Percobaan Distilasi Biner
-
Author
yosua-setiawan-roesmahardika -
Category
Documents
-
view
254 -
download
44
Embed Size (px)
description
Transcript of Percobaan Distilasi Biner

LABORATOTIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : DISTILASI BINER
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
Kelompok : II A
Nama :
1. Alfian Muhammad Reza NRP 2313030071 2. Siti Kartikatul Qomariyah NRP 2313030081 3. Ayu Maulina Sugianto NRP 2313030031 4. Yosua Setiawan Roesmahardika NRP 2313030083
Tanggal Percobaan : 23 September 2013
Tanggal Penyerahan : 21 Oktober 2013
Dosen Pembimbing : Nurlaili, S.T.,M.T.

i
ABSTRAK
Tujuan dari percobaan distilasi biner adalah untuk mengetahui cara menentukan titik azeotrop
pada campuran kloroform dan aseton serta mengetahui titik azeotropnya, dan menghasilkan
komposisi yang sama antara fasa uap dan fasa cairnya.
Praktikum ini dimulai dari pemasangan peralatan distilasi lengkap. Setelah itu Menyiapkan 20
buah botol parfum 10 ml untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L hingga 10L untuk tempat
residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat. Volume sampel yang diambil sebanyak 2 ml.
Memasukkan 50 ml aseton murni kedalam labu, mendidihkannya, dan mencatat titik didihnya yang
besarnya harus sekitar 56,5˚C pada 760 mmHg. Selanjutnya mengumpulan sampel sebanyak 2 ml
sebagai 1 L dan 1 V. Lalu melakukan percobaan tersebut sampai mendapatkan 10 L dan 10 V, tetapi
dengan variable kontrol dari volume klorofrom dan volume aseton yang berbeda dan juga dengan
variabel bebas yaitu suhu. Menghitung indeks bias masing-masing dari sampel.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah indeks bias yang terjadi adalah fluktuatif, kami
mengasumsikan bahwa hal ini dapat terjadi karena terdapat beberapa titik alat yang menguap pada
saat proses distilasi. Indeks bias tertinggi adalah indeks bias residu 7L pada temperature 56,5°C yaitu
1,436. Sedangkan indeks bias terendah adalah indeks bias residu 2L pada suhu 58°C yaitu 1,35. Titik
azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 64,8°C. Komposisi campuran
azeotrop pada percobaan kami adalah 28% kloroform dan 72% aseton.

ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ........................................................................................ I-1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... I-1
I.3 Tujuan ..................................................................................................... I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori.............................................................................................. II- 1
II.1.1 Dasar-dasar Metode Pemisahan ............................................................. II -1
II.1.2 Macam-macam Metode Pemisahan ........................................................ II- 2
II.1.3 Destilasi .................................................................................................. II- 2
II.1.4 Prinsip Destilasi ..................................................................................... II- 3
II.1.5 Destilator ................................................................................................ II- 4
II.1.6 Destilasi Biner ......................................................................................... II- 4
II.1.7 Titik Azeotrop ........................................................................................ II- 5
II.1.8 Hukum-hukum pada destilasi ................................................................. II- 6
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan ............................................................................... III-1
III.1.1 Variabel Bebas ..................................................................................... III-1
III.1.2 Variabel Terikat ..................................................................................... III-1
III.1.3 Variabel Kontrol ................................................................................... III-1
III.2 Alat Percobaan ...................................................................................... III-1
III.3 Bahan Percobaan ................................................................................. III-1
III.4 Prosedur Percobaan .............................................................................. III-1
III.4 Diagram Alir Percobaan ....................................................................... III-3
III.5 Gambar Alat Percobaan ........................................................................ III-7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Hasil Percobaan .............................................................................. IV-1
IV.2 Pembahasan............................................................................................. IV-1
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................. V-1
NOTASI ........................................................................................................................ vi
APENDIKS .................................................................................................................... vii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... viii
LAMPIRAN :
Laporan Sementara
Literatur

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1.5.1 Destilator .............................................................................................. II-4
Gambar II.1.7.1 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid ..................................... II-5
Gambar II.1.7.2 Kurva Kesetimbangan Uap Cair Campuran Propanol Asetat pada
Tekanan Tinggi dan Tekanan Rendah.................................................. II-6
Gambar III.6 Gambar Alat.......................................................................................... III-5

iv
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1.1 Tabel Hasil Percobaan................................................................................. II-4

