perc. 1.docx
-
Upload
galihsantosa -
Category
Documents
-
view
294 -
download
24
Transcript of perc. 1.docx
W1Ptot=W1+W2+W3
R
S
T
0
W2
W3
PERCOBAAN I
SISTEM INSTRUMENTASI
NAMA : Galih Budi SantosaNIM : 1404405076KELOMPOK : 17
LABORATORIUM PENGUKURAN LISTRIKJURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA2015
LABORATORIUM
PENGUKURAN LISTRIK
BAB I
PENGARUH BATAS UKUR TERHADAP HASIL PENGUKURAN
I.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh batas ukur terhadap hasil pengukuran.
2. Dapat mempergunakan alat ukur Amperemeter dan Voltmeter dengan
benar.
I.2 Alat-Alat yang Dipergunakan:
1. Kit praktikum 1 buah
2. Voltmeter High Impedansi 1 buah
3. Amperemeter Low Impedansi 1 buah
4. Kabel konektor 12 buah
5. Lampu 5 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
6. Lampu 10 Watt/220 Volt - 240 Volt 2 buah
7. Lampu 15 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
8. Lampu 25 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
9. Lampu 40 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
10. Lampu 60 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
11. Lampu 100 Watt/220 Volt - 240 Volt 3 buah
12. Meja Bench Top Console 1 buah
I.3 Teori Dasar
I.3.1 Pengertian Pengukuran Listrik
Besaran listrik seperti arus, tegangan, hambatan dan sebagainya tidak
dapat secara langsung kita tanggapi dengan panca indera kita, karena itu
memungkinkan adanya pengukuran. Pengukuran adalah suatu pengembangan
antara suatu besaran dengan besaran lain yang sejenis secara eksperimen dan salah
satu besaran dianggap sebagai standar. Dalam pengukuran listrik terjadi juga
perbandingan, dalam perbandingan ini digunakan suatu alat bantu (alat ukur). Alat
ukur ini sudah dikalibrasi, sehingga dalam pengukuran listrik pun telah terjadi
perbandingan. Sebagai contoh pengukuran tegangan pada jaringan tenaga listrik.
Pengukuran jumlah arus dalam suatu rangkaian atau suatu alat listrik dapat
diketahui dengan menggunakan alat seperti AVO meter atau amperemeter, jumlah
arus juga dapat diketahui secara teori dengan menggunakan persamaan:
I Teori= PV
………………………………. .(1.1)
Dimana:
I = Arus (Ampere)
P= Daya (Watt)
V= Tegangan (volt)
I.3.2 Alat Ukur Listrik
Untuk melakukan pengukuran dibutuhkan alat ukur. Alat ukur listrik
adalah peralatan yang memungkinkan untuk mengamati besaran-besaran listrik,
seperti hambatan listrik (R), kuat arus listrik (I), beda potensial listrik (V), daya
listrik (P), dan lainnya. Alat ukur yang baik setidak-tidaknya mengandung
informasi besaran-besaran yang diukur yang sesuai dengan kondisi senyatanya.
Berikut adalah macam-macam alat ukur listrik:
1. Voltmeter
Voltmeter adalah alat untuk mengukur besar tegangan listrik dalam suatu
rangkaian listrik. Voltmeter disusun secara paralel terhadap letak komponen yang
diukur dalam rangkaian. Alat ini terdiri dari tiga buah lempengan tembaga yang
terpasang pada sebuah bakelite yang dirangkai dalam sebuah tabung kaca atau
plastik. Lempengan luar berperan sebagai anode sedangkan yang di tengah
sebagai katode. Umumnya tabung tersebut berukuran 15 x 10cm (tinggi x
diameter). Voltmeter digunakan untuk mengukur beda potensial atau tegangan
pada ujung-ujung komponen elektronika yang sedang aktif, seperti kapasitor aktif,
resistor aktif, dll. Selain itu, alat ini juga bisa digunakan untuk mengukur beda
potensial suatu sumber tegangan, seperti batere, catu daya, aki, dll.
Gambar 1.1 Voltmeter
2. Amperemeter
Amperemeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik
baik untuk listrik DC maupun AC yang ada dalam rangkaian tertutup.
Amperemeter biasanya dipasang berderet dengan elemen listrik. Cara
menggunakannya adalah dengan menyisipkan amperemeter secara langsung ke
rangkaian.
Gambar 1.2 Amperemeter
3. Ohmmeter
Ohm-meter adalah alat untuk mengukur hambatan listrik, yaitu daya untuk
menahan mengalirnya arus listrik dalam suatu konduktor. Besarnya satuan
hambatan yang diukur oleh alat ini dinyatakan dalam ohm. Alat ohm-meter ini
menggunakan galvanometer untuk mengukur besarnya arus listrik yang lewat
pada suatu hambatan listrik (R), yang kemudian dikalibrasikan ke satuan ohm.
Gambar 1.3 Ohmmeter
4. Wattmeter
Wattmeter adalah instrumen untuk mengukur power listrik (atau rate
suplai energi listrik) dalam satuan watt untuk rangkaian sirkuit apapun.
Gambar 1.4 Wattmeter
5. Multimeter
Multimeter adalah alat untuk mngukur listrik yang sering dikenal sebagai
AVO Meter (Ampere, volt, ohm meter) yang dapat mengukur tegangan
(voltmeter), hambatan (ohm-meter), maupun arus (amper-meter). Ada dua
kategori multimeter: multimeter digital atau DMM (digital multi-meter) (untuk
yang baru dan lebih akurat hasil pengukurannya), dan multimeter analog. Masing-
masing kategori dapat mengukur listrik AC, maupun listrik DC.
(a) (b)
Gambar 1.5 (a) Multimeter Analog dan (b) Multimeter Digital Dari kelima contoh alat ukur listrik tersebut sering kita temui dimasyarakat
digunakan sebagai alat ukur listrik sehari-hari. Selain kelima alat listrik tersebut
masih banyak lagi macam-macam alat listrik seperti kWhmeter, Frekuensimeter,
Oscilloscope, Cos phimeter, Generator Fungsi, megger, dan banyak lagi.
