PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL...

29
PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI BALI YANG DI PELIHARA SECARA TRADISIONAL PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada PROGRAM STUDI PETERNAKAN Oleh SRI ERMAWATI B1D 013 247 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2018

Transcript of PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL...

Page 1: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA

DADA SAPI BALI YANG DI PELIHARA SECARA TRADISIONAL

PUBLIKASI ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Oleh

SRI ERMAWATI

B1D 013 247

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2018

Page 2: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA

DADA SAPI BALI YANG DIPELIHARA

SECARA TRADISIONAL

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh

SRI ERMAWATI

B1D013247

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Disetujui

Pembimbing Utama

Dr.Ir. Tahyah Hidjaz, MP

NIP. 19610214 198703 2001

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2018

Page 3: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA

DADA SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL

INTISARI

Oleh

Sri Ermawati

B1D013247

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bobot potong terhadap bobot isi

rongga dada sapi Bali yang di pelihara secara tradisional di Lombok. Penelitian

ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2017, bertempat di RPH Gubug

Mamben Sekarbela Mataram. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

20 ekor sapi Bali yang terdiri dari 10 ekor dengan bobot badan rendah yaitu 200-

250 kg dan 10 ekor dengan bobot badan tinggi yaitu 251-300 kg. Variabel yang

diamati meliputi bobot potong, bobot jantung, bobot hati, bobot paru-paru, bobot

limpa dan bobot diapragma. Data yang terkumpul ditabulasi dan dihitung

menggunakan Mean ± standart deviasi. Untuk mengetahui perbedaan bobot

potong terhadap bobot isi rongga dada sapi Bali dianalisis dengan T-test. Hasil

analisis menunjukan bahwa bobot potong tinggi dan bobot potong rendah

tidaberbeda nyata (p<0,05) terhadap bobot jantung, bobot paru-paru, bobot limpa

dan bobot diapragma, kecuali bobot hati yang berbeda nyata (p>0,05).

Kata Kunci : Sapi Bali, Bobot Potong, Organ Dalam Dada.

Difference of Slaughter Weight On Red offal Weight of Bali Cattle

Which Is Traditionally Maintained.

ABSTRACT

By

Sri Ermawati

B1D013247

The aim of this study to determine slaughter on red offal weight of Bali

cattle which is traditionally maintained in Lombok. This research was conducted

in September-October 2017, located at RPH Gubug Mamben Sekarbela Mataram.

The material used in this study was 20 head of Bali cattle consisting of 10 animals

with low body weight of 200-250 kg and 10 animals with a high body weight of

251-300kg. The variables included slaughter weight, heart weight, liver weight,

lung weight, spleen weight and diaphragma weight. The collected data were

tabulated and calculated using mean ± standard deviation. To find out the

difference in slaughter weight on the weight content of Bali cattle chest cavity

was analyzed T-test. The results showed that high slaughter weight 280,40 kg and

low slaughter weight 215,35 kg were not significantly different (p<0.05) on heart

weight, lung weight, spleen weight and diaphragma weight, except for liver

weights that were significantly different (p>0.05).

Keywords: Bali cattle, Slaughter weight, Red offal.

Page 4: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan permintaan daging secara Nasional semakin meningkat

seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan

pendidikan yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin

meningkat, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut menyebabkan

pemotongan berbagai bangsa sapi juga semakin meningkat (Suswono, 2009).

Tingkat konsumsi daging masyarakat pada tahun 2014 sebesar 2,56 kg per

kapita per tahun atau meningkat 8,5% dibandingkan pada tahun 2013 sebesar

2,36 kg per kapita/tahun (BAPPENAS, 2014). Produksi daging sapi nasional

diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya (Apfindo, 2010).

Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan beradaptasi

dengan lingkungan baru. Kemampuan tersebut merupakan faktor pendukung

keberhasilan budidaya sapi Bali. Salah satu provinsi yang menjadi penghasil

daging sapi terbesar adalah Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini karena di

NTB potensi lahan pengembangan sapi cukup luas. Berdasarkan perhitungan

ketersediaan pakan, NTB memiliki potensi kapasitas tampung ternak 2

juta ekor pertahun, dimana yang dimanfaatkan baru sekitar 34,79 % sehingga

memiliki peluang pengembangan peternakan sebesar 63,21 %. Populasi

ternak sapi Bali di NTB dari 2014 s/d 2016 mengalami peningkatan 7,9 %

(KEMENTAN, 2016).

Ternak sapi khususnya sapi Bali adalah penghasil daging yang potensial

dan merupakan salah satu komoditi yang bernilai tinggi dengan mengandung

bahan gizi yang relatif seimbang antara satu dengan lainnya serta sangat

Page 5: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

2

berguna bagi pertumbuhan manusia. Sapi Bali termasuk jenis ternak asli

Indonesia yang tergolong kedalam tipe potong dan kerja yang menjadi ternak

unggulan di provinsi NTB yang dikenal sebagai gudang ternak sapi Bali.

Salah satu parameter penting dari subsektor peternakan adalah

pemotongan ternak. Pemotongan ternak sapi sangat terasa di Provinsi NTB

yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Perayaan Hari Besar umat

Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha menyebabkan tingginya konsumsi

daging sapi yang berdampak pada tingginya permintaan daging.

Secara garis besar kegiatan pemotongan ternak menghasilkan output

berupa karkas, jeroan, kulit basah, dan produk lainnya seperti kepala, kaki

atas, ekor, dan tanduk. Kotoran ternak tidak dicatat dalam Laporan

Pemotongan Ternak Triwulanan meskipun kotoran ternak tersebut bernilai

ekonomi karena bisa digunakan sebagai biogas atau sebagai pupuk. Dengan

demikian, berat ternak hidup per ekor pasti lebih besar dibandingkan dengan

penjumlahan berat karkas, jeroan, kulit basah, dan hasil lainnya (Badan pusat

Statistik NTB, 2016).