I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini pembelajaran kimia fisika sangat bermanfaat bagi kehidupan kita.
Pemahaman akan kimia fisika penting mengingat segala peristiwa berkaitan dengan
konsep dan hukum kimia fisika. Sangat penting untuk melakukan praktikum ini karena
dalam dunia industri, hampir semua hal mengaplikasikan konsep praktikum kimia fisika.
Selain itu, dari praktikum kita dapat mengaplikasikan dari teori yang didapat sehingga
mengetahui proses dan cara kerja yang sebenarnya dan tidak sekedar mengetahui teori
saja.
Salah satu bab dalam kimia fisika yang dapat dibahas dan dipelajari dalam
praktikum adalah binary liquid. Binary liquid untuk mengetahui dan menentukan titik
azeotrop pada sistem biner antara kloroform dan aseton.
Binary liquid disebut juga dengan proses destilasi biner. Pengertian distilasi atau
penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan
kecepatan atau kemudahan menguap (volalitas) suatu bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat didihkan hingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan kembali
kedalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih
dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Dalam
binary liquid, dimana cairan zat yang digunakan adalah campuran kloroform dan aseton
dengan komposisi yang variasi.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menghitung menentukan dan mengetahui titik azeotrop pada sistem biner
antara kloroform dan aseton?
I.3 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui cara menentukan dan mengetahui titik azeotrop pada sistem biner
antara kloroform dan aseton.

II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Secara mendasar, proses pemisahan dapat diterangkan sebagai proses perpindahan massa
yang terdiri dari proses pemisahan secara mekanis dan kimiawi. Pemilihan jenis pemisahan
bergantung pada kondisi campuran. Pemisahan secara mekanis dilakukan kapanpun karena
lebih mudah dan biaya operasinya lebih murah. Untuk campuran yang tidak dapat dipisahkan
melalui proses pemisahan mekanis (seperti pemisahan minyak bumi), maka dapat
menggunakan proses pemisahan kimiawi (Wikipedia, 2013).
Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Metode pemisahan bergantung pada fasa komponen penyusun campuran, campuran homogen
(satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Campuran heterogen meliputi:
padat- padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan
sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan
untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan (Wikipedia, 2013).
II.1.1 Dasar-dasar Metode Pemisahan
Suatu zat dapat dipisahkan dari campurannya karena mempunyai perbedaan sifat.Hal ini
dinamakan dasar pemisahan. Beberapa dasar pemisahan campuran adalah sebagai berikut :
1. Ukuran Partikel
Jika dalam suatu campuran terdapat perbedaan ukuran partikel, maka dapat dipisahkan
dengan media penyaring yang disesuaikan dengan ukuran zat partikel yang diinginkan.
2. Titik Didih
Jika suatu campuran terdapat zat yang berbeda titik didihnya, maka dapat dipisahkan
dengan distilasi dengan kontrol suhu yang ketat (agar tidak melewati titik didih campuran),
sehingga zat dari campuranya dapat dipisahkan dengan baik.
3. Kelarutan
Suatu zat memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, dengan melihat kelarutan zat yang
berbeda dalam campurannya, maka zat yang diinginkan dapat dipisahkan menggunakan
pelarut tertentu.

II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
4. Pengendapan
Suatu zat memiliki kecepatan mengendap yang berbeda dalam suatu campuran yang dapat
dipisahkan dengan metode sedimentasi atau sentrifugasi (satu zat) dan metode presipitasi
yang dikombinasi dengan filtrasi (lebih dari satu zat).
5. Difusi
Dua zat berwujud cair atau gas bila dicampur dapat berdifusi satu sama lain yang gerak
partikelnya dipengaruhi oleh muatan listrik. Pemisahannya menggunakan metode
elektrodialisis dan metode elektroforesis.
6. Adsorbsi
Penarikan suatu zat oleh bahan pengadsorbsi secara kuat sehingga menempel pada
permukaan dari bahan pengadsorbsi (Primasiswa, 2013).
II.1.2 Macam-macam Metode Pemisahan
Untuk proses pemisahan suatu campuran heterogen, terdapat beberapa proses pemisahan,
yaitu:
1. Sedimentasi
2. Sentrifugasi
3. Filtrasi
Untuk proses pemisahan suatu campuran homogen, terbentuknya suatu fase baru
(terbentuk dari perbedaan sifat fisik dan kimiawi) sehingga campuran heterogen mudah
dipisahkan. Metode yang digunakan untuk terjadinya suatu fase baru, yaitu:
1. Absorpsi atau penyerapan
2. Adsorpsi atau penjerapan
3. Kromatografi
4. Distilasi atau penyulingan
5. Ekstraksi
6. Sublimasi
(Wikipedia, 2013)
II.1.3 Destilasi
Destilasi adalah teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan titik didih dari zat
penyusun campuran. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan
uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan (D. Andrian, 2012).

