Perbandingan Sistem Hukum Papua Nugini dan Indonesia

42
A. Sistem Hukum Negara Papua Nugini Bendera Negara Papua Nugini Papua Nugini atau Papua Guinea Baru adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua (Indonesia) di sebelah barat. Benua Australia di sebelah selatan dan negara-negara Oseania berbatasan di sebelah selatan, timur, dan utara. Ibu kotanya, dan salah satu kota terbesarnya, adalah Port Moresby. Papua Nugini adalah salah satu negara yang paling bhinneka di Bumi, dengan lebih dari 850 bahasa lokal asli dan sekurang-kurangnya sama banyaknya dengan komunitas-komunitas kecil yang dimiliki, dengan populasi yang tidak lebih dari 6 juta jiwa. Manusia yang menetap di Papua Nugini diduga dimulai sejak 50.000 tahun yang lalu. Penduduk kuno ini mungkin berasal dari 1

description

A. Sistem Hukum Negara Papua NuginiB. Sistem Hukum Negara IndonesiaC. Perbandingan Sistem Hukum Negara Papua Nugini dan Negara Indonesia

Transcript of Perbandingan Sistem Hukum Papua Nugini dan Indonesia

A. Sistem Hukum Negara Papua Nugini

Bendera Negara Papua Nugini

Papua Nugini atau Papua Guinea Baru adalah sebuah negara yang terletak di bagian

timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua (Indonesia) di sebelah barat.

Benua Australia di sebelah selatan dan negara-negara Oseania berbatasan di sebelah selatan,

timur, dan utara. Ibu kotanya, dan salah satu kota terbesarnya, adalah Port Moresby. Papua

Nugini adalah salah satu negara yang paling bhinneka di Bumi, dengan lebih dari 850 bahasa

lokal asli dan sekurang-kurangnya sama banyaknya dengan komunitas-komunitas kecil yang

dimiliki, dengan populasi yang tidak lebih dari 6 juta jiwa.

Manusia yang menetap di Papua Nugini diduga dimulai sejak 50.000 tahun yang lalu.

Penduduk kuno ini mungkin berasal dari Asia Tenggara, sementara mereka yang berasal dari

Afrika telah hadir sejak 50.000 hingga 70.000 tahun yang lalu.

Paro utara negara ini dikuasai Jerman pada tahun 1884 sebagai Nugini Jerman. Selama

Perang Dunia I, wilayah itu diduduki Australia, yang telah mulai memerintah Nugini Britania,

yaitu bagian Selatan, dengan mengembalikan nama semulanya menjadi Papua pada tahun 1904.

Setelah Perang Dunia I, Australia diberi mandat untuk memerintah bekas Nugini Jerman oleh

Liga Bangsa-Bangsa. Sebaliknya, Papua dianggap sebagai Wilayah Eksternal Persemakmuran

Australia, meskipun secara hukum masih milik Britania, sebuah isu yang penting bagi sistem

1

hukum negara itu pasca-kemerdekaan 1975. Perbedaan dalam status hukum memberikan arti

bahwa Papua dan New Guinea memiliki pemerintah yang sepenuhnya terpisah, yang kedua-

duanya dikendalikan oleh Australia.

Kemerdekaan tanpa peperangan dari Australia, kekuatan metropolitan de facto, muncul

pada 16 September 1975, dan tetap bertalian dekat (Australia masih menjadi penyumbang

bantuan dwipihak terbesar bagi Papua Nugini).

Papua Nugini merupakan Negara bekas jajahan Inggris, oleh karena itu sistem hukum

yang dianut adalah The Rule of Law dengan konsep Anglo Saxon. Sistem ini dikenal pula dengan

istilah "Anglo Amerika", mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang disebut sebagai sistem

"Common Law" dan "Uri Written Law". Sistem "Anglo Amerika" melandasi hukum positif di

negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan negara-negara persemakmuran Inggris dan

Australia termasuk Papua Nugini.

Konsep negara hukum Anglo-Saxon Rule of Law dipelopori oleh A.V Dicey (Inggris).

Menurut A.V Dicey, konsep rule of law ini menekankan pada tiga tolok ukur:

1. Supremasi hukum (supremacy of law);

2. Persamaan dihadapan hukum (equality before the law);

3. Konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perorangan (the constitution based on individual

rights).

Sistem hukum Anglo Saxon lebih mengutamakan pada Common Law, yaitu kebiasaan

dan hukum adat masyarakat, sedangkan undang-undang hanya mengatur pokok-pokoknya saja

dan kehidupan masyarakat. Dengan adanya common law, kedudukan kebiasaan dalam

masyarakat lebih berperan, dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang

semakin maju.

2

Sumber-sumber dalam sistem Anglo Saxon (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan

administrasi) tidak tersusun secara sistematik dalam hierarki tertentu seperti di dalam sistem

Eropa Kontinental. Selain itu peranan hakim dalam sistem Anglo Saxon berbeda dengan peranan

hakim pada sistem Eropa Kontinental. Pada sistem Anglo Saxon, hakim berfungsi tidak hanya

sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja,

melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim

mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan

menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain

untuk memutuskan perkara yang sejenis.

Dalam sistem common law hakim di pengadilan menggunakan prinsip "pembuat hukum

sendiri" dengan melihat kepada kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya (case law atau judge

made law). Pada hakekatnya hakim berfungsi sebagai legislative, sehingga hukum lebih banyak

bersumber pada putusan-putusan pengadilan yang melakukan kreasi hukum."

