PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN...

107
1 PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN PENYEMBUHAN LUKA ANTARA TEKNIK LEM FIBRIN REKOMBINAN DAN TEKNIK JAHITAN PADA CANGKOK KONJUNGTIVA KELINCI Oleh : Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG 2017

Transcript of PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN...

Page 1: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

1

PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS

PENEMPELAN DAN PENYEMBUHAN LUKA

ANTARA TEKNIK LEM FIBRIN REKOMBINAN

DAN TEKNIK JAHITAN

PADA CANGKOK KONJUNGTIVA KELINCI

Oleh :

Iva Yulia

NPM : 131221120503

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis

Program Pendidikan Dokter Spesialis 1

Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

2017

Page 2: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

2

PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS

PENEMPELAN DAN PENYEMBUHAN LUKA

ANTARA TEKNIK LEM FIBRIN REKOMBINAN

DAN TEKNIK JAHITAN

PADA CANGKOK KONJUNGTIVA KELINCI

Oleh :

Iva Yulia

NPM : 131221120503

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis

Program Pendidikan Dokter Spesialis 1

Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal

Seperti tertera dibawah ini

Bandung, April 2017

Susi Heryati, dr., SpM(K) Mayang Rini, dr., SpM(K), M.Sc.

Pembimbing I Pembimbing II

Page 3: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

3

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister dan/atau doktor), baik dari

Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya sendiri,

tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah dan

dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar

pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar

yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan

norma yang berlaku di perguruan tinggi.

Bandung, April 2017

Yang membuat pernyataan

Iva Yulia

NPM : 131221120503

Page 4: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

4

ABSTRAK

Transplantasi autograft konjungtiva dapat dilakukan dengan teknik lem fibrin

dan jahitan. Lem fibrin komersial (LFK) berasal dari plasma donor manusia atau

sapi sehingga memungkinkan terjadinya transmisi infeksi. Lem fibrin otologus

(LFO) memerlukan waktu persiapan lebih lama dan proses pembuatan yang rumit.

Teknologi pembuatan trombin rekombinan sebagai bahan untuk lem fibrin

rekombinan (LFR) dapat menjawab kekurangan dari LFK dan LFO.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan gambaran histologis

penempelan dan penyembuhan luka antara teknik LFR dengan teknik jahitan

setelah cangkok konjungtiva.

Penelitian eksperimental terhadap hewan coba dilaksanakan di Laboratorium

Uji Hewan 1 PT Bio Farma pada bulan Januari-Maret 2017. Enam belas kelinci

ras New Zaeland White dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, kemudian

diberikan perlakuan pembuatan cangkok konjungtiva. Penilaian histologis

dilakukan untuk menilai besar celah luka pada menit kesepuluh, tingkatan

epitelisasi serta jumlah pembuluh darah pada hari ketujuh setelah penempelan

cangkok konjungtiva.

Analisa statistik menggunakan uji Mann-Whitney dan Kolmogorov-Smirnov

test. Rata-rata celah luka kelompok LFR sebesar 25,17±21,64µm dan jahitan

88,08±46,99µm, secara bermakna lebih kecil dengan nilai p=0,001. Tingkatan

epitelisasi kelompok LFR berakhir sampai penyambungan dan penyembuhan luka

sebanyak 87,5% dan pada kelompok jahitan berakhir sampai penyambungan luka

sebanyak 25% dengan nilai p=0,004. Jumlah rata-rata pembuluh darah kelompok

LFR (6,0±0,9) secara bermakna lebih banyak dibandingkan kelompok jahitan

(4,6±1,3) dengan nilai p=0,046.

Celah luka konjungtiva lebih kecil pada kelompok LFR dibandingkan

kelompok jahitan. Tingkatan epitelisasi lebih baik dan jumlah pembuluh darah

lebih banyak pada kelompok LFR dibandingkan dengan kelompok jahitan.

Kata kunci : lem fibrin rekombinan, jahitan, celah luka, tingkatan epitelisasi,

jumlah pembuluh darah

Page 5: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

5

ABSTRACT

Attachement of conjunctiva graft to the scleral bed could be done either

suturing or fibrin glue. Commercial fibrin glue (CFG) was made from bovine or

human plasma donor thus making it possible to transmit infectious agents, while

autologous fibrin glue (AFG) needs complicated and longer preparation. Recent

technology produce recombinant thrombin as a component of making a

recombinant fibrin glue can be considered as an alternative of CFG and AFG.

The purpose of this study is to make a histological comparison about the

attachement of graft and wound healing process after conjunctival graft

transplantation procedure between recombinant fibrin glue (RFL) and suturing

technique.

An experimental animal study of 16 New Zealand White rabbits was conducted

in Laboratory of Biofarma, Bandung from January to March 2017. Subjects were

randomly divided into RFL group and suturing group and both groups underwent

a conjunctival graft transplantation procedure. Histological examination

including assessment of epithelialization process, wound gap distance at ten

minutes and amount of blood vessels at seven days after grafting were made.

The statistical analysis using Mann-Whitney and Kolmogorov-Smirnov test.

Mean of wound gap for RFG group (25,17±21,64µm) was significantly shorter

than suturing group (88,08±46,99µm);(p=0,001) in ten minute after grafting.

Ephitelialization process of bridging and complete wound healing was found

87,5% in RFG group, and 25% in suturing group until bridging the exicion

(p=0.004). Mean of blood vessels in RFG group (6,0±0,9) was significantly

greater than suturing group (4,6±1,3);(p=0,046).

RFG group has a shorter wound gap distance, better epithelialization process

and greater amount of blood vessels than suturing group.

Keywords : recombinant fibrin glue, suturing technique, wound gap,

epithelialization, blood vessels

Page 6: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

6

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah

SWT, atas karunia dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang

disusun untuk memenuhi persyaratan akhir dalam mengikuti pendidikan keahlian

di bidang Ilmu Kesehatan Mata pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Pusat Mata Nasional Rumah Sakit

Mata Cicendo Bandung.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih, rasa hormat dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah membimbing, mendidik dan membantu penulis

dalam menyelesaikan pendidikan dan menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima

kasih kepada Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Dr. med. Tri Hanggono

Achmad, dr., Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Yoni Fuadah

Syukriani, dr., M.Si., SpF., DFM serta kepada Dr. Dwi Prasetyo, dr., SpA.,

M.Kes. selaku Koordinator Pelaksanaan Program Pendidikan Dokter Spesialis I,

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran.

Penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada Prof. H. Sugana

Tjakrasudjatma, dr., SpM (Alm), Prof. Dr. H. Gantira Natadisastra, dr., SpM(K),

dan Prof. Dr. Farida Sirlan, dr., SpM(K) (Almh), selaku guru besar Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, bimbingan dan suri tauladan

Page 7: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

7

yang tidak ternilai bagi penulis selama mengikuti pendidikan dokter spesialis mata

hingga selesainya tesis ini.

Ucapan terima kasih kepada jajaran direksi Pusat Mata Nasional Rumah

Sakit Mata Cicendo Bandung, Dr. Irayanti, dr.SpM(K)., M.Kes., M.M. selaku

Direktur utama, Direktur terdahulu PMN RS Mata Cicendo, Kautsar Boesoirie,

dr., SpM(K)., M.Kes., M.M. dan Hikmat Wangsaatmadja, dr., SpM(K)., M.Kes.,

M.M., Dr. Feti Karfiati Memed, dr., SpM(K)., M.Kes., M.M. selaku direktur

medik dan keperawatan, Tjipto Rahardjo, S.K.M. selaku Direktur Keuangan, Drs.

Setyo Budi Hartono, M.M. selaku Direktur Umum, SDM, dan Pendidikan, yang

telah memberikan kesempatan dan kepercayaan untuk dapat menggunakan sarana

dan prasarana Rumah Sakit sebagai tempat belajar, bekerja dan melakukan

penelitian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Andika Prahasta, dr., SpM(K),

M.Kes. selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran, Dr. Budiman, dr., SpM(K)., M.Kes. selaku Ketua

Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran beserta seluruh tim Program Studi Pendidikan Spesialis

Mata, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu, bimbingan,

dukungan, motivasi, dan arahan kepada penulis selama penulis mengikuti

pendidikan hingga selesainya tesis ini.

Rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis

sampaikan kepada Susi Heryati, dr., SpM(K) selaku pembimbing I dan Mayang

Rini dr., SpM(K)., M.Sc. selaku pembimbing II, Dr. Sutarya Enus dr., SpM(K).,

Page 8: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

8

M.Kes. dan R. Angga Kartiwa dr., SpM(K)., M.Kes. yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama

penelitian berlangsung sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar sampai

tahap akhir penyelesaian tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Toto Subroto dan Dr.

Muhamad Fadhilillah, M.Si. dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Departemen Kimia Univesitas Padjadjaran atas bimbingan dan

kerjasamanya, Nur Atik, dr., M.Kes., Ph.D. dari bagian Histologi Universitas

Padjadjaran atas bimbingan, pengarahan, masukan dan bantuannya, drh

Rachmawati Noverina, drh. Ivov R. Hasibuan, drh. Agung Subekti dan seluruh

Staf Unit Uji Hewan I Laboratorium PT Bio Farma (Persero) atas kerjasama dan

bantuannya, dan Bapak Irfan Anis Ahmad atas bantuannya dalam mengolah

spesimen.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu dan bimbingan yang

telah diberikan oleh seluruh staf pengajar dan mentor di Rumah Sakit Mata

Cicendo yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu, yang dengan ikhlas

membagikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.

Kepada kedua orang tua yang penulis banggakan dan hormati, ayahanda

Endang Diana dan ibunda Tintin Suhartini atas cinta, kasih sayang yang telah

diberikan dalam membesarkan, mendidik, membimbing, memberikan teladan

dalam menghadapi kehidupan, memberikan semangat serta doa yang tiada henti

bagi penulis selama ini. Dengan setulus hati penulis sampaikan ucapan terima

kasih kepada suami tercinta Eddy Sumarna serta kedua ananda Musashi Thariq

Page 9: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

9

Anshari dan Keenan Tsani Nur Qinthara atas cinta kasih, doa, pengertian,

kesabaran, serta keikhlasannya mendampingi penulis selama mengikuti

pendidikan.

Kepada seluruh sahabat, teman sejawat peserta Program Pendidikan

Spesialis Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, terima kasih atas

kebersamaan, pengertian dan kerjasamanya selama masa pendidikan. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada seluruh perawat dan staf di PMN RSM

Cicendo atas bantuan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan yang telah

diberikan dan semoga tesis ini bermanfaat untuk Departemen Ilmu Kesehatan

Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Pusat Mata Nasional

Rumah Sakit Mata Cicendo.

Bandung, April 2017

Penulis

Iva Yulia

Page 10: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

10

DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

PERNYATAAN ..................................................................................................... iii

ABSTRAK .............................................................................................................. iv

ABSTRACT ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xiv

DAFTAR BAGAN ................................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Penelitian............................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 6

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 7

1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................... 7

1.4.1 Kegunaan Ilmiah .............................................................. 7

Page 11: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

11

1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

.........................................................................................

9

2.1 Kajian Pustaka ............................................................................. 9

2.1.1 Anatomi Konjungtiva ………………………………….. 9

2.1.2 Transplantasi Autograft Konjungtiva .............................. 10

2.1.2.1 Teknik Jahitan………………………………….. 12

2.1.2.2 Teknik Lem Fibrin …………………………….. 13

2.1.2.2.1 Lem Fibrin Komersial ………………... 16

2.1.2.2.1 Lem Fibrin Otologus………………...... 16

2.1.3 Lem Fibrin Rekombinan ……………………………….. 18

2.1.4 Penempelan dan Celah Luka (Wound Gap)…………… 21

2.1.5 Penyembuhan Luka (Wound Healing) dan Gambaran

Histologi Luka ………………………………………….

22

2.1.5.1 Fase Hemostasis………………………………… 24

2.1.5.2 Fase Inflamasi ………………………………….. 26

2.1.5.3 Fase Proliferasi ………………………………… 27

2.1.5.3.1 Tahap Granulasi ……………………… 28

Page 12: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

12

2.1.5.3.2 Tahap Angiogenesis ………………….. 29

2.1.5.3.3 Tahap Epitelisasi ……………………... 29

2.1.5.4 Fase Maturasi / Remodelling …………………… 30

2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................... 31

2.3

2.4

Premis …......................................................................................

Hipotesis ......................................................................................

34

36

2.5 Skema Kerangka Pikir …………………………………………. 37

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 38

3.1 Objek dan Bahan Penelitian ........................................................ 38

3.1.1 Objek Penelitian ….......................................................... 38

3.1.2 Ukuran Sampel ................................................................ 38

3.1.3 Kriteria Inklusi ................................................................. 39

3.1.4

3.1.5

Kriteria Eksklusi ..............................................................

Kriteria Drop Out ……………………………………….

40

40

3.1.6 Bahan dan Alat Penelitian ................................................ 40

3.1.6.1 Bahan Penelitian …………………......................

3.1.6.2 Alat Penelitian …………………………………..

40

41

3.2 Metode Penelitian ………………………………........................ 42

Page 13: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

13

3.2.1 Rancangan Penelitian ………………............................... 42

3.2.2 Identifikasi Variabel Penelitian …..…............................. 42

3.2.3 Cara Kerja Penelitian ……………………..……………. 44

3.2.3.1 Persiapan Sebelum Penelitian ………………..…

3.2.3.2 Preliminary ……………………………………...

3.2.3.3 Persiapan Hewan Coba Sebelum Penelitian….....

3.2.3.4 Teknik Pengelompokan Hewan Coba …….….....

3.2.3.5 Perlakuan Kelompok Penelitian …….…….….....

3.2.3.5 Protokol Pelaksanaan Penelitian …….…….…...

3.2.3.6 Pembuatan dan Penilaian Sediaan Histologis …..

44

44

45

46

46

47

51

3.2.4 Rancangan Analisis …………………………………….. 51

3.2.5 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………….. 52

BAB IV

3.3 Aspek Etik Penelitian …………………………………………..

3.4 Alur Penelitian …………………………………………………...

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................

54

54

56

4.1 Hasil Penelitian ............................................................................ 56

4.2 Pengujian Hipotesis ..................................................................... 59

4.3 Pembahasan ................................................................................. 61

Page 14: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

14

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 65

5.1 Simpulan ...................................................................................... 65

5.2 Saran ............................................................................................ 65

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 66

LAMPIRAN ........................................................................................................... 70

Page 15: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Anatomi Konjungtiva ……….………………………….

Gambaran Histologi Lapisan Konjungtiva …………….

Mekanisme Kerja dari Lem Fibrin …..…………............

9

10

14

Gambar 2.4 Alur Pembuatan Trombin Rekombinan ……………….. 21

Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 2.7

Proses Penyembuhan Luka Secara Histologis………….

Aktivitas Trombin pada Koagulasi Darah……………...

Tahap-tahap Proses Penyembuhan Luka……………….