Menurut prinsip kerja dan konstruksi dari pada alat ukur listrik dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Alat Ukur Kumparan Putar
Adalah alat ukur yang bekerja dengan prinsip listrik ditempatkan dalam medan
listrik permanen. Prinsip kerjanya adalah kumparan bergerak dalam medan
magnet permanen, selinder inti besi terletak diantara kedua kutub magnet. Jika ada
arus searah yang mengalir melalui kumparan tersebut, maka gaya elektromagnetis
yang mempunyai arah tertentu akan dikenakan pada kumparan putar. Secara
umum, yang paling banyak digunakan adalah alat ukur jenis kumparan putar.1. Magnet tetap
2. Kutub sepatu
3. Inti besi lunak
4. Kumparan putar
5. Pegas Spriral
6. Jarum penunjuk
7. Rangka kumparan putar
8. Tiang poros
Gambar 1.6 Alat Ukur Kumparan Putar
2. Alat Ukur Besi Putar
Terdiri dari kumparan tetap dan pasang besi lunak yang mudah
dimagnetisasi. Penempatan besi lunak yaitu terhubung dengan sumbu dari jarum
penunjuk sehingga dapar bergerak bebas. Prinsip kerja alat ukur ini arus mengalir,
timbul medan elektromagnetis yang memagnetisasi besi lunak. Arah kedua kutub
lunak akan sama, yang mengakibatkan saling tolak menolak sehingga terjadi
pergeseran jarum penunjuk.
Gambar 1.7 Alat Ukur Besi Putar
3. Alat Ukur Elektrodinamis
Prinsip kerja alat ukur ini bila ada arus yang mengalir melalui kumparan
putar dan kumparan tetap, maka akan terjadi interaksi antara medan magnet dan
arus yang meyebabkan terjadinya momen putar pada kumparan tersebut sehingga
jarum memberikan simpanan. Pegas spiral berguna untuk memberikan momen
lawan sehingga penunjukkan jarum sesuai dengan besaran arus yang diukur.
Gambar 1.8 Alat Ukur Elektrodinamis
4. Alat Ukur Elektrostatis
Prinsip kerja alat ukur ini adalah berdasarkan prinsip elektrostatis sebagai
interaksi kedua elektroda. Jika Tegangan tinggi V ditempatkan diantara elektroda
tetap dan putar, maka akan timbul atraksi yang mengakibatkan bertambahnya
kapasitas dari kondensator. Elektroda putar akan berputar dan dihubungkan
dengan suatu alat sehingga dapat memutar jarum penunjuk.
Gambar 1.9 Alat Ukur Elektrostatis
5. Alat Ukur Induksi
Terdiri dari piringan logam yang dapat berputar pada porosnya dan dua
buah kumparan tetap. Prinsip kerja alat ukur ini adalah bila kumparan dilalui arus,
timbul medan magnet yang akan menginduksi piringan logam sehingga
menimbulkan momen putar.
Gambar 1.10 Alat Ukur Induksi
6. Thermocouple
Pada dasarnya, Thermocouple hanya terdiri dari dua kawat logam
konduktor yang berbeda jenis lalu kedua ujungnya digabungkan menjadi satu.
Ketika ujung logam ini dipanaskan maka kedua akan mengalami pemuaian.
Pemuaian ini diakibatkan oleh pergerakan atom atau elektron dari temperature
tinggi menuju temperature rendah dan pergerakan electron ini tergantung pada
bahan logam itu sendiri, artinya logam satu dengan logam lain nya memiliki
kecepatan muai yang berbeda-beda. Hal ini lah yang menyebabkan perbedaan
potensial diujung-ujung logam tersebut.
Gambar 1.11 Alat Ukur Thermocouple
I.3.3 Istilah-Istilah Dalam Pengukuran
Didalam pengukuran listrik selalu dijumpai kesalahan-kesalahan hasil
pengamatan. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena sipengamat maupun oleh
keadaan sekitarnya (suhu) atau dari alat ukur sendiri yang membuat kesalahan.
Kesalahan dari konstruksi alat sendiri besarnya ditentukan oleh pabrik. Ada
beberapa istilah yang digunakan dalam pengukuran, yaitu:
1. Ketelitian (Accuracy)
Accuracy adalah angka yang menunjukkan pendekatan dengan harga yang
ditunjukkan sebenarnya dari pada besaran yang diukur. Contohnya: Sebuah
amperemeter menunjukkan arus sebesar 10A sedangkan accuracy 1% maka
kesalahan pengukurannya adalah 1% X 10A = 0,1A sehingga harga sebenarnya
dari hasil pengukurannya adalah (10 + 0,1)A.
2. Presisi
Presisi adalah kemampuan dari alat ukur dalam pengukurannya. Bila
dalam pengukurannya kesalahannya kecil, maka presisinya tinggi, presisi ini ada
hubungannya juga dengan accuracy.
3. Sensitivitas
Sensitivitas adalah kemampuan alat ukur dengan input yang kecil sudah
didapat perubahan output yang besar atau penyimpangan jarum penunjuk yang
besar. Satuan sensitivitas adalah ohm/volt, secara umum sensitivitas ini hanya
terdapat pada alat ukur voltmeter dimana tahanan dalam dari voltmeter tersebut
besarnya adalah sensitivitas x dengan batas ukur voltmeter.
4. Kesalahan (Error)
Kesalahan adalah penyimpangan dari harga sebenarnya dari pengukuran.
Secara umum penyebab ketidakpastian hasil pengukuran ada tiga, yaitu kesalahan
umum, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak.
