lupa minum pil atau telat suntik maka kecendrungan ini akan menyebabkan meningkatnya angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk.Tabel 2.18 PUS yang sedang memakai kontrasepsi pada saat survei per kabupaten/kotaKabupaten PUS yang sedang memakai kontrasepsi pada saat survei (current users) 2005 (%)a) Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar 72,8 77,6 70,1 68,3 69,3 74,4 65,7 67,4 56,1 2006 (%)a) 70,0 76,4 68,8 70,0 63,9 73,6 64,8 64,5 60,4 2007 (%)a) 69,2 79,0 64,8 71,4 65,5 74,0 66,8 70,9 52,0 2008 (%)b) 68,5 78,7 67,5 73,8 66,0 67,0 62,9 63,1 53,3

31

Balia) b)

68,2

67,4

67,2

65,9

Data SUSENAS Data SUSEDA

Tabel 2.19

PUS yang sedang memakai kontrasepsi pada saat survei berdasarkan jenis alat kontrasepsi yang dipakai*)2005 41,7 39,6 10,6 1,3 4,4 0,8 0,7 1,0 2006 39,9 41,1 11,6 0,8 4,1 0,7 0,7 1,0 36,1 42,2 13,0 1,0 4,1 0,9 1,1 1,3 2007

Jenis kontrasepsi yang dipakai IUD Suntikan Pil Implant (KB Susuk) Tubektomi Vasektomi Kondom Lainnya*)

Data SUSENAS

l) Rata-rata Jumlah Anak (Total Fertility Rate) Total Fertility Rate (TFR) adalah jumlah rata-rata anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu selama masa suburnya. Karena data survei selalu bersifat cross-sectional, maka TFR selalu diperoleh dengan metode penyesuaian dari data tentang jumlah rata-rata anak yang pernah dilahirkan per kelompok umur ibu yang diperoleh dari suatu survei. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), diperoleh TFR per kabupaten/kota untuk Provinsi Bali seperti disajikan pada Tabel 2.20. Tabel 2.20 Rata-rata Jumlah Anak (Total Fertility Rate) per kabupaten/kota*)Kabupaten 2005 Jembrana Tabanan Badung 2,83 1,98 1,96 Total Fertility Rate (TFR) 2006 3,08 2,10 2,37 2,41 2,50 2007 3,07

32

Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali*)

2,86 3,78 2,67 4,19 3,25 2,32 2,81

2,99 3,14 2,78 3,54 2,96 3,11 2,87

2,96 2,80 2,68 3,42 2,61 2,25 2,87

Data SUSENAS (dihitung oleh BPS Prov. Bali mengacu pada Model Mortara dan Arriaga dengan menggunakan Program MORTPAK)

m) Sumberdaya Manusia Kabupaten/Kota

Kesehatan

dan

Sebarannya

per

Keberadaan tenaga kesehatan menurut jenisnya di Bali sejak tahun 2003 sampai 2007 jumlahnya berfluktuasi dengan kecenderungan menurun dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2003, jumlah dokter umum 305 orang. Pada tahun 2004 meningkat menjadi 861 orang. Tahun 2005 berjumlah 607 orang dan tahun 2006 meningkat menjadi 696 orang dan tahun 2007 sebanyak 1.112 orang. Rasio dokter umum terhadap penduduk 9,10 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 dan meningkat lagi menjadi 25,43 per 100.000 penduduk pada tahun 2004, sebesar 24,42 per 100.000 tahun 2005, untuk tahun 2006 rasio mencapai 28,66 per 100.000 dan 31,96 per 100.000 tahun 2007. Keberadaan dokter spesialis kecenderungannya sama seperti dokter umum, dimana pada tahun 2003 menjadi 119 orang dengan rasio hanya 3,55 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 428 dengan rasio hanya 12,64 per 100.000 penduduk. Tahun 2005 menjadi 452 orang dengan rasio 23,11 per 100.000, tahun 2006 menjadi 367 orang dengan ratio 10,63 per 100.000 jumlah penduduk. Dan tahun 2007 berjumlah menjadi 478 dengan rasio 13,74 per 100.000 jumlah penduduk. Keberadaan dokter gigi juga kecenderungannya berfluktuatif seperti dokter umum dan dokter spesialis, dimana tahun tahun 2003 hanya 98 orang dan meningkat pada tahun 2004 menjadi 133 orang, tahun 2005 berjumlah 141 orang, tahun 2006 berjumlah 195 orang dan tahun 2007 sebanyak 216 orang dengan rasio 6,21 per 100.000 penduduk. Tenaga paramedis tahun 2003 sebanyak 2.793 orang dan pada tahun 2004 menjadi 7.433 orang tahun 2005 sebanyak 5.780 orang dan pada tahun 2006 menjadi 5.915 orang serta tahun 2007 sebanyak 5.990 orangTabel 2.21 Jumlah tenaga kesehatan dan rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk menurut jenis tenaga kesehatan di Provinsi Bali tahun 2003 2007Tah un Jumlah Penduduk Dokter Umum Jumla h Rasio Dokter Spesialis Jumlah Rasio Dokter Gigi Jumlah Rasio Paramedis Jumlah Rasio

