PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL...

17
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DAN JIGSAW MATERI UNSUR-UNSUR LINGKARAN SISWA KELAS VIII SMP N 1 AMPEL TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika Oleh: DINAR WAHYU LARASATI 202013014 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA 2017

Transcript of PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL...

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DAN JIGSAW MATERI

UNSUR-UNSUR LINGKARAN SISWA KELAS VIII SMP N 1 AMPEL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika

Oleh:

DINAR WAHYU LARASATI

202013014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

2017

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DAN JIGSAW MATERI

UNSUR-UNSUR LINGKARAN SISWA KELAS VIII SMP N 1 AMPEL

Dinar Wahyu Larasati1)

, Tri Nova Hasti Yunianta2)

[email protected]), [email protected])

Program Studi S1 Pendidikan Matematika1), 2)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan–Universitas Kristen Satya Wacana

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan Jigsaw materi unsur-unsur lingkaran siswa kelas VIII SMP

Negeri 1 Ampel tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Rancangan

penelitian ini menggunakan Posttest-Only Control Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa

kelas VIII SMP N 1 Ampel tahun pelajaran 2016/2017. Teknik pengambilan sampel yang digunakan Cluster

Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari siswa kelas VIII C sebagai kelas kontrol dengan

diberi perlakuan TSTS dan siswa kelas VIII E sebagai kelas eksperimen diberi perlakuan Jigsaw. Kemampuan

awal siswa dari kedua sampel adalah homogen. Data hasil belajar yang dikumpulkan mencakup ranah afektif,

kognitif, dan psikomotor. Hasil analisis Uji Tanda pada ranah afektif menunjukkan nilai Sig. (2-tailed) sebesar

0,607 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan nilai sikap yang signifikan terhadap perlakuan yang diberikan di

kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif menunjukkan nilai rata-rata

posttest pada kelas kontrol adalah 70,78 dengan nilai standar deviasi (SD) = 11,693 lebih rendah jika

dibandingkan dengan nilai rata-rata posttest pada kelas eksperimen yaitu 87,88 dengan nilai standar deviasi

(SD) = 5,237. Hasil Uji Independent sample t-test diperoleh nilai Sig. (2-tailed) 0,000 < 0,05 sehingga dapat

disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen dilihat dari ranah kognitif siswa. Hasil analisis Uji Tanda pada ranah psikomotor menunjukkan

nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,774 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan nilai keterampilan yang signifikan

terhadap perlakuan yang diberikan di kelas kontrol dengan kelas eksperimen.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Two Stay Two Stray (TSTS), Jigsaw.

PENDAHULUAN

Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan

pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom

secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

psikomotoris. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, dari ketiga ranah

tersebut ranah kognitif yang paling banyak digunakan oleh para guru di sekolah karena

berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran (Sudjana,

2006: 22-23).

Menurut Permendikbud Nomor 23 (2016: 7) tentang Standar Penilaian Pendidikan

Pasal 10 ayat (1) b, bahwa penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan pada semua mata

pelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian aspek sikap dapat

dilakukan dengan mencatat perilaku peserta didik saat proses pembelajaran berlangsung.

Penilaian aspek pengetahuan dapat dilakukan dengan cara pemberian tes. Penilaian aspek

keterampilan dapat dilakukan saat siswa melaksanakan kegiatan belajar di kelas.

Berdasarkan uraian mengenai prosedur penilaian yang meliputi 3 aspek di atas, maka

guru dituntut untuk menerapkan ketiga aspek penilaian tersebut saat melakukan pembelajaran

di kelas. Metode yang sering digunakan guru saat di kelas adalah diskusi kelompok. Masalah

dalam diskusi kelompok tidak sedikit, hal ini dapat mempengaruhi proses pembelajaran di

kelas. Sebagai contoh, hanya sebagian anggota kelompok yang mengerjakan atau

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Contoh lainnya, akibat tugas dari guru hanya

dilakukan oleh beberapa siswa saja sehingga suasana kelas menjadi gaduh. Hal ini dapat

dikurangi jika guru menerapkan ketiga aspek penilaian di atas, serta kreatifitas guru dalam

pemilihan model pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran

dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu

sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Siswa diharapkan dapat saling membantu,

saling mendiskusikan dan berargumentasi dengan siswa yang lain. Cara belajar kooperatif

lebih seringnya menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual, cara belajar yang

individual, dan dorongan yang individual. Keberhasilan mereka sebagai kelompok tergantung

pada kemampuan mereka untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok sudah

memegang ide kuncinya (Slavin, 2005: 4). Terdapat beberapa tipe dalam model pembelajaran

kooperatif diantaranya tipe Make a Match, Group Investigation (GI), Student Teams

Achievement Division (STAD), Two Stay Two Stray (TSTS), Jigsaw, dan lain-lain.

