Percobaan Diagram Terner
-
Upload
jessica-sihombing -
Category
Documents
-
view
302 -
download
35
Embed Size (px)
Transcript of Percobaan Diagram Terner

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN DIAGRAM TERNER
Oleh :
Kelompok VI
Kelas B
1. Ambtenarie Jessica S (1107135694)
2. Ramdhan (1107135705)
3. Riny Afrima Sari (1107114172)
4. Ervina (1107114190)
5. Meilano (1007113815)
PROGRAM SARJANA TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS RIAU
2013

BAB I
TEORI
Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat-zat lain dalam
suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh
perubahan temperature, tekanan serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan
komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam
senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum
spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada
dalam sistem.
Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam system tidak
bereaksi sehingga kita dapat menghitung banyaknya. Fasa merupakan keadaan
materi yang seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam komposisi
kimianya tetapi juga dalam keadaan fisiknya. Contohnya: dalam sistem terdapat
fasa padat, fasa cair dan fasa gas. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P.
Gas atau campuran gas adalah fasa tunggal ; Kristal adalah fasa tunggal dan dua
cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal.
Campuran dua logam adalah sistem duafasa (P=2), jika logam-logam itu
tidak dapat bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa(P=1), jika logam-
logamnya dapat dicampur. Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika
kimia, J.W Gibbs menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan
Hukum Fasa Gibbs, jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk
menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan.
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang
diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada
kesetimbangan diungkapkan sebagai :
V = C – P + 2.........................................(1)
dimana,
V = jumlah varian
C = jumlah komponen

P = jumlah fasa
Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu,
tekanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga
komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :
V = 3 – P...................................................(2)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka V= 2, berarti
untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi
dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam
kesetimbangan,maka V = 1, berarti hanya satu komponen yang harus
ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu
berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga
kompoen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan
paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam
satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada
daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga
zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam
campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A
dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar
daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut
sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B
pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip
menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar (1)
dan (2) di bawah ini.

Gambar 1.1 Diagram Terner
Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan XA + XB + Xc
= 1.
Titik pada sisi AB : campuran biner A dan B
BC : campuran biner B dan C
AC : campuran biner A dan C
Diagram fase yang digambarkan sebagai segitiga sama sisi menjamin
dipenuhinya sifat ini secara otomatis sebab jumlah jarak ke sebuah titik didalam
segitiga sama sisi yang diukur sejajar dengan sisi-sisinya sama dengan panjang
sisi segitiga itu yang dapat diambil sebagai satuan panjang.
Sistem 3 komponen sebenarnya banyak memungkinkan yakni pada
percobaan ini digunakan sistem 3 komponen yang terdiri atas zat cair yang
sebagian tercampur.

Sistem 3 zat cair yang sebagian dibagi menjadi :
Tipe 1 : Pembentukan sepasang zat cair bercampur sebagian
Tipe 2 : Pembentukan 2 pasang zat cair bercampur sebagian
Tipe 3 : Pembentukan 3 pasang zat cair bercampur sebagian
Dalam percobaan yang dilakukan menggunakan tipe 1.
Tipe 1 : Pembentukan sepasang zat cair yang bercampur sebagian.
Gambar 1.2 Diagram Terner
Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada
sisi AB, BC dan AC menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik
didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan
suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y
dan z.
Satu fasa membutuhkan dua varian untuk menggambarkan sistem
secara sempurna, dan untuk dua fasa dalam kesetimbangan, satu varian. Jadi,
dapat digambarkan diagram fasa dalam satu bidang. Cara terbaik untuk

menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu
kertas grafik segitiga (Dogra, 2009: 473).
Konsentrasi dapat dinyatakan dalam istilah % berat atau fraksi mol.
Bila komposisi masing-masing dinyatakan dalam persen berat masing-masing
komponen, maka perlu diketahui massa jenis tiap komponen untuk menghitung
beratnya masing-masing.
m = ρ X V............................................(3)
keterangan :
m = massa
ρ = massa jenis
V = volume
Bila berat masing-masing komponen sudah dihitung, hitung persen
berat masing-masing komponen (fraksi dari masing-masing komponen). Alas
segitiga menggambarkan komposisi campuran air-kloroform. Oleh karena itu,
sistem tiga komponen pada temperatur dan tekanan tetap mempunyai jumlah
derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat
digambarkan dalam fasa bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang
disebut diagram Terner.
Percobaan diagram terner (zat cair tiga komponen) ini bertujuan
untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan (benzena) yang terdapat dalam
dua campuran tertentu (kloroform dan air). Prinsip percobaan ini adalah “like
dissolve like”, yaitu suatu senyawa terlarut sempurna pada pelarut yang
kepolarannya cenderung sama, misalnya senyawa polar terlarut pada pelarut
polar, ataupun sebaliknya. Selain itu juga menggunakan prinsip kelarutan tiga
komponen menurut “aturan fasa Gibbs”.
Metode yang digunakan adalah titrasi (dengan menambahkan zat
ketiga yang mampu menambahkan atau mengurangi kelarutan dari dua
campuran yaitu kloroform dan air). serta untuk mencari volume titran pada titik
akhir titrasi (yaitu, Titik pada saat tidak terjadi perubahan warna. Yaitu dari
larutan bening agak keruh menjadi larutan keruh).

Kloroform dan air tidak dapat bercampur sempurna membentuk
fase tunggal. karena air bersifat polar sedangkan kloroform bersifat semipolar.
Perbedaan kepolaran air dan kloroform tidak terlalu besar sehingga kedua
larutan tersebut tidak dapat bercampur sempurna. Terbentuknya dua fase yang
tidak saling campur sempurna ini, bisa dibedakan antara air dengan kloroform.
Pada saat kesembilan campuran air dengan kloroform ini dititrasi
oleh larutan benzena, larutan berubah menjadi keruh. Hal ini terjadi karena
pecahnya larutan tiga komponen menjadi dua larutan konjugat terner. Pada
kondisi ini campuran yang merupakan fasa tunggal berubah menjadi campuran
fasa biner (yaitu satu fasa berupa campuran antara air dan benzena, dan fasa
yang lainnya yaitu antara air dan kloroform). Hal ini terjadi karena
penambahan benzena pada dua cairan yang dapat bercampur sempurna akan
mempengaruhi kelarutan dari cairan air dan kloroform tersebut, dimana
benzena akan terlarut sebagian ke dalam air dan kloroform. Pemvariasian
volume dimaksudkan untuk memudahkan saat membuat kurva dan
mengolahnya menjadi diagram terner. Pada kuva tentu harus didapatkan
beberapa titik, karena kurva terdiri lebih dari satu titik. Jadi, dengan
memvaraisikan volume air (C) dan kloroform (A) akan didapat lebih dari satu
titik untuk diplotkan pada kurva.
Pada saat titrasi warna keruh yang dihasilkan tidak boleh terlalu
keruh,karena jika terlalu keruh berarti kelarutan benzena pada larutan air dan
kloroform tersebut sudah terlalu jenuh.
Dari hasil percobaan didapatkan hasil berupa peningkatan fraksi
mol air dengan semakin meningkatnya komposisi air didalam Erlenmeyer. Hal
ini dikarenakan dengan meningkatnya komposisi atau volume air maka volume
kloroform yang terdapat dalaam Erlenmeyer berkurang sehingga fraksi mol
airnya menjadi lebih besar dari fraksi mol kloroform karena mol bebanding
lurus dengan volume (n=ρ.v/BM).

Dengan begitu, akan terlihat bahwa peningkatan fraksi mol air
diikuti dengan penurunan fraksi mol benzena. Hal ini karena sesuai prinsip
“like dissolve like”. Kepolaran benzena berbeda dengan kepolaran air,
sehingga benzena semakin sulit larut dengan banyaknya air yang ada, kalaupun
bias benzene lebih akan cenderung ke kloroform yang semipolar. Karena itu
peningkatan fraksi mol benzene.
Dan akan diolah menjadi suatu kurva atau diagram terner (yaitu
suatu diagram fasa system zat cair tiga komponen yang digambarrkan dalam
suatu segitiga sama sisi).
Diagram terrner memudahkan untuk memahami bagaimana
pengaruh penambahan suatu zat terhadap kelarutan dua campuran yang tadinya
saling larut ssempurna. Dari hasil pembuatan kurva kelarutan suatu cairan pada
system tiga komponen ini dapat diketahui bahwa benzena banyak larut dalam
kloroform, sedangkan pada air benzene hanya akan larut sedikit atau larut
sebagian.