33

200 3 200 4 200 5 200 6 200 7

3.351.353 3.385.750 3.431.368 3.453.664 3.479.785

305 861 607 696 1.112

9,10 25,43 24,42 28,66 31,96

119 428 452 367 478

3,55 12,64 13,17 10,63 13,74

98 133 141 195 216

2,92 3,93 4,11 5,65 6,21

2.793 7.433 5.780 5.915 5.990

83,34 219,54 168,45 171,27 172,14

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008

Sebaran jumlah tenaga kesehatan dan rasionya terhadap jumlah penduduk menurut kabupaten/kota di Bali masih belum merata. Rasio dokter umum per 100.000 penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi antara 0,89 sampai 17,96, dimana terendah di Kabupaten Jembrana dan tertinggi di Kota Denpasar. Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi antara 0,20 sampai 9,60 dimana angka terendah di Kabupaten Karangasem dan tertinggi di Kota Denpasar Rasio dokter gigi per 100.000 penduduk bervariasi antara 0,29 sampai 1,75 dengan rasio terendah di Kabupaten Klungkung dan tertinggi di Kota Denpasar Rasio tenaga bidan per 100.000 penduduk berkisar 2,70 sampai 13,39, terendah di Kabupaten Klungkung dan tertinggi di Kota Denpasar dan rasio tenaga perawat per 100.000 penduduk berkisar antara 57,24 dan 4,48 rasio terendah ada di Kabupaten Jembrana dan tertinggi di Kota Denpasar.Tabel 2.22 Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk Dokter Umum Juml ah Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Jumlah Rasio 0,89 2,50 1,87 1.93 1,01 1,75 1,75 2,30 17,96 31,96 Dokter Spesialis Juml Rasi ah o 12 31 14 28 13 12 7 27 334 478 0.34 0,89 0,40 0,80 0,37 0,34 0,20 0,78 9,60 13,74 Dokter Gigi Juml ah 12 28 28 22 10 17 16 22 61 216 Rasi o 0,34 0,80 0,80 0,63 0,29 0,49 0,46 0,63 1,75 621 Bidan Juml ah 156 405 212 394 184 340 240 382 1.992 4.305 Rasio 3,51 6,64 3,76 5,35 2,70 3,22 3,94 5,92 13,39 48,42 Perawat Juml ah 156 405 212 394 184 340 240 382 1992 4305 Rasio 4,48 11,64 6,09 11,32 5,29 9,77 6,90 10,98 57,24 123,71

253.998 408.936 408.126 432.999 166.294 214.801 383.504 618.843 592.284 3.479.78 5

31 87 65 67 35 61 61 80 625 1.112

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008, (data jumlah penduduk: data dari BPS)

n) Jaminan Kesehatan Masyarakat Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2007), penduduk yang terlindungi asuransi kesehatan baru mencapai 43,52%, mengalami penurunan dari 51,76% pada tahun 2006. Bentuk jaminan 34

pemeliharaan kesehatan terdiri dari Askes 12,87%, Jamsostek 1,79%, Kartu Sehat 14,29%, dan lainnya 14,57%. Proporsi penduduk yang paling tinggi telah terlindungi oleh JPK terdapat di Kabupaten Jembrana yang mencapai 64,51%, sedangkan proporsi penduduk yang paling rendah terlindungi terdapat di Kabupaten Badung yaitu 27,00%. Sementara itu, penduduk yang terlindungi oleh JPK di Kabupaten Buleleng tahun 2007 baru mencapai 49,69%, Tabanan mencapai 51,00%, Gianyar mencapai 37,13%, Klungkung mencapai 59,62%, Bangli mencapai 31,30%, Karangasem, 33,62% dan Kota Denpasar 54,08% .

Tabel 2.23 Jumlah penduduk menurut ketersediaan jaminan pembiayaan kesehatan (JPK)di Bali tahun 2007No Kabupaten/ Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangase m Buleleng Denpasar Jumlah Jumlah Penduduk 253.998 408.936 408.126 432.999 166.294 214.801 383.504 618.843 592.284 3.479.785 Askes JamsosTek 65 2.841 3.650 7.285 686 0 0 7.843 39.816 63.186 Kartu Sehat 20.396 42.558 19.037 30.315 31.233 47.535 112.37 6 176.58 3 17.204 497.23 7 Lainnya 124.91 6 0 61.461 88.235 1.594 2.470 3.173 145.37 3 79.825 507.04 7 Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9