23

26

30

Page 16: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

16

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.5

Bagan 3.4

Bagan Kerangka Pikir……….………………………………… 37

Bagan Alur Penelitian …………………..……………………. 55

9

10

14

20

23

26

30

Page 17: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keputusan Komite Etik ………...……………...……......... 70

Lampiran 2 Tata Cara Pembuatan Fibrinogen …………………………......... 71

Lampiran 3 Teknik Randomisasi Blok Permutasi ……………………........... 72

Lampiran 4 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ……………………………..... 73

Lampiran 5 Tata Cara Pembuatan Preparat Histologi ………………………. 77

Lampiran 6 Preparat Hasil Penelitian dan Tata Cara Pembacaan Preparat …. 80

Lampiran 7 Data Analisa Statistik …………………………………………... 81

Lampiran 8 Gambar-gambar Sediaan Histologi …………………………….. 85

Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup …………………………………………… 88

Page 18: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Transplantasi autograft konjungtiva saat ini merupakan teknik terbaik dalam

menurunkan angka kejadian rekurensi pada pembedahan pterigium baik pterigium

primer maupun pterigium yang berulang. Angka rekurensi pterigium setelah

tindakan pembedahan dengan teknik ini adalah sebesar 3-5%. Penatalaksanaan

pterigium terbaik adalah dengan dilakukannya pembedahan terutama pada

pterigium yang progresif dan menutupi jalur penglihatan, pterigium yang

menyebabkan reaksi inflamasi berulang dan pterigium yang menyebabkan

astigmatisma dan sudah mempengaruhi tajam penglihatan. Teknik ini pertama kali

dilakukan oleh Thoft dalam penanganan kasus kelainan permukaan okular yang

disebabkan oleh trauma kimia. Penggunaannya pada operasi pterigium

dipopulerkan oleh Kenyon dkk., pada tahun 1985 dan telah teruji dapat

menurunkan angka rekurensi dan komplikasi.1-6

Hasil Survey Nasional tahun 1993-1996 mengenai angka kesakitan mata di 8

propinsi di Indonesia, dinyatakan bahwa pterigium terletak pada urutan kedua

penyakit mata terbanyak di Indonesia dengan angka prevalensi sebesar 13,9%,

sehingga memerlukan penanganan yang tepat untuk menurunkan angka kesakitan

mata karena pterigium.7

Penempelan cangkok konjungtiva pertama kali dilakukan dengan

menggunakan teknik jahitan namun menimbulkan ketidakpuasan bagi operator

Page 19: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

19

dan pasien karena sulitnya pembedahan serta waktu pembedahan dan

penyembuhan luka yang lebih lama. Teknik jahitan merupakan bedah mikro yang

rumit sehingga memerlukan keahlian operator yang tinggi. Waktu operasi dan

penyembuhan luka yang lama, merangsang terjadinya iritasi dan kemerahan,

memberikan rasa tidak nyaman pascabedah yang lebih lama, serta terdapat

kemungkinan timbul komplikasi akibat jahitan seperti infeksi, granuloma, button

holes, abses, dellen dan kematian cangkok. Waktu penyembuhan luka

berlangsung lebih lama, dikarenakan dengan jahitan terjadi trauma tambahan yang

dapat menimbulkan reaksi inflamasi. Suzuki dkk., menyatakan bahwa penjahitan

dengan menggunakan benang silk/nylon dapat menyebabkan inflamasi

konjungtiva dan migrasi sel langerhans ke epitel kornea yang mengakibatkan

cangkok tidak dapat bertahan.8-11

Berdasarkan beberapa kekurangan dari teknik jahitan, saat ini penempelan

cangkok konjungtiva dapat dilakukan dengan menggunakan lem fibrin/LF. Lem

fibrin merupakan biomaterial perekat dengan komponen utama tersusun atas

fibrinogen dan trombin, dirancang menyerupai tahap akhir proses pembekuan

darah, yaitu terbentuknya gumpalan fibrin fisiologis yang stabil dan dapat

membantu menghentikan proses perdarahan, mempercepat penempelan jaringan

dan mengurangi hiperemis.2,8,12,13

Terdapat 2 macam lem fibrin yaitu lem fibrin komersial (LFK) dan lem fibrin

otologus (LFO). Trombin pada LFK berasal dari plasma donor manusia atau sapi

kemudian dimurnikan dari sumber darah lain sehingga masih memungkinkan

kontaminasi dari berbagai penyakit menular serta dapat pula menimbulkan alergi

Page 20: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

20

seperti mata merah, berair dan gatal. LFK sampai saat ini belum ada secara resmi

di Indonesia dikarenakan berbagai kendala yaitu Food Drug Association (FDA)

belum memberikan ijin resmi penggunaan LFK. Komponen fibrinogen dan

trombin pada LFO berasal dari darah penderita yang bersangkutan sehingga tidak

ada risiko transmisi penyakit, reaksi alergi ataupun dapat bereaksi dengan protein

plasma, hanya konsentrasi dari komponen fibrinogen dan trombin tergantung dari

keadaan tubuh masing-masing. Enus dkk., menyatakan bahwa aplikasi LFO lebih

efektif dibandingkan dengan jahitan karena waktu operasi yang lebih singkat dan

stabilitas penempelan cangkok yang lebih baik. Rifada melakukan uji klinis

pemakaian LFO pada bedah pterigium dan didapatkan hasil bahwa hipremia

pascaoperasi lebih ringan dibandingkan dengan teknik jahitan.14-17

Pemikiran ilmiah dan komersil mendasari pengembangan trombin manusia

rekombinan untuk menggantikan trombin sapi atau plasma manusia.

Perkembangan teknologi saat ini mulai mengembangkan lem fibrin rekombinan

(LFR) dengan melakukan desain dan sintesis gen sintetik pengkode protein

rekombinan. Trombin manusia rekombinan bersama dengan fibrinogen dan faktor

XIII otologus, dapat berperan sebagai LF tanpa resiko yang disebutkan

sebelumnya. Trombin rekombinan memungkinkan trombin manusia untuk

diproduksi secara melimpah melalui sel inang Pichia pastoris yang telah lama

digunakan untuk mengekspresikan protein plasma manusia. LFR dapat menjawab

kekurangan dari LFK dalam hal resiko terjadinya kontaminasi virus. LFR dapat

diproduksi dalam jumlah yang banyak dengan konsentrasi trombin yang dapat

terukur, hal ini menjawab kekurangan dari LFO.18-20

Page 21: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

21

Penyembuhan luka merupakan proses komplek dan dinamis untuk

mengembalikan struktur sel, kepadatan jaringan dan hemostasis yang melibatkan

berbagai komponen diantaranya sel, protein, growth factor dan sitokin. Proses

penyembuhan luka terbagi atas empat fase : fase hemostasis, fase inflamasi, fase

proliferasi (pembentukan jaringan granulasi), dan fase remodelling/maturasi. Fase

proliferasi merupakan salah satu fase terpenting yang menentukan proses

penyembuhan luka. Fase proliferasi yang baik ditandai dengan terbentuknya

jaringan granulasi, terjadinya epitelisasi dan angiogenesis. Keberhasilan dari

penyembuhan luka dapat dilihat dari kembalinya fungsi suatu jaringan, terjadinya

perbaikan dari jaringan yang mengalami kerusakan, pertumbuhan pembuluh darah

dan terbentuknya jaringan fibrotik.21-23

Luka yang terjadi akibat transplantasi autograft konjungtiva harus

ditatalaksana dengan baik. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam

transplantasi autograft konjungtiva adalah cangkok harus tipis tanpa

mengikutsertakan jaringan tenon. Kedua jaringan harus terpapar serta menempel

erat sehingga terjadi proses penyatuan kedua jaringan dan vaskularisasi dapat

berjalan dengan baik yang dapat mempercepat terjadinya proses penyembuhan

luka. Fibrin yang terbentuk dari gabungan komponen fibrinogen dan komponen

trombin darah mempunyai daya ikat kuat pada penempelan jaringan. Gumpalan

fibrin mulai terbentuk pada detik kelima, mencapai 70% kekuatan penempelan

pada menit kesepuluh dan kekuatan penempelan maksimal terjadi dalam waktu 2

jam. Sifat lem fibrin akan segera mengisi celah luka sehingga tidak memberi

kesempatan darah atau cairan serosa berada diantara konjungtiva bulbi dan dasar

Page 22: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

22

sklera. Penelitian yang dilakukan oleh Sheppard dkk., menyatakan bahwa pada

pengamatan satu hari setelah penempelan cangkok konjungtiva ditemukan 1%

kasus terdapat gap atau celah luka. Szurman dkk., menyatakan bahwa membrane

amnion menempel secara merata dan pada pemeriksaan histologis menunjukan

celah minimal antara graft dengan permukaan inang. Enus dkk., menyatakan

bahwa penelitian secara praklinik dan histologis penggunaan LFO pada tandur

konjungitva bulbi menunjukan celah luka dan attachment jaringan lebih baik baik

secara kualitas maupun kuantitas.24-27

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa terdapat

beberapa kekurangan dan kelebihan pada penempelan cangkok konjungtiva baik

dengan teknik jahitan, LFK maupun LFO, sehingga dengan mulai

dikembangkannya LFR peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai

penggunaan LFR untuk menempelkan cangkok konjungtiva pada hewan coba

dengan menilai besarnya celah luka untuk melihat fungsi penempelan dan

beberapa tahap penyembuhan luka dilihat dari tingkatan epitelisasi dan proses

angiogenesis dinilai secara histologi dibandingkan dengan jahitan.

Tema sentral pada penelitian ini :

Transplantasi autograft konjungtiva saat ini merupakan teknik terbaik untuk

menurunkan angka kejadian rekurensi dalam pembedahan pterigium. Angka

kejadian pterigium yang tinggi, membutuhkan penatalaksanaan tepat untuk

menurunkan angka kesakitan mata yang diakibatkan pterigium. Transplantasi

autograft konjungtiva dapat ditempelkan dengan dua cara yaitu dengan teknik

jahitan dan teknik lem fibrin. Kedua teknik ini memiliki kekurangan dan

kelebihan masing-masing.

Lem fibrin terdiri atas lem fibrin komersial (LFK) dan lem fibrin otologus

(LFO). LFK dikarenakan berasal dari plasma donor manusia atau sapi maka masih

terdapat kemungkinan terjadinya transmisi penyakit. Kekurangan dari LFO adalah

Page 23: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

23

konsentrasi fibrinogen dan trombin dalam LFO tidak terstandarisasi, memerlukan

waktu persiapan lebih lama dan tidak semua rumah sakit memiliki sarana

laboratorium yang dapat menyediakan trombin otologus. Saat ini mulai

dikembangkan adanya lem fibrin rekombinan (LFR) dengan melakukan desain

dan sintesis gen sintetik pengkode protein rekombinan yang memungkinkan untuk

diproduksi secara melimpah. Apabila LFR dapat berfungsi menempelkan cangkok

dengan baik yang ditandai dengan kecilnya celah luka (wound gap), maka dapat

memicu terjadinya penyembuhan luka (wound healing) dengan baik. Proses

penyembuhan luka terjadi dalam 4 fase dimulai dari fase hemostasis, fase

inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Fase proliferasi terdiri dari tiga

proses penting yang mempengaruhi penyembuhan dari suatu luka yaitu proses

granulasi ditandai dengan terdapatnya sel fibroblast yang mengisi lapisan stroma,

proses angiogenesis dengan terdapatnya pembuluh darah baru dan proses

epitelisasi. Sel-sel yang berperan pada setiap tahap penyembuhan luka yang dapat

dinilai secara histologis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut :

1. Apakah celah luka (wound gap) pada penempelan cangkok konjungtiva

menggunakan teknik lem fibrin rekombinan lebih kecil dibandingkan

dengan teknik jahitan, pada sepuluh menit pascabedah?

2. Apakah tingkatan epitelisasi penyembuhan luka setelah penempelan

cangkok konjungtiva pada teknik lem fibrin rekombinan lebih baik

dibandingkan dengan teknik jahitan pada tujuh hari pascabedah?

3. Apakah jumlah pembuluh darah pada proses angiogenesis saat

penyembuhan luka setelah penempelan cangkok konjungtiva lebih banyak

terbentuk pada teknik lem fibrin rekombinan dibandingkan dengan teknik

jahitan pada tujuh hari pascabedah?

Page 24: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

24

1.3 Tujuan Penelitian

1. Membandingkan besar celah luka (wound gap) pada penempelan cangkok

konjungtiva antara teknik lem fibrin rekombinan dan teknik jahitan pada

pengamatan sepuluh menit pascabedah yang diukur secara histologis

2. Membandingkan gambaran histologis tingkatan epitelisasi penyembuhan

luka setelah penempelan cangkok konjungtiva antara teknik lem fibrin

rekombinan dan teknik jahitan pada pengamatan tujuh hari pascabedah.

3. Membandingkan jumlah pembuluh darah pada proses angiogenesis saat

penyembuhan luka setelah penempelan cangkok konjungtiva kelinci antara

teknik lem fibrin rekombinan dan teknik jahitan pada pengamatan tujuh

hari pascabedah dengan pengukuran secara histologis.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap ilmu

pengetahuan dan bagi perkembangan ilmu kesehatan mata khususnya mengenai

penggunaan lem fibrin rekombinan untuk bedah pterigium dengan teknik

transplantasi autograft konjungtiva sebagai pengganti jahitan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Apabila terbukti teknik lem fibrin rekombinan memberikan gambaran

histologis penempelan luka lebih kuat dan penyembuhan luka lebih cepat dan baik

Page 25: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

25

dibandingkan dengan teknik jahitan maka akan memperkuat dasar penggunaan

sebagai material alternatif untuk cangkok konjungtiva pada manusia.

Page 26: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva adalah selaput lendir atau lapisan mukosa yang terbagi menjadi

tiga bagian yaitu konjungtiva palpebral (konjungtiva tarsalis) yang melapisi

permukaan dalam dari kelopak mata, konjungtiva bulbi yang melapisi bagian

anterior bola mata dan konjungtiva forniks. Konjungtiva palpebral dimulai dari

pertautan mukokutaneous margo palpebral dan meliputi bagian dalam dari

palpebral, yang melekat erat dengan tarsal. Konjungtiva menjadi lebih longgar

dan dapat bergerak bebas pada forniks (konjungtiva forniks), yang terdapat pada

area cul-de-sac. Bagian konjungtiva bulbi bebas bergerak, bersatu dengan kapsul

tenon dan berinsersi pada limbus (Gambar 2.1).28,29

Gambar 2.1 Anatomi Konjungtiva Dikutip dari: Scuta GL

1

Konjungtiva bulbi secara histologis mempunyai 3 lapisan yaitu lapisan epitel,

lapisan adenoid dan lapisan fibrosa.

Page 27: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

27

Lapisan epitel tersusun oleh 3 lapisan. Lapisan terdalam dari epitel tersusun

atas sel-sel yang berbentuk kuboid, lapisan tengah tersusun atas sel-sel yang

berbentuk polihedral dan lapisan superfisial tersusun atas sel-sel yang berbentuk

silindris. Pada lapisan superfisial epitel terdapat sel-sel goblet yang mengeluarkan

mukus dan pada lapisan epitel terdapat pembuluh darah, jaringan fibrosa,

melanosit dan limfosit T dan limfosit B. Lapisan adenoid dan lapisan fibrous

sering juga disebut dengan substansia propia. Lapisan adenoid terdiri dari jaringan

ikat retikulum dan pada jaringan fibrous terdiri dari kolagen dan serat-serat yang

elastis. Lapisan fibrosa lebih tebal daripada lapisan adenoid dan terdiri dari

pembuluh darah dan saraf. Substansia propia yang berada dibawah stroma terdiri

atas pembuluh darah limfe, sel plasma, makrofag dan sel mast (Gambar 2.2).28,29

Gambar 2.2 Gambaran Histologi Lapisan Konjungtiva Dikutip dari: Scuta GL

1

2.1.2 Transplantasi autograft konjungtiva

Transplantasi autograft konjungtiva merupakan teknik terbaik dalam

pembedahan pterigium yang aman dan telah teruji menurunkan rekurensi

dikarenakan autograft konjungtiva menjadi penghalang yang dapat mencegah

Page 28: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

28

migrasi dari sel-sel fibroblast. Rekurensi merupakan masalah yang sering terjadi

6-8 minggu setelah dilakukan pembedahan pterigium. Pembedahan merupakan

penatalaksanaan terbaik dalam penanganan pterigium. Prinsip utama dalam

penatalaksaan pterigium adalah mengembalikan permukaan bola mata yang

terganggu, memiliki angka rekurensi yang rendah, komplikasi yang minimal dan

baik secara kosmetik. Tindakan pembedahan dilakukan pada pterigium yang telah

mengakibatkan gangguan visual oleh karena pertumbuhan pterigium yang

progresif, adanya hambatan gerak bola mata yang mengakibatkan penglihatan

ganda, adanya gejala inflamasi kronis dan gangguan kosmetik. Teknik ini pertama

kali dilakukan oleh Thoft dalam penanganan kasus kelainan permukaan okular

yang disebabkan oleh trauma kimia. Penggunaannya pada operasi pterigium

dipopulerkan oleh Kenyon dkk., pada tahun 1985.1-6

Hasil Survey Nasional tahun 1993-1996 mengenai angka kesakitan mata di

delapan propinsi di Indonesia menyatakan bahwa pterigium terletak pada urutan

kedua penyakit mata terbanyak di Indonesia dengan angka prevalensi sebesar

13,9% akibat pterigium. Hal ini memerlukan penatalaksanaan secara tepat untuk

menurunkan angka kesakitan mata akibat pterigium.7

Transplantasi autograft konjungtiva dapat pula menimbulkan beberapa

komplikasi diantaranya pembengkakan cangkok, lepasnya cangkok, pengerutan

cangkok, nekrosis cangkok oleh karena penempelan graft yang kurang rapat,

epithelial side down atau dikarenakan dasar sklera yang avaskular, dellen

sclerocorneal, kista pada epitel konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva, fibrosis

Page 29: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

29

konjungtiva, granuloma,mpenipisan pada sklera dan giant papillary

conjungtivitis.8-11

Transplantasi autograft konjungtiva dapat dilakukan dengan 2 teknik,

diantaranya yaitu :

2.1.2.1 Teknik Jahitan

Penempelan cangkok konjungtiva pertama kali dilakukan dengan teknik

jahitan menggunakan benang yang dapat diserap (vicryl 8-0) atau dengan benang

yang tidak dapat diserap (ethilon 10-0). Teknik ini merupakan bedah mikro yang

rumit sehingga memerlukan keahlian operator yang tinggi. Beberapa kekurangan

dari teknik jahitan diantaranya waktu operasi dan waktu penyembuhan luka yang

lama, merangsang terjadinya iritasi dan hiperemis, memberikan rasa tidak nyaman

pascabedah, serta terdapat kemungkinan timbul komplikasi akibat jahitan seperti

infeksi, granuloma, button holes, abses, dan kematian graft. Waktu penyembuhan

luka pada teknik jahitan berlangsung lebih lama, dikarenakan dengan jahitan

terjadi trauma tambahan yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi. Suzuki dkk.,

menyatakan bahwa penjahitan dengan benang silk/nylon dapat menyebabkan

inflamasi pada konjungtiva dan migrasi sel langerhans ke epitel kornea yang dapat

menyebabkan tidak bertahannya cangkok. Benang yang digunakan pada teknik

jahitan merupakan benda asing akan menimbulkan reaksi inflamasi yang lebih

besar dan lebih lama, sehingga penyembuhan jaringan terjadi lebih lambat dan

kejadian rekurensi dapat lebih meningkat.2,8,9,11,15,27

Page 30: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

30

2.1.2.2 Teknik Lem Fibrin (LF)

Kekurangan dari teknik jahitan pada penempelan cangkok konjungtiva dan isu

dibutuhkannya metode pengganti teknik jahitan dalam berbagai pembedahan telah

menjadi perhatian dunia kesehatan termasuk juga di Indonesia. Penggunaan lem

fibrin sebagai perekat biologis sudah diperkenalkan sejak tahun 1909 oleh Bergel

dan pada bidang oftalmologi pertama dilaporkan oleh Katzin untuk menempelkan

cangkok kornea pada kelinci. Koranyi dkk., melaporkan penggunaan LF pada

pembedahan pterigium dengan teknik transplantasi autograft konjungtiva.12,15,30-32

Lem fibrin merupakan bahan bioadesif yang mudah digunakan, aman, lebih

murah, dan cepat diserap. Tersusun atas dua komponen utama fibrinogen dan

trombin, dirancang menyerupai tahap akhir proses penggumpalan darah, yaitu

terbentuknya gumpalan fibrin fisiologis yang stabil. Fibrin secara aktif merekrut

sel yang berperan pada proses adhesi, migrasi dan proliferasi yang diperlukan

pada penyembuhan luka untuk mencapai keadaan hemostasis, sehingga dapat

membantu menghentikan proses perdarahan dan mempercepat penempelan

jaringan. Lem fibrin memiliki sifat segera mengisi celah luka sehingga tidak

memberi kesempatan darah ataupun cairan serosa berada diantara konjungtiva dan

sklera. Mekanisme kerja dari lem fibrin dapat dilihat pada gambar 2.3.12-15

Lem fibrin yang ideal adalah lem fibrin yang memiliki waktu kerja

(menghasilkan gumpalan fibrin) tepat sebelum lem mengeras, aman secara

biologis, memiliki daya tarik, mudah untuk dilalui baik oleh cairan maupun sisa

metabolit sehingga dapat mencegah terjadinya nekrosis, menghasilkan inflamasi

Page 31: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

31

yang minimal, tidak memiliki risiko menyebarkan penyakit, mudah didapat dan

terjangkau.12,14,32

Gambar 2.3 Mekanisme kerja dari lem fibrin Dikutip dari: Saxena dkk.

