PERBEDAAN KECERDASAN EMOSI ANTARA SISWA KELAS …... · PERBEDAAN KECERDASAN EMOSI ANTARA SISWA...
Transcript of PERBEDAAN KECERDASAN EMOSI ANTARA SISWA KELAS …... · PERBEDAAN KECERDASAN EMOSI ANTARA SISWA...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
i
PERBEDAAN KECERDASAN EMOSI ANTARA SISWA KELAS II SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA REGULER
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
CALISTA GIOVANI
G0009044
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 6 Agustus 2012
Calista Giovani NIM G 0009044
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
iv
ABSTRAK
Calista Giovani, G0009044, 2012. Perbedaan Kecerdasan Emosi antara Siswa Kelas II SMA Berbasis Agama dan SMA Reguler.Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu membangun perkembangan emosi dan intelektual. Agama dapat meningkatkan kecerdasan emosi dan dapat memberi pengaruh baik pada para remaja, misalnya siswa SMA. Siswa SMA berbasis agama memiliki kecerdasan emosi yang lebih baik karena memiliki ajaran agama lebih banyak dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan kecerdasan emosi antara siswa kelas II SMA berbasis agama dan SMA reguler. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah siswa kelas II SMA Muhammadiyah 1 Surakarta dan SMA Negeri 7 Surakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive random sampling dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Sampel mengisi (1) formulir biodata dan informed consent sebagai tanda persetujuan, (2) kuesioner skala L-MMPI untuk menilai dan mengetahui kejujuran dalam menjawab pertanyaan yang diberikan, (3) kuesioner Kecerdasan Emosi.Diperoleh 60 sampel dan dianalisis menggunakan (1) Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov (2) Uji t-independent melalui program SPSS 17 for Windows. Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan (1) rerata skor kecerdasan emosi pada siswa kelas II SMA berbasis agama sebesar 119,9 ± 10,957 dan untuk siswa kelas II SMA reguler sebesar 112,6 ± 9,708 (2) hasil uji t-independent menunjukkan t = 2,719 dan p = 0,009. Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan kecerdasan emosi yang bermakna antara siswa kelas II SMA berbasis agama dengan siswa kelas II SMA reguler.Siswa kelas II SMA berbasis agama lebih baik kecerdasan emosinya dibandingkan siswa kelas II SMA reguler. Kata kunci: Kecerdasan Emosi, SMA berbasis agama, SMA reguler
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
v
ABSTRACT
Calista Giovani, G0009044, 2012. The Differences of Emotional Quotient In the 2nd Grade Students of Faith Based High School and Students of Regular High School. Mini Thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. Background: Emotional Quotientis the ability to recognize feelings, reach and awaken the senses to help the mind to understand the feelings and meanings as well as controlling the depth of feeling that helps to build emotional and intellectual development. Faith can increase emotional quotientand can give good influence for young people, such as high school students. Faith high school students have better emotional quotient because they get more theories about faith and apply the theories in daily life. This research aims to determine whether there is the differences of emotional quotient in the 2nd grade students of faith based high school and students of regular high school. Methods: This research was an analytical descriptive research using cross sectional approach. The subjects are the 2nd grade students of SMA Muhammadiyah 1 Surakarta and SMA Negeri 7 Surakarta. Data was collected by using purposive random sampling method within inclusion and exclusion criterias. Subject filled-out the biodata and informed consent as a sign of approval, L-MMPI scale questionnaire to assess and find honesty in answering questions given, questionnaire Emotional Quotient. Sixty samples were obtained and analyzed using data normality test with Kolmogorov Smirnov and t-independent test through SPSS 17 for Windows. Results: This research shows a significant mean difference of emotional quotient for 2nd grade students of faith based high school is 119,9 ± 10,957 and for 2nd grade students of regular high school is 112,6 ± 9,708. The t value (t) was t = 2,719 with p = 0,009. Conclusion: This study found a significant difference of emotional quotient between 2nd grade students of religion based high school and regular high school. The 2nd grade students of faith based high school is more than regular high school. Keywords: Emotional Quotient, Faith Based High School, Regular High School
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
vi
PRAKATA
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi dengan judul Perbedaan Kecerdasan Emosi antara Siswa Kelas II SMA Berbasis Agama dan SMA Reguler dapat diselesaikan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.Hambatan dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Tuhan Yang Maha Esa dan juga Bunda Maria melalui bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Yusvick M. Hadin, dr., Sp. KJ selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan nasihat.
4. FX Bambang Sukilarso Sakiman, dr., M.Sc., Sp. ParK selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan nasihat.
5. Istar Yuliadi, dr., M.Si selaku Penguji Utama yang telah memberi bimbingan dan saran.
6. Ruben Dharmawan, dr., Ir, Sp.ParK., Ph.D selaku Penguji Pendamping yang telah memberi bimbingan dan saran.
7. Papa, Mama, adik-adik, serta seluruh keluarga. 8. Teman-teman Kost Indrarini (Tiara, Junita, Sarah, Elsa), Asri, Imaniar,
Francine, Priyanka. 9. Teman-teman angkatan 2009, Mbak Sri Enny, SH, MH dan Mas Sunardi. 10. Bapak, Ibu Guru dan juga staf sekolah, serta para responden yang telah
bersedia terlibat dalam penelitian ini, baik dari SMA Muhammadiyah 1 maupun SMA Negeri 7 Surakarta.
11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta,Agustus 2012
Calista Giovani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 6
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 6
1. Kecerdasan Emosi ..................................................................... 6
a. Definisi ................................................................................... 6
b. Perbedaan IQ dan EQ............................................................. 7
c. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi ........................................... 9
d. Ranah Kecerdasan Emosi ...................................................... 11
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ........ 14
2. Sekolah Berbasis Agama .........................................................16
3. Sekolah Reguler .......................................................................20
4. Kecerdasan Emosi Siswa SMA Berbasis Agama ................... 21
5. L-MMPI .................................................................................. 26
6. Kuesioner Kecerdasan Emosi ................................................. 27
7. Rutin Melakukan Kegiatan Beragama .................................... 29
B. Kerangka Pemikiran .................................................................. 30
C. Hipotesis ..................................................................................... 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
viii
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 32
A. Jenis Penelitian .......................................................................... 32
B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 32
C. Subjek Penelitian ....................................................................... 32
D. Teknik Sampling ........................................................................ 33
E. Rancangan Penelitian ................................................................ 34
F. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................. 35
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................. 35
H. Instrumen Penelitian .................................................................. 36
I. Cara Kerja .................................................................................. 37
J. Teknik Analisis Data ................................................................. 38
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 39
A. Deskripsi Sampel ....................................................................... 39
B. Analisis Statistika ...................................................................... 41
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 45
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 50
A. Simpulan ...................................................................................... 50
B. Saran .......................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel ............................................................ 40
Tabel 2.Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ................. 40
Tabel 3. Rerata Skor EQ ................................................................................ 41
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov ................ 41
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Skor EQ dengan Levene’s Test .................... 42
Tabel 6. Hasil Uji t-independent ..................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Dinamika Psikofisiologis Kegiatan dalam Agama ........................ 24
Gambar 2. Boxplots Skor EQ ........................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
Lampiran 2.Formulir Biodata dan Lembar Persetujuan
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian L-MMPI
Lampiran 4. Kuesioner Kecerdasan Emosi
Lampiran 5. Data Mentah Hasil Penelitian
Lampiran 6. Distribusi Data
Lampiran 7.Hasil Uji Normalitas Data
Lampiran 8.Hasil Analisis Data Penelitian
Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Muhammadiyah
1 Surakarta dan SMA Negeri 7 Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecerdasan emosi atau Emotional Quotient adalah kemampuan untuk
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu
pikiran memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan
secara mendalam sehingga membantu membangun perkembangan emosi dan
intelektual (Catur dan Taganing, 2007). Kecerdasan emosi sendiri termasuk
dalam salah satu paradigma pengukuran kecakapan seseorang selain
kecerdasan intelektual atau IQ dan kecerdasan-kecerdasan lainnya.
