PERBANDINGAN MODEL EKSPONEN DAN MODEL SPLINE … · Pada model regresi yang terbentuk berdasarkan...

12
1 PERBANDINGAN MODEL EKSPONEN DAN MODEL SPLINE SERTA PENENTUAN LAMA WAKTU OPTIMAL DALAM PROSES SINTERING KERAMIK DI PT. KUALI MAS Ulfa Meida Nurmaya(1308100019) 1 , I Nyoman Budiantara 2 1 Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS , 2 Dosen Pembimbing Tugas Akhir ABSTRAK Perkembangan produksi komoditi ubin keramik mengalami peningkatan pesat yang ditandai dengan adanya rencana optimalisasai produksi hingga 100% pada tahun 2015 dari saat ini sebesar 60-70%. Pada proses pembuatan keramik, sintering merupakan proses terpenting yakni pemanasan badan ubin keramik dengan suhu yang tinggi hingga mencapai titik leleh optimal keramik. Titik optimal proses sintering keramik didapatkan ketika sudah tidak ada lagi penyusutan badan ubin keramik pada proses pembakaran. Penentuan titik optimal sangat diperlukan oleh perusahaan untuk dapat meminimasi biaya produksi yang ditimbulkan oleh proses sintering keramik. Penyusutan ubin keramik dalam sintering memiliki pola unik yang berubah-ubah pada tiap interval tertentu sehingga pemodelan yang dilakukan adalah dengan menggunakan regresi spline. Pada penelitian sebelumnya, laju perubahan ubin keramik pada proses sintering telah dimodelkan dengan menggunakan regressi eksponen, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara model eksponen dengan model spline. Selain itu, pada penelitian ini juga dicari titik optimum penghentian proses sintering dengan menggunakan regresi spline. Dari hasil analisis didapatkan bahwa model spline lebih baik dibanding model eksponen, ditinjau dari ukuran kebaikan model MSE dan R-Sq, selain itu dengan regresi spline dapat ditentukan lama waktu optimal penghentian proses sintering. Kata Kunci : spline,eksponen, sintering, optimum 1. PENDAHULUAN Perkembangan produksi komoditi ubin keramik di dunia seperti floor tile meningkat sangat pesat dibandingkan dengan produk keramik yang lain. Pembuatan ubin keramik pada umumnya diproses dengan mencampurkan material lempung dan bahan tambahan dengan air, kemudian dicetak, dikeringkan dan dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi (sintering) sampai titik lelehnya. Proses sintering merupakan tahap yang sangat penting pada produk keramik yang akan dihasilkan, karena bahan-bahan keramik dalam bentuk tepung padat diubah menjadi badan keramik yang kuat dengan pemanasan pada suhu yang sangat tinggi tersebut. Pada proses sintering, dibutuhkan waktu beberapa saat untuk mencapai tingkat kematangan yang sempurna (optimal) pada produk keramik. Tingkat optimal kematangan dari proses sintering terjadi pada titik pertama dimana laju penyusutan keramik adalah konstan atau selisih penyusutan bernilai nol. Hubungan antara lama waktu sintering dengan laju perubahan ubin keramik memiliki pola kecenderungan yang sangat khas. Semakin meningkat lama waktu sintering, maka laju perubahan ubin keramik juga cenderung meningkat, tetapi peningkatan laju perubahan ubin keramik berbeda-beda pada sub-sub interval waktu tertentu dan akhirnya pada interval waktu berikutnya tidak ada peningkatan (konstan), karena telah mencapai titik leleh optimal. Waktu pada awal fase terakhir (lama waktu optimal) inilah proses sintering harus dihentikan agar biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin. Pola yang berubah-ubah pada tiap fase proses sintering membentuk suatu fungsi kurva regresi tertentu yang tidak diketahui pola khususnya sehingga tidak dapat didekati dengan pola parametrik. Spline merupakan model regresi yang mempunyai interpretasi statistik dan visual sangat khusus dan sangat baik. Model Spline diperoleh dari suatu optimasi Penalized Least Square (PLS) dan memiliki fleksibelitas yang tinggi (Budiantara, 2004). Pada penelitian sebelumnya, Notopuro (2005) telah melakukan pemodelan laju penyusutan proses sintering dengan menggunakan regresi eksponen. Oleh karena itu,pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara model eksponen dengan model spline. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan model eksponen dengan model spline pada penyusutan ubin keramik serta menentukan waktu optimal dalam proses sintering ubin keramik.

Transcript of PERBANDINGAN MODEL EKSPONEN DAN MODEL SPLINE … · Pada model regresi yang terbentuk berdasarkan...

1

PERBANDINGAN MODEL EKSPONEN DAN MODEL SPLINE SERTA PENENTUAN LAMA WAKTU OPTIMAL DALAM PROSES SINTERING KERAMIK

DI PT. KUALI MAS

Ulfa Meida Nurmaya(1308100019)1 , I Nyoman Budiantara2 1Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS , 2Dosen Pembimbing Tugas Akhir

ABSTRAK

Perkembangan produksi komoditi ubin keramik mengalami peningkatan pesat yang ditandai dengan adanya rencana optimalisasai produksi hingga 100% pada tahun 2015 dari saat ini sebesar 60-70%. Pada proses pembuatan keramik, sintering merupakan proses terpenting yakni pemanasan badan ubin keramik dengan suhu yang tinggi hingga mencapai titik leleh optimal keramik. Titik optimal proses sintering keramik didapatkan ketika sudah tidak ada lagi penyusutan badan ubin keramik pada proses pembakaran. Penentuan titik optimal sangat diperlukan oleh perusahaan untuk dapat meminimasi biaya produksi yang ditimbulkan oleh proses sintering keramik. Penyusutan ubin keramik dalam sintering memiliki pola unik yang berubah-ubah pada tiap interval tertentu sehingga pemodelan yang dilakukan adalah dengan menggunakan regresi spline. Pada penelitian sebelumnya, laju perubahan ubin keramik pada proses sintering telah dimodelkan dengan menggunakan regressi eksponen, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara model eksponen dengan model spline. Selain itu, pada penelitian ini juga dicari titik optimum penghentian proses sintering dengan menggunakan regresi spline. Dari hasil analisis didapatkan bahwa model spline lebih baik dibanding model eksponen, ditinjau dari ukuran kebaikan model MSE dan R-Sq, selain itu dengan regresi spline dapat ditentukan lama waktu optimal penghentian proses sintering. Kata Kunci : spline,eksponen, sintering, optimum