Hasil ikutan dari proses untuk mendapatkan karkas adalah bagian non

karkas meliputi kulit, kepala, kaki maupun jeroan. Menurut Herman (2005)

bagian non karkas masih mempunyai nilai ekonomi. Sedangkan menurut

Da Silva et al. (2011) nilai ekonomi non karkas cukup untuk menutupi biaya

pemotongan. Non karkas sendiri terdiri dari bagian yang layak dimakan

(edible portion) dan tidak layak dimakan (inedible portion). Non karkas yang

tidak layak dimakan banyak dimanfaatkan menjadi barang ekonomi tinggi,

sedangkan bagian yang dapat dimakan seperti jeroan sudah banyak digunakan

Page 6: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

3

sebagai bahan makanan karena nilai gizinya cukup tinggi dan harganya relatif

murah. Selain karkas, produktivitas bagian non karkas yang layak dimakan

dapat menunjukkan keberhasilan produksi ternak. Oleh sebab itu penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui “Perbedaan Bobot Potong Terhadap

Bobot Isi Rongga Dada Sapi Bali Yang Dipelihara Secara Tradional”.

B. Rumusan Masalah

1. Berapakah bobot potong dan bobot isi rongga dada sapi Bali yang

dipelihara secara tradisional.

2. Apakah ada perbedaan antara isi rongga dada sapi Bali pada bobot potong

tinggi dan bobot potong rendah.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bobot isi rongga dada pada bobot potong yang

berbeda.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Dapat mengetahui perbedaan bobot isi rongga dada pada bobot

potong berbeda.

TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sapi Bali

Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah

didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi Bali yaitu Bos

javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).

Page 7: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

4

Sapi Bali telah mengalami domestikasi sejak zaman dahulu dan sekarang

banyak diternakkan oleh peternak khususnya peternakan rakyat. Sapi Bali

berkerabat dengan banteng maka bentuk fisik sapi Bali menyerupai banteng

khususnya pada warna kulit, sedangkan ukuran tubuh sapi Bali lebih kecil

dibandingkan banteng. Sapi Bali menyebar dan berkembang hampir ke

seluruh pelosok Nusantara. Penyebaran sapi Bali di luar Pulau Bali yaitu

Sulawesi Selatan pada tahun 1920 dan 1927, ke Lombok pada abad ke-19, ke

Pulau Timor pada tahun 1912 dan 1920. Selanjutnya sapi Bali berkembang

sampai ke Malaysia, Philipina dan Ausatralia bagian Utara. Sapi Bali juga

pernah diintroduksi ke Australia antara tahun 1827-1849 (Tonra, 2010).

Payne dan Rollinson (1973), menyatakan bangsa sapi ini diduga berasal

dari Pulau Bali, karena pulau ini merupakan pusat distribusi sapi di Indonesia

yang telah didomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM. Menurut Tonra

(2010), keunggulan sapi Bali adalah subur (cepat berkembang biak/ fertilitas

tinggi), mudah beradaptasi dengan lingkungannya, dapat hidup di lahan kritis,

mempunyai daya cerna yang baik terhadap pakan, persentase karkas yang

tinggi, kandungan lemak karkas rendah, fertilitas sapi Bali berkisar 83-86%,

lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yaitu 60 %. Selanjutnya dinyatakan pula

bahwa beberapa kelemahan sapi Bali antara lain pertumbuhan yang lambat,

tekstur daging yang alot dan warna yang gelap sehingga kurang baik

digunakan sebagai steak, slice-beef, sate dan daging asap. Menurut Sukanata

(2010), bahwa sapi Bali peka terhadap beberapa penyakit seperti penyakit

Jembrana/Ramadewa dan MCF (Malignant Chatarral Fever).

Page 8: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

5

1. Ciri-Ciri Sapi Bali

Menurut Hardjosubroto (1994), sapi Bali mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

a. Warna sapi jantan coklat ketika muda, kemudian warna ini berubah

agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai mendekati hitam pada saat

dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna

coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian

belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah

(white stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada

pinggiran bibir atas.

b. Kaki di bawah persendian telapak kaki depan (articulatio carpo

metacarpeae) dan persendian telapak kaki belakang (articulatio

tarco metatarseae) berwarna putih. Kulit berwarna putih juga

ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit

berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Bulu sapi

Bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap.

c. Ukuran badan berukuran sedang dan bentuk badan memanjang.

d. Badan padat dengan dada yang dalam.

e. Tidak berpunuk dan seolah-olah tidak bergelambir.

f. Kakinya ramping, agak pendek menyerupai kaki kerbau.

g. Pada tengah-tengah punggungnya selalu ditemukan bulu hitam

membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.

h. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam.

i. Tanduk pada sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala,

Page 9: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

6

sebaliknya untuk jenis sapi betina tumbuh ke bagian dalam.

2. Produktivitas Sapi Bali

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi Bali pra-sapih

antara 0,33-0,48 Kg, sedangkan PBBH pasca-sapih sebesar 0,20-0,75

kg (Panjaitan et al., 2003). Ditambahkan oleh Sukanata (2010) bahwa

secara umum sapi induk betina dapat melahirkan anak satu ekor per

periode melahirkan, dengan bobot lahir anak sekitar 16,5 ± 1,54 kg

untuk anak jantan, dan 15,12 ± 1,44 kg untuk anak betina. Sedangkan

bobot sapihnya (umur 205 hari) sekitar 87,6 ± 7,23 kg untuk yang

jantan, dan 77,9 ± 7,53 kg untuk yang betina. Umur pubertas sapi Bali

jantan 21 bulan sedangkan sapi Bali betina 15 bulan, namun umur

betina yang dianjurkan saat kawin pertama minimal 18 bulan. Lama

bunting sekitar 285,59 ± 14,72 hari. Ball dan Peters (2004)

menyatakan bahwa produksi sapi potong, reproduksi yang baik sangat

penting untuk efisiensi manajemen dan keseluruhan produksi.

