PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA...

49
i PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA PESANTREN MODERN DAN TRADISIONAL SKRIPSI Oleh : Debrina Rosset NIM : 201210230311090 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016

Transcript of PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA...

Page 1: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

i

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA

PESANTREN MODERN DAN TRADISIONAL

SKRIPSI

Oleh :

Debrina Rosset

NIM : 201210230311090

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016

Page 2: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

ii

Page 3: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

iii

Page 4: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

iv

Page 5: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

serta pertolongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan

perilaku prososial santriwati antara pesantren modern dan tradisional”. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan program srata satu

(S-1) Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, dukungan

serta petunjuk yang membuat penulis bias bertahan untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasi kepada yang

bersangkutan :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang

2. Ibu Hudaniah, S.Psi., M.Si dan Ibu Diana Savitri Hidayati, S.Psi., M.Psi selaku

Pembimbing 1 dan Pembimbing II yang telah banyak dan tidak bosan meluangkan

waktu, fikiran serta masukan dalam penyampaian mengenai skripsi ini, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Mohammad Shohib, S.Psi., M.si., selaku dosen wali penulis, yang telah

menjadi dosen wali selama 4 tahun dan selalu tidak bosan-bosannya memberikan

motivasi dan nasihat serta semangat mulai dari awal masuk kuliah sampai pada

akhirnya melaksanakan skripsi ini.

4. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si., selaku ketua program Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang

5. Dosen-dosen, staf pengajar, serta para karyawan di Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu

6. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan semangat, doa yang tiada henti, serta tidak

bosan mendengarkan keluh kesah anaknya demi kesuksesan dalam menjalankan

skripsi ini.

7. Kakak dan adikku, Monick roseta, S.Kh dan Annisa Zelitha yang setia menunggu dan

selalu mendoakan kelancaran skripsi adik dan kakak mu ini.

8. Teman-teman kontrakan ngelo Chaera, Jebronk, Resyonk, Pink, Hilda dan Nuri yang

telah menjadi teman-teman bercerita, teman berbagi rasa, yang terkadang mengesalkan

namun mengasyikkan dan terkenang dihati.

9. Tim solid sekaligus sahabat dan teman seperjuangan Rahmah Maulida dan Dinda

Oktariani yang selalu setia menemani saya dalam mengerjakan skripsi serta menemani

saya dalam melakukan survey lokasi

10. Bayu agung Nugroho selaku kakak ipar serta Pak Kusnasir selaku pakde saya yang

diakhir juga telah membantu mencari lokasi untuk melakukan penelitian ini.

11. Mochammad gede pratama dan Hendra Nurrokhmad, teman seangkatan namun

berbeda jurusan, karena mereka telah membantu memperbaiki laptop saya ketika rusak

selama pengerjaan skripsi ini tanpa mau dibayar.

12. Ponpes Ar-rohmah dan Ponpes Nurul huda yang telah mengizinkan saya untuk

menyebarkan skala penelitian skripsi saya.

Page 6: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

iv

Semoga Allah memberikan balasan dan pahala yang berlimpah atas semua kebaikan,

doa serta motivasi yang telah diberikan. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini

masih banyak kekurangan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti

sendiri maupun pembaca.

Malang, 24 Mei 2016

Penulis

Debrina Rosset

Page 7: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

v

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ........................................................................................................ i

Surat Pernyataan ............................................................................................................. ii

Kata Pengantar ................................................................................................................ iii

Daftar Isi ......................................................................................................................... v

Daftar Tabel ................................................................................................................... vi

Daftar Lampiran ............................................................................................................. vii

ABSTRAK ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................... 2

LANDASAN TEORI ...................................................................................................... 5

Pondok Pesantren .................................................................................................. 5

Syarat-Syarat Pesantren ......................................................................................... 5

Ciri-Ciri Pendidikan Pesantren ............................................................................. 6

Tujuan Pendidikan Pesantren ................................................................................ 6

Macam-Macam Pesantren .................................................................................... 7

Ciri Khas Pesantren Tradisional ........................................................................... 7

Ciri Khas Pesantren Modern ................................................................................ 8

Perilaku Prososial .................................................................................................. 8

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial ......................................... 9

Aspek-Aspek Perilaku Prososial ........................................................................... 9

Alasan-Alasan Orang Tidak Mau Menolong ....................................................... 10

Hipotesa 1 .............................................................................................................. 11

Hipotesa 2 .............................................................................................................. 11

METODE PENELITIAN................................................................................................ 11

Rancangan Penelitian ............................................................................................ 11

Subjek Penelitian ................................................................................................... 11

Variabel dan Instrumen Penelitian ........................................................................ 11

Prosedur dan Analisa Data Penelitian .................................................................. 12

HASIL PENELITIAN .................................................................................................... 13

DISKUSI ........................................................................................................................ 15

SIMPULAN DAN IMPLIKASI .................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 19

Page 8: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian 12

Tabel 2. Indikator Item Skala Perilaku Prososial 13

Tabel 3. Skor penelitian untuk pernyataan positif dan negatif 13

Tabel 4. Deskripsi Subjek Penelitian 13

Tabel 5. Jumlah Kategorisasi Responden Pada Masing-Masing Pesantren 14

Tabel 6. Test Of Normality 14

Tabel 7. Group Statistic 14

Tabel 8. Independent samples t test 15

Page 9: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Perilaku Prososial 23

Lampiran 2. Blue Print Skala Perilaku Prososial 26

Lampiran 3. Hasil Try Out 28

Lampiran 4. Nama Responden dan hasil Try Out 32

Lampiran 5. Tabel Item valid dan gugur 33

Lampiran 6. Hasil Penelitian 33

Lampiran 7. Uji Kenormalan Data 33

Lampiran 8. Uji Homogenitas 33

Lampiran 9. Uji Independent Sample t test 34

Lampiran 10. Uji Kategorisasi 34

Lampiran 11. Identitas Responden Pesantren Modern 35

Lampiran 12. Identitas Responden Pesantren Tradisional 37

Lampiran 13. Surat Pemberian Ijin Dari Pesantren Modern 39

Lampiran 14. Surat Pemberian Ijin Dari Pesantren Tradisional 40

Page 10: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

1

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA

PESANTREN MODERN DAN TRADISIONAL

Debrina Rosset

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

Telah dijumpai didalam pesantren santriwati adanya masalah pada perilaku prososialnya

seperti suka mengambil barang temannya tanpa ijin, menyontek serta tidak peduli terhadap

keadaan temannya yang sedang sakit dan sebagainya. Definisi dari perilaku prososial itu

sendiri merupakan suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus

menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan

mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong. Pesantren sendiri

terdapat 2 jenisnya, yaitu pesantren modern dan pesantren tradisional. Kurikulum serta

aktifitas yang membedakan kedua jenis pesantren tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah

ingin mengetahui perbedaan perilaku prososial santriwati pesantren modern dan tradisional.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif kausal komparatif. Teknik pengambilan

sample yang digunakan menggunakan purposive sampling. Subjek penelitian ini merupakan

santriwati dari pesantren modern yang berjumlah 50 subjek dan santriwati pesantren

tradisional yang berjumlah 50 subjek. Data penelitian ini menggunakan skala perilaku

prososial. Analisa data menggunakan uji-t (t-test). Berdasarkan penelitian ini telah diketahui

bahwa perilaku prososial pesantren modern mendapatkan nilai lebih tinggi dibandingkan

dengan pesantren modern, dengan jumlah mean pada pesantren modern sebesar 73.22 dan

jumlah mean pada pesantren tradisional sebesar 68.84 dengan taraf signifikansi 5%.

Kata Kunci: Perilaku Prososial, Pesantren Modern, Pesantren Tradisional

Has been found in the islamic boarding school for girls problem with the behavior of such

prososialnya likes to take his stuff without permission, cheat and do not care about the state

of his friend who was sick, and so on. Definition of prosocial behavior is it self a beneficial

action to help other people without having to provide a direct benefit to the person who

performed the action, and may even involve some risk for those who helped. There are two

kinds of islamic boarding school, namely are the modern islamic boarding School and

traditional islamic boarding school. Curriculum and activities that differentiate the two types

of that islamic boarding School. So the purpose of this study was to determine differences in

prosocial behavior the children of modern islamic boarding school and traditional boarding

school. This research is a quantitative causal comparative. Techniques to take the samples

using purposive sampling. This research subject is the female students of modern islamic

boarding school totaling 50 subjects and female students of traditional boarding schools

totaling 50 subjects. This research data using a scale of prosocial behavior. The analyzed for

this data using t-test (t-test). Based on this study has been known that the prosocial behavior

of modern islamic Boarding School scored higher than traditional islamic boarding school,

with a scores mean in modern islamic boarding School at 73.22 and scores mean on a

Traditional Islamic Boarding School at 68.84 with a significance level of 5%.

Keywords: prosocial behavior, modern islamic Boarding School, Traditional Islamic

Boarding School

Page 11: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

2

Di zaman modern ini pondok pesantren sudah mulai banyak didirikan di Indonesia, hal ini

menunjukkan bahwa pendidikan agama Islam telah berkembang dan menyebarluas hampir di

seluruh Indonesia. Namun untuk mencetak karakter santri atau santriwati berbudi pekerti dan

bermoral, tergantung bagaimana santri atau santriwati itu sendiri dalam menanamkan perilaku

atau moral yang baik di dalam dirinya yang telah ia dapatkan dari kyainya, serta bagaimana

pendidiknya atau pengasuh santri itu tersebut dalam mengayomi santri-santri tersebut.

Pesantren itu sendiri memiliki definisi sebagai lembaga tradisional Islam untuk memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral

agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994). Sehingga

dari definisi pesantren itu sendiri terlihat tujuannya yang mengharapkan agar alumni

pesantren mampu menjadi seorang yang berperilaku baik atau memiliki moral yang baik yang

tidak hanya memahaminya saja, namun juga di praktekkan di kehidupan sehari-harinya, yang

nantinya akan bermanfaat untuk orang lain maupun dirinya sendiri. Karena berbuat baik itu

sendiri walaupun kita tidak mendapatkan apa-apa secara langsung, atau bahkan mendapatkan

kerugian namun hal tersebut akan berbuah manis pada diri kita sendiri walaupun tidak di

dunia, tapi di akhirat kita akan mendapatkan balasan dari perbuatan kita. Pondok pesantren ini

pun sudah hampir meluas di Indonesia. Pesantren kini memiliki dua macam sebutan, ada di

namakan pesantren modern dan ada pesantren tradisional, walaupun macamnya berbeda

namun tujuan dari kedua model pesantren ini sama, hanya aktivitas dan kegiatannya saja yang

agak berbeda. Tujuan diadakannya pendidikan pesantren ini pun berbagai macam seperti

halnya untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, seperti tolong menolong kepada

sesama, tidak menghina orang lain saling menghargai orang lain, bermanfaat bagi

masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri, bebas dan teguh dalam kepribadiannya,

menyebarkan atau menegakkan agama Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah

masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia

(M.Sulthon, 2005).