1. PENDAHULUAN

Perkembangan produksi komoditi ubin keramik di dunia seperti floor tile meningkat sangat pesat dibandingkan dengan produk keramik yang lain. Pembuatan ubin keramik pada umumnya diproses dengan mencampurkan material lempung dan bahan tambahan dengan air, kemudian dicetak, dikeringkan dan dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi (sintering) sampai titik lelehnya. Proses sintering merupakan tahap yang sangat penting pada produk keramik yang akan dihasilkan, karena bahan-bahan keramik dalam bentuk tepung padat diubah menjadi badan keramik yang kuat dengan pemanasan pada suhu yang sangat tinggi tersebut. Pada proses sintering, dibutuhkan waktu beberapa saat untuk mencapai tingkat kematangan yang sempurna (optimal) pada produk keramik.

Tingkat optimal kematangan dari proses sintering terjadi pada titik pertama dimana laju penyusutan keramik adalah konstan atau selisih penyusutan bernilai nol. Hubungan antara lama waktu sintering dengan laju perubahan ubin keramik memiliki pola kecenderungan yang sangat khas. Semakin meningkat lama waktu sintering, maka laju perubahan ubin keramik juga cenderung meningkat, tetapi peningkatan laju perubahan ubin keramik berbeda-beda pada sub-sub interval waktu tertentu dan akhirnya pada interval waktu berikutnya tidak ada peningkatan (konstan), karena telah mencapai titik leleh optimal. Waktu pada awal fase terakhir (lama waktu optimal) inilah proses sintering harus dihentikan agar biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin. Pola yang berubah-ubah pada tiap fase proses sintering membentuk suatu fungsi kurva regresi tertentu yang tidak diketahui pola khususnya sehingga tidak dapat didekati dengan pola parametrik. Spline merupakan model regresi yang mempunyai interpretasi statistik dan visual sangat khusus dan sangat baik. Model Spline diperoleh dari suatu optimasi Penalized Least Square (PLS) dan memiliki fleksibelitas yang tinggi (Budiantara, 2004). Pada penelitian sebelumnya, Notopuro (2005) telah melakukan pemodelan laju penyusutan proses sintering dengan menggunakan regresi eksponen. Oleh karena itu,pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara model eksponen dengan model spline.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan model eksponen dengan model spline pada penyusutan ubin keramik serta menentukan waktu optimal dalam proses sintering ubin keramik.

2

Penelitian tentang proses sintering pada keramik pernah dilakukan oleh Notopuro, dkk (2005) yang terbatas melakukan penelitian mengenai hubungan antara penyusutan dan evolusi struktur mikro pada berbagai ukuran butiran tepung dan waktu sintering. Selain itu Notopuro, dkk (2005) juga melakukan penelitian pada disertasinya mengenai pendekatan model difusi untuk evaluasi pengaruh ukuran butiran keramik pada proses sintering dengan menggunakan regresi eksponen. Penelitian mengenai penggunaan regresi spline pada proses sintering pernah dilakukan oleh Crossandy (2011) yang terbatas hanya pada pemodelan proses sintering terhadap waktu pembakaran. 2. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk mengetauhi model pola hubungan antara peubah bebas (variabel prediktor) dengan peubah tidak bebas (variabel respon). Pada pemodelan regresi, terdapat tiga pendekatan estimasi model yakni regresi parametrik, regresi semiparametrik, dan regresi nonparametrik.

Pendekatan regresi parametrik digunakan jika bentuk kurva regresi diketahui(Eubank, 1988). Berbeda dengan pendekatan regresi parametrik, regresi nonparametrik digunakan jika bentuk kurva regresi tidak membentuk suatu pola tertentu. Regresi semiparametrik digunakan jika bentuk kurva regresi sebagian diketahui dan sebagian lainnya tidak diketahui. Bentuk pola hubungan dapat diidentifikasi berdasarkan informasi masa lalu atau scatter plot data (Hardle, 1990). Bentuk umum dari model regresi dapat ditulis sebagai berikut

( ) ε+= tfy (2.1) dengan ( )tf merupakan kurva regresi dan ε merupakan error random. 2.2 Regresi Nonparametrik

Dalam pendugaan kurva regresi dapat dilakukan melalui beberapa cara. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan pendekatan parametrik, yaitu dengan mengasumsikan bahwa kurva regresi memiliki beberapa bentuk fungsional. Salah satu alternatif adalah dengan menggunakan pendekatan nonparametrik dimana metode nonparametrik ini tidak mengacu pada suatu bentuk fungsi kurva tertentu (Hardle, 1990). Secara umum bentuk persamaan nonparametrik digambarkan sebagai berikut (Wahba, 1985) :

( ) iii tfy ε+= , i = 1,2,..., n (2.2) dengan iy merupakan variabel respon ke-i, ( )itf merupakan fungsi nonparametrik, dan iε merupakan error random. 2.3 Spline Dalam Regresi Nonparametrik

Spline merupakan perluasan dari regresi polinomial yang memberikan kinerja yang lebih unggul dari sudut pandang teori estimasi. Spline merupakan model polinomial yang tersegmen. Sifat tersegmen ini memberikan sifat fleksibilitas yang lebih baik dari polinomial biasa dan sifat ini memungkinkan model regresi spline untuk menyesuaikan diri lebih efektif terhadap karakteristik lokal dari data. Secara umum, fungsi spline berorde (m-1) dengan titik-titik knot kξξξ ,.....,, 21 dapat ditulis dalam bentuk (Eubank, 1988) :

( ) ( ) 11

0 1

−+

= =

−+= ∑ ∑ mki

m

j

K

kk

jiji tttS ξδα (2.3)

dengan ( ) ( )