II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Proses destilasi terdapat dua tahap proses: tahap penguapan dilanjutkan tahap
pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan.
Pembagian Destilasi adalah sebagai berikut:
1. Distilasi berdasarkan proses, yaitu :
a. Distilasi Kontinyu
b. Distilasi Batch
2. Berdasarkan basis tekanan operasi, yaitu :
a. Distilasi Atmosferis
b. Distilasi Vakum
c. Distilasi Tekanan
3. Berdasarkan komponen penyusun, yaitu :
a. Destilasi Sistem Biner
b. Destilasi Sistem Multi Komponen
4. Berdasarkan sistem operasi, yaitu :
a. Distilasi Sederhana
b. Distilasi Bertingkat
(D. Andrian, 2012)
II.1.4 Prinsip Destilasi
Pada operasi destilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bila campuran zat cair
dalam keadaan setimbang dengan uapnya, maka fasa uapnya akan lebih banyak mengandung
komponen yang lebih mudah menguap. Apabila uap tersebut kemudian dikondensasikan,
maka akan didapatkan cairan yang berbeda komposisinya dari cairan yang pertama. Cairan
yang didapatkan dari kondensasi mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah
menguap (volatile) (Perry's, 1988).
Bila cairan yang berasal dari kondensasi diuapkan lagi sebagian, maka didapatkan uap
dengan komponen volatile yang lebih tinggi. Keberhasilan destilasi tergantung pada keadaan
setimbang yang terjadi antara fasa uap dan fasa cair dari suatu campuran biner yang terdiri
dari komponen volatile dan non-volatile (Perry's, 1988).

II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
II.1.5 Destilator
Gambar II.1.5.1 Destilator
Gambar di atas merupakan alat destilasi atau yang disebut destilator. Yang terdiri dari
thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat.
Termometer digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses
destilasi berlangsung yang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar
dengan pipa penyalur uap ke kondensor.
Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi. Steel
head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin (kondensor)
dan biasanya labu destilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. Kondensor
memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran uap hasil
reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang
dialirkan dari dasar pipa agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air
sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh lebih sempurna. Penampung
destilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi tergantung pemakaiannya.
Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas, ataupun mantel listrik yang biasanya sudah
terpasang pada destilator (Petrokimia SMK, 2013).
II.1.6 Destilasi Biner
Distilasi biner campuran azeotrop propanol-etil asetat dengan metode Pressure Swing
Distillation, prinsip yang digunakan yaitu pada tekanan yang berbeda, komposisi azeotrop
suatu campuran akan berbeda pula. Berdasarkan itu, distilasi dilakukan bertahap
menggunakan dua kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang berbeda. Kolom
distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi. Penerapannya didasarkan pada

II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton (Himka Polban, 2012).
II.1.7. Titik Azeotrop
Campuran azeotrop (constant boiling mixture) adalah campuran suatu zat yang memiliki
titik didih minimal atau titik didih maksimal, tergantung dari tekanan yang dipakai untuk
konstrasi tertentu. Komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika
campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama
dengan fasa cairnya.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar kurva di bawah ini.
Gambar II.1.7.1 Kurva Saturated Vapor dan Saturated Liquid
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point
).
Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop.
Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu
tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva
saturated vapor dan saturated liquid.
Produk bawah kolom pertama menghasilkan ethyl acetate murni sedangkan produk atasnya
menghasilkan campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi
azeotropnya. Produk atas kolom pertama kemudian didistilasi kembali pada kolom yang
bertekanan lebih rendah (kolom kedua). Produk bawah kolom kedua menghasilkan propanol
murni sedangkan produk atasnya menghasilkan campuran propanol-ethyl acetate yang
komposisinya mendekati komposisi azeotropnya.