Selanjutnya dinyatakan bahwa reproduksi terbaik adalah seekor induk

menghasilkan satu anak setiap tahun.

Pane (1990) menyatakan bobot rata-rata sapi Bali jantan umur 2

tahun yaitu 210 kg dan sapi Bali betina 170 kg. Lingkar dada sapi Bali

jantan 181,4 cm sedangkan sapi Bali betina 160 cm. Bobot lahir anak

sapi Bali berdasarkan hasil penelitian Prasojo et al. (2010) yaitu antara

10,5-22 kg dengan rataan 18,9±1,4 kg untuk anak sapi jantan,

sedangkan anak sapi betina memiliki kisaran bobot lahir antara 13-26

kg dengan rataan 17,9±1,6 kg.

Page 10: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

7

B. Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Di NTB

Potensi sapi potong lokal sebagai penghasil daging belum dimanfaatkan

secara optimal melalui perbaikan manajemen pemeliharaan. Sapi potong lokal

memiliki beberapa kelebihan, yaitu daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan

setempat, mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah dan mempunyai

daya reproduksi yang baik (Suryana, 2009).

Sistem pemeliharaan sapi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem

pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua

aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan. Sistem semi intensif adalah

memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan

disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif.

Sedangkan sistem intensif adalah pemeliharaan sapi dengan cara

dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008).

Di daerah pertanian intensif, sebagian peternak memelihara sapi dalam

kandang permanen, namun ada juga yang kandang sederhana. Kapasitas

kandang bervariasi sesuai dengan jumlah sapi yang dipelihara. Peternakan

yang memproduksi bibit umumnya menggunakan sistem kereman sehingga

sapi induk cepat menjadi gemuk (Hadi dan Ilham, 2002).

C. Bobot Potong Sapi Bali

Sapi yang memiliki bobot hidup yang tinggi tidak selalu menunjukkan

persentase karkas yang tinggi. Persentase karkas dipengaruhi bobot potong

pada saat disembelih. Indeks perdagingan menentukan seberapa banyak

proporsi daging terhadap karkas sapi. Karkas yang memiliki panjang karkas

sama dengan bobot karkas yang berbeda maka karkas yang lebih berat akan

Page 11: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

8

mempunyai indeks perdagingan lebih tinggi begitu juga sebaliknya. Efisiensi

produksi usaha sapi potong tercermin dari produksi karkas yang memiliki

bobot dan persentase tinggi dan kualitas karkas yang baik (Yosita dkk., 2011).

Bobot hidup merupakan hasil penimbangan bobot badan ternak

sewaktu masih hidup (Saladin,1972). Dijelaskan lebih lanjut bahwa setiap

individu berbeda ukuran dan bobot badannya, karena bobot hidup erat

kaitannya dengan bobot karkas. Bowker et al. (1978) menyatakan bahwa

pengaruh bobot hidup terhadap bobot karkas bisa mencapai 80%. Ternak

yang gemuk karkasnya lebih berat dari pada ternak yang kurus, maka faktor

umu, kondisi tubuh dan jenis kelamin lebih berpengaruh terhadap bobot

hidup dan bobot karkas dibanding faktor lainnya.

Farlis (1981), mengemukakan bahwa pertumbuhan dapat diamati

berdasarkan peningkatan bobot dan ukuran tubuh karena adanya hubungan yang

erat dengan pertumbuhan dari organ-organ tubuh. Bentuk tubuh ternak ketika

masih hidup merupakan petunjuk untuk menilai kemampuan menghasilkan

daging. Umumnya setiap individu ternak berbeda ukuran tubuhnya sehingga

akan berbeda pula bobot karkas yang dihasilkannya, meningkatnya bobot hidup

maka bobot masing-masing bagian karkas juga akan meningkat.

Faktor yang mempengaruhi bobot potong yaitu: umur, genetik,

lingkungan dan sistem pemeliharaan. komponen utama karkas terdiri atas

jaringan otot (daging), dan tulang dimana kecepatan pertumbuhan tulang dan

daging sapi akan terjadi pada umur 1–3 tahun dan berhenti pada umur 3

tahun. Kecepatan pertumbuhan inilah yang akan mempengaruhi bobot badan

sapi dimana terdapat hubungan antara bobot hidup, bobot karkas dan

Page 12: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

9

persentase karkas. Semakin tinggi bobot hidup maka semakin tinggi bobot

karkasnya (Soeparno, 1992).

D. Karekteristik Non Karkas.

Karkas merupakan hasil utama dari suatu penyembelihan ternak dan

mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dari pada non karkas. Sisa

karkas dibagi menjadi dua bagian, yaitu “Edible offal” dan ―Inedible offal”

(Gerrard, 1997). ―Edible offal” adalah bagian sisa karkas yang masih layak

dimakan, seperti kepala, hati, jantung, paru-paru, ginjal, limpa, ekor dan

darah. Sedangkan “Inedible offal” adalah bagian sisa karkas yang tidak layak

dimakan, misalnya tanduk, bulu, saluran kantong kemih, kulit, tulang dan

oseophagus. Komponen sisa karkas terdiri dari organ internal dan organ

eksternal. Organ internal terdiri dari hati, jantung, paru-paru, sedangkan yang

termasuk organ eksternal yaitu kepala, dan kaki.

Menurut Adiwinarti et al. (1999) persentase non karkas adalah 57%,

sedangkan hasil penelitian Hudallah et al. (2007) persentase non karkas

berkisar antara 53.05- 55.58% (bruto) dan 34.34- 44.43% (netto). Selanjutnya

dinyatakan bahwa makin tinggi bobot non karkas maka makin rendah nilai

ekonomisnya.