18.469 163.16 1 26.049 34.948 15.737 17.220 11.088 43.228 117.94 1 447.84 1

163.846 208.560 110.197 160.783 49.250 67.225 126.637 307.479 320.334 1.514.31 1

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008

2.3.1.5. Kondisi Pendidikan a) Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk umur 15 tahun keatas di Provinsi Bali tahun 2006 disajikan pada Tabel 2.24. Jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas pada tahun 2006 di Provinsi Bali yang tidak punya/belum punya ijazah 13,47%, berpendidikan tertinggi SD/MI 29,45%, berpendidikan tertinggi SLTP/MTs 18,67%, berpendidikan tertinggi tamat SMU/SMK/MA 29,84%, tamat D1/D2 2,53%, tamat D3/SM 1,26%, tamat D4/S1 4,40% dan S2/S3 0,38%. Peningkatan kualitas 35

sumberdaya manusia melalui pendidikan formal memerlukan waktu relatif lama. Namun demikian, secara umum tingkat pendidikan penduduk Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sebagai contoh, proporsi penduduk yang tamat D4/S1 meningkat dari 2,78% tahun 2004 menjadi 3,37% pada tahun 2005, D1/D2 meningkat dari 1,52% menjadi 1,75%, D3 dari 1,10% menjadi 1,17%.

Tabel 2.24

Persentase penduduk 15 tahun keatas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan per kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2006Ijazah Tertinggi yang Ditamatkan Tidak Punya % SD/MI % 34.14 35.52 23.10 24.21 36.52 42.52 36.64 33.84 17.12 29.45 SLTP/MTs % 20.01 18.78 16.33 19.36 17.56 16.61 18.72 18.75 20.01 18.67 SMA/ SMK % 26.56 26.44 39.48 35.13 26.23 18.69 20.47 22.78 39.68 29.84 D1/D2 % 1.50 2.31 4.53 4.21 2.13 1.59 1.89 0.84 3.06 2.53 D3/SM % 0.57 0.88 2.04 1.71 0.89 0.69 0.31 0.65 2.32 1.26 D4/S1 % 2.48 3.08 4.15 5.45 2.56 2.23 2.17 1.89 10.26 4.40 S2/S3 % 0.19 0.13 0.16 0.48 0.00 0.14 0.00 0.13 1.30 0.38

No

Kabupaten / Kota

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangase m Buleleng Denpasar Jumlah

14.55 12.87 10.20 9.45 14.10 17.52 19.80 21.12 6.24 13.47

Sumber: Susenas 2006

Status pendidikan penduduk menurut kabupaten/kota di Bali masih menunjukkan kesenjangan antar wilayah. Padahal dilihat dari distribusi penyediaan fasilitas pendidikan khususnya jenjang pendidikan dasar dan menengah antar wilayah kabupaten/kota di Bali sudah hampir merata. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain selain penyediaan fasilitas pendidikan yang turut mempengaruhi partisipasi pendidikan, seperti tingkat perekonomian dan kesadaran masyarakat. Di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung yang merupakan dua wilayah dengan tingkat perekonomian relatif lebih maju menunjukkan kualitas pendidikan formal penduduknya cenderung lebih baik dimana penduduk yang 36

berpendidikan tertinggi SMA/SMK ke atas mencapai masing-masing 39.68% dan 39.48%. Kondisi ini sangat kontras dengan tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Bangli dan Karangasem, dimana penduduk yang berpendidikan tertinggi tamat SMA/SMK ke atas hanya 18.69% dan 20.47%. Di Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Klungkung tingkat pendidikan penduduknya juga masih relatif rendah dimana penduduk usia di atas 15 tahun yang tamat SMA/SMK ke atas proporsinya di bawah rata-rata Provinsi Bali. b) Penduduk Buta Huruf Persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang tergolong buta huruf (tidak bisa membaca dan menulis) menurut kabupaten/kota di Bali tahun 2007 mencapai 14,02% atau dengan kata lain sebanyak 85.98% penduduk usia 15 tahun keatas mampu membaca dan menulis (Tabel 2.25).

Tabel 2.25No

Persentase angka melek huruf di Provinsi Bali Tahun 2003 - 2007Tahun Dapat Baca Tulis LakiPeremp. L+P Laki 92,25 80,22 86,96 92,39 81,20 86,83 92,53 79,91 86,22 92,50 79,52 85,79 92,43 79,68 85,98 Tidak Dapat Baca Tulis LakiPeremp. L+P Laki 7,77 18,42 13,16 7,61 18,80 13,17 7,50 18.87 13,18 8,00 20,42 14,21 7,57 20,32 14,02