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun

1992 dan tipe pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar

informasi antar kelompok dengan mengirimkan dua anggota kelompoknya (Huda, 2013:

140). Menurut (Shoimin, 2014: 225) kelebihan dari model ini adalah kecenderungan belajar

siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, diharapkan siswa akan

berani mengungkapkan pendapatnya, kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.

Kekurangan dari model ini adalah jumlah ganjil bisa menyulitkan pembentukan kelompok.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson

tahun 1975. Dalam tipe ini siswa bekerja kelompok sebanyak dua kali, dimana kelompok

pertama masing-masing anggota mempelajari materi yang berbeda-beda, dan kelompok

kedua atau kelompok ahli yaitu perkumpulan siswa yang mendapat materi yang sama (Huda,

2013: 120-121). Menurut (Shoimin, 2014: 93-94) kelebihan dari model ini adalah siswa

diharapkan dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan daya pemecahan masalah

menurut kehendaknya sendiri. Kekurangan dari model ini adalah jika guru tidak bisa

memastikan bahwa proses diskusi dilakukan secara kooperatif maka kelompok tersebut akan

mengalami kendala dalam berdiskusi nantinya. Persamaan dan perbedaan dari kedua tipe

model pembelajaran kooperatif tersebut dapat disajikan dalam Tabel 1

Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan dari tipe TSTS dan tipe Jigsaw

PERSAMAAN TIPE TSTS DENGAN TIPE JIGSAW

1) Dalam proses pembelajaran kedua tipe sama-sama dilakukan secara berkelompok

2) Sama-sama memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berinteraksi

3) Sama-sama mendorong siswa untuk berani mengungkapkan pendapat

4) Sama-sama bertamu ke kelompok lain untuk memecahkan masalah dan atau bertukar informasi

5) Setelah mempelajari materi bersama kelompok lain pada kedua model tersebut sama-sama kembali ke

kelompok asal untuk menginformasikan pengetahuan yang telah didapat

PERBEDAAN TIPE TSTS DENGAN TIPE JIGSAW

Tipe TSTS Tipe Jigsaw

1) Dalam berkunjung/bertamu ke kelompok lain

dilakukan oleh dua anggota kelompok saja, jadi

tidak semua anggota kelompok berkunjung ke

kelompok lain karena ada dua anggota yang harus

tinggal di kelompok asal

1) Dalam bergabung ke kelompok lain dilakukan

semua anggota kelompok

Berdasarkan uraian mengenai persamaan dan perbedaan dari kedua tipe model

pembelajaran kooperatif tersebut, maka peneliti ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai

perbedaan dari keduanya. Meneliti perbedaan dari kedua model tersebut dengan melihat dari

hasil belajar siswa yang dilihat dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa dengan

menggunakan salah satu materi yang dipelajari pada mata pelajaran matematika.

Hasil wawancara pada hari Kamis, 5 Januari 2017 kepada guru yang mengajar

matematika kelas VIII di SMP Negeri 1 Ampel materi yang dianggap mudah oleh guru

misalnya unsur-unsur dari lingkaran, penyampaian materi tersebut dilakukan dengan metode

ceramah ternyata belum cukup untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal, karena pada

kenyataannya siswa dalam mengerjakan soal masih mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan

siswa tidak mengalami tahap mengamati, hanya saja mengenal dengan menghafalkan

pengertian dari masing-masing unsur-unsur lingkaran yang dilakukan secara individual.

Menurut Bloom tingkatan ranah kognitif ada enam aspek dan jika dicocokan pada keadaan di

lapangan bahwa mengenal dan memahami masuk pada tingkatan kognitif yang masih rendah.