<≥−

=−−

−+

ki

kim

kimki t

tttξ

ξξξ,0

,11

dimana jα merupakan parameter polinomial bernilai riil dan kδ merupakan parameter truncated bernilai

riil, kξ merupakan titik knot ke-k, dan m merupakan orde. Apabila orde (m-1) dinotasikan sebagai p, maka model pada persamaan (2.4) dapat dituliskan

sebagai berikut : ( ) ( ) ( )p

KiKp

ip

ip

ipii ttttty +++ −++−+−++++= ξδξδξδααα ...... 221110 (2.4) Jika model regresi pada (2.5) dituliskan dalam bentuk matrix, maka diperoleh persamaan :

3

( ) ( )( ) ( )

( ) ( )

+

−−

−−−−

=

++

++

++

n

K

p

pKn

pn

pnn

pK

pp

pK

pp

n tttt

tttttttt

y

yy

ε

εε

δ

δα

αα

ξξ

ξξξξ

2

1

1

1

0

1

21222

11111

2

1

1

11

(2.5)

Persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi: ( ) εβξξ

+= KTy ,...,1 , dengan

( )′= nyyyy ,...,, 21

,

( )

( ) ( )( ) ( )

( ) ( )

−−

−−−−

=

++

++

++

pKn

pn

pnn

pK

pp

pK

pp

K

tttt

tttttttt

ξξ

ξξξξ

ξξξ

1

21222

11111

21

1

11

,,,T

( )′= Kp δδαααβ ,...,,,...,, 110

dan ( )′= nεεεε ,...,, 21

2.4 Estimasi Parameter Regresi Spline Diberikan n pengamatan { }n

iii yt 1, = yang memenuhi persamaan ( ) iii tfy ε+= dimana ( )tf adalah fungsi regresi yang tidak diketahui bentuknya dan ε adalah error random yang diasumsikan independen dan berdistribusi normal dengan mean nol dan varian konstan 2σ .

Estimator spline dalam regresi nonparametrik memiliki sifat fleksibilitas yang tinggi dan kemampuan mengestimasi perilaku data yang cenderung berbeda pada interval yang berlainan (Eubank, 1988). Estimasi model regresi dengan metode Least Square (LS), diberikan oleh :

( ) ( )yTTTTy ξξξξξ ′′= −1ˆ

(2.6)

yA ξ= ,dengan ( ) ξξξξξ TTTTA ′′= −1

2.5 Pemilihan Titik Knot Optimal Titik knot merupakan titik perpaduan bersama dimana terdapat perubahan perilaku fungsi pada

interval yang berlainan (Budiantara, 2006). Oleh karena itu, pemilihan titik knot yang optimal sangat penting dalam pendekatan spline. Apabila titik knot optimal sudah diperoleh, maka model spline yang diperoleh akan optimal pula. Salah satu metode yang banyak dikembangkan adalah Generalized Cross Validation (GCV). Titik knot yang optimal diperoleh dari GCV yang paling minimum. Metode GCV didefinisikan sebagai berikut.

( )( )[ ]( )221

1

2121

,...,

,...,),...,(K

KK

AItrn

MSEGCVξξξ

ξξξξξξ

−=

− (2.7)

dengan ( ) ( ) ( )( )2

1,...,

121 21

ˆ,..., ∑=

− −=K

jjjK tfynMSE

Kξξξξξξ , Kξξξ ,..., 21 adalah titik knot dan matrix

( )KA ξξξ ,..., 21 diberikan pada persamaan (2.7). 2.6 Regresi Eksponen

Notopuro, dkk. (2005), telah memberikan model regresi eksponen untuk memprediksi hubungan antara laju perubahan ubin keramik dengan lama waktu sintering. Model eksponen tersebut disajikan dalam bentuk :

( ) iii ty εβα = (2.8) dengan iy merupakan penyusutan ubin keramik pada pengamatan ke-i . it merupakan lama waktu dalam proses sintering pada pengamatan ke-i, α dan β menyatakan parameter dalam model yang tidak

4

diketahui. Jika model eksponen pada persamaan (2.9) ditransformasikan dengan menggunakan logaritma natural, maka diperoleh model :

)ln()ln(ln iii ty εβα += (2.9)

αεβ )ln()ln()ln(

ln iii

ty

++=

Sehingga model akhir yang terbentuk adalah :

*** lnln iii ty εγβ ++= (2.10)

Dengan ( )ii yy ln* = , ( )ii tt ln* = , α

γ 1* = , ( )αββ ln* = dan

αε

ε)ln(* i

i = (2.11)

2.7 Penaksir Parameter Regresi Eksponen Pada model regresi eksponen yang terbentuk berdasarkan persamaan (2.12), maka estimasi

parameter yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Penaksiran parameter untuk ),( ** γβδ = diberikan oleh :

**1

**ˆ yTTT ′

=−

δ (2.12)

dengan

n

n

t

tt

ln1

ln1ln1

2

1

*)1(

T , dan

=

ny

yy

y

ln

lnln

2

1

*

Setelah didapatkan nilai ** ˆdan ˆ γβ , maka selanjutnya dicari nilai βα ˆdan ˆ . Penaksir nilai

βα dan dapat diperoleh dari:

αγ

ˆ1ˆ* = maka

*ˆ1ˆγ

α =

2.8 Kriteria Pembanding dalam Pemilihan Model Terbaik Salah satu tujuan analisis regresi adalah mendapatkan model terbaik yang mampu menjelaskan

hubungan antara variabel prediktor dengan variabel respon berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang sering digunakan dalam pemilihan model terbaik selain GCV adalah Mean Square Error (MSE) dan R-Square (R2). Nilai MSE didapat dari persamaan :

( )

df

yyMSE

n

iii∑

=

−= 1

2ˆ (2.13)

dengan df = N-p. N adalah jumlah pengamatan dan p adalah jumlah parameter. Nilai R2 didapatkan dari persamaan berikut :

%10012 ×

−=

total

error

SSSS

R (2.14)

Dengan :