E. Non Karkas Bagian Rongga Dada Sapi Bali

Rongga dada dilapisi oleh membran serosa, tetapi tidak termasuk cairan

tipis (serum). Bagian dari rongga dada disebut pleura parietal. Membran ini

terus menutupi paru-paru dan dikenal sebagai pleura visceral. Jantung,

Page 13: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

10

kerongkongan dan pembuluh darah besar juga ditutupi oleh membran yang

dikenal sebagai pleura mediastinal (Anonim, 2017) semua organ tubuh yang

terdiri atas hati, limpa, ginjal, jantung, paru-paru dan tenggorokan termasuk

dalam organ rongga dalam dada.

a. Jantung.

Jantung adalah suatu struktur muskular berongga yang bentuknya

menyerupai kerucut. Dasarnya mengarah dorsal atau kraniodorsal dan

melekat pada struktur-struktur torasik lainnya dengan perantara arteri

besar, vena dan kantung peri kardial (Frandson, 1996). Menurut Mc

Cornick (1994) otot jantung (miokardium) memiliki bagian pergerakan

(kontraktil) sehingga modelnya mirip dengan otot rangka, otot jantung

memilki penampakan melintang yang menyebabkan terorganisasinya

miofibril. Tidak seperti otot rangka, otot jantung merupakan otot yang

berkerja dibawah sadar (involunter).

Jantung sapi merupakan hasil pemotongan ternak yang memiliki nilai

gizi walaupun penggunaannya dalam pengolahan daging masih terbatas

yang disebabkan oleh sifat fungsinya proteinnya yang rendah seperti

kemampuan mengikat air dan daya mengikat emulsinya (Wang et al.,

1997). Jantung sapi umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk campuran

tepung hamburger dengan pelabelan yang sesuai permintaan jantung untuk

konsumsi rumah tangga relatif kecil. Jantung sapi memiliki kadar protein

dan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan pada daging sapi bagian

paha belakang Schweigert (1987).

Page 14: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

11

b. Hati

Hati tersusun dari sel-sel hati, dihubungkan oleh pembuluh darah dan

barisan epitel sinusoid yang terletak diantara sel-sel hati. Sel hati tersusun

sedemikian rupa dalam lobus poligon yang saling melekat dengan bantuan

jaringan penghubung. Hati melekat pada bagian anterior dinding

abdominal dan diafragma oleh ligamen, serta melekat pada lambung di

bagian omasum. Ketika hati akan dipisahkan maka semua ligamen

tersebut harus dipotong beserta kantong empedu. Warna hati digunakan

untuk menentukan kualitas hati. Hati dengan kualitas baik biasanya

berwarna merah kecoklatan sampai coklat tua, sedangkan untuk kualitas

yang buruk biasanya berwarna biru sampai kehitaman (Pearson dan

Dutson,1988).

Pada saat sapi lahir, bobot hati mencapai ± 2,2% dari bobot hidupnya,

sedangkan pada saat umur dewasa bobot hati mencapai ± 1,3-1,45% dari

bobot hidupnya. Pada sapi dengan bobot hidup 300-400 kg, perkiraan

bobot hati sekitar 3.000-4.600 g, sedangkan sapi dengan bobot hidup 450-

600 kg maka perkiraan bobot hati akan mencapai 4000-8600 g. Bobot

tersebut dapat berkurang hingga 8% jika sapi diistirahatkan selama 24 jam

(Portillo, 2000).

Komposisi dan kandungan gizi hati menyerupai komposisi dan

kandungan gizi daging, yaitu dengan kandungan terbesar adalah air dan

protein. Oleh sebab itu, hati merupakan pangan yang sangat baik sebagai

sumber protein yang dibutuhkan oleh manusia (Samuel et al.,1980).

Page 15: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

12

c. Limpa

Struktur histologi limpa secara umum terdiri dari kapsula , pulpa

merah dan pulpa putih. Kapsula tersusun jaringan ikat pada bagian luar

dan otot polos pada bagian dalam. Pulpa merah, terdiri dari arteriol,

kapiler, venula, dan bingkai limpa, sedangkan pulpa putih mengandung sel

dan serabut retikuler membentuk jalinan stroma yang mengandung

limfosit, makrofag dan sel aksesoris lain yang mirip dengan sel-sel yang

ditemukan pada kelenjar getah bening (Dellmann dan Brown, 1989).

Limpa memiliki warna merah dan merupakan sebuah masa limfoid

terbesar di dalam tubuh ternak. Limpa bentuknya lonjong dan ukurannya

tergantung ukuran tubuh ternak. Limpa memiliki banyak fungsi bagi tubuh

ternak, namun bukan merupakan organ vital b dan tidak begitu berarti

untuk kelangsungan hidup ternak (ternak masih mampu bertahan hidup

tanpa adanya limpa) (Anonim 2012).

Pada ternak organ limpa merupakan organ yang menjadi penanda

bahwa ternak tersebut telah terjangkit penyakit antraks yang ditandai

dengan terjadinya peradangan pada limpa. Penyebab penyakit ini adalah

Bacillus anthracis, yakni sejenis bakteri berbentuk basil (batang) dengan

ujung siku-siku dan bersifat gram positif. Secara in vitro, basil membentuk

rantai, tetapi secara in vivo berbentuk tunggal dan berpasangan. Pada

udara terbuka, kuman antraks dapat membentuk spora yang mampu

bertahan hidup berpuluh tahun di tanah, relatif tahan terhadap kondisi

lingkungan yang panas dan bahan kimia maupun desinfektan. Oleh sebab

itu, hewan yang terkena antraks dilarang untuk disembelih agar tidak

Page 16: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

13

membuka peluang bagi organisme untuk membentuk spora (Zidani et al.,

2000).

d. Paru-paru

Paru-paru sapi merupakan salah satu hasil samping dari proses

pemotongan ternak yang merupakan jeroan selain hati, jantung dan ginjal.

Konsumsi paru atau jeroan sapi bagi masyarakat cenderung dikaitkan

dengan pemicu berbagai macam penyakit degeneratif, karena jumlah

kolesterol, senyawa purin, dan senyawa yang merugikan jika mengendap

dalam tubuh manusia. Paru mengandung purin 434 mg per 100 g bahan.