Hal ini mungkin penyebab dari hasil belajar siswa yang masih rendah. Kompetensi Dasar

berdasarkan kurikulum 2013 pada materi lingkaran yang pertama yaitu mengidentifikasi

unsur, keliling, dan luas dari lingkaran. Penyampaian materi lingkaran kepada siswa dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan Jigsaw memungkinkan siswa

secara mandiri dapat memahami materi tersebut dengan bantuan dari teman sejawatnya. Hal

ini diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang lebih aktif, serta interaksi antarsiswa

dapat ditingkatkan dan diharapkan dapat mengurangi sifat individualisme siswa. Diharapkan

dari penerapan kedua model tersebut hasil belajar siswa dapat maksimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Yusi, dkk (2015: 1-4) berjudul “pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (TSTS) terhadap hasil belajar matematika

siswa kelas VIII MTS Thamrin Yahya Rambah Hilir” menunjukkan nilai terendah pada kelas

eksperimen lebih tinggi daripada nilai terendah kelas kontrol. Hal ini membuktikan bahwa

pembelajaran model (TSTS) pada pembelajaran matematika di kelas VII MTs Thamrin

Yahya dapat membantu siswa dengan kemampuan akademik lemah. Pengujian hipotesis

tersebut menggunakan uji t, hasil perhitungannya diperoleh thitung = 3,28 > ttabel = 2,0057.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Marthina, dkk (2013: 1-8) berjudul “pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap pemahaman konsep matematis siswa”

menunjukkan rata-rata nilai pemahaman konsep pada kelas yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih dari rata-rata nilai pemahaman konsep pada kelas

yang menggunakan pembelajaran konvensional. Pengujian hipotesis tersebut menggunakan

uji t, hasil perhitungannya diperoleh thitung = 2,56 > ttabel = 1,67 dengan = 0,05 dan dk =70

maka keputusan uji tolak H0 dan H1 diterima.

Berdasarkan uraian di atas, dipandang perlu untuk melihat perbandingan hasil belajar

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan Jigsaw.

Oleh karena itu adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan hasil

belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan

Jigsaw materi unsur-unsur lingkaran siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ampel.

HASIL BELAJAR

Menurut Sudjana (2006: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Dimyati dan Mujiono

(2002: 36), hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses

pembelajaran. Hasil tersebut ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap

selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Berdasarkan uraian mengenai

pengertian hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang

diterima siswa setelah menerima pengalaman belajarnya dalam bentuk nilai yang dilihat dari

aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa.

Bloom dalam Arikunto (2012: 131), membagi taksonomi dalam tiga ranah yang juga

mempengaruhi hasil belajar, ranah yang pertama yaitu ranah kognitif, ranah kognitif

berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama

disebut kognitif tingkat rendah yaitu mengenal (recognition), serta pemahaman

(comprehension) dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi diantaranya

penerapan atau aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi

(evaluation). Ranah yang kedua yaitu ranah afektif, ranah afektif berkenaan dengan sikap dan

nilai. Ranah yang terakhir yaitu ranah psikomotor, hasil belajar psikomotor tampak dalam

bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS)

Menurut Lie (2003: 61), langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

sebagai berikut: Pertama siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa,

Kedua untuk dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan

masing-masing bertamu ke kelompok yang lain, Ketiga untuk dua siswa yang tinggal dalam

kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu yang datang,

Keempat tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan

mereka dari kelompok lain, Kelima masing-masing kelompok mencocokkan dan membahas

hasil-hasil kerja mereka dalam menyelesaikan LKS. Menurut Shoimin (2014: 225) kelebihan

dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah lebih banyak tugas yang bisa

dilakukan, guru mudah memonitor, dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan,

kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan,

diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, kemampuan berbicara siswa

dapat ditingkatkan.

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

Shoimin (2014: 91-93) langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

sebagai berikut: Pertama guru merencanakan pembelajaran yang akan menghubungkan

beberapa konsep dalam satu rentang waktu secara bersamaan seperti Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), Kedua siapkan handout materi pelajaran untuk masing-masing konsep

(titik pusat, jari-jari, diameter, busur, tali busur, tembereng, juring, dan apotema), Ketiga

guru menyiapkan handout beserta soal latihan untuk masing-masing kelompok, Keempat

bagilah kelas menjadi 4 kelompok sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 8 siswa

sesuai dengan jumlah pokok bahasan dari unsur-unsur lingkaran tersebut, Kelima masing-

masing kelompok terbagi berbeda dalam mempelajari materi tersebut yang mana masing-

masing siswa mempelajari satu unsur dari unsur-unsur lingkaran yang ada, Keenam setiap

kelompok mendalami materi pada handout yang menjadi pegangannya. Pada fase ini tidak

ada interaksi antar anggota kelompok, Ketujuh setiap anggota kelompok yang ahli dalam

materi titik pusat bergabung dengan ahli materi titik pusat dari kelompok lain, begitu juga

dengan subkelompok materi yang lainnya. Pada langkah ini siswa berdiskusi bersama

kelompok baru (kelompok ahli) membahas satu handout materi yang menjadi bidang

keahliannya. Guru harus memastikan bahwa pemahaman dari masing-masing kelompok ahli

tidak terdapat kekeliruan atau kesalahan konsep dari materi yang mereka pelajari bersama.

