PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN …repository.utu.ac.id/584/1/I-V.pdfperkerasan kaku dengan...
Transcript of PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN …repository.utu.ac.id/584/1/I-V.pdfperkerasan kaku dengan...
PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU
DAN PERKERASAN LENTUR MENURUT METODE
AASHTO PADA JALAN TEUKU ISKANDAR DAOD AREA
KAMPUS UTU KABUPATEN ACEH BARAT
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Yang Diperlukan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh :
DEDI SURYAMAN
NIM : 09C10203023
Bidang : Transportasi
Jurusan : Teknik Sipil
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT
2016
iii
PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DAN
PERKERASAN LENTUR MENURUT METODE AASHTO PADA JALAN
TEUKU ISKANDAR DAOD AREA KAMPUS UNIVERSITAS TEUKU
UMAR
DEDI SURYAMAN
NIM. 09C10203023
Komisi Pembimbing
1. Irfan, S.T., M.T
2. Meidia Refiyanni, S.T., M.T
ABSTRAK
Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi perhubungan darat yang
mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan berbagai bidang. Adapun
bidang pertumbuhannya antara lain perekonomian, sosial budaya,
pengembangan kepariwisataan, dan pertahanan keamanan dalam menunjang
pembangunan nasional. Faktor penunjang kriteria-kriteria jalan, maka
dibutuhkan perencanaan-perencanaan yang matang guna mendapatkan jalan
yang lebih baik. Penelitian perencanaan perkerasan lentur ini dilakukan pada
Jalan Teuku Iskandar Daod area lingkar kampus UTU (Universitas Teuku
Umar). Dengan panjang jalan 1400 m atau 1,4 km (sta 0+000 – 1+400),serta
pelebaran lajur 3,50 m (sisi kanan) dan 3,50 m (sisi kiri). Berdasarkan uraian
diatas, maka permasalahannya adalah seberapa ketebalan perkerasan kaku
dan perkerasan lentur menurut metode AASHTO sehingga diperoleh lapis
perkersan yang cocok. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
perbandingan tebal lapis perkerasan jalan dengan menggunakan metode
AASHTO pada jalan Teuku Iskandar Daod. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa ketebalan perkerasan kaku dengan metode
AASHTO adalah , lebar pelat 3,5 m, panjang pelat 5,0 m, dan ruji digunakan
dengan diameter 28 mm, panjang 45 cm, jarak 30 cm.Sedangkan perkerasan
lentur dengan metode AASHTO 1986 adalah secara keseluruhan adalah 48
cm yang terdiri dari lapis permukaan (surface course) 8 cm, lapis pondasi
atas (base course) 20 cm, dan lapis pondasi bawah (sub base course) 20 cm.
Perkerasan kaku lebih baik digunakan karena lebih tipis dan lebih sedikit
menggunakan material.
Kata Kunci : perkerasan lentur, Perkerasan Kaku.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jalan merupakan salah satu prasarana perhubungan darat yang mempunyai
peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian ,sosial budaya, pengembangan
wilayah pariwisata, dan pertahanan keamanan untuk menunjang pembangunan
nasional sebagaimana tercantum dalam undang - undang no. 13 tahun 1980 dan
didalam peraturan pemerintah no. 26 tahun 1985.
Transportasi sebagai salah satu sarana penunjang dalam pembangunan suatu
negara khususnya daerah riau yang sedang berkembang dan sangat potensial dengan
kekayaan sumber daya alam, industri, pertanian/perkebunan dan minyak bumi. Dalam
hal ini sarana dan prasarana transportasi adalah salah satu faktor yang utama. Untuk
itu diperlukan pembangunan jaringan jalan yang memadai agar mampu memberikan
pelayanan yang optimal sesuai dengan kapasitas yang diperlukan.
Selain perencanaan geometrik jalan, perkerasan jalan merupakan bagian dari
perencanaan jalan yang harus direncanakan secara efektif dan efisien. Konstruksi
perkerasan lentur adalah perkerasan yang pada umumnya menggunakan bahan
campuran beraspal sebagai lapisan permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan
dibawahnya. Konstruksi lapisan perkerasan ini akan melindungi jalan dari kerusakan
akibat air dan beban lalu lintas.
Perhitungan perkerasan jalan secara umum meliputi tebal dan lebar
perkerasan. Perhitungan tebal lapisan perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan
perkerasan lentur (flexible pavement). Tebal lapisan perkerasan tersebut dapat
dihitung dengan berbagai cara (Sukirrman. S, 1999). Oleh karena banyaknya metode
yang ada, maka peneliti mencoba untuk membuat suatu perhitungan tebal lapisan
2
perkerasan kaku dan perkerasan lentur pada ruas jalan T. Iskandar Daod dengan
menggunakan metode AASHTO-86.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang di fokuskan pada penelitian ini adalah
berapakah tebal perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan lentur (flexible
pavement) dengan Metode AASHTO-86 pada Jalan T. Iskandar Daod?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui tebal perkerasan kaku
(Rigid Pavement) dan perkerasan lentur (flexible pavement) dengan metode
AASTHO-86 pada jalan T. Iskandar Daod.
1.4 Batasan Masalah
Untuk mencapai tujuan dan manfaat penulisan ini, penulis membatasi
permasalahan pada perencanaan tebal dan lebar lapisan perkerasan kaku dan
perkerasan lentur jalan raya yang menggunakan metode AASHTO-86, berdasarkan
data-data yang diperoleh dari bagian proyek jalan T. Iskandar Daod.
1. Lokasi pengambilan sampel tanah pada jalan T. Iskandar Daod Kabupaten
Aceh Barat.
2. Tidak dilakukan pengujian kuat lapis perkerasan.
3. Data lalulintas yang digunakan adalah data pengamatan pada jalan nasional
Meulaboh–Tapak Tuan.
3
1.5 Hasil Penelitian
Hasil Penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah ketebalan
perkerasan kaku dengan metode AASHTO adalah menunjukkan bahwa tebal pelat
15 cm, lebar pelat 3,5 m, panjang pelat 5.0 m, dan ruji digunakan dengan diameter
28 mm, panjang 45 cm, jarak 30 cm. Sedangkan perkerasan lentur dengan metode
AASHTO 1986 adalah secara keseluruhan adalah 48 cm yang terdiri dari lapis
permukaan (surface course) 8 cm, lapis pondasi atas (base course) 20 cm, dan lapis
pondasi bawah (sub base course) 20 cm..
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat di indonesia dewasa ini
banyak di bangun proyek yang berhubungan dengan teknologi tinggi. Pada dasarnya
hal in dapat dicapai apabila pelaksanaan proyek tersebut didasari dengan perencanaan
yang matang dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada perencanaan jalan raya, tebal perkerasan harus ditentukan sedemikian
rupa sehingga jalan tersebut dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin
terhadap lalu lintas sesuai dengan umur rencananya. Tujuan akhir dari perencanaan
ini adalah terwujudnya konstruksi jalan yang mempunyai standar tinggisesuai dengan
fungsi jalan dan peranannya.
Perencanaan konstruksi jalan khususnya konstruksi perkerasan memiliki
beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaanya,
antara lain :
Faktor lalu lintas
Umur rencana jalan
Faktor lingkungan (keadaan fisik dan topografi)
Material yang tersedia dan ekonmis penggunaannya
2.2 Faktor Lalu Lintas
Faktor lalu lintas merupakan landasan dalam perencanaan geometrik
(geometric design) dan perencanaan perkerasan (pavement design) yang meliputi
volume lalu lintas,kecepatan rencana dan komposisi lalu lintas. Penentuan beban lalu-
lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam jumlah sumbu
5
kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur
rencana selama umur rencana.
Lalu lintas harus dianaisis berdasarkah hasil perhitungan volume lalu-lintas
dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang
mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri
atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut :
Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
2.2.1 Volume lalu lintas
Jumlah lalu lintas yang memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu lintas.
Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik
pengamatan selama satu satuan waktu. Untuk perencanaan tebal perkerasan, volume
lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan dua arah tidak terpisah
dan kendaraan/hari/1 arah untuk jalan satu arah atau 2 arah terpisah (sukirman
S.1999).
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan
cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan tidak
bermuatan (teknik jalan raya, 1986).pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut
diperhitungkan kedalam satuan mobil penumpang (SMP). Untuk menilai setiap
kendaraan kedalam satuan mobil penumpang (SMP) bagi jalan-jalan di daerah datar
digunakan faktor ekivalaen.