BAB II
PERCOBAAN
2.1 Alat - Alat yang Digunakan
1. Erlenmeyer 250 ml
2. Pipet tetes
3. Gelas kimia 500 ml
4. corong
5. Buret dan klem
6. Termometer
7. Alumunium foil
8. Piknometer
9. Gelas ukur 10 ml
2.2 Bahan – Bahan yang Digunakan
1. Aquades
2. Heksane
3. Tert-butanol
2.3 Prosedur Kerja
1. Dimasukkan campuran cairan A (tert-butanol) dan C (hexane)
kedalam ( labu erlenmeyer yang bersih, kering dan tertutup. Diberikan
komposisi sebagai berikut :
No. Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml ter-butanol 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml hexsane 18 16 14 12 10 8 6 4 2
Volumenya diukur dengan buret.
2. Dilakukan titrasi pada campuran tersebut dengan aquadest sampai
menimbulkan warna keruh. Dicatat volume zat B (aquadest) yang
digunakan
3. Rapat massa masing-masing ditentukan dari cairan murni A,B, dan C.

4. Dicatat suhu kamar sebelum selama percobaan berlangsung.
2.4 Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diperhatikan bahwa
campuran antara tert-butanol dan hexsane akan menghasilkan warna bening yang
saling melarutkan sempurna dan tidak timbul perbedaan fase. Kemudian, setelah
larutan tersebut (campuran cairan A dan C) dilakukan titrasi dengan cairan B
terjadi perubahan pada larutan. Larutan membentuk 2 lapisan, yaitu terdapat
lapisan gel pada bagian atas erlenmeyer saat dilakukan titrasi dan warna larutan
menjadi keruh.
Selain itu dapat diperhatikan bahwa dengan menggunakan piknometer
dapat dilihat rapat massa dari masing-masing cairan murni A,B, dan C. Rapat
massa aquades lebih tinggi dibandingkan dengan rapat massa tert- butanol dan
hexsane.

BAB III
HASIL DAN DISKUSI
3.1 Hasil Percobaan
3.1.1 Pencampuran Tiga komponen zat cair
a. larutan A = tert-butanol
b. Larutan B = aquades
c. Larutan C = heksana
Tabl 3.1.1 Volum larutan yang digunakan
No.
labu
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A (ml) 2 4 6 8 10 12 14 16 18
B (ml) 1,4 2,1 2,3 3,5 4,2 3,4 2,9 2,2 1,1
C (ml) 18 16 14 12 10 8 6 4 2
3.1.2 Penentuan Densitas Cairan
𝝆 aquades = 1,00 gr/cm3
tert-butanol
Volume piknometer = 10 ml
Berat Piknometer kosong = 16,03 gr
Berat Piknometer kosong + tert-butanol = 23,62 gr
Berat tert-butanol = 7,59 gr

𝝆 tert-butanol = 0,759 gr/cm3
Heksana
Volum Piknometer = 10 ml
Berat Piknometer kosong + heksana = 22,56 gr
Berat heksana = 6,52 gr𝝆 heksana = 0,652 gr/cm3
3.2 Hasil Perhitungan
3.2.1 Perhitungan Mol zat
a. tert-butanol𝝆 = 0,759 gr/cm3
Mr = 74 gr/mol
= 0,020514
b. Aquades 𝝆 = 1,00 gr/cm3
Mr = 18 gr/mol
= 0,078 mol
c. Heksana

