Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember
-
Upload
syawqy-idraq -
Category
Documents
-
view
81 -
download
2
description
Transcript of Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Suatu kota tidak hanya tumbuh dalam bentuk fisik saja, tetapi akan tumbuh
bersama dengan masyarakatnya. Ruang terbuka di pusat kota merupakan elemen
perancangan kota yang mempunyai peran penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan suatu kota, karena merupakan bagian integral dari bangunan-
bangunan di perkotaan. Kawasan pusat kota mempunyai karakter yang spesifik
dan menonjol, karena dari inti kota inilah perkembangan suatu kota diawali.
Pusat kota merupakan jantung kota yang memiliki irama tersendiri dalam
menghidupkan kota. Kawasan pusat kota seringkali dianggap sebagai tempat
publik/ruang publik, yaitu tempat berpusatnya segala aktivitas masyarakat kota,
baik yang bersifat politik, sosial maupun ekonomi, dengan perkembangan fisik
yang tinggi, dan dapat dimanfaatkan oleh semua orang yang berkepentingan
secara bebas. Keberadaannya tepat di tengah kota, dan menjadi tempat
berkumpulnya masyarakat untuk berbagai kepentingan, baik masyarakat dari
dalam wilayah kota itu sendiri maupun masyarakat yang berasal dari luar wilayah
kota tersebut (Sulistiyani, 2005).
Ruang terbuka di pusat kota di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada
masalah-masalah yang terkait dengan kemajuan jaman. Dalam perkembangannya
seringkali pusat kota menjadi kawasan pusat komersial dan perdagangan yang
melayani kebutuhan masyarakat dalam skala besar. Pengaruh dari sistem
perdagangan kini telah melanda pada pusat-pusat kota baik itu di jalan-jalan
protokol maupun di ruang-ruang terbuka. Ruang terbuka kota yang memiliki nilai
strategis dan menguntungkan diserbu oleh kekuatan aktivitas komersial.
Ruang terbuka publik atau dikenal dengan istilah lapangan kota/alun-alun ini
memiliki karakter yang spesifik dan berbeda dengan lapangan kota di negara lain.
Masa kejayaan Islam memberikan konsep lapangan kota/square yang dikenal
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 2
dengan istilah alun-alun. Tiap-tiap kota besar di Jawa memiliki sebuah alun-alun,
sebuah kawasan berbentuk bujursangkar yang luas, ditanami rerumputan, dan
dikitari dengan pohon beringin. Keberadaan alun-alun sebagai square ini
merupakan komposisi tata ruang pusat kota kerajaan Islam bersama kraton dan
masjid. Pada abad pertengahan fungsi alun-alun selain sebagai ruang terbuka juga
berfungsi sebagai ruang publik yang dipergunakan untuk pasar, lapangan, dan
tempat upacara (kegiatan pemerintahan).
Salah satu kebutuhan dalam perkembangan fisik pusat kota adalah
pemenuhan suatu ruang publik untuk melepaskan kepenatan dan menahan tekanan
kehidupan yaitu alun-alun. Di alun-alun masyarakat dapat melepaskan tekanan
melalui kegiatan sosialisasi yang bersifat rekreatif, seperti bertemu teman,
berolahraga, bermain, makan dan minum, bercakap-cakap, maupun hanya sekedar
duduk-duduk santai saja. Alun-alun sebagai ruang terbuka publik juga merupakan
suatu ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan
ritualnya dalam suatu komunitas, baik pada kehidupan rutin sehari-hari maupun
dalam perayaan berkala (Sulistiyani, 2005).
Kota-kota di Jawa pada jaman pra-kolonial, baik pusat kerajaan Jawa di
pedalaman maupun di pesisir, dibangun suatu konsep tata ruang yang sama. Pada
umumnya struktur tata ruang kota tradisional di Jawa terdiri atas sebuah lapangan
luas yang di tengahnya ditanam sebuah atau dua buah pohon beringin. Lapangan
ini disebut alun-alun (Fathony, 2012).
Dalam kenyataan fisiknya, yang disebut kuta atau negara itu selalu
ada halun-halun-nya, yang kemudian disebut alun-alun yang berupa ruangan
terbuka. menurut Zoetmulder (1935) merupakan filosofi adanya macapat yang
sering dianut oleh orang Jawa sebagai pusat orientasi spasial. Ruang terbuka ini
berbentuk segi empat atau hampir bujur sangkar. Arah empat ini dipegang oleh
orang Jawa dalam hubungannya dengan empat unsur pembentuk
keberadaan bhuwana, yaitu air, bumi, udara, dan api. Dasar pembentuk kehidupan
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 3
ini kemudian diturunkan sebagai dasar kategori untuk hal-hal lain, misalnya tata
ruang pada kawasan alun-alun (Fathony, 2012).
Alun-alun tidak bisa dilepaskan dari bangunan-bangunan yang ada di
sekitarnya. Seperti sebelah Selatan alun-alun terletak Keraton Raja atau Penguasa
setempat. Di sebelah Barat ada Masjid Agung, sedangkan sejumlah bangunan
resmi lainnya didirikan di sisi Barat atau Timur. Alun-alun biasanya merupakan
merupakan titik pertemuan dari jalan-jalan utama yang menghubungkan Keraton
dengan bagian Barat, Utara, dan Timur dari kota. Sedangkan daerah Selatan
Keraton merupakan daerah tempat tinggal keluarga Raja dan para pengikutnya
(Fathony, 2012).
Seiring dengan perkembangan suatu kota, khususnya Kota Malang dan
Jember yang sudah berdiri sejak lalu banyak mengalami perubahan pada penataan
ruang kawasan. Perubahan yang terjadi adalah dampak dari kemajuan jaman yang
menuntut pemenuhan kebutuhan, seperti lahan, fasilitas, dan elemen pendukung
lainnya. biasanya lapangan alun-alun menjadikan ciri khas atau keunikan dari
suatu kota/kabupaten, bahkan pada tempat inilah citra atau kualitas dari suatu
kawasan bisa dilihat. Alun-alun juga merupakan sebuah area umum yang menjadi
pusat keramaian suatu kota atau kabupaten.
Alun-alun adalah tanah lapang yang luas dimuka istana, biasanya dimuka
tempat kediaman resmi gubernur, Bupati atau walikota (kamus Tata Ruang,
1998).
warga biasanya melakukan aktifitas berolahraga, bermain, bahan kegiatan–
kegiatan yang bersifat formal bagi pemerintahan setempat. Untuk itu pemerintah
biasanya selalu memperhatikan keberadaan alun-alun sebagai perwujudan citra
kotanya. Sebagai tempat yang selalu digunakan oleh kalangan umum, alun-alun
perlu diperhatikan dari segi penataan dan pengelolaan sehingga tercipta suasana
visual yang nyaman dan menyenangkan pada saat pengunjung datang. Ditempat
ini selain berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan budaya, juga sebagai tempat
untuk kegiatan perekonomian warga. Sehingga muncul banyak pedagang kaki
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 4
lima di kawasan ruang luar ini. Jika keberadaan mereka tidak diperhatikan maka
kondisi alun-alun kurang terasa nyaman. Sebagai area yang selalu dikunjungi
masyarakat, alun-alun harus mempunyai fasilitas yang bersifat umum, seperti
sitting group, area bermain dan berolahraga, fasilitas service, fasilitas pendukung
lainnya seperti tempat sampah dan utilitas yang baik, serta tampilan visual yang
menarik dan berkualitas. Bergantinya fungsi-fungsi yang ada menjadi fungsi
tertentu yang baru (perdagangan dan jasa), dimana di satu pihak sangat
menguntungkan pihak swasta dan Pemerintah Kota dalam meningkatkan
perekonomian kota. Akan tetapi, di lain pihak akan merugikan kalangan tertentu
yang berusaha melestarikan bangunan-bangunan kuno bersejarah. (Handinoto,
2013).