Untuk daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien kendaraan bermotor
dapat dinaikkan. Sedangkan kendaraan tak bermuatan tidak perlu diperhitungkan.
Volume lalu lintas yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (SMP)
6
menunjjukan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan (teknik
jalan raya 1986).
Menurut direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum bahwa
jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penetapannya didasarkan pada fungsi yaang
dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat-sifat lalu lintas yang diharapkan
menggunakan jalan tersebut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan
Jenis Kendaraan Jumlah LHR SMP
1. Sepeda Motor 4.000 buah kendaraan 4.000
2. Sedan/Mobil Penumpang 2.500 buah kendaraan 2.500
3. Truk Ringan 500 buah kendaraan 1.000
4. Bus 1.000 buah kendaraan 3.000
JUMLAH 10.500 SMP
Sumber : Affand. F, 2003
Tabel 2.2. Klasifikasi Jalan menurut FUNGSI, KELAS
Menurut
FUNGSI KELAS LHR dalam SMP
Jalan Utama Jalan Kelas I 20.000
Jalan Sekunder Jalan Kelas IIA 6000
Jalan Kelas IIB 1500
Jalan Kelas IIC 2000
Jalan Penghubung Jalan Kelas III
Sumber : Affand. F, 2003
7
2.2.2 Lajur rencana dan koefisien distribusi
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya
yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas lajur, maka jumlah lajur dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga dapat
ditentukan dari lebar perkerasan sesuai tabel 2.3.
Tabel 2.3 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C)
Kendaraan Niaga pada lajur rencana
Lebar Perkerasan (Lp) Jumlah Lajur
(ni)
Koefisien Distribusi
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 Lajur 1 1
5,50 m < Lp < 8,25 m 2 Lajur 0,70 0,50
8,25 m < Lp < 11,25 m 3 Lajur 0,50 0,475
11,23 m < Lp < 15,00 m 4 Lajur 0,45
15,00 m < Lp < 18,75 m 5 Lajur 0,425
18,75 m < Lp < 22,00 m 6 Lajur 0,40
Sumber : Affand. F, 2003
2.2.3 Komposisi lalu lintas
Komposisi lalu lintas terdiri dari berbagai usaha lalu lintas yang disebut
kendaraan. Jenis kendaraan yang memakai jalan bervariasi baik ukuran, berat
total,konfigurasi beban sumbu dan sebagainnya.
Menurut Sukirman. S (1999) penggelompokan jenis kendaraan untuk
perencanaan tebal perkerasan dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Mobil penumpang, termasuk didalamnya semua kendaraan dengan berat total
2 ton
8
2. Bus
3. Truk 2 as
4. Truk 3 as
5. Truk 5 as
6. Semi trailer
Kendaraan dengan ukuran berat yang berbeda yang mempunyai sifat-sifat
yang berbeda pula. Hal ini disebabkan karena kendaraan yang ukuran dan beratnya
lebih besar, serta kecepatannya lebih rendah akan memberikan beban lalu lintas yang
lebih besar pula terhadap suatu jalan.(Teknik Jalan Raya, 1986).
Lalu lintas merupakan beban bagi perencanaan tebal perkerasan jalan, karena
semakin berat suatu kendaraan semakin besar pula kerusakan yang terjadi terhadap
konstruksi perkerasan jalan.
2.2.4 Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang
dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate Of
Return¸kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
2.2.5 Pertumbuhan lalu-lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai
tahap di mana kapasitas jalan dicapai dengan faktor pertumbuhan lalu-lintas yang
dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
……………………………………………………………………………………… (2.1)
9
Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas pertahun dalam %
UR : Umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R)
Umur Rencana Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
Tahun 0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6
Sumber : Affand. F, 2003
Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu-lintas tidak
terjadi lagi, maka R dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
I : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %
URm : Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.
……………………………………………………….. (2.2)
10
2.2.6 Lalu-lintas rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada
lajur rencana selama umur rencana, melalui proporsi sumbu serta distribusi beban
pada setiap jenis sumbu kendaraan.
Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval
10kN (1 ton) bila diambil dari survai badan. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama
umur rencana dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dengan pengertian :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka.
R : faktor pertumbuhan komulatif dari rumus (2.2) atau tabel (2.4) atau
Rumus (2.3), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas
tahunan dari umur rencana.
C : Koefisien distribusi kendaraan.
2.2.7 Faktor keamanan beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor
keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya
berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti terlihat pada Tabel 2.5.
JSKN = JSKNH x 365 x R x C ………………………………………………(2.3)
11
Tabel 2.5 Faktor Keamanan Beban (FRD)
No Penggunaan Nilai
FRD
1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway)dan jalan berlajur banyak. 1,2
yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang
tinggi.
Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion)
dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban
dapat dikurangi menjadi 1,15.
2 Jalan bebas hambatan (freeway)dan jalan arteri dengan volume kendaraan 1,1
niaga menengah
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0
Sumber : Affand. F, 2003
2.3 Kriteria Konstruksi Perkerasan Kaku
Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku,
terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah
(bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam konstruksi perkerasan kaku, plat
beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya
lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi,
akan mendistribusikan beban ke bidang tanah dasra yang cukup luas sehingga bagian
terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini
berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal
lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan.
12
Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang
menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal
perkerasan beton semen adalah kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam kekuatan
dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas
struktural perkerasannya.
Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa
pertimbangan, yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali
terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah
dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working platform) untuk pekerjaan
konstruksi.
Secara lebih spesifik, fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen.
Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (modulus of sub-grade reaction
= k), menjadi modulus reaksi gabungan (modulus of composite reaction).
Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton.
Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi.
Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butir-butiran halus tanah
bersama air pada daerah sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan,
akibat lendutan atau gerakan vertikal plat beton karena beban lalu lintas, setelah
adanya air bebas terakumulasi di bawah pelat.
2.4 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Pada saat ini dikenal ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu :
Perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan ( Jointed plain
concrete pavement ).
Perkerasan beton semen bertulang dengan sambungan ( Jointed reinforced
concrete pavement ).
13
Perkerasan beton semen tanpa tulangan ( Continuosly reinforced concrete
pavement ).
Perkerasan beton semen prategang ( Prestressed concrete pavement ).
Perkerasan beton semen bertulang fiber ( Fiber reinforced concrete pavement
).
Perkerasan kaku mempunyai sifat yang berbeda dengan perkerasan lentur.
Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.
Hal ini terkait dengan sifat pelat beton yang cukup kaku, sehingga dapat
menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah
pada lapisan – lapisan di bawahnya.
Gambar 2.1. Penyebaran Beban dari Lapisan Perkerasan ke Subgrade
Sumber : Ali. A, 2004
2.4.1 Komponen konstruksi perkerasan kaku
Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah
berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah (subbase
berupa cement treated subbase maupun granular subbbase) berfungsi sebagai
konstruksi pendukung atau pelengkap.
14
Adapun Komponen Konstruksi Perkerasan Beton Semen ( Rigid Pavement )
adalah sebagai berikut :
1. Tanah Dasar ( Subgrade )
Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan
untuk menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah dasar ini
berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas yang telah disalurkan / disebarkan oleh
konstruksi perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyiapan tanah dasar
(subgrade) adalah lebar, kerataan, kemiringan melintang keseragaman daya dukung
dan keseragaman kepadatan. Daya dukung atau kapasitas tanah dasar pada
konstruksi perkerasan kaku yang umum digunakan adalah CBR dan modulus reaksi
tanah dasar (k).
2. Lapis Pondasi ( Subbase )
Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen mutu
tinggi. Sebagai bahan subbase dapat digunakan unbound granular (sirtu) atau bound
granural (CTSB, cement treated subbase). Pada umumnya fungsi lapisan ini tidak
terlalu struktural, maksudnya keberadaan dari lapisan ini tidak untuk
menyumbangkan nilai struktur perkerasan beton semen. Fungsi utama dari lapisan ini
adalah sebagai lantai kerja yang rata dan uniform. Apabila subbase tidak rata, maka
pelat beton juga tidak rata. Ketidakrataan ini dapat berpotensi sebagai crack inducer.
3. Tulangan
Pada perkerasan beton semen terdpat dua jenis tulangan, yaitu tulangan pada
pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan tulangan sambungan untuk
menyambung kembali bagian – bagian pelat beton yang telah terputus (diputus).