𝝆 = 0,652 gr/cm3
Mr = 86 gr/mol
= 0,1364 mol
Tabel 3.2.1 Perhitungan Mol tiap komponen
Volum (ml) Mol
Tert-
butanol
aquades heksana Tert-
butanol
aquades Heksana
(A) (B) (C) (A) (B) (C)
2 1,4 18 0,020514 0,0778 0,136465
4 2,1 16 0,041027 0,1167 0,121302
6 2,3 14 0,061541 0,1278 0,10614
8 3,5 12 0,082054 0,1944 0,090977
10 4,2 10 0,102568 0,233 0,075814
12 3,4 8 0,123081 0,1889 0,060651
14 2,9 6 0,143595 0,1611 0,045488
16 2,2 4 0,164108 0,1222 0,030326
18 1,1 2 0,184622 0,0611 0,015163
3.2.2 Perhitungan Fraksi Mol zat
XA =

XB =
XC =
Contoh perhitungan :
Fraksi mol 2 maka tersier-butanol campuran dengan 18 ml heksana dan
1,4 ml Aquades :
XA =
= 0,087
Tabel 3.2.3 Perhitungan Fraksi Mol komponen
Tert-butanol
(A)
Aquades
(B)
Heksana
(C)
Total
0,087382 0,331313 0,581305 1
0,147052 0,418166 0,434782 1
0,295458 0,432474 0,359237 1
0,367475 0,529136 0,247572 1
0,411715 0,566735 0,184142 1
0,372621 0,506919 0,162769 1
0,350194 0,46062 0,129895 1
0,316656 0,38578 0,095768 1
0,260896 0,234236 0,058118 1

Dari data diatas, komponen aquades, tert-butanol dan heksana pada
diagram terner dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 3.2.1 Diagram Terner
3.3 Diskusi
Pada percobaan ini dilakukan pencampuran tiga komponen, yaitu Tersier
butanol (semi polar), aquades (polar) dan heksana (non polar). Untuk
mengetahhui kelarutan masing-masing komponen, pertama tersier butanol terlebih
dahulu dicampurkan dengan heksana (hekana larut dalam tersier butanol atau non
polar larut dalam semi polar) kemudian dititrasi dengan aquades sampai larutan
menjadi keruh (aquades larut dalam Tersier butanol atau polar larut dalam semi
polar

Untuk mengetahui kelarutan masing-masing komponen, dapat dilakukan
dengan fraksi mol masing-masing komponen dalam larutan pada setiap perlakuan,
lalu memplot fraksi mol pada diagram terner.
Percobaan yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap, yaitu penentuan
massa jenis masing-masing komponen dari titrasi aquades ke dalam campuran
Tert-butanol dan heksana.
1. Penentuan massa jenis
Massa jenis dapat dihitung dengan menggunakan piknometer massa jenis
didapatkan dari selisih antara massa piknometer setelah pengisian larutan dengan
massa piknometer kosong dibagi dengan volume piknometer. Fungsi penentuan
massa jenis pada praktikum ini adalah untuk menghitung mol suatu zat karena
praktikum ini zat yang digunakan berbentuk cair. Dari hasil percobaan didapatkan
massa jenis aquades : 1,0 gr/cm3, Tert-butaanol : 0,759 gr/cm3 dan heksana : 0,652
gr/cm3.
2. Titrasi aquades dalam campuran Tert-butanol dan heksana
Titrasi dilakukan ke dalam campuran Tert-butanol dan heksana sehingga
terbentuk dua fase pada campuran (warna campuran keruh dan terbentuk lapisan
menyerupai gel di dasar erlenmeyer). Ketiga zat ini tercampur sebagian. Lapisan
atas merupakan heksana yang sifatnya non polar karena memiliki massa jenis
yang lebih rendah yaitu, 0,652 gr/cm3.
Setelah dilakukan titrasi, didapatkan volum aquades yang diperlukan
untuk mentitrasi campurana tert-butanol dengan heksana sampai campuran
menjadi keruh. Untuk mempermudah perhitungan fraksi mol masing-masing
komponen dapat dicari menggunakan Microsoft Excell dengan terlebih dahulu
memasukkan semua data yang diperlukan untuk mencari mol masing-masing
komponen, menggunakan software Prosim Ternary diagram dapat mempermudah
pembuatan diagram terner. Penggunaan Prosim Ternary Diagram. Adalah sebagai
berikut :

