perc 7.docx

28
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN VII PENGARUH pH TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM NAMA : RISKY NURHIKMAYANI NIM : H 411 12 311 KELOMPOK : III (TIGA) ASISTEN : NUR INDAH SARI HARI/TANGGAL : SENIN/18 NOVEMBER 2013

Transcript of perc 7.docx

LAPORAN PRAKTIKUMBIOKIMIA

PERCOBAAN VII

PENGARUH pH TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM

NAMA : RISKY NURHIKMAYANI

NIM : H 411 12 311

KELOMPOK : III (TIGA)

ASISTEN : NUR INDAH SARI

HARI/TANGGAL : SENIN/18 NOVEMBER 2013

LABORATORIUM BIOKIMIAJURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein penting bagi organisme hidup sebagai unit struktural maupun

sebagai enzim. Sebagai enzim, protein berperan sebagai katalis yang mengatur

laju reaksi-reaksi di dalam sel, dan dengan demikian mengendalikan aliran lalu

lintas molekuler yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel.

Seluruh reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel memerlukan jasa

enzim, enzim disintesis di dalam sel, namun aktivitasnya tidak selalu di dalam sel.

Berbagai reaksi kimia yang dikendalikan oleh enzim antara lain respiasi,

pertumbuhan, perkembangan, kontraksi otot, fotosintesis, pencernaan, fiksasi

nitrogen, pembentukan urin, dan lain-lain.

Seperti molekul protein lainnya, sifat biologis enzim sangat dipengaruhi

oleh berbagai faktor fisika-kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim

antara lain suhu dan pH. Di samping itu, kecepatan reaksi enzimatik dipengaruhi

pula oleh konsentrasi enzim maupun substratnya.

Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran

aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di

dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0.

kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimal. Berdasarkan

teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengaplikasikan,

membuktikan dan menguji kebenaran dari teori tersebut agar dapat lebih mudah

untuk dipahami dan dipelajari.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

amilase.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan  pH optimum

dari enzim amilase.

1.3 Prinsip Percobaan

Menentukan keaktifan dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian

amilum menjadi glukosa pada berbagai pH dengan penambahan iodin sebagai

indikator yang memberi warna biru yang akan berubah menjadi bening.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Enzim adalah makromolekul yang bekerja sebagai katalis, agen kimiawi

yang mempercepat reaksi tanpa ikut terkonsumsi oleh reaksi. Jika tidak ada

regulasi oleh enzim, lalu lintas kimiawi melalui jalur metabolisme akan macet

total karena banyak reaksi kimia yang berlangsung terlalu lama (Campbell, dkk.,

2010).

Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh Summer pada

tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari “kara pedang” (jack bean).

Urease adalah  enzim yang dapat menguraiakan urea menjadi CO2 dan NH3.

beberapa tahun kemudian Northrop dan Kunitz dapat mengisolasi pepsin, ipsin,

kimotripsin. Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang

ilakukan dalam laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh

beberapa faktor seperti suhu, tekanan, waktu dan lain-lain. Apabila salah satu

kondisi tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak

dapat berlangsung dengan baik. Tubuh kita merupakan laboratorium yang sangat

rumit sebab, didalamnya terjadi reaksi kimia yang beraneka ragam (Poedjadi,

1994).

Enzim dapat mempercepat reaksi kimia, sedangkan protein lain tak dapat.

Oleh karena itu, enzim adalah katalis. Selain mampu meningkatkan reaksi, enzim

memiliki dua sifat lainsebagai katalis sejati. Pertama, enzim tak ubah oleh reaksi

yang dikatalisnya. Kedua (dan yang penting), walaupun dapat mempercepat

reaksi, enzim tidak mengubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia.

Dengan kata lain, enzim dapat membantu mempercepat pembentukan produk,

tetapi akhirnya jumlah produk tetap sama dengan produk yang diperoleh tanpa

enzim (Lehninger, 1982).