Jika para santri yang ada di pesantren modern maupun tradisional dapat mengaplikasikan

perilaku prososial dalam kegiatan sehari-harinya maka hal ini akan berguna untuk kehidupan

bangsa Indonesia yang lebih religi dan bermoral serta berjalannya tujuan pendidikan

pesantren seperti yang diharapkan, seperti salah satunya pengembangan kepribadian muslim

yang suka tolong menolong kepada sesama (M.Sulthon, 2005). Definisi perilaku prososial itu

sendiri merupakan perilaku yang mempunyai akibat yang positif bagi yang di tolong begitu

juga terkadang si penolong mendapatkan konsekuensi yang positif, yang berupa pemberian

bantuan pada orang lain baik secara fisik maupun psikologis, seperti senang membantu,

keterlibatan dengan orang lain, kerjasama, persahabatan, menolong, memperhatikan orang

lain dan kedermawanan (Wrightman dan Deaux,1981). Seperti contoh perilaku sederhana

sederhana memperhatikan orang lain pun dapat dikatakan perilaku prososial, seperti halnya

dalam dunia pendidikan salah satunya pesantren, kerjasama dalam membantu teman yang

tidak memahami pelajaran dapat dikatakan perilaku prososial. Sehingga perilaku prososial ini

sendiri dapat memberikan keuntungan untuk orang lain, meskipun bagi si penolong terkadang

tidak mendapatkan keuntungan sama sekali, yang mana disebutkan juga bahwa perilaku

prososial merupakan perilaku yang menguntungkan orang lain yang di lakukan secara

sukarela dan tanpa menguntungkan yang nyata bagi orang yang memberikan pertolongan

tersebut. ( Baron dan Byrne, 1994). Terdapat beberapa macam hal yang mempengaruhi

perilaku prososial yang ditemukan di dalam beberapa jurnal internasional seperti perbedaan

budaya mempengaruhi perilaku prososial dan dikatakan bahwa orang-orang yang berada

didesa lebih tinggi perilaku prososial dibandingkan dengan mereka yang berada di kota

Page 12: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

3

Olukayode (2014). Kemudian ditemukan pula dalam jurnal internasional tidak ada perbedaan

antara perilaku prososial antara perempuan dan laki-laki, karena hal yang mempengaruhi

perilaku prososial berbeda dari situasi kesituasi Farha (2013).

Adapun ciri-ciri pondok pesantren membedakan dengan lembaga pendidikan yang lainnya.

Seperti, adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai, mematuhi kyai, karena menurut

para santri itu sendiri menentang kyai selain dianggap tidak sopan, hal tersebut bertentangan

dengan ajaran islam, hidup hemat dan sederhana pun ditanamkan di pesantren, semangat

menolong diri sendiri juga sangat terasa di antara kalangan santri di pesantren, kemudian

perilaku prososial ditanamkan di pesantren juga seperti tolong menolong dan jiwa

persaudaraan yang erat, karena pesantren ini sudah terbiasa hidup bersama-sama dengan

temannya, susah senang bersama teman-temannya sehingga memungkinkan para santrinya

memiliki rasa kasih sayang kepada teman-temannya seperti saudara sendiri, kedisiplinan juga

sangat ditekankan di pesantren, berani menderita untuk mendapatkan suatu tujuan serta

mendapatkan kehidupan agama yang baik ( Mukti,1987).

Dilihat dari beberapa pola umum pendidikan pondok pesantren , maka pondok pesantren

tersebut memiliki perilaku yang seharusnya sudah terbentuk dalam tolong menolong dalam

suasana persaudaraan seperti dalam pengertian perilaku prososial itu sendiri yang merupakan

tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang

lain tanpa mengharapkan imbalan apapun atau perasaan telah melakukan kebaikan ( David

O.Sears. dkk 1991). Dalam hal ini yang dikatakan menolong orang lain tanpa mengharapkan

imbalan juga masuk dalam keikhlasan yang ditanamkan didalam kehidupan sehari-hari. Hal

ini juga berkaitan dengan tujuan khusus dari pesantren itu sendiri yaitu mempersiapkan para

santri untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang

bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. Namun dalam hal ini ditemukan

permasalahan pada perilaku prososial santriwati seperti adanya santriwati yang suka berbuat

curang seperti menyontek saat ujian, memakai sandal temannya tanpa ijin sehingga membuat

temannya harus membeli sandal baru dan juga memakai seragam temannya yang di ambil

jemuran saat ada acara kumpul tiba-tiba, adanya rasa tidak ingin bekerjasama saat bersih-

bersih lingkungan dan juga rasa tidak peduli terhadap temannya yang sedang sakit dan tidak

mau berbagi makanan saat temannya sedang lapar.

Pesantren sendiri terdapat dua jenisnya yaitu pesantren modern dan tradisional (Wardi

dkk,1990). Adapun hal-hal yang membedakan antara pesantren modern dan tradisional. Pada

pesantren modern Ilmu umum dan agama sama-sama dipelajari, lebih disiplin dan lebih

agresif, pendaftaran dengan sistem seleksi sehingga tidak semua calon santri diterima, biaya

masuk umumnya lebih tinggi dari pesantren tradisional, ada daftar ulang setiap tahun

layaknya sistem administrasi di sekolah, kemampuan pelajaran umum karena memiliki

sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag, memiliki berbagai

keterampilan karena banyaknya kegiatan ektrakulikuler metode pembelajaran yang seperti

sekolah formal. Sedangkan pada pesantren tradisional metode belajar mengajar terbagi

menjadi dua yaitu metode sorogan wetonan dan metode klasikal, menguasai kitab kuning,

Biaya masuk pesantren salaf umumnya jauh lebih murah dan tidak ada daftar ulang setiap

tahunnya (Mastuhu 1994)

Adapun fenomena yang yang terjadi dalam hasil wawancara kepada alumni pesantren modern

dan tradisional dan pengalaman dari kehidupan yang ada di pesantren yang memunculkan

perilaku prososial dilihat dari kegiatan atau aktifitas sehari-hari mereka. Terlihat pada

Page 13: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

4

pesantren tradisional dikatakan bahwa aktivitas sehari-hari yang dilakukan adalah seperti

mengaji, hapalan dan tidak ada kegiatan ekstra kuliker didalamnya, mereka lebih berfokus

pada pelajaran kitab kuning yang diberikan. Jadi ketika sedang menghapal, para santri itu

saling membantu mendengarkan atau memberikan cara termudah dalam menghapal setiap

surat dalam al qur’an atau pelajaran. Cara santri pesantren tradisional belajar adalah dengan

metode sorogan atau wetonan, yang mana metode sorogan ini adalah cara belajar yang mana

setiap santri akan belajar berhadapan dengan kyainya satu persatu dengan membawa kitab

kuning agar santri lebih memahami pelajaran tersebut dan juga tujuannya adalah agar kyai

tersebut memahami bagaimana cara belajar santri tersebut. Sedangkan wetonan ini sendiri

cara belajar santri dengan cara menjelaskan apa yang mereka ketahui dalam pelajaran tersebut

kepada kyai dengan menjelaskan secara individu. Kegiatan gotong royong seperti bersih-

bersih lingkungan juga dilakukan oleh pesantren tradisional ini yang menimbulkan perilaku

prososial.

Pada pesantren modern, aktivitas yang dilakukan oleh mereka sehari-harinya tidak hanya

belajar mengaji, hapalan ataupun kitab kuning. Mereka juga sering belajar secara

berkelompok. Para santri ini ini juga mendapatkan kegiatan ektrakulikuler, yang mana

kegiatan tersebut mengharuskan para santri mengikutinya, seperti kegiatan pramuka,

perkemahan kamis jumat dan juga adanya pentas seni serta kegiatan cerdas cermat. Sehingga

dalam hal ini para santri mau tidak mau mengeluarkan pertolongan atau bantuan serta saling

bekerja sama dalam hal membuat background panggung pentas seni, karena background

panggung untuk acara pentas seni tersebut sangat besar dan tersusun dari beberapa papan

untuk di lukis menjadi sebuah panggung, kemudian ketika membuat pioneering untuk

pramuka, sehingga dalam kegiatan semacam itu sangat dibutuhkan kerja sama dalam

membuat hal hal tersebut seperti yang sudah disebutkan yaitu background, pioneering, hal ini

seperti yang ditemukan didalam jurnal internasional yang mengatakan bahwa membentuk

sebuah kelompok dan bagaimana interaksi dengan kelompok dapat mempengaruhi perilaku

prososial seseorang (Bruno and Stephan, 2003). Kegiatan gotong royong juga sering

dilakukan dipesantren modern.

Dilihat dari model pembelajarannya, pesantren modern hampir mirip dengan sekolah umum

pada biasanya yang memiliki kegiatan ektrakulikuler, namun disini jelas berbeda karena

peraturan yang ketat dan disiplin, Karena di dalam pesantren segala kegiatan harus di

ikutsertakan oleh setiap santriwati, jika tidak maka santriwati tersebut akan mendapatkan

hukuman. Oleh sebab itu maka di pesantren modern semua santriwati mau tidak mau sering

melakukan perilaku prososial, yang mana pada akhirnya kewajiban tersebut menjadi sebuah

kebiasaan dalam sehari-hari. Jika dilihat dari aktivitas atau kegiatan sehari-harinya maka,

terlihat bahwa pesantren modern lebih banyak menunjukkan perilaku prososial mereka

dibandingkan dengan pesantren tradisional. ditemukan bahwa terdapat perilaku prososial

pada siswa pondok pesantren modern X dalam membantu teman-temannya saat salah satu

temannya tidak memahami pelajaran yang di jelaskan oleh guru mereka, salah satunya saat

menolong teman terutama saat sedang mengalami kesulitan saat pembelajaran sosiologi

berlangsung, hampir semua siswa berupaya untuk saling membantu saat mengalami kesulitan

tersebut, para santri pun tidak pernah mengganggu teman-teman yang lainnya saat pelajaran

sedang berlangsung.

Beberapa fenomena yang ditemukan dalam tahun 2015 ini memperlihatkan terdapat beberapa

kepedulian yang lebih banyak ditunjukkan oleh pesantren modern dalam membantu di setiap

kejadian atau peristiwa yang mebutuhkan kepedulian atau pertolongan manusia. Seperti pada

Page 14: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

5

tanggal 25 Oktober pondok pesantren modern Hidayatul Mubtadi’in ini menggelar pengajian

umum dan santunan anak yatim piatu dalam rangka 10 Muharram 1437 H

(www.radarpekalongan.com). Kemudian juga pada 12 Maret Pesantren Terpadu Ruhul Islam

Anak Bangsa (RIAB) Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, yang mana dikatakan

bahwa pesantren ini termasuk pesantren modern yang ada di Provinsi Aceh menggelar doa

bersama mengenang empat tahun bencana tsunami yang terjadi di Jepang. Sebagai tanda balas

budi yang telah banyak bantuan yang diberikan oleh jepang saat tragedi tsunami di Aceh

terjadi tahun 2004 silam (Antara News). Pada tanggal 15 September, Salat gaib dilakukan

oleh para santri pondok pesantren modern Hidayatul Mubtadiin untuk mendoakan jemaah

korban tragedi ambruknya crane (Liputan6.com). Pada tanggal 22 oktober, Dalam rangka

peringatan Hari Santri Nasional (HSN), puluhan santri Pondok Pesantren modern Al-Hidayah

menggelar doa bersama untuk pasien yang sedang dirawat di Rumah Sakit Islam (RSI)

Purwokerto (Suaramerdeka.com).