1. Copy semua data fraksi mol yang didapat pada Microsoft Excell.
2. Double klik icon Prosim Ternary Diagram
3. Klik edition
4. Pilih add a surface type series (point + fillings)
5. Klik simbol paste
6. Kemudian klik ok
Dari diagram terner yang didapatkan, dapat dilihat bahwa adanya 5 titik
yang letaknya tidak tepat pada garis pencampuran Tert-butanol dengan aquades.
Hal ini disebabkan kelebihan dan kekurangan volum aquades pada saat titrasi ini
dikarenakan tidak tampak dengan jelasnya. Perubahan warna campuran menjadi
keruh. Campuran dapat dikatakan telah menjadi keruh setelah mengocok
campuran pada erlenmeyer terlebih dahulu kemudian tampak campuran berbentuk
lapisan menyerupai gel. Setelah mengocok campuran pada erlenmeyer terlebih
dahulu, kemudian tampak campuran menyerupai gel. Setelah pengocokan selesai,
lapisan yang menyerupai gel tidak tampak lagi. Diagram Terner menggambarkan
komposisi sistem pada saat terjadi perubahan warna campuran dari jenuh menjadi
keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah
menjdai dua larutan terner terkonjugasi.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
a. Diagram Terner digunakan untuk menunjukkan hubungan sifat yang berbeda
antara ketiga zat. Zat yang digunakan adalah aquadest bersifat polar, tert-
butanol besifat semipolar dan heksana bersifat non polar. Dengan mengunakan
air sebagai zat pentiter maka larutan akan berubah menjadi keruh dan
terbentuk lapisan gel di dasar erlemeyer.
4.2 Saran
Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan mengetahui sifat-sifat
kepolaran masing-masing zat dan mengetahui kemungkinan sifat larutan yang
akan terbentuk dari pencampuran masing-masing larutan. Praktikan sebaiknya
munggunakan masker dan sarung tangan karena menggunakan zat-zat yang
berbahaya. Pada saat titrasi harus sangat hati-hati karena proses titrasi harus
dihentikan dengan melihat perubahan kekeruhan campuran.

BAB V
TUGAS DAN JAWABAN PERTANYAAN
1. Lakukan percobaan di atas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas dari
asisten. Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang
memiliki sifat sebagai komponen A, B, dan C. Beberapa kemungkinan tugas
adalah :
Jawab : berdasarkan praktikum zat yang memiliki sifat komponen A, B, dan
C, yaitu :
Zat A = tert-butanol
Zat B = aquades
Zat C = heksana
Berdasarkan kepolarannya seharusnya susunan dari komponen zat A, B dan C
seperti di bawah ini :
Zat A = aquades (polar)
Zat B = tert-butanol (semipolar)
Zat C = heksanan (non polar)
Namun, instruksi dari asisten mengatakan bahwa untuk yang pentiter adalah
aquades untuk penghematan zat yang seharusnya menjadi zat pentiter adalah
tert-butanol.
2. Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika
terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus :
Jawab :

a. Tert-butanol
ρ = 0,759 gr/cm3
Mr = 74 gr/mol
b. Aquades
ρ = 1 gr/cm3
Mr = 18 gr/mol
c. Heksana
ρ = 0,652 gr/cm3
Mr = 86 gr/mol
Tabel 5.1 Konsentrasi Tiga Komponen Dalam Fraksi Mol (% Mol)
mol A mol B mol C % mol A % mol B % mol C
0,0205135 0,0777778 0,13646512 8,738212399 33,1312694 58,13051822
0,041027 0,1166667 0,12130233 14,70523742 41,8166062 43,47815639
0,0615405 0,1277778 0,10613953 20,82887284 43,2473791 35,92374809
0,0820541 0,1944444 0,09097674 22,329138 52,9136175 24,75724447
0,1025676 0,2333333 0,07581395 24,91228249 56,673528 18,4141895
0,1230811 0,1888889 0,06065116 33,0311596 50,6919421 16,27689829