I.3.4 Kesalahan Dalam Pengukuran
Kesalahan adalah penyimpangan nilai dari harga sebenarnya dari sebuah
pengukuran. Untuk mengetahui kebaikan kerja dari salah satu alat ukur maka
kesalahan menjadikan salah satu ukuran yang penting. Dalam pengukuran,
kesalahan dibagi menjadi 3 macam yaitu kesalahan umum, kesalahan sistematik
dan kesalahan acak.
a. Kesalahan Umum
Kesalahan umum adalah kesalahan yang disebabkan keterbatasan pada
pengamat saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan karena
kesalahan membaca skala kecil, dan kekurang terampilan dalam menyusun dan
memakai alat, terutama untuk alat yang melibatkan banyak komponen.
b. Kesalahan Sistematik
Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang disebabkan oleh alat
yang digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang memengaruhi kinerja
alat. Misalnya, kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan komponen
alat atau kerusakan alat, kesalahan paralaks, perubahan suhu, dan kelembaban.
1. Kesalahan Kalibrasi
Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian nilai skala pada saat
pembuatan atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat. Hal ini mengakibatkan
pembacaan hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai
sebenarnya. Kesalahan ini dapat diatasi dengan mengkalibrasi ulang alat
menggunakan alat yang telah terstandarisasi.
2. Kesalahan Titik Nol
Kesalahan titik nol terjadi karena titik nol skala pada alat yang digunakan
tidak tepat berhimpit dengan jarum penunjuk atau jarum penunjuk yang tidak bisa
kembali tepat pada skala nol. Akibatnya, hasil pengukuran dapat mengalami
penambahan atau pengurangan sesuai dengan selisih dari skala nol semestinya.
Kesalahan titik nol dapat diatasi dengan melakukan koreksi pada penulisan hasil
pengukuran.
3. Kesalahan Komponen Alat
Kerusakan pada alat jelas sangat berpengaruh pada pembacaan alat ukur.
Misalnya, pada neraca pegas. Jika pegas yang digunakan sudah lama dan aus,
maka akan berpengaruh pada pengurangan konstanta pegas. Hal ini menjadikan
jarum atau skala penunjuk tidak tepat pada angka nol yang membuat skala
berikutnya bergeser.
4. Kesalahan Paralaks
Kesalahan paralaks terjadi bila ada jarak antara jarum penunjuk dengan
garis-garis skala dan posisi mata pengamat tidak tegak lurus dengan jarum.
c. Kesalahan Acak
Kesalahan acak adalah kesalahaan yang terjadi karena adanya fluktuasi-
fluktuasi halus pada saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan
karena adanya gerak brown molekul udara, fluktuasi tegangan listrik, lkitasan
bergetar, bising, dan radiasi.
Dalam pengukuran arus listrik maupun tegangan selalu terdapat kesalahan
yang penyebabnya sendiri terkadang kita tidak ketahui seperti halnya kesalahan
alat ukur itu sendiri, sensivitas alat ukur maupun kesalahan pengamat yang kurang
teliti. Kesalahan relatif dalam pengukuran arus secara teori dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
% Kesalahan Relatif =[ I Pengukuran−I TeoriI Teori ] x100 %............................. (1.2)
Sedangkan untuk mencari kesalahan relatif dalam pengukuran tegangan
secara teori dengan menggunakan persamaan :
% Kesalahan Relatif =[Vpengukuran−VteoriVteori ]x 100 % …..……………….
(1.3)
I.3.4 Pengaruh Batas Ukur Terhadap Pengukuran
Pengaruh batas ukur sangat mempengaruhi hasil pengukuran karena jika
suatu alat ukur mempunyai batas ukur yang kecil misalnya 100 mA alat ukur
tersebut hanya dapat mengukur arus sampai batas ukur tersebut apabila arus yang
diukur lebih dari batas ukur maka terjadi overload dan tidak terbaca oleh alat ukur
itu sendiri. Pembacaan skala yang tepat dan teliti pada alat ukur dipengaruhi oleh
paralax pembaca yang juga tergantung pada pembagian skala minimal dan
besaran listrik yang akan diukur. Hal ini karena tidak mungkin menghasilkan
suatu ketelitian yang tinggi dengan mempergunakan hanya satu batas ukur yang
lebar karena akan terjadi banyak kesalahan paralax dengan cara seperti itu,
sehingga pembentukan partisi atau pembagian batas ukur kedalam range-range
yang lebih kecil dalam beberapa batas ukur akan menghasilkan suatu kesalahan
paralax yang lebih kecil sehingga kesalahan relatifnya dapat ditoleransikan
sedemikian rupa sehingga ketepatan pengukuran akan dipengaruhi oleh besaran
listrik yang akan kita ukur serta batas ukur yang kita pergunakan dalam
pengukuran.
S1 S2
1 2 3 1 2
L1 L3L2
L4 L5
MCB
V1 V2
A1
I.4 Langkah Percobaan
Gambar 1. 12 Rangkaian percobaan
I.4.1 Pengukuran Arus Listrik
1. Siapkan alat yang dipergunakan.
2. Pasang alat ukur Amperemeter pada A1, dan Voltmeter pada V1.
3. Pasang beban pada masing-masing fiting L1, L2, L3, L4, dan L5, sesuai
dengan tabel 1.1
4. Arahkan saklar MCB pada posisi O atau OFF demikian juga saklar kontak
S1 dan S2 pada posisi OFF.
5. Atur batas ukur untuk Voltmeter pada posisi AC-300 Volt
6. Atur batas ukur untuk Amperemeter pada posisi A (AC) - 150 mA.
7. Hubungkan supply AC 220 Volt ke input rangkaian, dimana supply ini
diambil dari stop kontak Bench Top Console.
8. Hubungkan MCB dengan mengarahkan sakiar ke 1.
9. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar 1 pada saklar
S1.
10. Amati besar tegangan yang mengalir serta besar arus yang mengalir, dan
catat hasilnya pada tabel 1.1
11. Lepaskan anak saklar 1 pada saklar S1, lalu ubahlah batas ukur
Amperemeter pada posisi A (AC) - 300 mA.
12. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar S1, amati besar
arus yang mengalir dan usahakan menjaga tegangan supply agar tetap
konstan, dan catat hasilnya pada tabel 1.1.
13. Ulangi langkah 11 dan 12 untuk batas ukur yang lainnya sesuai dengan
tabel 1.1.
14. Ulangi langkah 6 dan 12 untuk beban sesuai dengan tabel 1.1.
15. Hitunglah perbedaan antara I teori dengan I hasil pengukuran atau besar
dari pada presentase kesalahan relatifnya dengan rumus pada persamaan
1.2.
16. Buatlah kurva daya sebagai fungsi arus dan pada I Teori dengan arus hasil
pengukuran dan masing - masing batas ukur, dan hitung serta dapatkan
persamaan regresi liniernya.
17. Berikan analisa penyebabnya berdasarkan grafik dan data di atas serta
berikan kesimpulan anda.
Tabel 1.1 Pengukuran Arus
I
Teor
i
Batas Ukur (mA) Beban (Watt)
100 200 1000 10000Saklar S1 Saklar S2
TOTAL1(L1) 2(L2) 2(L4) 1(L3) 2(L5)
I.4.2 Pengukuran Tegangan Listrik
1. Siapkan alat yang dipergunakan.
2. Pasang alat ukur Amperemeter pada A1, dan Voltmeter pada V2.
3. Pasang beban pada masing - masing fiting L1, L2, L3, L4 dan L5 sesuai
dengan tabel 1.2.
4. Arahkan sakiar MCB pada posisi O atau OFF demikian juga saklar kontak
S1 dan S2 pada posisi OFF.
5. Atur batas ukur untuk Voltmeter pada posisi AC-300 Volt
6. Atur batas ukur untuk Amperemeter pada posisi A (AC) - 300 mA.
7. Hubungkan supply AC 220 Volt ke input rangkaian, dimana supply ini
diambil dari stop kontak Bench Top Console.
8. Hubungkan MCB dengan mengarahkan saklar ke 1.
9. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar 1 pada sakiar
S1.
10. Amati besar tegangan yang mengalir serta besar arus yang mengalir, dan
catat hasilnya pada tabel 1.2.
11. Lepaskan anak saklar 1 pada saklar S1, lalu ubahlah batas ukur Voltmeter
pada posisi V (AC) - 500 Volt.
12. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar 1 pada saklar
S1, amati besar tegangan yang mengalir dan usahakan menjaga arus agar
tetap konstan, dan catat hasilnya dalam tabel 1.2.
13. Ulangi langkah 11 sampai 12 untuk batas ukur yang lainnya sesuai dengan
tabel 2.1
14. Ulangi langkah 6 sampai 12 untuk beban sesuai dengan tabel 1.2.
15. Hitunglah perbedaan antara V teori dengan V hasil pengukuran atau besar
daripada persentase kesalahan relatifnya dengan rumusan 1.3.
16. Buatlah kurva daya sebagal fungsi tegangan dan pada V Teori dengan
tegangan hasil pengukuran dari masing-masing batas ukur, dan hitung
serta dapatkan persamaan regresi liniernya.
17. Berikan analisa penyebabnya berdasarkan, grafik dan data diatas serta
berikan kesimpulan anda.
Tabel 1.2 Pengukuran Tegangan
V
Teori
Batas Ukur (V) Beban (Watt)
200 300 700 1000Saklar S1 Saklar S2
TOTAL1(L1) 2(L2) 2(L3) 1(L4) 2(L5)
I.5 Data Hasil Percobaan
I.5.1 Data Hasil Pengukuran Arus Listrik
Tabel 1.3 Pengukuran Arus
I
Teori
Batas Ukur
(mA)
Beban (Watt)
100 1000 10000
Saklar1 Saklar 2
TotalL1 L2 L3 L4 L5
68,1 70.4 70 60 15 - - - - 15
250 241,7 241 230 15 40 - - - 55
363,6 350,7 349 330 15 40 25 - - 80
818,1
8
OL 777 760 15 40 25 100 - 180
1272,
7
OL 1197 1180 15 40 25 100 100 280
I.5.2 Data Hasil Pengukuran Tegangan Listrik
Tabel 1. 4 Pengukuran Tegangan
V
Teori
Batas Ukur
(Volt)
Beban (Watt)
100 1000
Saklar1 Saklar 2
TotalL1 L2 L3 L4 L5
220 221,4 220 15 - - - - 15
220 221,0 220 15 40 - - - 55
220 220,8 220 15 40 25 - - 80
220 219,5 219 15 40 25 100 - 180
220 218,5 219 15 40 25 100 100 280
I.6 Analisa Data Hasil Percobaan
I.6.1 Analisa Pengukuran Arus Listrik
Dari data hasil percobaan pengaruh batas ukur terhadap hasil pengukuran
didapatkan hasil pengukuran arus pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1.5 Pengukuran Arus
I
Teori
(mA)
Batas Ukur
(mA)
Beban (Watt)
100 1000 10000
Saklar1 Saklar 2
TotalL1 L2 L3 L4 L5
68,1 70.4 70 60 15 - - - - 15
250 241,7 241 230 15 40 - - - 55
363,6 350,7 349 330 15 40 25 - - 80
818,1
8
OL 777 760 15 40 25 100 - 180
1272,
7
OL 1197 1180 15 40 25 100 100 280
Berdasarkan hasil yang didapat pada tabel 1.5 diketahui jumlah arus yang
didapatkan dari pengamatan berbeda dengan nilai arus yang didapatkan secara
teori menggunakan persamaan 1.1, dengan menggunakan Vteori=220 volt.
I.6.1.1 Pengukuran Arus Listrik pada Batas Ukur 100mA
Dari data hasil percobaan yang ditunjukkan pada tabel 1.5 dapat
dibandingkan arus hasil pengamatan dengan arus yang didapatkan secara teori.