2003 1 2004 2 2005 3 2006 4 2007 5 Sumber: BPS, 2007

Persentase penduduk buta huruf menurut kabupaten/kota tahun 2006 berkisar antara 6,23%-27,94%, tertinggi di Kabupaten Karangasem dan terendah di Kota Denpasar. Persentase penduduk buta huruf di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli, Gianyar dan Buleleng. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, penduduk perempuan yang buta huruf di Bali tahun 2007 lebih dari dua kali lipat penduduk laki-laki yang buta huruf, yaitu 20,42% berbanding 8,00%. Kondisi ini terjadi di seluruh kabupaten/kota dimana persentase penduduk perempuan yang buta huruf lebih dari dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan penduduk lakilaki. c) Pemerataan Pendidikan Tingkat pemerataan pendidikan berdasarkan angka partisipasi kasar (APK) Sekolah Dasar (SD) di Bali selama tahun 2003-2007 37

mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 APK SD di Bali mencapai 114,31% namun mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya dan akhirnya menjadi 113,61% di tahun 2007. Sementara itu angka partisipasi murni (APM) SD di Bali juga mengalami fluktuasi seperti APK (Tabel 2.26). Sebaran APK SMP dari tahun 2003 sampai tahun 2007 menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan SMP terus meningkat begitu juga dilihat dari sisi APM. APK SMP di Bali tahun 2007 telah mencapai 99,69% dan APM mencapai 78,64%. Sedangkan APK dan APM untuk SMA/SMK selama kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2007 juga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 APK SMA/SMK di Bali mencapai 66,33% dan tahun 2007 telah mencapai 69,12%. Untuk nilai APM SMA/SMK di Bali tahun 2003 mencapai 49,57% dan pada tahun 2007 talah mecapai 56,11%.

Tabel 2.26 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) SD, SMP dan SMA/SMK di Provinsi Bali Tahun 20032007No Tahun APK (%) SD APM (%) SMP APK (%) 90,65 91,12 91,86 93,23 99,65 APM (%) 64,37 65,81 72,71 74,03 78,64 SMA/SMK APK (%) 66,33 66,50 66,55 67,38 69,12 APM (%) 49,57 49,69 51,13 52,10 56,11

2003 1 114,31 98,11 2004 2 109,84 94,89 2005 3 107,14 94,58 2006 4 108,92 95,21 2007 5 113,61 99,69 Sumber: Data Bali Membangun, 2007

d) Tenaga Kependidikan Dalam mewujudkan out put dari pendidikan yang lebih baik maka jumlah guru memegang peranan penting dalam menunjang proses belajar mengajar. Rasio antara jumlah murid terhadap jumlah guru akan dapat mencerminkan kelancaran proses belajar mengajar. Semakin kecil rasio jumlah murid terhadap jumlah guru maka akan semakin baik, artinya bila rasionya semakin kecil maka jumlah murid yang diasuh oleh seorang guru akan semakin kecil pula dan demikian sebaliknya. Rasio murid dengan guru di Provinsi Bali selama tahun 2003 - 2007 untuk tingkat SD berkisar antara 17,36 dan 18,04 artinya setiap 17 atau 18 anak didik diasuh oleh satu orang guru. Untuk SMP, rasio jumlah murid terhadap jumlah guru di Bali tahun 2003 - 2007 berkisar antara 12,21 dan 16,66, rasio terendah terjadi pada tahun 2006 dan rasio yang paling besar terjadi pada tahun 2004 (Tabel 2.27). 38

Untuk SMA, rasio jumlah murid terhadap jumlah guru di Bali tahun 2003-2007 mengalami rasio yang paling besar (buruk) terjadi pada tahun 2003 yaitu 17,83 dan semakin menurun hingga mencapai 11,72 pada tahun 2007. Sementara itu, rasio jumlah murid terhadap jumlah guru untuk SMK di Bali mengalami rasio yang paling besar (buruk) terjadi pada tahun 2007 yaitu 12,72 dan rasio paling kecil terjadi pada tahun 2004 yaitu 9,25. Secara umum rasio pendidikan baik SD, SMP, SMA dan SMK di seluruh kabupaten/kota di Bali rasionya masih ideal yaitu di bawah 30.Tabel 2.27 Jumlah dan Rasio Murid-Guru pada SD dan SMP di Provinsi Bali Tahun 2003-2007No Tahun Murid (orang) SD Guru (orang) Rasio 1 : 18 1 : 17 1 : 17 1 : 18 1 : 18 Murid (orang) 131.619 138.160 140.862 138.325 152.596 SMP Guru (orang) 10.125 8.288 10.766 11.324 11.248 Rasio 1 : 13 1 : 17 1 : 13 1 : 12 1 : 14

2003 1 380.460 21.103 2004 2 389.291 22.412 2005 3 396.084 22.816 2006 4 405.049 22.912 2007 5 420.242 23.291 Sumber: Data Bali Membangun, 2007