Papua Nugini juga mengenal pembagian "Hukum Publik dan Hukum Privat". Pengertian

yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem

hukum Eropa Kontinental. Sedangkan bagi hukum privat pengertiannya agak berbeda dengan

pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa

Kontinental lebih menekankan hukum privat sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum

dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu. Tetapi pada sistem hukum Anglo

Saxon, hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of

property), hukum tentang orang (law of persons), hukum perjanjian (law of contract), dan hukum

tentang perbuatan melawan hukum (law of torts) yang tersebar di dalam peraturan tertulis,

putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan.

3

Papua Nugini dan Kepulauan Solomon adalah dua entitas negara yang tidak biasa di

antara Negara-Negara Persemakmuran, yakni bahwa Gubernur Jenderal secara efektif dipilih

oleh badan legislatif bukan oleh cabang eksekutif, seperti di beberapa negara demokrasi

parlementer. Kekuasaan eksekutif sebenarnya terletak pada Perdana Menteri, yang mengepalai

kabinet. Perdana Menteri saat ini adalah Sir Michael Somare. Parlemen nasional yang tunggal

memiliki 109 kursi, 20 di antaranya ditempati oleh para gubernur dari 19 provinsi dan Distrik

Ibukota Nasional. Calon anggota parlemen dipilih pada saat perdana menteri menyerukan

pemilihan umum nasional, selambat-lambatnya lima tahun setelah pemilu nasional sebelumnya.

Pada awal-awal kemerdekaan, ketidakstabilan sistem partai menyebabkan sering terjadinya mosi

tidak percaya di parlemen yang berakibat pada jatuhnya pemerintah masa itu dan pemilu

nasional perlu diadakan lagi, sesuai dengan konvensi demokrasi parlementer. Dalam beberapa

tahun terakhir, berturut-turut pemerintah telah mengeluarkan undang-undang demi mencegah

suara seperti itu lebih cepat dari 18 bulan setelah pemilihan umum nasional. Ini mengakibatkan

stabilitas yang lebih besar, meskipun mungkin dengan mengurangi akuntabilitas dari cabang

eksekutif pemerintahan.

Parlemen berkamar tunggal menjalankan legislasi menurut cara yang sama seperti di

dalam ranah hukum lainnya, yaitu dengan memiliki “kabinet,” “pemerintah yang bertanggung

jawab,” atau “demokrasi parlementer”: sistem ini diajukan oleh pemerintah eksekutif kepada

legislatur, diperdebatkan, dan bila lolos, akan menjadi undang-undang ketika rancangan itu

menerima persetujuan kerajaan melalui Gubernur Jenderal. Sebagian peraturan legislasi

sebenarnya diterapkan oleh birokrasi di bawah legislasi sebelumnya yang sudah diloloskan dan

diberlakukan oleh Parlemen.

4

Semua produk hukum (statuta) yang diberlakukan oleh parlemen haruslah sesuai dengan

konstitusi. Lembaga peradilan memiliki jurisdiksi untuk mengatur kekonstitusionalan statuta,

baik itu yang dipersengketakan di hadapan mereka dan pada sebuah rujukan di mana tidak ada

persengketaan, melainkan hanya menjadi pertanyaan abstrak hukum. Hal yang tak lazim di

antara negara-negara berkembang, cabang judikatif pemerintah di Papua Nugini cukup mandiri,

dan pemerintah-pemerintah eksekutif yang silih berganti selalu saja menghormati otoritas ini.

Hukum Umum Papua Nugini mengandung hukum umum Australia yang diterima pada

16 September 1975 (hari kemerdekaan), dan kemudian menjadi dasar keputusan-keputusan

lembaga peradilan Papua Nugini sendiri. Lembaga-lembaga peradilan diarahkan oleh Konstitusi

dan, kemudian undang-undang di bawahnya, untuk menyerap risalah “adat” komunitas

tradisional, dengan suatu pandangan untuk menentukan adat-adat mana saja yang dianggap lazim

bagi seluruh kawasan di negara ini dan dapat saja dinyatakan sebagai bagian dari undang-undang

bawahan ini. Praktiknya, hal ini terbukti sukar diterapkan dan seringkali diabaikan. Statuta-

statuta secara luas diterima dari jurisdiksi seberang lautan, terutama Australia dan Inggris.

Advokasi di lembaga-lembaga peradilan mengikuti pola yang merugikan dari negara-negara lain

yang menerapkan hukum umum.

5

B. Sistem Hukum Negara Indonesia

Bendera Negara Republik Indonesia

Indonesia merupakan sebuah negara yang unik, di negara ini berdiri kokoh sistem hukum

Eropa Kontinental yang diwariskan oleh Kolonial Belanda. Sebelum penjajahan belanda di

Indonesia, bangsa Indonesia telah terlebih dahulu menggunakan sistem hukum chthonic yang

hidup di gugusan kepulauan Nusantara.1 Terma hukum Chthonic dimaksudkan untuk menyebut

hukum asli dari masyarakat Indonesia, Edward Goldsmith menggambarkan terma chthonic

sebagai kehidupan yang harmoni antara manusia dan bumi. Selain sistem hukum asli, hukum

Islam juga mewarnai perkembangan hukum di gugusan Nusantara, hukum ini yang berkembang

serentak dengan agama Islam, disebarkan melalui jalur perdagangan dan hidup di bawah

legitimasi beberapa kerajaan Islam di Indonesia.2 Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam juga

mengatur dan berisi pedoman bagi manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.3

Menapaki perjalanan panjang sebuah negara, pada tahun 1998 Indonesia memasuki orde

Reformasi yang ditandai dengan jatuhnya rezim Soeharto. Periode awal reformasi Indonesia

melakukan amandemen Konstitusinya yang dilakukan sampai empat kali perubahan. Perubahan