Namun hingga saat ini masih banyak orang menganggap bahwa jika
seseorang memiliki IQ yang tinggi maka orang tersebut memiliki peluang
untuk mencapai kesuksesan lebih tinggi daripada orang yang memiliki IQ
rendah.Pada kenyataannya masih banyak kasus dimana orang yang memiliki
IQ tinggi sulit untuk mencapai kesuksesan bahkan tersingkir. Untuk menuju
kesuksesan, yang dibutuhkan tidak hanya kecerdasan intelektual saja tetapi
juga kemampuan mengelola emosi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang
menunjukkan bahwa IQ dapat digunakan untuk memperkirakan sekitar 1-20%
(rata-rata 6%) keberhasilan dalam pekerjaan tertentu. EQ, di sisi lain, ternyata
27-45% berperan langsung dalam keberhasilan suatu pekerjaan (Stein, 2002).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
xiii
EQ dan IQ adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya bekerja secara
sinergis dan keberadaannya saling mendukung satu sama lain. Jika seseorang
memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi ditambah dengan kemampuan
mengelola emosi, seseorang akan lebih mampu menguasai keadaan,
menciptakan peluang, dan mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Dengan
demikian kecerdasan emosi atau EQ sangat penting untuk dipelajari dan
direalisasikan dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari.
Selama ini, sistem pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada
pentingnya nilai akademik. Arah dan tujuan pendidikan nasional, seperti
diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu peningkatan iman dan takwa serta
pembinaan akhlak mulia para peserta didik mulai kurang diperhatikan dan
tentu saja ini menjadi hal yang cukup memprihatinkan bagi perkembangan
pendidikan di Indonesia (Marzuki dkk, 2011). Selain itu semakin
meningkatnya pelajar yang terlibat dalam tindakan pidana, seperti tawuran,
penggunaan narkoba, pencurian, pemerkosaan, pergaulan bebas serta semakin
meluasnya gaya hidup yang berorientasi pada semangat hedonistik,
materialistik dan individualistik juga menjadi hal yang perlu diperhatikan
(Rahman, 2009). Kejadian seperti itu disebabkan karena masih kurangnya
pemahaman dan pengamalan agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Hal-hal inilah yang mendasari munculnya sekolah berbasis agama.
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
xiv
Saat ini di Indonesia sudah banyak didirikan sekolah berbasis agama.
Pengertian sekolah berbasis agama menurut Imron (2009) yaitu salah satu
jenjang pendidikan formal bernaung di bawah institusi religi, yang
mengajarkan mata pelajaran umum dan agama, mempraktikkan aktivitas
keagamaan dan budaya bernafaskan agama. Dengan kata lain, sekolah
berbasis agama sama seperti institusi pendidikan umum lainnya yang
mengajarkan mata pelajaran umum akan tetapi mata pelajaran agama lebih
dominan diajarkan dan juga siswa dituntut untuk mengaplikasikan ajaran dan
nilai-nilai keagamaan dalam aktivitas sehari-hari. Ajaran dan nilai-nilai
keagamaan tersebut dapat memberi pengaruh terhadap kecerdasan emosi,
dimana semakin komitmen seseorang dalam menjalankan agama yang
ditampilkan dalam keyakinan, perasaan, pengetahuan, ritual, dan perilaku
sehari-hari, maka orang tersebut akan semakin menunjukkan perilaku-perilaku
yang menjadi dimensi dalam kecerdasan emosional (Relawu, 2007).
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA berbasis agama Islam.
Siswa SMA dipilih sebagai subjek penelitian karena siswa SMA termasuk
dalam kategori remaja, dimana dalam periode ini manusia sedang mengalami
berbagai perubahan yang memberikan dampak pada emosinya (Feldman dkk,
2004). Selanjutnya alasan mengapa subjek dalam penelitian ini adalah sekolah
berbasis agama Islam yaitu karena hanya siswa beragama Islam yang diterima
di sekolah tersebut. Di samping itu, dalam Islam terdapat hal-hal seperti
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
xv
konsistensi (istiqomah), kerendahan hati (tawadhu), berusaha dan berserah
diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas (kaffah), keseimbangan
(tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan) yang dijadikan sebagai tolak
ukur kecerdasan emosi seperti integritas, komitmen, konsistensi, keikhlasan,
dan totalitas (Agustian, 2003). Berdasarkan pada hal-hal yang telah
dikemukakan di atas, peneliti ingin mengetahui perbedaan kecerdasan emosi
antara siswa kelas II SMAberbasis agama dan SMA reguler.
B. Perumusan Masalah
Adakah perbedaan kecerdasan emosi antara siswa kelas II SMA berbasis
agama dan SMA reguler?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan kecerdasan
emosi antara siswa kelas II SMA berbasis agama dan SMA reguler.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan data ilmiah bidang kedokteran jiwa
tentang ada tidaknya perbedaan kecerdasan emosi antara siswa kelas II
SMA berbasis agama dan SMA reguler.
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
xvi
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bahwa agama menjadi salah satu unsur yang berpengaruh terhadap
perkembangan kecerdasan emosi seseorang.
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
xvii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kecerdasan Emosi
a. Definisi
Istilah kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) pertama
kali dicetuskan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari
Harvard University dan John Meyer dari University of New
Hampshire. Salovey dan Meyer mendefinisikan kecerdasan emosi
sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan emosi sendiri dan
orang lain, serta menggunakan emosi-emosi itu untuk memandu
pikiran dan tindakan seseorang (Awangga, 2008). Sebuah model
pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh seorang ahli
psikologi Israel bernama Bar-On pada tahun 1992, yang
mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian
kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan
tekanan lingkungan (Goleman, 2007). Lynn (2002) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai suatu dimensi dalam kecerdasan
seseorang yang bertanggung jawab kepada kemampuan untuk
mengatur diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
xviii
Menurut Mayer dan Caruso (2002), kecerdasan emosi memiliki
dua sisi penting dalam perkembangannya. Pada satu sisi kecerdasan
emosi melibatkan akal untuk memahami emosi, di sisi lain melibatkan
emosi itu sendiri untuk dapat mencapai sistem intelektual dan
menyempurnakan pemikiran kreatif serta berbagai gagasan.
Kecerdasan emosional ini sangat penting dimiliki oleh setiap
orang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Slaski dan
Cartwright (2002), bahwa seseorang yang memiliki skor kecerdasan
emosional yang tinggi menunjukkan kesadaran diri (self awareness)
dan keterampilan interpersonal yang kuat, lebih empatik, mampu
beradaptasi dan dapat bertahan menghadapi tekanan, mengalami
pengalaman stres yang lebih sedikit dan keadaan kesehatan serta moral
yang lebih baik. Menurut Mayer dan Salovey (Adeyemo, 2006) orang
yang cerdas emosi digambarkan dengan seseorang yang mampu
beradaptasi dengan baik, hangat, jujur, konsisten, dan optimis.
b. Perbedaan IQ dan EQ
Intelektual dan emosi adalah 2 kecerdasan berbeda yang
mengungkapkan aktivitas bagian-bagian yang berbeda dalam otak.
Kecerdasan intelektual terutama didasarkan pada kerja neokorteks,
lapisan yang dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian atas
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
xix
otak. Sedangkan pusat-pusat emosi berada di bagian otak yang lebih
dalam, dalam subkorteks yang secara evolusi lebih kuno; kecerdasan
emosi dipengaruhi oleh kerja pusat-pusat emosi ini, tetapi dalam
keselarasan dengan kerja pusat-pusat intelektual (Goleman, 2007).
Jika EQ dapat disamakan dengan kecerdasan emosi, maka IQ tidak
berarti sama dengan intelegensi. Menurut David Wechsler (Staf IQEQ,
2003), intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara
efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah
kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional
sedangkan IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes
kecerdasan. Dengan demikian IQ hanya memberikan sedikit indikasi
mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.IQ sifatnya tetap dan tidak
dapat berubah sementara EQ dapat diperbaiki dengan pendidikan,
pelatihan dan pengalaman (Stein, 2002).