Jika dilakukan perubahan pada unsur-unsur pembentuk struktur tersebut,
maka akan terjadi pergeseran konsep tata ruang bahkan akan muncul
penyimpangan dari konsep semula. Meskipun perkembangan jaman menuntut
adanya perubahan, namun hendaknya tidak sampai menghilangkan konsep
dasarnya. Kiranya akan lebih baik jika dipadukan antara dua kepentingan yang
berbeda tersebut. (Danisworo, 2003).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, meskipun pada
awalnya struktur tata ruang kota tradisional di Jawa terdiri atas sebuah lapangan
luas yang di tengahnya ditanam sebuah atau dua buah pohon beringin, namun jika
dibandingkan yang terjadi pada saat ini tidaklah sama antara tata ruang alun-alun
kota satu dengan kota yang lainnya. Maka dengan ini penelitian kami mengambil
judul “perbedaan pola Penataan ruang alun-alun Kota Malang dan alun-alun
Kota Jember”.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 5
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan yang telah dikemukakan dalam latar belakang permasalahan di atas,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut
1. Bagaimana pola penataan ruang alun-alun kota malang dan alun-alun
KotaJember ?
2. Menganut unsur apakah yang membentuk pola penataan ruang alun-alun
di kota Malang dan alun-alun Kota Jember ?
3. Bagaimana perkembangan atau perubahan pola penataan ruang yang
terjadi pada alun-alun Kota Malang dan alun-alun Kota Jember ?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Menganalisis pola penataan ruang alun-alun Kota malang dan alun-alun
Kota Jember.
2. Menganalisa unsur-unsur yang mempengaruhi pola penataan ruang pada
alun-alun Kota malang dan alun-alun Kota Jember.
3. Mengkaji perbedaan dan kemiripan serta segala sesuatu yang
menyebabkan terjadinya perkembangan dan perubahan pada alun-alun
Kota Malang dan alun-alun Kota Jember.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan khasanah
pengetahuan tentang pola tata ruang alun-alun.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menjadi wahana bagi peneliti dalam mengaplikasikan
ilmu dalam merancang suatu rancangan dan memperkaya wawasan yang
bermanfaat untuk pengembangan profesionalisme karir peneliti
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 6
c. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pemerintah tentang
pola penataan ruang alun-alun yang baik serta dampak perubahan fungsinya
sehingga nantinya alun-alun yang ada terbentuk berjalan senyaman mungkin
dan sebagaimana mestinya.
1.5 Ruang Lingkup pembahasan
a. Ruang Lingkup Substansial
Mengamati pola tata ruang alun-alun Kota Malang dan Kota Jember yang
memberikan informasi tentang penataan ruang serta atribut atribut yang
mendukung pola tatanan ruangnya.
b. Ruang Lingkup Spasial
b.1. Letak kawasan
Letak kawasan alun-alun Kota Malang berada di Malang Kota dan
Kabupaten Batu Jawa Timur, dan alun-alun Kota Jember berada di Kabupaten
Jember Jawa Timur.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 7
Gambar 1.1
Peta Jawa Timur
Gambar 1.2 Gambar 1.3
Peta Kabupaten Malang Peta Kabupaten Jember
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 8
1.7 Metode Pembahasan
Tahap Pengumpulan data
Pada tahapan ini merupakan tahapan awal, yaitu pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya, yaitu
dengan pengamatan, foto-foto lapangan, sketsa tangan, wawancara dengan pihak
terkait mengenai data, potensi dan permasalahan kawasan. Serta dengan
menggunakan study literatur.
1. Analisa
Tahapan ini terdiri dari menganalisa data, menggali potensi dan permasalahan
yang ada, mencari keterkaitan antar masalah sehingga diperoleh gambaran
sebab timbulnya masalah, analisa didasari landasan teoritis dan tinjauan
kawasan utamanya.
2. Sintesa
Merupakan tindak lanjut dari analisa dimana upaya pemecahan masalah
dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku, potensi yang ada, serta faktor
lain yang mempengaruhinya. Kemudian diolah secara terpadu hingga diperoleh
suatu output berupa alternatif pemecahan masalah, hal ini berupa Landasan
Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sejalan dengan rumusan masalah, penelitian ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi perbedaan suatu pola penataan ruang alun-alun, khususnya yang
berada di jawa yaitu Kota Malang dan Kota jember. Karena penelitian ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi perbedaan suatu pola penataan ruang, pada
bagian ini disajikan kajian teori tentang penataan ruang. Mengingat penataan
ruang yang akan dibandingkan adalah penataan ruang alun-alun, pada bagian ini
disajikan kajian teori tentang alun-alun. Sehubungan dengan pola penataan ruang
alun-alun didasarkan pada literatur, pada bagian ini disajikan kajian tentang
literatur.
2.1 Pengertian Penataan Ruang
2.1.1 Definisi Penataan
Penataan adalah kegiatan mengatur dan menata dalam suatu susunan yang
sistematis dengan memperhatikan kegunaan, bentuk dan sifat (Irman, 2009).
Penataan merupakan suatu proses perencanaan dalam upaya meningkatkan
keteraturan, ketertiban, dan keamanan. Penataan menjadi bagian dari suatu proses
penyelenggaraan pemerintah dimana dalam proses penataan tersebut dapat
menjamin terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Penataan dapat dirumuskan
sebagai hal, cara, hasil atau proses menata. Penataan ini membutuhkan suatu
proses yang panjang dimana dalam proses penataan ini perlu ada perencanaan dan
pelaksanaan yang lebih teratur demi pencapaian tujuan. Dalam kamus Tata Ruang
dikemukakan bahwa: Penataan merupakan suatu proses perencanaan,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan untuk semua kepentingan
secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan serta keterbukaan , persamaan keadilan dan perlindungan hukum
(Kamus Tata Ruang, 1997)
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 10
Proses penataan ini juga mencakup penataan ruang dimana penduduk
menempati daerah tertentu. Wilayah penempatatan penduduk juga perlu ditata dan
diatur agar dapat mencipatakan suatu lingkungan masyarakat yang tertib dan
teratur dalam rangka mewujudkan pembangunan. Dalam UU RI No. 24 tentang
penataan ruang dikatakan bahwa penataan ruang adalah wujud struktural dari pola
pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Penataan ruang adalah
proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Sujarto dalam bukunya Pengantar Planologi mengemukakan bahwa
penataan sebagai proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan merupakan satu kesatuan sisem yang tidak terpisahkan satu dengan
yang lainnya. Kebutuhan suatu penataan pada berbagai tingkat wilayah pada
dasarnya tidak dapat dilepaskan dari semakin banyaknya permasalahan
pembangunan (Doli, 2013)
Permasalahan pembangunan ini tidak terlepas dari peran penataan ruang.
Penataan ruang menjadi sangat penting karena dengan penataan ruang tersebut
dapat menjamin terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur. Keadaan
masyarakat yang tertib dan teratur akan mampu mendukung terselenggaranya
pembangunan.
Pembangunan akan berjalan dengan lancar bila didukung oleh kondisi
lingkungan yang aman dan teratur. Di samping itu juga peran partisipatif dari
masyarakat akan dapat memberikan dukungan dalam menciptakan keadaan yang
lebih terarah pada pencapaian tujuan pembangunan. Penataan ruang penduduk
pada suatu wilayah merupakan bagian dari peran pemerintah dalam rangka
menjamin keamanan, kenyamanan, keserasian dan ketertiban dan juga dalam
rangka mewujudkan tujuan negara.