Kedelapan, setelah selesai mendalami materi bersama dengan kelompok ahli, masing-

masing anggota kelompok kembali ke kelompok awal. Hasil diskusi bersama dengan

kelompok ahli dibahas kembali dalam kelompok awal. Setiap anggota kelompok memiliki

catatan hasil diskusi pada tahap satu, tahap dua diskusi tim ahli, dan kembali ke kelompok

semula. Menurut Shoimin (2014: 93) kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw adalah siswa diharapkan dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan daya

pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi eksperimental). Desain

ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol

variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2010: 114).

Rancangan penelitian ini menggunakan desain Posttest-Only Control Design. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP N 1 Ampel Tahun Pelajaran 2016/2017

yang berjumlah 225 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Cluster

Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C dan siswa kelas

VIII E yang dipilih secara acak, dan dipilih secara acak juga kelas VIII C sebagai kelas

kontrol dengan diberi perlakuan tipe TSTS dan kelas VIII E sebagai kelas eksperimen dengan

diberi perlakuan menggunakan tipe Jigsaw. Proses pembelajaran dalam penelitian ini

dilakukan oleh peneliti dan guru matematika kelas VIII sekolah terkait sebagai observer.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, observasi, dan

tes. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan nilai UAS semester 1 tahun

pelajaran 2016/2017 yang digunakan sebagai nilai pretest untuk menguji kemampuan awal

siswa. Metode observasi digunakan untuk mengetahui pencapaian guru dalam menerapkan

model pembelajaran, sehingga pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.

Instumen observasi berupa lembar observasi implementasi RPP dan lembar observasi

aktivitas siswa dalam kelompok. Metode tes digunakan untuk mendapatkan kemampuan

akhir siswa setelah diberi perlakuan yang berbeda pada masing-masing kelas. Instrumen tes

yang digunakan pertama, lembar pengamatan penilaian sikap siswa untuk mendapatkan data

tentang sikap siswa saat pembelajaran di kelas meliputi 3 indikator yaitu sikap aktif, kerja

sama, dan toleran. Kedua soal posttest yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa

dilihat dari penguasaan materi unsur-unsur lingkaran setelah diberi perlakuan, soal tersebut

terdiri dari 5 nomor soal uraian yang sudah divalidasi oleh para ahli. Validasi isi instrumen

tes hasil belajar pada penelitian ini dilakukan oleh 3 ahli, dimana 1 dari dosen pendidikan

matematika Universitas Kristen Satya Wacana dan 2 dari guru matematika di SMP Negeri 1

Ampel. Setelah dinyatakan layak oleh ketiga ahli maka instrumen tersebut siap digunakan

untuk penelitian. Ketiga lembar pengamatan penilaian keterampilan siswa untuk

mendapatkan data keterampilan siswa tentang materi unsur-unsur lingkaran meliputi 2

indikator yaitu keterampilan dalam membuat prakarya dan keterampilan dalam

menyampaikan materi kepada teman sekelas. Lembar pengamatan penilaian sikap dan

keterampilan siswa tersebut diisi oleh observer/guru matematika kelas VIII SMP N 1 Ampel.

Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis

inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan atau memberikan gambaran

terhadap objek yang diteliti. Hipotesis penelitian ini diuji menggunakan independent sample

t-test dan uji tanda. Syarat independent sample t-test adalah data harus berasal dari populasi

yang berdistribusi normal, maka dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Uji independent

sample t-test terdiri dari 2 macam, yaitu equal variances assummed (diasumsikan data berasal

dari populasi dengan variansi yang sama), dan equal variances not assumed (diasumsikan

data berasal dari populasi dengan variansi tidak sama). Sehingga untuk mengetahui uji

independent sample t-test yang akan digunakan maka dilakukan uji homogenitas terlebih

dahulu. Uji tanda digunakan karena nilai siswa pada ranah afektif dan psikomotor berbentuk

ordinal. Keempat uji tersebut menggunakan taraf signifikasi 5% (0,05) dengan alat bantu

perhitungan berupa software SPSS 16.0.