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa yang akan diangkat dalam penelitian ini

adalah apakah ada perbedaan perilaku prososial antara santriwati pesantren modern dan

tradisional, apakah perilaku prososial santriwati pesantren modern lebih tinggi dibanding

pesantren tradisional? Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan perilaku prososial

santriwati antara pesantren modern dan tradisional. Manfaat penelitian ini diharapkan mampu

memberikan informasi mengenai perbedaan perilaku prososial di pesantren modern dan

tradisional sehingga dapat mengembangkan teori di bidang psikologi seperti psikologi sosial,

psikologi belajar dan psikologi perkembangan.

Pondok Pesantren

Menurut Mastuhu (1994) pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan tradisional

Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran

Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-

hari, karena di harapkan alumni pesantren tidak hanya memahami sebagai teorinya saja

namun dapat di praktekkan di dalam kehidupan sehari-harinya, karena hal tersebut akan

bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

Syarat-Syarat Pesantren

Menurut Ahmad (2012) disebut pesantren bila memenuhi 5 syarat meliputi:

1. Kyai pesantren, seperti halnya mencangkup seorang yang dipantaskan untuk menjadi kyai

di pesantren tersebut untuk zaman sekarang dan nantinya

2. Ada pondok, sebuah tempat pendidikan tidak dapat disebut sebuah pesantren jika tidak ada

pondoknya, hal tersebut mencangkup syarat-syarat fisik dan non fisik, pembiayaan, tempat

dan lain-lain

3. Ada masjid, di dalam pesantren tujuan utamnya adalah untuk mendidik para santrinya agar

lebih religi. Sehingga masjid jelas ada di dalamnya, masjid sendiri sama cakupannya

dengan pondok,

4. Ada santri, untuk menjadi santri pun tidak hanya membawa nama santri namun

perlakuannya juga di lihat, hal tersebut melingkupi masalah syarat, fisik, dan tugas santri.

5. Ada pengajaran membaca kitab kuning, bila di luaskan akan mencangkup kurikulum

pesantren dalam arti luas.

Page 15: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

6

Ciri-ciri Pendidikan Pesantren

Ciri utama pendidikan pesantren (Mastuhu 1994), yaitu :

1. Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran islam. Anak didik dibantu agar mampu memahami

makna hidup, keberadaan, peranan, serta tanggung jawabnya dalam kehidupan di

masyarakat. Tidak hanya semaunya saja dalam melakukan peranan dalam kehidupannya

namun harus memahami tata aturan dalammenjalankan segala sesuatunya menurut ajaran

agama islam.

2. Memiliki kebebasan yang terpimpin. Setiap manusia memiliki kebebasan, tapi kebebasan

itu harus dibatasi karena kebebasan memiliki makna yang berarti dan terstruktur bukan

kebebasan yang tidak terkendali dan melebihi aturan dan semaunya. Jika kebebasan itu

sendiri melebihi batas sewajarnya maka akan berdampak pada kerusakan yang ada.

3. Berkemampuan mengatur diri sendiri. Di pesantren, santri mengatur sendiri kehidupannya

menuruti batasan yang diajarkan agama. Karena tidak adanya orang tua yang menemani,

maka mau tidak mau santri akan belajar dan terbiasa mengatur dirinya sendiri, mulai dari

mengatur emosi, waktu dan keuangan yang ada.

4. Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Dalam pesantren berlaku prinsip jika dalam hal

kewajiban, individu harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hal hak,

individu harus mendahulukan kepentingan orang lain sebelum kepentingan diri sendiri.

Karena ketika santri tersebut lebih mementingkan hak lebih dulu dari pada kepentingan

temannya maka santri tersebut kurang memiliki banyak teman yang menyukainya dan akan

merasa tidak betah berada di dalam pesantren tersebut. Maka kebersamaan di dalam

kehidupan akan berjalan secara damai.

5. Menghormati orang tua dan guru. Menghormati orang tua memang sudah jelas kewajiban

dalam agama islam, karena ada hadist pun yang mengatakan bahwa ridho Allah tergantung

pada ridho orang tua, sedangkan guru pun juga sama, guru adalah orang yang kita patuhi

setelah orang tua kita, karena dalam islam guru merupakan orangtua kita yang ada dii

sekolah.

6. Cinta kepada ilmu. Banyak hadits yang mengajarkan pentingnya menuntut ilmu dan

menjaganya. Karena itu orang- orang pesantren cenderung memandang ilmu sebagai

sesuatu yang suci dan tinggi, dan Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang

berilmu, ada mahfudzot yang mengatakan tuntutlah ilmu walau ke negeri china. Sehingga

sangat dianjurkan untuk para santri rajin dalam tidak boleh bermalas-malasan dalam

menuntut ilmu, karena mala situ sendiri merupakan temannya setan, dan setan itu sangat

nyata.

7. Mandiri. Sejak awal santri telah dilatih untuk mandiri. Karena hidup mereka telah jauh dari

orang tua, maka mau tidak mau mereka akan belajar hidup mandiri dalam mengurus

aktifitas mereka. Mereka kebanyakan memasak sendiri, mengatur uang belanja sendiri,

mencuci pakaiannya sendiri, membersihkan kamar pondoknya sendiri dan lain- lain.

8. Kesederhanaan. Kesederhanaan itu sesungguhnya merupakan realisasi ajaran islam yang

pada umumnya diajarkan oleh para shufi. Hidup dengan sederhana akan mengajarkan kita

selalu bersyukur, karena apapun yang berlebih-lebihan tidak di perbolehkan dalam islam.

Hidup cara shufi memang merupakan suatu yang khas pesantren umumnya.

Tujuan Pendidikan Pesantren

Tujuan diadakannya pendidikan pesantren; a)untuk menciptakan dan mengembangkan

kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,

b)berakhlak mulia, seperti tolong menolong kepada sesama, tidak menghina orang lain saling

Page 16: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

7

menghargai orang lain, c) bermanfaat bagi masyarakat,c) sebagai pelayan masyarakat, d)

mandiri, e) bebas dan teguh dalam kepribadiannya, f) menyebarkan atau menegakkan agama

islam dan kejayaan umat islam di tengah-tengah masyarakat, g) dan mencintai ilmu dalam

rangka mengembangkan kepribadian Indonesia (M.Sulthon, 2005).

Macam-Macam Pesantren

Dilihat dari sudut pengetahuan yang diajarkan, pesantren dapat digolongkan menjadi dua

macam (Wardi dkk,1990) :

1. Pesantren Tradisional (salafi) yaitu pesantren yang mengajarkan kitab-kitab klasik, seperti

kita nahwu, sorf, balaghoh dan lain sebagainya.Sistem madrasah diterapkan untuk

mempermudah tehnik pengajaran sebagai pengganti sorogan. Pada pesantren ini tidak

diajarkan pengetahuan umum.

2. Pesantren Modern (khalafi) yang selain memberikan pengajaran kitab islam klasik juga

membuka sistem sekolah umum di lingkungan dan di bawah tanggung jawab pesantren,

sehingga kegiatan pesantren modern tidak hanya berfokus pada pelajaran agama saja.

Ciri Khas Pesantren Tradisional

Adapun berbagai ciri khas yang ada di pesantren tradisional (Mastuhu 1994)

1. Metode Belajar Mengajar

Metode belajar mengajar di pesantren tradisional terbagi menjadi dua yaitu metode

sorogan wetonan dan metode klasikal. Metode sorogan adalah sistem belajar mengajar di

mana santri membaca kitab yang dikaji di depan ustadz atau kyai. Sedangkan sistem

weton adalah kyai membaca kitab yang dikaji sedang santri menyimak, mendengarkan

dan memberi makna pada kitab tersebut. Metode sorogan dan wethonan merupakan

metode klasik dan paling tradisional yang ada sejak pertama kali lembaga pesantren

didirikan dan masih tetap eksis dan dipakai sampai saat ini. Adapun metode klasikal

adalah metode sistem kelas yang tidak berbeda dengan sistem modern. Hanya saja bidang

studi yang diajarkan adalah keilmuan agama.

2. Ciri Khas Kultural dan Administratif

Ciri khas kultural yang terdapat dalam pesantren tradisional yang tidak terdapat dalam

pondok modern antara lain; a) Santri lebih hormat dan santun kepada kyai, guru dan

seniornya, b) Santri senior tidak melakukan tindak kekerasan pada yuniornya. Hukuman

atau sanksi yang dilakukan biasanya bersifat non-fisikal seperti dihukum mengaji atau

menyapu atau mengepel, dll, c) Berafiliasi kultural ke Nahdlatul Ulama (NU) dengan ciri

khas seperti fikih bermadzhab Syafi’i, akidah tauhid Asy’ariyah Maturidiyah, tarawih 20

rakaat plus 3 rokaat witir pada bulan Ramadan, baca qunut pada shalat Subuh, membaca

tahlil pada tiap malam Jum’at, peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, d) Sistem

penerimaan tanpa seleksi. Setiap santriwati yang masuk langsung diterima. Sedangkan

penempatan kelas sesuai dengan kemampuan dasar ilmu agama yang dimiliki

sebelumnya, e) Biaya masuk pesantren salaf umumnya jauh lebih murah dan tidak ada

daftar ulang setiap tahunnya, f) Infrastruktur lebih sederhana.

3. Ciri Khas Kualitas Keilmuan

Santriwati pesantren tradisional memiliki kualitas keilmuan yang berbeda dengan

santriwati pondok modern antara lain sebagai berikut; a) Menguasai kitab kuning atau

Page 17: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

8

literatur klasik Islam dalam bahasa Arab dalam berbagai disiplin ilmu agama, b)

Menguasai ilmu gramatika bahasa Arab atau Nahwu, Sharaf, balaghah (maany, bayan,

badi’), dan mantiq secara mendalam karena ilmu-ilmu tersebut dipelajari serius dan

menempati porsi cukup besar dalam kurikulum pesantren salaf di samping fikih madzhab

Syafi’i, c) Dalam memahami kitab bahasa Arab santriwati salaf memakai sistem makna

gandul dan makna terjemahan bebas sekaligus.

Ciri Khas Pesantren Modern

Adapun berbagai ciri khas yang ada di pesantren modern (Mastuhu 1994)

1. Metode Belajar Mengajar

Metode belajar pesantren modern yakni; a) Umumnya memakai sitem klasikal, b) Ilmu

umum dan agama sama-sama dipelajari, c) Penekanan pada bahasa asing Arab dan

Inggris percakapan, d) Pembelajaran kitab kuning tanpa penekanan, e) Sebagian

memakai kurikulum sendiri seperti Gontor. Sedangkan sebagian yang lain memakai

kurikulum pemerintah.