Berdasarkan uraian beberapa variable di atas maka dapat dijelaskan bahwa
sistem informasi administrasi kependudukan adalah sistem nasional yang
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi
pengolahan informasi data kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 11
pemerintahan. Penerapan sistem ini bertolak dari adanya kebijakan yang
dikeluarkan berkaitan dengan pengolahan administrasi kependudukan.
Pengolahan admnistrasi kependudukan ini menggunakan teknologi informasi
dimana dalam proses pengolahannya lebih cepat dan keamanan datanya lebih
terjamin.
2.1.2 Definisi Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya
tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-Undang ini
mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat
mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu
mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang.
Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap
proses perencanaan tata ruang wilayah.
Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah.
Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan
bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses
perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 12
keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antarsektor, dan
antarpemangku kepentingan. Dalam Undang-Undang ini, penataan ruang
didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,
kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. (Irman, 2009).
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang (Irman, 2009).
2.1.3 Definisi Penataan Ruang
Menurut Rumata (2010), Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola
pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Struktur ruang adalah
susunan pusat-pusat permukiman system jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hirarkis memiliki hubungan fungsional.
Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budidaya.
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial
(berkesinambungan dari masa ke masa). Penataan ruang dikelompokan
berdasarkan sistem, fungsi kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai
strategis kawasan.
Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem
internal perkotaan.
Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan meliputi kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
Penataan ruang berdasarkan administrasi meliputi penataan ruang wilayah
nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota.
Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 13
Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas kawasan
strategis nasional, kawasan strategis provinsi, kawasan strategis kabupaten, dan
kawasan strategis kota. Sebaiknya kita melihat isi dari Undang - Undang No. 24
Tahun 1992 tentang penataan Ruang, untuk mengetahui lebih pasti definisi dari
tata ruang seperti yang terjabarkan dalam uraian dibawah ini :
Ruang adalah wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan
dan ruang udara termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta
daya dan keadaan sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang
direncanakan maupun yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan
pemanfaatan ruang.
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang berupa rencana –
rencana kebijaksanaan pemanfaatan ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan.
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya
melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan.
Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan. Termasuk didalamnya kawasan budidaya antara
lain : kawasan permukiman perkotaan, kawasan permukiman perdesaan, kawasan
produksi, sistem prasarana wilayah meliputi : prasarana transportasi,
telekomunikasi dan pengairan dan prasarana lainnya.
Kawasan Permukiman adalah bagian kawasan budidaya baik perkotaan
maupun perdesaan dengan dominasi fungsinya kegiatan permukiman.
Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
adalah pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 14
Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang emepunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
Kawasan Prioritas adalah yang mendapat prioritas paling utama di dalam
pengembangan dan penanganannya dengan memperhatikan kawasan strategis
dalam wilayah provinsi dan aspek lain yang bersifat kabupaten untuk
mewujudkan sasaran pembangunan sesuai dengan potensi dan kondisi geografis.
Kawasan Strategis adalah kawasan yang mempunyai peranan penting untuk
pengembangan ekonomi, sosial budaya, lingkungan maupun pertahanan
keamanan dilihat secara nasional dan provinsi.
Penatagunaan Tanah adalah pengaturan penggunaan 5tanah mencakup
penguasaan, pemanfaatan, pengaturan hak – hak atas tanah untuk meningkatkan
pemanfaatan, produktivitas dan kelestarian tanah yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian sebagai satu kesatuan dengan penataan ruang.
Pengertian Penataan Ruang secara umum adalah merupakan proses yang
terpadu tercakup tiga kegiatan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan rencana dan
pengendalian rencana tata ruang.
Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan rencana tata ruang untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kualitas manusianya dengan
pemanfaatan ruang yang secara struktur menggambarkan ikatan fungsi lokasi
yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Perencanaan tata ruang pada dasarnya
mencakup kegiatan penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang.
Pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang adalah Suatu proses usaha
agar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat terwujud sesuai dengan
rencana. Dalam hal ini pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang terutama
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 15
dalam bentuk Penyusunan program pembangunan kota dan Pemanfaatan ruang
kota yang sesuai dengan rencana.
Pengendalian pelaksanaan/pemanfaatan rencana tata ruang yang harus
terkait satu sama lainnya. Pengendalian pelaksanaan adalah merupakan suatu
proses usaha agar pelaksanaan rencana pemanfaatan ruang oleh instansi sektoral,
pemerintah daerah, swasta ataupun masyarakat sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan.
2.1.4 Konsep Penataan ruang
Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas
penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.
Kawasan perkotaan, menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan
kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan
metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan
dan kawasan megapolitan, khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan
perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki
keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang
terintegrasi, merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang
wilayah administrasi di dalam kawasan, dan merupakan alat untuk
mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan lintas wilayah administratif yang
bersangkutan. Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan
perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada kawasan yang
secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan yang
merupakan bagian wilayah kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan.
Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan
untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan
keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan demi
terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 16
Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan
pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan,
keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang
ditetapkan sebagai warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan,
dan keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional,
sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan,
yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan ekternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi penanganan kawasan yang bersangkutan.
Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan
kaidah penataan ruang sehingga diharapkan
dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna
serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan tidak
terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas ruang.
Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya
tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan
meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu
berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan
subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya
dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan,
pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan
sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentang
penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang.
Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan,
baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat
pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 17
ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun
tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.
Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata
ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan
pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana
struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun
berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan
muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok
peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai
operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan
zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang
melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian
pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan
rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui perizinan
pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan
ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana
tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan
izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana
penjara, dan/atau sanksi pidana denda.
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang
dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 18
tersebut, antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan
sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan
pemberian penghargaan.
Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana
tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi,
pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan
penalti.
Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian
pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan
zonasi. Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan
kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan
pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang
berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, sebagai
dasar pengaturan penataan ruang selama ini, pada dasarnya telah memberikan
andil yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata ruang sehingga hampir
semua pemerintah daerah telah memiliki rencana tata ruang wilayah. Sejalan
dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, beberapa
pertimbangan yang telah diuraikan sebelumnya, dan dirasakan adanya penurunan
kualitas ruang pada sebagian besar wilayah menuntut perubahan pengaturan
dalam Undang-Undang tersebut.
Beberapa perkembangan tersebut antara lain:
Situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip
keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik;
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 19
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang
semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan
ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi
menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah, serta tidak menimbulkan
kesenjangan antardaerah; dan;
Kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap
penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,
dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang
terjadi di masyarakat.
Untuk menyesuaikan perkembangan tersebut dan untuk mengantisipasi
kompleksitas perkembangan permasalahan dalam penataan ruang, perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Penataan Ruang yang baru sebagai pengganti Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan penataan ruang tersebut,
Undang-Undang ini, antara lain, memuat ketentuan pokok sebagai berikut:
- Pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang
untuk memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab masingmasing
tingkat pemerintahan dalam mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
- Pengaturan penataan ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan
perundang-undangan termasuk pedoman bidang penataan ruang sebagai
acuan penyelenggaraan penataan ruang;
- Pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan penataan ruang;
- Pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada semua
tingkat pemerintahan;
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 20
- Pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap kinerja
pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, termasuk
pengawasan terhadap kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal
bidang penataan ruang melalui kegiatan pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan;
- Hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan
ruang untuk menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat
dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang;
- Penyelesaian sengketa, baik sengketa antardaerah maupun antarpemangku
kepentingan lain secara bermartabat;
- Penyidikan, yang mengatur tentang penyidik pegawai negeri sipil beserta
wewenang dan mekanisme tindakan yang dilakukan;
- Ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana sebagai dasar untuk
penegakan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan
- Ketentuan peralihan yang mengatur keharusan penyesuaian pemanfaatan
ruang dengan rencana tata ruang yang baru, dengan masa transisi selama 3
(tiga) tahun untuk penyesuaian. (Irman, 2009).