II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Berikut ini adalah gambar kurva kesetimbangan uap cair campuran propanol-etil asetat
pada tekanan tinggi dan rendah.
Gambar II.1.7.2 Kurva Kesetimbangan Uap Cair Campuran Propanol Asetat pada Tekanan
Tinggi dan Tekanan Rendah
Dari kurwa diatas dapat dilihat bahwa feed masuk kolom pada temperatur 108,2 C dengan
komposisi propanol 0,33. Pada kolom pertama (P=2,8 atm), komposisi azeotrop yaitu sebesar
0,5 sehingga distilat yang diperoleh berkisar pada nilai tersebut sedangkan bottom yang
diperoleh berupa ethyl acetate murni.Untuk memperoleh propanol murni, distilat kemudian
didistilasi lagi pada kolom kedua (P=1,25 atm). Distilat ini memasuki kolom kedua pada
temperatur 82,6 C. Komposisi azeotrop pada kolom kedua yaitu 0,38 sehingga kandungan
propanol pada distilat berkisar pada nilai tersebut. Senyawa – senyawa yang terdapat dalam
campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih masing – masing (Himka Polban,
2012).
II.1.8. Hukum-hukum pada Destilasi
Hukum-hukum yang mendasari dari proses destilasi adalah Hukum Raoult dan Hukum
Dalton.
1. Hukum Raoult
Hukum ini mengasumsikan bahwa komponen memberikan kontribusi terhadap total
tekanan uap campuran dalam sebanding dengan persentase campuran dan tekanan uap
ketika murni, atau dengan ringkas: tekanan parsial sama dengan fraksi mol dikalikan
dengan tekanan uap ketika murni. Jika salah satu perubahan komponen komponen lain
yang tekanan uap, atau jika volatilitas komponen tergantung pada persentase dalam
campuran, hukum akan gagal (Sukardjo, 1985).

II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
2. Hukum Dalton
Hukum ini menyatakan bahwa tekanan uap total adalah jumlah dari tekanan uap masing-
masing komponen dalam campuran. Ketika multi-komponen cair dipanaskan, tekanan
uap setiap komponen akan meningkat, sehingga menyebabkan tekanan uap total
meningkat. Ketika tekanan uap total mencapai tekanan yang mengelilingi cair, mendidih
terjadi dan berubah ke gas cair di seluruh sebagian besar cairan. Perhatikan bahwa
campuran dengan komposisi tertentu memiliki satu titik didih pada tekanan tertentu,
ketika komponen saling larut.
(Sukardjo, 1985)
Pt= PA + PB + PC + .......... +PN

III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
III.1.1 Variabel Bebas
Suhu: 56,5 °C; 58°C; 60°C; 65°C; 63°C; 64°C; 56,5°C; 62,5°C; 64°C; 75°C
III.1.2 Variabel Terikat
Indeks bias destilat dan residu pada masing-masing variabel suhu yang sudah
ditentukan.
III.1.3 Variabel Kontrol
1. Volume kloroform
2. Volume aseton
III.2 Alat Percobaan
1. Corong
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Pipet volume
5. Pipet tetes
6. Termometer
7. Beaker Glass
8. Refraktometer
9. Seperangkat alat destilator
III.3 Bahan Percobaan
1. Kloroform
2. Aseton
III.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan peralatan destilasi lengkap
2. Menyiapkan 20 buah tabung reaksi untuk wadah sampel dan memberi label yaitu
1L hingga 10L untuk tempat residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat.
Volume sampel yang di ambil sebanyak 2 ml.
3. Memasukkan 50 ml aseton murni ke dalam labu, mendidihkannya, dan mencatat
titik didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5 pada 760 mmHg. Selanjutnya
mengumpulkan sampel sebanyak 2 ml sebagai 1L dan 1V.

III-2
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
4. Menghentikan proses destilasi dan mendinginkan labu, kemudian mengembalikan
sisa destilasi tahap 3 ke dalam labu, menambahkan 20 ml kloroform dan memulai
proses destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika
suhunya telah mencapai 58 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel
2L dan 2V.
5. Melanjutkan proses destilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
dan destilat ketika suhunya telah mencapai 60 dan memasukkannya ke dalam
tabung reaksi berlabel 3L dan 3V.
6. Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61 mendinginkannya kemudian
menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
7. Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65 , kemudian mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat dan memasukkannya kedalam tabung berlabel 4L dan
4V.
8. Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya telah
mencapai 63 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 5L dan 5V.
9. Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah, kemudian
mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat kemudian memasukkannya ke
dalam tabung reaksi berlabel 6L dan 6V.
10. Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform, mendidihkannya
hingga suhu sekitar 56,5 dan mengambil 2ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlabel 7L dan 7V.
11. Mendingikan labu, mengembalikan destilat dari tahap 10 dan menambahkan 20 ml
campuran destilat dan residu dari tahap 7, 8, dan 9. Melanjutkan proses destilasi
kembali pada suhu 62 , kemudian mengambil 2 ml sampel berupa residu dan
destilat lalu memasukkannya, kedalam tabung reaksi berlebel 8L dan 8V.
12. Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan 50 ml
campuran destilat dan residu dari tahap 5 dan 6, kemudian meneruskan proses
destilasi hingga suhu 64 dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlebel 9L dan 9V.

