PERDA Nomor 15 Tahun 2004 ttg Pajak Sarang Burung Walet · - 3 - 7. Undang - undang Nomor 34 Tahun...

28
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2004 NOMOR : 35 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU Menimbang : a. bahwa sarang burung walet merupakan sumber daya alam dan salah satu dari kekayaan daerah yang sangat potensial dalam menunjang Pendapatan Daerah (PAD), oleh karena itu dalam pelaksanaan pengambilan dan pengusahaan sarang burung walet perlu dilaksanakan pengendalian dan pengawasan lingkungan sehingga tidak merusak ekosistem.

Transcript of PERDA Nomor 15 Tahun 2004 ttg Pajak Sarang Burung Walet · - 3 - 7. Undang - undang Nomor 34 Tahun...

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

TAHUN : 2004 NOMOR : 35

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

NOMOR 15 TAHUN 2004

TENTANG

PAJAK SARANG BURUNG WALET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BERAU

Menimbang : a. bahwa sarang burung walet merupakan sumber

daya alam dan salah satu dari kekayaan

daerah yang sangat potensial dalam menunjang

Pendapatan Daerah (PAD), oleh karena itu

dalam pelaksanaan pengambilan dan pengusahaan

sarang burung walet perlu dilaksanakan

pengendalian dan pengawasan lingkungan

sehingga tidak merusak ekosistem.

- 2 -

b. bahwa untuk maksud tersebut di atas perlu diatur

dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 (LN. Tahun

1959 Nomor 72) tentang Penetapan Undang -

undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang

Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan

(LN. Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang - undang;

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( LN.

Tahun 1981 Nomor 76, TLN Nomor 3809};

3. Undang - undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya (LN. Tahun 1990 Nomor 49, TLN.

Nomor 3419);

4. Undang - undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang

Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ( LN. Tahun

1997 Nomor 42, TLN Nomor 36 86};

5. Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah (LN. Tahun 1999 Nomor 60);

6. Undang - undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat

dan Daerah (LN. Tahun 1999 Nomor 72);

- 3 -

7. Undang - undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang

Perubahan Undang-undang nomor 18 Tahun 1997

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

( LN. Tahun 2000, TLN. nomor 4048 );

8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000

tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi sebagai Daerah Otonom ( LN. Tahun 2000

Nomor 54, TLN. Nomor 3952);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001

tentang Pajak Daerah ( LN. Tahun 2001, Nomor

127);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002

tentangTata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, Pemamfaatan Hutan dan

Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara

Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4206) ;

11. Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor

12 Tahun 2004 tentang Perubahan Peraturan

Daerah Kabupaten Berau Nomor 4 Tahun 2003

tentang Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang

Burung Walet di Kabupaten Berau ;

- 4 -

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN BERAU

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Berau;

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat

Daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif

daerah;

c. Kepala Daerah adalah Bupati Berau;

d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah

Kabupatren Berau;

- 5 -

e. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu

di bidang Pajak Daerah sesuai dengan Peraturan

Perundang - undangan yang berlaku;

f. Sarang Burung Walet adalah sarang burung walet

yang mempunyai nilai ekonomis sehingga dapat

diperjual belikan ;

g. Pajak Sarang Burung walet adalah sejumlah uang

yang dibayar wajib pajak kepada Pemerintah

Daerah atas pengelolaan dan Pengusahaan sarang

burung walet;

h. Surat Setoran Pajak Daerah yang dapat disingkat

SSPD, adalah surat yang oleh wajib Pajak digunakan

untuk melakukan pembayaran atau penyetoran

pajak yang terutang ke kas Daerah atau ketempat

lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah;

i. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat

disingkat SPTPD adalah Surat yang oleh wajib

pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan

atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau

bukan obyek pajak, dan atau harta dan kewajiban,

menurut ketentuan Peraturan perundang - undangan

perpajakan daerah;

- 6 -

j. Surat ketetapan pajak daerah yang dapat

disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak;

k. Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar yang

dapat disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah

kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran

pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan

jumlah yang masih harus dibayar.

l. Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar

tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT adalah

surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan

atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

m. Surat ketetapan pajak daerah lebih bayar yang dapat

disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak

yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak

karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak

yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

n. Surat ketetapan pajak daerah nihil, yang dapat disingkat

SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan

jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit

pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

- 7 -

o. STPD adalah Surat tagihan pajak daerah untuk

melakukan tagihan pajak dan atau sanksi

administrasi berupa bunga dan atau denda.

BAB II

NAMA , OBJEK DAN SUBJEK PAJAK

Pasal 2

(1) Dengan nama Pajak Sarang Burung Walet, dipungut

pajak atas setiap pengambilan dan pengusahaan

sarang burung walet.

(2) Objek Pajak adalah Pengambilan dan Pengusahaan

Sarang Burung Walet ;

(3) Pengambilan dan pengusahaan Sarang Burung

Walet dimaksud ayat (2) adalah bentuk kegiatan

pengambilan Sarang Burung Walet di habitat

alami;

(4) Subjek Pajak adalah orang pribadi dan atau badan

hukum yang secara Hukum mempunyai suatu hak

atas sarang burung walet serta memperoleh manfaat

atas sarang burung walet.