2.2 Pengertian Alun-alun
(Handinoto, 1992 ) menyatakan, Alun-alun berasal dari bahasa Jawa kuno
(Kawi) yaitu “Halun-halun” yang mana pada zaman dulu ditulis aloen-aloen atau
aloon-aloon merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang
dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam
yang dibuat oleh fatahillah. Dapat dikatakan bahwa alun-alun merupakan
lapangan terbuka orisinil Jawa. Lapangan terbuka yang berfungsi sebagai tempat
pertemuan masyarakat selain dalam upacara besar, ialah alun-alun yang biasanya
terdapat dalam keraton. Bentuk fisik alun-alun antara lain berupa keberadaan
pohon beringin, jaringan jalan, yaitu keberadaan alun-alun selalu dekat dengan
adanya dua beringin kurung pada sumbu yang ditarik dari kabupaten atau
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 21
kadipatennya dan biasanya merupakan titik pertemuan dari jalan-jalan utama yang
menghubungkan keraton dengan bagian barat, utara dan timur dari kota.
Di dalam buku “Encyclopedie van Nederlandsch Indie” (Paulus, 1917:31),
terdapat penjelasan tentang „alun-alun‟ sebagai berikut : “ Di hampir setiap tempat
kediaman Bupati, seorang kepala distrik di Jawa, orang selalu menjumpai adanya
sebuah lapangan rumput yang luas, yang dikelilngi oleh pohon beringin di
tengahnya. Lapangan inilah yang dinamakan „alun-alun‟. Di kota-kota bekas
kerajaan kuno (seperti Surakarta dan Yogyakarta), mempunyai dua buah ‟alun-
alun‟, sebuah terletak di Utara Kraton dan sebuah lagi terletak disebelah Selatan
Kraton. Di permukaan alun-alun tersebut tidak boleh ada rumput tumbuh dan
diatasnya ditutup dengan pasir halus. Di bagian Selatan dari alun-alun tersebut
terdapat pintu masuk yang menuju ketempat kediaman Raja atau Bupati, dimana
disana berdiri sebuah pendopo. Pegawai negeri atau orang-orang lain yang ingin
bertemu dengan raja atau Bupati menunggu waktunya disana untuk dipanggil, jika
Raja merestui untuk menerima kedatangan mereka. Oleh sebab itu pendopo
tersebut kadang-kadang dinamakan juga Paseban (asal kata seba). Pada masa
lampau di alun-alun tiap hari Sabtu atau Senin (Seton atau Senenan) diadakan
permainan Sodoran (pertandingan diatas kuda dengan menggunakan tombak yang
ujungnya tumpul), atau pertandingan macan secara beramai-ramai yang
dinamakan „rampog macan‟. Pada waktu pertunjukan ini raja duduk di Siti Inggil,
tempat yang paling tinggi dimuka pintu Kraton. Pada tempat-tempat Bupati
terdapat panggung untuk melihat tontonan tersebut. Di Jawa Barat juga terdapat
alun-alun kecil di depan rumah kepala desa, tapi alun-alun tersebut tidak
dikelilingi oleh pohon beringin. Mesjid seringkali terdapat disebelah Barat dari
alun-alun”
Van Romondt (Haryoto, 1986) menjelaskan pada dasarnya alun-alun itu
merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar.
Penguasa bisa berarti raja, bupati, wedana, dan camat bahkan kepala desa yang
memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya,
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 22
yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam ikwal
pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan (Wikipedia,
Ensiklopedia bebas berbahsa Indonesia).
Thomas Nix (1949) menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan
terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung.
Jadi dalam hal ini, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal
yang utama bagi terbentuknya alun-alun. Tetapi kalau adanya lahan terbuka yang
dibiarkan tersisa dan berupa alun-alun, hal demikian bukan merupakan alun-alun
yang sebenarnya. Jadi alun-alun bisa di desa, kecamatan, kota maupun pusat
kabupaten (Wikipedia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia).
Handitono (1996) mengatakan adanya alun-alun tidak bisa dilepaskan dari
bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Di sebelah selatan alun-alun terletak
keraton raja yang ada atau penguasa setempat. Di sebelah barat terdapat Masjid
Agung, sedangkan sejumlah bangunan resmi lainnya didirikan di sisi barat atau
timur. Daerah sebelah selatan Keraton merupakan daerah tempat tinggal keluarga
raja dan pengikutpengikutnya (Wikipedia, Ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia).
Menurut (Handinoto, 1992), Daerah utara alun-alun merupakan daerah
yang bersifat profan. Pada axis utara-selatan di kedua ujung alun-alun terletak
kediaman Asisten Residen dan Bupati, saling berhadapan. Di sisi sebelah timur
terdapat losmen. mendukung konsep yang dikemukakan oleh Handitono, di
sebelah barat dari alun-alun biasanya terdapat pula pusat peribadatan yakni
masjid, sedang pusat perekonomian, yaitu pasar biasanya juga tidak begitu jauh
dan berada di sebelah utara. Setiap wajah kawasan bersejarah kota tidak bisa lepas
dari pemahaman bangunan spasialnya. Bangunan di kawasan itu mempunyai satu
keterkaitan, yakni Alun-alun – Kraton - Masjid Agung - Pasar. Alun-alun terdapat
di sebelah utara Kraton, dan Masjid Agung berada di sebelah barat, sedangkan
pasar berada di sebelah utara alun-alun. Bangunan tersebut menyebabkan adanya
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 23
fungsi kawasan sebagai kegiatan perdagangan, pusat pemerintahan dan
peribadatan, sehingga menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat kota.
2.2.1 Fungsi Alun-alun
Adrisijanti (2000) membagi fungsi alun-alun berdasarkan beberapa aspek,
yaitu antara lain:
Dalam tata ruang kota keberadaannya sebagai ruang terbuka di antara
kraton.
Dari aspek filosofi-religius, alun-alun berfungsi sebagai tempat untuk
menampung luapan jama‟ah dari Masjid Agung, selain itu alun-alun
digunakan sebagai tempat upacara.
Alun-alun juga mempunyai fungsi ekonomis karena pasar berada di
dekatnya atau dipinggirnya.
Alun-alun jika ditinjau dari aspek kultural, sebagai tempat pelaksanaan
acara rampog macan.
Jo Santoso dalam Arsitektur Kota Jawa: Kosmos, Kultur & Kuasa (2008),
menjelaskan betapa pentingnya alun-alun karena menyangkut beberapa aspek.
Pertama, alun-alun melambangkan ditegakkannya suatu sistem kekuasaan atas
suatu wilayah tertentu, sekaligus menggambarkan tujuan dari harmonisasi antara
dunia nyata (mikrokosmos) dan universum (makrokosmos). Kedua, berfungsi
sebagai tempat perayaan ritual atau keagamaan. Ketiga, tempat mempertunjukkan
kekuasaan militer yang bersifat profan dan merupakan instrumen kekuasaan
dalam mempraktekkan kekuasaan sakral dari sang penguasa (Priyatmoko, 2009).
Penjelasan di atas tentu saja masih harus ditambahkan bahwa keberadaan
alun-alun berfungsi pula sebagai ruang publik terbuka dimana rakyat saling
bertemu dan fungsi pengaduan rakyat pada raja.