Kedua tulangan tersebut memiliki bentuk, lokasi serta fungsi yang berbeda satu sama
lain. Adapun tulangan tersebut antara lain :
a. Tulangan Pelat
Tulangan pelat pada perkerasan beton semen mempunyai bentuk, lokasi dan
fungsi yang berbeda dengan tulangan pelat pada konstruksi beton yang lain seperti
15
gedung, balok dan sebagainya. Adapun karakteristik dari tulangan pelat pada
perkerasan beton semen adalah sebagai berikut :
Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan. Pada
pelaksanaan di lapangan tulangan yang berbentuk lembaran lebih baik daripada
tulangan yang berbentuk gulungan. Kedua bentuk tulangan ini dibuat oleh pabrik.
Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah atas.
Fungsi dari tulangan beton ini yaitu untuk “memegang beton” agar tidak retak
(retak beton tidak terbuka), bukan untuk menahan momen ataupun gaya lintang. Oleh
karena itu tulangan pelat beton tidak mengurangi tebal perkerasan beton semen.
b. Tulangan Sambungan
Tulangan sambungan ada dua macam yaitu tulangan sambungan arah
melintang dan arah memanjang. Sambungan melintang merupakan sambungan untuk
mengakomodir kembang susut ke arah memanjang pelat. Sedangkan tulangan
sambungan memanjang merupakan sambungan untuk mengakomodir gerakan lenting
pelat beton.
4. Sambungan atau Joint
Fungsi dari sambungan atau joint adalah mengendalikan atau mengarahkan
retak pelat beton akibat shrinkage (susut) maupun wrapping (lenting) agar teratur
baik bentuk maupun lokasinya sesuai yang kita kehendaki (sesuai desain). Dengan
terkontrolnya retak tersebut, mka retak akan tepat terjadi pada lokasi yang teratur
dimana pada lokasi tersebut telah kita beri tulangan sambungan.
Pada sambungan melintang terdapat 2 jenis sambungan yaitu sambungan
susut dan sambungan lenting. Sambungan susut diadakan dengan cara memasang
bekisting melintang dan dowel antara pelat pengecoran sebelumnya dan pengecoran
berikutnya. Sedangkan sambungan lenting diadakan dengan cara memasang bekisting
memanjang dan tie bar. Pada setiap celah sambungan harus diisi dengan joint sealent
dari bahan khusus yang bersifat thermoplastic antara lain rubber aspalt, coal tars
ataupun rubber tars. Sebelum joint sealent dicor/dituang, maka celah harus
dibersihkan terlebih dahulu dari segala kotoran.
16
5. Bound Breaker di atas Subbase
Bound breaker adalah plastik tipis yang diletakan di atas subbase agar tidak
terjadi bounding antara subbase dengan pelat beton di atasnya. Selain itu, permukaan
subbase juga tidak boleh di - groove atau di - brush.
6. Alur Permukaan atau Grooving/Brushing
Agar permukaan tidak licin maka pada permukaan beton dibuat alur-alur
(tekstur) melalui pengaluran/penyikatan (grooving/brushing) sebelum beton
disemprot curing compound, sebelum beton ditutupi wet burlap dan sebelum beton
mengeras. Arah alur bisa memanjang ataupun melintang.
2.5 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku
2.5.1 Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan,pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang
dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of
Return, kombinasi dari metode tersebut ataucara lain yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 sampai dengan 40 tahun.
2.5.2 Lalu lintas rencana
Lalu lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas
dan konfigurasi sumbu yang diperoleh berdasarkan data terakhir ( 2 tahun terakhir).
Adapun karakterstik kendaraan yang ditinjau yaitu :
Jenis kendaraan
Untuk keperluan perencanaan perkerasan kaku hanya kendaraan niaga yang
mempunyai berat total minimum 5 ton yang ditinjau.
17
Konfigurasi sumbu
- Sumbu tunggal dengan roda tunggal (STRT)
- Sumbu tunggal dengan roda ganda (STRG)
- Sumbu tandem/ganda dengan roda ganda (SGRG)
Adapun langkah – langkah perhitungan data lalu lintas sebagai input data
untuk perencanaan tebal perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
a. Menghitung volume lalu lintas (LHR) yang diperkirakan akan menggunakan
jalan tersebut pada akhir umur rencana.
b. Menghitung jumlah kendaraan niaga (JKN) selama umur rencana (n) : JSKN
= 365 x JSKNH x R
Dimana :
JKNH = Jumlah sumbu kendaraan niaga harian pada saat jalan dibuka
R = faktor pertumbuhan lalu lintas yang terganting pada i dan n
(untuk i≠0) ……….. (2.4)
Apabila setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi, maka
(untuk i≠0) ………… (2.5)
Apabila setelah n tahun pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya
(i’/tahun), maka:
(untuk i≠0) ………… (2.6)
Sumber : DPU, Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 1985.
c. Menghitung prosentase masing – masing kombinasi konfigurasi beban sumbu
terhadap jumlah sumbu kendaraan niaga harian (JSKNH).
d. Menghitung jumlah repetisi kumulatif tiap – tiap kombinasi konfigurasi beban
sumbu pada lajur rencana dengan cara mengalikan JSKN dengan persentase
tiap – tiap kombinasi terhadap JSKNH dan koefisien distribusi lajur rencana
seperti terlihat pada tabel berikut :
18
Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Lajur Rencana
Jumlah Lajur Kendaraan Niaga
1 Arah 2 Arah
1 Lajur 1 1
2 Lajur 0,7 0,500
3 Lajur 0,5 0,475
4 Lajur 0,450
5 Lajur 0,425
6 Lajur 0,400
Sumber : Affand. F, 2003
Sebagai besaran rencana beban sumbu untuk setiap konfigurasi harus
dikalikan dengan faktor keamanan (FK) seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.7 Faktor Keamanan
Peranan Jalan Faktor Keamanan
Jalan Tol 1,2
Jalan Arteri 1,1
Jalan Kolektor/Lokal 1,0
Sumber : Affand. F, 2003
2.5.3 Kekuatan tanah dasar
Daya dukung tanah ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan
SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing-
masing untuk perencanaan tebal perkerasaan lama dan perkerasan baru. Apabila tanah
19
dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2%, maka harus dipasang pondasi bawah
yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap
mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%.
Kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k). Nilai
k dapat diperoleh dari hasil korelasi dengan CBR. Nilai CBR rendaman yang
digunakan untuk perencanaan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang
diambil dari NAASRA (National Association of Australian State Road Authority)
sebagai berikut :
a. Log Cs = 1,7 – 0,005 P0,425 + 0,002 P0,075
– L (0,02 + 0,0004 P0,425)............................................... (2.7)
b. Log Cs = 1,9 – 0,004 P2,36 – 0,005 P0,425
I………………. (2.8)
20
Dimana :
Cs = CBR rendaman
P2,36 = Persentase tanah lolos ayakan dengan lubang 2,36 mm
P0,425 = Persentase tanah lolos ayakan dengan lubang 0,425 mm
P0,075 = Persentase tanah lolos ayakan dengan lubang 0,075 mm
L = Batas menyusut ( shrinkage limit ) tanah ( % )
I = Indeks plastisitas tanah ( % )
Dari kedua persamaan tersebut dapat diperoleh CBR tanah dasar yang akan
digunakan untuk perencanaan dengan persamaan sebagai berikut :
……………………………………… (2.9)
Dimana :
C ss = Nilai CBR rendaman yang digunakan untuk perencanaan
C smin = Nilai minimum yang diperoleh dari persamaan (1) dan (2)
Csmaks = Nilai maksimum yang diperoleh dari persamaan (1) dan (2)
Sumber : Djatmiko Soedarmo, Jedy Purnomo, Mekanika Tanah 1, 1997
2.5.4 Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan
tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3-5 Mpa (30-50 kg/cm2)
Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti
serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5-5,5 Mpa (50-
55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik
yang dibulatkan hingga 0,25 Mpa (2,5 kg/cm2) terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat
didekati dengan rumus berikut :
.....................................................(2.10)
21
dalam kg/cm2 ……………………..…............... (2.11)
Dengan pengertian :
fc : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah.
Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang
dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :
dalam Mpa atau ………………………………………... (2.12)
dalam kg/cm2 ………………………………………… (2.13)
Dengan pengertian :
fcs : kuat tarik belah beton 28 hari.
2.6 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur
Jalan harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan,
untuk itu konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang
dapat dikelompokkan menjadi dua (Sukirman. S, 1999) yaitu :
1) Dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas, harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
yang bekerja diatasnya
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dengan
permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mudah mengkilap, tidak silau jika terkena sinar
matahari.
22
2) Dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, harus memenuhi
syarat-syarat :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu
lintas ketanah dasar
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah merembes ke lapisan
dibawahnya
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat dengan cepat dialirkan
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.