Tabel 2.28 Jumlah dan Rasio Murid-Guru pada SMA dan SMK di Provinsi Bali Tahun 2003-2007No Tahun Murid (orang) SMA Guru (orang) 4.069 5,987 6.290 6.465 6.508 Rasio 1 : 18 1 : 12 1 : 12 1 : 12 1 : 12 Murid (orang) 32.552 29.816 30.102 31.633 38.046 SMK Guru (orang) 3.180 3.222 3.087 3.147 2.990 Rasio 1 : 10 1:9 1 : 10 1 : 10 1 : 13

2003 1 72.580 2004 2 74.395 2005 3 74.974 2006 4 76.438 2007 5 76.308 Sumber: Data Bali Membangun,2007

Tabel 2.29 Data jumlah SMA/SMK di Provinsi Bali Tahun 2007Kabupaten/Kota SMA Jembrana 13 Tabanan 17 Badung 18 Denpasar 30 Gianyar 17 Klungkung 10 Bangli 7 Karangasem 19 Buleleng 35 Bali 166 Sumber : Data Bali Membangun 2007 SMK 8 10 13 21 22 3 8 5 12 102 Jumlah 21 27 31 51 39 13 15 24 47 268

39

Tabel 2.30 Jumlah Siswa yang berasal dari Rumah Tangga Miskin (RTM) di Provinsi BaliKabupaten/Kota Jumlah Siswa (orang) Jembrana 5.134 Tabanan 8.600 Badung 3.885 Denpasar 3.992 Gianyar 6.843 Klungkung 6.998 Bangli 10.660 Karangasem 38.192 Buleleng 41.505 Bali 125.809 Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Bali per 13 Oktober 2007

2.3.1.6.

Agama

Penduduk Daerah Bali selama tahun 2003-2007 sebagian besar (diatas 80%) menganut Agama Hindu. Proporsi penduduk beragama Hindu terus mengalami penurunan dari 92,25% pada tahun 2003 menjadi 82,97% tahun 2007. Penduduk beragama Budha di Bali dari tahun 20032007 berkisar 0,61% - 0,70%. Proporsi penduduk beragama Islam pada tahun 2003-2007 terus mengalami pertambahan dari 5,72% pada tahun 2002 menjadi 14,05% di tahun 2007. Persentase penduduk beragama Protestan juga mengalami peningkatan dari 0,71% pada tahun 2003 menjadi 1,44% tahun 2007, sedangkan proporsi penduduk beragama Katolik berkisar 0,71% - 0,91% dan tertinggi pada tahun 2005 yaitu 0,91% (Tabel 2.31).Tabel 2.31 Proporsi penduduk menurut agama yang dianut di Provinsi Bali Tahun 2003-2007Agama Persentase Penduduk menurut Agama yang Dianut 2005 91,14 0,60 5,93 1,42 0,91 100,00 2006 89,08 0,58 8,62 0,82 0,89 100,00 2007 82,97 0,70 14,05 1,44 0,84 100,00

2003 2004 Hindu 92,25 92,26 Budha 0,61 0,61 Islam 5,72 5,72 Protestan 0,71 0,71 Katolik 0,71 0,71 Jumlah 100,00 100,00 Sumber: Data Bali Membangun, 2007

Tempat suci atau tempat peribadatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat beragama. Jumlah dan sebaran tempat suci (pura) umat Hindu, Islam, Budha, Protestan, dan Katolik pada tahun 2003-2007 disajikan pada Tabel 2.32.Tabel 2.32 Tempat peribadatan agama Hindu, Islam, Budha, Katolik, dan Protestan di Provinsi Bali

40

Tahun 2003-2007Tahun Hindu Islam Budha 2003 5.617 600 64 2004 5.617 614 66 2005 5.581 642 63 2006 7.717 758 57 2007 7.717 758 57 Sumber: Data Bali Membangun, 2007 Katolik 32 33 33 33 33 Protestan 123 123 133 148 148

Membangun kehidupan beragama yang lebih baik sesuai dengan ajaran agama itu sendiri tidak terlepas dari peranan pemuka agama. Keberadaan pemuka agama di Provinsi Bali pada tahun 2003 - 2007 disajikan pada Tabel 2.33 dan Tabel 2.34Tabel 2.33 Jumlah pemuka agama (Agama Hindu dan Agama Islam) Tahun 2003-2007Tahun Agama Hindu Ulama 141 272 141 69 69 Agama Islam Khotib 938 938 938 381 381 Mubaligh 451 424 451 381 381

Pandita Pemangku 2003 817 18.992 2004 817 18.992 2005 817 18.922 2006 963 23.670 2007 963 23.670 Sumber: Bali Membangun, 2007

Tabel 2.34 Jumlah pemuka agama (Agama Budha, Protestan, dan Katolik) Tahun 2003-2007Agama Budha Tahun Upasaka/ Upasika 2003 6 41 87 2004 7 46 19 2005 8 46 22 2006 15 68 2007 4 57 Sumber: Bali Membangun, 2007 Biksu Pandita Pendeta 127 163 163 146 29 Pastur 30 30 29 27 27 Bruder 2 2 2 2 2 Suster 46 48 51 59 59 Protestan Agama Katolik

2.3.1.7.