Jeanne Segal (2001) mengemukakan bahwa tumbuh dewasa secara
emosional merupakan proses seumur hidup. Seseorang dapat selalu
belajar untuk memahami perasaannya sendiri, menerimanya dan
menggunakannya demi keuntungan diri sendiri dan orang lain. Staf
IQEQ juga menyebutkan dalam situsnya bahwa IQ (Intelligence
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
xx
Quotient) tidak dapat berkembang.Jika seseorang terlahir dengan
kondisi IQ sedang, maka IQnya tidak pernah bertumbuh atau
berkurang. Tetapi EQ dapat dikembangkan seumur hidup dengan
belajar.IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika dan
rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan
keterampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu
yang tampak dan penguasaan matematika. IQ mengukur kepandaian
seseorang untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada
aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali
informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan
angka, berpikiran abstrak dan analitis, serta memecahkan
permasalahan dengan menerapkan pengetahuan yang telah ada
sebelumnya (Stein, 2002).
c. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
Aspek-aspek Emotional Quotientsama pentingnya dengan nalar
dan seringkali lebih penting daripada nalar karena kecerdasan tidak
berarti apa-apa bila emosi sedang berkuasa. Kecerdasan emosi bukan
didasarkan pada intelejensi, melainkan pada sesuatu yang dahulu
disebut karakteristik pribadi atau karakter (Budiyanto, 2004). Goleman
(2007) mengungkapkan lima wilayah kecerdasan emosi yang dapat
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
xxi
menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu:
1) Mengenali emosi diri
Adalah kemampuan untuk memantau perasaan dari waktuke waktu
dan kemampuan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
2) Mengelola emosi
Adalah kemampuan untuk menguasai perasaannya sendiri agar
perasaan tersebut dapat diungkapkan dengan tepat.
3) Memotivasi diri
Adalah kemampuan untuk menggerakkan dan menuntun menuju
tujuan.
4) Mengenali emosi orang lain (empati)
Empati bukan hanya untuk mengetahui pikirannya saja melainkan
juga perasaan orang lain.
5) Membina hubungan dengan orang lain
Membina hubungan adalah kemampuan seseorang untuk
membentuk hubungan, membina kedekatan hubungan, sebagian
besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain.
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
xxii
d. Ranah Kecerdasan Emosi
Dua dari ranah intelegensi yang diajukan oleh Gardner, yaitu
kemampuan memahami diri sendiri dan memahami orang lain,
memiliki kemiripan dengan yang oleh beberapa ahli dikatakan sebagai
intelegensi emosional. Orang-orang yang memiliki intelegensi
emosional yang tinggi mampu menggunakan emosinya untuk
meningkatkan motivasinya, menstimulasi pemikiran yang kreatif, dan
mengembangkan empati terhadap orang lain. Orang-orang yang
memiliki intelegensi emosional yang kurang baik akan mengalami
kesulitan dalam mengidentifikasi emosi pada dirinya sendiri. Sebagai
contoh, seseorang mungkin menyangkal sedang mengalami depresi
saat dirinya ada masalah, sangat mudah tersinggung, dan menjauh dari
teman-temannya. Orang tersebut mungkin mengekspresikan emosi
dengan cara yang tidak tepat, seperti berperilaku kasar atau bertindak
impulsif saat dirinya sedang marah atau cemas. Selain itu orang
tersebut akan terus membicarakan masalah-masalah yang dihadapi dan
tidak menangkap ekspresi bosan yang ditunjukkan oleh lawan
bicaranya (Wade, 2007).
Reuven BarOn dalam buku yang ditulis Stein dan Book (2002)
akhirnya menemukan cara untuk merangkum kecerdasan emosional
dengan membagi EQ ke dalam lima ranah yang menyeluruh yaitu:
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiii
xxiii
1) Ranah intrapribadi, terkait dengan kemampuan diri mengenal dan
mengendalikan diri sendiri. Hal ini meliputi kesadaran diri, yaitu
kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa dirinya
merasakan seperti itu dan pengaruh perilaku diri sendiri terhadap
orang lain; sikap asertif, disebut juga kemampuan menyampaikan
secara jelas pikiran dan perasaan seseorang, membela diri, dan
mempertahankan pendapat; kemandirian, yaitu kemampuan untuk
mengarahkan dan mengendalikan diri, berdiri dengan kaki sendiri;
penghargaan diri, yaitu kemampuan untuk mengenali kekuatan dan
kelemahan seseorang, dan menyenangi diri sendiri meskipun
dirinya memiliki kelemahan; dan aktualisasi diri, yaitu kemampuan
mewujudkan potensi yang dimiliki dan merasa senang/puas dengan
prestasi yang diraih di tempat kerja maupun dalam kehidupan
pribadi.
2) Ranah antarpribadi, berkaitan dengan kemampuan diri untuk
berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Terdiri atas tiga
skala yaitu empati didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memahami perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk
melihat dunia dari sudut pandang orang lain; tanggung jawab sosial,
atau kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiv
xxiv
hubungan saling menguntungkan, dan ditandai oleh saling memberi
dan menerima; dan rasa kedekatan emosional.
3) Ranah penyesuaian diri, berkaitan dengan kemampuan untuk
bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah
yang muncul. Ketiga skalanya adalah uji realitas, yaitu kemampuan
untuk melihat sesuai dengan kenyataannya, bukan seperti yang
diinginkan atau ditakuti; sikap fleksibel disebut juga kemampuan
untuk menyesuaikan perasaan, pikiran dan tindakan dengan
keadaan yang berubah-ubah; dan pemecahan masalah, yaitu
kemampuan untuk mendefinisikan permasalahan, kemudian
bertindak untuk mencari dan menerapkan pemecahan yang jitu dan
tepat.
4) Ranah pengendalian stres, terkait dengan kemampuan diri untuk
tahan dalam menghadapi stres dan mengendalikan impuls. Kedua
skalanya adalah ketahanan menanggung stres, atau kemampuan
untuk tetap tenang dan berkonsentrasi, dan secara konstruktif
bertahan menghadapi kejadian yang gawat dan tetap tegar
menghadapi konflik emosi; dan pengendalian impuls, atau
kemampuan menahan atau menunda keinginan untuk bertindak.
5) Ranah suasana hati umum juga memiliki dua skala, yaitu
optimisme, adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap positif
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxv
xxv
yang realistis, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit; dan
kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk mensyukuri kehidupan,
menyukai diri sendiri dan orang lain, dan untuk bersemangat serta
bergairah dalam melakukan setiap kegiatan.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Stein (2002) berpendapat bahwa EQ seseorang tergantung pada
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman emosional. Jeanne Segal (2001)
juga mengeluarkan pendapat yang sama bahwa kecerdasan emosi dapat
didapatkan dari proses belajar. Staf IQEQ (2003) menyebutkan bahwa
pertumbuhan kecerdasan emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak
lahir dari orang tuanya. Walgito (2004) membagi faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi menjadi dua faktor yaitu :
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki
dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani
adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan
kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan
mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxvi
xxvi
mencakup di dalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir
dan motivasi.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal individu yang dapat mempengaruhi kecerdasan
emosional adalah sebagai berikut:
a) Stimulus, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi
tanpa distorsi.
b) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit untuk dipisahkan. Faktor
lingkungan sendiri terbagi menjadi:
(1) Lingkungan keluarga
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam
mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada
saat masih bayi dengan cara contoh-contoh ekspresi. Peristiwa
emosional yang terjadi pada masa kanak-kanak akan melekat
dan menetap secara permanen hingga dewasa. Kehidupan
emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi
anak kelak di kemudian hari.
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxvii
xxvii
(2) Lingkungan non keluarga
Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan
pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan
perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini
biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran
sebagai seseorang di luar dirinya dengan emosi yang
menyertai keadaan orang lain.