Ambang batas kandungan purin dalam bahan pangan adalah 100-400 mg

per 100 g bahan. Paru sapi memiliki kadar protein yang cukup tinggi

dibanding bagian jeroan lain, kadar air 77%, 4,2% lemak, 18% protein dan

1% abu. Kandungan air dan protein yang tinggi mengakibatkan paru segar

mudah rusak jika tidak segera diolah atau disimpan dalam lemari

pendingin (Campos and Areas, 1993).

Menurut Anonim (2004), nilai komposisi kimia paru sapi segar

mengandung 77% air, 4,2% lemak, 18% protein dan 1% abu. Kandungan

bahan dari paru-paru sapi matang setelah dikeringkan dengan oven terdiri

dari 14% air, 16,3% lemak, 74,8% protein dan 4,5% abu. Sedangkan

menurut Lawrie (1995), berat paru-paru sapi berkisar antara 2-2,5 kg dari

bobot hidupnya atau berarti sekitar 0,5% dari bobot hidupnya.

e. Otot Diapragma

Otot diafragma adalah lembaran otot yang penting untuk manusia dan

mamalia bernapas, berbentuk kubah yang berada di bawah paru-paru, dari

Page 17: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

14

rongga dada bagian atas dan rongga perut (lambung) (Small et al., 2002).

2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Non Karkas Bagian Rongga Dada

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karkas dan nonkarkas antara

lain bobot potong, bangsa, umur dan pakan. Di antara beberapa faktor

tersebut, faktor yang sangat mempengaruhi proporsi karkas dan komponen

nonkarkas adalah pakan (Berg dan Butterfield, 1976; Soeparno, 2005). Lebih

lanjut Soeparno (2005) menjelaskan bahwa pada sapi dengan bobot potong

tertentu, level nutrisi mempengaruhi bobot beberapa komponen non karkas.

Konsumsi nutrisi yang tinggi meningkatkan bobot hati dan bobot total saluran

pencernaan, tetapi menurunkan bobot kepala, kaki dan limpa.

Dengan bertambahnya umur dan bobot badan, maka bobot karkas

mengalami peningkatan yang lebih besar dari pada bobot non karkas.

Selanjutnya dinyatakan oleh Soeparno (2005) pakan dapat mempengaruhi

pertambahan komponen non karkas, sedangkan bangsa dan jenis kelamin

hanya mempunyai pengaruh yang kecil. Perlakuan nutrisional, spesies dan

pastura mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat non karkas internal

(hati dan paru-paru), sedangkan bobot komponen non karkas eksternal

(kepala dan kaki) tidak terpengaruh.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Potong Hewan (RPH) Gubug

Mamben Sekarbela Mataram. Penelitian dimulai pada bulan September s/d

Oktober 2017.

Page 18: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

15

B. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor sapi Bali

jantan dikelompokan menjadi dua yaitu sapi Bali bobot potong rendah dan

bobot potong tinggi. Sapi Bali bobot potong rendah sebanyak 10 ekor dengan

bobot potong mulai dari 200 kg - 250 kg umur I₁ tahun dan sapi Bali bobot

potong tinggi sebanyak 10 ekor dengan bobot potong 251 kg - 300 kg umur I₂

tahun.

C. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Timbangan digital merk CAS kapasitas 1000 kg dengan kepekaan 0,1 Kg.

2. Timbangan digital merk CAS kapasitas 20 kg dengan kepekaan 0,05 kg.

3. Ember plastik ukuran sedang.

4. plastik.

5. Seperangkat alat pemotongan atau penyembelihan.

D. Metode Penelitian

Sebelum pemotongan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan

ternak untuk mengetahui kelayakan sapi untuk dipotong (pemeriksaan

antemortem).

Proses Pemotongan sapi Bali sebagai berikut :

1. Proses pnyembelihan sapi dilakukan secara halal menurut ajaran agama

islam denggan menggunakan pisau tajam memutus arteri carotis, vena

jugularis dan esophagus (Soeparno,1994).

Page 19: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

16

2. Persiapan selanjutnya adalah memberikan celah antara leher dan lantai

dengan meletakan wadah yang terbuat dari kayu untuk menampung darah

pada bagian bawah leher ternak untuk selanjutnya dilakukan

penyembelihan.

3. Selanjutnya dilakukan pengulitan, eviscerasi (pengeluaran jeroan) dan

pengkarkasan (dressing).

4. Isi rongga dada dipisahkan mulai dari jantung, hati, limpa, paru-paru dan

otot diafragma.

5. Masing- masing organ tersebut ditimbang untuk mengetahui beratnya.

E. Variabel yang Diamati

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bobot potong.

Bobot potong merupakan bobot ternak sapi sesaat sebelum dilakukan

pemotongan dan dinyatakan dalam satuan kilogram (Boggs dan Merkel

1984)

2. Bobot isi rongga dada

Bobot organ dalam dada yang ditimbang masing-masing adalah:

a. jantung (kg)

b. paru-paru (kg)

c. hati (kg)

d. limpa (kg)

e. diapragma (kg) .

Page 20: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

17

F. Analisis Data

Data yang terkumpul diolah menggunakan program exel. Dilakukan

secara deskriptif menggunakan rataan dan simpangan baku (Aritmatic Mean ±

Standart Deviasi) dan dianalisis menggunakan Uji t (Steel and Torrie 1993).

Model matematik t-tes adalah:

𝑡 𝑡

√ ( ) ( )

( )

Keterangan:

t-hitung : Nilai t

: Rata-Rata

N : Jumlah Data

Std : Standar Deviasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Gubug Mamben

Sekarbela, Mataram pada bulan September-Oktober 2017. Penelitian ini

menggunakan 20 ekor sapi Bali yang dikelompokan berdasarkan bobot

potong, yaitu bobot potong rendah 10 ekor dan bobot potong tinggi 10 ekor.