III-3
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
13. Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlebel 10L
dan 10V.
14. Menghitung indeks bias masing-masing dari sampel.

III-4
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir Percobaan
Melanjutkan proses destilasi dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
dan destilat ketika suhunya telah mencapai 60 dan memasukkannya ke dalam
tabung reaksi berlabel 3L dan 3V
Menyiapkan 20 buah tabung reaksi untuk wadah sampel dan memberi label yaitu 1L
hingga 10L untuk tempat residu dan 1V sampai 10V untuk tempat destilat. Volume
sampel yang di ambilsebanyak 2 ml
Memasukkan 50 ml aseton murni ke dalam labu, mendidihkannya, dan mencatat
titik didihnya yang besarnya harus sekitar 56,5 pada 760 mmHg. Selanjutnya
mengumpulkan sampel sebanyak 2 ml sebagai 1L dan 1V
Menghentikan proses destilasi dan mendinginkan labu, kemudian mengembalikan
sisa destilasi tahap c ke dalam labu, menambahkan 20 ml kloroform dan memulai
proses destilasi kembali. Mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika
suhunya telah mencapai 58 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel
2L dan 2V
A
Mulai

III-5
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Meneruskan proses destilasi hingga suhu 65 , kemudian mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat dan memasukkannya kedalam tabung berlabel 4L dan 4V
Meneruskan proses destilasi hingga suhu 61 mendinginkannya kemudian
menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton
Mendinginkan labu, kemudian menambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml aseton.
Selanjutnya mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat ketika suhunya telah
mencapai 63 dan memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlabel 5L dan 5V
Melanjutkan proses destilasi kembali hingga titik didihnya tidak berubah, kemudian
mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat kemudian memasukkannya ke
dalam tabung reaksi berlabel 6L dan 6V
Mencuci labu dan membilasnya dengan sedikit kloroform kemudian
mengeringkannya. Selanjutnya labu diisi dengan 50 ml kloroform, mendidihkannya
hingga suhu sekitar 56,5 dan mengambil 2ml sampel berupa residu dan destilat lalu
memasukkannya kedalam tabung reaksi berlabel 7L dan 7V
B
A

III-6
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Mendingikan labu, mengembalikan destilat dari tahap 10 dan menambahkan 20 ml
campuran destilat dan residu dari tahap 7, 8, dan 9. Melanjutkan proses destilasi
kembali pada suhu 62 , kemudian mengambil 2 ml sampel berupa residu dan
destilat lalu memasukkannya, kedalam tabung reaksi berlebel 8L dan 8V
Mendinginkan labu, menambahkan destilat dari tahap k dan menambahkan 50 ml
campuran destilat dan residu dari tahap 5 dan 6, kemudian meneruskan proses
destilasi hingga suhu 64 dan mengambil 2 ml sampel berupa residu dan destilat
lalu memasukkannya ke dalam tabung reaksi berlebel 9L dan 9V
Melanjutkan proses destilasi hingga suhu konstan dan mengambil 2 ml sampel
berupa residu dan destilat lalu memasukkannya kedalam tabung reaksi berlebel 10L
dan 10V
Menghitung indeks bias masing-masing dari sampel
Selesai
B

III-7
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat Percobaan
Erlenmeyer
Gelas ukur
Termometer
Corong kaca
Pipet Volume
Beaker Gelas
Refraktometer
Pipet Tetes
Destilator