2. Sekolah Berbasis Agama
Di Indonesia banyak sekali terdapat sekolah-sekolah berbasis agama,
bukan hanya Islam dengan Madrasahnya melainkan banyak sekali
lembaga-lembaga pendidikan agama, seperti Kristen, Katolik, Hindu,
Budha memiliki sekolah-sekolah dimana nilai-nilai keagamaan menjadi
dasar dalam proses pembelajaran. Ted Slutz dalam jurnalnya yang
berjudul Faith Based Schools mengatakan bahwa sekolah berbasis agama
merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh orang tua untuk
menyelamatkan anaknya akan tetapi kadang orang tua mempunyai
pandangan berlawanan (Rosemary, 2008).
Pengertian sekolah berbasis agama menurut Imron (2009) adalah salah
satu jenjang pendidikan formal bernaung di bawah institusi religi, yang
mengajarkan mata pelajaran umum dan agama, mempraktikkan aktivitas
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxviii
xxviii
keagamaan dan budaya bernafaskan agama. Dengan kata lain sekolah
berbasis agama merupakan salah satu jenjang pendidikan formal yang
diakui karena bernaung di bawah sebuah institusi resmi seperti halnya
madrasah bernaung dalam institusi pemerintah yaitu di bawah Kementrian
Agama Republik Indonesia. Sekolah berbasis agama sama seperti institusi
pendidikan umum lainnya yang mengajarkan mata pelajaran umum akan
tetapi mata pelajaran agama lebih dominan diajarkan dan juga siswa
dituntut untuk selalu mempraktikkan atau mengaplikasikan ajaran agama
ke dalam aktivitas atau kegiatan sehari-hari. Sistem penilaian di sekolah
berbasis agama bukan hanya dari nilai kognitif yang diambil melalui ujian
tertulis akan tetapi sistem sekolah juga menggunakan penilaian afektif
atau sikap karena penilaian sikap ini dianggap sebagai hasil perwujudan
dari nilai-nilai agama yang telah diajarkan kepada siswa.
Pengartian sekolah berbasis agama bukan hanya sebatas penggunaaan
identitas keagamaan melainkan mempunyai arti yang lebih dalam.
Menurut Hiemstra dan Brink (2006), sekolah berbasis agama adalah
sekolah yang dioperasikan berdasarkan kepentingan sekte atau agama
yang dibuka untuk kepentingan kelompok agama tertentu. Dalam
pelaksanaannya sekolah berbasis agama ini memasukkan unsur
keagamaan dalam proses pembelajaran ataupun dalam materi
pembelajaran yang dibahas lebih banyak, lebih dalam, dan lebih terperinci
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxix
xxix
daripada sekolah umum atau public school. Hal ini sudah termasuk dalam
kurikulum pendidikan sekolah-sekolah tersebut. Pengetahuan siswa akan
agamanya, tidak hanya sebatas pada teori semata, akan tetapi juga pada
pengamalan dan pembiasaan diri melaksanaan ajaran-ajaran agamanya.
Sistem kepercayaan yang diperkuat oleh teori-teori mengenai teologi
agama, kemudian diaplikasikan dalam kehidupan dengan ritual atau
praktik keagamaan di sekolah tersebut.
Praktik langsung atas ajaran agama, biasanya dapat mempengaruhi
pola perilaku dan moralitas siswa di sekolah tersebut. Pada sekolah-
sekolah Islam misalnya, ritual atas kepercayaan adanya Tuhan diterapkan
melalui pelaksanaan shalat zuhur berjamaah. Selain itu, siswa juga dilatih
untuk melakukan ritual-ritual lain dari ajaran-ajaran agama, seperti
memanjaatkan doa dan mengkaji kitab suci sebelum memulai pelajaran
(Zunainingsih, 2010). Contoh lain penerapan ajaran agama di sekolah
berbasis agama adalah praktik berzakat pada sekolah-sekolah Islam.
Ajaran zakat pada agama Islam dimaksudkan untuk membangun
kepedulian pada sesama umat manusia dengan berbagi kebahagiaan dan
rezeki kepada orang yang membutuhkan. Dengan praktik dan ritual zakat
yang terus-menerus dilakukan melalui sekolah, maka siswa diharapkan
memiliki pola perilaku yang sesuai dengan ajaran tersebut. Praktik zakat
ini kemudian akan membentuk perilaku individu yang saling peduli,
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxx
xxx
memberi, dan mengasihi antarsesama. Pembentukan moral ini juga
dilakukan dengan cara menerapkan ajaran seperti amal, melakukan bakti
sosial, dan lain sebagainya. Melalui sosialisasi semacam ini, maka akan
dihasilkan perilaku dan moral individu yang diharapkan oleh masyarakat
(struktur) yang ada. Hal-hal atau ritual-ritual semacam ini dilakukan oleh
sekolah-sekolah berbasis agama, karena pembinaan kehidupan moral
manusia dan penghayatan keagamaan dalan kehidupan seseorang
sebenarnya bukan sekedar mempercayai seperangkat akidah dan
melaksanakan tata cara upacara keagamaan saja, tetapi merupakan usaha
yang terus-menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dan hubungan
vertikal kepada Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia (Saleh,
2005).
Dengan demikian, pengajaran ajaran-ajaran agama merupakan unsur
yang terpenting karena hal ini merupakan dasar didirikannya sekolah
berbasis agama ini agar para siswa dapat memahami dan menguasai
tentang agama yang dianut bukan hanya sekedar kulit tetapi sampai inti
pemahaman dan penguasaan agama tersebut secara menyeluruh agar dapat
membimbing siswanya dalam menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-
nilai agama dengan tujuan akhirnya adalah surga.
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxi
xxxi
3. Sekolah Reguler
Sekolah reguler adalah sekolah yang menjalankan program pendidikan
standar tanpa ada program khusus. Program reguler sendiri menurut
Latifah dalam Hawadi (2006), adalah suatu program pendidikan nasional
yang penyelenggaraan pendidikannya bersifat massal yaitu berorientasi
pada kuantitas/jumlah untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya siswa
usia sekolah. Sebagai pendidikan nasional, program reguler dirancang,
dilaksanakan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan
nasional.
Mudyahardjo (2002) mengungkapkan bahwa program reguler
merupakan keseluruhan dari satuan-satuan pendidikan yang direncanakan,
dilaksanakan dan dikendalikan yang bertujuan untuk menunjang
tercapainya tujuan nasional. Selain itu, di dalam satuan dan kegiatan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, pihak sekolah
memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan sesuai dengan ciri atau
kekhususan masing-masing sekolah sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi
bangsa dan negara. Siswa dalam program reguler lebih heterogen
maksudnya mempunyai potensi, bakat, IQ yang berbeda-beda pula.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah reguler adalah
sekolah yang menjalankan program pendidikan nasional dimana
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxii
xxxii
penyelenggaraan pendidikannya bersifat massal dan lebih heterogen
dalam hal potensi, bakat, serta IQ.
4. Kecerdasan Emosi Siswa SMA Berbasis Agama
Siswa SMA termasuk dalam golongan remaja, dimana pada tahapan
perkembangannya, remaja mengalami berbagai perubahan, baik
perubahan biologis, kognitif, maupun psikososial. Berbagai perubahan ini,
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, memberikan dampak pada emosi
remaja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan hormon yang
terjadi dapat mempertinggi emosi remaja (Feldman dkk, 2004).
Kemampuan untuk dapat berpikir secara abstrak juga dapat
mempengaruhi keadaan emosi remaja. Selain itu, pencarian identitas diri
dan peran dalam masyarakat juga menyebabkan tingginya emosi pada
remaja (Sarwono, 2006).