Rata-rata bobot potong, bobot jantung, bobot hati, bobot paru-paru, bobot

limpa dan bobot diapragma sapi Bali hasil penelitian tercantum pada

Tabel 1.

Page 21: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

18

Tabel 1: Rata-rata Bobot Potong, Bobot Jantung, Bobot Hati, Bobot Paru-

paru, Bobot Limpa dan Bobot Diapragma Sapi Bali.

No Variabel Bobot Potong

Rendah (%)

Bobot Potong

Tinggi (%)

1. Bobot Potong (kg) 215,35 ± 15,94 280,35 ± 18,67

2. Bobot Jantung (kg) 0,99 ± 0,30a 0,45 1,01 ± 0,42 a 0,36

3. Bobot Hati(kg) 2,03 ± 0,64 a 0,94 2,91 ± 0,17 b 1,04

4. Bobot Paru-Paru (kg) 1,74 ± 0,22 a 0,80 2,03 ± 0,26 a 0,72

5. Bobot Limpa (kg) 0,70 ± 0,05 a 0,32 0,72 ± 0,10 a 0,26

6. Bobot Diapragma (kg) 0,82 ± 0,17a 0,38 1,00 ± 0,12 a 0,36

Sumber : Data Primer diolah (2018)

Keteragan : a. Bobot potong rendah (200-250 kg)

b. Bobot potong tinggi (251-300 kg)

c. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

berbeda nyata ( P<0,05)

B. Bobot Potong

Pada Tabel 1. tercantum hasil penelitian bobot potong sapi Bali dengan

bobot potong tinggi 280,35±18,67 kg sedangkan bobot potong rendah

215,35±15,94 kg. Perbedaan rata-rata bobot potong rendah dan bobot

potong tinggi di pengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti pakan,

jenis kelamin, bangsa, umur hormon dan kesehatan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Lestari et al. (2017) bahwa umur sangat mempengaruhi bobot

potong dan produksi karkas sapi Bali. Selain umur bobot potong di

pengaruhi juga oleh sistem pemeliharaan dan kondisi lingkungan ternak itu

sendiri.

Page 22: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

19

C. Bobot Jantung

Rata-rata bobot jantung sapi Bali terter pada Table 1. Rrata-rata bobot

jantung sapi Bali dengan bobot potong rendah yaitu 0,99±0,30 kg dan

bobot bobot potong tinggi yaitu 1,01±0,42 kg. Persentase bobot jantung

sapi Bali dengan bobot potong rendah 0,45% dan bobot potong tinggi 0,36%

lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suparyanto, (2002) pada

ternak besar yaitu dengan persentase 0,91% dan bobot jantung1,99 kg

Berdasarkan analisis uji-t menunjukkan bahwa bobot potong tidak

berbeda nyata tehadap bobot jantung (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

bangsa ternak besar akan mempunyai bobot lahir, kecepatan tubuh dan

bobot saat dewasa yang lebih besar dari bangsa yang kecil dan juga

memiliki bobot yang berat pada umur yang sama.

D. Bobot Hati

Pada Table 1. tercantum hasil penelitian bobot hati sapi Bali dengan

bobot potong rendah rata-rata 2,03±0,64 kg dengan persentase 0,94 % dan

sapi Bali dengan bobot potong tinggi 2.91±0,17 kg dengan persentase

1,04%. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh Portillo

(2000) yaitu pada saat sapi lahir, bobot hati mencapai ± 2.2% dari bobot

hidupnya, sedangkan pada saat usia dewasa berat hati mencapai ± 1.3-

1.45% dari bobot hidupnya. Pada sapi dengan bobot hidup 300-400 kg,

perkiraan bobot hati sekitar 3000-4600 g, sedangkan sapi dengan bobot

hidup 450-600 kg maka perkiraan berat hati akan mencapai 4000-8600 g.

Page 23: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

20

Bobot tersebut dapat berkurang hingga 8% jika sapi di istirahatkan selama

24 jam.

Berdasarkan hasil analisis uji-t menunjukan bahwa sapi dengan bobot

potong rendah dan bobot potong tinggi berbeda nyata (p>0,05). Bobot hati

ternak sapi menurun dengan bertambahnya umur. Hal ini sesuai dengan

pendapat Likadja (2009), persentase bobot hati menurun pada umur yang

lebih tua, terjadi kecendrungan pertumbuhan hati dan paru-paru termasuk

organ masak dini.

E. Bobot Paru-paru

Pada Tabel 1. tercantum hasil rata-rata bobot paru-paru sapi bobot

potong rendah adalah 0,80 % dengan rata-rata bobot potong adalah

1,74±0,22 kg dan rata-rata bobot paru-paru sapi Bali bobot potong tinggi

adalah 2,03±0,26 kg dengan persentase 0,72 %. Penelitian ini mendekati

dari hasil penelitian Lawrie (1995), memperhitungkan Berat paru-paru sapi

berkisar antara 2-2,5kg dari bobot hidupnya atau berarti sekitar 0,5% dari

bobot hidupnya.

Hasil analisis uji -t menunjukan bahwa berbeda nyata antara sapi

bobot potong rendah dengan sapi bobot potong tinggi tidak berbeda nyata

(P<0,05). Hal ini di karenakan pertumbuhan paru-paru memiliki laju

pertumbuhan yang sama dengan organ tubuh yang lain dimana jika umur

ternak lebih muda maka pertumbuhan paru-paru akan meningkat sehingga

pada pertumbuhan mencapai dewasa menurun. Hal ini sesuai dengan

pendapat Soeparno (2005), pertumbuhan yang menyatakan bahwa paru-paru

ternak besar hampir sama dengan laju pertumbuhan tubuh, paru-paru

Page 24: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

21

berkembang mulai dari lahir dan menurun pada saat mencapai kedewasaan.