HASIL PENELITIAN

1. Hasil Belajar Ranah Afektif

Data hasil belajar pada ranah afektif dalam penelitian ini dilihat dari sikap siswa

(aktif, kerja sama, toleran) yang dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung,

dengan menggunakan lembar pengamatan penilaian sikap siswa yang diisi oleh

observer, dalam hal ini observer adalah guru mata pelajaran matematika kelas VIII

SMP N 1 Ampel. Analisis deskriptif dalam penelitian ini meliputi tabel distribusi

frekuensi yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengkategorian Hasil Belajar Ranah Afektif (Sikap Siswa)

No. Kategori Interval Nilai Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

1. Kurang Baik (KB) 4–5 C 5 siswa 6 siswa

2. Baik (B) 6–7 B 23 siswa 24 siswa

3. Sangat Baik (SB) 8–9 A 4 siswa 2 siswa

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa dari kelas kontrol

dan kelas eksperimen masuk kategori sikap baik dengan mendapatkan nilai B.

Meskipun demikian pada kelas kontrol yang masuk kategori sikap kurang baik

dengan nilai C sebanyak 5 siswa dan di kelas eksperimen sebanyak 6 siswa.

Sedangkan kategori sikap sangat baik dengan mendapatkan nilai A pada kelas kontrol

sebanyak 4 siswa dan di kelas eksperimen sebanyak 2 siswa. Analisis inferensial

dalam penelitian ini meliputi uji Tanda (Sign Test) yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Tanda Hasil Belajar Ranah Afektif (Sikap Siswa)

Test Statisticsb

nilai akhir ranah afektif 8E - nilai akhir ranah afektif 8C

Exact Sig. (2-tailed) .607a

a. Binomial distribution used.

b. Sign Test

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,607 (lebih

besar dari 0,05). Artinya bahwa tidak terdapat perbedaan nilai sikap yang signifikan

terhadap perlakuan yang diberikan di kelas kontrol dengan kelas eksperimen.

2. Hasil Belajar Ranah Kognitif

Data hasil belajar pada ranah kognitif dalam penelitian ini adalah nilai pretest

yang diambil dari nilai Ulangan Akhir Semester (UAS) matematika siswa semester 1

tahun pelajaran 2016/2017 dan nilai posttest yang diperoleh setelah diberikan

perlakuan. Nilai pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dari

masing-masing sampel dan nilai posttest digunakan untuk mengetahui hasil belajar

masing-masing sampel setelah diberi perlakuan. Analisis deskriptif dalam penelitian

ini menggunakan SPSS 16.0 meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan

standart deviation (SD). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Deskriptif

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pretest Posttest Pretest Posttest

N 32 32

Minimum 64 51 58 77

Maksimum 88 90 88 97

Mean 75,09 70,78 72,81 87,88

Std. Deviation 6,734 11,693 5,799 5,237

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pretest pada kelas kontrol jika

dibandingkan dengan kelas eksperimen untuk nilai minimum lebih tinggi di kelas

kontrol. Nilai maksimum pada kedua kelas memiliki nilai yang sama yaitu 88, untuk

mean lebih tinggi di kelas kontrol, dan nilai standar deviasi lebih rendah di kelas

eksperimen.

Dilihat dari hasil posttest pada kelas kontrol jika dibandingkan dengan kelas

eksperimen untuk nilai minimum lebih rendah di kelas kontrol, untuk nilai maksimum

lebih tinggi di kelas eksperimen, untuk mean lebih tinggi di kelas eksperimen, dan

nilai standar deviasi lebih rendah di kelas eksperimen. Hasil analisis inferensial yang

dilakukan dengan perhitungan uji normalitas pada kelas kontrol maupun kelas

eksperimen dengan metode Kolmogorov-Smirnova

karena masing-masing kelas lebih

dari 30 siswa dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pretest Post Test Pretest Post Test