Adanya ketidakstabilan emosi yang dialami remaja ini dapat menjadi
faktor yang menyebabkan remaja melakukan perilaku-perilaku negatif jika
tidak diarahkan dengan tepat. Sarwono (2006) mengatakan bahwa remaja
yang terlalu mengikuti emosinya yang tidak stabil memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk melakukan perilaku-perilaku negatif seperti
menyalahgunakan narkotika, melakukan hubungan seks di luar nikah,
pelanggaran aturan sekolah, dan sebagainya. Berbagai perilaku negatif ini,
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxiii
xxxiii
menurut Goleman (2007) berkaitan dengan kecerdasan emosional remaja
tersebut. Lazzari (2000) juga memaparkan bahwa perilaku negatif berupa
kekerasan, penyalahgunaan obat, dan kenakalan yang lain pada remaja
berhubungan dengan kurangnya kecerdasan emosional.
Goleman (2007) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan seseorang untuk mengendalikan dorongan emosi, mengenali
perasaan orang lain dan menjaga hubungan yang baik dengan orang lain.
Dalam kecerdasan emosional juga terdapat kemampuan kontrol diri, terus
berusaha, dan kemampuan memotivasi diri sendiri. Dari definisinya,
Goleman membentuk lima aspek kecerdasan emosional, yaitu aspek
kesadaran diri, kontrol diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.
Agama dapat mempengaruhi emosi seseorang. Menurut Safaria dan
Saputra (2009), kegiatan dalam agama seperti shalat, berdoa, atau
berdzikir akan membuat individu mengalami keadaan santai (relaksasi),
tenang, dan damai. Keadaan ini mempengaruhi bagian otak manusia yang
berhubungan dengan proses emosional terutama pada bagian hipotalamus.
Pada keadaan meditatif melalui konsentrasi pada pernapasan, pengucapan
kalimat dzikir, doa, shalat dan pengucapan kalimat autosugesti lainnya
akan menyebabkan stimulasi aktivitas hipotalamus sehingga menghambat
pengeluaran hormon Corticotropin-Releasing Factor (CRF), yang
mengakibatkan kelenjar anterior pituitari terhambat mengeluarkan
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxiv
xxxiv
Adrenocorticotropin Hormone (ACTH) sehingga menghambat kelenjar
adrenal untuk mengeluarkan hormon kortisol. Secara umum, sebagai
glukokortikoid, kortisol memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
respon peradangan dan sistem kekebalan. Kortisol menghambat produksi
prostaglandin saat terjadi radang dengan menghambat enzim
sikloksigenase serta menghambat sekresi sitokin IL-1β hingga mengurangi
jumlah kemotaksis leukosit yang dapat terjadi pada area infeksi, termasuk
menurunkan tingkat proliferasi mastosit, neutrofil, eosinofil, sel T, sel B,
dan fibroblas, sehingga sistem kekebalan akan menurun.
Jadi dengan melakukan kegiatan dalam agama akan menghambat
produksi hormon kortisol yang akan meningkatkan sekresi sitokin IL-1β
serta juga jumlah leukosit dan sel-sel lain seperti mastosit, sel T dan sel B,
sehingga sistem kekebalan tubuh akan meningkat dan menciptakan
keadaan yang tenang, rileks, dan damai (Rice, 1992). Hubungan efek
stimulasi kegiatan dalam agama tersebut pada proses fisiologis dan
psikologis individu dapat dilihat pada gambar berikut.
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxv
xxxv
Gambar 1. Dinamika Psikofisiologis Kegiatan dalam Agama
Latihan meditasi - Pengucapan dzikir dan autosugesti - Konsentrasi pada pernafasan
Menghambat kelenjar adrenal
(CRF) (ACTH)
Menciptakan keadaan psikologi tenang, rileks, dan damai (emosi positif)
Hipotalamus Interpretasi limbik sistem dari pengaruh keadaan meditatif
Menghambat kelenjar pituitari
Menimbulkan keadaan meditatif (tenang, santai, dan damai)
Sistem kekebalan tubuh meningkat
Kortisol menurun
Produksi prostaglandin meningkat
Sekresi sitokin IL-1β meningkat
Meningkatnya jumlah kemotaksis leukosit (pada saat infeksi)
Proliferasi mastosit, eosinofil, sel T, sel B, fibroblast meningkat
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxvi
xxxvi
Sebuah penelitian dilakukan oleh Relawu (2007) untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan
emosional pada remaja beragama Islam. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan adanya hubungan positif antara religiusitas dengan
kecerdasan emosional. Religiusitas memiliki lima dimensi yaitu dimensi
perasaan, keyakinan, ritual, pengetahuan, dan pengaruh (Glock dan Stark
dalam Robinson dan Shaver, 1980). Kelima dimensi tersebut memberi
pengaruh terhadap kecerdasan emosional sebesar 10,8%.
Rahman (2009) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
religiusitas dengan kecerdasan emosional remaja. Agama mengajarkan
kesadaran untuk mengelola dan mengatur emosi.Ketika permasalahan
terjadi mengelola dan mengatur emosi termasuk dalam salah satu aspek
kecerdasan emosi yang harus dikembangkan. Oleh karena itu,
pengetahuan terhadap agama, sebagai salah satu dimensi keagamaan,
dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang. Hal ini dapat
berarti pendidikan agama yang diberikan di sekolah dapat menjadi salah
satu pengetahuan agama yang bisa meningkatkan kecerdasan emosional
remaja tersebut.
Sekolah berbasis agama memasukkan unsur keagamaan dalam proses
pembelajaran ataupun dalam materi pembelajaran yang dibahas lebih
banyak, lebih dalam, dan lebih terperinci daripada sekolah umum atau
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxvii
xxxvii
public school. Hal ini sudah termasuk dalam kurikulum pendidikan
sekolah-sekolah tersebut. Pengetahuan siswa akan agamanya, tidak hanya
sebatas pada teori semata, akan tetapi juga pada pengamalan dan
pembiasaan diri melaksanakan ajaran-ajaran agamanya. Sistem
kepercayaan yang diperkuat oleh teori-teori mengenai teologi agama,
kemudian diaplikasikan dalam kehidupan dengan ritual atau praktik
keagamaan di sekolah tersebut (Hiemstra dan Brink, 2006). Berdasarkan
hal-hal yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin
luas pengetahuan agama serta semakin komitmen seseorang dalam
menjalankan agama yang ditampilkan dalam keyakinan, perasaan,
pengetahuan, ritual, dan perilaku sehari-hari, maka orang tersebut akan
semakin menunjukkan perilaku-perilaku yang menjadi dimensi dalam
kecerdasan emosional.
5. Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI)
Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI)
merupakan tes kepribadian yang banyak penggunaannya di dunia sejak
tahun 1942. Dikembangkan oleh Hathaway (psikolog) dan Mc Kinley
(psikiater) dari Universitas Minnesota, Mineapolis, USA sejak tahun
1930-an (Butcher, 2005).
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxviii
xxxviii
Dalam penelitian ini hanya dipergunakan skala L dalam keseluruhan
tes MMPI. Skala L dipergunakan untuk mendeteksi ketidakjujuran subyek
termasuk kesengajaan subjek dalam menjawab pertanyaan supaya dirinya
terlihat baik (Graham, 2005). Dalam skala ini dikemukakan kesalahan-
kesalahan kecil yang terdapat pada setiap orang, yang baginya tidak ada
alasan untuk menyembunyikannya. Bila pada kekurangan-kekurangan
kecil ini orang tidak mau jujur atau tidak mau mengakuinya, maka tampak
adanya skor yang tinggi (Hawari, 2009). Tes ini berfungsi sebagai skala
validitas untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena
kesalahan atau ketidak jujuran subjek penelitian. Tes berupa kuesioner
yang terdiri dari 15 soal dengan jawaban “ya” atau “tidak” dengan nilai
batas skala adalah ≥ 10, artinya apabila responden mempunyai nilai 10
maka responden tersebut dinyatakan invalid (Graham, 2005).
6. Kuesioner Kecerdasan Emosi
Pada subjek penelitian dikenakan skala inventori EQ yang telah
disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi (EQ) menurut Salovey
dan Meyer dalam Goleman (2007), yaitu meliputi kemampuan mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain, dan membina hubungan. Skala pengukuran variabel telah
diujicobakan sebelumnya, mengingat untuk variabel-variabel non fisik
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxxix
xxxix
sebelum digunakan hendaknya dilakukan uji validasi dan reliabilitas.