Kebudayaan Daerah

a) Sistem Kemasyarakatan dan Kelembagaan Sistem kemasyarakatan merupakan perwujudan tingkah laku yang berpola, yang diatur oleh sistem norma dan peralatan guna memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial. Beberapa sistem kemasyarakatan yang terkait dengan kebutuhan manusia secara umum antara lain: pranata yang berhubungan dengan kekerabatan seperti soroh; pranata yang terkait dengan kebutuhan ekonomi (economic institutions) seperti koperasi, pasar; pranata yang bertujuan untuk memenuhi 41

kebutuhan penerangan dan pendidikan (educational institutions) seperti pendidikan formal dan informal; pranata yang berhubungan dengan keagamaan (religious institutions) seperti pura, mesjid, gereja, dan wihara; pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terkait dengan kesenian dan rekreasi (aesthetic and recreational institutions) seperti seni suara, seni tari, seni kerawitan, dan olah raga. Dalam kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, sistem kemasyarakatan yang terbentuk guna memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok terakomodasi dalam dua lembaga kemasyarakatan yaitu lembaga yang menangani masalah kedinasan dan lembaga adat yang mengatur tentang keadatan dan tradisi yang berlaku di desa-desa. Di Bali dikenal adanya sistem kelembagaan pemerintahan desa dengan dua pengertian. Pertama, sistem pemerintahan desa pakraman atau desa adat, dan yang kedua sistem pemerintahan desa dinas yaitu desa sebagai satu kesatuan wilayah secara struktural berada di bawah kecamatan dalam sistem pemerintahan RI yang berfungsi dalam bidang kehidupan formal. Pada tahun 2003, di Daerah Bali terdapat 692 desa dinas dan 1.404 desa pakraman yang terdiri dari banjar adat sebanyak 3.945 banjar (Tabel 2.35). Pada tahun 2007 jumlah desa dinas telah mencapai 701 desa, desa pakraman 1.453 yang terdiri dari 4.325 banjar adat.

Tabel 2.35 Jumlah desa dinas, desa pakraman, dan desa adat di Provinsi Bali Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Desa Dinas 692 693 701 701 701 Desa Pakraman 1.404 1.420 1.424 1.430 1.453 Banjar Adat 3.495 3.495 3.495 4.325 4.325

Sumber: Data Bali Membangun, 2007

Desa pakraman atau desa adat di Provinsi Bali mempunyai identitas, eksistensi, peranan dan kewajiban-kewajiban yang dibangun atas dasar konsep Tri Hita Karana yaitu unsur Parhyangan (keterikatan terhadap tempat pemujaan yang sama), unsur Pawongan (keterikatan terhadap sesama warga atau krama adat khususnya yang beragama Hindu), dan unsur Palemahan (keterikatan terhadap wilayah teritorial). Dari Tabel 2.35 di atas terlihat bahwa dalam satu desa dinas dapat terbagi atas beberapa desa pakraman. Begitu juga dalam satu banjar dinas dapat terdiri atas lebih dari satu banjar adat. Kebalikannya juga dapat terjadi dimana dalam satu desa pakraman dapat terdiri lebih dari satu desa dinas. Selama periode 2003-2007, jumlah desa pakraman 42

secara terus menerus mengalami peningkatan, yaitu dari 1.404 buah menjadi 1.453 buah, sedangkan jumlah desa dinas cenderung tidak mengalami perubahan. a) Tradisi Adat istiadat dan pola kebiasaan yang menjadi tradisi dan berlaku di desa-desa di Bali pada umumnya hampir sama. Masyarakat Bali mempunyai nilai budaya, sistem norma dan kebiasaan yang dihormati dan disepakati oleh setiap warga, baik yang tertulis berupa awig-awig ataupun ketentuan yang tidak tertulis (pararem) sesuai desa kalapatra dan desa mawacara. Adat istiadat yang berlaku terkait erat dengan agama yang dianut oleh masyarakat setempat dan diwarisi secara turun temurun. Bagi masyarakat Hindu di Bali, agama dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang harmoni sebagai landasan dalam kehidupan masyarakat Bali. Aturan-aturan atau konsepsi-konsepsi yang mengatur kegiatan manusia dalam kaitannya dengan interaksi manusia dengan lingkungan alam pada masyarakat Bali yang telah dilaksanakan secara mentradisi, yaitu : Tri Hita Karana Secara harfiah, konsep Tri Hita Karana berarti tiga hal yang menyebabkan kesejahteraan atau kebahagiaan yakni hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia denganTuhan (parhyangan), manusia dengan sesama manusia (pawongan), dan manusia dengan alam/lingkungan (palemahan). Dalam kehidupan keseharian masyarakat Bali konsep Tri Hita Karana diwujudkan dengan pura sebagai unsur Parhyangan, masyarakat adat atau organisasi sosial sebagai unsur pawongan, dan alam atau lingkungan fisik sebagai unsur palemahan. Filosofi Tri Hita Karana mengajarkan orang Bali untuk hidup yang berkeseimbangan dan harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta ini. Tat Twam Asi Dalam ajaran agama Hindu dikenal konsep Tat Twam Asi yang artinya dia adalah kamu. Ajaran ini mengandung makna yang sangat dalam bahwa setiap individu adalah sama dengan individu lain ataupun mahluk yang lain karena berasal dari sumber yang sama yakni Tuhan atau Brahman. Konsep Tat Twam Asi mengajarkan umat Hindu untuk saling menghormati dan menganggap bahwa eksistensi seseorang sama dengan orang lain. Selaras dengan konsep Tat Twam Asi dalam masyarakat Bali dikenal pula konsep menyama-braya yaitu saling menghormati secara vertikal (nyama/saudara) dan horizontal (braya/kerabat). Di era global sekarang ini masyarakat Bali cenderung bersifat plural dan heterogen. Nilai-nilai Tat Twam Asi dan menyamabraya sangat relevan untuk diimplementasikan dalam mewujudkan masyarakat multikultur, yang saling menghormati satu sama lainnya. 43