Terdapat perbedaan dari arus hasil pengamatan dengan perhitungan arus secara
teori. Penyebab perbedaan ini adalah karena adanya kesalahan pada pengukuran
baik itu kesalahan alat ukur maupun kesalahan pengamat dan karena adanya rugi-
rugi daya, misalnya panas, artinya daya-daya tersebut tidak mutlak nilainya.
Gambar 1.13 Grafik perbandingan I Teori dan I Praktikum dengan Batas Ukur 100 mA
Pada grafik diatas terdapat 2 buah garis dimana garis yang berwarna biru
merupakan arus yang diperoleh secara teoritis dan garis berwarna hijau
merupakan arus hasil pengukuran. Pada pengukuran ini menggunakan batas ukur
yang digunakan sebesar 100 mA dan menghasilkan arus yang nilainya berbeda-
beda pada setiap beban. Nilai arus pada beban 15 W adalah 70,4 mA terus
meningkat sampai pada beban 80 W dengan nilai arus sebesar 350,7 mA. Pada
saat pengukuran nilai arus pada beban 180 W dan 280 W mengalami overload
dikarenakan nilai pengukuran lebih besar daripada nilai batas ukur.
I.6.1.2 Pengukuran Arus Listrik pada Batas Ukur 1000 mA
Berdasarkan table 1.5 dapat dilihat dengan jelas bahwa terdapat fluktuasi nilai
pada pengukuran arus dengan batas ukur sebesar 1000 mA. Dibawah ini adalah
grafik pengukuran arus dengan batas ukur 1000 mA.
Gambar 1.14 Grafik perbandingan I Teori dan I Praktikum dengan Batas Ukur 1000 mA
Pada grafik diatas terdapat 2 buah garis dimana garis yang berwarna biru
merupakan arus yang diperoleh secara teoritis dan garis berwarna hijau
merupakan arus hasil pengukuran. Pada pengukuran ini menggunakan batas ukur
1000 mA dan menghasilkan arus yang nilainya berbeda-beda pada setiap beban.
Nilai arus pada beban 15 W sebesar 70 mA dan terus meningkat hingga sampai
pada beban 280 W dengan nilai arus sebesar 1197 mA.
I.6.1.3 Pengukuran Arus Listrik pada Batas Ukur 10.000 mA
Berdasarkan tabel 1.5 dapat dibuatkan grafik pengukuran nilai arus dengan
batas ukur 10.000 mA.
Gambar 1.15 Grafik perbandingan I Teori dan I Praktikum dengan Batas Ukur 10000 mA
Pada grafik diatas terdapat 2 buah garis dimana garis yang berwarna biru
merupakan arus yang diperoleh secara teoritis dan garis berwarna hijau
merupakan arus hasil pengukuran. Pada pengukuran ini menggunakan batas ukur
sebesar 10.000 mA dan menghasilkan nilai pengukuran arus yang berbeda-beda
pada setiap beban.Dalam pengukuran menggunakan batas ukur sebesar 10.000
mA mengalami perbedaan yang cukup besar dengan harga arus yang sebenarnya.
Saat pengukuran menggunakan beban 15 W harga nilai arus yang dapat diukur
sebesar 60 W dan terus meningkat seiring dengan pertambahan beban, hal ini
dapat dilihat dengan melebarnya garis hijau terhadap garis biru.
I.6.1.4 Perhitungan Persentase Kesalahan Pengukuran Arus
Berdasarkan data tabel 1.5 yang menunjukkan perbedaan Ipengukuran dengan
Iteori, hal itu terjadi karena adanya kesalahan. Persentase kesalahan relatif dapat
dihitung dengan persamaan 1.2.
Sehingga dengan menggunakan persamaan diatas dapat dihitung
persentase kesalahan relatif untuk setiap batas ukur.
1. Batas Ukur 100 mA
Untuk beban 15 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 70.4−68.168.1 ]x 100 %
= 3,37 %
Untuk beban 55 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 241,7−250250
]x 100 %
= -3,32 %
Untuk Beban 80 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 350,7−363.6363.6 ] x100 %
= -3,54 %
Untuk Beban 180 Watt dan 280 Watt pada batas ukur 100 mA didapatkan
hasil pengukuran overload (OL).
2. Batas Ukur 1000 mA
Untuk beban 15 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 70−68.168.1 ] x100 %
= 2.7 %
Untuk beban 55 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 241−250250
] x100 %
= -3.6%
Untuk beban 80 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 349−363.6363.6
] x 100 %
= -4,015 %
Untuk beban 180 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 777−818.1818.1
] x 100 %
= -5,02%
Untuk beban 280 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 1197−1272.71272.7
] x100 %
= -5,94 %
3. Batas Ukur 10000
Untuk beban 15 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 60−68.168.1
] x100 %
= -11.8%
Utuk beban 55 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 230−250250
] x 100 %
= -8%
Untuk beban 80 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 330−363.6363.6
]x 100 %
= -9.2%
Untuk beban 180 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 760−818.1818.1
] x100 %
= -7,10%
Untuk beban 280 Watt
% Kesalahan Relatif =[ 1180−1272.71272.7
] x100 %
= -7,28 %
Tabel 1.7 Persentase kesalahan relatif pengukuran arus masing-masing batas ukur
I
Teori
Batas Ukur (mA)
Total
Beban
(Watt)
Kesalahan Relatif (%)
100 1000 10000 100 1000 10000
68,1 70.4 70 60 15 3,37
%
2.7 % -11.8%
250 241,7 241 230 55 -
3,32%
-3.6% -8%
363,6 350,7 349 330 80 -
3,54%
-3.7% -9.2%
818,18 OL 777 760 180 - -5,02% -7,10%
1272,7 OL 1197 1180 280 - -5,94
%
-7,28
%
Dari data perhitungan diatas dapat diketahui adanya kesalahan dalam
pengukuran pada masing-masing batas ukur hal ini disebabkan karena kurangnya
ketelitian didalam pembacaan skala pada alat ukur dan juga disebabkan oleh
kurangnya presisi alat ukur yang digunakan.