Skala untuk kuesioner kecerdasan emosi ini telah digunakan Hermasanti
(2009) dalam penelitiannya dengan aitem valid sebanyak 38 aitem dari 45
aitem. Hasil validitas aitem adalah bergerak dari 0,195-0,624 dengan hasil
reliabilitasnya adalah 0,888. Angket ini terdiri dari dua macam
pernyataan, yaitu pernyataan favorable dan unfavorable. Favorable adalah
pernyataan yang mendukung, memihak, atau menunjukkan ciri adanya
atribut yang diukur, sedang pernyataan unfavorable adalah pernyataan
yang tidak mendukung atau tidak menggambarkan ciri atribut yang
diukur.
Jenis Aitem Jumlah
Favorable 22
Unfavorable 16
Total 38
Untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah sangat setuju bernilai
4, setuju bernilai 3, tidak setuju bernilai 2, dan sangat tidak setuju bernilai
1.Sedangkan untuk pernyataan yang bersifat unfavorable adalah sangat
setuju bernilai 1, setuju bernilai 2, tidak setuju bernilai 3, dan sangat tidak
setuju bernilai 4. Aitem favorable sebanyak 22 pernyataan, sedang
unfavorable sebanyak 16 pernyataan.
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xl
xl
7. Rutin Melakukan Kegiatan Beragama
Yang dimaksud dengan rutin melakukan kegiatan beragama adalah
teratur melakukan kewajiban dalam kegiatan beragamanya sesuai dengan
agama yang dianut, misalnya melakukan sholat lima waktu bagi yang
beragama Islam, mengikuti sholat Jumat bagi kaum laki-laki beragama
Islam, mengucapkan doa sebelum makan (Makfiah, 2006).
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xli
xli
B. Kerangka Berpikir
diteliti
tidak diteliti
Siswa Kelas II
SMA Berbasis Agama SMA Reguler
1. Jam pembelajaran agama lebih banyak 2. Pengetahuan agama relatif lebih banyak 3. Pengamalan nilai-nilai agama relatif
lebih banyak
Faktor internal
a. Segi jasmani 1) Faktor fisik 2) Kesehatan individu
b. Segi psikologis Pengalaman, perasaan,
kemampuan berfikir dan motivasi.
Faktor eksternal
a. Stimulus itu sendiri, seperti pembelajaran EQ dan pelatihan EQ.
b. Lingkungan atau situasi, dukungan dan asuhan orang tua, bimbingan orang tua
Faktor-faktor yang mempengaruhi EQ
Emotional Quotient< Emotional Quotient>
1. Jam pembelajaran agama lebih sedikit 2. Pengetahuan agama relatif lebih sedikit 3. Pengamalan nilai-nilai agama relatif
lebih sedikit
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlii
xlii
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan kecerdasan emosi antara siswa kelas II SMA berbasis
agama dan SMA reguler, dimana kecerdasan emosi siswa kelas II SMA
berbasis agama lebih baik daripada siswa SMA reguler.
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xliii
xliii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional, yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat yang diobservasi pada saat yang sama (Taufiqurohman,
2008).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1 Surakarta dan
SMA Negeri 7 Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SMA Muhammadiyah 1
Surakarta dan SMA Negeri 7 Surakarta dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Bersedia menjadi responden dan telah mengisi formulir biodata serta
lembar persetujuan.
b. Siswa tidak menderita penyakit fisik yang berat dan/atau gangguan
mental yang berat.
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xliv
xliv
c. Siswa yang rutin melakukan kegiatan beragama sehari-hari, misal sholat
lima waktu bagi yang beragama Islam.
2. Kriteria Eksklusi
a. Skor L-MMPI lebih dari sama dengan 10.
b. Siswa yang menolak untuk menjadi responden.
c. Responden tidak mengisi lengkap semua kuesioner yang diberikan.
d. Mengikuti kegiatan keagamaan di luar sekolah.
e. Siswa dengan penyakit fisik yang berat dan/atau gangguan mental yang
berat.
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive random sampling, yang
menurut Hadi (2000) adalah pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang
erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Adapun menurut patokan umum, setiap penelitian yang datanya
akan dianalisis bivariat atau dua variabel membutuhkan sampel minimal 30
subjek penelitian (Murti, 2006). Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti
mengambil sampel 30 orang siswa kelas II SMA berbasis agama dan 30 orang
siswa kelas II SMA reguler.
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlv
xlv
E. Rancangan Penelitian
Siswa Kelas II SMA Muhammadiyah 1
Surakarta
Pemilihan kelas sebagai sampel
Subjek Penelitian Kelompok Kontrol
Angket Emotional Quotient
Angket Emotional Quotient
Analisis Statistik
Siswa Kelas II SMA Negeri 7 Surakarta
Formulir Biodata, Lembar Persetujuan
dan L-MMPI
Pemilihan kelas sebagai sampel
Formulir Biodata, Lembar Persetujuan
dan L-MMPI
Populasi
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlvi
xlvi
F. Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas : Siswa kelas II dengan variasi SMA berbasis agama dan
SMA reguler.
2. Variabel terikat : Kecerdasan emosi
3. Variabel luar :
a. Terkendali : usia, kesehatan fisik, pelatihan EQ
b. Tidak terkendali: pembelajaran EQ, lingkungan sekitar, asuhan orang
tua, bimbingan orang tua
G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
a. Siswa kelas II SMA berbasis agama adalah siswa kelas II SMA
Muhammadiyah 1 Surakarta.
b. Siswa kelas II SMA reguler adalah siswa kelas II SMA Negeri 7
Surakarta.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala nominal.
2. Variabel Terikat
Pada penelitian ini kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ)
diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 38 pernyataan.
35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlvii
xlvii
Nilai EQ diperoleh dari jawaban subjek pada skala EQ. Makin tinggi
jumlah skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula kecerdasan
emosinya. Begitu juga sebaliknya. Skala pengukuran yang digunakan
adalah skala interval.
H. Instrumen Penelitian
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini,
instrumen yang digunakan adalah:
1. Formulir biodata dan lembar persetujuan
Pada bagian ini terdapat petunjuk pengisian kuesioner dan lembar
persetujuan untuk mengikuti penelitian.
2. Kuesioner L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory)
Kuesioner ini berfungsi sebagai skala validitas untuk mengidentifikasi hasil
yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek
penelitian, dimana nilai batas skala adalah ≥ 10, artinya apabila responden
mempunyai nilai 10 maka responden tersebut dinyatakan invalid (Graham,
2005).
3. Kuesioner tentang kecerdasan emosi
Skala untuk kuesioner kecerdasan emosi ini telah digunakan dengan aitem
valid sebanyak 38 aitem. Angket ini terdiri dari dua macam pernyataan,
yaitu pernyataan favorable dan unfavorable.
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlviii
xlviii
Jenis Aitem Jumlah
Favorable 22
Unfavorable 16
Total 38
I. Cara Kerja
1. Menentukan siswa sebagai subjek penelitian pada SMA Muhammadiyah
1 Surakarta dan kelompok kontrol pada SMA Negeri 7 Surakarta.
2. Dilakukan random sampling untuk memperoleh jumlah tiap kelompok
sebanyak 30 orang. Jumlah sampel tiap kelompok disesuaikan agar
diperoleh jumlah sampel tiap kelompok yang sebanding.
3. Responden masing-masing kelompok siswa kelas II SMA berbasis agama
dan siswa kelas II SMA reguler mengisi formulir biodata dan lembar
persetujuan.
4. Peneliti membagi kuesioner kepada responden.
5. Responden mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka
kebohongan sampel. Jika responden menjawab “tidak” maka diberi nilai
1. Jika didapatkan angka lebih besar sama dengan 10 maka responden
invalid dan dikeluarkan dari sampel penelitian.
6. Responden mengisi kuesioner Emotional Quotient (EQ) untuk
mengetahui angka kecerdasan emosi.