Enzim adalah protein yang pada hakekatnya mengkatalisis semua reaksi

biokimia. Enzim ini berubah menjadi sangat khas, seperti misalnya terhadap jenis

reaksi yang dikatalisisnya dan bahkan tempat pada substrat khusus dimana enzim

itu dapat berfungsi. Enzim memulai kegiatan dengan membentuk suatu kompleks

dengan substratnya. Kompleks enzima-substrat dapat digabung menjadi satu oleh

tarikan van der Waals dan tarikan elektrostatik oleh ikatan hidrogen, atau yang

kurang umum oleh pembentukan ikatan kovalen. Kompleks terbentuk pada sisi

aktif dari enzim. Tempat ini juga merupakan daerah enzim yang memacu reaksi

yang khas. Sisi aktif itu harus memiliki atom dan konfigurasi yang tepat, baik

untuk mengikat maupun untuk mengkatalisis (Pine, dkk., 1988).

Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari

kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat

besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa

enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain

residu asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen

kimia bagi aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu

molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ atau mungkin juga suatu

molekul anorganik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim

membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya.

Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau

dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat

kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus prostetik.

Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan

koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam

bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim akan

terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1997).

Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu.

Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan

enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urase hanya

bekerja terhadap urea sebagai substratnya namun enzim tersebut mempunyai

kekhasan tertentu. Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis beberapa ester

asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisis substral lain yang bukan ester.

Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi (Poedjiadi, 2005).

Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya dipengaruhi oleh lingkungan.

Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap kerja enzim adalah pH. pH

optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam

atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi (Gaman dan Sherrington, 1994).

Struktur enzim yang terdiri atas asam-asam amino berhubungan dengan

pH. Perubahan pH dalam suatu larutan menunjukkan perubahan-perubahan

jumlah ion H+ yang ada dalam larutan. Jumlah ion-ion yang ada akan

mempengaruhi struktur enzim yang terdiri dari asam-asam amino terutama pada

ikatan hidrogennya. Karena aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya

maka perubahan struktur akan menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas

enzim. Sedangkan pada pH optimum, jumlah ion H+ tidak mempengaruhi

konformasi enzim sehingga konformasi substrat sama dengan konformasi enzim.

Hal yang menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat meningkat, sedangkan

pada pH optimum aktifitas enzim paling tinggi (Sebayang, 2005).

Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein

dan hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat

kecil. Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media

harus benar-benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan penyangga).

Jika enzim memiliki lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda

pada suatu substrat (Tranggono dan Sutardi, 1990).

Tiap enzim memiliki karakteristik pH optimal dan aktif dalam range pH

yang relatif kecil, dalam banyak kasus, bentuk kurva menandakan dari keaktifan

enzim berbanding pH yang terkandung di dalamnya. Untuk semua spesies yang

digunakan dalam penelitian, pH optimum untuk aktivitas amilase terjadi pada

daerah dengan pH  asam rendah (nilai pH berkisar antara 5,5 dan 6,5), walaupun

aktivitas amilase total juga kemungkinan dapat terjadi pada  nilai pH dengan

interval yang lebih luas (5,5 – 7,0), yaitu sesuai dengan data dari literatur yaitu

dimana pH untuk amilase signifikan berada antara 4,5 dan 8,0 (Ciornea, 2008).

Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase.

Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen

dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan

memiliki hanya α amilase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada

manusia dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai

polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa

merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling

berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin

memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991).

 Ludah adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-

kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah

dekat langit-langit. Air ludah 99,5% terdiri dari air. Sisanya bermacam-macam.

Ada zat-zat seperti kalsium (zat kapur), fosfor, natrium, magnesium dan lain-lain.

Di samping itu juga terdapat mucin, amilase, enzim-enzim, bahkan golongan

darah, lemak, zat tepung, vitamin juga dan sebagainya (Machfoedz, 2008).

Amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk mejemuk menjadi

bentuk yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi

maltosa, maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin)

dan getah pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat dalam makanan.

Darah normal juga mengandung sedikit amilase dari hasil pemecahan sel yang

berlangsung secara normal. Pada penyakit radang pankreas, gondongan, kencing

manis, kadarnya dalam darah meningkat. Sebaliknya pada penyakit hati, kadarnya

menurun (Kusumaningtyas, 2011).

Pada suatu percobaan hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa oleh

enzim, ternyatra bahwa pada konsentrasi sukrosa. Namun pada konsentrasi tinggi,

kecepatan reaksinya tidak lagi tergantung pada konsentrasi sukrosa. Jadi pada

konsentarsi tinggi, kecepatan reaksi tidak dipengaruhi lagi oleh pertambahan

konsentrasi. Ini menunjukkan bahwa enzim seolah-oleh telah jenuh dengan

substrat, artinya tidak dapat lagi menampung substrat. Untuk menerangkan

keadaan ini Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengajukan

suatu hipotesis bahwa dalam reaksi enzim terjadi lebih dahulu kompleks enzim

substrat yang kemudian menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali (Poedjiadi,

2005).

Selain enzim amilase terdapat pula protease yang merupakan enzim

penting dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena aplikasinya yang sangat

luas. Protease merupakan enzim perombak protein dan bersifat spesifik untuk

protein (Akhdiya, 2003).

Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung terutama lewat ikatan

1,4 α-glikosidik, meskipun rantainya dapat mempunyai sejumlah cabang yang

melewati ikatan 1,6 α-glikosidik. Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan

maltosa, dan hidrolisis sempurna hanya menghasilkan D-glukosa. Pati dapat

dipisahkan dengan berbagai teknik menjadi dua fraksi, yaitu amilosa dan

amilopeptida. Amilosa adalah polimer linear dari α–D–glukosa, sekitar 50 sampai

300 unit-unit glukosa yang dihubungkan antara satu dengan yang lainnya melalui

ikatan 1,4–α–glikosida. Dalam larutan rantai amilosa berbentuk heliks menyerupai

kumparan, karena adanya ikatan dengan konfigurasi s pada setiap unit glukosa.

Kumparan berbentuk tabung ini memungkinkan terbentuknya senyawa kompleks

dengan molekul lain, terutama molekul-molekul kecil yang dapat masuk ke dalam

kumparannya. Warna biru tua yang ditimbulkan pada penambahan yodium pada

pati adalah contoh pembentukan kompleks tersebut (Tim Dosen Kimia, 2012).

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan pati 1%,

saliva encer (enzim amilase) 1 : 9, larutan buffer pH 8,0; 7,2; 7,0; 6,8; 6,2; 5,8,

NaCl 0,1 M, asam asetat, iodine 0,01 M,dan aquadest.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak

tabung, pipet tetes, inkubator, stopwatch, dan gelas kimia.

3.3 Prosedur Kerja

Saliva sebanyak 1 ml diencerkan dengan aquadest hingga volumenya

menjadi 10 ml. Saliva yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam

inkubator selama 5 menit kemudian saliva dikeluarkan dari inkubator. Selanjutnya

disiapkan 6 tabung reaksi yang diisi dengan masing-masing larutan buffer pH

8,0; 7,2; 7,0; 6,8; 6,2; 5,8 sebanyak 2 ml. Kemudian ke dalam masing-masing

tabung ditambahkan 1 ml pati 1% dan 1 ml NaCl 0,1 M. Untuk pH 8 dan pH 7,2

diasamkan terlebih dahulu dengan menambahkan 10 tetes asam asetat. Setelah itu,

masing-masing tabung ditambahkan dengan 5 tetes iodin.

Semua larutan yang sudah disiapkan disusun rapi di atas rak tabung yang

kemudian dimasukkan ke dalam inkubator selama 5 menit kemudian keluarkan.