Persentase bobot paru-paru menurun pada umur yang lebih tua, terjadi

kecendrungan pertumbuhan hati dan paru-paru yang masuk pada golongan

masak dini (Likadja, 2009).

F. Bobot Limpa

Pada Tabel 1. tercantum hasil rata-rata bobot limpa sapi Bali dengan

bobot potong rendah yaitu 0,70 ±0,05 kg dan bobot limpa sapi Bali dengan

bobot potong tinggi adalah 0,72 ±0,10 kg. Adapun persentase dari bagian

limpa pada bobot potong rendah yaitu 0,32% dan pada bobot potong tinggi

yaitu 0,26% dari bobot potong.

Berdasarkan analisis uji-t menunjukkan bahwa bobot potong tidak

berpengaruh dan tidak berbeda nyata (P<0,05) terhadap bobot limpa. Hal ini

membuktikan bahwa produktivitas limpa pada sapi dapat diukur melalui

pertambahan bobot potong. Produktivitas tersebut tidak terlepas pada dua

faktor yaitu genetik dan lingkungan (Djajanegara, dkk, 1992). Faktor

genetik merupkan potensi yang dimiliki oleh ternak itu sendiri, sedangkan

faktor lingkungan faktor yang mempengaruhi produktifitas ternak. Faktor

lingkungan terdiri dari pakan, manajemen dan iklim (suhu dan kelembaban).

G. Bobot Diapragma

Tabel 1. Menunjukkan rata-rata bobot diapragma sapi Bali potong

rendah yaitu 0,82±0,17 kg dengan persentase 0,38 % dari bobot potong

sedangkan sapi Bali dengan bobot potong diapragma tinggi 1,00±0,12 kg

dengan persentase 0,36 % dari bobot potong. Berdasarkan analisis uji-t

Page 25: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

22

bahwa sapi Bali bobot potong rendah dan sapi Bali bobot potong tinggi

tidak berbeda nyata (p<0,05).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. https://blogerinrda/hhd/ffo/jaringanototdalampadahewanbesar.com

diakses pada 12 maret 2018.\

Anonim, 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas

Pendidikan Indonesia.

Anonim, 2017. Indeks LQ 45. https://www.sahamok.com/bei/indeks-bursa/indeks-

Iq-45/. Diakses pada tanggal 15 November 2018.

Adiwinarti, R., C.M.S. Lestari, E. Purbowati, E. Rianto dan J.A. Prawoto, 1999.

Karakteristik Karkas dan Non Karkas Domba yang Diberi Pakan

Tambahan Limbah Industri Kecap dengan Aras yang Berbeda. J.

Pengembangan Peternakan Tropis. 24(4): 127 – 134.

[Apfindo]Asosiasi Pengusaha Feedlot Indonesia. 2010. Menuju swasembada

daging tahun 2014. Makalah disampaikan pada pertemuan koordinasi

komisi bibit dan pakar, Direktorat Jenderal Peternakan Departemen

Pertanian Republik Indonesia. Bandung: 8-10 Juni 2010.

Ball, H. & A. R. Peters. 2004. Reproduction in Cattle. 3𝑟𝑑 Ed. Blackwell

Publishing Ltd., Oxford

[BAPPENAS] 2014 Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium

diIndonesia 2014. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional .

[BPS] Badan Pusat Statistik NTB. 2016. Statistik Rumah Potong Hewan Provinsi

Nusa Tenggara Barat 2016. Download:http;//ntb.bps.go.id (diakses

tanggal 5 Maret 2018).

Berg, R.T. dan R.M. Butterfield, 1976. New Concepts of Cattle Growth. 1𝑠𝑡 Ed.

Sidney University Press, Sidney.

Bowker, W.A.T., R.G. Dumsday, J.E. Frisch, R.A. Swan and N.M. Tulloh. 1978. Beef Cattle Management and Economics. AVCC-AACC, Camberra.

Campos, M. A. and J. G. Areas. 1993. Protein nutritional value of extrusion

cooking defatted lung flour. Food Chesmistry 47 : 61- 66. dalam :

Gusyana, Ramdani. 2002. Pembuatan tepung paru 10 sapi menggunakan

Batch Fludized Solid Dryer pada berbagai tingkat suhu pengeringan.

Page 26: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

23

Skripsi Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan . Institut

Pertanian Bogor. Bogor

Da Silva, AS, DA. Furtado , AN.De Medeiros, RG. Costa , MF. Cezar , JMP.

Filho . 2011. Characteristics of carcass and non-carcass components in

feedlot native in the Brazilian Semiarid Region. R. Bras. Zootec

[Internet]. [diunduh 2013 Mar 14]; 40:1815-1821.

http://dx.doi.org/10.1590/S1516-35982011000800027

[Ditjen PKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Statistik

Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID) : Direktorat Jendral

Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian.

Dellmann. D. dan E. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I. Penerjemah

Hartono. Ed 3. Penerbit Univ Indonesia. Hal 246-275

Djajanegara, A.; I.K. Sutama dan M. Sabrani, 1992. Ragam Kinerja Domba Ekor

Gemuk. Prosiding Seminar Agroindustri Peternakan di Pedesaan, pp.

530-235. BPT Ciawi, Bogor.

Farlis, J. 1981. Penentuan Berat Karkas Berdasarkan Berat Hidup Pada Berbagai

Kondisi Terhadap Sapi Lokal di Rumah Potong Kodya Padang. Fakultas

Peternakan Universitas Andalas.

Frandson, R. D., 1996, Anatomi Dan Fisiologi Ternak, edisi ke -7, diterjemahkan

oleh Srigandono, B Dan Praseno, k, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta

Gerrard, F. 1997. Meat technology. 5th Ed. Northwood Publication Ltd.

Hardjosubroto, W dan J.M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Jakarta : PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Hadi, P. U. dan Ilham, N. 2002. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha

Pembibitan Sapi Potong. Jurnal Litbang Pertanian, volume 4 Nomor 21 :

149. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Bogor. Hanggana, S. 2008.