( )∑=

−=n

iiierror yySS

1

2ˆ dan ( )∑=

−=n

iitotal yySS

1

2

Secara umum, semakin kecil nilai MSE, maka semakin baik pula model yang didapatkan,

sebaliknya, bila semakin besar nilai R2 maka akan semakin baik modelnya (Draper and Smith, 1992). 2.9 Proses Sintering

Proses sintering telah diketahui sejak ribuan tahun yang lalu (Kingery, 1992). Beberapa dari produk pembakaran pertama adalah batu tahan api yang dipanaskan pada dapur terbuka untuk menambah kekuatan. Bahkan sekarang, sintering adalah suatu operasi utama dalam produksi kebanyakan keramik yang biasa digunakan : whiteware, refractones, brick, porcelain, dan bahan-bahan bangunan. Banyak struktur keramik yang dibakar diketahui seluruh dunia, termasuk porcelain, keramik dengan ikatan gelas

5

yang dibentuk dengan sintering. Pada era modern, sintering telah diaplikasikan untuk pembuatan produk-produk yang tahan terhadap suhu dan gesekan tinggi, isolasi listrik, busi, gigi palsu, dan sebagainya.

Definisi kerja dari sintering adalah suatu pengolahan secara thermal untuk mengikat partikel-partikel menjadi suatu struktur padat yang sangat kuat melalui peristiwa perpindahan massa yang terjadi pada skala atom. Ikatan akan meningkatkan kekuatan dan system energi yang lebih rendah. Sintering adalah proses yang mana bubuk badan padat ditransformasi menjadi produk keramik yang padat dan kuat dibawah pemanasan pada suhu tinggi. Sintering adalah suatu fenomena yang komplek dimana beberapa proses terjadi secara simultan. Dalam sintering, terjadi proses pertumbuhan partikel padat secara bersama dan terjadi ikatan kuat antara partikel-partikel yang berada bersebelahan yang biasanya disertai proses densifikasi (pemadatan) sehingga partikel-partikel tersebut menjadi lebih kompak dan padat(Notopuro, 2006). 2.10 Keramik

Keramik merupakan suatu bentuk bahan yang terbuat dari tanah liat dan bahan tambahan lainnya yang diproses dengan cara pembakaran. Keramik telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari sejak tahun 4000th SM. Kata keramik berasal dari kata Yunani “keramos” yang berarti tembikar (pottery) atau peralatan terbuat dari tanah (earthenware). Bahan keramik adalah bahan dasar penyusun kerak bumi, yaitu: SiO2, Al2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O dst. Dari unsur-unsur tersebut dapat dilihat terdapat paduan dua unsur yaitu logam dan non logam, sehingga dapat dikatakan keramik adalah bahan padat anorganik yang merupakan paduan dari unsur logam dan nonlogam. Keramik modern mempunyai keunikan atau sifat yang menonjol yang tahan terhadap temperatur tinggi, sifat mekanis yang sangat baik, sifat elektrik yang istimewa, tahan terhadap bahan kimiawi (ellyawan, 2008). 2.11 Lama Proses Sintering Optimal Pada proses sintering, keramik yang dipanaskan akan terus mengalami penyusutan hingga suatu saat tertentu sudah tidak ada lagi penyusutan. Lama proses sintering optimal merupakan lama waktu yang diperlukan untuk pembakaran dimana keramik sudah tidak lagi mengalami penyusutan. Suatu titik pertama dimana sudah tidak lagi terjadi penyusutan ini dinamakan dengan titik leleh optimum. 3 METODOLOGI 3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapat dari jurnal Notopuro, dkk. (2005), yang dipublikasikan pada majalah IPTEK-ITS, Volume 16, halaman 7-11 mengenai laju penyusutan keramik pada proses sintering. Data yang digunakan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Notopuro yang dilakukan pada tahun 2005. Data laju penyusutan keramik diperoleh melalui eksperimen di PT. Kuali Mas Sidoarjo, dimana karena perhitungan waktu dan biaya, pengukuran hanya bisa dilakukan sebanyak 8 kali pada 3 tipe keramik yang berbeda. 3.2 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel respon (variabel tak bebas) dan satu variabel prediktor (variabel bebas). Berikut variabel bebas dan tak bebas yang digunakan pada penelitian ini. 1. Variabel tak bebas (y) adalah laju penyusutan ubin keramik dalam proses sintering 2. Variabel bebas (t) adalah data lama proses pembakaran keramik (sintering)

Badan kompakan mentah (green compact body) dari masing-masing ukuran butiran tersebut dibuat dengan ukuran 85×85 mm dan dikeringkan dalam dryer sehingga kadar air menjadi 1%. Kemudian badan ubin keramik dibakar dalam tungku laboratorium sampai suhu 1200º C kemudian dipertahankan selama 10, 15, 20, 25, 30, 35, dan 40 menit.

Tepung badan ubin keramik diambil langsung dari unit spray dryer. Ukuran butiran tepung ubin keramik diklasifikasikan dengan menggunakan vibration sieve kemudian dicampur sebagai tepung badan ubin keramik dengan klasifikasi sebagai berikut : 1. A0 dengan dp sebeser 367 μm atau disebut dengan butiran kasar 2. A3 dengan dp sebeser 304 μm atau disebut dengan butiran sedang 3. A6 dengan dp sebeser 248 μm atau disebut dengan butiran halus Klasifikasi A0, A3, dan A6 bukan merupakan satu kesatuan perlakuan, akan tetapi merupakan pengamatan yang dilakukan secara independen. 3.3 Metode Analisis Data

Langkah-langkah dalam analisis data yang dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

6

1. Melakukan perbandingan regresi eksponen dan regresi spline pada hubungan laju perubahan ubin keramik terhadap waktu proses sintering dengan langkah-langkah. a. Membuat scatterplot data (ti, yi) dimana ti adalah lama waktu sintering, dan yi adalah laju

penyusutan untuk masing-masing tipe ubin keramik A0, A3, dan A6. b. Memodelkan data tipe ubin A0, A3, dan A6 dengan menggunakan regresi eksponen. c. Memodelkan data tipe ubin A0, A3, dan A6 dengan menggunakan regresi spline. d. Melakukan perbandingan model regresi eksponen dengan regresi spline.