1 Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia, Yogyakarta : Teras, 2008, hlm. 3.2 Amin Abdullah, Studi Agama : Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet. IV,

2004, hlm. 5.3 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, Edisi V,

1993, hlm. 4.6

ini tidak hanya melahirkan beberapa Lembaga Negara baru, namun yang paling fundamental

adalah berubahnya negara hukum Indonesia yang dahulunya berorientasi pada sistem hukum

civil law beralih pada sistem hukum campuran, peralihan ini dapat dilihat dalam UUD 1945

setelah perubahan yang menghilangkan kata rechstaat pada pasal 1 ayat (3). Penghilangan kata

rechstaat ini berakibat pada Indonesia tidak lagi secara utuh memakai sistem hukum eropa

kontinental, namun lebih beragam dan membuka peluang bagi sistem hukum lain masuk ke

dalamnya.

Civil law merujuk pada sistem hukum yang diturunkan dari hukum Romawi kuno dan

pertama kali diterapkan di Eropa berdasarkan jus civile Romawi, secara terminologi civil law

merupakan hukum privat yang dapat di aplikasikan terhadap warga negara dan di antara warga

negara, di dalam batasan negara dalam konteks domestik. Sistem hukum ini juga disebut jus

quiritum,4 dan memiliki kecenderungan kodifikasi yang sama.

Code atau Undang-undang dalam sistem civil law merupakan sekumpulan klausa yang

berisikan prinsip-prinsip hukum secara umum yang otoritatif, konprehensif dan sistematis, yang

dimuat dalam kitab atau bagian yang disusun secara logis sesuai dengan hukum yang diperlukan.

Ciri utama dari sistem ini, selain kodifikasi hukum, adalah peraturan perundang-undangan

merupakan pedoman utama dalam menegakkan hukum, hakim hanya sebatas alat penegakan

hukum dan hukum harus dibuat dan disahkan oleh lembaga yang berwenang.5 Sistem hukum

civil law dipengaruhi oleh Mazhab Filasafat Hukum Positivisme, menurut pandangan mazhab ini

4 Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum : Civil Law, Common Law dan Socialist Law, alih bahasa Nurulita Yusron, (Bandung dan Jakarta : Nusa Media dan Diadit Media, 2010), hlm. 61-62.

5 C. F. Strong, Konstitusi-konstitusi Politik Modern : Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk, alih bahasa Derta Sri Widowatie, (Bandung : Nusa Media, cet. III, 2010), hlm. 185.

7

bahwa hukum diciptakan dan dibelakukan oleh orang-orang tertentu di dalam masyarakat yang

mempunyai kewenangan untuk membuat hukum.6

Pemakaian positivisme hukum ini mengundang banyak permasalahan di kemudian hari,

ketika masyarakat yang dinamis selalu berubah dan orang yang berwenang untuk membuat

hukum tidak mempunyai kepekaan melihat perubahan yang tejadi dalam masyarakat. Hukum itu

ada untuk masyarakat, begitupun tujuan dari hukum, yaitu untuk menciptakan ketertiban dan

kenyamanan bagi masyarakat. Menjadi sebuah permasalahn yang besar ketika hukum yang

seyogyanya melayani mayarakat tapi malah masyarakat yang dipaksa mengikuti kehendak

hukum, dengan beralasan menegakan kepastian hukum, masyarakat dipaksa mengikuti apa yang

diperintahkan undang-undang, para hakim, jaksa dan polisi menerapkan hukum secara harfiah

saja dari muatan undang-undang tapi tidak mencoba untuk menginterpretasi peraturan itu dengan

begitu rupa agar keadilan yang menjadi tujuan utama penegakan hukum.

Penegakan hukum secara formal dan rasional belum tentu akan mendatangkan

kebahagiaan bagi masyarakat, karena pelaksanaan hukum secara formal akan menimbulkan

anggapan dari para penegak hukum bahwa jika hukum telah ditegakkan sesuai undang-undang

maka keadilan telah dilaksanakan. Lebih jauh lagi keadilan yang diinginkan oleh seseorang

sebenarnya adalah keadilan yang substantif, bukan keadilan prosedural seperti yang tertera di

dalam undang-undang saja. Hukum bukanlah persoalan rasional atau formal, tapi lebih jauh ingin

menegakkan keadilan demi kebahagiaan manusia.7

Keadilan prosedural ini berawal dari tawar-menawar antara hukum dan prosedur, sering

disebut sebagai historic bargain of automous law atau tawar menawar hukum otonom.

6 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Jakarta : Kencana, cet. II, 2008, hlm, 58.

7 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Jakarta : Kencana, cet. II, 2008, hlm, 58.

8

Pengadilan setuju menyerahkan kebijakan keadilan substantif kepada pihak lain, sebagai

gantinya pengadilan diberi kekuasaan untuk menentukan prosedurnya sendiri, yaitu syarat-syarat

untk mendapatkan akses ke dan cara berpartisipasi dalam proses hukum.8 Dengan kekuasaan ini,

pengadilan dapat mengajukan tuntutan bahwa siapapun yang menggugat otoritas hukum harus

melakukannya dengan cara yang taat asas dengan keteraturan hukum.

Pemahaman tentang hukum yang melaksanakan keadilan hukum secara prosedural ini

banyak mendapatkan kritik, kritik bermula karena anggapan bahwa hukum untuk manusia.