IV-1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Tabel Hasil Percobaan
No. Tabung
reaksi C)
Fraksi mol
Aseton
Fraksi Mol
Kloroform Indeks bias
1. 1L 56,5 1,00 0 1,359
2. 2L 58 0,8309 0,1685 1,35
3. 3L 60 0,8370 0,1629 1,391
4. 4L 61 0,7451 0,2545 1,398
5. 5L 63 0,6950 0,3046 1,397
6. 6L 63 0,696 0,3036 1,398
7. 7L 56,5 0,5528 0,4471 1,436
8. 8L 62 0,5130 0,4869 1,4255
9. 9L 64 0,5613 0,4387 1,4235
10. 10L 64 0,5586 0,4413 1,4235
Tabel IV.1.1 Indeks bias residu (L) Fraksi mol pada campuran aseton-kloroform
No. Tabung
reaksi C)
Fraksi mol
Aseton
Fraksi Mol
Kloroform Indeks bias
1. 1V 56,5 1 0 1,36
2. 2V 58 0,7611 0,2426 1,371
3. 3V 60 0,7730 0,3751 1,381
4. 4V 61 0,8947 0,6513 1,3875
5. 5V 63 0,7730 0,3751 1,38
6. 6V 63 0,8947 0,6513 1,39
7. 7V 56,5 0,6732 0,3267 1,433
8. 8V 62 0,7730 0,5371 1,422
9. 9V 64 0,8947 0,6513 1,426
10. 10V 64 0,7730 0,3751 1,425
Tabel IV.1.2 Indeks bias destilat (V) Fraksi mol pada campuran aseton-kloroform

VI-2
Bab VI Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
IV.2. Grafik dan Pembahasan
Tujuan percobaan untuk mengukur indeks bias suatu larutan menggunakan alat
refraktometer dengan benar serta membuat diagram titik didih terhadap komposisi
berdasarkan data percobaan.
Azeotrop merupakan teori tentang campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi
tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui destilasi biasa.
Pada dasarnya azeotrop dibagi menjadi 2 jenis. Yaitu:
1. Azeotrop positif
Jika titik didih campuran azeotrop kurang dari titik didih salah satu larutan
konstituennya. Contoh: campuran 95,63 etanol dan 4,37 % air, etanol mendidih pada
suhu 78,4°Csedangkan air mendidih pada suhu 100°C , tetapi campurannya/azeotropnya
mendidih pada suhu 78,2 °C.
2. Azeotrop Negatif
Jika titik didih campuran azeotrop lebih dari titik didih konstituennya atau salah satu
konstituennya. Contoh: campuran asam klorida pada konsentrasi 20,2 % dan 79,8 % air.
Pada praktikum kali ini zat yang digunakan yaitu aseton dan kloroform. Campuran zat
tersebut memiliki titik didih yang hampir berdekatan, sehingga biasa disebut campuran
azeotrop. Campuran azeotrop merupakan campuran dua atau lebih komponen pada komposisi
tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Oleh
karena itu, pemisahan dilakukan dengan cara kolom fraksionasi. Distilasi fraksionasi
merupakan suatu metode pemisahan zat berdasarkan perbedan titik didih yang bedekatan.
Adapun prinsip kerja dari pemisahan dengan distilasi fraksionasi yaitu pemisahan suatu
campuran dimana komponen- komponennya diuapkan dan diembunkan secara bertingkat.
Karena zat yang dianalisa merupakan 2 buah campuran zat dengan variasi konsentrasi tertentu
dengan titik didih aseton sebesar 56,53 oC dan kloroform memilki titik didih sebesar 76
oC
sehingga campuran tersebut sering disebut azeotrop.
Pada proses distilasi campuran biner yang pertama keluar sebagai distilat adalah aseton.
Hal ini disebabkan karena aseton memiliki titik didih yang lebih rendah yaitu sebesar 56,53oC
dibandingkan dengan kloroform yaitu 76 oC, sehingga aseton menguap terlebih dahulu. Pada
penentuan titik didih campuran, titik didih dilihat pada saat terjadinya tetesan pertama, hal ini
menunjukkan telah tercapai nya titik didih campuran.

VI-3
Bab VI Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Fraksi mol kloroform terhadap titik didih menunjukkan bahwa semakin kecil fraksi mol
zat dengan titik didih lebih rendah menyebabkan titik didih campuran menjadi lebih besar. Ini
dapat dijelaskan dengan hukum raoult.
Grafik IV.2.1 Titik Azeotrop Residu-Destilat.
Berdasarkan Grafik IV.2.1 dapat dilihat bahwa titik azeotrop dari percobaan ini adalah
64,8°C dan komposisi kloroform diatas menunjukkan sebesar 28%. Padahal suhu standartnya
64,7°C, dan jauh mencapai 72% untuk menjadi 100%. Dari gambar dapat dilihat bahwa
kolom pada temperatur 64,8°C dengan komposisi kloroform 0,28. Untuk memperoleh
kloroform murni, distilat kemudian di distilasi lagi pada kolom kedua (P=1,25 atm). Hal itu
tidak sesuai dengan pernyataan bahwa bahwa semakin besar fraksi mol menyababkan titik
didih larutan menjadi lebih rendah.
Grafik IV.2.2 Hubungan Fraksi mol Aseton Liquid-Vapor
Dari grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat titik perpotongan Fraksi mol
Aseton antara Liquid-Vapor yaitu 0,8.
1,3
1,32
1,34
1,36
1,38
1,4
1,42
1,44
1,46
56,5 58 60 61 63 63 56,5 62 64 64
Liquid
Vapor
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
56,5 58 60 61 63 63 56,5 62 64 64
Liquid
Vapor
Indek
s bia
s
Suhu (°C)
Fra
ksi
mol
Ase
ton
Suhu (°C)