2. Ciri Khas Kultural dan Administratif

Santriwati pesantren modern memiliki kualitas keilmuan yang berbeda dengan santriwati

pondok tradisional antara lain sebagai berikut; a) Lebih disiplin dan lebih agresif, b)

Mirip dengan sistem militer, santriwati senior mendominasi. Kekerasan menjadi budaya

dalam memberi sanksi pada santri yunior, c) Sopan santun juga sangat terlihat, d)

Pendaftaran dengan sistem seleksi sehingga tidak semua calon santriwati diterima, e)

Biaya masuk umumnya lebih tinggi dari pesantren trdisional, f) Ada daftar ulang setiap

tahun layaknya sistem administrasi di sekolah, g) Secara finansial lebih tercukupi karena

biaya relatif tinggi dibanding salaf.

3. Kualitas Keilmuan

Santriwati pesantren modern memiliki kualitas keilmuan yang berbeda dengan santriwati

pondok modern antara lain sebagai berikut, a) Pintar berbahasa Arab dan inggris dalam

percakapan (b) Kemampuan pelajaran umum karena Memiliki sekolah formal di bawah

kurikulum Diknas dan/atau Kemenag, c) Memiliki berbagai keterampilan karena

banyaknya kegiatan ektrakulikuler.

Perilaku Prososial

Tingkah laku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain

tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan

tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong.

Baron&Byrne (1994). perilaku prososial adalah suatu tingkah laku yang mempunyai suatu

akibat atau konsekuensi positif bagi patner interaksi, selain itu tingkah laku yang bisa di

klasifikasikan sebagai tingkah laku sosial sangat beragam di mulai dari bentuk yang paling

sederhana hingga yang paling luar biasa, dari hal yang sederhana misalnya seperti memberi

perhatian kepada orang lain, dan yang paling berat seperti mengorbankan diri sendiri. (Pidada

1988)

Page 18: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial

Menurut Sears dkk (1994) hal-hal yang mempengaruhi perilaku prososial adalah :

1. Karakteristik situasi meliputi a) kehadiran orang lain, terkadang kehadiran orang lain

menghambat usaha untuk menolong, alasan yang pertama adalah penyebaran tanggung

jawab yang timbul karena kehadiran orang lain. bila hanya satu orang yang menyaksikan

korban yang mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh

untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dan akan menanggung rasa salah dan

rasa sesal bila tidak bertindak. Terkadang orang lain tidak mau menolong jika mereka di

lihat oleh orang lain, b) Sifat lingkungan ,dari beberapa penelitian salah satu sifat

lingkungan seperti cuaca benar-benar menimbulkan perbedaan pemberian bantuan,

meskipun para pakar psikologi masih memperdebatkan alasan yang tepat untuk efek ini.

Misalnya seperti seeorang teman yang meminta tolong kepada temannya untuk

menjemputnya di kantor, namun jika pada saat itu cuaca sedang panas, membuat orang

tersebut keberatan untuk membantunya, c) Tekanan keterbatasan waktu, dari beberapa

hasil penelitian memperlihatkan bahwa tekanan waktu menimbulkan dampak yang kuat

terhadap pemberian bantuan, seperti ketika seseorang sedang kesakitan karena tersandung,

maka orang-orang yang ada disekitar yang sedang lewat akan lebih banyak menolong

ketika mereka sedang tidak terburu-buru.

2. Karakteristik penolong meliputi, a) Faktor kepribadian, antara kepribadian dan pemberian

bantuan tergantung pada sifat tertentu yang dibahas pada jenis bantuan tertentu yang

dibutuhkan, b) Suasana hati, Bila suasana hati yang buruk menyebabkan kita memusatkan

perhatian pada diri kita sendiri, maka keadaan itu akan mengurangi kemungkinan untuk

membantu orang lain, c) Rasa bersalah, Keadaan psikologis yang mempunyai relevansi

khusus dengan perilaku prososial adalah rasa bersalah, perasaann gelisah yang timbul bila

kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah, d) Distress dan rasa empatik, yang

dimaksud distress diri (personal distress) adalah reaksi pribadi kita terhadap penderitaan

orang lain-perasaan terkejut, takut, cemas, perihatin, tidak berdaya, atau perasaan apa pun,

yang kita alami. Sebaliknya yang dimaksud rasa atau sikap empatik (emphatic concern)

adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai

pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain.

3. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan meliputi, a) Menolong orang yang

kita sukai. Dalam beberapa situasi, mereka yang memiliki daya tarik fisik mempunyai

kemungkinan yang lebih besar untuk menerima bantuan, karena seseorang yang menolong

orang yang ia sukai biasanya disatu sisi ingin menerima pujian ataupun mendapatkan

perilaku yang sama, atau di sukai juga, Perilaku prososial dipengaruhi oleh jenis hubungan

antara orang , seperti yang terlihat jelas dalam pengalaman sehari-hari. Tidak peduli

apakah karena rasa suka, kewajiban social , kepentingan diri atau empati, kita lebih suka

meolong teman dekat dari pada orang asing, karena menolong orang yang lebih dekat kita

tidak akan malu-malu atau canggung saat menolongnya, b) Menolong orang yang pantas

ditolong, beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor sebab-akibat yang utama adalah

pengendalian diri, kita lebih cenderung menolong seseorang bila kita yakin bahwa

penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut.

Aspek-Aspek Perilaku Prososial

Aspek-aspek perilaku prososial menurut Mussen dkk (1989)

1. Berbagi (Sharing)

Berbagi yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain

Page 19: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

10

2. Menolong (Helping)

Menolong yaitu kesediaan untuk memberikan pertolongan atau bantuan kepada orang lain

yang sedang membutuhkan baik berupa bantuan materiil ataupun moril. Menolong

meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang keberlangsungan

kegiatan orang lain

3. Kerjasama (Cooperating)

Kerjasama adalah kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu

tujuan. Kerjasama pada umumnya saling menguntungkan, saling memberi, saling

menolong, dan menenangkan

4. Bertindak jujur (honesty)

Bertindak jujur yaitu kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat

curang terhadap orang lain.

5. Berderma (donating)

Berderma yaitu kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian barang miliknya

kepada orang yang lebih membutuhkan.

Alasan-Alasan Orang Tidak Mau Menolong

Alasan-alasan orang tidak memberikan pertolongan kepada orang lain yang diungkapkan oleh

Baron & Byrne (1994) mencangkup hal-hal berikut ini, a) pertolongan tidak diberikan karena

kegagalan untuk memberi perhatian, b) pertolongan tidak diberikan karena menginterpretasi

sebagai keadaan darurat, yang membuat niat si penolong terhambat, karena menurutnya tidak

mampu jika ia sendiri yang menolongnya, c) pertolongan tidak diberikan karena adanya

asumsi bahwa orang lain seharusnya melakukan sesuatu, d) pertolongan tidak diberikan

karena tidak dimilikinya pengetahuan, keterampilan, dan atau pelatihan, tentu saja ketika

seseorang ingin membantu orang yang sedang kesusahan misalnya seperti orang yang

kerusakan air yang ada di rumahnya, namun orang si penolong ingin membantunya namun

tidak memahami cara membenarkan saluran air, tentu saja hal tersebut membuatnya

kebingungan dalam membantunya, e)pertolongan tidak diberikan karena ketakutan akan

konsekuensi negative atau tidak cukup kuatnya motivasi positif yang ada seperti halnya

berpikiran jika ia menolong orang tersebut justru ia yang akan mendapat musibah.

Pada pengertian serta kurikulum yang diajarkan didalam pendidikan pesantren itu sendiri

memiliki keterkaitan dengan perilaku prososial yang mana pesantren itu sendiri, mengajarkan

kepada santri pentingnya moral dalam berprilaku sehari-hari Mastuhu (1994) dan juga salah

satu tujuan pondok pesantren itu sendiri yaitu memiliki rasa kebersamaan yang tinggi

Mastuhu (1994), sehingga dari hal tersebut berhubungan dengan perilaku prososial yang

sangat penting untuk di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, yang nantinya akan

berdampak positif atau menguntungkan untuk orang banyak, meskipun pada saat itu si

penolong tidak mendapatkan keuntungan apa-apa tetapi dapat bermanfaat di kehidupan

selanjutnya karena manusia itu sendiri merupakan makhluk social yang membutuhkan orang

lain, sehingga perilaku prososial sangatlah penting di dalam kehidupan manusia itu sendiri

maupun lainnya. Dilihat dari karakteristik serta hal-hal yang membedakan antara pesantren

modern dan tradisional, maka dapat dilihat perilaku prososial yang dimunculkan pada

pesantren modern adalah ketika adanya kegiatan belajar seperti kerja kelompok serta saat

melakukan kegiatan gotong royong sedangkan pada perilaku prososial yang dimunculkan

pada pesantren tradisional adalah dalam hal berbagi cerita kepada temannya serta saat mereka

melakukan kegiatan bersih-bersih (Wardi dkk,1990) .

Page 20: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

11

Hipotesa 1

Ada perbedaan perilaku prososial santri ditinjau dari pesantren tradisional dan modern.

Hipotesa 2

Perilaku prososial santri pesantren modern lebih tinggi dibandingkan santri pesantren

tradisional.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif kausal komparatif karena

penelitian ini ingin membandingkan dan mencari hubungan sebab akibat, dengan

menggunakan metode perhitungan statistik tertentu sehingga akan diketahui ada atau tidaknya

perbandingan antara dua variabel yang diteliti Sugiyono (2010). Teknik analisis yang

digunakan untuk uji hipotesis adalah independent sample t test dengan bantuan komputer

sehingga akan diketahui ada atau tidaknya perbedaan antara dua variabel yang diteliti.

Independen sample t test adalah uji komparatif atau uji beda untuk mengetahui adakah

perbedaan mean atau rerata yang bermakna antara 2 kelompok bebas yang berskala data

interval/rasio. Dua kelompok bebas yang dimaksud di sini adalah dua kelompok yang tidak

berpasangan, artinya sumber data berasal dari subjek yang berbeda. Penelitian ini

dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian

ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap dependen yang diteliti.

Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau

ditolak.

Subjek Penelitian

Penelitian ini akan menyelidiki tentang perbedaan perilaku prososial antara pesantren modern

dan tradisional. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik

Purposive sampling atau judgmental sampling yaitu cara penarikan sample yang dilakukan

dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik seperti jenis kelamin dan usia subjek

yang dietapkan peneliti. Karena dalam penelitian ini peneliti mengambil subjek penelitian ini

seorang santriwati yang berada di pesantren modern dan pesantren tradisional, yang mana

untuk santriwati dari pesantren modern sebanyak 50 subjek dan santriwati pesantren

tradisional 50 subjek sehingga keseluruhan berjumlah 100 subjek. Adapun karakteristik

subjek penelitian adalah santriwati yang berusia 12-16 tahun.

Varibel dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini terdapat dua variable yaitu variable bebas (X) dan variable terikat (Y). Variabel

bebas (X) dalam penelitian yaitu santri pesantren modern dan tradisional dan variable

terikatnya (Y) adalah perilaku prososial.

Perilaku prososial adalah Segala perilaku yang memberikan dampak positif bagi si penerima

baik dalam bentuk fisik, materi maupun psikologis, namun tidak menjamin dapat memberikan

Page 21: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

12

dampak positif bagi si pemberi (pelaku) untuk mengukur seberapa besar perilaku prososial

yang di berikan dapat dilihat dengan menggunakan skala prososial.