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xlix
xlix
7. Melakukan analisis terhadap data yang diperoleh.
J. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji t-independent.
Cara penghitungannya dibantu dengan menggunakan program Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows.
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
l
l
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Sampel
Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SMA Muhammadiyah 1
Surakarta dan SMA Negeri 7 Surakarta. Pada penelitian ini didapatkan total
sampel sebanyak 139 siswa yang terdiri dari 77 siswa SMA Muhammadiyah 1
Surakarta dan 62 siswa SMA Negeri 7 Surakarta. Dari 139 siswa, yang termasuk
dalam kriteria inklusi penelitian adalah 79 siswa (56,83% dari total sampel) dan
yang gugur sebanyak 60 siswa (43,17% dari total sampel). Sebanyak 60 siswa
dinyatakan gugur karena 3 siswa mengalami sakit berat, 8 siswa mengalami
kejadian yang membuat jiwa tergoncang, 27 siswa mengikuti kegiatan keagamaan
di luar sekolah, 9 siswa tidak mengikuti pelatihan EQ, 7 siswa tidak rutin
beribadah, dan 6 siswa tidak lolos tes kebohongan (L-MMPI).
Selanjutnya dilakukan simple random sampling pada kelompok siswa SMA
berbasis agama dan reguler agar diperoleh jumlah sampel tiap kelompok yang
sebanding dan agar sebaran datanya normal, sehingga diperoleh 30 siswa SMA
berbasis agama dan 30 siswa SMA reguler.
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
li
li
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Sampel
No Kelompok Frekuensi Persentase (%)
1 Siswa SMA berbasis agama 30 50
2 Siswa SMA reguler 30 50
Total 60 100
Sumber : Data primer, 2012
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kelompok
Jenis
Kelamin Total
Persentase
(%) Total
(%) L P L P
1 Siswa SMA berbasis agama
15 15 30 50 50 100
2 Siswa SMA reguler 15 15 30 50 50 100
Sumber : Data primer, 2012
Data di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin pada kedua kelompok siswa
SMA memiliki persentase yang sama besarnya, baik jenis kelamin laki-laki (50%)
maupun perempuan (50%).
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lii
lii
Tabel 4.2 Rerata Skor Kecedasan Emosi (EQ)
No Kelompok Jumlah
Responden Rerata
EQ Minimal Maksimal
1 Siswa SMA berbasis agama 30 119,9 95 140
2 Siswa SMA reguler 30 112,6 93 134
Sumber : Data primer, 2012
B. Analisis Statistika
Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis data dengan
menggunakan uji t-independent dengan program SPSS 17 for Windows. Uji ini
digunakan jika skor kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain. Adapun
syarat uji t-independent adalah data berskala numerik, terdistribusi secara normal,
dan variansi kedua kelompok dapat sama atau berbeda (untuk dua kelompok).
Untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji
normalitas. Suatu data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai
p > 0,05 pada masing-masing kelompok tersebut (Dahlan, 2005).
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov
Data Nilai p Keterangan
Siswa SMA berbasis agama
0,103 Distribusi normal
Siswa SMA reguler 0,122 Distribusi normal
Sumber: Data primer, 2012
41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
liii
liii
Tabel di atas menunjukkan sebaran data yang diuji normalitas datanya
dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Test, dengan ketentuan bila signifikan
hitung > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi secara
normal, demikian sebaliknya bila signifikan hitung < 0,05 data tidak terdistribusi
secara normal. Karena nilai p untuk nilai kecerdasan emosi (EQ) siswa SMA
berbasis agama adalah 0,103 (p > 0,05) dan siswa SMA reguler adalah 0,122 (p >
0,05), maka sebaran dua kelompok data tersebut normal.
Jika dilakukan uji t-independent, maka akan tampak hasil uji homogenitas
dengan Levene’s Test. Dengan ketentuan bila signifikan hitung > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data tersebut diasumsikan homogen, demikian sebaliknya bila
signifikan < 0,05 data diasumsikan tidak homogen atau memiliki perbedaan
varians.
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas
Data Uji Homogenitas Levene’s Test
Keterangan F P
Skor EQ 0,459 0,501 Data homogen
Sumber: Data primer, 2012
Berdasarkan uji tersebut, dapat diketahui bahwa F = 0,459 (p = 0,501). Karena
p > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians antara skor
kecerdasan emosi antara siswa SMA berbasis agama dan siswa SMA reguler.
Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata skor EQ
siswa SMA berbasis agama dan SMA reguler.
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
liv
liv
Gambar 2. Boxplots Skor EQ
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa rerata skor EQ siswa SMA
berbasis agama adalah 119,9 ± 10,957, sedangkan pada siswa SMA reguler adalah
112,6 ± 9,708. Setelah itu maka data dapat dianalisis dengan uji t-independent.
Tabel 4.5 Hasil Ujit-independent
Jenis SMA Mean Skor EQ STD Analisis Uji
SMA berbasis agama 119,9 10,957 t = 2,719
df = 58
p = 0,009
SMA reguler 112,6 9,708
Sumber: Data primer, 2012
Tabel di atas menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan rerata skor EQ
yang jelas dari siswa SMA berbasis agama dan siswa SMA reguler. Dimana hasil
uji t-independent pada baris Equal Variances Assumed (data diasumsikan
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lv
lv
homogen) tampak bahwa nilai t = 2,719, df = 58, p = 0,009 (p < 0,05). Jadi dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata nilai kecerdasan
emosi (EQ) antara siswa kelas II SMA berbasis agama dan siswa kelas II SMA
reguler (Dahlan, 2005). Selain itu juga dapat dilihat pada tabel Group Statistic
bahwa rerata skor kecerdasan emosi (EQ) siswa kelas II SMA berbasis agama
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas II SMA reguler. Selain itu, karena
nilai p < 0,05 juga dapat diinterpretasikan bahwa ada perbedaan pada taraf
signifikansi 5%.
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lvi
lvi
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel 1 diketahui jumlah sampel yang
dapat dianalisis dalam penelitian ini adalah 60 siswa, di mana 30 siswa merupakan
siswa kelas II SMA berbasis agama, dalam hal ini yaitu SMA Muhammadiyah 1
Surakarta, dan 30 siswa merupakan siswa kelas II SMA reguler, dalam hal ini yaitu
SMA Negeri 7 Surakarta.
Tabel 2 menunjukkan rerata skor kecerdasan emosi siswa kelas II SMA berbasis
agama dan siswa kelas II SMA reguler. Terdapat perbedaan pada rerata hasil skor
kecerdasan emosi yang didukung dengan hasil uji t-independent seperti pada tabel 5.
Pada uji homogenitas yang ditunjukkan hasilnya pada tabel 4 menunjukkan tidak
terdapat varians antara skor kecerdasan emosi kedua kelompok (Anwar, 2005).
Hasil dari uji t-independent menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
kecerdasan emosi (EQ) siswa kelas II SMA berbasis agama dengan kecerdasan emosi
(EQ) siswa kelas II SMA reguler dengan kecerdasan emosi siswa SMA berbasis
agama p = 0,009 (p < 0,05). Hal ini sesuai dengan teori bahwa agama dapat
mempengaruhi kondisi emosi seseorang. Seperti yang dikatakan oleh Safaria dan
Saputra (2009), kegiatan dalam agama seperti shalat, berdoa, atau berdzikir akan
mempengaruhi hipotalamus, kelenjar pituitari, dan kelenjar adrenal sehingga
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lvii
lvii
membuat individu mengalami keadaan santai (relaksasi), tenang, dan damai. Dengan
kata lain orang tersebut akan mengalami emosi yang positif.
Hasil dari penelitian ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Relawu
(2007) yang menyatakan bahwa semakin komitmen seseorang dalam menjalankan
agama yang ditampilkan dalam keyakinan, perasaan, pengetahuan, ritual, dan
perilaku sehari-hari, maka orang tersebut akan semakin menunjukkan perilaku-
perilaku yang menjadi dimensi dalam kecerdasan emosional.