Pada larutan masing-masing lalu ditambahkan 0,5 ml saliva. Setelah itu, larutan di

masukkan kembali ke dalam inkubator dan tiap 3 menit dikeluarkan dan dicatat

perubahan yang terjadi sampai semua larutan menjadi bening.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim

Amilase

Waktu (menit)

WarnapH 8,0 pH 7,2 pH 7,0 pH 6,8 pH 6,2 pH 5,8

3 +++ +++ - - ++++ +++++6 ++ ++ - - +++ ++++9 + + - - ++ +++12 - - - - + ++15 - - - - + ++18 - - - - - +21 - - - - - +24 - - - - - +27 - - - - - +30 - - - - - +

Keterangan :

++++++ = biru paling pekat

+++++ = biru pekat sekali

++++ = biru pekat

+++ = biru agak pekat

++ = biru muda

+ = bening kebiruan

- = tidak memberikan warna

4.1.2 Tabel 2. Nilai pH yang Menunjukkan Perubahan

pH Waktu (t) 1/t8,0 12 0,0837,2 12 0,0837,0 3 0,3336,8 3 0,3336,2 18 0,0565,8 30 0,033

4.2 Grafik pH terhadap Waktu

4.3 Reaksi

Polisakarida

Biru Tua

Monosakarida

4.4 Pembahasan

Pada waktu percobaan saliva diencerkan dengan menggunakan air karena

kebanyakan enzim membutuhkan medium cair untuk mendukung aktivitas

katalisasi serta penting untuk menyusun struktur enzim. Kemudian saliva

dimasukkan ke dalam inkubator yang berfungsi untuk menaikkan suhu enzim

dimana kenaikan suhu dapat mempercepat laju dari enzim. Untuk perlakuan

digunakan 6 larutan buffer dengan pH berbeda yakni 8,0; 7,2; 7,0; 6,8; 6,2; dan

5,8 yang diberi tambahan larutan pati 1 ml dan NaCl 1 ml. Pada pH 8 dan 7,2

ditambahkan asam asetat sebanyak 10 tetes agar larutan tidak terlalu basa.

Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan indikator penanda adanya

amilum yakni iodin. Iodin akan memberikan warna biru sebagai reaksi positif

terhadap adanya amilum dalam suatu larutan.

Larutan dimasukkan ke dalam inkubator selama 5 menit kemudian

dikeluarkan untuk diberi saliva sebanyak 0,5 ml dan masukkan ke dalam

inkubator lagi, setiap 3 menit dilakukan pengamatan sampai larutan menjadi

bening. Hal ini dilakukan untuk mengamati pengaruh dari enzim yang terdapat

dalam saliva yakni enzim amilase dalam menghidrolisis amilum, dimana apabila

larutan yang diberi saliva menjadi bening berarti amilum yang terdapat dalam

larutan telah terhidrolisis. Sebaliknya jika larutan tetap berwarna biru berarti

masih terdapat amilum di dalam larutan tersebut.

Dari hasil percobaan yang dilakukan, larutan pada pH 7,0 dan 6,8 yang

tercepat berubah menjadi bening, berarti pada pH 7,0 dan 6,8 atau dengan kata

lain dalam suasana netral enzim amilase bekerja dengan sangat baik dibuktikan

dengan perubahan warna larutan yang sangat cepat yakni hanya dalam 3 menit.

Untuk pH 8,0 dan 7,2 atau dengan kata lain dalam suasana basa larutan amilum

berubah menjadi bening pada menit keduabelas, berarti dibutuhkan waktu lebih

lama untuk menghidrolisis amilum menjadi glukosa dalam suasana basa

dibandingkan pada suasana netral. Sedangkan pada pH 6,2 larutan menjadi bening

pada menit kedelapan belas dan pada pH 5,8 larutan menjadi bening pada menit

ketiga puluh hal ini berarti untuk menghidrolisis pati pada suasana asam dengan

pH sekita < 6,2 dibutuhkan waktu yang lama untuk terhidrolisis menjadi glukosa.