Hukum pada dasarnya bertujuan untuk kedamaian dan tertib manusia, hukum formil hanyalah

cara atau metode, substansinya hukum tetaplah demi kebahagiaan manusia. Hukum tidak saja

diartikan proses peradilan semata, tapi lebih ditekankan pada keberhasilan untuk mencapai

tujuan hukum, atau dengan kata lain menekankan pada efisiensi.9

Sebagai contoh, Jepang sangat terkenal dengan masyarakatnya yang anti litigasi dalam

menyelesaikan permasalahan. Bentuk yang paling menonjol dalam penyelesaian pertikaian di

Jepang adalah dengan sarana di luar pengadilan, perbaikan hubungan dan konsiliasi. Proses

perbaikan hubungan di mana kedua pihak yang bertikai duduk berunding dan mencapai satu titik

di mana mereka dapat setuju dan menciptakan hubungan yang harmonis kembali.10

Dalam mempelajari Negara hukum maka perlu dibedakan antara Negara dan Bangsa.

Bangsa adalah kumpulan manusia yang terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di

muka bumi. Dengan demikian bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai

kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai suatu bangsa serta berproses dalam

8 Philipe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, terj. Raisul Muttaqien, Bandung: Nusa Media, cet. 2008, hlm. 74.

9 Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta : Kompas Media Nusantara, cet. II, 2006, hlm. 194.

10 A. A. G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial : Buku Teks Sosiologi Hukum, Jakarta : Sinar Harapan, 1988, hlm. 105.

9

suatu wilayah. Sedangkan Negara adalah suatu persekutuan yang melaksanakan suatu

pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk ketertiban

sosial. Dalam suatu Negara diperlukan suatu aturan untuk membatasi kekuasaan para pemimpin

agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Aturan tersebut disebut hukum. Di

Indonesia menganut konsep Eropa Kontinental (Rechtstaat) dan Konsep Anglo Saxon (Rule of

Law). Ide Rechtstaat mulai populer abad ke tujuh belas sebagai akibat situai sosial politik Eropa

yang didominir oleh absolutisme. Paham Rechtstaat dikembangkan oleh Immanuel Kant ( 1724-

1804) dan Friedrich Julius Stahl. Sedangkan paham Rule Of Law mulai dikenal setelah Albert

Venn Dicey pada tahun 1885. Dan menerbitkan buku Introduction to Study Of the Law Of the

Constitusion. Paham the Rule Of Law bertumpu pada sistem Hukum Anglo Saxon atau Common

Law System. Dalam sebuah Negara konsep mendasar menentukkan pondasi dasar Negara itu

sendiri. Indonesia sebagai suatu negara hukum (Rechtstaat atau Rule Of Law). Hal ini tercermin

dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat(3) yang mengatakan

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum“. Selain itu Indonesia juga disebut negara Demokrasi

yang tercermin dalam Undang-Undang Dsara 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat(2),

bahwa ”Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Konsekuesi bahwa Indonesia adalah negara hukum bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara

adalah hukum.

Prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kompleksnya kehidupan masyarakat di era

global, menuntut pengembangan prinsip-prinsip negara hukum. Negara hukum ádalah negara

yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Karena itu

10

pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksananakan tindakan harus dilandasi oleh

hukum dan bertanggung jawab secara hukum.

Perkembangan negara hukum Indonesia di era moderen ini dipengaruhi oleh konsep

Eropa Continental yang disebut “Rechtstaat dan Anglo Saxon yang disebut Rule Of Law“ juga

berlakunya sistem hukum Islam dan hukum adat.

1. Eropa Kontinental ( Rechtstaat )

Sistem hukum rechtstaat adalah sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai

ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sitematis yang ditafsirkan lebih lanjut

oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60 % negara Indonesia menganut sistem ini. Konsep

rechtstaat bertumpu pada asas legalitas dalam kerangka adanya aturan perundang-undangan yang

tertulis dan menitik beratkan kepastian. Pendekatanh yang ditekankan hádala keadilan

berdasarkan hukum dalam artian yang seluas-luasnya. Perkembangan rechtstaat di Eropa

Continental menurut F.J. Stahl mencakup empat hal :

1. Perlindungan hak asasi manusia.

2. Pembagian kekuasaan.

3. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang.

4. Peradilan Tata Usaha Negara.

Sistem hukum Eropa kontinental berlaku dan ada di Indonesia dibuktikan dengan tatacara

berperkara (persidangan ) di Indonesia sama dengan sistem eropa kotinental, Contohnya dalam

beracara pidana misalkan dengan adanya : Hakim, Jaksa , Pengacara, Terdakwa dll yang sama

dengan negara penganut sistem hukum eropa kontinental seperti Belanda.Sistem Hukum Eropa

11

Kontinental ada di Indonesia dikarenakan faktor sejarah, yaitu karena Indonesia dijajah oleh

Belanda.

2. Anglo Saxon ( Rule Of Law)

Rule Of Law tumbuh dan berkembang pertama kali pada negara yang menganut

“Common Law System“ seperti Inggris dan Amerika Serikat. Ke dua Negara tersebut

mengejawantahkan sebagai perwujudan dari persamaan hak, kewajiban dan derajat dalam suatu

Negara dihadapan hukum. Sistem Rule Of Law adalah suatu system yang didasarkan atas

Yurisprudensi yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang menjadi dasar putusan hakim

selanjutnya. Konsep Rule Of Law dipelopori oleh Albert Venn Dicey memiliki tiga cirri penting

digabungkan dengan konsep Negara hukum F.J. Stahl :

1. Supremacy Of Law artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu

Negara adalah hukum.

2. Equality Before The Law artinya persamaan dalam kedudukan bagi semua warga Negara

baik selakupribadi maupun dalam kualifikasi sebagai pejabat Negara.