2.7 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Konstruksi perkersan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan
ditanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan kelapisan dibawahnya (Pedoman
Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987).
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.1 bahwa beban kendaraan
dilimpahkan perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata
Po. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ketanah menjadi
Pi yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
2.8 Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan Metode AASHTO 1986
Metode AASHTO 1986 merupakan perubahan dari metode AASHTO 1972.
Kedua metode ini memiliki perbedaan-perbedaan parameter diantaranya DDT yang
pada AASHTO 1972 merupakan konversi dari CBR, sedangkan pada AASHTO 1986
dinyatakan dalam Modulus Resilien yang merupakan korelasi dari nilai CBR. Faktor
23
regional tidak dipergunakan lagi pada metode AASHTO 1986 tetapi diganti dengan
nilai simpangan reabilitas, simpangan baku keseluruhan dan koefisien drainase.
Dalam perencanaan ini parameter-parameter yang digunakan antara lain sebagai
berikut:
2.8.1 Persamaan dasar
Untuk memenuhi persyaratan tersebut AASHTO memberikan persamaan
dasar berikut ini:
Log W18 = Zr(So)+ 9.36log(SN+1)- 0,2 + +2,3log
Mr – 8,07
SN =(a1D1+ a2D2m2 +a3D3M3)
ΔPSI = IPo – IPt
Dengan : W18 = Lintas ekivalen selama umur rencana (18 Kips ESAL)
SN = Structure Number/ Indeks tebal perkerasan (ITP)
ΔPSI = Present Serviceability Indeks/ Nilai Indeks Permukaan
Zr = Simpangan Baku Normal
So = Simpangan Baku Keseluruhan
Mr = Resilient Modulus (psi)
a = Koefisien Kekuatan Relatif bahan
D = Tebal masing-masing lapisan lapis keras
Mm = Koefisien drainase masing-masing lapisan lapis keras
IPo = Indeks permukaan pada awal umur rencana
IPt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana
PSI / (4,2 – 1,5)
0,4 + 1094 / (SN +1)5,19
...... (2.14)
24
2.8.2 Kriteria perencanaan
1. Batasan Waktu
Batasan waktu adalah masa pelayanan diperlukan perbaikan atau
penambahan. Batasan waktu mengizinkan perencana untuk memilih strategi
konstruksi untuk pembangunan sekali jadi, pembangunan bertahap dan perencanaan
peningkatan.
2. Beban Lalu Lintas dan Tingkat Pertumbuhannya
Parameter ini digunakan agar lintas ekivalen kumulatif selama umur kinerja
jalan dapat terpenuhi. Prosedur perencanaan didasarkan pada jumlah kumulatif 18
KIP Eqivalent Single Axle Load (ESAL) yang diharapkan selama periode analisa
(W18). AASHTO memberikan persamaan sebagai berikut:
..........( 2.15 )
Dengan :
AE18KAL = Lintas ekivalen pada lajur rencana
Ai =Jumlah kenderaan untuk jenis kenderaan, dinyatakan dalam
kenderaan/ hari/ 2 arah pada tahun volume lalu lintas.
E1 = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis kenderaan
C1 = Koefisien distribusi kenderaan pada jalur rencana
a = Faktor pertumbuhan lalulintas tahunan dari perhitungan volume
lalulintas dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka
n’ = Jumlah tahun dari saat diadakan perhitungan volume lalu lintas dari
jalan tersebut dibuka
i = Faktor pertumbuhan lalu-lintas dari jalan tersebut dibuka sampai pada
umur pengamatan
n = Jumlah tahun pengamatan
AE18KAL = 365 x Ai x E1C1 x (1+a)ʼn x [{(1+a)
ʼn -1}/ i]
25
W18 = DD .DL .W18
Wt18 = W18’ │{(1 + g)t – 1} / g │
Dengan :
W18’ = Kumulatif 18 Kips ESAL
DD = Faktor distribusi arah
DL = Faktor distribusi lajur
W18 = Lintas ekivalen 18 Kips ESAL
g = Angka pertumbuhan lalulintas
Wt18 = Kumulatif pengulangan 18 Kips ESAL
Jumlah beban sumbu ekivalen 18 Kips ESAL menunjukkan jumlah beban
untuk semua lajur dan kedua arah. Untuk perencannaan, jumlah beban ini harus
didistribusikan menurut arah dan lajur rencana. Faktor distribusi arah biasanya 505
atau tetapkan dengan cara lain, sedangkan faktor distribusi lajur dapat dilihat pada
Tabel 2.8 sebagai berikut.
Tabel 2.8. Faktor distribusi lajur (DL)
Sumber :Affand. F, 2003
3. Realibilitas dan Simpangan Baku Keseluruhan
Parameter ini adalah jaminan bahwa lalu lintas yang akan memakai jalan
tersebut dapat terpenuhi. Tingkat reabilitas (Level of Reability) atau R menurut
AASHTO-86 adalah sebagai berikut :
Jumlah lajur kedua
arahPersen Wt18 (18 Kips ESAL) pada lajur rencana
1
2
3
100
80 - 100
60 - 80
50 - 75≥ 4
26
Tabel 2.9 Tingkat Reliabilitas (R)
Fungsi Jalan Tingkat Keandalan (R) %
Urban Rural
Jalan Tol
Arteri
Kolektor
Lokal
85 – 99.9
80 – 88
80 – 95
50 - 80
80 – 99.9
75 – 95
75 – 95
50 – 80
4. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi masa pelayanan jalan seperti
perubahan kadar air, tingkat pengembangan juga dipengaruhi oleh perubahan musim,
perbedaan temperatur san kelelahan bahan.
Besarnya indeks permukaan ditentukan dengan persamaan:
IPswell = 0.00335 x Vr x Ps x (1-eΦt
) ………………………………………… (2.16)
IPswell = Perubahan indeks permukaan akibat pengembangan tanah dasar.
Vr = Besarnya potensi merembes keatas, (Inchi).
PS = Probabilitas pengembangan (%).
Φ = Tingkat pengembangan tetap.
t = jumlah tahun yang ditinjau, dihitung dari saat jalan itu dibuka.
5. Kriteria Kinerja Jalan
Kriteria Kinerja jalan dinyatan dalam Po awal umur rencana dan Pt akhir
umur rencana. Tingkat pelayanan suatu perkerasan didefinisikan sebagai kemampuan
untuk melayani kendaraan yang melewati jalan tersebut. Present Servicibility Index
(PSI) yang bervariasi dari angka yang berarti jalan putus , sampai angka 5 yang
Sumber : Affand. F, 2003
27
berarti jalan sempurna. Pemilihan PSI izin terendah/ tingkat pelayanan akhir (Pt)
didasarkan pada indeks terendah yang dapat diterima sebelum perbaikan, pelapisan
ulang dan rekontruksi diperlukan. Menurut penelitian uji jalan AASTHO, nilai 2,5
lebih disarankan untuk kebanyakkan perencana jalan. Tingkat pelayanan awal
menjadi faktor yang harus dipertimbangkan, karena waktu dari suatu perkerasan
untuk mencapai suatu nilai tingkat pelayanan akhir tergantung dari volume kendaraan
dan tingkat pelayanan awalnya (Po). Jika nilai Po dan Pt sudah ditetapkan, maka
persamaan PSI = Po-Pt, dapat digunakan untuk menentukan perubahan total tingkat
pelayanan.
6. Resilient Modulus (Mr) Tanah Dasar/ Sifat Bahan Lapisan Perkerasan
Sifat bahan yang dimaksud adalah modulus elastisitas atau resilien yang
merupakan sifat teknis utama untuk bahan perkerasan. Modulus resilien berpegangan
pada sifat tegangan bahan dibawah kondisi pembebanan normal (MR). Notasi lain
untuk menyatakan modulus lapis pondasi bawah (Esb), untuk pondasi atas (Ebs) dan
untuk aspal beton (Eac). Perhitungan Modulus Resilien tergantung kepada jenisnya.
Untuk pengukuran elastisitas tanah dasar dinyatakan dengan Modulus Resilien (Mr)
yang dapat diperoleh dari korelasi dengan nilai CBR dengan persamaan berikut ini:
Mr = 1500 x CBR (Psi)
Besarnya kerusakan relatif setiap kondisi tanah dasar dihitung dengan persamaan:
U = 1.18 x 108 x Mr
-2.32
Dengan : U = Kerusakan relatif, dan
Mr = Modulus Resilien (Resilient Modulus), dinyatakan dengan PSI
7. Penentuan Strucktural Number (SN)
Strucktural Number (SN) disebut juga sebagai Indeks tebal perkerasan (ITP)
yang merupakan suatu besaran untuk menentukan tebal lapis keras lentur.