Sebagai ruang publik, alun-alun adalah tempat pertemuan rakyat untuk
bercakap-cakap, berdiskusi, melakukan pesta rakyat dll. Bahkan istilah Plaza yang
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 24
saat ini menjadi ikon modernitas di setiap kota, disinyalir oleh Romo Mudji
Sutrisno dalam bukunya, Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis
sampai Cyberspace (2010) sebagai bentuk ruang publik yang telah mengalami
pergeseran makna yang dahulunya adalah alun-alun (Hutapea, 2013). B. Herry
Priyono dalam bukunya Republik Tanpa Ruang Publik (2005) memberi
peringatan akan dampak pergeseran makna Plaza yang semula adalah Alun-alun
sebagai aktivitas ruang publik yang dinamis sbb: “ketika ruang publik telah
menjelma menjadi komoditas komersial suatu masyarakat, maka pemaknaan
„kewarganegaraan‟ sebagai makhluk sosial, telah berganti menjadi pemaknaan
bahwa masyarakat itu adalah konsumen belaka”. (Hindarto, 2013)
Sebagai tempat pengaduan rakyat, alun-alun berfungsi sebagai tempat
curhat dan protesnya masyarakat terhadap sebuah kebijakan pemerintahan dalam
hal ini raja atau istana. Di alun-alun Yogyakarta pada zaman kolonial, tepat
dimana berdirinya wringin kurung (pohon beringin yang dibatasi pagar) jika
seseorang mengalami keberatan atau sebuah kebijakkan maka mereka akan duduk
bersila seharian di sana dengan menggunakan tutup kepala putih dan pakaian
putih. Tata cara ini disebut dengan pepe. Jika raja melihat keberadaan orang
tersebut maka raja akan memerintahkan untuk membawa orang tersebut
menghadap dan mengadukan persoalannya secara langsung.
Dalam buku Tahta Untuk Rakyat dikatakan, “Adanya cara ber-pepe ini
menunjukkan bahwa pada zaman dulu sudah ada forum untuk memperjuangkan
hak asasi manusia sehingga jelas itu bukan barang baru atau barang yang diimpor
dari negara lain (Atmakusumah, 2011).
2.2.2 Filosofi Alun-Alun
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa Alun-alun memiliki makna
sakral dan profan, maka keberadaannya tidak lepas dengan sejumlah filosofi dan
makna yang terkandung di dalamnya.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 25
(Suwardjoko, 1992) SAPPK-Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota
menuliskan, “Alun-alun merupakan salah satu bentuk ruang terbuka kota yang
keberadaannya menyandang filosofi dan tampil dengan ciri-ciri khas. Ciri-ciri
sebidang alun-alun yang sudah hilang barangkali sangat sulit dikembalikan, atau
setidak-tidaknya memerlukan waktu cukup lama. Metamorfosa alun-alun nyaris
tak bisa dicegah, walaupun fungsi sebagai ruang terbuka masih tampil kuat
bahkan kadang-kadang berlebihan. Banyak anggota masyarakat yang kebablasan
memaknai ruang terbuka umum dengan paham berhak melakukan apa saja”.
Khairudin H. Dalam bukunya Filsafat Kota Yogyakarta menjelaskan
filosofi alun-alun sbb: “Alun-alun utara ini menurut K.P.H. Brotodiningrat (1978)
merupakan gambaran suasana yang sangat nglangut, suasana tanpa tepi, suasana
hati kita dalam semedi.
Dalam melakukan semedi, sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa biasanya
penuh dengan godaan-godaan, yang tercermin dari luasnya alun-alun. Alun-alun
juga penggambaran luasnya masyarakat dengan berbagai bentuk dan sifat yang
siap mempengaruhi iman seseorang untuk madep kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa. Alun-alun menurut KRT. Puspodiningrat (1984:2) berasal dari kata alun
9gelombang). Gelombang yang mengayun-ayunkan hidup manusia di dalam
samudra masyarakat. Gelombang ini digerakkan oleh angin (beringin) dari segala
penjuru yang tumbuh disekeliling alun-alun. Agin ini ibarat berbagai aliran yang
membawa pengaruh kepada manusia, misalnya ideologi, agama, science,
kepercayaan dan sebagainya. Sedangkan beringin yang ada di tengah alun-alun
yang berjumlah dua buah menggambarkan kesatuan antara mikrokosmos dan
makrokosmos”.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.1 Metode Penelitian
Dalam pemecahan masalah yang ada suatu penelitian diperlukan
penyelidikan yang hati-hati, teratur dan terus-menerus, sedangkan untuk
mengetahui bagaimana seharusnya langkah penelitian harus dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian. Metode penelitian adalah suatu teknik atau cara
mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa data
primer maupun data sekunder yang digunakan untuk keperluan menyusun suatu
karya ilmiah dan kemudian menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan
pokok-pokok permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data-data
yang akan diperoleh.
Berdasarkan rumusan tujuan sebelumnya, penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis
dan interpretasi tentang arti dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun
sebagai penelitian induktif yakni mencari dan mengumpulkan data yang ada di
lapangan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan
suatu sifat dari fenomena di masyarakat.(Nazir, 1998)
Adapun pengertian dari metode deskriptif menurut Moh. Nazir (2005: 54)
adalah :
“Metode Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang.”
Dengan kata lain penelitian deskriptif yaitu penelitian yang memusatkan
perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian
dilaksanakan, Dikatakan deskriptif karena bertujuan memperoleh pemaparan yang
objektif khususnya mengenai analisis alun-alun Kota Malang dan alun-alun Kota
Jember.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 27
Untuk lebih jelasnya ada beberapa pengertian metode penelitian menurut para ahli
yaitu :
menurut Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa: “Metode Penelitian pada
dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu”.
Sedangkan pengertian Menurut I Made Wirartha (2006) metode penelitian
adalah sebagai berikut :
“Suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan atau mempersoalkan cara-
cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari,
mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya) berdasarkan
fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.”
3.1.2 Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Sesuai
dengan pendapat Sugiyono (2010:13) mendefinisikan objek penelitian sebagai
berikut:
“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid dan reliable tentang suatu
hal (variabel tertentu)."
Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian
adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk
mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda.
Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu mengenai
suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif untuk mendapatkan data sesuai
tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun objek penelitian yang penulis teliti adalah
analisis pola penataan ruang di alun-alun Kota Malang dan alun-alun kota Jember.
Adapun subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Arsitektur, Fakultas
Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 28
3.1.3 Disain
Menurut Pendit (2003: 219) memakai istilah “disain” untuk menghindari
istilah “jenis penelitian” yang seringkali lebih merupakan upaya memberikan
nama kepada sebuah berbagai penelitian yang terkadang hanya sedikit berbeda,
tanpa menjelaskan mengapa nama yang digunakan perlu dibedakan. Adapun
penelitian ini dapat menggunakan beberapa disain penelitian seperti berikut:
1. Penelitian longitudinal yaitu penelitian yang menekankan pengamatan terhadap
perubahan dalam jangka waktu panjang, misalnya penelitian tentang perilaku
pencarian informasi, kajian terhadap kegiatan pendidikan pemakai dan
pemberian petunjuk cara memanfaatkan perpustakaan serta pengaruhnya
terhadap kepuasan para mahasiswa dalam jangka panjang.
2. Penelitian lintas-bagian dan survei yaitu penelitian yang menekankan kepada
penelitian di satu titik tertentu (a point in time) terhadap beberapa variabel,
melintasi berbagai persoalan yang berkaitan dengan satu fenomena tertentu,
sebagai contoh penelitian kebutuhan informasi dan perilaku penemuan
informasi. (Pendit, 2003: 237-243)
3. Penelitian kasus/ studi kasus (case study) penelitian yang dirancang khusus
untuk mempelajari secara rinci dan mendalam sebuah kasus khusus. Contoh
penelitian kasus/ studi kasus misalnya Ellen (2003) melakukan penelitian
dengan studi multi-kasus terhadap beberapa pusat informasi dengan tujuan
mengetahui kebiasaan mereka dalam menggunakan informasi untuk keperluan
sehari-hari (every day life information), selanjutnya menggunakan studi kasus
jamak (multi –case study) untuk mempelajari cara-cara 5 orang manajer
perpustakaan dalam mengelola perpustakaan perguruan tinggi. (Pendit, 2003:
256-258)
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 29
3.3 Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di alun-alun Kota Malang, Jl. Basuki Rahmad atau Jl.