Dan dari hasil perhitungan didapatkan kesalahan relatifnya banyak yang
bernilai negatif hal ini terjadi karena seharusnya nilai I Teori lebih kecil dari I
Pengukuran namun hasil yang didapatkan dari pengamatan praktikum berbanding
terbalik I Pengukuran lebih kecil dari I Teori.
Jika dilihat dari data yang telah diperoleh dalam praktikum, jika semakin
besar beban yang diberikan maka arus yang diperoleh semakin besar begitupun
sebaliknya. Jadi beban berbanding lurus dengan arus. Dan semakin besar batas
ukur maka semakin kecil hasil arus pengukuran yang diperoleh.
Pada batas ukurr 100 mA pada beban 180 dan 280 Watt terjadi overload
karena sudah melewati batas ukur dari alat ukur sendiri yaitu 100 mA. Maka hasil
pengukuran tidak terbaca lagi.
I.6.2 Analisa Pengukuran Tegangan Listrik
Dari data hasil percobaan pengaruh batas ukur terhadap hasil pengukuran
didapatkan hasil pengukuran arus pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1.8 Pengukuran Tegangan
V
Teori
Batas Ukur
(Volt)
Beban (Watt)
100 1000
Saklar1 Saklar 2
TotalL1 L2 L3 L4 L5
220 221,4 220 15 - - - - 15
220 221,0 220 15 40 - - - 55
220 220,8 220 15 40 25 - - 80
220 219,5 219 15 40 25 100 - 180
220 218,5 219 15 40 25 100 100 280
Dari data pada tabel 1.8 diketahui bahwa hasil pengukuran tegangan pada
masing-masing beban dan batas ukur yang digunakan hasilnya hampir sama
dengan tegangan (V) teori yaitu 220 volt. Berapa pun beban yang digunakan,
tegangan yang diukur akan tetap sama. Jika terdapat perbedaan dari hasil
pengukuran yang dilakukan dikarenakan kurangnya ketelitian pembacaan dari
skala pada alat ukur dan kemungkinan juga kurangnya presisi dari alat ukur yang
digunakan.
I.6.2.1 Pengukuran Tegangan Listrik pada Batas Ukur 100 V
Dari data hasil percobaan yang ditunjukkan pada tabel 1.8 dapat
dibandingkan tegangan hasil pengamatan dengan tegangan yang didapatkan
secara teori. Terdapat perbedaan dari arus hasil pengamatan dengan perhitungan
tegangan secara teori. Berikut ini adalah grafik pengukuran tegangan listrik
dengan batas ukur sebesar 100 V.
Gambar 1.16 Grafik Perbandingan Tegangan Teori dan Tegangan Praktikum dengan Batas
Ukur 100 V
Tegangan jala-jala PLN adalah 220 V yang konstan jika dipasang secara
paralel terhadap beban. Pada grafik diatas terdapat 2 buah garis dimana garis yang
berwarna biru merupakan tegangan yang diperoleh secara teoritis dan garis
berwarna hijau merupakan tegangan hasil pengukuran. Pada pengukuran ini
menggunakan batas ukur 100 V. Pada grafik diatas terjadi fluktuasi tegangan
dengan ruang lingkup 218.5 – 221.4 V dimana tegangan rendah terjadi pada saat
pengukuran pada beban 280 W dan tegangan tertinggi pada saat pengukuran
dengan beban sebesar 15 W.
I.6.2.2 Pengukuran Tegangan Listrik pada Batas Ukur 1000 V
Berikut ini adalah gambar grafik hasil pengukuran tegangan listrik
menggunakan batas ukur sebesar 1000 V.
Gambar 1.17 Grafik Perbandingan Tegangan Teori dan Tegangan Praktikum dengan Batas
Ukur 1000 V
Tegangan PLN adalah 220V yang konstan jika dipasang secara paralel
terhadap beban. Pada grafik diatas terdapat 2 buah garis dimana garis yang
berwarna biru merupakan tegangan yang diperoleh secara teoritis dan garis
berwarna hijau merupakan tegangan hasil pengukuran. Pada pengukuran ini
menggunakan batas ukur 1.000V dan menghasilkan tegangan yang berfluktuasi
pada saat pengukuran. Nilai tegangan terbesar terjadi pada beban 15W, 55W dan
80 W yang nilai tegangannya sama dengan nilai tegangan pada teori sebesar 220V
dan nilai tegangan terendah terjadi pada beban 180W dan 280W sebesar 219V.
I.6.1.1 Perhitungan Persentase Kesalahan Relatif
Untuk masing-masing pengukuran dengan menggunakan batas ukur yang
berbeda didapatkan hasil tegangan yang sedikit berbeda dengan V teori,
penyebabnya karena adanya kesalahan. Kesalahan relatif tegangan dapat diukur
dengan persamaan 1.3.
Dari persamaan 1.3 tersebut, maka dapat dihitung kesalahan relatif untuk
masing-masing batas ukur dan beban, yaitu:
1. Batas ukur 100 mA
Untuk beban 15 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 221,4−220220 ]x 100 %
= 0,63 %
Untuk beban 55 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 221−220220 ] x100 %
= 0,45 %
Untuk beban 80 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 220,8−220220 ] x100 %
= 0,36%
Untuk beban 180 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 219,5−220220 ] x100 %
= -0,22%
Untuk beban 280 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 218,5−220220 ] x100 %
= -0,68 %
2. Batas Ukur 1000 mA
Untuk beban 15 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 220−220220 ] x100 %
= 0 %
Untuk beban 55 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 222−220220 ] x100 %
= 0%
Untuk beban 80 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 220−220220 ] x100 %
= 0 %
Untuk beban 180 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 219−220220 ] x100 %
= -0.45%
Untuk beban 280 Watt
% Kesalahanrelatif =[ 219−220220 ] x100 %
= - 0.45%
Tabel 1.9 Persentase Kesalahan relatif pengukuran tegangan
V
Teori
Batas Ukur (volt)
Total beban
Kesalahan Relatif (%)
100 1000 100 1000
220 221,4 220 15 0,63 % 0 %
220 221,0 220 55 0,45 % 0 %
220 220,8 220 80 0,36% 0 %
220 219,5 219 180 -0,22 % - 0.45%
220 218,5 219 280 -0,68 % - 0.45%
Jadi dari hasil pengukuran tegangan yang dilakukan hampir semua
mengalami kesalahan ini terjadi karena adanya kurang ketelitian pembacaan
maupun kesalahan dari alat ukur sendiri, yaitu kurangnya presisi dan sensitivitas
pada alat ukur yang digunakan. Seharusnya berapapun batas ukur pada alat ukur
tegangan bernilai tetap (konstan) yaitu 220 volt namun pada data yang diperoleh
terjadi kesalahan, data yang didapatkan semakin besar batas ukur maka tegangan
semakin kecil dan kesalahan relatif semakin kecil juga, dan semakin besar beban
maka semakin kecil kesalahan relatifnya.