2. Memprediksi lama waktu paling optimal proses sintering dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Memodelkan masing-masing tipe A0, A3, dan A6 dengan menggunakan spline kuadrat dengan 2

knot. ( ) ( ) ( )2

222

112

21 ++ −+−++= ξδξδαα tttttS dimana 1ξ dan 2ξ merupakan titik-titik knot, dimana 21 ξξ < .

b. Menguraikan Spline S(t) menjadi

( )

≥+++−−++<≤++−+

<+=

22

21222111222

211

212

121112

11

12

21

,)()22()(,)()2(

,

ξδδαξδξδαξδξδξξδαξδαξδ

ξαα

tttttt

ttttS

c. Mencari nilai 2,12121 ,,,, δδααξξ yang memenuhi kriteria :

022 22111 =−− ξδξδα , dan 0212 =++ δδα

d. Berdasarkan langkah (c), dibuat grafik komponen polinomial spline untuk 2ξ≥t dengan persamaan fungsi linier : ( ) 2

222

11 ξδξδ +=tS . e. Menetapkan titik knot 2ξ=t yang memenuhi persamaan pada langkah (c), sebagai titik knot

optimal dan merupakan lama waktu proses sintering ubin keramik yang optimal. 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Proses Sintering Ubin Keramik

Secara umum, proses sintering (pembakaran) keramik memiliki pola yang berbeda pada tiap interval tertentu. Untuk mengetahui gambaran pola penyusutan ubin keramik pada proses sintering, maka dilakukan plotting data penyusutan ubin keramik terhadap waktu pemanasan pada ketiga jenis keramik A0, A3, dan A6 yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3 berikut.

403020100

8

7

6

5

4

3

2

1

0

t (menit)

AL

Gambar 4.1 Plot Antara Laju Penyusutan dengan

Waktu pembakaran Jenis Keramik A0

403020100

7

6

5

4

3

2

1

0

t (menit)

AL

Gambar 4.2 Plot Antara Laju Penyusutan dengan

Waktu pembakaran Jenis Keramik A3

7

403020100

7

6

5

4

3

2

1

0

t (menit)

AL

Gambar 4.3 Plot Antara Laju Penyusutan dengan Waktu pembakaran Jenis Keramik A6

Berdasarkan Gambar 4.1, dan Gambar 4.2 menunjukkan penyusutan yang tajam untuk tipe keramik A0 dan A3 berada pada selang waktu 0 sampai 20 menit. Sedangkan pada Gambar 4.3, terlihat bahwa penyusutan terbesar terjadi pada interval waktu antara 0 sampai 15 menit. Perbedaan kecepatan penyusutan ini terjadi karena perbedaan jenis ukuran butiran yang terkandung pada tiap-tiap tipe ubin keramik.

4.2 Model Eksponen Untuk Penyusutan Sintering Ubin Keramik

Model eksponen merupakan model parametrik yang digunakan untuk memodelkan laju penyusutan terhadap lama waktu sintering. Estimasi parameter pada ketiga tipe ubin keramik A0, A3, dan A6 ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Estimasi Parameter Model Eksponen

Tipe Ubin Keramik iii ty εγβ ++= ****

*β̂ *γ̂ α̂ β̂

A0 1,322 0,1844 5,42299 1298,80

A3 1,4201 0,14987 6,67244 13036,9

A6 1,4904 0,12527 7,98275 146899,1

Model eksponen yang didapatkan untuk masing-masing tipe ubin keramik ditunjukkan pada

Tabel 4.2 Tabel 4.2 Model Eksponen Ubin Keramik

Tipe Ubin Model Eksponen Atau

A0 ty )801,1298(ˆ 4422,5 = ( )

=

4422,5801,1298lnexpˆ ty

A3 ty )98,13036(ˆ 67244,6 = ( )

=

67244,698,13036lnexpˆ ty

A6 ty )123,146899(ˆ 98275,7 = ( )

=

9827,7123,146899lnexpˆ ty

4.3 Model Regresi Spline

Model penyusutan ubin keramik pada proses sintering terhadap waktu pembakaran adalah terjadi perubahan pola pada tiap interval-interval tertentu. Model regresi yang sesuai untuk digunakan dalam memodelkan adalah regresi spline. Penaksiran model yang digunakan dalam regresi spline adalah model spline kuadratik dengan 2 knot. Hal ini dikarenakan model spline yang terbentuk mendekati model kuadratik terpotong dengan perubahan interval yang terjadi di 2 titik. Uraian dari model spline 2 knot adalah sebagai berikut.

( )

≥+++−−++<≤++−+

<+=

22

21222111222

211

212

121112

11

12

21

,)()22()(,)()2(

,

ξδδαξδξδαξδξδξξδαξδαξδ

ξαα

tttttt

ttttS

Pemodelan dengan menggunakan regresi spline mempertimbangkan kombinasi knot yang digunakan. Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai GCV terkecil dari tiap-tiap kombinasi knot yang dihasilkan.

8

4.3.1 Regresi Spline Untuk Tipe Ubin A0 Tipe ubin A0 merupakan ubin dengan butiran paling kasar. Kombinasi knot yang memiliki nilai

GCV terkecil serta R-Sq terbesar dari 432 kombinasi lainnya ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Titik Knot dan Estimasi Parameter Regresi Spline Tipe A0

Kombinasi Knot GCV R-Sq

Estimasi Parameter

1ξ 2ξ 1α 2α 1δ 2δ 10 23 0,0003 99,9991 0,8215 -0,0285 0,019 0,0092

Berdasarkan Tabel 4.3, terlihat bahwa

pada tipe ubin keramik A0 penyusutan ubin keramik terjadi 3 perubahan. Perubahan pertama adalah pada interval 0 sampai 10 menit, kemudian perubahan kedua adalah pada 10 hingga 23 menit dan perubahan ketiga terjadi pada waktu lebih dari 23 menit. Nilai R-Square yang menunjukkan kebaikan model adalah sebesar 99,9991%. Pada kolom estimasi parameter, menunjukkan nilai-nilai penaksir parameter. Model spline yang terbentuk untuk tipe ubin keramik A0 adalah sebagai berikut.