14

Terdapat dua teknik untuk mengaplikasikan lem fibrin. Cara pertama dengan

menggunakan spuit duploject yang berisi 2 komponen digabungkan dengan Y-

connector. Sepuluh tetes pertama dibuang kemudian 1 tetes diaplikasikan dibawah

cangkok konjungtiva, kemudian dengan cepat cangkok diposisikan diatas sklera.

Cara kedua yaitu 1 tetes trombin diaplikasikan pada dasar sklera dan 1 tetes

fibrinogen diaplikasikan pada sisi bagian bawah cangkok konjungtiva (dalam

keadaan mengarah ke atas). Congkok konjungtiva kemudian diposisikan secara

hati-hati dan diperhatikan apakah cangkok menempel dengan baik tidak ada yang

menggulung. Lem fibrin yang tersisa dapat dibersihkan dengan spons. Lem

tersebut sebaiknya tidak menempel pada epitel konjungtiva ataupun permukaan

kornea. Setelah 2-3 menit, spekulum dapat dilepaskan dan akan terjadi reflek

mengedip secara spontan sehingga dapat dipastikan apakah cangkok berada aman

pada tempatnya. Pada teknik kedua ini diperlukan ketelitian dalam menempelkan

Page 32: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

32

cangkok konjungtiva agar sisi epithel mengarah kearah cornea yang berbatasan

dengan tempat akhir dimana cangkok akan diletakan.8,12,33

Konsentrasi trombin mempengaruhi kecepatan terbentuknya gumpalan fibrin

yang berpengaruh dalam proses koagulasi dan penempelan dari cangkok

konjungtiva. Waktu untuk terjadinya gumpalan fibrin bervariasi tergantung dari

konsentrasi trombin. Konsentrasi trombin 500NIH-U/ml mengakibatkan

gumpalan fibrin terbentuk dalam waktu 10 detik. Gumpalan fibrin mulai terbentuk

pada detik kelima, mencapai 70% kekuatan penempelan pada menit kesepuluh

dan kekuatan penempelan maksimal terjadi dalam waktu 2 jam. Pengaturan

konsentrasi trombin dapat mempengaruhi kecepatan terjadinya gumpalan fibrin.

Trombin 500NIH-U/ml, dapat diencerkan dengan CaCL2 pada 1:100 sehingga

diperoleh konsentrasi 5NIH-U/ml dan waktu yang diperlukan untuk pembentukan

gumpalan fibrin selama 30-60 detik. Waktu tersebut mendekati waktu yang tepat,

yang diperlukan untuk menempelkan dan memposisikan cangkok pada dasar

sklera. Konsentrasi 5NIH-U/ml merupakan konsentrasi yang tepat karena

penggumpalan dapat terjadi pada waktu yang diharapkan. Pengenceran tersebut

tidak mempengaruhi kekuatan maupun daya regang. Gumpalan fibrin akan larut

dalam waktu 1-2 minggu sehingga menyediakan waktu yang cukup untuk

penyembuhan luka.12,24,27,31,32

Kelebihan penggunaan lem fibrin dibandingkan dengan jahitan adalah LF

lebih mudah diaplikasikan, waktu operasi lebih singkat, rasa tidak nyaman setelah

tindakan seperti nyeri, merah, berair dan rasa mengganjal lebih minimal. Angka

kejadian rekurensi dengan teknik lem fibrin lebih rendah dibandingkan dengan

Page 33: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

33

teknik jahitan. Srinavastan dkk. menyatakan pula bahwa penempelan cangkok

konjungtiva dengan LF tidak hanya menyebabkan kestabilan dari cangkok lebih

baik reaksi inflamasi pun minimal. Terdapat 2 macam lem fibrin diantaranya

12-14 :

2.1.2.2.1 Lem Fibrin Komersial

Lem fibrin komersial (LFK) memiliki 2 komponen utama yaitu fibrinogen

(protein) dan trombin yang berasal dari donor plasma manusia atau sapi yang

dimurnikan dari sumber darah yang lain. Pada proses pembuatan LFK telah

diusahakan menghilangkan kemungkinan transmisi penyakit, walaupun tidak

dapat dicegah secara pasti risiko memungkinkan terjadinya peningkatan penularan

penyakit yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis B, AIDS dan

kemungkinan timbulnya reaksi alergi dan imunologis pada mata pasien seperti

merah, gatal dan bengkak, sehingga pada tahun 1990 dilakukan seleksi donor

lebih ketat. LFK sampai saat ini belum tersedia secara resmi di Indonesia

dikarenakan Food Drug Association (FDA) belum mengeluarkan ijin secara resmi

penggunaan LFK pada operasi mata karena terbuat dari protein asing yang

dikhawatirkan dapat menularkan penyakit, harga yang sangat mahal dan sulit

didapat.6,11,15

2.1.2.2.2 Lem Fibrin Otologus

Lem fibrin otologus (LFO) merupakan biomaterial perekat dengan

komponen utama trombin, fibrinogen dan faktor XIII yang berasal dari plasma

darah pasien sendiri. Komponen fibrinogen dan trombin berasal dari darah

Page 34: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

34

penderita yang bersangkutan sehingga tidak ada risiko transmisi penyakit.

Fibrinogen dan faktor XIII berasal dari plasma pasien sendiri dibuat berdasarkan

modifikasi teknik Hartmant dan trombin otologus berdasarkan teknik Armand J

Quick.12-14

Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara menyatakan bahwa celah luka antara

cangkok konjungtiva bulbi dan lapisan sklera dibawahnya pada teknik LFO lebih

kecil dibandingkan dengan teknik jahitan sehingga penyembuhan luka lebih cepat

pada kelompok LFO daripada kelompok jahitan. Pujiastuti, Enus dkk., dalam

penelitian lain menyatakan bahwa kelompok LFO menunjukan perlekatan yang

lebih kuat dan lebih stabil dengan waktu operasi yang lebih singkat sehingga

penempelan jaringan dan penyembuhan luka cangkok konjungtiva lebih cepat

pada LFO daripada teknik jahitan. Penelitian Rifada mengenai uji klinis

pemakaian LFO dalam bedah pterigium telah dilakukan dan didapatkan hasil

bahwa hiperemia pascaoperasi lebih rendah dibandingkan dengan teknik jahitan.

Kusuma dalam penelitiannya menyatakan hyperemia pascaoperasi menggunakan

LFO lebih minimal dibandingkan dengan penggunaan LFK 16,17,34,35,36

Penggunaan LFO memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak semua

analis rumah sakit memiliki kemampuan untuk membuat fibrinogen dan trombin,

diperlukan persiapan yang cukup rumit dengan waktu lebih lama untuk

mendapatkan komponen fibrinogen dan trombin serta konsentrasi yang dihasilkan

bervariasi tergantung dari keadaan penderita sehingga kemampuan penempelan

tidak dapat diprediksi. 12,24

Page 35: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

35

2.1.3 Lem Fibrin Rekombinan (LFR)

Teknologi saat ini dapat menyediakan fibrinogen dan trombin yang terbebas

dari kemungkinan kontaminasi virus yaitu dihasilkannya lem fibrin rekombinan

(LFR) dengan melakukan desain dan sintesis gen sintetik pengkode protein

rekombinan. Pemikiran ilmiah dan komersil mendasari pengembangan trombin

manusia rekombinan untuk menggantikan trombin sapi atau plasma manusia.

Trombin manusia rekombinan apabila diaplikasikan bersama dengan fibrinogen

dan faktor XIII otologus manusia dapat berperan sebagai lem fibrin tanpa risiko

kontaminasi penyakit menular maupun timbulnya reaksi alergi. Trombin

rekombinan memungkinkan trombin manusia untuk diproduksi secara melimpah

melalui sel inang Pichia pastoris yang telah lama digunakan untuk

mengekspresikan protein plasma manusia. Saat ini sudah ada aplikasi teknologi

rekombinan pada kultur sel mamalia yang memungkinkan untuk memproduksi

dan memasarkan kompleks protein plasma untuk aplikasi terapeutik pada

manusia. Beberapa protein plasma rekombinan telah diproduksi secara komersial.

Soejima dkk., mengembangkan trombin rekombinan bebas patogen dan dapat

digunakan sebagai farmasetika dalam hemostatis ataupun komponen lem fibrin.

Pada tahun 2007 telah dilakukan percobaan terhadap hewan coba, kemudian telah

dilakukan penelitian penggunaan trombin rekombinan ini pada operasi liver dan

jantung dibandingkan dengan lem fibrin yang berasal dari sapi, sehingga pada

tahun 2008 FDA telah memberikan ijin resmi untuk produksi trombin rekombinan

yang dapat digunakan untuk tindakan pembedahan.18-20,24,37,38

Page 36: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

36

Protein rekombinan dapat diproduksi dalam berbagai organisme inang antara

lain sel mikroba, serangga, mamalia dalam fermentor. Penggunaan fermentor

memungkinkan E.Coli mencapai densitas sel yang tinggi dan menghasilkan

protein rekombinan dalam jumlah yang tinggi. P.Pastoris dapat menjadi alternatif

yang penting untuk ekspresi protein rekombinan dalam jumlah besar.19,20

Produksi trombin manusia rekombinan otoaktivasi (rTrmOto) dilakukan

melalui dua tahap (Gambar 2.4). Tahap yang pertama yaitu perancangan, optimasi

dan sintesis gen Trombin terotoaktivasi (Trm-oto) untuk ekspresi pada P. pastoris.

Gen awal untuk Trm-oto yang digunakan merupakan gen pengode pretrombin-2

manusia yang diperoleh melalui sintesis gen dengan 4 titik mutasi pada urutan

asam aminonya (E14eA/D14lA/G14mP/E18A - EDGE). Urutan gen pengode

asam amino dirancang dan dioptimasi agar sesuai dengan preferensi kodon P.

pastoris namun tetap mengode urutan asam amino pretrombin-2 manusia. Urutan

gen pretrombin-2 manusia didasarkan informasi yang tersedia dalam GenBank

(Accession Number : NM_000506.3). Optimasi gen dilakukan menggunakan

perangkat lunak Graphical Codon Usage Analyzer (GCUA) yang tersedia dalam

jaringan situs jejaring (http://gcua.schoedl.de/). Preferensi kodon untuk P. pastoris

tersedia dalam situs jejaring http://www.kazusa.onr.jp/codon/. Gen sintetik

diperoleh dalam bentuk plasmid lalu dipindahkan ke plasmid ekspresi pPICZαB

dengan penanda zeocin sebagai penanda selektif, dan promoter AOX1 untuk

proses induksi dengan metanol.19,20

Tahap kedua yaitu kloning dan ekspresi gen Trm-oto sintetik tersebut pada

inang P. pastoris galur SMD1168 serta karakterisasi hasil ekspresi. Plasmid

Page 37: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

37

pPICZαB yang berisi gen Trm-oto dikloning dalam E. coli Top10F’ untuk

memperbanyak plasmid. Plasmid kemudian diisolasi dan dilinearisasi selanjutnya

diintegrasikan ke dalam genom P. pastoris SMD1168. P. pastoris transforman

yang tersisipi gen Trm-oto ditumbuhkan dalam media BMGH dalam labu kocok

untuk proses produksi sel. Setelah kultur P. pastoris transforman dalam BMGH

mencapai nilai OD600 12, proses induksi dilakukan agar P. pastoris transforman

mengekspresikan Trm-oto. Proses induksi dilakukan dengan mengumpulkan

seluruh pelet sel dari media BMGH lalu dipindahkan ke dalam media BMMH

yang volumenya 10% dari media BMGH. Hasil ekspresi Trm-oto dikarakterisasi

dengan metode SDS-PAGE. Hasil SDS-PAGE yang menunjukkan Trm-to

memiliki pita pada bobot molekul sekira 32kDa. Aktivitas Trm-oto diuji dengan

mereaksikan Trm-oto dan substrat kromogenik S-2238 sedangkan

fungsionalitasnya sebagai komponen lem fibrin diuji secara in vitro pada mata

babi dan secara in vivo pada mata kelinci hidup.19,20

Toto, Enus dan kawan-kawan melakukan uji fungsional trombin rekombinan

otoaktivasi (rTrmOto) sebagai komponen lem fibrin dilakukan secara in vitro pada

konjungtiva bulbi mata babi dan secara in vivo pada konjungtiva bulbi mata

kelinci yang masih hidup. Uji fungsional dilakukan untuk melihat tingkat

keberhasilan fungsional setelah lem fibrin diterapkan. Uji fungsional ini dilakukan

dengan menghitung waktu perekatan kembali jaringan konjungtiva bulbi. Hasil uji

fungsi rTrmOto sebagai komponen lem fibrin menunjukan rTRmOto memiliki

fungsionalitas biologis dan berhasil merekatkan jaringan mata babi dalam waktu

34 detik dan pada kelinci hidup dalam waktu 32 detik. 19,20

Page 38: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

38

Gambar 2.4 Alur Pembuatan Trombin Rekombinan Dikutip dari: Toto dkk.

19

2.1.4 Penempelan luka dan (Wound Gap)

Efek penempelan pada lem fibrin disebabkan oleh kandungan fibrin yang

terbentuk dari gabungan komponen fibrinogen dan komponen trombin darah

mempunyai daya ikat kuat untuk menempelkan jaringan. Saxena dkk., dalam

penelitiannya menyatakan penempelan cangkok konjungtiva terjadi dalam waktu

2-5 menit. Cangkok dikatakan menempel apabila cangkok tidak bergeser saat

dilakukan penarikan pada salah satu sisi cangkok. Penelitian yang dilakukan oleh

Sheppard dkk. menyatakan gabungan fibrinogen dan trombin membentuk

gumpalan fibrin dalam waktu 10-60 detik sehingga terjadi penempelan cangkok.