I.7 Jawaban Pertanyaan
Pertanyaan:
1. Apa sebabnya untuk V yang kecil penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil?
Jawaban:
Tegangan (V) yang kecil dengan menggunakan batas ukur yang
kecil akan menyebabkan kesalahan relatif yang semakin kecil, hal ini
terjadi karena batas ukur yang kecil pada alat ukur yang digunakan akan
membuat alat ukur tersebut semakin besar ketelitiannya, batas ukur yang
kecil juga lebih mudah diamati dan lebih akurat hasilnya. Itulah sebabnya
kesalahan relatifnya semakin kecil.
2. Apa sebabnya untuk V yang besar penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar?
Jawaban :
Tegangan (V) yang besar, penggunaan batas ukur yang kecil akan
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar, hal ini terjadi karena
batas ukur yang kecil tidak dapat membaca arus dan tegangan yang besar
karna keterbatasannya tersebut maka alat ukur tersebut hanya dapat
mengukur tegangan yang sesuai dengan batas ukurnya saja. Itulah
penyebab semakin besarnya kesalahan relatif semakin besar. Namun
biasanya tegangan selalu tetap sedangkan yang mempengaruhi hasil
pengukuran adalah arus. Sehingga kesalahan relatif tergantung arus yang
masuk dan arus batas ukur pada alat ukur.
3. Apa sebabnya untuk I yang kecil penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil?
Jawaban :
Untuk arus (I) yang kecil penggunaan batas ukur mengecil akan
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil karena batas ukur
pada data lebih mudah diamati, dan ketelitian dari alat ukur semakin besar
sehingga hasilnya pengukuran arus semakin akurat dan kesalahan
relatifnya semakin kecil.
4. Apa sebabnya untuk I yang besar penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar?
Jawaban :
Untuk arus (I) yang besar menggunakan batas ukur yang mengecil
menyebabkan kesalahan relatif yang besar karena skala jarum penunjuk
dari alat ukur yang memiliki batas ukur yang kecil tidak mampu mengukur
arus yang besar sehingga melampaui batas ukur dan arus yang diukur tidak
terbaca oleh alat ukur, sehingga menyebabkan kesalahan relatif semakin
besar.
5. Dalam pengamatan di atas, digunakan supply AC 220 Volt dengan
frekuensi 50 Hz, berpengaruhkah frekuensi ini terhadap penunjukan jarum
penunjuk? Berikan alasannya!
Jawaban :
Dalam hal ini frekuensi tidak berpengaruh terhadap pengamatan
tersebut karena pada alat ukur sendiri memiliki frekuensi yang sama
besarnya dengan frekuensi tersebut.
6. Presisikah hasil pengamatan yang anda lakukan tersebut di atas? Jelaskan
untuk pengamatan pengukuran arus Iistrik dan pengamatan tegangan
listrik.
Jawaban :
Untuk pengamatan pengukuran arus listrik dalam percobaan
tersebut, hasil yang didapat sangat menyimpang pada batas ukur yang
kecil dan adanya pengukuran yang menghasilkan overload. Terdapat
perbedaan antara hasil perhitungan arus secara teori dengan hasil
pengamatan, ini menunjukkan bahwa alat-alat ukur yang digunakan
kurang presisi. Sehingga terjadi kesalahan relatif dalam pengukuran arus.
Untuk pengamatan tegangan hasil pengukurannya juga berbeda
antara hasil perhitungan secara teori dan hasil pengamatan, sehingga
terjadi kesalahan relatif hal inilah yang menunjukkan alat-alat ukur yang
digunakan kurang presisi.
7. Kenapa untuk pengukuran tegangan listrik pada percobaan diatas, Jikalau
dilakukan pengukuran tegangan dengan menggunakan pengukuran
beberapa alat ukur secara paralel, dapat memperbesar kesalahan?.
Jelaskan!
Jawaban :
Karena pada masing – masing alat ukur menghasilkan hasil yang
berbeda. Jadi jika semakin banyak menggunakan alat ukur secara pararel
kesalahan yang muncul akan semakin besar. Dan jikalau sebuah rangkaian
tersusun pararel maka semakin sulit diamati dan semakin sulit
perhitungannya dibandingkan yang tersusun secara seri.
8. Mengapa alat ukur Voltmeter yang memiliki sensitivitas yang lebih besar
akan menghasilkan pengukuran yang lebih baik terutama pengukuran pada
jaringan – jaringan.
Jawaban :
Jika sebuah alat ukur memiliki sensitivitas yang lebih besar akan
menghasilkan pengukuran yang lebih baik karena hasil pengukuran yang
akan didapatkan akan lebih akurat, dan mendekati kebenarannya secara
teori, dan kesalahan relatifnya semakin kecil. Itulah sebabnya alat ukur
voltmeter yang memiliki sensitifitas yang lebih besar akan menghasilkan
pengukuran lebih baik.