( )

≥−+<≤−+

<−=

23,0003,00183,07668,62310,0095,04415,09,1

10,0285,08215,0

2

2

2

tttttt

ttttS

Model regresi spline untuk ubin keramik tipe A0 diberikan oleh Gambar 4.7

Gambar 4.4 Model Regresi Spline Tipe Ubin A0

4.3.2 Regresi Spline Untuk Tipe Ubin A3 Tipe ubin yang kedua, yakni ubin jenis A3 merupakan ubin dengan butiran sedang.. Kombinasi

knot yang memiliki nilai GCV terkecil serta R-Sq terbesar dari 432 kombinasi lainnya ditunjukkan pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Titik Knot dan Estimasi Parameter Regresi Spline Tipe A3 Kombinasi Knot

GCV R-Sq Estimasi Parameter

1ξ 2ξ 1α 2α 1δ 2δ 14 24 0,0001 99,9996 0,7866 -0,0238 0,0178 0,0061

Berdasarkan Tabel 4.4, terlihat bahwa pada tipe ubin keramik A3 terjadi 3 perubahan penyusutan

ubin keramik. Perubahan pertama adalah pada interval 0 sampai 14 menit, kemudian perubahan kedua adalah pada 14 hingga 24 menit dan perubahan ketiga terjadi pada waktu lebih dari 24 menit. Nilai R-Square yang menunjukkan kebaikan model adalah sebesar 99,9994%. Pada kolom estimasi parameter,

menunjukkan nilai-nilai penaksir parameter. Model spline yang terbentuk untuk tipe ubin keramik jenis A3 adalah sebagai berikut.

( )

≥+−<≤−+

<−=

24,0001,00046,00024,72414,006,02882,04888,3

14,0238,07866,0

2

2

2

tttttt

ttttS

Model regresi spline untuk ubin keramik

tipe A3 diberikan oleh Gambar 4.8

Gambar 4.5 Model Regresi Spline Tipe Ubin A3

012345678

01,

93,

85,

77,

69,

511

,413

,315

,217

,1 1920

,922

,824

,726

,628

,530

,432

,334

,236

,1 3839

,9

Model 1 Observasi

0

1

2

3

4

5

6

7

8

01,

93,

85,

77,

69,

511

,413

,315

,217

,1 1920

,922

,824

,726

,628

,530

,432

,334

,236

,1 3839

,9

Model 2 Observasi

9

4.3.3 Regresi Spline Untuk Tipe Ubin A6 Tipe ubin yang kedua, yakni ubin jenis A6 merupakan ubin dengan butiran yang halus..

Kombinasi knot yang memiliki nilai GCV terkecil serta R-Sq terbesar dari 432 kombinasi lainnya ditunjukkan pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Titik Knot dan Estimasi Parameter Regresi Spline Tipe A6

Kombinasi Knot GCV R-Sq

Estimasi Parameter

1ξ 2ξ 1α 2α 1δ 2δ 15 17 0,0019 99,9946 0,8003 -0,0242 0,0112 0,0124

Berdasarkan Tabel 4.5, dapat dilihat

bahwa pada tipe ubin keramik A6 penyusutan ubin keramik terjadi dengan 3 perubahan. Perubahan pertama adalah pada interval 0 sampai 15 menit, kemudian perubahan kedua adalah pada 15 hingga 17 menit dan perubahan ketiga terjadi pada waktu lebih dari 17 menit. Nilai R-Square yang menunjukkan kebaikan model adalah sebesar 99,9946%. Nilai R-Square untuk tipe ubin keramik A6 ini paling rendah bila dibandingkan dengan model keramik tipe A0 dan A3. Pada kolom estimasi parameter, menunjukkan nilai-nilai penaksir parameter. Model spline yang terbentuk untuk tipe ubin keramik jenis A6 adalah sebagai berikut.

( )

≥−+<≤−+

<−=

17,0006,00427,01036,61715,013,04643,052,2

15,0242,08003,0

2

2

2

tttttt

ttttS

Model regresi spline untuk ubin keramik tipe A6 diberikan oleh Gambar 4.9

Gambar 4.6 Model Regresi Spline Tipe Ubin A6

4.4 Perbandingan Model Regresi Eksponensial dengan Regresi Spline

Model regresi eksponen dan regresi spline dari tiap-tiap tipe ubin keramik dibandingkan untuk mengetahui manakah model regresi terbaik untuk penyusutan ubin dalam proses sintering. Kebaikan model ini dilihat dari nilai MSE dan nilai R-Square. Pada Tabel 4.6 berikut ditunjukkan nilai MSE dan nilai R-square pada masing-masing model untuk setiap ubin keramik.

Tabel 4.6 Nilai R-Square dan MSE Model Regresi Eksponensial dan Regresi Spline

Jenis Ubin Regresi Eksponen Regresi Spline R-Sq MSE R-Sq MSE

A0 98,61375 0,09646 99,9991 0,000607 A3 98,80148 0,080193 99,9996 0,003706 A6 99,0585 0,061368 99,9946 0,001758

Berdasarkan Tabel 4.6, dapat dijelaskan bahwa nilai R-square yang tertinggi untuk keseluruhan tipe ubin keramik adalah pada model regresi spline. Pada model regresi spline juga memiliki nilai MSE yang lebih keccil dibandingkan dengan model regressi eksponen. Jadi, berdasarkan kedua kriteria tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa model regresi spline lebih baik dibandingkan model regresi eksponensial pada kasus laju penyusutan ubin keramik pada proses sintering.

4.5 Penentuan Lama Sintering Ubin Keramik Optimal

Lama sintering ubin keramik adalah suatu titik dimana sudah tidak terjadi lagi penyusutan dalam proses sintering atau konstan. Penentuan titik optimum pada pembakaran ubin keramik ini memenuhi 2 kriteria yaitu 022 22111 =−− ξδξδα dan 0212 =++ δδα .