3. Dive Process Of Law artinya bahwa segala tindakan pemerintah harus didasarkan atas

peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.

Konsep Rechtstaat lahir karena menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner

sedangkan Rule Of Law berkembang secara evolusioner yang bertumpu atas sistem hukum

Common Law.

Sistem hukum Anglo saxon berlaku di Indonesia dapat dibuktikan dengan:

1) ketentuan bahwa hakim diharuskan menggali nilai nilai yang hidup dimasyarakat;

2) kemudian dengan adanya yurisprudensi di Indonesia, bedanya yurisprudensi

dengan negara penganut anglo saxon secara murni adalah : di dalam negara 12

penganut anglo saxon murni (seperti Inggris), hakim terikat pada (precedent)

yaitu putusan putusan hakim terdahulu dalam perkara yang sama bersifat

mengikat kepada hakim hakim selanjutnya dalam melakukan putusan, sedangkan

di Indonesia tidak terikat, jika dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan

masyarakat atau keadilan masyarakat, maka hakim boleh mengesampingkannya.

Indonesia pada saat ini menganut model negara hukum Campuran (mix law), yaitu antara

Anglo Saxon dan Eropa Continental. Alasannya, Indonesia sebagai negara hukum secara tegas

disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3); “Indonesia

ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”. Indikasi bahwa Indonesia menganut

konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan

negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu;

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”.

Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara

bertahap dan berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.

Idealitas negara berdasarkan hukum ini pada dataran implementasi memiliki karakteristik

yang beragam, sesuai dengan muatan lokal, falsafah bangsa, ideologi negara, dan latar belakang

historis masing-masing negara.

·         Menurut Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada unsur-

unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;

13

3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana

terakhir;

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Berdasarkan penelitian Tahir Azhary, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai

berkut :

a. Ada hubungan yang erat antara agama dan negara;

b. Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa;

c. Kebebasan beragama dalam arti positif;

d. Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;

e. Asas kekeluargaan dan kerukunan.

Meskipun antara hasil penelitian Hadjon dan Tahir Azhary terdapat perbedaan, karena

terdapat titik pandang yang berbeda. Tahir Azhary melihatnya dari titik pandang hubungan

antara agama dengan negara, sedangkan Philipus memandangnya dari aspek perlindungan

hukum bagi rakyat. Namun sesungguhnya unsur-unsur yang dikemukakan oleh kedua pakar

hukum ini terdapat dalam negara hukum Indonesia. Artinya unsur-unsur yang dikemukakan ini

saling melengkapi.

Bukti bahwa sistem hukum Indonesia merupakan model negara hukum campuran adalah

dikarenakan beberapa hal seperti :

Dilihat dari substansi hukum, asas dan kaidah, hingga saat ini terdapat berbagai sistem

hukum yang berlaku, sistem hukum adat, sistem hukum agama, sistem hukum barat, dan sistem

hukum nasional. Tiga sistem yang pertama merupakan akibat politik hukum masa penjajahan.

Secara negatif, politik hukum tersebut dimaksudkan untuk membiarkan rakyat tetap hidup dalam

14

lingkungan hukum tradisional dan sangat dibatasai untuk memasuki sistem hukum yang

diperlukan bagi suatu pergaulan yang modern.

Ditinjau dari segi bentuk, sistem hukum yang berlaku lebih mengandalkan pada bentuk-

bentuk hukum tertulis, para pelaksana dan penegak hukum senantiasa mengarahkan pikiran

hukum pada peraturan-peraturan tertulis. Pemakaian kaidah hukum adat atau hukum Islam hanya

dipergunakan dalam hal-hal yang secara hukum ditentukan harus diperiksa dan diputus menurut

kedua hukum tersebut. Penggunaan Yurisprudensi dalam mempertimbangkan suatu putusan

hanya sekedar untuk mendukung peraturan hukum tertulis yang menjadi tumpuan utama.

Hingga saat ini masih cukup banyak hukum tertulis yang dibentuk pada masa Pemerintah

Hindia Belanda. Hukum-hukum ini bukan saja dalam banyak hal tidak sesuai dengan alam

kemerdekaan, tetapi telah pula ketinggalan orientasi dan mengandung kekosongan-kekososngan

baik ditinjau dari sudut kebutuhan dan fungsi hukum maupun perkembangan masyarakat.

Keadaan lain dari hukum kita dewasa ini adalah sifat departemental centris. Hukum

khususnya peraturan perundang-undangan, sering dipandang sebagai urusan departemen

bersangkutan. Misalnya peraturan perundang-undangan pemerintah daerah adalah semata-mata

urusan Departemen Dalam Negeri, peraturan perundang-undangan industri adalah semata-mata

urusan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan lain sebagainya.

Masuknya pengaruh hukum asing (foreign law) yang bersumber dari tradisi common law.

Dalam hal ini banyak bersentuhan dengan ketentuan-ketentuan hukum ekonomi (economic law).

Ketentuan-ketentuan Undang-Undnag Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

sebagai contoh telah mengadopsi lembaga hukum yang bersumber dari tradisi common law

tersebut. Contoh lain dapat dikemukakan atas keberadaan Undang-Undang Kepailitan, Undang-

Undang Antimonopoli, juga sejumlah Undang-Undang HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual).

15

Contohnya di Indonesia terdapat aturan pidana yang tertuang dalam KUHP, KUHP ini

merupakan peraturan perundang undang yang telah dikodifikasi, sedangkan aturan yang

dikodifikasi merupakan ciri dari model negara hukum Eropa Continental  tapi disisi lain juga

munculnya Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang pencurian yang dikeluarkan oleh

pemerintah Indonesia. Munculnya perundang-undangan yang tidak dikodifikasi ini merupakan

ciri dari model negara hukum Aglo Saxon. Inilah yang menjadi bukti bahwa Indonesia menganut

model negara hukum Campuran antara model negara hukum Eropa Continental dan Aglo Saxon.