Statistic 0,143 0,089 0,139 0,115

Df 32 32 32 32

Sig. 0,094 0,200 0,121 0,200

Berdasarkan Tabel 5, hasil perhitungan uji normalitas pada kemampuan awal

(pretest) siswa di kelas kontrol memiliki nilai signifikansi sebesar 0,094 dan kelas

eksperimen memiliki nilai signifikansi sebesar 0,121. Hal ini menunjukkan bahwa

nilai signifikansi pretest pada kedua kelas bernilai lebih dari 0,05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Hasil perhitungan uji normalitas pada kemampuan akhir (posttest) siswa di kelas

kontrol memiliki nilai signifikansi sebesar 0,200 dan kelas eksperimen memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,200. Hal ini menunjukkan bahwa nilai signifikansi posttest pada

kedua kelas bernilai lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas

berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil analisis uji normalitas pada kemampuan awal (pretest) siswa

berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan uji selanjutnya yaitu

uji homogenitas dan uji beda rerata. Hasil uji homogenitas dan uji Independent

Sampel t-test dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Homogenitas dan Uji Independent Sampel T-Test Kemampuan Awal

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std.Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower

Upper

Nilai pretest

Equal variances assumed

3.419 .069 -1.430 62 .158 -2.28125 1.59561 -5.47082 .90832

Equal variances not assumed

-1.430 60.657 .158 -2.28125 1.59561 -5.47223 .90973

Berdasarkan Tabel 6, hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa taraf signifikansi

antara kelas kontrol dan kelas eksperimen sebesar 0,069 (lebih besar dari 0,05), yang

artinya bahwa kedua kelas berasal dari varians yang sama (homogen). Berdasarkan uji

homogen tersebut, maka uji beda rerata yang digunakan adalah tipe Equal variances

assumed. Hasil dari uji ini diperoleh nilai signifikansi 0,158 (lebih besar dari 0,05)

oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan

matematika yang sama atau seimbang, sehingga dapat digunakan untuk penelitian

sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil uji homogenitas dan uji

Independent Sampel t-test pada kemampuan akhir (posttest) siswa dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7. Uji Homogenitas dan Uji Independent Sampel T-Test Kemampuan Akhir

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Nilai Posttest

Equal variances assumed

22.783 .000 -7.428 62 .000 -17.09375 2.30116 -21.69370 -12.49380

Equal variances not assumed

-7.428 42.953 .000 -17.09375 2.30116 -21.73462 -12.45288

Berdasarkan Tabel 7, hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa taraf signifikansi

antara kelas kontrol dan kelas eksperimen sebesar 0,000 (kurang dari 0,05), yang

artinya bahwa data berasal dari populasi dengan variansi tidak sama atau kedua kelas

tidak homogen. Berdasarkan uji homogen tersebut, maka uji beda rerata yang

digunakan adalah tipe Equal variances not assumed. Hasil dari uji ini diperoleh nilai

signifikansi 0,000 (kurang dari 0,05) oleh karena itu dapat disimpulkan terdapat

perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen dilihat dari aspek kognitif siswa, dimana rata-rata nilai posttest pada kelas

kontrol sebesar 70,78 lebih rendah daripada rata-rata nilai posttest pada kelas

eksperimen sebesar 87,88. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan hasil

belajar antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Two

Stay Two Stray lebih rendah dibandingkan dengan kelas yang diberi perlakuan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw bagi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ampel pada

ranah kognitif.

3. Hasil Belajar Ranah Psikomotor

Data hasil belajar pada ranah psikomotor dalam penelitian ini dilihat dari

keterampilan siswa dalam membuat prakarya dan keterampilan siswa dalam

menyampaikan materi kepada kelompok lain, dengan menggunakan lembar

pengamatan penilaian keterampilan siswa yang diisi oleh observer, dalam hal ini

observer adalah guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP N 1 Ampel. Analisis

deskriptif dalam penelitian ini meliputi tabel distribusi frekuensi yang dapat dilihat

pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengkategorian Hasil Belajar Ranah Psikomotor (Keterampilan Siswa)

No. Kategori Interval Nilai Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

1. Kurang Terampil (KT) 1–2 C 0 siswa 1 siswa

2. Terampil (T) 3–4 B 23 siswa 19 siswa

3. Sangat Terampil (ST) 5–6 A 9 siswa 12 siswa

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa dari kedua kelas

masuk ke dalam kategori terampil dengan mendapatkan nilai B. Pada kelas kontrol

tidak terdapat siswa yang masuk kedalam kategori kurang terampil sedangkan di kelas

eksperimen terdapat 1 siswa masuk kedalam kategori kurang terampil dengan nilai C.