Rwa Bhineda Konsepsi ini merupakan keyakinan masyarakat Bali bahwa di dunia terdapat dua unsur yang selalu berbeda (oposisi-binier/binary opposition) seperti: luan-teben, kaja-kelod, suci-leteh, laki-perempuan, baik-buruk, siang-malam. Apabila dihayati, konsep tersebut mengajarkan orang Bali tentang keseimbangan dan keselarasan untuk mencapai tujuan. Dua unsur yang berbeda itu senantiasa ada dalam kehidupan dan mempunyai kedudukan yang sama, serta tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Konsep Rwa Bhineda juga mengajarkan kepada orang Bali bahwa perbedaan itu adalah sesuatu yang wajar. Desa-Kala-Patra Secara harfiah, konsep desa, kala, dan patra berarti tempat, waktu, dan kondisi atau keadaan. Konsep tempat/ruang, waktu, dan keadaan sangat menentukan dalam kehidupan orang Bali. Berlandaskan konsep desa, kala, dan patra orang Bali dapat menerima perbedaan yang disebabkan oleh faktor ruang/tempat, waktu, dan keadaan atau kondisi tertentu. Hal ini menunjukkan fleksibelitas kebudayaan Bali, lebih-lebih di era global sekarang ini yang dicirikan oleh adanya pluralitas kebudayaan, multietnik, dan multikultur. Sejalan dengan berkembangnya industri pariwisata telah terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali. Kehidupan masyarakat Bali yang semula berbasis budaya agraris telah bergeser atau berubah ke budaya industri dan jasa. Fenomena ini telah mempengaruhi gaya hidup dan kebudayaan orang Bali secara keseluruhan. Dalam budaya agraris kehidupan orang Bali lebih dekat dengan alam karena mereka merasa ketergantungan dengan alam sehingga nilainilai Tri Hita Karana lebih menjadi acuan. Sedangkan budaya industri dan jasa sebagai representasi dari era globalisasi, manusia lebih mementingkan keuntungan/profit atau uang. Di era global sekarang ini kebudayaan Bali tengah menghadapi proses komodifikasi. Pengaruh globalisasi menyebabkan masyarakat Bali cenderung memenuhi hasrat material yang berlebihan sehingga uang menjadi tujuan utama. Neolibralisme yang berorientasi kepada pasar dan mementingkan keuntungan atau profit kini mencekoki pola pikir masyarakat Bali. Budaya konsumerisme yang cenderung bersifat pamer kini menjadi pola atau gaya hidup orang Bali. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perubahan atau peralihan kawasan suci pura, sempadan pantai, daerah pegunungan yang dianggap suci telah dimanfaatkan untuk pembangunan vila atau fasilitas pariwisata yang dianggap mendatangkan uang. Alih fungsi lahan pertanian yang diperuntukkan sebagai fasilitas penunjang kegiatan pariwisata dan perumahan tampaknya tidak dapat dihindari lagi karena berubahnya orientasi orang Bali. Di sisi lain, etos kerja orang Bali juga mengalami perubahan. Di masa lalu ketika budaya agraris masih menjadi basis kehidupan orang 44