3. Sistem Hukum Islam

Di Indonesia juga berlaku sistem hukum Islam. Sistem hukum ini semula dianut oleh

masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebaran agama Islam. Kemudian

berkembang ke negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara individual atau

kelompok. Sedangkan untuk beberapa negara di Afrika dan Asia perkembangannya sesuai

dengan pembentukan negara itu yang berasaskan ajaran Islam. Bagi negara Indonesia walaupun

mayoritas warga negaranya beragama Islam, pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara

karena pembentukan negara bukanlah menganut ajaran Islam.

Sistem hukum Islam bersumber kepada:

a. Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi

Rasul Allah Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril;

b. Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita (hadis) mengenai

Nabi Muhammad;

c. Ijma, ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara kerja

(berorganisasi);

16

d. Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan diantara dua kejadian.

Cara ini dapat dijelmakan melalui metode ilmu hukum berdasarkan deduksi dengan

menciptakan atau menarik suatu garis hukum baru dari garis hukum lama dengan maksud

memberlakukan yang baru itu kepada suatu keadaan karena persamaan yang ada.

Agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi

Muhammad dengan maksud menyusun ketertiban dan keamanan serta keselamatan umat

manusia. Karena itu dasar-dasar hukumnya mengatur mengenai segi-segi pembangunan, politik,

sosial ekonomi dan budaya, disamping hukum-hukum pokok tentang kepercayaan dan kebaktian

ibadat kepada Allah.

Sistem hukum Islam ini menganut suatu keyakinan dari ajaran Islam dengan keimanan

lahir batin secara individual. Bagi negara-negara yang menganut asas hukum Islam dalam

bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya secara taat sesuai yang dianggap adil

berdarkan peraturan perundangan negara yang dibuat dan tidak bertentangan dengan ajaran

Islam.

Dalam kenyataan lebih konkret, terdapat beberapa produk peratunan :an perundang-

undangan yang secara formil maupun material tegas memiliki muatan yuridis hukum Islam,

antara lain:

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agarna (Kini Undang-Undang No.

3 Tahun 2006).

3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Syari’ah (Kini Undang-Undang

No. 10 Tahun 1998).

4. Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

17

5. Undang-Undang No. 38 Tahun 2000 tentang Pangelolaan Zakat, Infak dan Shadaqah

(ZTS).

6. Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Nangroe

Aceh Darussalam.

7. Undang-Undang Politik Tahun 1999 yang mengatur ketentuan partai Islam.

8. Undang-Undang No. 4 1 Tahun 2004 tentang \Vakaf.

Di samping tingkatannya yang berupa Undang-undang, juga terdapat peraturan-peraturan

lain yang berada di bawah Undang-undang, antara lain:

a. Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang

Hukum Perkawinan.

b. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

c. Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Bank Berdasarkan

Prinsip Bagi Hasil.

d. Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

e. Instruksi Presiden No.4 Tahun 2000 tentang Penanganan Masalah Otonomi Khusus di

NAD.

Dan sekian banyak produk perundang-undangan yang memuat materi hukum Islam,

peristiwa paling fenomenal adalah disahkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama. Betapa tidak, Peradilan Agama sesungguhnya telah lama dikenal sejak masa

penjajahan (Mahkamah Syar’iyyah) hingga masa kemerdekaan, mulai Orde Lama hingga Orde

Baru, baru kurun waktu akhir 1980-an Undang-Undang Pokok Agraria No.7 Tahun 1980 dapat

disahkan sehagai undang-undang. Padahal Undang-Undang No.14 Tahun 1970 dalam pasal 10-

12 dengan tegas mengakui kedudukan Peradilan Agama berikut eksistensi dan kewenangannya.

18

Keberadaan Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Instruksi

Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam sekaligus merupakan landasan

yuridis bagi umat Islam untuk menyelesaikan masalah-masalah perdata. Padahal perjuangan

umat Islam dalam waktu 45 tahun sejak masa Orde lama dan 15 tahun sejak masa Orde Baru,

adalah perjuangan panjang yang menuntut kesabaran dan kerja keras hingga disahkannya

Undang-Undang No.7 Tahun 1989 pada tanggal 29 Desember 1989.

4. Sistem Hukum Adat

Ada beberapa bagian bahwa hukum adat dianggap sebagai induk dari sistem hukum di

Indonesia yang dipadukan dengan sistem induk yang ada dari Eropa Kontinental. Pada

prinsipnya, Indonesia mengalami perubahan-perubahan hukum karena Indonesia pernah dijajah

oleh negara-negara Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda) dan Jepang. Berkaitan dengan luasnya

wilayah Indonesia, maka beragam pula sistem hukum adat yang ada di Indonesia.

Ada beberapa golongan yang berkaitan dengan hukum adat :

a. Hukum adat mengenai sistem ketatanegaraan

Sebuah sistem hukum yang mengatur tata cara yang berkaitan dengan persoalan struktur

ketatanegaraan.

b. Hukum adat mengenai warga

Yaitu mengenai hukum pertanahan, hukum keluarga (pertalian anak), hutang-piutang

(agunan), dsb.

c. Hukum adat mengenai tindak pidana atau delik.

Berkaitan dengan persoalan pelanggaran-pelanggaran pidana yang terjadi di wilayah

hukum adat.