Pesantren modern adalah pendidikan pesantren yang pendidikannnya tidak hanya berupa kitab

kuning, seperti menghapal Al-quran atau mengaji saja, namun pelajaran umum juga di

berikan. Aktivitas yang dilakukan pesantren ini berbagai macam, seperti kegiatan pentas seni,

pramuka dan lain sebagainya. Sedangkan pesantren tradisional merupakan pesantren dengan

pengajaran pendidikan yang berupa metode sorogan dan wetonan dan hanya mempelajari

kitab kuning saja tanpa di campur aduk oleh pelajaran umum dan kegiatan lainnya. Pesantren

modern dan tradisional yang akan di gunakan dalam penelitian ini yang berada di kota

malang. Dengan mencari pesantren yang berisikan santriwati atau santri perempuan saja.

Data yang diperoleh dari instrument penelitian ini menggunakan model pengukuran skala

likert. Pengukuran ini dilakukan dengan mengumpulkan skor hasil skala yang diberikan

kepada ke dua subjek penelitian dan yang nantinya akan di bandingkan diantara keduanya.

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur perbedaan perilaku prososial

dengan menggunakan skala prososial yang disesuaikan oleh aspek-aspek perilaku prososial

yang di ungkapkan oleh mussen dkk tahun 1989, yang mana aspek-aspek tersebut terdiri dari

5 indikator yaitu, berbagi, menolong, kerjasama, berderma, jujur.

Prosedur dan Analisa Data penelitian

Prosedur penelitian diawali dengan menyusun instrumen penelitian berupa skala likert. Skala

likert menurut Sugiyono (2010) digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial Skala yang dibuat merupakan skala

perilaku prososial dengan menggunakan lima bentuk aspek perilaku prososial yang

dikemukakan oleh Mussen dkk 1989. Setelah pembuatan skala ini selesai, maka selanjutnya

peneliti melakukan uji try out yang dilaksanakan pada Februari 2016 - Maret 2016. Skala try

out yang diberikan berjumlah 26 item ,dengan indikator berbagi berjumlah 5 item, indikator

menolong berjumlah 4 item, indikator kerjasama berjumlah 5 item. indikator jujur 5 item dan

indikator berderma 6 item. Jumlah subjek dalam melakukan try out ini berjumlah 60 subjek,

30 subjek santriwati pesantrem modern dan 30 subjek lainnya santriwati pesantren radisional.

Dari hasil try out ini ditemukan 22 item dikatakan valid.

Tabel 1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Alat ukur Jumlah Item

Diujikan

Jumlah Item

Valid

Jumlah Item

Gugur

Validitas Reliabiitas

Skala

Perilaku

Prososial

26 22 4 0,313-0,755 0,916

Item dikatakan valid karena nilai corrected item-total correlation > 0,30 dan instrumen

dikatakan telah reliabel karena nilai cronbach alpha > 0,60 (Priyatno, 2012).

Tahap selanjutnya peneliti melakukan penelitian pada 10-16 Maret 2016 dengan menyebarkan

skala kepada 100 subjek kepada 50 santriwati pesantren modern dan 50 subjek santriwati

pesantren tradisional. Setelah peneliti menyebarkan skala kepada 100 subjek, data yang

diperoleh di input dan diolah dengan menggunakan program SPSS. Kemudian peneliti

membandingkan hasil diantara keduanya.

Page 22: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

13

Berikut merupakan indikator aspek perilaku prososial yang diungkapkan oleh Mussen dkk

1989 yang mana setiap item telah dinyatakan valid untuk dujikan dalam peneliitian

Tabel 2. Indikator Item Skala Perilaku Prososial

Indikator Item Fav Unfav Jumlah

Berbagi (sharing) 2,3,5 1,4 5

Menolong (helping) 8,9 6,7 4

Kerjasama (cooperating) 11,13,14 10,12 5

Bertindak jujur (honesty) 16,17 15 3

Berderma (donating) 18,20,21 19,22 5

Tabel 3. Skor penelitian untuk pernyataan positif dan negative

NO Keterangan Skor Positif Skor Negatif

1 Sangat setuju 4 1

2 Setuju 3 2

3 Tidak setuju 2 3

4 Sangat setuju 1 4

HASIL PENELITIAN

Setelah penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pesantren modern dan tradisional,

diketahui hasil yang diperoleh dengan melihat beberapa table yang telah dibentuk seperti

kriteria subjek yang telah mengisi angket prososial, tabel kenormalan data, tabel homogenitas

serta tabel yang berisi hasil hipotesa yang telah di buat dengan menggunakan uji Independent

sample t test.

Tabel 4. Deskripsi Subjek Penelitian

Kategori Pesantren Modern Pesantren Tradisional

Usia Remaja 13-15 tahun 13-16 tahun

Jenis Kelamin Perempuan 50 orang 50 orang

Jumlah skor 3661 3442

Rata rata skor 73,22 68,84

Berdasarkan dalam Tabel 1 tersebut, terlihat bahwa kriteria subjek yang mengisi angket

prososial ini sesuai dengan rancangan penelitian diawal, bahwa subjek merupakan usia 12-16.

Seperti pada tabel 1 bahwa subjek yang mengisi angket prososial ini merupakan subjek

dengan jenis kelamin perempuan dengan rentang usia antara 12-16 tahun.

Page 23: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

14

Peneliti kemudian menganalisi skor dari hasil skala perilaku prososial yang diberikan kepada

santri kedua jenis pesantren tersebut dengan menggunakan Microsoft excel. Hasil yang

diperoleh pesantren modern berjumlah 3661 dengan rata-rata nilai 73,2 dan hasil yang

diperoleh pesantren tradisional berjumlah 3442 dengan rata-rata nilai 68,84.

Tabel 5. Jumlah Kategorisasi Responden Pada Masing-Masing Pesantren

Jumlah nilai Kategorisasi Santriwati pesantren

Modern

Santriwati Pesantren

Tradisional

≥ 70 Tinggi 34 Responden 28 Responden

< 70 Rendah 16 Responden 22 Responden

Terlihat di tabel 2, diketahui dari santriwati pesantren modern yang mendapatkan kategori

tinggi berjumlah 34 santriwati dan yang mendapatkan kategori rendah 16 santriwati.

Sedangkan sebanyak 28 santriwati pesantren tradisional mendapatkan kategori tinggi dan

berjumlah 22 lainnya dari santriwati pesantren tradisional mendapatkan kategori rendah.

Peneliti kemudian meganalisi dari hasil kedua skor tersebut kedalam uji independent sample t

test untuk melihat apakah ada perbedaan perilaku prososial diantara kedua pesantren tersebut

namun sebelumnya peneliti akan menguji untuk kenormalan data dan uji homogenitas karena

keduanya adalah syarat untuk uji independent sample t test.

Tabel 6. Test Of Normality

Kelompok

Kolmogrof-Smirnov

Statistic Df Sig

Nilai P.Modern

P.Tradisional

.089

.108

50

50

.200

.198

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa hasil uji kenormalan data, nilai p value (sig) pada

kelompok P.Modern 0,200 dan P.tradisional 0,198, sehingga pada kedua kelompok tersebut

menunjukkan bahwa p value dikedua kelompok tersebut > 0,05 maka berdasarkan uji liliefors,

data tiap kelompok berdistribusi normal. Selanjutnya peneliti akan menguji kesamaan data

atau homogenitas

Dari hasil tes variansi data terlihat bahwa sig. 0,443 yang mana > 0,05 maka dapat dikatakan

jika kedua varians sama yaitu varians populasi pesantren modern dan tradisional adalah sama.

Setelah melihat hasil uji kenormalan data dan uji homogenitas, terlihat bahwa data dikatakan

normal dan varians diantara kedua pesantren sama maka dapat dilakukan kelanjutan untuk

menguji perbedaan diantara keduanya yaitu dengan uji Independent Sample t test.

Tabel 7. Group Statistic

Kelompok N Mean Std. deviation

Perilaku Prososial Modern

Tradisional

50

50

73.22

68.84

5.849

6.735

Page 24: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

15

Tabel 8. Independent samples t test

Levene’s test for

equality of

variances

T test for equality of

means

Fig Sig. t df sig (2-

tailed)

Perilaku prososial equal variances

assumed

Equal variances not

assumed

.594 .443 3.472 98 .001

3.472 .001

Berdasarkan hasil uji analisis Independent Sample t test pada tabel 3 diperoleh nilai t hitung >

t tabel ( 3.472 > 1.984467) dan P value (0,001< 0,05) maka Ho ditolak, Maka hipotesis dalam

penelitian ini dapat diterima yang mana terdapat perbedaan perilaku prososial antara

pesantren modern dan tradisional Pada tabel 2 Group statistic terlihat bahwa rata-rata (Mean)

untuk pesantren modern adalah 73,22 dan untuk pesantren tradisional adalah 68,84. Dari hasil

uji Independent sample t tst ini dapat dikatakan bahwa perilaku prososial santri pesantren

modern lebih tinggi dibandingkan pesantren tradisional. Sehingga kedua hipotesis dalam

penelitian ini deterima yaitu ada perbedaan perilaku prososial santri antara pesantren modern

dan tradisional dan juga perilaku prososial santri pesantren modern lebih tinggi dibandingkan

pesantren tradisional.

Gambar 1. Diagram Perilaku Prososial

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat, pada santriwati pesantren modern mendapatkan aspek

tertinggi pada aspek menolong (90%) dan aspek kerjasama (89,9%), sedangkan pada

pesantren tradisional aspek tertinggi adalah aspek berbagi (82%) dan aspek terendah yang

didapatkan dari pesantren modern adalah aspek berbagi rasa (70%) dan pada pesantren

tradisional aspek terendah adalah aspek kerjasama (70%)

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan perilaku prososial santri antara pesantren

modern dan tradisional. Hal ini dibuktikan dengan adanya jumlah mean yang didapat di kedua

pesantren tersebut, yang mana jumlah mean pesantren modern lebih tinggi dibanding

pesantren tradisional. Hal ini juga diperkuat dengan hasil spss dengan uji independent sample

t test yang menunjukkan adanya perbedaan perilaku prososial santri antara pesantren modern

dan tradisional dengan melihat ttabel dan thitung. Sehingga dari perhitungan keseluruhan

0

20

40

60

80

100

AspekBerbagi

Aspekmenolong

Aspekkerjasama

Aspek Jujur Aspekberderma

Pesantren modern

Pesantren Tradisional

Page 25: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

16

dikatakan bahwa perilaku prososial santri pesantren modern lebih tinggi dibandingkan

pesantren tradisional. Artinya dalam hal ini ketika seorang santri banyak melakukan kegiatan

yang tidak hanya fokus pada pembelajaran individual namun juga melakukan kegiatan lainya

yang mengeluarkan kegiatan menolong serta bekerja sama dengan yang lainnya, maka hal itu

dapat mempengaruhi kebiasaan perilaku menolongnya yang terbentuk ketika berada didalam

pesantren tersebut maupun ketika santriwati tersebut sudah keluar dari pesantren (Rodli

Makmun, 2014).