Bali maka sifat religiusitas orang Bali masih tinggi, demikian pula budaya ngayah masih hidup di masyarakat. Namun kini nilai-nilai spiritualitas telah berubah dan cenderung mengarah kepada materialisme. Orang Bali yang dulu dikenal dengan etos kerja sebagai pekerja yang ulet, rajin, dan toleran, kini telah berubah. Orang Bali cenderung bersifat egois, individualistis, materialistis, memilih-milih pekerjaan dan lebih mementingkan gengsi, penampilan dan pencitraan. Kegiatan pertanian dianggap kotor, rendahan dan kurang bergengsi sehingga ditinggalkan oleh generasi muda Bali. Di sisi lain, orang Bali kurang memiliki keterampilan dan kemampuan manajerial sehingga tidak jarang kalah bersaing dengan pendatang, terutama di sektor informal. Masyarakat Bali dewasa ini sering mengalami konflik internal yang dipicu oleh berbagai faktor antara lain: batas desa, kuburan, dan masalah adat. Nilai-nilai baru dari budaya global yang bersifat materialistis belum sepenuhnya dipahami, dan sering kali bertentangan dengan nilai-nilai lama dan tradisi yang diwarisi oleh masyarakat Bali. Berbagai konflik internal dalam masyarakat belakangan ini perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemerintah maupun seluruh komponen masyarakat Bali. Konflik internal perlu dicarikan solusinya agar dapat ditekan seminimal mungkin karena hal itu dapat melemahkan persatuan masyarakat Bali.

b) Kesenian Tradisional Daerah Bali sangat terkenal dengan keseniannya. Berbagai jenis kesenian yang berkembang di Bali antara lain: seni tari, seni kerawitan/tabuh, seni rupa (patung, ukir, lukis), dan seni drama. Seni tari dan seni kerawitan di Bali secara umum dapat dipilah menjadi tiga jenis yaitu seni wali, bebali, dan balih-balihan. Seni tari yang tergolong wali antara lain: tari Sanghyang, Baris untuk upacara, Rejang, dan Gayung. Seni bebali antara lain: Wayang Wong, Wayang Kulit, Barong, Andir, Joged Pingitan, dan Topeng. Sedangkan seni tari yang tergolong balih-balihan antara lain sebagai beikut: Joged Bumbung, Janger, Legong, Prembon, dan Arja. Seni kerawitan yang tergolong wali antara lain: Gong Gede, Gong Luang, dan Selonding. Seni kerawitan yang termasuk ke dalam kelompok bebali antara lain: Angklung, Semara Pagulingan, Gambang, Gender Batel, dan Baleganjur. Seni kerawitan yang termasuk balih-balihan antara lain: Gong Kebyar, Gong Suling, Geguntangan, Okokan, Rindik, dan Gerantang Pelog. Seniman Bali senantiasa memproduksi benda-benda budaya. Belakangan ini muncul berbagai persoalan di masyarakat terkait dengan hak kekayaan intelektual (property right) seniman Bali. Berbagai bentuk 45

produk budaya diduga telah dipatenkan oleh pihak-pihak dari luar Bali atau luar negeri. Dalam hubungan ini pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap hasil karya seniman Bali yang terkenal sangat kreatif. Namun seniman Bali memiliki kendala antara lain kurangnya pemahaman tentang hukum ataupun keterbatasan pendanaan untuk mengurus hak kekayaan intelektual ataupun paten hasil karya mereka. 2.3.2 Ekonomi

2.3.2.1 Pertanian dan Kelautan Dalam pembangunan sektor pertanian dan kelautan diarahkan untuk mendorong kecukupan kebutuhan pangan daerah dan mendorong peningkatan produksi dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan komoditi sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Di bawah ini diuraikan perkembangan produksi pertanian dan kelautan dari tahun 2003 - 2007 untuk beberapa jenis komoditas. : a) Pertanian Tanaman Pangan Lahan pertanian yang berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan meliputi lahan sawah dan lahan kering (pekarangan/tegal/kebun). Luas sawah pada tahun 2007 adalah 80.125 ha, luas pekarangan 46.763 ha dan luas tegal/kebun 138.352 ha. Dari luas sawah ini, lahan yang ditanami padi 2 (dua) kali setahun seluas 68.478 ha dan sisanya 11.647 ha hanya dapat ditanami sekali setahun. Pemanfaatan lahan sawah di Bali cukup baik dengan indek pertanaman (IP) dalam setahun sebesar 235%, tetapi pemanfaatan lahan kering masih belum optimal. Lahan kering umumnya dimanfaatkan untuk beberapa jenis tanaman hortikultura seperti jeruk, salak, bawang merah, kentang dan sayuran dataran tinggi lainnya. Produksi komoditas tanaman pangan berfluktuasi setiap tahun, antara lain disebabkan karena fluktuasi luas tanam/panen yang dipengaruhi oleh iklim, sadangkan produktivitasnya cendrung meningkat sebagai akibat dari peningkatan penggunaan teknologi pertanian. Rata-rata produktiviatas padi tahun 2003 sebesar 55,60 ku/ha gabah kering giling meningkat menjadi 57,90 ku/ha tahun 2007; jagung tahun 2003 sebesar 30,00 ku/ha pipilan kering menur