19

Hukum adat yang ada di Indonesia sangat beragam, tersusun atas berbagai komunitas-

komunitas di dalamnya dan keberagaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa sebab, diantaranya:

1. Karena pengaruh agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, dsb.), misalnya:

- Di Jawa banyak dipengaruhi tatanan-tatanan dari zaman kerajaan Majapahit

(Hindu), serta beberapa pengaruh Islam yang datang melalui para pemuka

agama.

- Di Bali juga banya dipengaruhi oleh agama Hindu sehingga peraturan-

peraturan adatnya dipengaruhi oleh ketentuan dari agama Hindu.

- Di Aceh dipengaruhi oleh agama Islam.

- Di Ambon dan sekitarnya dipengaruhi oleh agama Kristen.

2. Karena pengaruh kerajaan-kerajaan besar dahulunya, contohnya:

- Kerajaan Sriwijaya yang mempengaruhi sistem hukum adat di daerah

Sumatera

- Kerajaan Majapahit yang mempengaruhi sistem hukum adat di Jawa.

3. Karena pengaruh bangsa-bangsa imigran yang pernah datang ke Indonesia,

contohnya bangsa Arab yang berpengaruh dalam pembentukan hukum adat di

daerah pesisir di utara Indonesia. China juga mempengaruhi hukum adat di

beberapa daerah tertentu. Dari imigran-imigran negara Eropa yang menjajah

Indonesia (Portugis, Spanyol, Belanda).

Keberagaman Sistem Hukum Adat yang ada di Indonesia menjadi bahan penelitian dari

berbagai kalangan ilmuan. Van Hollenhoven menyatakan bahwa ada 23 komunitas hukum adat

di Indonesia, diantaranya :

20

1. Sistem Hukum Adat Aceh, memiliki sistem hukum adat yang kuat yang

dipengaruhi oleh sistem kerajaan, imigran dan agama. Kekuatan sistem hukum

adat di Aceh dibuktikan bahwa Aceh memiliki tatanan kenegaraan yang sudah

tertata dengan baik jauh sebelum Indonesia merdeka.

2. Sistem Hukum Adat Gayo dan Batak, merupakan sistem hukum adat dengan

banyak komunitas di dalamnya yang dipengaruhi oleh agama, kerajaan serta

imigran-imigran Eropa.

3. Sistem Hukum Kelompok Komunitas Adat di Kepulauan Nias, memiliki

sistem hukum adat yang banyak dipengaruhi dari imigran, baik imigran dari

Eropa maupun Cina.

4. Sistem Hukum Adat Minangkabau, sistem hukum adat Minangkabau memiliki

ketentuan adat yang kuat pengaruhnya yang dipengaruhi dari sistem kerajaan dari

Minangkabau dan juga dipengaruhi oleh imigran Arab yang masuk ke

Minangkabau.

5. Sistem Hukum Adat Kepulauan Mentawai, memiliki ketentuan adat yang kuat

meski beberapa dari ketentuan adat tersebut ada juga yang melanggar sistem

hukum di Indonesia secara umum.

6. Sistem Hukum Adat Sumatera Selatan, memiliki sistem hukum adat yang

banyak dipengaruhi oleh adat kerajaan-kerajaan Melayu, dalam kaitannya dalam

hukum keluarga, sistem hukuman, termasuk juga sistem yang dilakukan oleh

kelompok-kelompok dalam hal jual-beli.

7. Sistem Hukum Adat Enggano, memiliki sistem hukum adat yang banyak

dipengaruhi oleh sistem hukum dari imigran Eropa.

21

8. Sistem Hukum Adat Komunitas Melayu (di wilayah Sumatera Selatan bagian

utara, dekat dengan Malaka), sistem hukum adatnya sangat dipengaruhi oleh

budaya Melayu.

9. Sistem Hukum Adat Bangka-Belitung, memiliki sistem adat sendiri yang kuat

pengaruhnya bagi penduduk di daerah sana.

10. Sistem Hukum Adat Kalimantan, merupakan sistem hukum adat yang banyak

dipengaruhi oleh adat-istiadat suku Dayak Kaharingan yang masih mempercayai

kepercayaan Animisme.

11. Sistem Hukum Adat Suku Sangihe, Talaud, memiliki sistem hukum adat yang

banyak dipengaruhi oleh imigran China.

12. Sistem Hukum Adat Gorontalo.

13. Sistem Hukum Adat Toraja, merupakan sistem hukum adat dengan didasarkan

atas pengaruh adat komunitas Tana Toraja.

14. Sistem Hukum Adat Sulawesi Selatan, tetutama Bugis, yang memiliki sistem

hukum adat yang banyak dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan.

15. Sistem Hukum Adat Maluku Utara.

16. Sistem Hukum Adat Ambon, merupakan sistem hukum adat yang dipengaruhi

oleh agama-agama Eropa (Kristen-Katolik).

17. Sistem Hukum Adat Maluku Tenggara (Tual, Maluku Utara).

18. Sistem Hukum Adat Papua.

19. Sistem Hukum Adat Nusa Tenggara Timur (Kupang), memiliki sistem hukum

adat yang banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya Portugal.

22

20. Sistem Hukum Adat Nusa Tenggara Barat (Bali, Lombok), sistem hukum

adatnya dipengaruhi oleh ajaran keagamaan Hindu.

21. Sistem Hukum Adat Jawa Pesisir & Madura (Jember, Banyuwangi,

Situbondo, Madura), memiliki sistem hukum adat yang dipengaruhi oleh

kebudayaan dan adat-istiadat Madura.

22. Sistem Hukum Adat Jawa Mataram (Blitar, Tulungagung, Kediri,

perbatasan Jatim-Jateng), merupakan sistem hukum adat yang dipengaruhi oleh

sistem kerajaan yang dahulu pernah ada dan mempengaruhi kehidupan

masyarakatnya.