Untuk pemenuhan kriteria ke-dua, didapatkan berdasarkan pemilihan dari 432 model kombinasi knot yang terbentuk pada pemilihan model subbab (4.4), sehingga didapatkan parameter 212 dan ,, δδα

0

1

2

3

4

5

6

7

8

02,

14,

26,

38,

410

,512

,614

,716

,818

,9 2123

,125

,227

,329

,431

,533

,635

,737

,839

,9

Model 3 Observasi

10

yang telah memenuhi persamaan (2). Selanjutnya untuk mendapatkan nilai parameter 1α , nilai-nilai tersebut disubstitusikan kedalam persamaan pertama.

4.5.1 Lama Sintering Tipe Ubin A0 Optimal Terdapat 3 kombinasi yang memenuhi kriteria (2) untuk tipe ubin A0, namun kombinasi yang dipilih untuk digunakan adalah kombinasi yang memiliki nilai GCV terkecil. Kombinasi yang terpilih adalah 0088,0ˆ;0173,0ˆ;0261,0ˆ 212 ==−= δδα dengan GCV sebesar 0,0009. Dari parameter-parameter tersebut, dilakukan iterasi terhadap nilai-nilai 21 dan ξξ sehingga didapatkan nilai 1α̂ dengan substitusi kriteria (2). Iterasi yang dilakukan, menghasilkan beberapa kombinasi parameter lengkap, kamudian dari kombinasi-kombinasi tersebut dipilih model optimum yakni model dengan GCV terkecil. Pada tipe ubin keramik A0, terdapat beberapa titik yang memiliki nilai GCV kecil. Dari titik-titik tersebut, dipilih model yang memiliki R-Sq terbesar dengan estimasi parameter yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Kombinasi Penentuan Titik Optimum Sintering Tipe Ubin A0

R-Sq 1ξ 2ξ 1α̂ 2α̂ 1̂δ 2δ̂ 99,86% 11 24 0,803 -0,0261 0,0173 0,0088

Model yang terbentuk adalah : ( ) ( )222 240088,0110173,00261,0803,0)( ++ −+−+−= tttttS

≥<≤−+

<−=

24,1621,72411,0088,04224,00933,2

11,0261,0803,02

2

tttt

ttt

Jadi, titik optimum pada pembakaran ubin keramik tipe A0 adalah pada 2ξ yakni 24 menit. Pada

waktu 23 menit, proses sintering sudah tidak mengalami penyusutan sehingga perlu dihentikan untuk meminimasi biaya produksi. 4.5.2 Lama Sintering Tipe Ubin A3 Optimal

Pada tipe ubin A3 , terdapat 4 kombinasi yang memenuhi kriteria (2), namun kombinasi yang dipilih untuk digunakan adalah kombinasi yang memiliki nilai GCV terkecil. Kombinasi yang terpilih adalah 0045,0ˆ;0183,0ˆ;0228,0ˆ 212 ==−= δδα dengan GCV sebesar 0,0009. Dari parameter-parameter tersebut, dilakukan iterasi terhadap nilai-nilai 21 dan ξξ sehingga didapatkan nilai parameter 1α̂ dengan substitusi kriteria (2). Iterasi yang dilakukan, menghasilkan beberapa kombinasi parameter lengkap, kamudian dari kombinasi-kombinasi tersebut dipilih model optimum yakni model dengan GCV terkecil. Pada tipe ubin keramik A3, terdapat beberapa titik yang memiliki nilai GCV. Dari titik-titik tersebut, dipilih model yang memiliki R-Sq terbesar dengan estimasi parameter yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Kombinasi Penentuan Titik Optimum Sintering Tipe Ubin A3

R-Sq 1ξ 2ξ 1α 2α 1δ 2δ

99,99% 15 25 0,774 -0,0228 0,0183 0,0045 Model yang terbentuk adalah :

( ) ( )222 250045,0150183,00228,0774,0)( ++ −+−+−= tttttS

≥<≤−+

<−=

25,93,62515,0055,0225,01175,4

15,0228,0774,02

2

tttt

ttt

Jadi, titik optimum pada pembakaran ubin keramik tipe A3 adalah pada 2ξ yakni 25 menit. Pada

waktu 25 menit, proses sintering sudah tidak mengalami penyusutan sehingga perlu dihentikan untuk meminimasi biaya produksi.

11

4.5.3 Lama Sintering Tipe Ubin A6 Optimal Pada tipe ubin A6 , terdapat 4 kombinasi yang memenuhi kriteria (2), namun kombinasi yang

dipilih untuk digunakan adalah kombinasi yang memiliki nilai GCV terkecil. Kombinasi yang terpilih adalah 0016,0ˆ;0242,0ˆ;0258,0ˆ 212 ==−= δδα dengan GCV sebesar 0,0019. Dari parameter-parameter tersebut, dilakukan iterasi terhadap nilai-nilai 21 dan ξξ sehingga didapatkan nilai parameter

1α̂ dengan substitusi kriteria (2). Iterasi yang dilakukan, menghasilkan beberapa kombinasi parameter lengkap, kamudian dari kombinasi-kombinasi tersebut dipilih model optimum yakni model dengan GCV terkecil. Pada tipe ubin keramik A6, terdapat beberapa titik yang memiliki nilai GCV kecil. Dari titik-titik tersebut, dipilih model yang memiliki R-Sq terbesar dengan estimasi parameter yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Kombinasi Penentuan Titik Optimum Sintering Tipe Ubin A6

R-Sq 1ξ 2ξ 1α 2α 1δ 2δ 99,96% 15 29 0,818 -0,0258 0,0242 0,0016

Model yang terbentuk adalah :

( ) ( )222 290016,0150242,00258,0818,0)( ++ −+−+−= tttttS

≥<≤−+

<−=

29,7906,62915,0016,00928,0445,5

15,0258,0818,02

2

tttt

ttt

Jadi, titik optimum pada pembakaran ubin keramik tipe A6 adalah sebesar 2ξ yakni 29 menit.

Pada waktu 29 menit, proses sintering sudah tidak mengalami penyusutan sehingga perlu dihentikan untuk meminimasi biaya produksi.