Gumpalan fibrin akan diserap sempurna setelah 1-2 minggu, hal ini mendukung

Page 39: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

39

terjadinya penyembuhan luka yang adekuat. Uy dkk., menyatakan bahwa

penempelan sempurna terjadi setelah 2 bulan.14,24,27,39

Penelitian yang dilakukan oleh Srinivasan dkk., menyatakan bahwa cangkok

stabil dan tidak terjadi pergerakan pada bulan ketiga dinilai dengan ada atau

tidaknya pergeseran cangkok dari dasar sklera dan berapa sisi yang mengalami

pergeseran. Penelitian yang dilakukan oleh Sheppard dkk., menyatakan bahwa

pada pengamatan satu hari setelah penempelan cangkok konjungtiva terdapat 1%

kasus dengan gap atau celah. Szurman dkk., menyatakan bahwa pada

pemeriksaan histologis amnion menempel secara merata dan terdapat celah yang

minimal antara cangkok dengan permukaan inang. Penelitian yang dilakukan oleh

Enus dkk. menyatakan bahwa penggunaan LFO pada tandur konjungtiva bulbi

menunjukan celah luka dan attachment jaringan lebih baik dinilai secara kualitas

maupun kuantitas.24-26,33

2.1.5 Penyembuhan Luka (Wound Healing) dan Gambaran Histologi Luka

Definisi luka adalah rusaknya struktur normal suatu sel atau jaringan baik

secara anatomi maupun fisiologis. Pada saat terjadi luka, epitel sel basal di tepian

luka akan terlepas dari dasarnya dan berpindah menutupi dasar luka, lalu

tempatnya diisi oleh hasil mitosis sel epitel lainnya . Secara histologis, lem fibrin

tidak menyebabkan abnormalitas pada daerah yang langsung kontak dengan zat

adhesif ini maupun daerah sekitarnya.21,22

Dalam keadaan luka, tubuh manusia akan memicu proses hemostasis yang

melibatkan interaksi berbagai protein plasma, sel-sel darah, serta rantai koagulasi

Page 40: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

40

dan fibrinolitik. Lem fibrin sebagai komponen eksogen dapat membantu protein

endogen dalam mencapai hemostasis. Tahap penting pada rantai koagulasi adalah

perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh trombin. Gumpalan fibrin yang

terbentuk berfungsi sebagai sumbat hemostatik primer memiliki daya pengikatan

kuat yang menstimulasi fibroblast menuju penyatuan jaringan secara alami

sehingga dapat mempercepat penyembuhan dan pertumbuhan jaringan. Lem fibrin

berfungsi sebagai stimulator pelepasan faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk

mempercepat proses penyembuhan luka. Secara histologis proses penyembuhan

luka dapat dilihat pada gambar 2.5.19,22,40,41

Gambar 2.5 Proses penyembuhan luka secara histologi

Dikutip dari: Stages of Wound Healing 41

Page 41: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

41

Penyembuhan luka merupakan proses komplek dan dinamis untuk

mengembalikan struktur sel, kepadatan jaringan dan hemostasis. Proses

penyembuhan luka melibatkan berbagai komponen diantaranya sel, protein,

growth factor dan sitokin. Sitokin berperan dalam meregulasi dan mengatur dari

proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka terbagi atas empat fase :

fase hemostasis, fase inflamasi, fase proliferasi (pembentukan jaringan granulasi),

dan fase remodeling / maturasi. Fase proliferasi merupakan salah satu fase

terpenting yang menentukan proses penyembuhan luka. Fase proliferasi yang baik

ditandai dengan terbentuknya epitelisasi, jaringan granulasi dan angiogenesis.

Keberhasilan dari penyembuhan luka dapat dilihat dari kembalinya fungsi suatu

jaringan, terjadinya perbaikan dari jaringan yang mengalami kerusakan,

pertumbuhan pembuluh darah dan terbentuknya jaringan fibrotik.19,22,23

2.1.5.1 Fase Hemostasis

Fase hemostasis merupakan fase pertama dari proses penyembuhan luka

diawali dengan terdapatnya platelet pada endotel yang rusak dimulai sesaat

setelah terjadinya luka. Tujuan utama dari fase ini adalah untuk memberhentikan

perdarahan. Ketika jaringan terluka akan terjadi respon selular dan vaskular.

Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi untuk mengontrol perdarahan,

reaksi ini terjadi 5-10 menit kemudian diikuti dengan vasodilatasi pembuluh

darah. Dibawah pengaruh adenosin difosfat (ADP) kebocoran dari kerusakan

jaringan merangsang seluruh platelet berkumpul dan saling melekat untuk

mengeluarkan kolagen tipe I yang kemudian aktif mensekresi glikoprotein

Page 42: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

42

adhesive yang menyebabkan agregasi platelet serta mengeluarkan faktor yang

berinteraksi dan menstimulasi jalur intrinsik proses pembekuan dengan

dihasilkannya trombin yang dapat merubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin

inilah yang menstabilkan agregasi trombosit sehingga memperkuat agregat

trombosit sebagai penyumbat hemostatik yang stabil. Platelet yang berada

disekitar luka kontak dengan kolagen yang terpapar menghasilkan substansi

vasoaktif sebagai vasokonstriktor yang membantu proses hemostasis dengan

membentuk gumpalan fibrin stabil yang dapat membantu menutup kerusakan

pembuluh darah.32,35,40,42

Trombin merupakan enzim utama pada kaskade koagulasi yang berperan

dalam merubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin dapat memperbaiki jaringan

yang terluka, dapat mestimulasi dan meregulasi aktivitas sel yang terlibat dalam

proses inflamasi dan proliferasi, trombin pun dapat bersifat sebagai agen anti

inflamasi yang terjadi akibat pelepasan nitrit okside (N0) sehingga menginhibisi

adhesi monosit dengan sel endotel dan menghambat agregasi trombosit. Sifat

yang bertolak belakang ini terjadi untuk tetap menjaga keseimbangan proses fase

inflamasi pada penyembuhan luka.17,32,38,42

Pada proses penggumpalan darah terjadi berbagai proses. Proses teraktivasinya

Faktor X menjadi FXa menghidrolisa protrombin menjadi trombin. Pembentukan

gumpalan fibrin dimulai dari teraktivasinya faktor XIII menjadi faktor XIIIa.

Faktor XIIIa merupakan transglutaminase yang mengkatalisasi tahap akhir dalam

pembentukan gumpalan fibrin. Enzim tersebut yang menstabilkan gumpalan

fibrin melalui crosslinking (CXL) monomer fibrin satu dengan yang lain. Peran

Page 43: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

43

trombin terkait dengan koagulasi darah lebih lanjut dijelaskan pada gambar

2.6.14,27,37,40

Gambar 2.6 Aktivitas Trombin pada Koagulasi Darah

Dikutip dari: Lew dkk.37

Faktor pertama dalam penyembuhan luka adalah dengan dihasilkan nya

sitokin atau growth factor yaitu platelet derived growth factor (PDGF). Growth

factor ini merekrut netrofil dan monosit untuk memulai tahap penyembuhan luka

selanjutnya dengan merangsang sel-sel epitel dan merekrut fibroblast. Fibrin yang

terbentuk pada jaringan luka, berfungsi sebagai suatu matriks yang mempercepat

pertumbuhan jaringan, karena mempercepat stimulasi fibroblast menuju

penyatuan jaringan secara alami.23,32,37

2.1.5.2 Fase Inflamasi

Fase inflamasi sebagai fase kedua memiliki target utama untuk penghancuran

bakteri dan pembersihan debris. Fase kedua ini berlangsung dalam 6-8 jam setelah

Page 44: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

44

luka sampai 4 hari setelah terjadinya luka. Fase ini mempersiapkan daerah untuk

penyembuhan dan imobilisasi luka dengan bermanifestasi klinis sebagai eritema,

pembengkakan, panas, nyeri dan terganggunya fungsi yang menyebabkan

pergerakan terbatas. Pada fase ini terjadi agregasi trombosit diikuti oleh infiltrasi

leukosit pada tempat luka. Sel yang berperan pada fase ini adalah netrofil (PMN`s

= Polymorphonuclocytes). Respon inflamasi menyebabkan pembuluh darah

menjadi permeabel sehingga plasma dan netrofil dapat menginfiltrasi jaringan

sekitarnya. Sel neutrofil sebagai pertahanan pertama kemudian memfagosit debris

dan mikroba setempat dan berperan pertahanan pertama dalam mencegah infeksi.

Saat mencerna bakteri dan debris, neutrophil akan mati dan melepaskan

intraseluler enzim ke dalam matriks sekitarnya, yang selanjutnya mencerna

jaringan. Netrofil yang mati akan digantikan oleh makrofag/monosit sebagai

pertahanan kedua yang berperan untuk melanjutkan proses pembersihan dari

debris. Makrofag akan dikeluarkan untuk memfagosit bakteri. Makrofag

merupakan pertahanan baris kedua. Makrofag mensekresikan pula khemotatic dan

growth factor diantaranya fibroblast growth factor (FGF), Epidermic growth

factor (EGF) dan Transforming growth factor (TGF and Interleukin 1 (IL-1)).

Fase ini biasanya berlangsung selama 4 sampai dengan 6 hari. 21,39,40

2.1.5.3 Fase Proliferasi

Fase proliferasi atau fase granulasi ditandai dengan adanya serbukan sel darah

merah pada dasar luka, dimulai hari ke-4 setelah luka, mencapai puncak pada hari

ke-7 dan berlangsung sampai hari ke-21 pada luka yang akut, tergatung dari

Page 45: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

45

besarnya luka dan keadaan kesehatan pasien. Sel yang berperan pada fase ini

diantaranya : makrofag, limfosit, angiosit, neutrosit, fibroblast dan keratinosit.

Fase ini difokuskan pada pengisian kembali kepadatan jaringan dan penutupan

dari luka yang ditandai dengan angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukan

jaringan granulasi, kontraksi luka dan epitelisasi (Gambar 2.6). Kandungan fibrin

dari lem fibrin dalam jumlah cukup dan waktu cepat merupakan stimulant yang

memicu fibroblast untuk berproliferasi dan bermigrasi ke tempat luka. Di tempat

baru tersebut fibroblas akan mensintesis matriks baru, antara lain fibronektin yang

merupakan glikoprotein adesif yang banyak berperan untuk memperbaiki

integritas jaringan. Tiga proses penting pada fase proliferasi diantaranya : 21,23,40

2.1.5.3.1.Proses Granulasi

Proses granulasi merupakan tahap pertama dari fase proliferasi yang ditandai

dengan adanya jaringan granulasi baru untuk memperbaiki kepadatan dan

kerapatan jaringan. Sel yang terlibat pada proses ini diantaranya sel endotel,

makrofag dan sel fibroblast beserta dengan jaringan ikat lainnya berperan pada

penggantian jaringan dermal dan subdermal pada luka yang lebih dalam untuk

mengisi dan menutupi daerah luka. Pada hari ke 5–7, sel fibroblast mensekresi

kolagen I dan III yang berfungsi sebagai kerangka saat terjadinya regenerasi

dermal yang lebih lanjut. Proses migrasi ini hanya berjalan ke permukaan yang

lebih rata atau lebih rendah, tidak dapat naik. Pembentukan jaringan granulasi

berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup epitel secara sempurna.11,12,40,41

Page 46: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

46

2.1.5.3.2 Proses Angiogenesis

Angiogenesis merupakan suatu proses pembentukan kapiler baru di dalam

luka, mempunyai arti penting pada proses penyembuhan luka. Pertumbuhan

pembuluh darah dimulai 3-5 hari setelah terjadi luka dan muncul pertama kali

pada dasar luka sebagai jaringan granulasi. Pembuluh darah baru menginvasi

kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi

yang cukup pada daerah luka untuk mencukupi kebutuhan oksigen pada keadaan

hipoksia akibat luka. Keadaan hipoksia dapat merangsang terjadinya proses

angiogenesis dan dihasilkannya nitrit okside (NO) oleh sel endotel. NO

merangsang pembuluh darah untuk vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan

aliran darah lokal sekitar luka. Puncak fase proliferasi ditandai dengan jaringan

granulasi memiliki lebih banyak jumlah pembuluh darah dibandingkan dengan

jaringan yang lain. Angiogenesis merupakan proses biologi pembentukan kapiler

darah yang dapat muncul pada keadaan fisiologis maupun patologis. Proses

angiogenesis ini dimodulasi oleh Fibrobalst Growth Factor (FGF) dan Vascular

Endothelial Growth Factor (VEGF).21,40,41,43

2.1.5.3.3 Proses Epitelisasi

Pada proses ini fibroblast mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF)

yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Pada proses epitelisasi sel

basal di tepian luka akan terlepas dari dasarnya dan berpindah menutupi dasar

luka, lalu tempatnya diisi oleh hasil mitosis sel epitel lainnya. Salah satu sel yang

berperan pada proses ini adalah sel keratinosit. Sel epitel tumbuh dibawah

Page 47: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

47

pengaruh growth factor dan sitokin untuk membelah dan menghasilkan sel-sel

baru, yang bermigrasi ke daerah dimana dibutuhkan yaitu dari dasar dan tepi luka

sampai luka tertutup oleh sel epitel. Sel epitel kulit berbentuk polihedral tidak

teratur yang menggepeng ke arah permukaan, dan pada lapis superfisial berupa sel

gepeng. Semakin superfisial, sel epitel kulit tak lagi berinti dan sitoplasmanya

tergantikan sklero-protein dan keratin. 21,40

Pada fase akhir dari epitelisasi terjadi kontraktur atau pengkerutan dimana

keratinosit berdiferensiasi membentuk protective outer layer atau stratum

corneum. Hal yang menyebabkan tidak terjadinya epitelisasi adalah adanya deep

vaskularisasi (vaskularisasi yang terjadi sampai stroma). Tahap-tahap

penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.7.21,22,40,42

Gambar 2.7 Tahap-tahap Proses Penyembuhan Luka Dikutip dari: Jain V dkk.

22

2.1.5.4 Fase Remodelling / Maturasi

Tujuan dari fase ini adalah menyempurnakan jaringan yang baru terbentuk

menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dengan penataan kembali struktur dan

Page 48: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

48

jaringan kolagen untuk menghasilkan kekuatan dan elastisitas. Pada fase ini sel

dan kapiler akan mengalami penurunan densitas. Sel utama yang terlibat pada

proses ini adalah fibroblas. Fase ini berjalan dari hari ke 21 sampai dengan 2

tahun. Proses penyembuhan luka apabila terhenti pada salah satu fase maka ke 4

fase yang telah dijelaskan sebelumnya tidak akan terjadi dengan sempurna.22,23,42

2.2 Kerangka Pemikiran

Transplantasi autograft konjungtiva saat ini merupakan teknik terbaik dalam

menurunkan angka kejadian rekurensi pada pembedahan pterigium.

Penatalaksanaan pterigium terbaik adalah dengan pembedahan. Teknik ini

dipopulerkan oleh Kenyon dkk. pada tahun 1985 dan telah teruji dapat

menurunkan angka rekurensi dan komplikasi.1-6

Penempelan cangkok konjungtiva pertama kali dilakukan dengan

menggunakan teknik jahitan. Penggunaan teknik jahitan untuk merekatkan

jaringan pada bedah mata telah menimbulkan ketidakpuasan bagi operator dan

pasien karena sulitnya pembedahan serta lamanya waktu pembedahan dan

penyembuhan luka. Teknik jahitan merupakan bedah mikro yang rumit sehingga

memerlukan keahlian operator yang tinggi. Waktu operasi dan penyembuhan luka

yang lama, merangsang terjadinya iritasi dan kemerahan, memberikan rasa tidak

nyaman pasca bedah yang lebih lama, serta terdapat kemungkinan timbul

komplikasi akibat jahitan seperti infeksi, granuloma, button holes, abses, dellen

dan kematian cangkok. Waktu penyembuhan luka berlangsung lebih lama,

dikarenakan dengan jahitan terjadi trauma tambahan yang dapat menimbulkan

Page 49: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

49

reaksi inflamasi. Suzuki dkk. menyatakan bahwa penjahitan dengan

menggunakan silk/nylon dapat menyebabkan inflamasi konjungtiva dan migrasi

sel langerhans ke epitel kornea yang dapat menyebabkan tidak bertahan nya

cangkok.7,9,10-15

Berdasarkan beberapa kekurangan dari teknik jahitan, saat ini penempelan

cangkok konjungtiva dapat dilakukan dengan menggunakan lem fibrin/LF. Lem

fibrin merupakan bahan biomaterial perekat dengan komponen utama tersusun

atas fibrinogen dan trombin, yang dirancang menyerupai tahap akhir proses

pembekuan darah, yaitu terbentuknya gumpalan fibrin fisiologis yang stabil dan

dapat membantu menghentikan proses perdarahan waktu operasi, mempercepat

penempelan jaringan dan mengurangi hiperemis.11,15,18-21

Enus dkk. melakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas LFO

dibandingkan dengan teknik jahitan pada penempelan cangkok konjungtiva bulbi

dan didapatkan hasil bahwa aplikasi LFO lebih efektif dibandingkan dengan

jahitan karena waktu operasi yang lebih singkat dan stabilitas penempelan

cangkok yang lebih baik. Rifada melakukan uji klinis pemakaian lem fibrin

otologus pada bedah pterigium dan didapatkan hasil bahwa hipremia pascaoperasi

lebih ringan dibandingkan dengan teknik jahitan. 11,14,16,17

Pemikiran ilmiah dan komersil mendasari pengembangan trombin manusia

rekombinan untuk menggantikan trombin sapi atau plasma manusia.