Merdeka Malang kota Jawa Timur dan Jl. Trunojoyo atau Jl. Jendral Ahmad Yani
Jember Jawa Timur.Penelitian ini dimulai dari bulan april 2014 sampai dengan
juni 2014.
3.4 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Warsito (1992: 49), populasi yaitu sekumpulan unsur atau elemen
yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satuan analisis.
Dengan demikian populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti baik
berupa benda, manusia, peristiwa ataupun gejala yang akan terjadi. Sedangkan
pengertian populasi menurut Kountur (2007: 145) adalah suatu kumpulan
menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti, objek penelitian
dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain-lain.
Populasi yang akan dijadikan sumber dalam penelitian ini adalah semua alun-alun
yang berada di Kota Malang dan Kota jember sehingga populasi yang diambil
adalah fasilitas, jalan masuk, dan atribut-atribut yang terdapat pada alun-alun Kota
Malang dan alun-alun Kota Jember dan sekitarnya.
2. Sampel
Sampel menurut Sugiono (2004: 56) yaitu sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan sampel menurut Hadi (1983:
63) adalah sebagian individu atau populasi yang diselidiki. Dapat disimpulkan
bahwa sampel adalah sebagian populasi yang diambil untuk diselidiki oleh
peneliti. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis mengambil dua sampel
yang nantinya akan dijadikan sebagai perbandingan dalam penelitian ini yaitu
alun-alun Kota Malang dan Kota Jember.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 30
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik stratified random sampling
(cara stratifikasi) yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak
berstrata pada suatu populasi yang terbagi atas beberapa strata atau subkelompok
atau strata harus diketahui perbandingannya lebih dahulu (Azwar, 2009: 84).
3.5 Operasional variabel
Pengertian operasional variabel menurut Sugiyono (2010:58) adalah :
“Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya.”
Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi,
perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
bebas(independent variable). Pengertian dari variabel bebas menurut Jonathan
Sarwono yaitu : “ Merupakan variabel yang dapat diukur, dimanipulasi atau
dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang
diobservasi.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (independent variable)
merupakan suatu variabel yang bebas dimana keberadaanya tidak dipengaruhi oeh
variable yang lain, bahkan variabel ini merupakan suatu variabel yang dapat
mempengaruhi variabel lain.
Untuk meneliti perbedaan pola penataan ruang alun-alun Kota Malang dan
Kota Jember penulis menentukan operasional variabel. Operasionalisasi variabel
diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel
yang terkait dalam penelitian, sehingga pengujian dapat dilakukan secara benar,
sesuai dengan judul penelitian.
Operasionalisasi variabel dalam penelitian tentang penataan ruang alun-
alun akan dijelaskan dalam tabel 3.1.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 31
VARIABEL SUMBER DEFINISI INDIKATOR
Penataan Ruang
wujud struktur ruang
dan pola
pemanfaatan ruang,
baik direncanakan
maupun tidak.
(Rumata ,2010)
Pemanfaatan dan
penggunaan ruang
alun-alun yang
berada di Kota
Malang dengan
alun-alun yang
berada di Kota
Jember.
1. Penempatan
ruang
2. Pengelompokan
ruang
3. Besaran
sirkulasi
4. Sirkulasi
pengunjung
5. Kerapian dalam
menata ruang
Alun-alun
menyatakan, Alun-
alun berasal dari
bahasa Jawa kuno
(Kawi) yaitu
“Halun-halun” yang
mana pada zaman
dulu ditulis aloen-
aloen atau aloon-
aloon merupakan
suatu lapangan
terbuka yang luas
dan berumput.
(Handinoto, 1992 )
suatu lapangan
terbuka yang luas
dan berumput
yang dikelilingi
oleh jalan dan
pohon beringin di
tengahnya serta
dapat digunakan
untuk kegiatan
masyarakat yang
beragam yang
biasanya berada
di muka keraton
atau di muka
tempat kediaman
resmi bupati, dsb.
1. Pepohonan yang
rindang
2. Fasilitas yang
menunjang
pengunjung
3. Area bermain
anak-anak
4. Area berteduh
5. Letak air mancur
6. Area berjualan
7. Suasana yang
nyaman
Tabel 3.1
Menurut Rumata (2010), Penataan ruang adalah wujud struktur ruang dan
pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Dalam penelitian ini,
yang dimaksud dengan penataan ruang adalah Pemanfaatan dan penggunaan
ruang alun-alun yang berada di Kota Malang dengan alun-alun yang berada di
Kota Jember.
Secara operasional, variabel penataan ruang alun-alun didefinisikan
sebagai “proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial (berkesinambungan dari
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 32
masa ke masa). Penataan ruang dikelompokan berdasarkan sistem, fungsi
kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.”.
Alun-alun, dalam penelitian ini adalah alun-alun Kota Malang dan alun-
alun Kota Jember, yang berarti lapangan rumput yang luas, yang dikelilingi oleh
pohon beringin di tengahnya.
(Handinoto, 1992 ) menyatakan, Alun-alun berasal dari bahasa Jawa kuno
(Kawi) yaitu “Halun-halun” yang mana pada zaman dulu ditulis aloen-aloen atau
aloon-aloon merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput.
Secara operasional, yang dimaksud dengan alun-alun adalah suatu
lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan pohon
beringin di tengahnya serta dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat yang
beragam yang biasanya berada di muka keraton atau di muka tempat kediaman
resmi bupati, dsb.
3.6 Teknik pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan
beberapa cara, berikut uraianya :
1. Library Research (penelitian kepustakaan)
Yaitu pengumpulan data-data dari literatur, sumber-sumber lain yang
berhubungan dengan masalah, menbaca, dan mempelajari buku-buku untuk
memperoleh data-data yang berkaitan.
2. Field Research (penelitian lapangan)
Yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung ke alun-alun yang dituju
yaitu di alun-alun Kota Malang dan Jember
Adapun cara yang dilakukan dalam peneltian ini adalah :
1. Pengamatan (Observation), yaitu pengamatan atas pola penataan ruang alun-
alun Kota Malang dan alun-alun Kota Jember serta kondisi eksisting di
sekitarnya.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 33
2. Studi dokumentasi, mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen yang
relevan untuk mendukung data penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber.
3.7 Sumber Data
Menurut Suharsmi Arikunto (2006:129) mengemukakan bahwa:
“ Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh”.
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, di
mana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung, artinya data-data tersebut berupa data primer yang telah diolah lebih
lanjut dan data yang disajikan oleh pihak lain.
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
sekunder, di mana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh
secara tidak langsung, artinya data-data tersebut berupa data primer yang telah
diolah lebih lanjut dan data yang disajikan oleh pihak lain.
1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti baik
dari pribadi (responden) maupun dari suatu perusahaan yang mengolah data
untuk keperluan penelitian, seperti dengan cara melakukan wawancara secara
langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder
diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media
lain.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 34
Menurut Sugiyono (2010:193) sumber sekunder adalah:
“Sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya
lewat orang lain atau dokumen”.
Data sekunder dapat diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan
memahami melalui media lain yang bersumber pada literatur dan buku-buku
perpustakaan atau data-data dari perusahaan yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
3.6 Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan tinjauan terhadap bentuk pola penataan ruang alun-alun Kota
Malang.
2. Melakukan tinjauan terhadap bentuk pola penataan ruang alun-alun Kota
Jember.