- 8 -

(5) Wajib Pajak adalah orang pribadi dan atau badan

hukum yang mengambil dan mengusahakan sarang

burung walet.

BAB III

DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK

Pasal 3

(1) Dasar pengenaan Pajak adalah nilai perolehan

sarang burung walet.

(2) Nilai perolehan sarang burung walet sebagaimana

dimaksud ayat (!) dihitung dengan mengalikan hasil panen

dengan harga dasar sarang burung walet perkilogram.

(3) Harga dasar sarang burung walet sebagaimana

dimaksud ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah

dengan memperhatikan harga pasar yang berlaku

pada saat itu.

Pasal 4

Tarif pajak sarang burung walet ditetapkan sebesar 15%

( lima belas persen) dari dasar pengenaan sebagaimana

dimaksud Pasal 3 Peraturan Daerah ini.

- 9 -

BAB IV

MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG,

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH

Pasal 5

Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu)

bulan takwin.

Pasal 6

Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat

pengambilan dan pengusahaan sarang burung walet dihabitat

alami.

Pasal 7

(1) Setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi

dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda

tangani oleh wajib pajak atau kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus

disampaikan kepada Kepala Daerah paling lambat

15 (lima belas hari) setelah berakhirnya masa pajak.

- 10 -

(4) Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh

Kepala Daerah.

BAB V

TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK

Pasal 8

(1) Berdasarkan SPTPD dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)

Kepala Daerah menetapkan Pajak terutang dengan

menerbirkan SKPD.

(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling

lama 30 ( tiga puluh ) hari sejak SKPD diterima,

dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar

2 % (dua persen) sebulan dengan menerbitkan STPD.

Pasal 9

(1) Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) digunakan

untuk menghitung dan menetapkan pajak terutang ;

(2) Dalam jangka waktu 5 ( lima ) tahun sesudah saat

terutangnya pajak, kepala Daerah dapat menerbitkan :

- 11 -

a. SKPDKB;

b. SKPDKBT;

c. SKPDN.

(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a

diterbitkan :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau

keterangan lain pajak yang terutang tidak atau

kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi

berupa denda sebesar 2% (dua persen) sebulan

dihitung dari pajak yang kuranmg atau

terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama

24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak

saat terutangnya pajak;

b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka

waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara

tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa

denda sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung

dari pajak yang kurang atau terlambat

dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua

puluh empat) bulan dihitung sejak saat

terutangnya pajak;

- 12 -

c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi,

pajak yang terutang dihitung secara jabatan

dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan

sebesar 25 % ( dua puluh lima persen) dari

pokok pajak ditambah sanksi administrasi

berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan

dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat

dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua

puluh empat ) bulan dihitung sejak saat

terutangnya pajak.

(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru

atau data yang semula belum terungkap yang

menyebabkan penambahan jumlah pajak yang

terutang akan dikenakan sanksi administrsi berupa

kenaikan sebesar 100% ( seratus persen ) dari

jumlah kekurangan pajak tersebut.

(5) SKPDN sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c

diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang

sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak

tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

- 13 -

(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam

SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya

dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan,

ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan

sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen)

sebulan.

(7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib

pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan

tindakan pemeriksaan.

BAB VI

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 10

(1) Pembayaran Pajak dilakukan di kas Daerah atau

tempat lain yang ditunjuk oleh kepala Daerah sesuai

waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD dan STPD.

(8) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain

yang ditunjuk hasil penerimaan pajak harus disetor

ke kas Daerah selambat - lambatnya 1 x 24 jam atau

dalam waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah.

- 14 -

(9) Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan

ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

Pasal 11

(1) Pembayaran pajak dilakukan sekaligus atau

lunas.

(2) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada

wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam

waktu kurun tertentu setelah memenuhi persyaratan

yang ditentukan.

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-

turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua

persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau

kurang bayar.

(4) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada

wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak

sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi

persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan denda

2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak

yang belum atau kurang dibayar.

- 15 -

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda

pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran

dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan ayat (4) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB VII

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 12

(1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain

yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan

penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat

jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal

surat teguran atau surat peringtan atau surat lain

yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang

terutang.

(3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang

sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikeluarkan oleh Pejabat.

- 16 -

Pasal 13

(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak

dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan

dalam surat teguran atau sureat pernyataan atau

surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus

dibayarditagih dengan surat paksa.

(2) Pejabat menerbitkan surat paksa segera setelah

lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat

teguran atau surat peringatan atau lain yang sejenis .

Pasal 14

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam

jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan

Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat

Perintah melaksanakan penyitaan.

Pasal 15

Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga

melunasi utang pajaknya setelah lewat 10 ( sepuluh ) hari

sejak tanggal pelaksanaan permintaan penetapan

tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.

- 17 -

Pasal 16

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal,

jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita

memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada

wajib pajak.

Pasal 17

Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk

pelaksanaan penagihan Pajak Daerah ditetapkan oleh

Kepala Daerah.