Hartono, 2008. Spss 16.0 Analisis data statistik dan penelitian edisi ke I, cetakan I.

Pustaka belajar. yogyakarta

Herman R. 2005. Produksi karkas dan non karkas domba priangan dan ekor

gemuk pada bobot potong 17,5 dan25,0 Kg. Med. Pet.. Med. Pet...

28(1):8-12.

Page 27: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

24

Hudallah C.M., E lestari E dan purbowati. 2007. Persentase karkas dn non aras

domba loal jantan dengan metode pemberian pakan yang berbeda.

didalam Darmono DKK, penyunting akselerasi agribisnis peternakan

nasional melalui pengembangan daan penerapan IPTEK . Prosidding

Seminar Nasional Tekhnologi Peternakan Dan Veterine: bogor, 21-22

agustus 2007, hlm 487-494

[KEMENTAN], (Ditjen PKH) Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan

Hewan. 2016. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID) :

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian

Pertanian.

Lawrie, R A. 2003, Ilmu Daging. Edisi kelima. Terjemahan: Parakkasih, A.

Universitas Indonesia. Jakarta

Lestari, C. M. S, purbowowati, S. Dartosukarno dan E. Rianto. 2014 Sistem

Produsi Dan Produtivitas Sapi Jawa-Brebes Dengan Pemeliharaan

Traditional. Jurnal Peternakan.

Likadja, J.C. 2009. Persentase Non Karkas dan Jeroan Kambing Kacang pada

Umur dan Ketinggian Wilayah Berberda di Sulawesi Selatan. Buletin

Ilmu Peternakan Dan Perikanan, 13 (:29-35).

Mc Cornick,R.J.1994, structure dan properties of tisue. In D.M. kinsman,

A.W.kotula, and B.C breidenstein (Eds). Muscle foods, meat, poultry and

Seadfood technology. Chapman and Hall, Inc., New York.

Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson. 1973. Bali cattle from World Animal

Review. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Via

Delle Terme. Italy

Panjaitan, T., G. Fordyce, & D. Poppi. 2003. Bali Cattle Performance in the Dry

Tropics of Sumbawa. Jurnal. Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 8. No. 3 :

183—188

Pane, I. 1990. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Prasojo, G., I. Arifiantini, dan K. Mohamad. 2010. Korelasi Antara Lama

Kebuntingan, Bobot Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil Inseminasi

Buatan pada Sapi Bali. Jurnal Veteriner. Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor. Bogor. Vol. 11. No. 1 : 41- 45

Pearson AM, TR. Dutson. 1988. Edible Meat by Products - Advences in Meat

Research Vol.5. London and New York: Elsevier Applied Science.

Portillo, F.G. 2000. Molecular and cellular biology of Salmonella pathogenesis in

microbial foodborne disease: Mechanisms of pathogenesis and toxin

synthesis Ed-1. (Eds: J.W. Cary, J.E. Linz, D. Bhatnagar). Technomic

Page 28: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

25

Publishing Company., Inc. 851 New Holland Avenue Box 3535.

Lancester, Pennysylvania 17604 USA, pp 3-7..\

Saladin, R. 1972. Ilmu Tilik Hewan. Fakultas Peternakan Universitas Andalas,

Padang.

Schweiger, B. S. 1987. The nutritional content and valueof mead and meat science

of meat products..In; prince J.P. and B.S. Schweiger(eds). The Science of

Meat and meat produck food and Nutrition press, inc., connecticut.

Samuel JL, O’boyle DA, Mathers WJ, Frost AJ. 1980. The contamination with

Salmonella of bovine livers in an abattoir. Aus Vet J 56:526–528.

Small A, Reid CA, Avery SM, Karabasil N, Crowley C, Buncic S. 2002.Potensial

for the spread of Escherichia coli O157, Salmonella, and Campylobacter

in the lairage environment at abattoirs. J Food Protect 65:931-936.

Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi I. Gadjah Mada University

PressYogyakarta.

Soeparmo, 1994. Ilmu dan tekhnologi daging. Gajah mada university, yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Sukanata, W. 2010. Sapi Bali. Http://staff.unud.ac.id/~sukanata/?p=4. Diakses

pada : 18-03-2018.

Suparyanto, A. 2002. Mengenal Ekspresi dan Karakteristik Gen Callipyge pada

Kambing, Balai Penelitian Ternak Bogor.

Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis

dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian 28(1): 29-37

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Stell, R.G.D dan Torrie, J.H. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu

Pendekatan Biometrik. Cetakan ke-2. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suswono. 2009. Pemotongan sapi lokal produktif. Departemen Pertanian. Jakarta.

Tonra, A.W. 2010. Mengenal Sapi Bali. Http://andi wawantonra.blogspot.com

/2010/02/ mengenal-sapi-bali.html. Diakses pada: 22-10-2012

Wang, B., Y. L. Xiong and S.srinivasan 1997. Chemichal Stability of antioxidant-

washed beef heart Surimi during storage. Journal of food science.

62:939-945.

Page 29: PERBEDAAN BOBOT POTONG TERHADAP BOBOT ISI RONGGA DADA SAPI ...eprints.unram.ac.id/11268/1/JURNAL FIX.pdfperbedaan bobot potong terhadap bobot isi rongga dada sapi bali yang di pelihara

26

Yosita, M. U, Santosa, dan E. Y, Setyowati. 2011. Persentase karkas, tebal lemak

punggung dan indeks perdagingan sapi bali, peranakan ongole dan

Australian commercial cross. Jurnal Ilmiah. Fakultas Peternakan.

Universitas Padjadjaran, Sumedang.

Zidani, M.,Kasemi, A., Dougbag, A., El Ghazzaw, E., El Aziz, M. A., and

REINHARD Pabst, R. 2000. The Spleen of the One Humped Camel

(Camelus dromedarius) has a Unique Histological Structure. J. Anat.

(2000) 196, pp. 425-432