28
SN dipengaruhi kekuatan bahan penyusun (a), untuk bahan perkerasan dengan
aspal, nilainya ditetapkan dengan Marshall Stability,bahan perkerasan dengan semen
atau kapur dengan pengujian alat uji kuat tekan (Triaxial Test) dan lapis pondasi
dengan nilai CBR (California Bearing Ratio).
Tabel 2.10 Koefisien kekuatan relatif bahan AASHTO
Koefisien kekuatan relatif bahan pondasi atas (a2),ditentukan dengan
persamaan:
a2 = 0.249 x LogEBS – 0.977
EBS = Modulus Resilien lapis pondasi atas.
Koefisien kekuatan relatif bahan pondasi bawah (a3),ditentukan dengan
persamaan:
a3 = 0.277 x LogESB – 0.839
ESB = Modulus Resilien lapis pondasi bawah.
Penentuan SN untuk tahap awal dalam perencanaan tebal lapis perkerasan
lentur jalan adalah menggunakan nomogram AASHTO 1986.
Layer Coeficient
0.20
0.44
0.40
0.07
0.14
Cement Treated (No. Soil 0.23
0.20
0.15
0.34
0.30
0.16-0.30
0.05-0.10
Pavement Component
Surface
Course
Sub Base
Course
Base Course
Road Mix (Low Stability)
Plant Mix (Hight Stability)
Sand Asphalt
Sand Gravels
Crushed Stone
Sand or Sandy Clay
650 Psi or more (4.48 Mpa)
400 to 650 Psi (2.76-4.48 Mpa)
400 Psi or less (0.76 Mpa)Strenght @ 7 day
Sand Gravel
Bituminous treated
Cement), Conpresive
Lime treated
Course graded
Sand Asphalt
Sumber : Affand. F, 2003
29
Untuk lapis aspal beton ini dapat digunakan untuk menghitung koefisien
lapisan permukaan aspal beton bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas (Eas)
pada temperatur 68 F.
8. Faktor Drainase
Sistem drainase jalan sangat berpengaruh terhadap kinerja jalan tersebut.
Tingkat kecepatan pengeringan air yang jatuh pada konstruksi jalan raya bersama-
sama dengan beban lalu lintas dan kondisi permukaan jalan sangat mempengaruhi
umur pelayanan jalan.
Penanganan drainase untuk perkerasan lentur adalah dengan menggunakan
koefisien lapisan yang disebut nilai (m) yang kemudian dimasukkan kedalam
persamaan angka struktur (Structure Number).
Tabel 2.11 Kualitas drainase jalan AASHTO 1986
Kualitas Drainase Waktu yang diperlukan untuk
mengeringkan air
Baik sekali 2 Jam
Baik 1 Hari
Cukup 1 Minggu
Buruk 1 Bulan
Buruk sekali Air tidak mungkin kering
Dengan berdasarkan kualitas drainase dapat ditentukan koefisien drainase dari
lapis keras lentur.
AASHTO memberikan daftar koefisien drainase seperti Tabel 2.12 dibawah ini.
Sumber : Affand. F, 2003
30
Tabel 2.12 Koefisien drainase (m)
Kualitas drainase Persen waktu dalam keadaan lembab jenuh
( <1 ) ( 1-5 ) ( 5-25 ) ( >25 )
Baik sekali 1.40 - 1.35 1.35 - 1.30 1.30 - 1.20 1.20
Baik sekali 1.35 - 1.25 1.25 - 1.15 1.20 - 100 1.00
Cukup 1.25 - 1.15 1.15 - 1.05 1.00 - 0.80 0.80
Buruk 1.15 - 1.05 1.05 - 0.80 0.80 - 0.75 0.60
Buruk sekali 1.05 - 0.95 0.80 - 0.75 0.75 - 0.40 0.40
9. Batas Minimum Tebal Lapis Keras
AASHTO memberikan batas-batas minimum tebal lapis keras lentur seperti
Tabel 2.13 dibawah ini.
Tabel 2.13 Batas-batas minimum tebal lapis perkerasan lentur
Sumber : Affand. F, 2003
6"
6"
6"
Traffic (ESAL)
Kenderaan/ Tahun
500.000 - 2.000.000
2.000.000 - 7.000.000
> 7.000.000
1.0" (Or Surface treatment)
2.0"
2.5"
3.0"
3.5"
4.0"
1 2 3
< 0.000
50.000 - 150.000
150.000 - 500.000
4"
4"
4"
(Inchi) (Inchi)
Asphalt Concrete Agregate Base
Sumber : Affand. F, 2003
31
10. Pemilihan Jenis lapisan Lapis Keras
Pada pemilihan jenis lapisan lapis keras ini digunakan besarnya asumsi
koefisien relatif dan modulus resilient dari setiap lapisan yang akan digunakan seperti
yang terlihat pada Gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Struktur lapis perkerasan lentur metode ASHTO 1986
Penentuan lapisan tebal keras lentur menggunakan persamaan sebagai berikut:
D1 ≥ SN1 / a1
SN1* + a1.D1* SN1
D2 ≥ (SN2 – SN1*) / (a2.m2)
SN1*+ SN2*≥SN2
D3*≥(SN3* - (SN1* + SN2*)) / (a3.m3)
Dengan :
a = Koefisien kekuatan relatif bahan masing-masing lapisan
D = Tebal masing-masing lapisan
M = Koefisien drainase masing-masing lapisan, dan
SN1 SN2 SN3
D1
D2
D3
Lapis Permukaan (Surface Course), a1
Lapis Pondasi atas (Base Course), a2, m2
Lapis Pondasi bawah (Sub base Course), a3, m3
Lapis tanah dasar (Subgrade)
Sumber : Affand. F, 2003
32
D* dan SN*= Nilai yang sebenarnya digunakan dapat sama lebih besar dari nilai
yang diperlukan.
2.9 Peneliti Terdahulu
Berdasarkan judul laporan tugas akhir yang diambil, maka didapatkan jurnal–
jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ir. Sri Wiwoho
Mudjanarko, MT (2009) dengan judul “Analisa Perencanaan Perkerasan Kaku
untuk Jalan Akses Jembatan Suramadu” Penelitian ini melakukan studi untuk
menganalisa perbandingan beberapa metode perencanaan perkerasan kaku untuk
jalan akses Jembatan Suramadu dengan menggunakan metode AASTHO. Dari
hasil studi literatur yang dibahas mengenai perbandingan beberapa metode
perencanaan perkerasan kaku untuk jalan raya dapat disimpulkan bahwa terjadi
perbedaan dalam mendapatkan hasil akhir perhitungan ketebalan pelat beton dari
masing-masing metode. Hal ini disebabkan adanya pengambilan besaran yang
tidak sama, misalnya dalam metode AASTHO adanya faktor serviceability
index.
Metode termudah dalam mendapatkan ketebalan pelat adalah dengan
metode AASTHO, karena dengan hanya mengetahui jumlah kumulatif dari
standar axle dapat diketahui ketebalan pelat yang dibutuhkan dimana nilai CBR
tanah dasar dari 2% sampai dengan 15% dapat menggunakan grafik nomograf
yang sama. Sedangkan kedua metode lainnya cukup menyita waktu karena nilai
ketebalan pelat didapatkan dengan cara coba-coba. Dengan mudahnya
metode AASTHO tidak berarti kita harus memilih metode ini, karena dari
perhitungan untuk mendapatkan ketebalan pelat banyak faktor yang tidak
ditinjau sehingga mungkin terjadi pemborosan material.
33
2. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Leo Sentosa dan Asri
Awal Roza (2012) dengan judul “Analisis Dampak Beban
Overloading Kendaraan pada Struktur Rigid Pavement Terhadap Umur Rencana
Perkerasan (Studi Kasus Ruas Jalan Simp Lago – Sorek Km 77 S/D 78)”.
Dilatarbelakangi oleh kerusakan yang terjadi pada jalan yang ada di Riau dimana
45% kerusakan tersebut disebabkan oleh beban berlebih dari kendaraan. Oleh
karna itu, pemerintah meninggikan badan jalan 1-3 m dan jenis konstruksinya
menggunakan struktur rigid pavement.Berat kendaraan dibagi berdasarkan
distribusi beban sumbu kendaraan yang sesuai dengan jenis/golongan kendaraan.