Pada kategori sangat terampil dengan nilai A untuk kelas kontrol sebanyak 9 siswa

dan kelas eksperimen sebanyak 12 siswa. Analisis inferensial dalam penelitian ini

meliputi uji Tanda (Sign Test) dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji Tanda Hasil Belajar Ranah Psikomotor (Keterampilan Siswa)

Test Statisticsb

nilai akhir ranah psikomotor 8E - nilai akhir ranah psikomotor 8C

Exact Sig. (2-tailed) .774a

a. Binomial distribution used.

b. Sign Test

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,774 (lebih

besar dari 0,05). Artinya bahwa tidak terdapat perbedaan nilai keterampilan yang

signifikan terhadap perlakuan yang diberikan di kelas kontrol dengan kelas

eksperimen.

PEMBAHASAN

Proses pembelajaran kelas kontrol atau kelas VIII C SMP N 1 Ampel dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray maupun kelas

eksperimen atau kelas VIII E SMP N 1 Ampel dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw terlaksana sebanyak 2 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama

dilakukan penilaian sikap siswa saat proses pembelajaran berlangsung, serta penilaian

keterampilan siswa dalam membuat prakarya. Pada pertemuan kedua dilanjutkan penilaian

keterampilan dalam menyampaikan materi kepada kelompok lain dan dilakukan penilaian

ranah kognitif dengan pemberian tes individu berupa posttest. Hasil rata-rata nilai posttest

dari masing-masing kelompok yang tertinggi akan mendapatkan penghargaan atau reward

dari guru.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa dari kelas kontrol maupun

kelas eksperimen masuk ke dalam kategori sikap baik dengan mendapatkan nilai B, dan

berdasarkan Tabel 3 nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,607 (lebih besar dari 0,05) yang artinya

tidak terdapat perbedaan nilai sikap yang signifikan terhadap perlakuan yang diberikan di

kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Sehingga disimpulkan bahwa perlakuan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan tipe Jigsaw tidak menyebabkan perbedaan hasil

belajar ranah afektif siswa pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen.

Dalam proses pembelajaran berlangsung tidak akan lepas dari kelebihan dan kekurangan

dalam menerapkan suatu model pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti dalam

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan Jigsaw juga menemukan

kelebihan dan kekurangan pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Kelebihan tipe

TSTS yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi jumlah anggota kelompok sedikit,

sehingga tidak mengalami masalah dalam keterbatasan media pembelajaran, serta

tanggungjawab siswa dalam memastikan semua anggota sudah paham dan siap untuk

mengikuti tes secara individu lebih mudah karena anggotanya sedikit. Kelemahan tipe TSTS

yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi terdapat banyak kelompok sehingga guru

mengalami kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan siswa, masih terdapat

ketergantungan terhadap teman sekelompoknya sehingga tidak semua siswa aktif dalam

diskusi kelompok, serta suasana proses pembelajaran pada kelas kontrol gaduh, akibat ada 8

kelompok sedang berdiskusi pada waktu yang bersamaan. Berdasarkan kekurangan tersebut

mungkin menyebabkan hasil belajar siswa pada kelas kontrol untuk ranah kognitif masih

rendah, hal ini terbukti bahwa dari 32 siswa dalam satu kelas masih ada 11 siswa yang harus

remidi akibat nilai posttest kurang dari KKM atau kurang dari 65. Jika dibandingkan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sasongko (2015) bahwa prestasi belajar matematika siswa

yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick pada pokok bahasan

SPLDV lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two

Stray, hal ini sesuai dengan hasil yang dicapai siswa pada ranah kognitif dalam penelitian ini.

Gambar 1. Proses Pembelajaran Menggunakan Model TSTS

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang ditemukan dalam penelitian

ini meliputi guru tidak mengalami kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan siswa,

tanggung jawab ada pada diri masing-masing siswa sehingga tidak ada siswa yang pasif

dalam kelompok, tidak terdapat siswa yang bergantung kepada teman sekelompoknya,

suasana proses pembelajaran pada kelas eksperimen sangat kondusif tidak terjadi kegaduhan,

hal ini dikarenakan hanya 4 kelompok yang berdiskusi dalam waktu yang bersamaan.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang ditemukan dalam penelitian ini

meliputi dalam satu kelompok asal terdapat 8 siswa sedangkan hanya ada 2 prakarya,

sehingga mengalami keterbatasan dalam media pembelajaran, karena terdapat 8 siswa dalam

satu kelompok asal, maka jika diskusi dilakukan pada meja akan mengalami kesulitan,

sehingga diskusi dilaksanakan dengan membuat lingkaran agar posisi antar siswa lebih dekat.