VI-4
Bab VI Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Grafik IV.2.3 Hubungan Fraksi mol Kloroform Liquid-Vapor
Dari grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua titik perpotongan Fraksi
mol Kloroform antara Liquid-Vapor yaitu 0,4 dan 0,48.
Adanya zat terlarut dengan titik didih lebih tinggi di dalam suatu pelarut dapat
menurunkan tekanan uap pelarut. Mengenai besarnya indeks bias, dapat dilihat ditabel
pengamatan bahwa indeks bias residu sebelum dan setelah dipanaskan dengan komposisi
yang sama memiliki hasil yang berbeda. Indeks bias sebelum pemanasan lebih kecil
dibandingkan indeks bias setelah dipanaskan. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan
pemanasan, aseton menguap lebih cepat sehingga yang tersisa dalam residu yaitu sebagian
aseton yang tidak menguap dan kloroform. Sehingga indeks bias menjadi naik, sesuai dengan
indeks bias etanol yang besar. Hubungan indeks bias terhadap kemurnian tidak bisa diukur
dengan kuantitatif, yang dapat dihitung adalah selisih indeks bias antara distilat terhadap zat
murninya. Makin besar selisihnya menunjukkan makin kecil kemurniannya.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
56,5 58 60 61 63 63 56,5 62 64 64
Liquid
Vapor
Suhu (°C)
Fra
ksi
mol
Klo
rofo
rm

V-1
BAB V
KESIMPULAN
1. Indeks bias yang terjadi adalah fluktuatif, kami mengasumsikan bahwa hal ini dapat
terjadi karena terdapat beberapa titik alat yang menguap pada saat proses distilasi.
2. Indeks bias tertinggi adalah indeks bias residu 7L pada temperature 56,5°C yaitu 1,436.
Sedangkan indeks bias terendah adalah indeks bias residu 2L pada suhu 58°C yaitu
1,35.
3. Titik azeotrop campuran kloroform dan aseton pada percobaan adalah 64,8°C .
4. Komposisi campuran azeotrop pada percobaan kami adalah 28% kloroform dan 72%
aseton.

vii
DAFTAR PUSTAKA
D. Andrian, (2012). http://farmacyku.blogspot.com/2012/03/makalah-destilasi.html.
Himka Polban, (2012). http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-fisika/laporan-
destilasi-biner/.
Perry's, (1988). Chemical Engineering Handbook.
Petrokimia SMK, (2013). http://petrokimiaesemka.blogspot.ca/2013/05/destilasi.html.
Primasiswa, (2013). http://primasiswa.com/posts/105/semester-2-bab-2-pemisahan-campuran.
Sukardjo, (1985). Kimia Fisika.
Wikipedia, (2013). http://id.wikipedia.org/wiki/Proses_pemishan.

vi
NOTASI
LAMBANG SATUAN KETERANGAN
T °C Suhu
L - Liquid
V - Vapour
n - Indeks Bias
X - Fraksi Mol
m gram Massa suatu zat
Mr (g/mol) Massa molekul relatif zat terlarut
V mL Volume pelarut/terlarut
gr/mL Tekanan suatu zat
n mol Jumlah mol zat terlarut

viii
APENDIKS
Rumus :
Berat Aseton = ρ x V
Mol =
Xa (fraksi mol) =
Residu (L)
1. Aseton : 50mL, Kloroform : 0mL
Berat Aseton = 0,789 X 50
= 39,5 gr
Mol =
= 0,68
Berat Kloroform = 0,79 X 0
= 0 gr
Mol =
= 0
X aseton =
=
= 1
X kloroform =
=
= 0
2. Aseton : 48mL, Kloroform : 20mL
Berat Aseton = 0,79 X 48
= 37,92 gr
Mol =