Sebaran skala perilaku prososial menunjukkan hasil pada santriwati pesantren modern yang

mendapatkan kategori tinggi pada perilaku prososial sebanyak 34 responden (68%), dan

santriwati modern yang mendapatkan kategori rendah sebanyak responden 16 (32%).

Sedangkan perilaku prososial pada santriwati tradisional yang mendapatkan kategori tinggi

berjumlah 27 responden (56%), dan santriwati tradisional yang mendapatkan skor kategori

rendah berjumlah 22 (44%). Kurikulum serta kegiatan mempengaruhi perilaku prososial para

santriwati , baik santriwati pesantren modern maupun pesantren tradisional (Rodli Makmun,

2014).

Diketahui bahwa pesantren modern mendapatkan skor lebih tinggi pada perilaku prososialnya

jika dibandingkan dengan pesantren tradisional. Hal ini dikarenakan faktor pembelajaran atau

kurikulum yang didapatkan oleh pesantren modern ini. Pesantren modern ini memiliki

beberapa kegiatan yang tidak hanya mempelajari kitab kuning saja namun kurikulumnya

bercampur dengan pendidikan formal sehingga membuat para santriwatinya sering melakukan

aktivitas secara bersama saat pembelajaran diluar ilmu khas pesantren seperti saat kegiatan

diluar pembelajaran ilmu pesantren seperti saat kerja kelompok, kegiatan pramuka membuat

pioneering dan lain sebagainya, sehingga hal-hal tersebut mempengaruhi perilaku prososial

para santriwati pesantren modernnya dengan pesantren tradisional yang mana tidak

mencampuri kurikulum seperti sekolah formal didalamnya, sehingga membuat para santriwati

pesantren tradisional tersebut jarang melakukan kegiatan seperti yang dilakukan oleh para

santriwati pesantren modern ini. kitab-kitab kuninglah yang membentuk pola pikir dan

berperilaku para santri di Pondok Pesantren tradisional dan perilaku dan pola pikir santri di

pesantren modern lebih banyak dibentuk dari aktivitas-aktivitas keseharian santri (Rodli

Makmun, 2014).

Pesantren modern ini mendapatkan skor tertinggi dalam aspek kerjasama (89,9%). Hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nola sanda (2015) menunjukkan bahwa

kemampuan kerja sama anak meningkat setelah adanya tindakan melalui kegiatan kerja

kelompok, ditemukan juga dalam jurnal internasional yang mengatakan bahwa metode

pembelajaran yang banyak megeluarkan tindakan bekerja sama dan berbaur oleh lingkungan

dapat mempengaruhi perilaku prososial dibandingkan dengan metode pembelajaran yang

kurang berbaur dengan lingkungannya (Nate and jim, 2013). Terlihat dari kegiatan santriwati

pesantren modern mendapatkan kurikulum yang juga bercampur dengan sekolah formal, yang

mana dalam hal ini sekolah formal menyediakan berbagai macam pembelajaran tugas

kelompok, kegiatan ekstrakulikuler dan sebagainya. Pesantren modern ini juga mendapatkan

kategori tinggi dalam aspek menolong (90%), dilihat dari kegiatan para santriwati yang lebih

padat dibandingkan dengan pesantren tradisional yang hanya mengkaji pelajaran kitab kuning

tanpa pembelajaran formal, membuat para santriwati pesantren modern ini lebih sering

berjumpa dan berkumpul dengan temannya dan membuat kelekatan dengan teman-temannya

dengan cepat seperti yang dikatakan oleh Mussen dkk (1979) salah satu hal yang

mempengaruhi seseorang melakukan prososial adalah teman dekat, orang akan lebih mau

menolong orang yang dekat dengannya daripada orang yang tidak terlalu dikenal atau orang

Page 26: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

17

asing. Sedangkan pada pesantren tradisional mendapatkan kategori tinggi pada aspek berbagi

rasa (82%), tidak berbeda jauh nilainya dengan pesantren modern, hanya saja pesantren

tradisional mendapatkan skor tertinggi pada aspek ini dibandingkan aspek yang lain. Hal ini

dikarenakan kurikulum pesantren modern yang lebih padat dibandingkan dengan pesantren

tradisional (Dwi Priyanto, 2006) membuat waktu luang yang dimiliki pesantren tradisional

lebih banyak dan membuat para santriwati pesantren tradisional ini lebih memiliki waktu

untuk menerima, memahami dan terbuka kepada temannya yang sedang bercerita.

Seseorang yang telah tinggal lama di suatu tempat akan lebih mempertahankan perilaku

prososial yang membantu komunitas. Tinggal untuk waktu yang lama di suatu tempat

mengarah pada kelekatan yang lebih besar terhadap komunitas, lebih saling bergantung antara

tetangga satu dan yang lain, dan lebih peduli terhadap reputasi dalam komunitasnya (Aronson,

2007). Dilihat dari hasil penelitian ini, santriwati pesantren modern lebih banyak yang telah

lama tinggal di pesantren dibandingkan dengan santriwati pesantren tradisional, walaupun

sample yang diambil sama-sama merupakan santriwati yang duduk dibangku SMP dengan

usia yang tidak jauh berbeda, namun santriwati pesantren tradisional ini sedikit yang telah

tinggal lebih dari satu tahun, banyak dari mereka yang masih tinggal kurang dari satu tahun.

Hal ini juga dikarenakan status pesantren modern yang statusnya sebagai lembaga pendidikan

non formal yang hanya mempelajari kitab kuning Dwi Priyanto (2006) membuat para

santriwati ini masuk ke pesantren tanpa harus mengikuti ajaran baru seperti halnya kurikulum

sekolah formal, sehingga membuat para santriwati pesantren tradisional ini bisa masuk tanpa

jadwal yang ditentukan dan bisa keluar ketika mereka sudah merasa memahami kitab yang

diberikan. Sedangkan pada pesantren modern karena memiliki tambahan kurikulum formal

seperti sekolah umum, yang membuat para santriwati masuk sesuai tahun ajaran dan

keluarpun juga begitu, Sehingga banyak dari pesantren modern ini lebih banyak yang tinggal

lebih lama dipesantren dan membuat kelekatan satu sama lain semakin erat yang

menimbulkan kepedulian lebih untuk tolong-menolong satu sama lain di pesantren modern

ini.

Perilaku prososial sangat bermanfaat dalam interaksi sosial remaja, selain untuk

mengantisipasi perilaku antisosial, perilaku prososial juga bermanfaat untuk meningkatkan

hubungan dengan anggota masyarakat (Eisenberg, 2006) Jika para santri yang ada di

pesantren modern maupun tradisional dapat mengaplikasikan perilaku prososial dalam

kegiatan sehari-harinya maka hal ini akan berguna untuk kehidupan bangsa Indonesia yang

lebih religi dan bermoral serta berjalannya tujuan pendidikan pesantren seperti yang

diharapkan, seperti salah satunya pengembangan kepribadian muslim yang suka tolong

menolong kepada sesama (M.Sulthon, 2005).

Penelitian ini tidak hanya ada kelebihan saja yang diperoleh namun terdapat sedikit

keterbatasan juga, seperti nama-nama untuk pengisian identitas ada yang sulit dipahami oleh

para santriwati seperti inisial kemudian apa yang dimaksud dari posisi anak dari berapa

bersaudara. Bahkan terkadang ada beberpa dari santriwati ini lupa atau salah dalam pengisian

identitas, sehingga para santriwati yang tidak paham atau tidak mau bertanya mengenai kolom

identitas yang tidak dimengerti langsung mengosongkannnya atau melewatinya saja, sehingga

kolom identitas tidak sepenuhnya terisi. Sehingga peneliti harus lebih teliti dalam memeriksa

skala yang sebelum benar-benar terkumpul dan meminta kembali kepada santriwati yang

mengosongkan identitas untuk segera mengisikan identitas yang salah dalam pengisian

ataupun dikosongkan, agar nantinya data benar-benar dapat diujikan.

Page 27: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

18

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perilaku

prososial santriwati pesantren modern dan tradisional, hal ini dilihat dari hasil uji independent

sample t test yang mana dikatakan bahwa nilai t hitung > t tabel ( 3.472 > 1.984467) dan P

value ((0,001< 0,05) maka Ho ditolak dan hipotesis 1 diterima, juga terlihat bahwa rata-rata

(Mean) untuk pesantren modern adalah 73,22 dan untuk pesantren tradisional adalah 68,84,

sehingga hipotesis 2 juga diterima, yaitu perilaku prososial santriwati pesantren modern lebih

tinggi dibandingkan dengan santriwati pesantren tradisional. Implikasi dari penelitian ini, bagi

santriwati pesantren modern diharapkan dapat menjaga dan lebih ditingkatkan perilaku

prososialnya, tidak hanya kepada lingkungan pesantrennya saja, namun juga kepada

masyarakat luar pesantren dan bagi santriwati pesantren tradisional bukan tidak memiliki

perilaku prososial yang rendah hanya saja tidak begitu tinggi bila dibandingkan pesantren

modern sehingga diharapkan lebih menambah kegiatan atau sesuatu yang dapat memunculkan

perilaku prososial sehingga nantinya dapat menjadi kebiasaan saat sudah berada di luar

pesantren. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan

mengatasi kelemahan yang ada didalam penelitian ini dan untuk peneliti selanjutnya

diharapkan mampu mengembangkan penelitian ini dengan mengganti atau menambahkan

variabelnya seperti persepsi, empati dan kematangan emosi.

Page 28: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

19

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. (2012).Ilmu Pendidikan Islami.Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Ainurrafiq, (2001) “Pesantren dan Pembaharuan: Arah dan Implikasi”, dalam Abuddin Nata,

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia.

Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, hal. 155.

Aronson, E., Wilson. T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology (6th edition). Singapore:

Pearson Prentice Hall

Bartlett, M.Y., & Desteno, D. (2006). Gratitude and prosocial Behavior: Helping when it

costs you. Journal of Psychological science, 17, 319-325.

Baron & Byrne. (1994). Social Psychology : Understanding Human Interaction ( 6th

edition).

USA: Needham Heights Allyn & Bacon Inc.

Baron Robert A.(2005).Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga, Edisi Kesepuluh, Jilid 2.

Bruno, F.S & Stephan,M. (2004). Prosocial Behavior In a Natural Setting. Journal Of

Economic Behavior & Organization. 54, 65-58

Calon Haji Gelar Doa Bersama Untuk Korban Robohnya Crane. (2015, 15 September)

Liputan6.com.

Carlo, G., & Randall, B. A. (2002). The development of a measure of prosocial behaviors for

late adolescents. Journal of Youth and Adolescence. 31(1), 31-44

Dhofier, Zamakhsyari. (1985). Tradisi Pesantren. Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.

Jakarta: LP3ES.

Dwi, P. (2006). Inovasi kurikulum pesantren: Memproyeksikan model pendidikan alternative

masa depan. Jurnal Studi Islam dan Budaya, 4, 20-37.