Dari perubahan tersebut dapat diketahui bahwa enzim amilase merupakan

enzim yang menghidrolisis pati menjadi glukosa dibuktikan dengan berubah

warnanya larutan dari biru menjadi bening serta enzim amilase bekerja dengan

sangat baik pada pH sekitar 7,0 dan 6,8 atau dengan kata lain dalam suasana netral

dan tidak bekerja dengan baik pada pH sekitar 6,2 – 5,8 atau dalam suasana asam.

Serta dilihat dari grafik yang ada dapat dilihat bahwa pH optimum untuk enzim

amilase agar bekerja dengan baik berada pada kisaran 6,8 dan 7,0. Dari grafik

tersebut dapat dilihat bahwa pH akan mempengaruhi kerja dari suatu enzim.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

bahwa pH mempengaruhi aktifitas suatu enzim seperti yang terjadi pada enzim

amilase dimana enzim amilase berkerja dengan baik pada pH 6,8 dan 7,0 atau pH

tersebut merupakan pH optimum dari enzim amilase, dan bekerja sangat buruk

pada pH 6,2 dan 5,8 karena pada kisaran tersebut aktivitas enzim ini terhambat.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Laboratorium

Untuk laboratorium sudah baik baik alat-alat dan bahan sudah lengkap,

Saran untuk laboratorium agar kedepannya fasilitasnya bisa lebih baik lagi.

5.2.2 Saran untuk Asisten

Untuk asisten biokim sudah cukup baik, dimana asisten maupun praktikan

sama-sama disiplin memakai baju lab di laboratorium, serta sebaiknya dalam

praktikum ini larutan dipanaskan dalam penangas karena suhu dalam inkubator

tak sepanas penangas sehingga membnutuhkan waktu yang lama untuk enzim

bereaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Akhdiya, A., 2003, Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Alkalin Termostabil (online), (http://repository. ipb .ac.id ), Buletin Plasma Nutfah, Vol: 9 (2), Hal: 38-44, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Campbell, N.A., dkk., 2010, Biologi jilid 1 Edisi Kedelapan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Ciornea, E., Vasile, G., dan Cojocaru, D., 2008, On The Influence Of The Temperature And pH Of The Incubation Medium On The Activity Of Total Amylase In Some Spontaneous And Cultivated poaceae,  (online) (http://www.bio.uaic.ro), diakses pada tanggal 21 November 2013 pukul 20.22 WITA.

Fox, P.F., 1991, Food Enzymology Vol 2, Elsevier Applied Science, London.

Gaman, P.M. dan Sherrington K.B., 1994, Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Panga, Nutrisi dan Mikrobiologi, Universitas Gadjah Mada press, Yogyakarta.

Kusumaningtyas, R., 2011, Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim (online), (http://mkusumaningtyas.blogspot.com), diakses pada tanggal 21 November 2013 pukul 20.13 WITA.

Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Machfoedz, I., 2008, Gigi dan Mulut, Fitramaya, Yogyakarta.

Pine, S.H., dkk., 1988, Kimia Organik II, Penerbit ITB, Bandung.

Poedjiadi, A., 2005, Dasar-Dasar Biokimia, Universitas Indonesia, Jakarta.

Sebayang, F., 2005, Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim -amilase dari Aspergillus niger dengan Menggunakan Media Campuran Onggok dan Dedak (online), (http://repository. usu.ac.id ), Jurnal Komunikasi Penelitian, Vol: 17 (5), Hal : 81-85, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tim Dosen Kimia, 2012, Kimia Dasar, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tranggono dan Sutardi, 1990, Biokimia dan Teknologi Pasca Panen, Gajah Mada university Press, Yogyakarta.

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 18 November 2013

Asisten Praktikan

NUR INDAH SARI RISKY NURHIKMAYANI