Perkembangan teknologi saat ini mulai mengembangkan lem fibrin rekombinan

(LFR) dengan melakukan desain dan sintesis gen sintetik pengkode protein

rekombinan. Trombin manusia rekombinan bersama dengan fibrinogen dan faktor

Page 50: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

50

XIII otologus, dapat berperan sebagai LF tanpa resiko yang disebutkan

sebelumnya. Hal ini dapat menjawab kekurangan dari lem fibrin komersial dan

otologus.18-20

Penyembuhan luka merupakan proses komplek dan dinamis untuk

mengembalikan struktur sel, kepadatan jaringan dan hemostasis yang melibatkan

berbagai komponen diantaranya sel, protein, growth factor dan sitokin. Proses

penyembuhan luka terbagi atas empat fase : fase hemostasis, fase inflamasi, fase

proliferasi (pembentukan jaringan granulasi), dan fase remodelling/maturasi. Fase

proliferasi merupakan salah satu fase terpenting yang menentukan proses

penyembuhan luka. Fase proliferasi yang baik ditandai dengan terbentuknya

jaringan granulasi, terjadinya epitelisasi dan angiogenesis. Keberhasilan dari

penyembuhan luka dapat dilihat dari kembalinya fungsi suatu jaringan, terjadinya

perbaikan dari jaringan yang mengalami kerusakan, pertumbuhan pembuluh darah

dan terbentuknya jaringan fibrotik. 21,22,40,42

Luka yang terjadi akibat transplantasi autograft konjungtiva harus

ditatalaksana dengan baik. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam

transplantasi autograft konjungtiva adalah cangkok harus tipis tanpa

mengikutsertakan jaringan tenon dan kedua jaringan harus terpapar serta

menempel erat sehingga terjadi proses penyatuan kedua jaringan dan vaskularisasi

dapat berjalan dengan baik dan mempercepat terjadinya proses penyembuhan

luka.. Sifat lem fibrin akan segera mengisi celah luka sehingga tidak memberi

kesempatan darah atau cairan serosa berada diantara konjungtiva bulbi dan dasar

sklera. Penelitian yang dilakukan oleh Sheppard dkk., menyatakan bahwa pada

Page 51: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

51

pengamatan satu hari setelah penempelan cangkok konjungtiva dinyatakan bahwa

terdapat 1% kasus yang terdapat gap atau celah setelah penempelan. Penelitian

yang dilakukan oleh Enus dkk. menyatakan bahwa penelitian secara praklinik dan

histologis penggunaan LFO pada tandur konjungitva bulbi menunjukan celah luka

dan attachment jaringan lebih baik baik secara kualitas maupun kuantitas.25,35

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa terdapat

beberapa kekurangan dan kelebihan pada penempelan cangkok konjungtiva baik

dengan teknik jahitan, LFK maupun LFO, sehingga dengan mulai

dikembangkannya LFR peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai

penggunaan lem fibrin rekombinan untuk menempelkan cangkok konjungtiva

pada hewan coba dilihat fungsi penempelan yang dinilai dari besarnya celah luka

dan beberapa tahap penyembuhan luka dilihat dari gambaran secara histologi

yaitu dinilai tingkatan epitelisas dan tingkatan angiogenesis diantara teknik lem

fibrin rekombinan dan jahitan pada cangkok konjungtiva kelinci.

2.3 Premis

Melalui kerangka pemikiran diatas maka dapat ditarik premis sebagai

berikut:

Premis 1 : Teknik penempelan cangkok konjungtiva dapat dilakukan dengan

teknik jahitan dan teknik lem fibrin.2,3

Premis 2 : Penggunaan lem fibrin otologus menunjukan celah luka dan

attachement lebih baik dibandingkan jahitan.9,11,27,32

Page 52: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

52

Premis 3 : Lem fibrin rekombinan (LFR) dibuat dengan melakukan sintesis gen

sintetik pengkode protein rekombinan, memiliki fungsi sebagai lem fibrin yang

dapat menempelkan jaringan tanpa adanya resiko kontaminasi virus dan dapat

diproduksi dalam jumlah banyak.18-20, 24,37

Premis 4 : Lem fibrin memiliki sifat segera mengisi celah luka sehingga

mempercepat penempelan dan penyembuhan luka.19,20

Premis 5 : Proses penempelan jaringan yang baik akan meningkatkan

angiogenesis sehingga vaskularisasi berjalan lebih baik dan penyembuhan, lebih

cepat.14,21,22,43

Premis 6 : Konsentrasi trombin 500NIH-U/ml mengakibatkan gumpalan fibrin

terbentuk dalam waktu 10 detik. Gumpalan fibrin mencapai 70% kekuatan dalam

waktu 10 menit dan mencapai kekuatan maksimal dalam waktu 2 jam. 12,24,27,31,32

Premis 7 : Fase proliferasi merupakan salah satu fase yang terpenting yang

menentukan keberhasilan proses penyembuhan luka yang mencapai keadaan

maksimal pada hari ketujuh setelah terjadinya luka ditandai dengan terjadinya

epitelisasi dan angiogenesis.21,40,42

Page 53: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

53

2.4 Hipotesis

1. Celah luka (wound gap) pada penempelan cangkok konjungtiva lebih

kecil menggunakan teknik lem fibrin rekombinan dibandingkan dengan

teknik jahitan pada sepuluh menit. (premis 1,2)

2. Proliferasi sel-sel epitel pada penyembuhan luka setelah penempelan

cangkok konjungtiva terjadi lebih baik dengan menggunakan teknik lem

fibrin rekombinan dibandingkan dengan teknik jahitan. (premis 1,2,4,5,6)

3. Pembentukan pembuluh darah pada proses angiogenesis saat

penyembuhan luka setelah penempelan cangkok konjungtiva lebih banyak

dengan menggunakan teknik lem fibrin rekombinan dibandingkan dengan

teknik jahitan.(premis 1,3,7)

2.5 Bagan Kerangka Pikir

Page 54: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

54

Page 55: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

55

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Bahan Penelitian

3.1.1 Objek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan hewan

percobaan (animal experimental study) yaitu kelinci ras New Zaeland White

biakan lokal yang diberi perlakuan pembuatan cangkok konjungtiva dan

penempelan kembali cangkok konjungtiva tersebut dengan teknik lem fibrin

rekombinan dan teknik jahitan yang dilakukan di Laboratorium Uji Hewan Unit I

PT Bio Farma (Persero). Pemilihan objek penelitian dan perlakuan terhadap

kelinci didasarkan atas ketentuan percobaan binatang menurut Association for

Research in Vision and Ophthalmology (ARVO). Sampel pada penelitian ini

berupa hasil pemeriksaan histologis dari konjungtiva kelinci yang telah diberi

perlukaan sebelumnya.44

3.1.2 Ukuran Sampel

Perhitungan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode Mead's

resource equation method yaitu dengan persamaan sebagai berikut :

E = N – B – T

Keterangan :

E = derajat bebas error, tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari 20

(10<E<20)

Page 56: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

56

N = jumlah sampel total - 1

B = jumlah blok – 1 (B = 0 jika seluruh sampel disatukan dalam satu blok)

T = jumlah perlakuan – 1

Pada penelitian ini, seluruh sampel disatukan dalam satu blok, sehingga B = 0,

jumlah perlakuan pada penelitian ini adalah 2 perlakuan sehingga T = 2–1 = 1,

dan derajat bebas error ditetapkan E = 12 (telah memenuhi kecukupan nilai antara

10-20), maka besarnya ukuran sampel dapat ditentukan sebagai berikut :

E = N – B – T

N = B + T + E

= 0 + 1 + 12

= 13 (total sample)

Pada awal dikatakan bahwa untuk menentukan ukuran sampel bahwa N =

jumlah sampel total – 1, sehingga total jumlah sampel = N+1 = 13+1, dan N= 14

ekor kelinci untuk dua kelompok atau n’ = 7 ekor kelinci untuk masing-masing

kelompok. Drop-out diperkirakan sebesar 10% maka ukuran sampel pada

penelitian ini adalah N = 14 + 10% (14) ≈ 16 sampel untuk kedua kelompok atau

n` = 8 sampel untuk masing-masing kelompok. Maka derajat bebas error (E) = N

- B - T = (16-1) – (0) – (2-1) = 14. Sehingga nilai E setelah mengakomodasi

drop-out, masih memenuhi kecukupan yang dipersyaratkan yaitu 10<E<20.

3.1.3 Kriteria Inklusi

1. Kelinci ras New Zaeland White

2. Kelinci yang berusia 3-4 bulan

Page 57: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

57

3. Kelinci dengan berat badan 2500–3000 gram

4. Kelinci yang sehat dan tidak cacat

3.1.4 Kriteria Eksklusi

1. Kelinci dengan adanya kelainan pada mata

3.1.5 Kriteria Drop Out

1. Kelinci yang sakit selama waktu penelitian

2. Kelinci yang mati selama waktu penelitian

3. Kegagalan dalam membuat spesimen

3.1.6 Bahan dan Alat Penelitian

3.1.6.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Trombin rekombinan dibuat oleh Laboratorium Biomolekular

Kesehatan dan Pangan Departemen Kimia FMIPA Universitas

Padjadjaran. Trombin tersebut kemudian disiapkan dalam tabung

Eppendorf.

2. Fibrinogen dibuat oleh Bagian Patologi Klinik RS Dr. Hasan Sadikin.

menggunakan metode Hartmann dari darah manusia.14

Tata cara

pembuatan terdapat pada lampiran 2.

3. Anestesi : Tetes mata tetrakain hidroklorida 0.5%, Ketamin

hidroklorida 30-50 mg/kgBB, Xylazin hidroklorida 5-10 mg/kgBB

Page 58: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

58

4. Analgesia : Ibuprofen syrup

5. Salep antibiotika : Kloramfenikol 10mg/ml dan polimiksin B sulfate

10.000 IU/ml.

6. Formalin 10%

7. Povidone iodine 10%

8. Bahan untuk pembuatan pewarnaan preparat sediaan : gelas objek,

penutup gelas objek, alkohol 70%, 80%, 90% 96%, alkohol absolut,

xylol, entelan, parafin, larutan hematoksilin dan larutan eosin.

3.1.6.2 Alat untuk penelitian

Alat yang dipergunakan pada penelitian ini adalah alat-alat yang diperlukan

untuk tindakan operasi diataranya :

1. Meja operasi

2. Mikroskop operasi Panoramic

3. Sarung tangan steril

4. Spekulum Lieberman

5. Westcott scissors

6. Pinset konjungtiva

7. Gunting konjungtiva

8. Needle holder

9. Benang ethilon 10-0

10. Benang vicryl 6-0

11. Spon absorber

Page 59: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

59

12. Cotton swab

13. Tabung Eppendorf

14. Pipet Eppendorf

15. Kamera digital

16. Botol sediaan jaringan

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu animal experimental study bertujuan untuk

mengetahui perbandingan gambaran histologis penempelan dan penyembuhan

luka setelah cangkok konjungtiva kelinci antara teknik lem fibrin rekombinan dan

teknik jahitan dengan parameter besarnya celah luka (wound gap), tingkatan

epitelisasi dan jumlah pembuluh darah pada proses angiogenesis.

3.2.2 Identifikasi Variabel Penelitian

- Variabel bebas pada penelitian ini adalah lem fibrin rekombinan dan

teknik jahitan.

- Variabel tergantung pada penelitian ini adalah gambaran histologis

besarnya celah luka (wound gap), tingkatan epitelisasi dan jumlah

pembuluh darah.

- Definisi operasional pada penelitian ini adalah :

Lem fibrin rekombinan adalah lem fibrin yang merupakan campuran

antara komponen fibrinogen dan komponen trombin rekombinan.

Page 60: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

60

Fibrinogen dibuat dari darah manusia yang diproses dengan menggunakan

metode modifikasi Hartman. Trombin rekombinan berasal dari trombin

manusia rekombinan hasil dari sintesis gen sintetik pengkode protein

rekombinan.

Teknik jahitan : teknik penempelan cangkok konjungtiva dengan

menggunakan jahitan dengan benang ethilon 10-0 sebanyak 4 buah

Cangkok konjungtiva bulbi (autograft) adalah cangkok jaringan dari

konjungtiva bulbi kelinci pada bagian superior. Jaringan donor dan

resipien berasal dari mata kelinci yang sama.

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Celah luka

(wound gap)

adalah jarak antara lapisan

bawah cangkok

konjungtiva dan lapisan

atas sklera pada menit ke

sepuluh pasca bedah

Mikroskop

cahaya

binokuler

(pembesaran

400x)

µm (mikro meter) Numerik

Tingkatan

Epitelisasi 45

adalah proliferasi sel-sel

jaringan epitel yang

berasal dari sel-sel stratum

basalis, diukur dalam

presentase jaringan epitel

yang sudah tumbuh pada

hari ketujuh pasca bedah

Mikroskop

cahaya

binokuler

(pembesaran

400x)

Tingkatan Epitelisasi :

0 (Thickness of cut

edges)

1 (migration of cells

< 50%)

2 (migration of cells

≥ 50%)

3 (bridging the

excision)

4 (complete

healing)

Ordinal

Jumlah

Pembuluh

Darah

(Angiogenesis)

adalah jumlah pembuluh

darah per lapang pandang

pada tujuh hari pasca

bedah, didasarkan adanya

eritrosit di dalam lumen

atau adanya sel-sel

endotel

Mikroskop

cahaya

binokuler

(pembesaran

400x)

Jumlah Numerik

Page 61: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

61

3.2.3 Cara Kerja Penelitian

3.2.3.1 Persiapan Sebelum Penelitian

1. Rancangan penelitian diajukan ke Komisi Kesejahteraan dan Penggunaan

Hewan Laboratorium, IACUC (Institutional Animal Care and Use

Committee) PT Bio Farma (Persero).

2. Presentasi protokol penelitian kepada tim IACUC PT Bio Farma (Persero)

3.2.3.2 Preliminary

1. Preliminary dilakukan di Laboratorium praktikum RS Mata Cicendo

2. Preliminary ini merupakan uji fungsional lem fibrin rekombinan yang

dilakukan secara in vitro pada sepuluh mata babi dan in vivo pada enam

mata kelinci hidup ras New Zaeland White.

3. Dilakukan pembuatan cangkok konjungtiva pada salah satu mata kelinci

kemudian cangkok tersebut ditempelkan kembali dengan teknik jahitan

menggunakan benang ethilon 10-0 (kelinci pertama), teknik lem fibrin

otologus (kelinci kedua) dan teknik lem fibrin rekombinan (kelinci ketiga).

4. Dilakukan pembuatan cangkok konjungtiva pada mata babi kemudian

dilakukan uji fungsi penempelan lem fibrin rekombinan dengan menilai

waktu penempelan.

5. Kemudian dilakukan follow up pada ketiga kelinci yang telah dilakukan

perlakuan.

6. Tindakan dilakukan dalam anestesi menggunakan ketamine hidroklorida

5% intra muskular.

Page 62: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

62

3.2.3.3 Persiapan Hewan Coba Sebelum Penelitian

1. Pemeliharaan kelinci dan tindakan bedah dilakukan di Laboratorium Uji

Hewan Unit I PT Bio Farma (Persero).

2. Adaptasi dan karantina hewan coba yang memenuhi kriteria inklusi

sebanyak 16 ekor kelinci dilakukan selama satu minggu untuk

menyesuaikan dengan lingkungan laboratorium.

3. Kelinci dipelihara di dalam kandang ukuran 75cm x 35cm x 50 cm. Satu

kandang diisi dengan 1 ekor kelinci

4. Selama penelitian kelinci diberi makan berupa pelet 100-150 gram per hari

dan minuman berupa air mineral.

5. Kandang kelinci ditempatkan pada sebuah ruangan tersendiri dengan suhu

optimum ruangan 15-26°C dan kelembaban udara 40-85% serta ventilasi

yang cukup.

6. Cahaya ruangan laboratorium hewan otomatis 12 jam terang dan 12 jam

gelap.

7. Kelinci dipantau berat badannya sebelum adaptasi, sesudah adaptasi dan

pada saat perlakuan.

8. Kelinci yang menunjukkan kecenderungan sakit seperti berkurangnya

berat badan 20-25 % dari berat rata-rata, kelinci tampak tidak aktif dan

kelinci yang mati akan dieksklusi dari penelitian jika menderita sakit akan

dieuthanasia

Page 63: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

63

3.2.3.4 Teknik Pengelompokan Hewan Coba

1. Seluruh kelinci mendapat perlakuan pembuatan cangkok konjungtiva pada

bagian superior konjungtiva bulbi kelinci.

2. Penempelan cangkok konjungtiva dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

teknik jahitan dan dengan lem fibrin rekombinan sehingga dilakukan

pengelompokan kelinci dengan teknik randomisasi blok permutasi

(lampiran 3). Enam belas ekor kelinci dibagi menjadi 2 kelompok.

3.2.3.5 Perlakuan Kelompok Penelitian

1. Kelompok I pada perlakuan pertama dilakukan penempelan cangkok

konjuntiva dengan teknik jahitan dan pada perlakuan kedua penempelan

cangkok konjungtiva dilakukan dengan lem fibrin rekombinan.

2. Kelompok II pada perlakuan pertama penempelan cangkok konjungtiva

dilakukan dengan lem fibrin rekombinan dan pada perlakuan kedua

penempelan cangkok konjungtiva dilakukan dengan teknik jahitan.

3. Perlakuan pertama dilakukan untuk menilai tingkatan epitelisasi dan

jumlah pembuluh darah pada proses angiogenesis penyembuhan luka.

4. Perlakuan kedua dilakukan untuk menilai besarnya celah luka (wound

gap) pada penempelan cangkok konjungtiva

5. Setiap kelinci memiliki label identitas yang berisi nomor kandang,

kelompok kelinci, jenis kelamin, rencana perlakuan dan lateralitas.

Page 64: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

64

3.2.3.6 Protokol Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan cangkok konjungtiva dan penempelan kembali cangkok dilakukan

di Laboratorium Uji Hewan Unit 1 PT Bio Farma (Persero) oleh satu orang

operator (lampiran 4). Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Kelinci yang sudah dipersiapkan dilakukan anestesi dengan menggunakan

kombinasi ketamine hidroklorida 5% (30-50 mg/KgBB) dan xylazine 2%

(5-10mg/kgBB), disuntikan intra muskular menggunakan jarum nomor 23-

25 G pada quadriceps/caudal thigh dan ditunggu sampai kelinci hilang

kesadaran.46-49

2. Kelinci diletakan diatas meja tindakan

3. Seluruh tindakan dilakukan dibawah mikroskop

4. Dilakukan anestesi topikal dengan meneteskan tetes mata tetrakain

hidroklorida 0.5% sebanyak 1 tetes pada konjungtiva bulbi

5. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan povidone iodine 10 %

pada bola mata dan daerah sekitar kelopak mata.