0,1435946 0,1611111 0,04548837 41,00428982 46,0062352 12,98947497
0,1641081 0,1222222 0,03032558 51,82537323 38,5978021 9,576824645
0,1846216 0,0611111 0,01516279 70,76458009 23,4235951 5,811824787
3. Gambarkan ke sembilan titik pada percobaan di atas pada kertas grafik, dan
buat kurva binodalnya sampai memotong sisi AB dari segitiga?
Jawab :
B1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
C
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
A 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Gambar 5.1 Diagram Terner Tiga Komponen
4. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan
dalam %volume? Jelaskan jawaban saudara !
Jawab : Penggambaran diagram terner tidak dapat dinyatakan dalam %
volum. Hal karena masing-masing larutan memiliki massa jenis dan berat
molekul yang berbeda-beda, sehingga dalam penggunaannya bukan hanya
volum yang berpengaruh dalam perhitungannya melainkan juga massa jenis
dan berat molekul masing-masing larutan tersebut agar diperoleh hasil yang
akurat. Diagram terner hanya dapat dinyatakan dalam % mol (fraksi mol) dan
% berat.

LEMBAR PERHITUNGAN
Penentuan Densitas Cairan
Densitas Tert-butanol :
𝝆 =
= 0,759 gr/cm3
Densitas Heksana :
𝝆 =
= 0,759 gr/cm3
Perhitungan Mol zat
Perlakuan 1 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,020514 mol
Mol aquades

n =
= 0,0778 mol
Mol Heksana
n =
= 0,136465 mol
Perlakuan 2 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,041027 mol
Mol aquades
n =
= 0,116667 mol
Mol Heksana
n =
= 0,121302 mol
Perlakuan 3 :
Mol Tert-butanol
n =

= 0,061541mol
Mol aquades
n =
= 0,1278 mol
Mol Heksana
n =
= 0,10614 mol
Perlakuan 4 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,082054 mol
Mol aquades
n =
= 0,1944 mol
Mol Heksana
n =

= 0,090977 mol
Perlakuan 5 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,102568 mol
Mol aquades
n =
= 0,233 mol
Mol Heksana
n =
= 0,075814 mol
Perlakuan 6 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,123081mol
Mol aquades
n =

= 0,1889 mol
Mol Heksana
n =
= 0,060651 mol
Perlakuan 7 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,143595 mol
Mol aquades
n =
= 0,1611 mol
Mol Heksana
n =
= 0,045488 mol
Perlakuan 8 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,164108 mol

Mol aquades
n =
= 0,1222 mol
Mol Heksana
n =
= 0,030326 mol
Perlakuan 9 :
Mol Tert-butanol
n =
= 0,184622 mol
Mol aquades
n =
= 0,0611 mol
Mol Heksana
n =
= 0,015163 mol
Perhitungan Fraksi Mol zat

Perlakuan 1 :
Xtert-butanol =
= 0,087382
Xaquades =
= 0,331313
Xheksana =
= 0,581305
Perlakuan 2 :
Xtert-butanol =
= 0,147052
Xaquades =
= 0,418166
Xheksana =
= 0,434782
Perlakuan 3 :
Xtert-butanol =
= 0,295458

Xaquade =
= 0,432474
Xheksana =
= 0,359237
Perlakuan 4 :
Xtert-butanol =
= 0,367475
Xaquades =
= 0,529136
Xheksana =
= 0,247572
Perlakuan 5 :
Xtert-butanol =
= 0,411715

Xaquades =
= 0,566735
Xheksana =
= 0,184142
Perlakuan 6 :
Xtert-butanol =
= 0,372621
Xaquades =
= 0,506919
Xheksana =
= 0,162769
Perlakuan 7 :
Xtert-butanol =
=
Xaquades =
= 0,46062

Xheksana =
= 0,129895
Perlakuan 8 :
Xtert-butanol =
= 0,316656
Xaquades =
= 0,38578
Xheksana =
= 0,095768
Perlakuan 9 :
Xtert-butanol =
= 0,260896
Xaquades =
= 0,234236
Xheksana =
= 0,058118