3. Melakukan tinjauan terhadap perbandingan keadaan dan perkembangan serta
unsur-unsur pola penataan ruang antara alun-alun Kota Malang dan alun-alun
Kota Jember.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif yang menurut I Made Winartha (2006:155) yaitu :
“Metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menganalisis, menggambarkan, dan
meringkas berbagai kondisi, situasi ari berbagai data yang dikumpulkan berupa
hasil wawacara atau pengamatan mengnai masalah yang diteliti yang terjadi di
lapangan.”
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
4.1 Bentuk Pola Penataan Ruang Alun-alun Kota Malang
Gambar 4.1 peta
Sumber : google maps, 2014
7
1
2
4
3
6
5
KETERANGAN :
1. Air mancur
2. Area parkir kendaraan roda
empat
3. Area parkir kendaraan roda
dua
4. Tempat duduk
5. Area berjualan
6. Gapura
7. Pedestrian
8. Rerumputan
8
Gambar 4.2 Air mancur
Sumber : kajian lapangan,
2014
Gambar 4.3 Area parkir kendaraan roda empat
Sumber: Kajian lapangan, 2014
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 36
Gambar 4.5 Tempat duduk
Sumber : Kajian lapangan,
2014
Gambar 4.6 Area berjualan
Sumber : Kajian lapangan,
2014
Gambar 4.7 Gapura
Sumber : Kajian lapangan,
2014
Gambar 4.8 Rerumputan
Sumber : Kajian lapangan, 2014 Gambar 4.9 Pedestrian
Sumber : Kajian lapangan, 2014
Gambar 4.4 Tempat parkir
kendaraan roda dua
Sumber : Kajian lapangan, 2014
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 37
4.1.1 Karakteristik
Dalam kawasan alun-alun Malang dapat ditelaah dua elemen zona
kawasan utama yang memiliki karakteristik khas, yaitu:
1. Elemen ruang terbuka:
Alun-alun Kota Malang sebagai ruang terbuka hijau kota semula hanya
berupa pelataran. Dalam perkembangan-nya, terdapat pola pertamanan, street
furniture, dan penempatan parkir kendaraan di luar alun-alun.
2. Elemen yang berkaitan dengan nilai estetis ruang:
Secara visual kendaraan yang menempati area hijau alun-alun mengurangi
nilai estetis ruang luar. Peranan ruang terbuka alun-alun dengan tekstur lansekap
yang berbaur dengan beragam bentuk elemen material memberi kesan kualitas
dan ramai/berdesak-desakan.
4.1.2 Area Pedestrian
Penyediaan pedestrian sebagai prasarana pejalan kaki harus mem-
perhatikan kualitasnya terhadap faktor material, faktor keamanan, dan
kenyamanan. Hal tersebut sangat penting, mengingat pedestrian meru-pakan
prasarana pejalan kaki yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama bagi
mereka yang memerlukan jarak capai yang lebih dekat ke tempat tujuan.
Peneliti melihat bahwasannya pedestrian pada alun-alun Kota Malang
selalu ditanami rumput, terletak di bagian tepi alun-alun dan dan 15 meter dari
tempat parkir mengelilingi luas alun-alun menuju area tempat duduk bundar di
bawah pohon kiara payung yang kemudian nantinya akan memusat ke suatu titik
pusat yaitu air mancur.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 38
Gambar 4.10 Pedestrian alun-alun Kota Malang
Sumber : Kajian lapangan, 2014
4.1.3 Area Parkir
Pada kondisi eksisting, di kawasan alun-alun Malang perletakan tempat
parkir memakai sistem indoor parking yaitu memanfaatkan sebagian lahan
tanahnya untuk dijadikan area berparkir.
Gambar 4.11 Area parkir menggunakan sistem indoor parking
Sumber : Kajian lapangan, 2014
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 39
Gambar 4.12 peta
Sumber : Google map, 2014
4.2 Bentuk pola penataan ruang alun-alun Kota Jember
KETERANGAN
Rerumputan/Lapangan bebas
Lapangan basket
Pedestrian
Tugu prestasi jember
Gazebo
Deretan pepohonan kelapa
Area berjualan
Gambar 4.13 Rerumputan/Lapangan bebas Gambar 4.14 Lapangan basket
Sumber : Kajian lapangan, 2014 Sumber : Kajian lapangan, 2014
Gambar 4.15 Pedestrian Gambar 4.16 Tugu prestasi jember Sumber : Kajian lapangan, 2014 Sumber : Kajian lapangan, 2014
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 40
Gambar 4.17 Gazebo Gambar 4.18 Deretan pohon kelapa sejajar
Sumber : Kajian lapangan, 2014 Sumber : Kajian lapangan, 2014
Gambar 4.19 Area berjualan
Sumber : Kajian lapangan, 2014
4.2.1 Karakteristik
Dari dahulu alun-alun Jember memang merupakan pusat kegiatan
masyarakat Jember. Alun-alun dikelilingi oleh beberapa bangunan penting seperti
kantor bupati Jember, masjid agung, kantor pos besar, aula kota Jember, bank BNI
dan Bank Mandiri. Alun-alun Jember juga meruapakan arus pertemuan dari Jalan
Raya Jember yang merupakan pusat perniagaan, jalan dari utara yang
menghubungkan Jember dan Bondowoso, dan jalan dari selatan yang
menghubungkan Jember dan Banyuwangi. Letak yang strategis ini menjadikan
alun-alun Jember selalu menjadi keramaian. Lebih-lebih dengan kebijakan
pemerintah Jember yang menjadikan alun-alun menjadi taman bermain.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 41
Gambar 4.22 Area parkir alun-alun Kota
Jember Sumber : Kajian lapangan, 2014
4.2.2 Area pedestrian
Di beberapa negara maju pedestrian menjadi perhatian utama. Pusat-pusat
kota besar dunia, seperti Times Square di New York dan Champ Elysses di Paris
adalah contoh keberhasilan pemerintah kota menyediakan fasilitas bagi pejalan
kaki.
Di alun-alun jember ini kenyamanan berjalan kaki mendapatkan prioritas.
Fasilitas bagi pejalan kaki sudah dilengkapi dengan marka jalan dan rambu-rambu
lalu lintas yang memadai. Pedestrian di alun-alun Kota Jember ini difokuskan
pada tepi luar alun-alun dengan ukuran yang cukup lebar yaitu kurang lebih 12
meter, sedangkan lebar pedestrian yang berada di dalam alun-alun hanya 5 meter.
Gambar 4.20 Gambar 4.21
Gambar Kawasan pedestrian di tepi alun-alun Kota Jember Sumber : Kajian lapangan, 2014
4.2.3 Area Parkir
Pada kondisi eksisting, di
kawasan alun-alun Jember perletakan
tempat parkirberseberang dengan lahan
dari alun-alun itu sendiri, area parkir
cukup luas dan amankarena letaknya
yang khusus membuat alun-alun jember
ini terlihat rapi.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 42
B. PEMBAHASAN
4.3 perbandingan bentuk, keadaan dan perkembangan serta unsur-unsur
pola penataan ruang antara alun-alun Kota Malang dan alun-alun Kota
Jember.
Pada alun-alun Kota Malang, pola ruang membentuk linier dimana ruang-
ruang yang ada mengikuti garis sirkulasi yang melingkar hingga memusat pada
sebuah lingkaran yang berada di tengah alun-alun yaitu air mancur. Sedangkan
pada alun-alun Kota Jember, pola penataan ruangnya banyak menggunakan
banyak macam bentuk persegi yang akhirnya membentuk grid, sehingga peletakan
ruang-ruangya membentuk kotak-kotak yang tersusun searah dengan pola grid.
Kedua alun-alun tersebut memiliki bentuk pola ruang yang berbeda. Walau
demikian, kedua alun-alun ini memiliki kemiripan yaitu adanya pedestrian di
semua tepi alun-alun hanya saja pedestrian yang terdapat pada alun-alun Kota
Jember lebih lebar dibandingkan alun-alun Kota Malang.