Eisenberg, dkk. (2006). Handbook of Child Psychology Sixth Edition. New Jersey: John

Willey & Sons, Inc

Eisenberg, N. & Mussen, P.H. (1989), The Roots of Prosocial Behavior in Children,

New York : Cambridge University Press

Eisenberg. (1983), The Socialization and Development of Empathy and Prosocial

Behavior, USA: Arizon State University.

Farha, I. (2013). Prosocial Behavior In Different Situations Among Men and Women. IOSR

Journal Of Humanisties And Social Science, 8, 31-40

Feisal Jusuf Amir(1995). Reorientasi Pendidikan Islam.Jakarta : Gema Insani Press.

Hadiyan, M. Syiarkan Islam Melalui Kepedulian Terhadap Anak Yatim. (2015, 23 April).

Radar Pekalongan.

Page 29: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

20

Hanana, N.F. (2015). “Pengaruh Self-Esteem dan Kecerdasan Emosi Terhadap Perilaku

Prososial pada Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta”. Skripsi. Jakarta:

Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

Haryati, T. (2013). Sikap dan Perilaku Siswa Berbasis Pondok Pesantren Sekolah Menengah

Atas Hidayatul Muhsinin Kubu Raya. Artikel Penelitian, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Hetherington, E.M & Parke, R.D. (1999). Child Psychology (5th edition). USA: McGraw-Hill

Collage.

Ifdahl, M. Santri Aceh Doakan Korban Tsunami di Jepang. ( 2015, 12 Maret). Antara News.

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS.

M. Sulthon Masyhud. (2005). Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka

Mukti, A. (1987). Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta : Rajawali Press.

Mussen, P. H, Conger, J. J., Kagan, J., and Geiwit, J. (1979). Psychological Development : A

Life Span Approach. New York : Happer and RobPublisher.

Nate, F & Jim, S. (2013). The Development Of Prosocial Behavior In Adolescents: A Mixed

Metods Study From Nols. Journal of Experiental Education. 1-16

Nola, S.R. (2015). Upaya Meningkatkan Kemampuan Kerjasama Melalui Kegiatan Kerja

Kelompok Di Kelompok A TK Negeri Trukan Siwates Kaligintung Temon Kulon

Progo.Skripsi . Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Olukayode, A. (2014). Psychosocial predictors of prosocial behavior among a sample of

Nigerian undergraduates. European Scientific Journal, 10, 241-266.

Pidada, S.U. (1988). Peranan Lingkungan Kepramukaan Mengembangkan Motif Prososial

Anggota Pramuka.Tesis: Bandung: Program Pasca Sarjana Fakultas Psikologi

Universitas Padjajaran.

Rodli, M. (2014). Pembentukan Karakter Berbasis Pendidkan Pesantren: Studi di Pondok

Pesantren Tradisonal dan Modern di Kabupaten Ponorogo. Skripsi, Fakultas Agama

islam, STAIN, Ponorogo

Sears, O.D. Freedman J.L, Peplau L,.A. (1991).Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga,. Edisi

Kelima, Jilid 2.

Sears, O.D. Freedman, J.L., & Peplau, L.A. (1994). Social psychology. 5th

. Michael Driyanto

(terj). Jakarta : Erlangga

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung : Alfabeta

Twenge, J.M., Ciarocco, N.J., & Bartels, J.M. (2007). Social exclusion decreases prososial

behavior. Journal of Personality an Social Psychology, 92, 56-66.

Page 30: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

21

Wardi, B, dkk. (1990). Perkembangan Pesantren di Jawa Barat. Bandung : Balai Penelitian

IAIN Bandung.

Wrightsman, dan Deaux (1981). Social Psychology in the 80’s. Monterey, California:Brools.

Zain, F.M. Peringati HSN, Santri Gelar Doa Bersama Untuk Pasien. (2015, 22 Oktober)

Suaramerdeka.com.

Page 31: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

22

LAMPIRAN

Page 32: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

23

Lampiran 1. Skala Perilaku Prososial

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Jl. Raya Tlogomas No. 246 GKB 1 lt. 5 Kampus III UMM

Kepada Yth. Responden

Di Tempat

Dengan hormat,

Saya Debrina Rosset (201210230311090) mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang, yang saat ini sedang melakukan penelitian untuk penyusunan

skripsi. Dalam penyusunan skripsi ini saya memerlukan data yang nantinya akan saya analisis

untuk memperkuat hasil skripsi saya. Berkaitan dengan pemerolehan data penelitian, saya

mengharapkan kesediaan saudara/i untuk membantu memberikan data penelitian dengan cara

mengisi angket yang telah saya sediakan. Angket berisikan kesesuaian atau ketidaksesuaian

saudara/i dengan pernyataan yang ada. Oleh sebab itu dimohon tidak ragu dalam menjawab

setiap pernyataan yang tersedia. Pilih salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi

saudara/i. Setiap pernyataan ini tidak ada jawaban benar atau salah. Semua data yang

diberikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan dalam penelitian ini. Atas

bantuan dan kerjasama saudara/i saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Debrina Rosset

Page 33: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

24

Tulislah identitas Saudara/i

Inisial :

Usia /Kelas :

Asal Provinsi :

Lama tinggal di pesantren : … bulan/tahun

Anak ke : ……. dari ….. bersaudara

Pekerjaan Orang tua : a. Ayah :

b. Ibu :

*) coret yang tidak perlu

PETUNJUK

Berilah tanda checklist (√) pada salah satu jawaban yang terdapat pada pernyataan tersebut

yang sesuai dengan diri Anda pada saat itu. Adapun keterangan dari pilihan jawaban tersebut

adalah :

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat tidak setuju

Contoh :

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya lebih suka menonton tv daripada bertamasya √

Selamat Mengerjakan

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya tidak peduli jika ada teman yang sedang bersedih

2 Saya memberikan masukan kepada teman yang sedang

menceritakan masalah yang dihadapi

RAHASIA

Page 34: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

25

No Pernyataan STS TS S SS

3 Saya merasa senang apabila bisa mendengarkan keluh kesah

teman yang sedang menghadapi masalah

4 Saya bosan mendengarkan orang lain berkeluh kesah terhadap

masalah yang dihadapi

5 Saya menghibur teman yang mendapat musibah

6 ketika teman saya bertanya tentang pelajaran yang tidak

dimengerti saya pura pura tidak mengetahuinya

7 Saya tidak mau meminjamkan barang saya kepada orang yang

tidak saya suka

8 Saya memberitahukan guru saya jika teman saya sakit

9 Saya meminjamkan buku pelajaran saya kepada teman yang

kehilangan bukunya

10 Saya tidak suka berdiskusi ketika ada tugas kelompok.

11 Saya mengerjakan tugas piket saya bersama teman-teman saya

12 Ketika ada kegiatan gotong royong di pondok saya malas ikut

membantu

13 Ketika ada tugas kelompok saya ikut mengerjakan

14 Saya suka menjadi panitia di pondok, ketika ada kegiatan /

acara di pondok

15 Ketika saya menemukan uang yang bukan milik saya, saya

akan menggunakan uang tersebut untuk membeli sesuatu.

16 Saya berterus terang ketika merusakkan barang milik teman

17 Saya mengembalikkan uang kembalian yang berlebih kepada

kasir ketika saya membeli sesuatu di kantin atau di koperasi

pondok.

18 Saya suka menginfaqkan uang saya di masjid pondok.

19 Saya tidak suka mengeluarkan uang untuk fakir miskin

20 Ketika teman saya mendapatkan musibah, saya membantunya

dengan memberikan sebagian uang yang saya miliki.

21 Ketika teman saya kekurangan uang, saya meminjamkan uang

yang saya miliki

22 Saya lebih suka menyisihkan uang saya untuk ditabung

daripada di masukkan ke kotak infaq.

Page 35: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

26

Lampiran 2. Blue Print Skala Perilaku Prososial

Aspek Definisi aspek Item favourable Item unfavourable

Berbagi

(sharing)

Kesediaan untuk

berbagi dengan orang

lain dalam suasana

suka maupun duka

2. Saya memberikan

masukan kepada teman

yang sedang menceritakan

masalah yang dihadapi

1. Saya tidak peduli

jika ada teman yang

sedang bersedih

3. Saya merasa senang

apabila bisa mendengarkan

keluh kesah teman yang

sedang menghadapi

masalah

4. Saya bosan

mendengarkan orang

lain berkeluh kesah

terhadap masalah

yang dihadapi

5. Saya menghibur teman

yang mendapat musibah

Menolong

(helping)

Kesediaan untuk

memberikan

pertolongan atau

bantuan kepada orang

lain yang sedang

mengalami kesulitan

atau yang sedang

membutuhkan baik

berupa bantuan

materiil ataupun moril,

meliputi membantu

orang lain atau

menawarkan sesuatu

yang menunjang

keberlangsungan

kegiatan orang lain

8. Saya memberitahukan

guru saya jika teman saya

sakit

6. ketika teman saya

bertanya tentang

pelajaran yang tidak

di mengerti saya pura

pura tidak

mengetahuinya

9. Saya meminjamkan buku

pelajaran saya kepada

teman yang kehilangan

bukunya

7. Saya tidak mau

meminjamkan barang

saya kepada orang

yang tidak saya suka

Kerjasama

(cooperating)

Kesediaan untuk

bekerjasama dengan

orang lain demi

tercapainya suatu

tujuan. Saling

menolong,

menguntungkan,

memberi dan

menenangkan

11. Saya mengerjakan tugas

piket saya bersama teman-

teman saya

10. Saya tidak suka

berdiskusi ketika ada

tugas kelompok.

13. Ketika ada tugas

kelompok saya ikut

mengerjakan

12. Ketika ada

kegiatan gotong

royong di pondok

saya malas ikut

membantu.

14. Saya suka menjadi

panitia di pondok, ketika

ada kegiatan / acara di

pondok

Page 36: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

27

Bertindak

jujur

(honesty)

Kesediaan untuk

melakukan sesuatu

seperti apa adanya,

tidak berbuat curang

terhadap orang lain.

16. Saya berterus terang

ketika merusakkan barang

milik temanS

15. Ketika saya

menemukan uang

yang bukan milik

saya, saya akan

menggunakan uang

tersebut untuk

membeli sesuatu

17. Saya mengembalikan

uang kembalian yang

berlebih kepada kasir ketika

saya membeli sesuatu di

kantin atau koperasi pondok

Berderma

(donating)

Kesediaan untuk

memberikan secara

sukarela sebagian

barang miliknya

kepada orang yang

lebih membutuhkan

18. saya suka menginfaqkan

uang saya ke masjid di

pondok.

19. Saya tidak suka

mengeluarkan uang

untuk fakir miskin

20. ketika teman saya

mendapatkan musibah, saya

membantunya dengan

memberikan sebagian uang

yang saya miliki

22. Saya lebih suka

menyisihkan uang

saya untuk ditabung

dari pada di

masukkan ke kotak

infaq.