Angka ekivalen didapatkan dengan menyubstitusikan beban sumbu kendaraan
pada Analisis kumulatif ESAL yaitu analisis lalu lintas dengan menyubstitusikan
nilai LHR, angka ekuivalen dan koefisien yang dibutuhkan. Dari perhitungan ini
akan didapatkan nilai kumulatif ESAL pada tahun pertama jalan dibuka sampai
dengan akhir umur rencana. Analisis umur sisa pelayanan perkerasan akan
didapatkan yaitu membandingkan nilai ESAL pada tahun survey dengan nilai
ESAL pada akhir umur rencana. Dari analisis ini akan didapat besar persentase
umur sisa dari perkerasan.
Berdasarkan hasil analisis dampak beban overloading kendaraan pada
struktur rigid pavement terhadap umur rencana perkerasan (studi kasus ruas jalan
Simp Lago– Sorek KM 77 S/D 78), maka di dapat penurunan umur rencana
berakhir pada tahun ke 12, atau terjadi penurunan umur layan sebesar 8 tahun.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah langkah-langkah dan rencana dari proses
berfikir dan memecahkan masalah yang dimulai dari penelitian pendahuluan,
penemuan masalah, pengamatan, pengumpulan data baik dari referensi tertulis
maupun observasi langsung di lapangan. Melakukan pengolahan dan interprestasi
data sampai penarikan kesimpulan atas permasalahan yang diteliti.
Pada tahapan metode penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-data
yang ada di studi kasus, selanjutnya dilakukan persiapan untuk mendapatkan tahapan
informasi dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapat
dari pengamatan langsung di lapangan seperti DCP/Data CBR, data lalulintas, dan
data sekunder terdiri dari Gambar potongan melintang, literatur dari internet dan
kepustakaan. Setelah data-data terkumpul maka dilakukan pengolahan data, setiap
data yang telah dihitung kembali maka dilanjutkan dengan menganalisa studi kasus
yang ada. Setelah analisa selesai, maka dilakukan perhitungan hasil yang
menggunakan beberapa alternatif, sehingga nilai produktivitas biaya dan waktu yang
didapat lebih efektif dan efisien.
3.1 Subyek dan Objek Penelitian
Objek penelitian akan dilakukan pada jalan T. Iskandar Daod Area Kampus
Universitas Teuku Umar. Subjek penelitian ini adalah untuk mengetahui perencanaan
tebal perkerasan kaku yang efisien dan ekonomis, serta mendapat hasil perencanaan
yang optimal.
35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yaitu pada jalan T. Iskandar Daod Area Kampus Universitas
Teuku Umar, Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Untuk meningkatkan
aksebilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat sebagai akses dari berkembangnya kampus yang memiliki
mahasisa tidak sedikit, dengan menyediakan jaringan jalan yang andal, terpadu dan
berkelanjutan, dimana salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya
kuantitas dan kualitas pengguna jalan melalui preservasi dan peningkatan kapasitas
pengguna jalan kampus. Waktu penelitian dan penyusunan proposal ini yaitu dimulai
dari bulan Agustus 2015 dengan mengumpulkan data-data yang mendukung
penelitian. Untuk mengetahui peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
lampiran B Halaman 27
3.3 Proses Penelitian
Agar dapat mencapai maksud dan tujuan dari pada penulisan proposal tugas
akhir ini mencakup kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan serta keluaran yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Kegiatan persiapan yaitu, menyediakan format yang dipakai untuk
pengambilan data dilapangan yaitu nilai-nilai CBR rencana dan perhitungan
LHR (Lampiran ).
2. Mencatat kondisi fisik ruas jalan (existing) panjang, lebar dan lain-lain.
3. Menghitung jumlah/jenis kendaraan yang lewat pada jalan tersebut (LHR),
yaitu mulai dari sepeda, sepeda motor, mobil penumpang, truk ringan sampai
dengan alat berat.
4. Menetapkan panjang ruas jalan tersebut yang perlu dilaksanakan kontruksi
perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan lentur.
36
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan ataupun diperoleh langsung di
lapangan. Tujuan dari pengambilan data primer adalah untuk mencari data yang
sifatnya realitatif pelaksanaan pekerjaan lapangan. Pada penulisan proposal ini yang
merupakan data primer seperti :
California Bearing Ratio (CBR).
Data Lalulintas.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan itu akan digunakan untuk
menghitung tebal perkerasan kaku secara optimal.
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder adalah berupa data penunjang yang dikumpulkan melalui studi
kepustakaan yang diambil dari literatur-literatur, hasil penulisan terdahulu, data dari
internet dan lain sebagainya. Tujuan dari pengumpulan data sekunder ini adalah
untuk mendapatkan data instansional yang selanjutnya akan diolah dan dianalisa.
Adapun data sekunder disini meliputi :
Gambar potongan melintang,
Peta lokasi dan literatur terkait.
3.5 Prosedur Perencanaan
Prosedur perencanaan tebal perkerasan kaku didasarkan atas dua model
kerusakan yaitu :
1. Retak fatik (lelah) pada pelat beton.
2. Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan
berulang pada sambungan tempat retak yang direncanakan.
37
3.6 Metode Analisi Data
Metode analisis data pada perhitungan yang dilakukan adalah meliputi
Perhitungan tebal perkerasan kaku (rigid pavement) dan perkerasan lentur (flexible
pavement) pada ruas jalan tersebut.
3.6.1 Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Analisis dan perhitungan tentang tebal perkerasan kaku (rigid pavement),
adalah, meliputi :
1. Kekuatan Lapisan Tanah dasar.
2. Kekuatan Beton.
3. Perhitungan Lalu Lintas Rencana.
4. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course).
5. Tebal Pelat Beton.
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Perkerasan Kaku Dengan Metode AASHTO
Perhitungan tebal lapis perkerasan kaku jalan Teuku Iskandar Daod Area
Kampus Universitas Teuku Umar dengan metode AASHTO dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
4.1.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Lalu Lintas Harian Rata-rata yang digunakan adalah LHR yang diperoleh dari
pengamatan dilapangan dengan menggunakan asumsi pada jalan Nasional Meulaboh
– Tapak Tuan, data LHR seperti yang tersaji pada table berikut ini :
Tabel 4.1 Data LHR
Waktu
Sepeda
Motor
(Kend/Jam)
MP
(Kend/Jam)
Bus
(Kend/Jam)
Bus
Besar
(Kend/Jam)
Truck 2
As Kecil
(Kend/Jam)
Truck 2
As besar
(Kend/Jam)
Truck 3
As
(Kend/Jam)
Hari Selasa 7600 2028 33 6 163 72 11
Hari Rabu 7222 2153 33 1 118 57 8
Hari Kamis 6736 2209 20 3 77 32 5
LHR Rata-
Rata 7186 2130 29 3 119 54 8
39
4.1.2. Perhitungan Tebal Pelat Beton Semen
Diketahui data parameter perencanaan sebagai berikut :
CBR tanah dasar : 12,4 %
Kuat tarik lentur (fcf) : 4,0 Mpa (f’c = 285 kg/cm2, silinder)
Bahan pondasi bawah : stabilisasi
Mutu baja tulangan : BJTU 39 (fy : tegangan leleh = 3900 kg/cm2)
untuk BMTD dan BJTU 24 ( fy : tegangan leleh
= 2400 kg/cm2) untuk BBDT.
Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (µ) : 1,3
Bahu jalan : Ya (beton)
Data lalu-lintas harian rata-rata :
- Sepeda Motor : 7186 buah/hari
- Mobil Pribadi : 2130 buah/hari
- Bus : 29 buah/hari
- Truck 2as kecil : 119 buah/hari
- Truck 2as besar : 54 buah/hari
- Truck 3as : 8 buah/hari
Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 lajur 1 arah untuk jalan arteri.
Perencanaan meliputi :
Perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (BBTT)
Perkerasan beton bersambung dengan tulangan (BBDT)
Perkerasan beton menerus dengan tulangan (BMDT)
40
a) Analisis lalu-lintas
Tabel 4.2 Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya.
pJenis
Kendaraan
Konfigurasi beban
sumbu (ton)
Jml. Jml. Jml. STRT STRG STdRG
Kendaraan Sumbu per Sumbu BS JS BS JS BS JS
RD RB RGD RGB (bh)
Kendaraan
(bh) (bh) (ton) (bh) (ton) (bh) (hb) (bh)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sepeda Motor 1 1 - - 7186 - - - - - - - -
Mobil Pribadi 2 2 - - 2130 - - - - - - - -
Bus 3 5 - - 29 2 58 3 29 5 29
-
Truck 2 as
kecil 2 4 - - 119 2 238 2 119 - -
-
-
4 119
Truck 2 as
besar 5 8 - - 54 2 108 5 54 8 54
-
Truck 3 as 6 14 - - 8 2 16 6 8 - - 14 8
Total 420
210
83
8
Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana (20 tahun).