Gambar 4.23 Peta Pola tata ruang
alun-alun Kota Malang
Sumber: google maps:, 2014
Gambar 4.24 Peta pola tata ruang
alun-alun Kota Jember
Sumber: Google maps, 2014
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 43
Pada Alun-alun Kota Malang, pola ruang terdiri dari air mancur, area
duduk, area parkir, area berjualan, pedestrian, dan taman. Dari beberapa ruang
tersebut sebagian besar luas tanahnya digunakan untuk taman dan pepohonan.
Sedangkan, pada alun-alun Kota Jember ini, sebagian besar lahannya digunakan
untuk rerumputan atau lapangan bebas sebagai arena bermain masyarakat
pengunjung seperti main bola, bulu tangkis, duduk-duduk atau berkumpul-kumpul
Gambar 4.25 alun-alun Kota Malang
Sumber : Kajian lapangan, 2014
Gambar 4.26 alun-alun Kota Jember
Sumber : Kajian lapangan, 2014
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 44
semua kegiatan bermain serta berkelompokan semuanya dituangkan di lapangan
bebas tersebut.
Jika dilihat dari fungsi dan kegunaannya, perbedaan antara alun-alun Kota
Malang dan Kota Jember terletak pada aktifitas yang sering dilakukan oleh
pengunjung alun-alun. Jika alun-alun Kota Malang, sebagian besar
pengunjungnya sering bersantai dengan berteduh, duduk duduk di bawah pohon
yang rindang sambil menikmati air mancur dan membeli makanan di area
berjualan yang ada. Berbeda dengan keadaan alun-alun Kota Jember, pengunjung
alun-alun Kota Jember sering mengisi kegiatannya ketika berada di alun-alun
dengan olahraga dan berwisata kuliner, perbedaan keadaan dari kedua alun-alun
ini juga disebabkan karena bentuk dan isi pola ruang yang memenuhi kedua alun-
alun tersebut. Tampak pengunjung sedang duduk-duduk dan menikmati makanan
di area berjualan di kawasan alun-alun Kota Malang pada gambar 4. 28 dan
pengunjung sedang berolahraga dan bermain pada gambar 4. 29.
Gambar 4.27 Kondisi alun-alun Kota Malang
Sumber : Kajian lapangan, 2014
Gambar 4.28 Kondisi alun-alun Kota Jember
Sumber : Kajian lapangan, 2014
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 45
KESIMPULAN
1. Bentuk pola ruang alun-alun Kota malang linier, sedangkan alun-alun
Kota Jember pola ruangnya membentuk grid.
2. Tidak ada lahan yang cukup untuk berolahraga di alun-alun Kota Malang,
sedangkan di alun-alun Kota Jember sangat luas lahan untuk bermain dan
berolahraga bersama bahkan mampu untuk smenampung semua
pengunjung.
3. Area parkir yang ada di alun-alun kota Malang menggunakan sistem
sistem indoor parking, yaitu dimana menggunakan sebagian lahannya
untuk parkir. Namun, pada alun-alun kota Jember parking area terdapat
diluar lahan alun-alun.
4. Pedestrian yang terdapat di alun-alun Malang dan Jember terdapat di
bagian luar alun-alun.
5. Terdapat area berjualan didalam alun-alun Malang dan Jember.
6. Pada alun-alun Malang terdapat air terjun dibagian tengah yang menjadi
pusat alun-alun, sedangkan pada alun-alun Jember tidak terdapat air
mancur, karena alun-alun Jember lebih mengutamakan alun-alun sebagai
tempat berolahraga dari pada tempat rekreasi.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 46
DAFTAR PUSTAKA
Adrisijanti, I. (2000), Upaya Menelusuri Akar Budaya. Kudus : Makalah pada
Seminar membangun Kebudayaan dan Peradaban Masyarakat Kudus.
Arikunto, Suharsimi. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Atmakusumah, (2011), Tahta Untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan
Hamengku Buwono IX, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011, hal
122
Azwar, S. (2009), Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Penerbit : Pustaka
Pelajar, Jakarta.
Bialystok, ellen (2003), Bilingualism in development. Cambridge CB2IRP
Cambridge University Press
Danisworo, 2003. Laboratorium Pusat Studi Urban Desain, Departemen
Arsitektur, Institut Teknologi Bandung.
Doli, O (2013), Apa Arti Konsep Penataan ?, From
http://artipengetahuan.blogspot.com/2013/06/apa-arti-konsep-
penataan.html. Diakses tanggal 10 maret 2014.
Fathony, Budi (2012), Penulusuran kawasan pusat kota alun-alun malang. From
http://iplbi.or.id/2012/03/penelusuran-kawasan-pusat-kota-alun-alun-
malang/ Diakses tanggal 17 maret 2014.
Hadi, Sutrisno (1983), Metodologi research. Andi offset
Handinoto, (2010), Alun-alun Sebagai Identitas Kota Jawa, Dulu dan Sekarang,
http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/ALUN-ALUN.pdf/
Diakses tanggal 5 Maret 2014.
(2013). Memaksimalkan Fungsi Alun-Alun Sebagai Ruang Publik
Terbuka, From http://historyandlegacy
kebumen.blogspot.com/2013/04/memaksimalkan-fungsi-alun-alun-
sebagai_25.html/ Diakses tanggal 17 maret 2014.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 47
Hodlan JT Hutapea. (2009), Pergeseran Makna Ruang Publik
http://www.analisadaily.com/news/2013/9163/pergeseran-makna-
ruang-publik/ Diakses tanggal 17 maret 2014.
Irman, J. (2009), Istilah dan definisi Penataan Ruang, from
http://www.penataanruang.com/istilah-dan-definisi1.html/ Diakses
tanggal 17 Maret 2014.
Kountur, Ronny. (2007), Metode Penelitian untuk penulisan Skripsi dan Tesis,
edisi revisi. Jakarta penerbit PPM.
Nazir, M. (1998), Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.
(2005). Metode Penelitian. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Pendit, Putu Laxman. (2003), Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu
pengantar Diskusi Epistimologi dan Metodologi, Jakarta: JIP-FSUI
Rumata, N.A (2010), Tata Ruang, From http://euforia
arisam.blogspot.com/2010/08/tata-ruang.html/ Diakses tanggal 24
maret 2014.
Sugiyono, (2004), Statistika untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta
Sugiyono. (2009), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RSD. Bandung:
Alfabeta.
(2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Penerbit
ALFABETA
Sutrisno Hadi, (1982), Metodelogi Reseach, Percetakan Universita Gajah Mada,
Yogyakarta
Warsito, Herman. (1992). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Wirartha, I Made. (2006), Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi
Offset.
Khairuddin H. (2000), Filsafat Kota Yogyakarta, Yogyakarta: Liberty 1995.
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 48
Kota Pati Berdasarkan Persepsi Dan Preferensi Pengunjun, Semarang: Fakultas
teknik Universitas Diponegoro.
Paulus, J. (1917). Encyclopedie van Nederland Indie, Twee Druk, Martinus
Nijhoff, S‟Gravenhage, NV v/h E.J. Brill , Leiden.
Priyatmoko, H. (2009), Makna dan Pergeseran Makna Alun-alun. From
http://kabutinstitut.blogspot.com/2009/08/makna-dan-pergeseran-
makna-alun-alun.html/ Diakses tanggal 17 maret 2014.
Sulistiyani, I.K (2005), Pola Pemanfaatan Dan Pelayanan Alun-Alun, From
eprints.undip.ac.id/6300/ .Diakses tanggal 5 maret 2014.
Wikipedia Indonesia (2012), Alun-alun, From http://id.wikipedia.org/wiki/Alun-
alun. Diakses tanggal 10 maret 2014.