23. Sistem Hukum Adat Sunda, merupakan sistem hukum adat yang pengaruhnya

didasarkan atas pengaruh kerajaan dan kebudayaan Sunda pada umumnya.

23

C. Perbandingan Sistem Hukum Negara Papua Nugini dan Negara Indonesia

1. Sistem Hukum Negara Papua Nugini

Papua Nugini menganut sistem Anglo Saxon. Sistem hukum Anglo Saxon lebih

mengutamakan pada Common Law, yaitu kebiasaan dan hukum adat masyarakat, sedangkan

undang-undang hanya mengatur pokok-pokoknya saja dan kehidupan masyarakat. Dengan

adanya common law, kedudukan kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan, dan selalu

menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju.

Sumber-sumber dalam sistem Anglo Saxon (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan

administrasi) tidak tersusun secara sistematik dalam hierarki tertentu seperti di dalam sistem

Eropa Kontinental. Selain itu peranan hakim dalam sistem Anglo Saxon berbeda dengan peranan

hakim pada sistem Eropa Kontinental. Pada sistem Anglo Saxon, hakim berfungsi tidak hanya

sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja,

melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim

mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan

menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain

untuk memutuskan perkara yang sejenis.

2. Sistem Hukum Negara Indonesia

Negara Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental, sistem Anglo Saxon,

sistem hukum Islam dan sistem hukum adat. Hal ini dapat dibuktikan dengan:

a. Sistem hukum Eropa kontinental berlaku dan ada di Indonesia dibuktikan dengan

tatacara berperkara (persidangan ) di Indonesia sama dengan sistem eropa kotinental,

Contohnya dalam beracara pidana misalkan dengan adanya : Hakim, Jaksa,

Pengacara, Terdakwa dll yang sama dengan negara penganut sistem hukum eropa 24

kontinental seperti Belanda.Sistem Hukum Eropa Kontinental ada di Indonesia

dikarenakan faktor sejarah, yaitu karena Indonesia dijajah oleh Belanda. Selain itu, di

Indonesia terdapat aturan pidana yang tertuang dalam KUHP, KUHP ini merupakan

peraturan perundang undang yang telah dikodifikasi, sedangkan aturan yang

dikodifikasi merupakan ciri dari model negara hukum Eropa Continental.

b. Sistem hukum Anglo saxon berlaku di Indonesia dapat dibuktikan dengan:

1) ketentuan bahwa hakim diharuskan menggali nilai nilai yang hidup dimasyarakat;

2) kemudian dengan adanya yurisprudensi di Indonesia, bedanya yurisprudensi

dengan negara penganut anglo saxon secara murni adalah : di dalam negara

penganut anglo saxon murni (seperti Inggris), hakim terikat pada (precedent)

yaitu putusan putusan hakim terdahulu dalam perkara yang sama bersifat

mengikat kepada hakim hakim selanjutnya dalam melakukan putusan, sedangkan

di Indonesia tidak terikat, jika dirasa sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan

masyarakat atau keadilan masyarakat, maka hakim boleh mengesampingkannya.

Selain itu, dengan munculnya perundang-undangan yang tidak dikodifikasi

merupakan ciri dari model negara hukum Aglo Saxon. Inilah yang menjadi bukti

bahwa Indonesia menganut model negara hukum Campuran antara model negara

hukum Eropa Continental dan Aglo Saxon.

c. Dalam kenyataan lebih konkret, terdapat beberapa produk peratunan :an perundang-

undangan yang secara formil maupun material tegas memiliki muatan yuridis hukum

Islam, antara lain:

1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan.

25

2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agarna (Kini Undang-

Undang No. 3 Tahun 2006).

3) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Syari’ah (Kini Undang-

Undang No. 10/1998).

4) Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

5) Undang-Undang No. 38 Tahun 1000 tentang Pangelolaan Zakat, Infak dan

Shadaqah (ZTS).

6) Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus

Nangroe Aceh Darussalam.

7) Undang-Undang Politik Tahun 1999 yang mengatur ketentuan partai Islam.

8) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Vakaf.

Di samping tingkatannya yang berupa Undang-undang, juga terdapat peraturan-

peraturan lain yang berada di bawah Undang-undang, antara lain:

1) Peraturan Pemerintah No.9/1975 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang

Hukum Perkawinan.

2) Peraturan Pemerintah No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

3) Peraturan Pemerintah No.72/1992 tentang Penyelenggaraan Bank Berdasarkan

Prinsip Bagi Hasil.

4) Instruksi Presiden No.1/ 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

5) Instruksi Presiden No.4/2000 tentang Penanganan Masalah Otonomi Khusus di

NAD.

26

Dan sekian banyak produk perundang-undangan yang memuat materi hukum Islam,

peristiwa paling fenomenal adalah disahkannya Undang-Undang No.7 Tahun1989

tentang Peradilan Agama.

d. Di Indonesia terdapat beberapa golongan yang berkaitan dengan hukum adat :

1) Hukum adat mengenai sistem ketatanegaraan

Sebuah sistem hukum yang mengatur tata cara yang berkaitan dengan persoalan

struktur ketatanegaraan.

2) Hukum adat mengenai warga

Yaitu mengenai hukum pertanahan, hukum keluarga (pertalian anak), hutang-

piutang (agunan), dsb.

3) Hukum adat mengenai tindak pidana atau delik.

Berkaitan dengan persoalan pelanggaran-pelanggaran pidana yang terjadi di

wilayah hukum adat.

27