6. Dilakukan pemasangan spekulum kawat diantara kelopak mata.

7. Cangkok konjungtiva dibuat dengan membuat insisi pada konjungtiva

bulbi bagian superior sampai limbus yang berukuran 5 mm x 5 mm dengan

menggunakan gunting konjungtiva. Kemudian dilakukan pemisahan

jaringan konjungtiva dengan lapisan tenon.

8. Cangkok konjungtiva dipotong dengan gunting westcott dan dipegang

dengan menggunakan pinset konjungtiva

Page 65: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

65

9. Cangkok kemudian dibalik dan disimpan diatas permukaan kornea

dengan memperhatikan area limbus dan stromal selalu menghadap ke luar.

10. Setelah cangkok konjungtiva terpisah, maka dilakukan penempelan

kembali cangkok konjungtiva tersebut dengan 2 cara yaitu dengan teknik

jahitan dan teknik lem fibrin rekombinan, sehingga kelinci dibagi menjadi

2 kelompok perlakuan.

11. Kelompok pertama

Penempelan cangkok konjungtiva dengan teknik jahitan dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

Cangkok konjungtiva diposisikan pada dasar sklera dengan bagian

limbus cangkok ditempatkan pada area limbus resipien serta

stromal menghadap ke atas.

Dilakukan penjahitan pada tepi cangkok konjungtiva yang

direkatkan pada bagian tepi konjungtiva resipien menggunakan

benang ethilon 10-0 sebanyak 4 jahitan yang terpisah. Simpul

jahitan dipotong pendek dan tidak ditanam

Spekulum dibuka

Dilakukan tarsorafi menggunakan benang vicryl 6-0

Kemudian diberikan salep mata antibiotika

12. Kelompok kedua

Penempelan cangkok konjungtiva dengan teknik lem fibrin rekombinan

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Page 66: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

66

Dasar sklera yang terbuka dikeringkan dengan memakai spons

absorber.

Dipersiapkan lem fibrin rekombinan yang merupakan campuran

dari trombin rekombinan dan fibrinogen dengan perbandingan 1 :

1 dalam pipet eppendorf. Lem fibrin yang diaplikasikan sebanyak

1 tetes = 20µl = 0.004 NIH-U/ml.

Lem fibrin rekombinan diteteskan sebanyak 1 tetes pada sklera

yang terbuka, selanjutnya cangkok konjungtiva dibalik dengan

segera dan diletakkan menutupi bagian sklera yang telah ditetesi

dengan LFR. Bagian limbus tandur diletakkan pada bagian limbus

resipien.

Permukaan cangkok konjungtiva kemudian diratakan sampai

didapatkan aposisi yang baik antara cangkok dan sklera. Seluruh

permukaan cangkok melekat dengan baik dan tidak terdapat celah

antara tepi cangkok dengan sklera dan tepi konjungtiva resipien.

Lem fibrin rekombinan yang berlebihan pada tepi cangkok

dibersihkan menggunakan spons absorber dan cangkok

konjungtiva yang berlebih digunting sehingga besar cangkok

sesuai dengan defek konjungtiva.

Spekulum dibuka

Dilakukan tarsorafi menggunakan benang vicryl 6-0

Kemudian diberikan salep mata antibiotika

Page 67: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

67

13. Selama kelinci dalam pengaruh obat anestesi, dilakukan pemantauan

terhadap frekuensi denyut jantung, frekuensi respirasi dan temperature

tubuh kelinci.

14. Kelinci kemudian di follow up selama tujuh hari

15. Selama follow up (pasca bedah) diberikan terapi :

Antibiotika berupa salep mata hidrokortison 5mg/ml dan

kloramfenikol 2mg/ml sebanyak 3 kali sehari.

Analgetik berupa Ibuprofen syrup 15 mg/kgBB/hari = 45mg/hari,

terbagi dalam dua dosis per hari.

16. Pada hari ke tujuh dilakukan perlakuan kedua dengan prosedur tindakan

yang sama dengan perlakuan pertama. Pada perlakuan kedua ini dilakukan

pembuatan cangkok konjungtiva pada mata yang belum mendapat

perlakuan. Untuk penempelan cangkok konjungtiva, kelompok pertama

dilakukan dengan teknik lem fibrin rekombinan dan kelompok kedua

dengan teknik jahitan.

17. Sepuluh menit pasca bedah dalam keadaan terbius diberikan ketamine

hidroklorida 5% dosis lethal sebanyak 600 mg intravena pada vena

auricularis (marginal ear vein) menggunakan jarum nomor 23 – 35 G.

18. Kemudian dilakukan enukleasi kedua mata kelinci

19. Jaringan bola mata kelinci dimasukan kedalam botol sediaan yang berisi

formalin 10% dan diberi label sesuai dengan perlakuan terhadap mata

tersebut

20. Kelinci kemudian diinserasi sebagai limbah B3.

Page 68: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

68

3.2.3.6 Pembuatan dan Penilaian Sediaan Histologis

Pembuatan sediaan histologi dan pembacaan hasil sediaan dilakukan di

Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Pembuatan

dilakukan oleh 1 orang staf Bagian Histologi FK Unpad dan pembacaannya

dilakukan oleh 1 orang dokter Histologi FK Unpad. Prosedur pembuatan dan

pemeriksaan sediaan histologi terlampir pada lampiran 5.

Hasil pemotongan jaringan konjungtiva yang ditempelkan pada object glass

adalah pemotongan jaringan yang diambil secara acak (tidak berurutan). Setiap

object glass terdapat 4 sampai dengan 8 potongan jaringan konjungtiva.

Pembacaan preparat histologi dilakukan secara acak yaitu pada potongan jaringan

urutan 1, kemudian urutan 3 dan terakhir urutan ke 5. Kesimpulan nilai hasil

penelitian merupakan rata-rata dari pembacaan tersebut. Teknik pembacaan

preparat histologi lebih jelas terdapat pada lampiran 6.

3.2.4 Rancangan Analisis

Rancangan analisis untuk menilai celah luka (wound gap), tingkatan epitelisasi

dan jumlah pembuluh darah pada kedua kelompok penelitian dengan hasil berupa

data numerik dan kategorik digunakan uji Mann-Whitney dan uji Kolmogorov-

Smirnov. Data yang diperoleh pada besarnya celah luka (wound gap) dan jumlah

pembuluh darah merupakan data numerik tidak berpasangan, sehingga uji analisis

statistik dapat dilakukan dengan uji t apabila distribusi data normal atau dengan

uji Mann-Whitney apabila distribusi data tidak normal. Penilaian tingkatan

epitelisasi data yang diperoleh merupakan data kategorik. Analisis statistik untuk

Page 69: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

69

data kategorik diuji dengan uji Chi-square apabila syarat Chi-Square terpenuhi

sedangkan apabila asumsi tidak terpenuhi maka digunakan uji Exact Fisher untuk

table 2 x 2 dan Kolmogorov Smirnov untuk tabel selain 2 x 2 . Penggunaan uji

Kolmogorov Smirnov dilakukan apabila dilakukan uji 1 pihak. Syarat Chi Square

adalah tidak ada nilai expected value yang kurang dari 5 sebanyak 20% dari table.

Kriteria kemaknaan yang digunakan adalah nilai p, apabila p kurang dari 0,05

artinya signifikan atau bermakna secara statistik dan p lebih dari 0,05 artinya tidak

signifikan atau tidak bermakna secara statistik. Seluruh analisis dilakukan dengan

menggunakan program statistik SPSS versi 21.0 for Windows.

3.2.5 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Praktikum RS. Mata Cicendo,

Laboratorium Uji Hewan Unit I PT Bio Farma (Persero) dan Laboratorium

Histologi Fakultas Kedokteran Unpad dari bulan Januari – Maret 2017.

3.3 Implikasi/Aspek Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin tertulis dari Komisi

Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Laboratorium, IACUC (Institutional

Animal Care and Use Committee) PT. Bio Farma (Persero).

Penelitian ini menggunakan kriteria Association for Research in Vision and

Ophthalmology (ARVO) dalam panduan penggunaan hewan coba pada penelitian

ophthalmologi. Penelitian ini menggunakan kelinci sebagai hewan coba karena

Page 70: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

70

homologinya dengan manusia cukup tinggi namun derajatnya lebih rendah, serta

luas konjungtiva superior cukup untuk dilakukan pemasangan cangkok.

. Pendekatan 3 R (Reduction, Refinement, Replacement) diterapkan pada

penelitian ini. Reduction yaitu mendapatkan informasi sebanding dengan

menggunakan sesedikit mungkin hewan percobaan. Refinement mencakup metode

yang memungkinkan untuk mengurangi rasa nyeri dan kesusahan hewan sebagai

bahan percobaan. Replacement adalah menggunakan hewan yang homologinya

dengan manusia cukup tinggi namun derajatnya rendah.

Prinsip 5 F atau Five of Freedom diterapkan pula pada penelitian ini. Prinsip

tersebut diantaranya : Freedom from hunger and thirst yaitu hewan coba bebas

dari rasa lapar dan haus dengan pemberian pakan (makanan dan minuman) yang

tepat, proporsional, higienis dan memenuhi kandungan gizi sesuai kebutuhan

masing-masing binatang. Freedom from thermal and physical discomfort yaitu

bebas dari panas dan rasa tidak nyaman secara fisik dengan menyediakan

lingkungan, tempat tinggal, tempat istirahat yang nyaman dan sesuai dengan

perilaku hewan tersebut. Freedom from injury, disease and pain yaitu bebas dari

luka, penyakit dan sakit dapat dilakukan dengan melakukan perawatan, tindakan

untuk pencegahan penyakit, diagnosa penyakit serta pengobatan yang tepat

terhadap binatang peliharaan. Freedom to express most normal pattern of

behavior yaitu bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami dilakukan

dengan penyediaan kandang yang memadai dan fasilitas yang sesuai dengan

perilaku alami hewan. Freedom from fear and distress yaitu bebas dari rasa takut

Page 71: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

71

dan penderitaan dengan memastikan bahwa perlakuan yang diterima hewan coba

bebas dari segala hal yang menyebabkan rasa stress.

Page 72: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

72

ADAPTASI (1 Minggu)

PERLAKUAN 1

PERLAKUAN 2

PENGAMATAN 10 MENIT PASCABEDAH

Euthanasia --> Eksenterasi pada kedua mata kelinci

Data --> Analisis --> Pembuktian Hipotesis

Pemeriksaan Histologis

Tingkatan Epitelisasi dan

Jumlah Pembuluh Darah

Pemeriksaan Histologis

Besar Celah Luka

(wound gap )

Kelompok 1

(LEM FIBRIN

REKOMBINAN)

Kelompok 2

(JAHITAN)

SAMPEL PENELITIAN

(Kriteria Inklusi) 16 ekor kelinci New Zaeland White

Kelompok 1

(JAHITAN)

1. Pembuatan cangkok konjungtiva

2. Penempelan kembali cangkok konjungtiva

PENGAMATAN SELAMA 1 MINGGU

1. Pembuatan cangkok konjungtiva

2. Penempelan kembali cangkok konjungtiva

Kelompok 2

(LEM FIBRIN

REKOMBINAN)

Pada salah satu mata sesuai hasil random

Pasa mata sebelahnya yang belum mendapat perlakuan

Bagan 3.4 Bagan Alur Penelitian

Page 73: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

73

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Uji Hewan 1 PT Bio farma

(Persero) pada bulan Februari 2017 setelah mendapat ijin tertulis dari Komisi

Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Laboratorium, IACUC (Institutional

Animal Care and Use Committee) PT Bio Farma (Persero).

Pengamatan selama 7 hari pascabedah menunjukkan tidak ada gejala serta

perubahan sikap dan kematian kelinci. Kondisi kesehatan umum kelinci tidak

ditemukan perubahan sistemik, abnormalitas perilaku, penurunan berat badan dan

perubahan lokal. Tidak ada sampel drop out pada penelitian ini.

Hasil penelitian yang didapatkan meliputi gambaran makroskopis area

cangkok konjungtiva, celah luka antara cangkok konjungtiva dan dasar sklera

proliferasi sel-sel epitel dan jumlah pembuluh darah. Gambaran klinis konjungtiva

tujuh hari pascabedah dapat dilihat pada gambar 4.1

a) b)

Gambar 4.1 Gambaran makroskopis hari ke-7 pascabedah :

a) kelompok lem fibrin rekombinan

b) kelompok jahitan

Page 74: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

74

Dari gambar 4.1 secara makroskopis area sekitar cangkok konjungtiva pada

kelompok jahitan lebih hiperemis dibandingkan dengan kelompok LFR. Tidak

ditemukan adanya cangkok yang lepas pada kedua kelompok. Komplikasi

ditemukan pada kelompok jahitan diantaranya terdapat granuloma pada 2 mata

kelinci dan perdarahan subkonjungtiva pada 1 mata kelinci. Pada kelompok

dengan LFR cangkok konjungtiva menempel dengan baik dan tidak ditemukan

adanya komplikasi pada seluruh kelinci.

Sampel penelitian berupa hasil pemeriksaan histologis konjungtiva kelinci

dengan pewarnaan hematoksilin eosin dinilai menggunakan mikroskop cahaya

binokuler dengan pembesaran 400x.

Hasil analisis data dari pembacaan histologis spesimen diuraikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Analisis Perbandingan Besarnya Celah Luka Antara Teknik

Lem Fibrin Rekombinan dan Jahitan pada Pengamatan Sepuluh

Menit Pascabedah

Variabel

Perlakuan

Nilai p* LFR

(n=8 mata)

Jahitan

(n=8 mata)

Celah Luka

0.001*

(Wound Gap) µm

Mean±SD 25,17±21,64 88,08±46,99

Median 19,58 70,37

Rentang (min-max) 1,54 – 68,58 40,99 – 190,76

Keterangan : LFR = Lem Fibrin Rekombinan

Nilai p* (uji Mann-Whitney) = 0,001 (bermakna)

µm = mikrometer

Tabel 4.1 diatas menjelaskan hasil rata-rata celah luka (wound gap) pada kedua

kelompok penelitian yaitu LFR dan jahitan. Rata-rata besar celah luka pada

Page 75: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

75

kelompok LFR adalah sebesar 25,17±21,64 µm dan kelompok jahitan sebesar

88,08±46,99 µm.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Perbandingan Tingkatan Epitelisasi Antara Teknik

Lem Fibrin Rekombinan dan Jahitan pada Pengamatan Tujuh

Hari Pascabedah

Variabel

Kelompok

Nilai p* LFR

(n=8 mata)

Jahitan

(n=8 mata)

Tingkatan Epitelisasi

0,044*

(0) Tidak adanya migrasi sel

(1) Migrasi sel < 50% 0 (0%) 4 (50%)

(2) Migrasi sel > 50% 1 (12.5%) 2 (25%)

(3) Penyambungan luka 5 (62.5%) 2 (25%)

(4) Penyembuhan luka sempurna 2 (25%) 0

Keterangan : LFR : Lem Fibrin Rekombinan

Nilai p* (uji Kolmogorov-Smirnov, satu pihak) = 0.044 (bermakna)

Pada tabel 4.2 tampak kelompok LFR sebanyak 5 mata (62.5%) mengalami

proses epitelisasi sampai dengan penyambungan dari luka dan 2 mata (25%)

terjadi penyembuhan luka secara sempurna. Pada kelompok jahitan proses

epitelisasi hanya berakhir sampai dengan penyambungan luka sebanyak 2 mata

(25%), tidak ada yang berakhir sampai dengan penyembuhan luka. Pada

kelompok LFR terdapat 7 dari 8 mata (87.5%) mengalami penyambungan hingga

penyembuhan luka secara sempurna, sedangkan pada kelompok jahitan sebanyak

2 dari 8 mata (25%) tingkatan epitelisasi berakhir hanya sampai dengan

penyambungan dari luka.

Page 76: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

76

Tabel 4.3 Hasil Analisis Perbandingan Angiogenesis Antara Teknik Lem

Fibrin Rekombinan dan Jahitan pada Pengamatan Tujuh

Hari Pasca Bedah

Variabel

Perlakuan

Nilai p* LFR

(n=8 mata)

Jahitan

(n=8 mata)

Jumlah Pembuluh Darah

0.046*

(Angiogenesis)

Mean±SD 6,0±0,9 4,6±1,3

Median 6 4,5

Rentang (min-max) 3-6 5-7

Keterangan : LFR : Lem Fibrin Rekombinan

Nilai p* (uji Mann-Whitney) = 0,046 (bermakna)

Tabel 4.3 diatas menjelaskan hasil rata-rata jumlah pembuluh darah per lapang

pandang pada kedua kelompok penelitian dengan hasil kelompok LFR rata-rata

jumlah pembuluh darah per lapang pandang sebanyak 6,0±0,9 dan pada kelompok

jahitan rata-rata sebesar 4,6±1,3.

4.2 Pengujian Hipotesis

Hipotesis 1 : Penempelan cangkok konjungtiva dengan menggunakan lem

fibrin rekombinan lebih baik dibandingkan dengan teknik jahitan sehingga celah

luka yang dihasilkan lebih kecil.

Analisis statistika uji hipotesis 1 yang merupakan data numerik, diuji dengan

menggunakan uji Mann-Whitney oleh karena tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan uji Chi-Square. Pada tabel 4.1 memperlihatkan hasil uji statistik dengan

menggunakan uji Mann-Whitney menunjukan perbedaan bermakna jarak celah

luka (wound gap) antara teknik lem fibrin rekombinan dan teknik jahitan

Page 77: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

77

(p=0,001). Pada LFR celah luka (wound gap) dalam skala mikro meter lebih kecil

dibandingkan teknik jahitan.

Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah hipotesis 1 diterima.

Hipotesis 2 : Proliferasi sel-sel epitel terjadi lebih banyak dengan

menggunakan lem fibrin rekombinan dibandingkan dengan teknik jahitan.

Analisis statistika hipotesis 2 yang merupakan data kategorik, diuji dengan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan hasil uji statistika menunjukkan pada kelompok

penelitian diperoleh nilai p sebesar 0,04 yang berarti bermakna secara statistik

dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat ketidaksesuaian proses

epitelisasi antara kelompok lem fibrin rekombinan dan jahitan.

Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah hipotesis 2 diterima.

Hipotesis 3 : Pembentukan pembuluh darah lebih banyak dengan

menggunakan teknik lem fibrin rekombinan dibandingkan dengan teknik jahitan.

Untuk analisis statistika hipotesis 3 yang merupakan data numerik, diuji

dengan menggunakan uji Mann-Whitney oleh karena tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan uji Chi-Square. Hasil uji statistika pada kelompok lem fibrin

rekombinan dan jahitan diperoleh nilai p sebesar 0,046 atau nilai p lebih kecil

dari 0,05 (p<0,05) maka dapat disimpulkan signifikan atau bermakna secara

statistika yaitu terdapat ketidaksesuain rata-rata jumlah pembuluh darah antara

kelompok lem fibrin rekombinan dan jahitan.

Sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah hipotesis 3 diterima.

Page 78: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

78

4.3 Pembahasan

Gambaran makroskopis cangkok konjungtiva dengan teknik jahitan lebih

hiperemis dibandingkan dengan teknik lem fibrin rekombinan, hal ini sesuai yang

dinyatakan oleh Suzuki dkk. bahwa benang yang digunakan pada teknik jahitan

merupakan benda asing yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi lebih hebat

sehingga menyebabkan hiperemis pada area sekitar cangkok. Rifada dalam

penelitiannya menyatakan bahwa derajat hiperemis pascabedah dengan teknik

LFO lebih rendah dibandingkan dengan teknik jahitan.16

Vichare menyatakan

bahwa penggunaan lem fibrin dapat memicu aktifnya faktor pembekuan, hal ini

menyebabkan tidak terdapatnya perdarahan dibawah cangkok.9

Pada pengamatan pascabedah dalam penelitian ini terdapat komplikasi berupa

granuloma pada 2 mata kelinci dan perdarahan subkonjungtiva pada 1 mata

kelinci pada kelompok dengan jahitan. Penelitian yang dilakukan oleh Yukzel

dkk. ditemukan perdarahan subkonjungtiva, kista dellen dan granuloma hari

pertama pascabedah pada kelompok dengan jahitan.8 Sharma dkk. menyatakan

bahwa komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan cangkok konjungtiva

diantaranya pembengkakan cangkok, lepasnya cangkok, pengerutan cangkok,

nekrosis cangkok, epithelial side down, dellen sclerocorneal, kista pada epitel

konjungtiva, perdarahan konjungtiva, fibrosis konjungtiva, granuloma, penipisan

pada sklera dan giant papillary conjungtivitis.13

Kelompok lem fibrin rekombinan pada pemeriksaan histologi diperoleh hasil

celah luka (wound gap) lebih kecil. Pada penelitian ini celah luka masih

ditemukan pada kelompok LFR mungkin dikarenakan pada saat mengaplikasikan

Page 79: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

79

LFR, lem kurang merata sehingga masih terdapat celah antara cangkok dan dasar

sklera sehingga penempelan cangkok konjungtiva tidak sempurna, vaskularisasi

kurang baik dan cangkok tidak mendapat nutrisi yang cukup. Szurman dkk.,

menyatakan bahwa lem fibrin memiliki sifat segera mengisi celah luka sehingga

tidak memberi kesempatan darah ataupun cairan serosa berada diantara

konjungtiva dan sklera, sehingga terjadinya perekatan yang sempurna pada

seluruh cangkok.26

Pemberian lem fibrin menyebabkan tersedianya fibrin secara cepat dalam

jumlah yang cukup dengan memintas tahap akhir dari pembentukan fibrin melalui

faktor ekstrinsik dan intrinsik. Lem fibrin merupakan bahan bioadesif tersusun

atas dua komponen utama fibrinogen dan trombin yang dirancang menyerupai

tahap akhir proses penggumpalan darah, yaitu terbentuknya gumpalan fibrin

fisiologis yang stabil sehingga LF mempunyai efek pengikatan jaringan 70%

terjadi dalam 10 menit pertama dan maksimal dalam waktu 2 jam, sehingga pada

penelitian ini celah luka (wound gap) dinilai pada 10 menit pascabedah. Penelitian

ini dapat memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mutiara bahwa

celah luka antara cangkok konjungtiva dengan lapisan sklera dibawahnya lebih

kecil pada teknik LFO dibandingkan jahitan.34

Lem fibrin sebagai matriks penyokong aktif merekrut sel yang berperan pada

proses adhesi, migrasi dan proliferasi yang diperlukan pada penyembuhan luka

dengan tercapainya keadaan hemostasis, sehingga dapat membantu menghentikan

proses perdarahan dan mempercepat penempelan jaringan. Srinavastan dkk.

menyatakan pula bahwa penempelan cangkok konjungtiva dengan LF tidak hanya

Page 80: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

80

menyebabkan kestabilan dari cangkok lebih baik reaksi inflamasi pun lebih

minimal. Pujiastuti menyatakan bahwa kelompok lem fibrin otologus menunjukan

perlekatan yang lebih kuat dan lebih stabil. Enus dkk., melakukan penelitian untuk

mengetahui efektifitas LFO dibandingkan dengan teknik jahitan pada penempelan

cangkok konjungtiva bulbi dan didapatkan hasil bahwa aplikasi LFO lebih efektif

dibandingkan dengan jahitan karena waktu operasi yang lebih singkat dan

stabilitas penempelan cangkok yang lebih baik.33,25

Toto, Enus dkk., melakukan uji fungsional trombin rekombinan otoaktivasi

(rTrmOto) sebagai komponen lem fibrin dilakukan secara in vitro pada

konjungtiva bulbi mata babi dan secara in vivo pada konjungtiva bulbi mata

kelinci yang masih hidup dengan hasil uji fungsi rTrmOto sebagai komponen lem

fibrin menunjukan rTRmOto memiliki fungsionalitas biologis dan berhasil

merekatkan jaringan mata babi dalam waktu 34 detik dan pada kelinci hidup

dalam waktu 32 detik. 19,20

Proses epitelisasi yaitu terlepasnya sel basal dari dasarnya pada tepian luka dan

berpindah menutupi dasar luka, lalu tempatnya diisi oleh hasil mitosis sel epitel

lainnya. Pada proses epitelisasi salah satu sel yang berperan adalah sel keratinosit.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kelompok dengan teknik jahitan proses

epitelisasi berakhir hanya sampai dengan penyambungan dari luka tidak sampai

dengan penyembuhan luka, hal ini dapat terjadi oleh karena pada teknik jahitan

terdapat celah luka yang lebih besar yang mengakibatkan vaskularisasi kurang

berjalan baik sehingga penyembuhan luka tidak berjalan dengan baik. Proses

epithetelisasi pada kelompok lem fibrin lebih baik dibandingkan dengan teknik

Page 81: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

81

jahitan, hal ini dikarenakan penggunaan lem fibrin mengurangi reaksi inflamasi

yang menyebabkan penyembuhan luka lebih baik, selain lem fibrin tersebar

merata diantara cangkok dan dasar luka, dengan wound gap yang kecil sehingga

penyembuhan luka berjalan lebih baik.

Penempelan yang sempurna pada seluruh permukaan cangkok menyebabkan

terjadinya vaskularisasi dengan baik dan penyembuhan luka terjadi lebih baik.

Puncak fase proliferasi jaringan granulasi memiliki lebih banyak jumlah

pembuluh darah dibandingkan dengan jaringan yang lain. Pembuluh darah yang

baru tumbuh ini mensuplai oksigen dan nutrisi pada jaringan disekitarnya yang

diperlukan pada proses penyembuhan luka. Proses ini berjalan bersamaan dengan

pembentukan jaringan baru (jaringan granulasi), yang biasanya dimulai sekitar

hari ke-4 pasca luka. Proses angiogenesis menghasilkan aliran darah yang lebih

besar terhadap area sekitar luka yang mengakibatkan peningkatan perfusi faktor-

faktor penyembuhan.21,40,42

Pada penelitian ini rata-rata jumlah pembuluh darah

pada kelompok lem fibrin rekombinan lebih banyak dibandingkan dengan teknik

jahitan hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

Kelemahan dari penelitian ini adalah pada pembacaan preparat histologi ketika

menghitung jumlah pembuluh darah tidak dapat dibedakan antara pembuluh darah

baru atau pembuluh darah lama, sehingga dapat menimbulkan bias.

Page 82: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

82

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setelah dilakukan penelitian maka dapat ditarik 3 kesimpulan diantaranya :

1. Celah luka (wound gap) pada penempelan cangkok konjungtiva lebih

kecil menggunakan teknik lem fibrin rekombinan dibandingkan dengan

teknik jahitan pada sepuluh menit

2. Tingkatan epitelisasi pada penyembuhan luka setelah penempelan cangkok

konjungtiva terjadi lebih baik dengan menggunakan teknik lem fibrin

rekombinan dibandingkan dengan teknik jahitan.

3. Pembentukan pembuluh darah pada proses angiogenesis saat

penyembuhan luka setelah penempelan cangkok konjungtiva lebih banyak

dengan menggunakan lem fibrin rekombinan dibandingkan dengan teknik

jahitan

5.2 Saran

1. Dilakukan penelitian untuk menilai reaksi inflamasi pada penggunaan lem

fibrin yang mempengaruhi penyembuhan luka.

2. Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan lem fibrin

rekombinan dengan memperhitungkan konsentrasi trombin pada saat

aplikasi.

3. Dilakukan penelitian keamanan penggunaan LFR sebagai biomaterial

perekat cangkok konjungtiva pada manusia

Page 83: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

83

DAFTAR PUSTAKA

1. Scuta GL dkk.. American Academy of Ophthalmology. External Disease and

Cornea : Clinical approach to Depositions of the Conjunctiva, Cornea and Sclera.

Section 8. San Fransisco. 2014-2015. Section 8 : 317,371

2. Bahuva A, Rao SK. Delhi J Ophthalmol. Current Concepts in Management of

Pterigium. 2014; 25(2) : 78-84

3. Buratto L, Philips RL, Carito G. Pterygium Surgery. Surgery of Pterygium. Italy.

SLACK Inc. Italy. 2000. 43-45

4. A Ozer, Erol N, Yurdakul S. Long-term results of bare sclera, limbal conjunctival

autigraft and amniotic membrane graft techniques in primary pterygium

Excission.Ophthalmologica.2009;223(4):269-73

5. Richard A, Thoft MD. Arch Ophthalmol. Conjuntival Transplantation.

1977;95(8): 1425-27

6. Kenyon, Wagoner MD, Hettinger ME, Conjuctival autograft transplantation for

advance and reccurent pterigium. Jr.1985, Nov(11): 1461-1464

7. Gazzard G. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity dan risk factors. Br J

Ophthalmol. 2002;86(12):1341-6

8. Yuksel B, Kaya S, Onat S. Int J Ophthalmol. Comparison of fibrin glue and

suture technique in pterygium surgery performed with limbal autograft.

2010;3(4); 316-20

9. Vichare Lt Col, dkk.. Jr.2013. A comparison between fibrin sealant and sutures

for attaching conjunctival autograft after pterygium excision. Medical Journal

Armed Forces India 69. Elsevier. 2013 : 151-2

10. Baig MSA dkk.. Pakistan Journal of Surgery. Conjuctival Autograft for Primary

and Recurrent Pterygium. Volume 24, Issue 3, 2008 ; 173-6

11. Sharma A, Raj H, Gupta A, Raina AV. J Clin Diagn Res. Sutureless and Glue-

free Versus Sutures for Limbal COnjunctival Autografting in Primary Pterygium

Surgery : A Prospective Comparative Study. 2015 Nov:9(11);NC06-NC09

12. Panda A, Kumar S, Kumar A, Bansal R, Bhartiya S. Indian Journal Ophthalmol.

Fibrin Glue in ophthalmology.2009;57: 371-9

13. Kim HH, Mun HJ, Park YJ, Lee KW, Shi JP. Korean Journal of Ophthalmology.

Conjunctival Autograft Using a Fibrin Adhesive in Pterygium Surgery.

2008;22:147-54

Page 84: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

84

14. Saxena S, Jain P, Shukla J. Indian J Plast Surg. Commercial fibrin sealant in

surgical care. 2003;36:14-17

15. Spotnitz WD. Review Article. Fibrin Sealant: The Only Approved Hemostat,

Sealant, and Adhesive-a Laboratory abd Clinical Perspective. Hindawi

Publishing Corporation,2014.S8-14.

16. Enus, S., Dalimoenthe N.Z., Kartiwa, A., 2009, Teknik Lem Fibrin Otologus

Pada Cangkok Konjungtiva Bulbi Mata Kelinci, Majalah Kedokteran Berkala.

2009;41(4): 169-73

17. Rifada R. M., 2010, Perbandingan Derajat Hiperemis Pascabedah Tandur

Konjungtiva Bulbi Antara Teknik Lem Fibrin Otologus Dengan Teknik Jahitan

Pada Pterigium Inflamasi. MKB 2013;45(3):174-9

18. Burnouf T. Recombinant Plasma protein.Vox Sanguins Vox

Sanguins.International Society of Blood Tranfusions.2010

19. Subroto T, dkk. Penelitian unggulan strategi nasional.2015. Pengembangan

produksi trombin rekombinan sebagai komponen lem fibrin pengganti jahitan

pada bedah mata.

20. Fadhil M.Produksi Trombin Terotoaktivasi Rekombinan Pada Pichia pastoris

SMD1168 Sebagai Komponen Lem Fibrin.Dalam : Ringkasan Disertasi.2017

21. Keast D, Orsted H. The Basic Principle of Wound Healing. Diunduh Juli 2016.

Tersedia dari https://ncbi.nlm.nih.gov.pubmed

22. Jain V, Triveni MG, Kumar ABT, Mehta D. Role of platelet-rich-fibrin in

enhancing palatal wound healing after free graft. Case Report. Department of

Periodontics, Bapuji Dental College and Hospital, Davangere, India. Volume

3:240-43

23. Diegelman RF, Evans: Wound healing : An Overview of acute, fibrotic and

delayed healing. 2004 : 283-89

24. Shepard AD, Mansur A. dkk.. Clinical Ophthalmology.An update on the surgical

management of ptrygium and the role of loteprednol etabonate ointment. 2014:8

1105-08

25. Enus S, Natadisastra G, Shahib MN, Sulaeman R. Peran Lem Fibrin Otologus

pada Penempelan Tandur konjungtiva Bulbi Mata Kelinci terhadap Ekspresi Gen

FIbronektin dan Integrin. MKB. 2011;43(4);183-8

26. P Szurman, Warga M, S Gricanti. Anandam V, Aravind Eye Hospital, Madurai.

Sutureless amniotic membrane Fixation Using Fibrin Glue for Ocular

Reconstruction in a Rabbit Model. Basic Investigation Cornea.2006.

Mei;25(4);460-6

Page 85: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

85

27. Hannush SB. Pterygium, Tissue Glue, and the Future of Wound Closure. In :

Ophthalmic Microsurgical Suturing Techniques. Springer Verlag Berlin

Heidelberg. 200. Chapter 14; 135-39

28. Scuta GL dkk.. American Academy of Ophthalmology. Fundamental and

Principles of ophthalmology : Orbit and Ocular adnexa. Section 8. San Fransisco.

2014-2015. Section

29. Snell RS, Lemp MA, Clinical Anatomy of The Eye ; The Ocular Appendages :

Edisi ke-2. United States of Amerika. 1998 : Blackwell Science ltd. 108-116.

30. Koranyi G, Seregard S, Kopp ED. Cut and paste : a no suture small incision

approach to pterygium surgery. Bt.J Ophthalmol.2004 ; 88(1), 911-4

31. Tan D., 2002, Pterygium In Ocular Surface Disease-Medical And Surgical

Management / Editors, Edward J. Holland,, Mark J. Mannis. Springer-Verlag

New York, Inc. P65-89.

32. Vyas S, Kamdar S, Vyas P. J Clin Ophtalmol Res. Tissue adhesives in

Ophthalmology.20131(2):107-12

33. Srinivasan, S., Dollin, M., Mcallum, P., dkk.., 2009, Fibrin Glue Versus Sutures

For Attaching The Conjunctival Autograft In Pterygium Surgery: A Prospective

Observer Masked Clinical Trial, Br J Ophthalmol 93:215–18.

34. Mutiara G. Perbandingan gambaran histologis penyembuhan luka antara teknik

lem fibrin otologus dan jahitan pada cangkok konjungtiva kelinci. 2007.

35. Pujiastuti I. Efek fibrin glue terhadap Attachment dan Contact Inhibition pada

pembedahan pterygium dengan teknik transplantasi limbus jaringan konjungtiva

(Tesis) Jakarta : Bagian Ilmu Penyakut Mata. FK UI 2002.