Rahman (2009) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara religiusitas
dengan kecerdasan emosional remaja. Agama mengajarkan kesadaran untuk
mengelola dan mengatur emosi. Ketika permasalahan terjadi mengelola dan mengatur
emosi termasuk dalam salah satu aspek kecerdasan emosi yang harus dikembangkan.
Oleh karena itu, pengetahuan terhadap agama, sebagai salah satu dimensi keagamaan,
dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang.
Dilanjutkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manah (2005) yang
menyatakan bahwa ada hubungan positif antara religiusitas dengan kecerdasan emosi.
Jika budaya religius, misalnya ibadah, dilakukan secara terus-menerus, proses
penempaan diri akanterjadi secara berkesinambungan. Dengan demikian kualitas
kejiwaan yang diperoleh melalui aktivitas ibadah benar-benar terpatri dalam diri dan
menjadi bagian dari kepribadian. Nilai-nilai agama yang sudah menjadi unsur
kepribadian akan berfungsi secara otomatis dalam mempengaruhi dan mengatur sikap
dan perilaku. Ini mengandung arti bahwa seseorang yang memiliki tingkat religiusitas
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lviii
lviii
yang tinggi cenderung memiliki sikap dan perilaku yang positif karena pada dasarnya
agama menganjurkan pada hal-hal positif. Sebagai contoh, ketika seseorang
dihadapkan dengan orang lain yang membutuhkan pertolongan maka kesadaran
agamanya akan menggerakannya untuk memberikan pertolongan.
Agama juga merupakan sarana yang efektif untuk mengatasi frustasi dan
ketakutan (Dister, 1988). Hal ini dapat dipahami karena orang yang meyakini dan
menghayati ajaran agama akan tumbuh dalam dirinya kesadaran jiwa bahwa segala
bencana atau kesulitan adalah ujian atas keimanannya. Dengan usaha yang sungguh-
sungguh, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya karena orang tersebut meyakini
bahwa setiap ada kesukaran di sana juga ada kemudahan sebagaimana diajarkan oleh
agamanya. Dalam konteks ini agama juga dapat membangkitkan rasa optimisme dan
motivasi yang kuat. Agama juga mampu menjadikan manusia untuk mengasihi
sesama dan menegakkan keadilan bagi semua orang serta memberikan kesadaran
akan keberadaan dirinya dan mampu berinteraksi dengan orang lain berdasarkan
keadilan dan kebenaran (Dister, 1988). Nilai-nilai tersebut merupakan aspek-aspek
yang ada dalam kecerdasan emosi. Hal-hal positif inilah yang diterapkan pada
sekolah berbasis agama.
Sekolah berbasis agama memasukkan unsur keagamaan dalam proses
pembelajaran ataupun dalam materi pembelajaran yang dibahas lebih banyak, lebih
dalam, dan lebih terperinci daripada sekolah umum atau public school. Pengetahuan
siswa akan agamanya, tidak hanya sebatas pada teori semata, akan tetapi juga pada
47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lix
lix
pengamalan dan pembiasaan diri melaksanakan ajaran-ajaran agamanya. Sistem
kepercayaan yang diperkuat oleh teori-teori mengenai teologi agama, kemudian
diaplikasikan dalam kehidupan dengan ritual atau praktik keagamaan di sekolah
tersebut (Hiemstra dan Brink, 2006). Pada SMA berbasis agama atau SMA
Muhammadiyah 1 Surakarta, materi pelajaran agama Islam terbagi menjadi beberapa
kelompok dan berlangsung tujuh sampai sembilan jam tiap minggunya, atau jika
dipersentasekan menjadi sekitar 75%. Sedangkan pada SMA Negeri 7 atau SMA
reguler materi pelajaran agama menjadi satu mata pelajaran yang hanya dua jam per
minggu, atau jika dipersentasekan menjadi sekitar 25%. Mata pelajaran agama di
SMA Muhammadiyah 1 Surakarta itu sendiri dikelompokkan menjadi tauhid atau
aqoid, ibadah atau muamalah, akhlaq, qur’an atau hadist, tarikh, dan
kemuhammadiyahan. Pengetahuan tentang agama yang dimiliki siswanya lebih luas.
Selain itu, di SMA Muhammadiyah 1 Surakarta pun juga terdapat praktek kegiatan
beragama dan termasuk dalam komponen penilaian siswa. Jadi jika seseorang
memiliki pengetahuan yang luas tentang agama dan kemampuan mengamalkan
ajaran-ajaran agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seseorang itu dapat
dikatakan memiliki kecerdasan secara emosional yang baik, karena pengetahuan dan
pengamalan tersebut pada hakikatnya adalah merupakan aspek-aspek dalam
kecerdasan emosional (Amrullah, 2008).
Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosemary
(2008) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lx
lx
kecerdasan emosi antara siswa SMA dan siswa MA, yang secara tidak langsung
menunjukkan tidak ada perbedaan kecerdasan emosi antara siswa SMA berbasis
agama dan SMA reguler. Pengetahuan dan ritual keagamaan sebagai salah satu
dimensi dari religiusitas hanya merupakan faktor pengaruh yang tidak terlalu besar
terhadap kecerdasan emosional. Selain tingkat religiusitas, masih terdapat faktor-
faktor lain yang juga mempengaruhi kecerdasan emosional tersebut, di antaranya
faktor yang bersifat bawaan atau genetik (temperamen), faktor pola asuh, dan faktor
pendidikan emosi yang diperoleh siswa di sekolah (Goleman, 2006). Selain itu,
pendidikan emosi, yang juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kecerdasan emosional (Goleman, 2006), tidak terlihat pada pendidikan yang
diterapkan. Pendidikan yang dilakukan memang lebih cenderung terlihat pada
pemantauan dan penstimulasian upaya mencerdaskan rasional siswa. Sementara
pendidikan untuk merangsang kemampuan emosi siswa tidak terlalu diperhatikan
(Surakhmad dan Kusumoputro dalam Lanawati, 1999), sehingga siswa kurang
mendapat pendidikan emosi di sekolah.
Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal jumlah sampel yang terlalu
kecil dan pengaruh variabel-variabel seperti jenis kelamin dan jenis jurusan tidak
diteliti. Selain hal-hal tersebut, masih banyak faktor-faktor yang dapat merancukan
hasil yang digolongkan dalam variabel luar tak terkendali seperti pembelajaran EQ,
lingkungan atau situasi, asuhan orang tua, dan bimbingan orang tua.
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxi
lxi
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
kecerdasan emosi yang bermakna antara siswa kelas II SMA berbasis agama
dan SMA reguler. Siswa kelas II SMA berbasis agama lebih baik kecerdasan
emosinya dibandingkan siswa kelas II SMA reguler.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran-saran dari penulis adalah
sebagai berikut:
1. Siswa SMA sebaiknya disarankan untuk memperdalam agama yang dianut
dan mengaplikasikan agama dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan
agama di dalam maupun di luar sekolah, karena agama merupakan salah
satu faktor yang dapat meningkatkan kecerdasan emosi seseorang.
2. Selain tentang agama, ilmu pengetahuan juga perlu untuk diperdalam dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, karena keduanya saling
berkaitan dan dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan kecerdasan
emosi antara siswa kelas II SMA berbasis agama dan SMA reguler dengan
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxii
lxii
mengendalikan faktor-faktor luar yang turut mempengaruhi, seperti
pembelajaran EQ, lingkungan atau situasi di sekitar siswa, asuhan orang
tua, dan bimbingan orang tua.
4. Untuk penelitian yang lebih lanjut dilaksanakan pada populasi lain yang
lebih luas, dan dengan jumlah sampel (responden) yang lebih besar,
sehingga hasil dapat lebih signifikan dan lebih akurat.
5. Variabel-variabel lain diperluas cakupannya dan juga diteliti pengaruhnya
terhadap kecerdasan emosi. Contohnya yaitu variabel jenis kelamin dan
jenis jurusan.
51