JSKN = 365 x JSKNH x R
= 365 x 420 x 33,07
= 5,06 x 106
JSKN rencana = 0,7 x 5,06 x 106
= 3,54 x 106
41
b) Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi.
Tabel 4.3 Perhitungan repetisi sumbu rencana
Jenis Beban Jumlah Proporsi Proporsi Lalu-lintas Repetisi
Sumbu Sumbu Sumbu Beban Sumbu Rencana Yang Terjadi
(ton)
1 2 3 4 5 6 7=4x5x6
STRT 6 8 0.11 0.66 3,54 x 106 2,5 x 10
5
5 54 0.30 0.66 3,54 x 106 7,0 x 10
5
4 59 0.24 0.66 3,54 x 106 5,6 x 10
5
3 29 0.11 0.66 3,54 x 106 2,5 x 10
5
2 119 0.24 0.66 3,54 x 106 5,6 x 10
5
Total
269 1.00
STRG 8 54 0.72 0.26 3,54 x 106 6,6 x 10
5
5 29 0.28 0.26 3,54 x 106 2,5 x 10
5
Total
83 1.00
STdRG 14 8 1.00 0.08 3,54 x 106 2,8 X 10
5
Total
8 1.00
Komulatif
3,54 x 106
c) Perhitungan tebal pelat beton
Sumber data beban : Hasil Survai
Jenis perkerasan : BBTT dengan Ruji
Jenis bahu : beton
Umur rencana : 20 tahun
JSK : 3,54 x 106
42
Faktor keamanan beban : 1,1
Kuat tarik lentur beton (f’cf) umur 28 hari : 4,0 Mpa
Jenis dan tebal lapis pondasi : stabilisasi semen 15 cm
CBR tanah dasar : 12,4 %
Tebal taksiran pelat beton : 15 cm
Tabel 4.4 Analisa fatik dan erosi
Jenis Beban Beban Repetisi Faktor Analisa fatik Analisa Erosi
Sumbu Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen
ton (kN) Per oda terjadi dan Erosi ijin Rusak Ijin Rusak
(kN)
(%)
(%)
1 2 3 4 5 6 7=4x100/6 8 9=4x100/8
STRT 6 (60) 33,00 2,5 x 105 TE = 1,13 TT 0 TT 0
5 (50) 27,50 7,0 x 105 FRT = 0,28 TT 0 TT 0
4 (40) 22,00 5,6 x 105 FE = 1,98 TT 0 TT 0
3 (30) 16,50 2,5 x 105
TT 0 TT 0
2 (20) 11,00 5,6 x 105
TT 0 TT 0
STRG 8 (80) 22,00 6,6 x 105 TE = 1,68 7 x 10
5 94,0 10x 10
5 65,9
5 (50) 13,75 2,5 x 105 FRT = 0,42 TT 0 TT 0
FE = 2,58
STdRG 14 (140) 19,25 2,8 X 105 TE = 1,4 TT 0 TT 0
FRT = 0,35
FE = 2,58
Total 94 % < 100 % 65,9 % < 100 %
Karena % rusak fatik (telah) lebih kecil (mendekati) 100% maka tebal pelat diambil
15 cm
43
4.1.3. Perhitungan Tulangan
A) Perkerasan beton bersambung tanpa tulangan
- Tebal pelat : 15 cm
- Lebar pelat : 2 x 3,5 m
- Panjang pelat : 5,0 m
- Sambungan susut dipasang setiap jarak 5 m.
- Ruji digunakan dengan diameter 28 mm, panjang 45 cm, jarak 30 cm
- Batang pengikat digunakan baja ulir ɸ 16 mm, panjang 70 cm, jarak 75 cm
B) Perkerasan beton bersambung dengan tulangan
- Tebal pelat : 15 cm
- Lebar pelat : 2 x 3,5 m
- Panjang pelat : 15 m
- Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi bawah = 1,3
- Kuat tarik ijin baja : 240 Mpa
- Berat isi beton : 2400 kg/m3
- Gravitasi (g) : 9,81 m/dt2
a) Tulangan Memanjang
As min = 0,1% x 150 x 1000 = 150 mm2/m
2>As perlu dipergunakan tulangan
diameter 12 mm, jarak 22,5 cm.
44
b) Tulangan melintang
As min = 0,1% x 150 x 1000 = 150 mm2/m
2 dipergunakan tulangan diameter 12
mm, jarak 45,0 cm.
C) Perkearasan beton menerus dengan tulangan
- Tebal pelat : 15 cm
- Lebar pelat : 2 x 3,5 m
- Kuat tekan beton (fc’) : 285 kg/cm2 (silinder)
- Tegangan leleh baja (fy) : 3900 kg/cm2
- Es/Ec : 6
- Koefisien gesek antara beton dan pondasi bawah µ : 1,3
Fcf : 40 kg/cm2
Ambil Fct = 0,5 Fcf = 0,5 x 40 = 20 kg/cm2
Fy = 3900 kg/cm2
- Sambungan susut dipasang setiap jarak 75 cm
- Ruji digunakan ukuran diameter 28 mm, panjang 45 cm dan jarak 30 cm
a) Tulangan Memanjang
45
As perlu = 0,55% x 100 x 20 = 11 cm2
As min = 0,6% x 100 x 15 = 9 cm2/m > As perlu dicoba tulangan diameter 16 jarak
180 mm (As = 11,1 cm2/m
2) untuk tulangan melintang ambil diameter 12 mm jarak
450 mm.
b) Pengecekan jarak teoritis antar retakan
U = 4/d = 4/1,6 = 2,5
p = 13/(100x15) = 0,0086
Ambil fb = (1,97 /d = (1,97 )/1,6 = 20,79
Ambil Ԑs = 400 x 10-6
Ec = 14850 = 14850 = 250,697
Dikontrol terhadap jarak teoritis antar retakan (Lcr)
Dicoba ɸ 16 mm jarak 160 mm (As = 13,25 cm2/m
2)
P = 13,25/(100 x 15) = 0,008
U = 2,5
Fb = 20,79 kg/cm2
46
Jadi tulangan memanjang digunakan diameter 16 mm, jarak 160 mm.
4.2. Perhitungan Perkerasan Lentur Dengan Metode AASHTO
Perhitungan tebal lapis perkerasan lentur jalan Teuku Iskandar Daod Area
Kampus Universitas Teuku Umar dengan metode AASHTO dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
4.2.1 Data Perhitungan
Data perhitungan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:
a. Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
LHR yang digunakan adalah LHR yang dalam istilah metode ini disebut
Avarage Daily Traffic (ADT) seperti pada table berikut ini:
RUJI (dowel)
PLAT BETON
(croncrete slab)
LAPIS PORI BASE A, B
TANAH DASAR
(subgrade)
TANAH DASAR
(subgrade)
SIRTU
15 cm
Gambar 4.1 Lapis Perkerasan Kaku
47
Tabel 4.5 Data LHR/ADT Analisis dengan metode AASHTO
Jenis Kendaraan Type
Sumbu
Berat
(Ton)
Jum;ah
Kendaraan Jumlah ADT pada
Tahun 2036 Tahun 2016
Mobil Pribadi 2.2
2130 4260
Bus 3.5
29 58
Truck 2 AS Kecil 2.4
119 238
Truck 2 AS besar 5.8
54 108
Truck 3 AS 6.14
8 16
b. Data Pendukung
Data pendukung dalam perhitungan ini adalah:
o Umur Rencana : 20 Tahun
o Pertumbuhan Lalulintas : 5%
o Klasifikasi jalan : Arteri
o Fungsi jalan : Urban
o Asumsi Awal : 1. SN =3
2. Pt = 2,0
3. IPo = 4,2
c. Nilai LEF
LEF merupakan angka ekivalen beban sumbu kendaraan yang menunjukkan
jumlah lintasan dari sumbu tunggal sebesar 18.000 Lbs (18.Kips) dapat menyebabkan
48
kerusakan sama atau penurunan Indeks permukaan yang sama jika kendaraan
melintas satu kali.
1. Jenis Kendaraan Mobil Pribadi
Berat kendaraan total adalah 2 Ton, dengan distribusi beban kendaraan 50% - 50%.
Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan Tunggal = 2 Ton . 50% = 1 Ton = 2,205 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,00084
b. As belakang tunggal = 2 Ton . 50% = 1 Ton = 2,205 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,00084
Total nilai LEF = 0,00084 + 0,00084 = 0,000768
2. Jenis Kendaraan Bus
Berat kendaraan total kendaraab adalah 8 Ton, dengan distribusi beban kendaraan
34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 8 Ton . 34% = 2,72 Ton = 6,00 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,465
b. As belakang ganda = 8 Ton . 66% = 5,28 Ton = 13,00 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,268
Total nilai LEF = 0,465 + 0,268 = 0,733
3. Jenis Kendaraan Truck 2 As kecil
Berat kendaraan total kendaraab adalah 6 Ton, dengan distribusi beban kendaraan
34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
49
a. As depan tunggal = 6 Ton . 34% = 2,04 Ton = 5,85 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,440
b. As belakang ganda = 6 Ton . 66% = 3,96 Ton = 11,08 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,1864
Total nilai LEF = 0,440 + 0,1864 = 0,6264
4. Jenis Kendaraan Truck 2 As besar
Berat kendaraan total kendaraab adalah 13 Ton, dengan distribusi beban kendaraan
34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 13 Ton . 34% = 4,42 Ton = 10,11 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,1075
b. As belakang ganda = 13 Ton . 66% = 8,58 Ton = 17,62 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,070
Total nilai LEF = 0,1075 + 0,070 = 0,1775
5. Jenis Kendaraan Truck 3 As
Berat kendaraan total kendaraab adalah 20 Ton, dengan distribusi beban kendaraan
34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 20 Ton . 34% = 6,8 Ton = 16,00 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,051
b. As belakang ganda = 20 Ton . 66% = 13,2 Ton = 25,78 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,458
50
Total nilai LEF = 0,051 + 0,458 = 0,509
D. Menghitung Beban Sumbu Selama Umur Rencana (W20)
Diketahui :
Faktor Distribusi Arah = 0,5
Faktor Distribusi Lajur = 1,0
Umur Rencana (UR) = 20 tahun
Faktor Pertumbuhan L.Lintas (i) = 5 % pertahun
Dengan UR =20 th,dan i= 5 % pertahun, Didapat Faktor Umur
Rencana(N) = 26,15
W20 = ƩLHR x DA x DL x 365 x N
Tabel. 4.6 beban sumbu selama umur rencana W20
Jenis Kendaraan Beban
Sumbu ESAL
LHR
Awal
Faktor
UR W20
Kendaraan Mobil Pribadi ( 2+2 ) ton 0,000768 2130 26,15 7806,84
Kendaraan Bus ( 3+5 ) ton 0,737 29 26,15 101999,97
Kendaraan Truk 2 As kecil ( 2+4 ) ton 0,6264 119 26,15 355740,46
Kendaraan Truk 2 As Besar ( 5 +8 ) ton 0,1775 54 26,15 45743,21
Kendaraan Truk 3As ( 6 +14 ) ton 0,509 8 26,15 19433,11
Jumlah 530723,59
51
E. Penentuan SN Maksimum
Penentuan SN maksimum selama periode perencanaan dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
a. R (tingkat realibilitas) = 80% - 99% dalam hal ini digunakan nilai R sebesar
99%.
b. ZR (simpangan baku normal), untuk R 99% digunakan Zr = -2,327
c. So (simpangan baku keseluruhan) sebesar 0,35-0,45 maka So diambil (0,44).
d. Mr (moduus tanah dasar) sebesar 1500. CBR, maka: 1500 . 12,4 = 18.600 Psi
e. PSI (nilai indeks permukaan) sebesar Ipo – Ipt, maka PSI = 4,2 – 2,0 = 2,2
f. Berdasarkan table 17 diperoleh Wt18 = 530723,59, didapat SN = 1,25.
F. Data Komponen Lapis Keras Lentur
Asumsi komponen lapis keras lentur ruas jalan T. Iaskandar Daod adalah sebagai
berikut:
1. Lapis permukaan (Surface course)
a. Material Laston AC (Asphalt Concrete/High Stability)
1. Koefisien kekuatan relatif (aAC) = 0,44
2. Tebal lapisan (DAC) = 3 cm
b. Material Laston ATB (Asphalt Concrete/Low Stability).
1. Koefisien kekuatan relative (aAC) = 0,20
52
2. Tebal lapisan (DATB) = 5 cm
c. Lapisan Laston AC dan ATB dijadikan satu lapis dengan penjabaran
sebagai berikut:
Gambar Lapis Laston AC dan ATB
SN = aAC . DAC + aATB . DATB SN1 = a1 . D1
SN = SN1, maka aAC . DAC + aATB . DATB = a1 . D1
a1 = (aAC . DAC + aATB . DATB)/D1
a1 = (0,44 . 3 + 0,2 . 5)/8 = 0,29 – 0,
sehingga:
1. Material yang digunakan adalah laston / Asphalt Concrete
2. Tebal lapisan (D1) = 8 cm
2.Lapis Pondasi Atas (Base Course)
a. Material agregat kelas A (Crushed Stone)
b. Koefisien kekuatan relatif bahan 0,14
c. Tebal lapisan D2 = 20 cm
d. Koefisien drainase (m2)
1. Kualitas drainase cukup
SN
AC (aAC = 0,44 DAC = 3cm)
ATB (aAC = 0,20 DATB = 5cm)
a1 . D1 . SN1
53
2. Tingkat kelembapan 25%
3. Berdasarkan table 3.14 diperoleh m2 = 0,8
e. Modulud resilien bahan ditentukan sebagai berikut :
a2 = (0,249 . Log EBS) – 0,977
EBS = Mr = 30619,634 – 30.000 Psi
3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
a. Material agregat kelas B (Sand Gravel)
b. Koefisien kekuatan relative bahan 0,12
c. Tebal lapisan D2 = 20 cm
d. Koefisien drainase (m3)
1. Kualitas drainase cukup
2. Tingkat kelembapan 25%
3. Berdasarkan table 3.14 diperoleh m2 = 0,8
e. Modulus resilien bahan ditentukan sebagai berikut:
a2 = (0,227 . Log EBS) – 0,839
EBS = Mr = 16775,27 – 16.000 Psi
4. Lapis Tanah Dasar (Sub Grade)
a. Material tanah pasir berkerikil padat
b. Modulus resilien tanah dasar (Mr) sebesar 57.000 Psi
54
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi
Atas
Lapis Pondasi
Bawah
Tanah Dasar
Lapis Tanah Dasar (Subgrade)
Lapis Pondasi bawah (sub base course), a3, m3
Lapis Pondasi atas (Base Course), a2, m2
Lapis Permukaan (Surface Course), a1
D3
D1
SN1
D2
SN2
SN3
Gambar 4.2 Susunan lapisan perkerasan lentur
Gambar 4.3 nama susunan lapisan AASHTO
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dilapangan pada jalan Teuku Iskandar Daod
area kampus Universitas Teuku Umar, maka penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil perhitungan perkerasan kaku dan perkerasan lentur dengan
menggunakan Metode AASHTO, di dapat hasil untuk perkerasan kaku, lebar
pelat 3,5 m, panjang pelat 5,0 m, dan ruji digunakan dengan diameter 28 mm,
panjang 45 cm, jarak 30 cm.
2. perkerasan lentur dengan metode AASHTO 1986 adalah secara keseluruhan
adalah 48 cm yang terdiri dari lapis permukaan (surface course) 8 cm, lapis
pondasi atas (base course) 20 cm, dan lapis pondasi bawah (sub base course) 20
cm.
3. Berdasarkan hasil analisis diatas Desain perkerasan kaku lebih baik dari
perkerasan lentur, di karenakan Pembuatan jalan di atas lahan gambut lebih baik
dilakukan dengan sistem rigid pavement (perkerasan kaku) yaitu dengan lapisan
beton, supaya bebannya tersebar merata di atas permukaan tanah gambut,
demikian memperlambat penurunan dan kerusakan. Dan perkerasan kaku lebih
baik digunakan karena lebih tipis dan lebih sedikit menggunakan material.
56
5.2 Saran
Adapun dalam penyusunan penelitian ini penulis dapat memaparkan
beberapa saran adalah sebagai berikut :
1. Dalam pemilihan model perkerasan harus disesuaikan dengan perencanaan pada
pekerjaan yang dikerjakan.
2. Bagi rekan-rekan mahasiswa dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam
menyusun tugas akhir dan bahan kuliah yang berhubungan dengan manajemen
konstruksi dan tebal perkerasan.
3. untuk efisiensi dan ekonomis, maka akan dilakukan penelitian lanjutan.