21. Ketika teman saya

kekurangan uang, saya

meminjamkan uang yang

saya miliki

Kategori Item Total

Favourable 2,3,5,8,9,11,13,14,16,17,18,20,21 13

Unfavourable 1,4,6,7,10,12,15,19,22 9

Keterangan :

Kategori Skor

Tinggi ≥ 70

Rendah < 70

Page 37: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

28

Lampiran 3. Hasil Try Out (Uji Validasi)

Validasi tahap 1

Page 38: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

29

Page 39: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

30

Validasi Tahap 2

Page 40: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

31

Page 41: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

32

Lampiran 4. Nama Responden dan Hasil Try Out

Page 42: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

33

Lampiran 5. Tabel Item valid dan gugur

NO Indikator Item Total

Item Valid

per indikartor Favourable Unfavourable

1 Berbagi (sharing) 2,3,5 1,4 5

2 Menolong (helping) 6,9,10 7,8 4

3 Kerjasama (cooperating) 12,14,15 11,13 5

4 Bertindakjujur (honesty) 16,19,20 17,18 3

5 Berderma (donating) 21,23,24,25 22,26 5

Total keseluruhan item yang dinyatakan valid = 22 item

Keterangan:

Nomor item berwarna merah adalah nomor item yang dinyatakan gugur.

Lampiran 6. Hasil Penelitian

Lampiran 7. Uji Kenormalan Data

Lampiran 8. Uji Homogenitas

Page 43: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

34

Lampiran 9. Uji Independent Sample T test

Lampiran 10. Uji Kategorisasi

Dilihat dari mediannya =70, maka ≥ 70 ( kategori tinggi) dan < 70 (kategori rendah)

Page 44: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

35

Lampiran 11. Identitas Responden Pesantren Modern

No Insial Usia/K

elas Asal

Provinsi

Lama tinggal

di pesantren

Urutan

anak

Pekerjaan

Ayah/Ibu

Kategori

1 Safura 14/IX Jatim 3 tahun Tengah Dr/dr Rendah

2 NPS 14/IX Jatim 3tahun Sulung Petani/Irt Tinggi

3 Fn 15/IX Jatim 3 tahun Tunggal Wirausaha/

wirausaha

Rendah

4 Ar 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

5 X 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

6 Bddrsrg 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

7 Latuconsina 14/VII Jatim 2tahun Bungsu Wiraswasta/wir

aswasta

Rendah

8 Sanyster 15/IX Jatim 3 tahun Tunggal Wiraswasta/ Irt Rendah

9 Turqoise 15/IX Jatim 3tahun Sulung Wiraswasta/

guru

Tinggi

10 Baun 15/IX NTB 3 tahun Tengah Pns/Pns Tinggi

11 Sekai 15/IX Jatim 3 tahun Tunggal Pns/Pns Rendah

12 Kakek 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Pns/Irt Tinggi

13 Abb 15/IX

Jatim 3tahun Tunggal Perawat/Pns Rendah

14 Aa 15/IX

Jatim 3tahun Sulung Swasta/Irt Tinggi

15 Awwp 15/IX

Jatim 3tahun Sulung Teknisi/Irt Tinggi

16 2408 14/ IX Jatim 3 tahun Sulung Karyawan/Irt Tinggi

17 Lsi 14/IX Jatim 3 tahun Tengah Co/Irt Tinggi

18 Happy 14/IX Jatim 3tahun Tengah Pns/Irt Tinggi

19 Pamela 15/IX Jabar 3 tahun Tunggal Wiraswasta/ Irt Rendah

20 Jw 14/ IX Jatim 3 tahun Tunggal Cobutik/Co

butik

Rendah

21 Yf 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

22 Atn 14t/IX Jatim 3 tahun Bungsu Wiraswasta/wir

aswasta

Rendah

23 Af 14/IX Jatim 3 tahun Bungsu Wiraswasta/ Irt Rendah

24 Ala 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Dosen/Irt Tinggi

25 Fsj 15/1x Jatim 3 tahun Sulung Pns/Irt Tinggi

Page 45: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

36

No Insial Usia/Kelas Asal

Provinsi

Lama tinggal

di pesantren

Urutan

anak

Pekerjaan

Ayah/Ibu

Kategori

26 Nm 14/IX Jatim 3 tahun Sulung Kplskolah/Irt Tinggi

27 Na 14/IX Jatim 3tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

28 Vio 15/IX

Jatim 3tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

29 Ar 13/IX Jatim 3tahun Bungsu Wiraswasta/

Guru

Rendah

30 Nevs 14/1x Jatim 3tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

31 Shinta 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Manajer/Irt Tinggi

32 Nh 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

33 Rani 14/IX Jatim 3 tahun Sulung Pns/Irt Tinggi

34 Hn 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

35 Fd 16/IX Jatim 3 tahun Bungsu Polisi/Pns Rendah

36 Ra 14/IX Jatim 3 tahun Bungsu Wirausaha/

Wirausaha

Rendah

37 Ah 15/IX Jateng 3 tahun Sulung Pns/Irt Tinggi

38 Af 14/IX Jabar 3 tahun Bungsu Bumn/Irt Rendah

39 Ty 15/IX Jatim 3 tahun Bungsu Pns/Irt Rendah

40 Sf 14/IX Jatim 3tahun Sulung Bumn/Irt Tinggi

41 Ebc 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Pns/ Wirasusaha Tinggi

42 Iya 15/IX NTT 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

43 Af 14/IX Jatim 2 tahun Sulung Karyawan/Irt Tinggi

44 Aq 15/IX Jatim 3 tahun Tengah Karyawan/Irt Tinggi

45 Fra 14/IX Jatim 3 tahun Bungsu Pns/Irt Rendah

46 Anp 14/Ix NTT 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

47 A 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Wiraswasta/ Irt Tinggi

48 Fnad 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Pns/Irt Tinggi

49 Zzz 14/IX Yogyakart

a

3 tahun Sulung Dosen/Irt Tinggi

50 Tsbaq 14/IX Jatim 3 tahun Sulung BUMN/Irt Tinggi

Page 46: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

37

Lampiran 12. Identitas Responden Pesantren Tradisional

No Inisial Usia/Kelas Asal

Provinsi

Lama tinggal

di pesantren

Urutan

anak

Pekerjaan Ayah/Ibu Kategori

1 Ywr 16/IX jatim 1 tahun Tengah Swasta/Irt Rendah

2 Aapa 16/IX Jatim 1 tahun Sulung Tukanglas/ Irt Rendah

3 Rf 16/IX Jatim 3 tahun Bungsu Swasta/Irt Rendah

4 N 14/VII Jatim 5 bulan Tengah Petani/Irt Tinggi

5 I 15/IX Riau 1 tahun Tengah Polisi/Irt Tinggi

6 Finka 15/IX Jatim 2 tahun Sulung Petani/ Petani Tinggi

7 R 14/IX Jatim 1 tahun Bungsu Petani/Irt Tinggi

8 Hra 13/IX Jatim 3 tahun Bungsu Petani/Irt Rendah

9 Arofa 14/VIII Jatim 4 tahun Bungsu Wiraswasta/Irt Tinggi

10 Rosyi 16/IX Jatim 3 tahun Tengah Wiraswasta/Irt Tinggi

11 Ksr 14/VII Jatim 1 tahun Bungsu Pns/Irt Tinggi

12 Aulia 15/IX Jatim 5 bulan Sulung Swasta/Irt Tinggi

13 Srm 16/IX Jatim 3 tahun Sulung Swasta/Irt Tinggi

14 Ns 15/IX Jatim 6 bulan Bungsu Swasta Rendah

15 Ds 15/IX Jatim 1 tahun Tengah Swasta/Irt Tinggi

16 Wni 13/VIII Kaltim 2 tahun Tunggal Guru/guru Rendah

17 Fida 14/IX Jatim 1 tahun Tengah Swasta/Irt Tinggi

18 Fitri 14/IX Jatim 2 tahun Sulung Petani/Irt Rendah

19 Snam 14/IX Jatim 3 tahun Sulung Petani/Irt Tinggi

20 Pm 15/IX Jateng 2 bulan Tengah Swasta/Irt Rendah

21 Sak 13/VIII Jatim 1 tahun Sulung Pedagang/ Pedagang Tinggi

22 Bmlfu 14/IX Papua 1 bulan Bungsu Pedagang/ Pedagang Rendah

23 Lbj 14/IX Jatim 1 tahun Tengah Guru/guru Rendah

24 Eos 14/IX Jatim 5 bulan Tengah Swasta/Irt Rendah

25 Rhnm 15/VIII Jatim 2 bulan Tengah Petani/ swasta Rendah

26 Gmbl 13/VII

Jatim 2 tahun Tengah Swasta/Irt Tinggi

27 Fr 15/IX Jateng 3 tahun Tengah Swasta/ Dosen Tinggi

Page 47: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

38

28 Nmr 15/IX Jatim 3 bulan Tengah Petani/Irt Tinggi

29 Ma 16/IX Jateng 1 tahun Tengah Swasta/Irt Tinggi

30 Rfh 14/VII Kaltim 3 tahun Tengah Pengusaha/Swasta Rendah

31 Ls 15/IX Jatim 7 bulan Tengah Swasta/ Swasta Rendah

32 In2h 13/VII Jatim 7 bulan Tunggal Petani/Irt Rendah

33 Wk 16/IX Jatim 2 tahun Tengah Peternak/Irt Tinggi

34 Ni 15/IX Jatim 3 tahun Tengah Guru/Irt Tinggi

35 Mj 13/IX Jatim 7 bulan Tengah Swasta/ Penjahit Rendah

36 Nm 14/VIII Kalsel 1 tahun Tengah Mubaligh/ Irt Tinggi

37 Fu 15/IX Jatim 3 bulan Tengah Pedagang/ Pedagang Rendah

38 Kns 15/VIII Jatim 2 tahun Sulung Swasta/ Bidan Tinggi

39 Fi 15/IX Jatim 3 tahun Sulung Swasta/Irt Tinggi

40 Lu 14/VIII Kalsel 2 bulan Sulung Pns/Irt Tinggi

41 Mu 13/VII Jatim 10 bulan Bungsu Dokter/ Guru Tinggi

42 Fu 15/IX

Jatim 3 tahun Sulung Swasta/Irt Tinggi

43 Rc 14/IX Jatim 1 bulan Bungsu Swasta/Irt Rendah

44 Es 15/IX

Jatim 1 tahun Bungsu Petani/ Pedagang Rendah

45 Lmi 16/IX Jatim 3 tahun Sulung Swasta/Irt Tinggi

46 Mau 15/IX Jateng 7 bulan Bungsu Saudagar/ Irt Rendah

47 Nnt 14/IX Jatim 1 tahun Sulung Dokter/Irt Tinggi

48 Ga 15/IX Jatim 4 bulan Bungsu Pedagang/ Irt Rendah

49 Iar 15/IX NTT 3 tahun Sulung Swasta/Irt Tinggi

50 S 15/IX

Jatim 9 bulan Bungsu Swasta/ Swasta Rendah

Page 48: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

39

Lampiran 13. Surat Pemberian Ijin Dari Pesantren Modern

Page 49: PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA …eprints.umm.ac.id/34407/1/jiptummpp-gdl-debrinaros-44062-1-debrina-t.pdf · sendiri maupun pembaca. Malang, 24 Mei 2016 . Penulis

40

Lampiran 14. Surat Pemberian ijin dari Pesantren Tradisional