I.8 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa
sebagai berikut :
1. Dari hasil pengukuran arus pada percobaan didapatkan hasil semakin besar
beban yang diberikan maka arus yang diperoleh semakin besar begitupun
sebaliknya. Jadi arus berbanding lurus dengan beban. Pada batas ukur 100
mA pada beban 180 dan 280 Watt terjadi overload karena sudah melewati
batas ukur dari alat ukur sendiri yaitu 100 mA. Maka hasil pengukuran
tidak terbaca lagi
2. Dalam pengukuran tegangan pada masing-masing batas ukur dan beban
didapatkan hasil yang hampir sama atau mendekati dengan V teori yaitu
220 volt. Namun masih terjadi kesalahan relatif, hal ini terjadi karena
kesalahan pada saat praktikum. Tegangan tidak terlalu berpengaruh
terhadap pengukuran karena berapapun arus dan batas ukur, tegangan
selalu konstan.
3. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang tepat, dengan persentase
kesalahan yang minimal, maka hal-hal yang perlu diperhatikan, adalah
sebagai berikut:
a. Menempatkan jarum penunjuk pada titik ukur semula sebelum
pengukuran.
b. Memperhatikan batas ukur yang sesuai dengan besaran yang akan
diukur.
c. Saat membaca skala pada alat ukur, maka dibutuhkan ketelitian untuk
menghindari kesalahan.
4. Kesalahan pengukuran terjadi karena beberapa factor baik kesalahan dari
alat ukur sendiri maupun kesalahan dari pengamat. Seperti kurangnya
ketelitian pengamat saat melakukan pembacaan, kuranngya sensitivitas
dari alat ukur, alat ukur yang kurang presisi, dan lain-lai.
5. Kesalahan relatif pada arus maupun tegangan dapat dihitung secara teori
berdasarkan persamaan 1.2 dan persamaan 1.3.
A = [15 55 80 180 280];B = [68.1 250 363.6 818.1 1272.7];C = [70.4 241.7 350.7 0 0];H = plot(A,B,'-',A,C,'--');set(H,'linewidth',2);grid on;xlabel('Beban (Watt)');ylabel('Arus (A)');title({'Grafik Perbandingan Arus Teori dan Arus Pratikum dengan Batas Ukur 100 mA';
'GALIH BUDI SANTOSA (1404405076) - Kelompok 17'});
A = [15 55 80 180 280];B = [68.1 250 363.6 818.1 1272.7];C = [70 241 349 777 1197];H = plot(A,B,'-',A,C,'--');set(H,'linewidth',2);grid on;xlabel('Beban (Watt)');ylabel('Arus (A)');title({'Grafik Perbandingan Arus Teori dan Arus Pratikum dengan Batas Ukur 1000 mA'; 'GALIH BUDI SANTOSA (1404405076) - Kelompok 17'});
SINTAKS MATLAB
a. Grafik Perbandingan Arus Teori dan Arus Pratikum dengan Batas
Ukur 100 mA
b. Grafik Perbandingan Arus Teori dan Arus Pratikum dengan Batas
Ukur 1.000 mA
c. Grafik Perbandingan Arus Teori dan Arus Pratikum dengan Batas
Ukur 10.000 V
A = [15 55 80 180 280];B = [68.1 250 363.6 818.1 1272.7];C = [60 230 330 760 1180];H = plot(A,B,'-',A,C,'--');set(H,'linewidth',2);grid on;xlabel('Beban (Watt)');ylabel('Arus (A)');title({'Grafik Perbandingan Arus Teori dan Arus Pratikum dengan Batas Ukur 10.000 mA'; 'GALIH BUDI SANTOSA (1404405076) - Kelompok 17'});
A = [15 55 80 180 280];B = [220 220 220 220 220];C = [220 220 220 219 219];H = plot(A,B,'-',A,C,'--');set(H,'linewidth',2);grid on;xlabel('Beban (Watt)');ylabel('Arus (A)');title({'Grafik Perbandingan Tegangan Teori dan Tegangan Pratikum dengan Batas Ukur 1.000 V'; 'GALIH BUDI SANTOSA (1404405076) - Kelompok 17'});
a. Grafik Perbandingan Tegangan Teori dan Tegangan Pratikum
dengan Batas Ukur 100 V
A = [15 55 80 180 280];B = [220 220 220 220 220];C = [221.4 221 220.8 219.5 218.5];H = plot(A,B,'-',A,C,'--');set(H,'linewidth',2);grid on;xlabel('Beban (Watt)');ylabel('Arus (A)');title({'Grafik Perbandingan Tegangan Teori dan Tegangan Pratikum dengan Batas Ukur 100 V'; 'GALIH BUDI SANTOSA (1404405076) - Kelompok 17'});
b. Grafik Perbandingan Tegangan Teori dan Tegangan Pratikum
dengan Batas Ukur 100 V
PERTANYAAN
1. Apa sebabnya untuk V yang kecil penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil?
2. Apa sebabnya untuk V yang besar penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar?.
3. Apa sebabnya untuk I yang kecil penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil?
4. Apa sebabnya untuk I yang besar penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar?
5. Dalam pengamatan di atas, digunakan supply AC 220 Volt dengan
frekuensi 50 Hz, berpengaruhkah frekuensi ini terhadap penunjukan jarum
penunjuk?
Berikan alasannya!
6. Presisikah hasil pengamatan yang anda lakukan tersebut di atas? Jelaskan
untuk pengamatan pengukuran arus Iistrik dan pengamatan tegangan
listrik.
7. Kenapa untuk pengukuran tegangan listrik pada percobaan diatas, Jikalau
dilakukan pengukuran tegangan dengan menggunakan pengukuran
beberapa alat ukur secara paralel, dapat memperbesar kesalahan?.
Jelaskan!
8. Mengapa alat ukur Voltmeter yang memiliki sensitivitas yang Iebih besar
akan meng hasilkan pengukuran yang lebih baik terutama pengukuran
pada jaringan - jaringan tenaga?