Tipe ubin A0 mengalami penyusutan paling cepat, kemudian diikuti dengan tipe A3 dan selanjutnya adalah A6. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Notopuro (2005) yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran butiran,maka waktu sintering yang dibutuhkan akan lebih cepat. 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Hasil perbandingan model regresi eksponen dan regresi spline menggunakan pada laju penyusutan

ubin keramik terhadap waktu proses sintering menunjukkan hasil bahwa model regresi spline lebih baik dibandingkan dengan model regresi eksponen. Kebaikan model ini ditinjau dari nilai R-Square dan nilai MSE yang diperoleh untuk masing-masing model pada tiap tipe ubin keramik. Model regresi spline yang terbentuk untuk tipe ubin keramik A0 adalah

( )

≥−+<≤−+

<−=

23,0003,00183,07668,62310,0095,04415,09,1

10,0285,08215,0

2

2

2

tttttt

ttttS

Model regresi spline untuk tipe ubin keramik A3 adalah

( )

≥+−<≤−+

<−=

24,0001,00046,00024,72414,006,02882,04888,3

14,0238,07866,0

2

2

2

tttttt

ttttS

Model regresi spline untuk tipe ubin keramik A6 adalah

( )

≥−+<≤−+

<−=

17,0006,00427,01036,61715,013,04643,052,2

15,0242,08003,0

2

2

2

tttttt

ttttS

2. Lama waktu paling optimal proses sintering yang ditunjukkan oleh laju penyusutan ubin keramik konstan (tetap) pada waktu tertentu dengan menggunakan regresi spline. Pada ubin keramik tipe A0, tipe A3 ,dan tipe A6 lama waktu optimum masing-masing pada proses sintering adalah 24 menit, 25

12

menit, dan 29 menit. Lama sintering optimal yang dihasilkan ini memiliki jarak yang jauh dengan waktu yang digunakan dalam sintering bagi perusahaan yang menyamakan lama proses untuk tiap tipe ubin yakni selama 40 menit. Hasil yang didapatkan, menunjukkan bahwa lama waktu optimum berbeda pada setiap tipe ubin keramik. Hal ini tergantung pada ukuran butiran dalam pembuatan ubin keramik itu sendiri. Semakin besar ukuran butiran,maka waktu sintering yang dibutuhkan akan lebih cepat.

5.2 Saran Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini, telah ditunjukkan bahwa tiap-tiap ubin keramik memiliki waktu optimal pembakaran masing-masing, dimana pada waktu optimal ini sudah tidak lagi terjadi penyusutan pada proses sintering. Akan tetapi, untuk pelaksanaan teknis di lapangan, sulit untuk dilakukan pemberhentian pada satu titik. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya agar membentuk suatu interval waktu penghentian proses sintering supaya lebih mudah diaplikasikan di lapangan. Selain itu, data percobaan yang dilaksanakan terlalu sedikit untuk pemodelan sehingga saran untuk penelitian selanjutnya adalah data yang digunakan supaya lebih banyak dan mengikuti aturan rancangan percobaan. DAFTAR PUSTAKA Budiantara, I. N. 2001. “Regresi Nonparametrik dan Semiparametrik Serta Perkembangannya”. Makalah

Pembicara Utama pada Seminar Nasional Alumni Pasca Sarjana Matematika Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Budiantara, I. N. 2006. “Regresi Nonparametrik Dalam Statistika”. Makalah Pembicara Utama pada Seminar Nasional Matematika, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Makasar (UNM), Makasar.

Budiantara, I. N. 2009. “Spline dalam Regresi Nonparametrik dan Semiparametrik : Sebuah Pemodelan Statitika Masa Kini dan Masa Mendatang”. Pidato Pengukuhan Untuk Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Matematika Statistika dan Probabilitas. Jurusan Statistika, FMIPA, ITS ,Surabaya.

Crossandy, Y. 2011. “Pendekatan Regresi Spline Truncated Untuk Memodelkan Laju Penyusutan Bahan Baku Ubin Keramik Pada Proses Pembakaran Di PT. Kuali Mas”. Tugas Akhir Untuk Memperoleh Gelar Diploma 3, Jurusan Statistika FMIPA ITS. Surabaya.

Drapper, N., dan Smith, H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Ellyawan. 2008. Bahan baku keramik, <http://ellyawan.dosen.akprind.ac.id/?p=19>. Eubank, R. L. 1988. Spline Smoothing and Nonparametric Regression. New York : Marcel Dekker,

Inc. Hardle, W. 1990. Applied Nonparametric Regression. Cambridge : Cambridge University Press. Maity, S., and Sarkar, B. K., 1995. “Effect of Temperature on the Srtrength and Physical Propertie of

Conventional Porccelain”. J. Interceram 44, 318-324. Notopuro, H., Mu’it, A., Hidayat, D., Rachimoelah, M., Altway, A., dan Winardi, S., Februari 2005.

“Diffusion Model Approach, for the Evaluation of the Effect of Grain Size on Sintering Process of the Tile Ceramics”. Majalah IPTEK-ITS 16, 7-11.

Notopuro, H., Hatmoko, D., Saputra, R.Y., Rachimoelah, M., dan Winardi, S., Februari 2006. “Sintering Mechanisms of Floor Tile Microstructural Evolution and Shrinkage”. Majalah IPTEK-ITS 17, 27-33.

Notopuro, H. 2006. “Pengaruh Distribusi Ukuran Butiran Dalam Proses Sintering Ubin Keramik”. Disertasi Tidak Dipublikasikan. ITS, Surabaya.

Purwahyuningsih, W., Sunaryo, S. 2010. “Pendekatan Regresi Semiparametrik Spline Pada Data Nilai Ujian Nasional Siswa SMKN 1 Nguling Pasuruan”. Makalah Dipresentasikan Pada Seminar Nasional Pascasarjana X-ITS. Surabaya.

Rice, J. A. 1995. Mathematical Statistics And Data Analysis. California : Duxbury Press. Wahba, G. 1990. Spline Models for Observasional Data. SIAM Pensylvania.