BAB VIII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK

Pasal 18

(1) Kepala Daerah berdasarkan permohonan Wajib Pajak

dapat memberikan pengurangan, keringanan dan

pembebasan pajak.

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan

pembebasan Pajak sebagaimana maksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh Kepala Daerah.

- 18 -

BAB IX

TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,

PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU

PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 19

(1) Kepala Daerah karena jabatan atau karena permohonan

wajib pajak dapat:

a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT

atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat

kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau

kekeliruan dalam penerapan atau Peraturan

Perundang-undangan perpajakan Daerah.

b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak

yang tidak benar.

c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi

administrasi berupa bunga denda dan kenaikan

pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut

dikenakan karena kehilapan wajib pajak atau bukan

karena kesalahannya.

- 19 -

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan

ketetapan dan penghapusan atau pengurangan

sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT

dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak

kepada Kepala Daerah, atau pejabat selambat - lambatnya 30

(tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD,

SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan

alasan yang jelas.

(3) Kepala Daerah atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan

sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.

(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana

dimaksud pada pada ayat (3) Kepala Daerah atau

Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan

pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan

dan penghapusan atau pengurangan sanksi

administrasi dianggap dikabulkan.

BAB X

KEBERATAN DAN BANDING

- 20 -

Pasal 20

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya

kepada Kepala Daerah atau Pejabat atas suatau :

a. SKPD;

b. SKPDKB;

c. SKPDKBT;

d. SKPDLB;

e. SKPDN

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus disampaikan secara tertulis paling lama 3 (tiga)

bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB

dan SKPDN diterima oleh wajib pajak kecuali apabila

wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu

tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(3) Kepala Daerah atau Pejabat dalam jangka waktu 12

(dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan

keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diterima, sudah memberikan keputusan.

(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Daerah atau

Pejabat tidak memberikan keputusan permohonan

keberatan dianggap dikabulkan.

- 21 -

(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar

pajak.

Pasal 21

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada

Badan Penyelesaian Sengketa pajak dalam jangka

waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya Keputusan

keberatan.

(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar

pajak.

Pasal 22

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20 atau banding sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21 dikabulkan sebagian atau seluruhnya,

kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan tambahan

imbalan sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling

lama 24 ( dua puluh empat) bulan.

- 22 -

BAB XI

KADALUARSA

Pasal 23

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa

setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung

sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib

pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.

(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tertangguh apabila :

a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau ;

b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik

langsung maupun tidak langsung.

BAB XII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 24

Kepala Daerah dapat mencabut ijin usaha penegelolaan

dan Pengusahaan sarang burung walet bagi pengusaha

yang melalaikan kewajiban membayar pajak.

- 23 -

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 25

(1) Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak

menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan

tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan

keterangan yang tidak benar sehingga merugikan

keuangan daerah dapat dipidana dengan

kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda

paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang

terutang ;

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan

SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau

tidak lengkap atau melampirkan keterangan

yang tidak benar sehingga merugikan keuangan

daerah dapat dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda

paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang

terutang.

- 24 -

Pasal 26

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu

10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak

atau berakhirnya masa pajak.

BAB XIV

P E N Y I D I K A N

Pasal 27

(1) Pejabat Pegawai negeri Sipil tertentu di lingkungan

Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai

penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana

dibidang perpajakan daerah.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari, pengumpulkan dan meneliti

keterangan atau laporan berkenaan dengan

tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar

keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap

atau jelas;

- 25 -

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan

mengenai orang pribadi atau badan tentang

kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan

dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut;

c. Menerima keterangan dan bahan bukti dari

orang pribadi atau badan sehubungan dengan

tindak pidana dibidang perpajakan daerah;

d. Memeriksa buku - buku, catatan - catatan dan

dokumen - dokumen lain, berkenaan dengan tindak

pidana dibidang perpajakan daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan

bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen -

dokumen lain serta melakukan penyitaan

terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka

pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana

dibidang perpajakan daerah;

g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang

meninggalkan ruangan atau tempat pada saat

pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa

- 26 -

identitas orang dan atau dokumen yang dibawa

sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak

pidana perpajakan daerah;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya

dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan.

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk

kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang

perpajakan daerah menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan

Penyidikan menyampaikan dimulainya Penyidikan

dan melaporkan hasil Penyidikan kepada Penuntut

Umum melalui Penyidik Polri.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

- 27 -

Pasal 28

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah

ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih

lanjut dengan oleh Kepala Daerah.

Pasal 29

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya

dalam lembaran Daerah Kabupaten Berau.

Ditetapkan di Tanjung Redeb Pada tanggal 16 Agustus 2004

BUPATI BERAU,

ttd

Drs. H. MASDJUNI.

- 28 -

Diundangkan di Tanjung Redeb Pada tanggal 18 Agustus 2004

SEKRETARIS DAERAH,

ttd

Drs. H. SYARWANI SYUKUR. PEMBINA UTAMA MUDA

NIP. 010 055 469

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN 2004 NOMOR : 35