Berdasarkan kekurangan tersebut ternyata tidak menyebabkan hasil belajar siswa menjadi

rendah, terbukti bahwa pada kelas eksperimen tidak ditemukan siswa yang mengalami remidi

atau semua nilai posttest dari 32 siswa pada kelas eksperimen lebih dari 65. Jika

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Melure, dkk (2014) bahwa ternyata

pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw metode

Skemata dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Prisma, hal ini sesuai dengan

hasil yang dicapai siswa pada ranah kognitif dalam penelitian ini.

Gambar 2. Proses Pembelajaran Menggunakan Model Jigsaw

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa dari kelas kontrol maupun

kelas eksperimen masuk ke dalam kategori terampil dengan mendapatkan nilai B, dan

berdasarkan Tabel 9 nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,774 (lebih besar dari 0,05) yang artinya

bahwa tidak terdapat perbedaan nilai keterampilan yang signifikan terhadap perlakuan yang

diberikan di kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan tipe Jigsaw tidak menyebabkan

perbedaan hasil belajar ranah psikomotor siswa pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan dari hasil uji

Tanda pada ranah afektif diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,607 (lebih besar dari 0,05)

yang artinya tidak terdapat perbedaan nilai sikap yang signifikan terhadap perlakuan yang

diberikan di kelas kontrol dengan kelas eksperimen di SMP Negeri 1 Ampel tahun pelajaran

2016/2017. Berdasarkan hasil uji Independent Sample t-test pada ranah kognitif diperoleh

nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (kurang dari 0,05) oleh karena itu dapat disimpulkan

terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen dilihat dari aspek kognitif siswa, dimana rata-rata nilai posttest pada kelas

eksperimen sebesar 87,88 lebih tinggi daripada kelas kontrol yaitu 70,78. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

lebih baik daripada hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay

Two Stray pada SMP Negeri 1 Ampel tahun pelajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil uji

Tanda pada ranah psikomotor diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,774 (lebih besar dari

0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan nilai keterampilan yang signifikan terhadap

perlakuan yang diberikan di kelas kontrol dengan kelas eksperimen di SMP Negeri 1 Ampel

tahun pelajaran 2016/2017.

Dalam penelitian ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada guru, siswa,

dan pembaca/peneliti. Pertama kepada guru disarankan untuk terus menerapkan model-model

pembelajaran yang berpusat pada siswa, agar siswa tidak merasa bosan dan lebih aktif dalam

proses pembelajaran. Kedua kepada siswa diharapkan tidak hanya mengutamakan hasil

belajar pada ranah kognitif saja, tetapi siswa juga harus bisa meraih hasil belajar pada ranah

afektif dan ranah psikomotor dengan maksimal. Ketiga kepada pembaca/peneliti yaitu

kesediaannya untuk melakukan penelitian serupa dengan memperbaiki dalam hal

keterbatasan dan kekurangan dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur, dan Model Terapan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kemendikbud. 2014. Buku Matematika untuk Kelas VIII Semester 2. Jakarta: Kemendikbud

Lie, Anita. 2003. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-

ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo.

Marthina, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap

Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila Vol.1

No.10. Hal:1-8

Melure, dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Metode Skemata

terhadap Pembelajaran Matematika pada Materi Prisma. JSME MIPA UNIMA Vol.2

No.6

Permendikbud 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016

tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta

Sasongko, I. A. 2015. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

Dan Two Stay-Two Stray Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa. Ekuivalen -

Pendidikan Matematika Vol.14 No.2. Hal:93-98

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:

Ar-ruzz Media.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning : Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan

Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media.

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:PT Remaja

Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suparno, dkk. 2014. PR Matematika Kelas VIII Semester 1. Klaten: Intan Pariwara

Yusi, dkk. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

(TSTS) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTS Thamrin Yahya

Rambah Hilir. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FKIP Prodi Matematika Vol.1 No.1. Hal:1-4

LAMPIRAN

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pembuatan Prakarya Pembuatan Prakarya

Diskusi Kelompok Diskusi Kelompok

Siswa saat mengerjakan Posttest Siswa saat mengerjakan Posttest