= 0,6538
Berat Kloroform = 0,789 X 20
= 15,78 gr
Mol =
= 0,1326
X aseton =
=
= 0,8309
X kloroform =
=
= 0,1685
3. Aseton : 45mL, Kloroform : 18mL
Berat Aseton = 0,79 X 45
= 35,55 gr
Mol =
= 0,6129
Berat Kloroform = 0,789 X 18
= 14,202 gr
Mol =
= 0,1193
X aseton =
=
= 0,8370
X kloroform =

=
= 0,1629
4. Aseton : 57mL, Kloroform : 40mL
Berat Aseton = 0,79 X 57
= 45,03 gr
Mol =
= 0,7764
Berat Kloroform = 0,789 X 40
= 31,56 gr
Mol =
= 0,2652
X aseton =
=
= 0,7451
X kloroform =
=
= 0,2545
5. Aseton : 70mL, Kloroform :63 mL
Berat Aseton = 0,79 X 70
= 55,3 gr
Mol =
= 0,953
Berat Kloroform = 0,789 X 63
= 49,707 gr
Mol =
= 0,4177

X aseton =
=
= 0,6950
X kloroform =
=
= 0,3046
6. Aseton : 67 ml, kloroform : 60 ml
Berat Aseton = 0,79 X 67
= 52,93 gr
Mol =
= 0,9125
Berat Kloroform = 0,789 X 60
= 47,34 gr
Mol =
= 0,3978
X aseton =
=
= 0,696
X kloroform =
=
= 0,3036
7. Aseton : 65 ml, kloroform : 108 ml
Berat Aseton = 0,79 X 65
= 51,35 gr

Mol =
= 0,8853
Berat Kloroform = 0,789 X 108
= 85,212 gr
Mol =
= 0,7160
X aseton =
=
= 0,5528
X kloroform =
=
= 0,4471
8. Aseton : 74 ml, kloroform : 117 ml
Berat Aseton = 0,79 X 74
= 47,4 gr
Mol =
= 0,8172
Berat Kloroform = 0,789 X 117
= 92,313 gr
Mol =
= 0,7757
X aseton =
=
= 0,5130

X kloroform =
=
= 0,4869
9. Aseton : 71 ml, kloroform : 114 ml
Berat Aseton = 0,79 X 71
= 56,09 gr
Mol =
= 0,9670
Berat Kloroform = 0,789 X 114
= 89,946 gr
Mol =
= 0,7558
X aseton =
=
= 0,5613
X kloroform =
=
= 0,4387
10. Aseton : 69 ml, kloroform : 112 ml
Berat Aseton = 0,79 X 69
= 54,51 gr
Mol =
= 0,9398
Berat Kloroform = 0,789 X 112
= 88,368 gr

Mol =
= 0,7425
X aseton =
=
= 0,5586
X kloroform =
=
= 0,4413
Destilat (V)
1. Aseton : 2 ml, kloroform : 0 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 0
= 0 gr
Mol =
= 0
X aseton =
=
= 1
X kloroform =
=

= 0
2. Aseton : 3 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,7611
X kloroform =
=
= 0,2426
3. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =

=
= 0,7730
X kloroform =
=
= 0,3751
4. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
5. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408

Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,7730
X kloroform =
=
= 0,3751
6. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=

= 0,6513
7. Aseton : 1 ml, kloroform : 1 ml
Berat Aseton = 0,79 X 1
= 0,79 gr
Mol =
= 0,0136
Berat Kloroform = 0,789 X 1
= 0,789 gr
Mol =
= 0,0066
X aseton =
=
= 0,6732
X kloroform =
=
= 0,3267
8. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408
Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =

=
= 0,7730
X kloroform =
=
= 0,3571
9. Aseton : 2 ml, kloroform : 2 ml
Berat Aseton = 0,79 X 2
= 1,58 gr
Mol =
= 0,0272
Berat Kloroform = 0,789 X 2
= 1,578 gr
Mol =
= 0,0132
X aseton =
=
= 0,8947
X kloroform =
=
= 0,6513
10. Aseton : 3 ml, kloroform : 3 ml
Berat Aseton = 0,79 X 3
= 2,37 gr
Mol =
= 0,0408

Berat Kloroform = 0,789 X 3
= 2,367 gr
Mol =
= 0,0198
X aseton =
=
= 0,7730
X kloroform =
=
= 0,3751