36. Kusuma IK. Tesis. Perbandingan klinis pasca operasi pterygium dengan teknik

autograft konjungtiva antara lem fibrin autolog konjungtiva antara lem fibrin

autolog dengan lem fibrin komersial. Tesis.September 2013

37. Lew WK, Weaver FA. Biologic : Target & Therapy. Clinical use of topical

thrombin as a surgical hemostat. Review.2008;2(4) 593-99

38. Sephel GC, Woodward S. Rubin`s Pathology : Clinicopathologic Foundation

Medition. Repair, Regeneration and Fibrosis.Chapter3;2001

39. Uy HS, Reyes JM, Flores JD, Lim-Bon-Siong R. Comparison of fibrin glue and

suture for attaching conjunctival autograft after pterygium excision. 2005

Apr;112(4):667-71

40. Regan M.C, Barbul A. The Cellular Biology of Wound Healing. Diunduh

November 2016. Tersedia dari www.neuro.ki.se>neuro>

Page 86: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

86

41. Wound healing 201-The master class. Stages of wound healing.

www.pilonidal.org/surgery-aftercare/wound

42. Orsted HL, Keast D. Basic Principle of Wound Healing : an understanding of the

basic physiology of wound healing provider the clinician with the framework

necessary to implement the basic principle of chronic wound care. Sains des

plaises Canada. 2009. Volume 9 (4-12)

43. Honnegowda TM, dkk.. Role of angiogenesis and angiogenic factors in acute and

chronic wound healing. In : Current Concept in Wound Healing. Plastic and

Aesthetic Research.2015;2:243-9.

44. Statement for the Use of Animals in Ophthalmic and Visual Research. Guidelines

for the design experiments. Diunduh 11 Agustus 2015. Tersedia dari

http://www.arvo.org/About_ARVO/Policies/Statement_for_the_Use_of_Ani

mals_in_Ophthalmic_and_Visual_Research

45. Gupta A, Kumar P. Assessment of the histological state of the healing wound. In

: Current Concepts in Wound Healing. Plastic and Aesthehtic Research. Wolter

Kluwe – Medknow. Sept.2105. Vol.2.Issue5.239-242

46. AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals. 2013. Tersedia dari :

https://www.avma.org/KB/Policies/Documents/euthanasia.pdf

47. RAR (Research Animal Reasources). Guidelines for the Use of Anesthetics,

Analgesics and Tranquilizers in Laboratory Mammals. Tersedia dari :

http://www.ahc.umn.edu/rar/anesthesia.html

48. Baneux PJ, Garner D. Mclyntyre HB, Holshuh HJ. Euthanasia of rabbits by

Intravenous Administration of Ketamine. J. Amvet Med Assoc 1986. Nov 1. 189

(9) : 1038-9

49. Yudaniayanti I, Maulana E, Ma`Ruf A. Profil Penggunaan Kombinasi Ketamine-

Xylazine dan Ketamine-Midazolam sebagai Anestesi Umum terhadap Gambaran

Fisiologi Tubuh Pada Kelinci Jantan. Vol.3 No 1. Febrauri 2010

Page 87: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

87

Lampiran 1 Surat Keputusan Komite Etik

Page 88: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

88

Lampiran 2

TATA CARA PEMBUATAN FIBRINOGEN

1. 2,5ML darah vena pasien diambil dengan spuit heparin

2. Dilakukan sentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit, sampai plasma

terpisah. Plasma ini mengandung fibrinogen dengan konsentrasi 350-450

mg/100ml

3. Dilakukan aspirasi dengan needle

4. Kemudian disimpan dalam suhu < -200°C

5. Seluruh prosedur harus dalam keadaan steril

6. Konsentrasi fibrinogen pada plasma ini adalah 350-450 mg/100 ml.

Page 89: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

89

Lampiran 3

TABEL TEKNIK RANDOMISASI BLOK PERMUTASI

No Bilangan

Random

Perlakuan 1 Perlakuan 2

Mata Kanan Mata Kiri Mata Kanan Mata Kiri

1 6 A B

2 2 A B

3 1 B A

4 5 B A

5 7 B A

6 5 B A

7 3 B A

8 2 A B

9 7 B A

10 3 A B

11 8 B A

12 5 B A

13 2 A B

14 8 A B

15 6 A B

16 4 A B

Keterangan : Bilangan random genap AB

Bilangan random ganjil BA

A = Teknik Jahitan

B = Teknik Lem Fibrin Rekombinan

Page 90: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

90

Lampiran 4

KEGIATAN PELAKSANAAN PENELITIAN

A. HEWAN COBA (KELINCI NEW ZAELAND WHITE)

B. KANDANG HEWAN COBA

Page 91: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

91

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN PERLAKUAN

Benang Ethilon 10-0 dan Benang Vicryl 6-0

Sediaan Fibrinogen dan Trombin Rekombinan

ddD. PERSIAPAN RUANG TINDAKAN PERLAKUAN

Page 92: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

92

E. TINDAKAN ANESTESI INTRA MUSKULAR

F. TINDAKAN PEMBUATAN CANGKOK KONJUNGTIVA

Insisi Konjungtiva

Penempelan Cangkok Konjungtiva dengan Teknik Lem Fibrin

Page 93: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

93

Penempelan Cangkok Konjungtiva dengan Teknik Jahitan

Tarsoraphi

G. PROSES EUTHANASIA

Page 94: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

94

Lampiran 5

TATA CARA PEMBUATAN PREPARAT HISTOLOGI

1. Jaringan konjungtiva difiksasi dalam formalin 10% dalam waktu 24 jam.

2. Dilakukan dehidrasi dengan cara menyimpan jaringan konjungtiva dalam

alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut masing-masing selama

6 jam.

3. Dilakukan clearing dengan cara menyimpan jaringan konjungtiva yang

telah dilakukan dehidrasi ke dalam larutan absolut xylol dan dalam larutan

xylol masing-masing selama 6 jam.

4. Dilakukan embedding dengan cara memasukan jaringan konjungtiva yang

telah dilakukan clearing ke dalam parafin cair yang dimasukan dalam

inkubator dengan suhu tetap (72°C). Kemudian dimasukan ke dalam

parafin cair 1, parafin cair 2 dan parafin cair 3 masing-masing selama 90

menit.

5. Dilakukan pembuatan blok parafin dengan cara memasukan jaringan dan

parafin cair yang telah melalui proses embedding ke dalam cetakan

kemudian dimasukan ke dalam freezer selama 15 menit sebelum dilakukan

pemotongan.

6. Dilakukan pemotongan preparat jaringan konjungtiva secara sagital tegak

lurus dari area perlukaan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4

mikrometer, preparat jaringan konjungtiva kemudian dibagi menjadi

Page 95: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

95

beberapa potongan dan potongan-potongan tersebut dijajarkan pada 1

object glass.

7. Dilakukan proses mounting dengan cara memasukan lembaran hasil

pemotongan blok parafin ke dalam waterbath yang telah diisi air dengan

suhu 50°C

8. Proses pewarnaan jaringan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :

a. Deparafinasi dengan cara memasukan preparat jaringan kedalam

larutan xylol 1 selama 5 menit, xylol 2 selama 2 menit, absolut ;

xylol 1:1 selama 2 menit dan kedalam larutan absolut selama 2

menit.

b. Rehidrasi dengan cara memasukan preparat jaringan kedalam

larutan larutan absolut, alkohol 95, alkohol 90%, alkohol 80%,

alkohol 70 dan kedalam aquadest masing-masing selama 2 menit.

c. Preparat dimasukan kedalam meyer hematoksilin cairan selama 10

menit kemudian dicuci dalam air mengalir selama 20 menit.

d. Dilakukan dehidrasi dengan memasukan preparat tersebut kedalam

alkohol 70%, alkohol 80% dan alkohol 90% masing-masing

selama 2 menit

e. Preparat dimasukan dalam larutan eosin selama 30 detik dan

dicelupkan kedalam alkohol 95% cepat-cepat sebanyak dua kali.

f. Dilakukan clearing dengan memasukan preparat tersebut kedalam

larutan xylol selama 2 menit

Page 96: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

96

9. Dilakukan labeling

10. Preparat diberi 1 tetes entelan dan ditutup objek glass

11. Preparat siap untuk dibaca dibawah mikroskop

Page 97: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

97

Lampiran 6

PREPARAT HASIL PENELITIAN DAN CARA PEMBACAAN

PREPARAT CANGKOK KONJUNGTIVA

Keterangan : 5B-OD-1 : Perlakuan pertama pada Kelinci no urut 5, yang dilakukan penempelan cangkok

dengan teknik Lem Fibrin pada mata kanan

5A-OS-2 : Perlakuan kedua pada Kelinci no urut 5, yang dilakukan penempelan cangkok

dengan teknik Lem Jahitan pada mata kiri

Page 98: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

98

Lampiran 7

DATA HASIL PENELITIAN

1 2 3 1 2 3

1A_OD_1 3 3 2 7 8 6

2A_OD_1 3 3 3 7 6 4

8A_OD_1 1 2 2 7 6 6

11A_OD_1 1 1 1 5 5 10

13A_OS_1 1 1 1 4 5 5

14A_OS_1 1 1 1 3 4 7

15A_OS_1 3 3 3 3 12 8

16A_OS_1 2 2 3 6 6 7

3B_OD_1 2 3 2 5 6 5

4B_OS_1 4 4 4 5 5 5

5B_OD_1 3 3 3 7 5 5

6B_OS_1 3 4 4 6 7 7

7B_OD_1 2 2 1 5 4 3

9B_OS_1 3 2 2 4 5 7

10B_OD_1 3 3 3 4 5 4

12B_OS_1 3 2 2 5 6 6

NoEpithelization Blood vessels (Cells/LP) 10x mag

Keterangan : Tingkatan Epitelisasi

1 : Migrasi sel < 50%

2 : Migrasi sel > 50%

3 : Penyambungan luka

4 : Penyembuhan luka sempurna

Sample Gap Length

(um) Area

Gap Length

(um)

3A_OS_2 10X3 68.502 1B_OS2 10x3 23.855

4A_OD_2 10X3 72.082 2B_OS2 10x3 63.583

5A_OS_2 10X3 98.389 8B_OS2 10x3 37.24

6A_OD_2 10X3 40.992 10B_OS2 10x3 15.3

7A_OS_2 10X3 190.761 13B_OD2 10x3 4.39

9A_OD_2 10X3 68.669 14B_OD2 10x3 11.057

11A_OS_2 10X3 54.947 15B_OD2 10x3 1.537

12A_OD_2 10X3 109.963 16B_OD2 10x3 44.374

Page 99: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

99

DATA ANALISIS STATISTIK

6.1 Analisis Statistik Celah Luka (µm) 10 menit pascabedah Report

wound_gap2

88,03813 8 46,994850 70,37550 40,992 190,761

25,16700 8 21,642178 19,57750 1,537 63,583

56,60256 16 47,992647 49,66050 1,537 190,761

perlakuan

Teknik jahitan

Teknik lem f ibrin

Total

Mean N Std. Dev iat ion Median Minimum Maximum

Ranks

8 12,13 97,00

8 4,88 39,00

16

perlakuan

Teknik jahitan

Teknik lem f ibrin

Total

wound_gap2

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

3,000

39,000

-3,046

,002

,001a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

wound_gap2

Not corrected f or ties.a.

Grouping Variable: perlakuanb.

6.2 Analisis Statistik Tingkatan Epitelisasi (%) tujuh hari pascabedah epithelization * perlakuan Crosstabulation

Count

4 0 4

2 1 3

2 5 7

0 2 2

8 8 16

migration of cells <50%

migration of cells >=50%

Bridging the excision

Complete healing

epithelization

Total

Teknik jahitan

Teknik

lem f ibrin

perlakuan

Total

Page 100: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

100

Frequencies

8

8

16

perlakuan

Teknik jahitan

Teknik lem f ibrin

Total

epithelization

N

Test Statisticsa

,625

,625

,000

1,250

,088

Absolute

Positive

Negative

Most Extreme

Dif f erences

Kolmogorov -Smirnov Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

epithelization

Grouping Variable: perlakuana.

6.3 Jumlah pembuluh darah tujuh hari pasca bedah Report

blood_v essels

4,63 8 1,302 4,50 3 6

6,00 8 ,926 6,00 5 7

5,31 16 1,302 5,50 3 7

perlakuan

Teknik jahitan

Teknik lem f ibrin

Total

Mean N Std. Dev iat ion Median Minimum Maximum

Tests of Normality

,229 8 ,200* ,847 8 ,088

,235 8 ,200* ,802 8 ,030

perlakuan

Teknik jahitan

Teknik lem f ibrin

blood_v essels

Stat istic df Sig. Stat istic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true signif icance.*.

Lillief ors Signif icance Correctiona.

Ranks

8 6,19 49,50

8 10,81 86,50

16

perlakuan

Teknik jahitan

Teknik lem f ibrin

Total

blood_vessels

N Mean Rank Sum of Ranks

Page 101: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

101

Test Statisticsb

13,500

49,500

-1,996

,046

,050a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

blood_

vessels

Not corrected f or ties.a.

Grouping Variable: perlakuanb.

Page 102: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

102

Lampiran 8 GAMBAR-GAMBAR SEDIAAN HISTOLOGIS

Gambar 8.1 Celah Luka Teknik LFR Pengamatan10 Pascabedah

dengan Pembesaran 400x (25,17µm)

Gambar 8.2 Celah Luka Teknik Jahitan Pengamatan 10 Menit Pascabedah

dengan Pembesaran 400x (88,1µm)

Celah luka

Celah luka

Page 103: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

103

Gambar 8.3 Tingkatan Epitelisasi Teknik LFR Pengamatan Tujuh Hari Pascabedah

dengan Pembesaran 400x (100%)

Gambar 8.4 Tingkatan Epitelisasi Teknik Jahitan Pengamatan Tujuh Hari

Pascabedah dengan Pembesaran 400x (50%)

Epitelisas

i

Epitelisas

i

Epitelisasi

Page 104: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

104

Gambar 8.5 Jumlah Pembuluh Darah Teknik LFR Pengamatan Tujuh Hari

Pascabedah dengan Pembesaran 400x (7 buah)

Gambar 8.6 Jumlah Pembuluh Darah Teknik Jahitan Pengamatan Tujuh Hari

Pascabedah dengan Pembesaran 400x (3 buah)

Pembuluh darah

Pembuluh darah

Page 105: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

105

Lampiran 9

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Iva Yulia

Tempat/tanggal lahir : Bandung, 11 Februari 1977

Alamat : Jl.Selaras Alam VI No. 7 Sariwangi Bandung 40559

Nama Suami : Eddy Sumarna

Nama Anak : 1. Musashi Thariq Anshari

2. Keenan Tsani Nur Qinthara

Alamat email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL :

1981-1982 : TK Sarijadi Bandung

1983-1989 : SDN IV Sarijadi Bandung

1989-1992 : SMPN 15 Bandung

1992-1995 : SMU Negeri 3 Bandung

1995-2001 : Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung

2001-2003 : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1

Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran Bandung / PMN RS Mata Cicendo Bandung

PENGALAMAN KERJA :

2001 - 2003 : Dokter Umum , Klinik Nabila Purwakarta

Page 106: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

106

2001 - 2003 : Dokter Lapangan PT. Bumi Arasy

2003 - 2007 : Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di PuskesmaS

Cibodas Lembang Bandung

2007 - 2008 : Dokter Project Officer IBU Foundation Site Nias

2008 - 2010 : Dokter Umum, Puskesmas Cimenyan Kab. Bandung

2010 - 2013 : Dokter Umum RSUD Cicalengka Kab. Bandung

PENGALAMAN ORGANISASI :

1995 - 1999 : Senat Mahasiswa FK UNPAD

1995 - sekarang : Atlas Medical Pioneer (AMP) FK UNPAD

2003 - sekarang : Anggota IDI Kabupaten Bandung

2013 - sekarang : Anggota Muda PERDAMI Jawa Barat

PENELITIAN :

1. Karakteristik Penderita Grave’s Ophthalmopathy di Pusat Mata Nasional

Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Periode Januari 2014 – Agustus

2014

2. Karakteristik Penderita Keratitis Akantamuba Di Pusat Mata Nasional RS

Mata Cicendo Bandung Periode Januari 2012 – Desember 2014

SEMINAR / COURSE / KONGRES / PERTEMUAN ILMIAH YANG

PERNAH DIIKUTI :

2010 : Pelatihan Penanganan Gawat Darurat (PPGD)

Page 107: PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOLOGIS PENEMPELAN DAN ...perpustakaanrsmcicendo.com/.../2017/05/TESIS-IVA.pdf · Iva Yulia NPM : 131221120503 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

107

2010 : General Emergency Life Support (GELS)

2010 : Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja bagi

Dokter Perusahaan / Industri

2011 : Penetapan Diagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK)

2011 : Pelatihan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS)

2011 : Pelatihan Kompetensi dan Integrasi

Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) 2011

2013 : Peserta Simposium West Java Region IOA Scientific Meeting,

Eye Rehabilitation for Simple Life, PERDAMI Jawa Barat

Bandung

2014 : Peserta Simposium West Java Region IOA Scientific Meeting,

Life Without Darkness, PERDAMI Jawa Barat, Bandung

2105 : Peserta Simposium Glaucoma Meeting, Batu - Malang

2015 : Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDAMI Ke-40, Bandung

2016 : Peserta Simposium Eksternal Eye Disease dan Workshop

Fibrin Glue for Conjungtival Graft, Semarang

2016 : Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDAMI Ke-41, Bandung