Perbaikan Farmakoterapi Asma

85
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan 1

description

asma

Transcript of Perbaikan Farmakoterapi Asma

Page 1: Perbaikan Farmakoterapi Asma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

      Angka  kejadian  penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan  dengan

perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun

zat-zat yang  ada  di  dalam  makanan.  Salah  satu  penyakit  alergi  yang

banyak  terjadi  di masyarakat adalah penyakit asma.

Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan

secara  total. Kesembuhan  dari  satu serangan asma tidak  menjamin dalam

waktu dekat  akan  terbebas  dari  ancaman  serangan  berikutnya.  Apalagi

bila  karena pekerjaan  dan  lingkungannya  serta  faktor  ekonomi,  penderita

harus  selalu berhadapan  dengan  faktor  alergen  yang  menjadi  penyebab

serangan.  Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa

diatasi oleh penderita atau  keluarganya,  tetapi  pengobatan  profilaksis  yang

memerlukan  waktu  lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.

      Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang

berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu

episode mengi berulang, sesak napas dan batuk terutama pada malam atau dini

hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

(NAEPP,2007)

Dewasa ini penatalaksanaan penyakit harus berdasarkan bukti medis

(evidence based medicine). Ada 4 kriteria bukti medis yaitu bukti A, B, C dan

D. Bukti A adalah yang paling tinggi nilainya dan sangat dianjurkan untuk

diterapkan, sedangkan bukti D adalah yang paling rendah.

Tabel 1. Deskripsi tingkat bukti medis

Kategori Sumber bukti Definisibukti

A Penelitian secara acak Bukti berasal dari RCTs yang dirancangdengan kontrol dengan baik, dan memberikan hasil dengan(randomized controlled pola yang konsisten pada populasi yangtrials/ RCTs) direkomendasikan. Kategori A membutuhkanBerdasarkan banyak data jumlah penelitian yang cukup dan melibatkan

jumlah partisipan yang cukup

1

Page 2: Perbaikan Farmakoterapi Asma

B Penelitian secara acak Bukti berasal dari penelitian intervensi yangdengan kontrol melibatkan jumlah penderita yang terbatas,(randomized controlled analisis RCTs posthoc/ subgrup atautrials/ RCTs) metaanalisis RCTs. Secara umum kategori BData terbatas merupakan penelitian secara acak yang

jumlahnya sedikit, skalanya kecil,dilaksanakan pada populasi yangdirekomendasikan atau hasilnya agak tidakkonsisten

C Penelitian tidak secara Bukti berasal dari hasil penelitian tidakacak. memakai kontrol atau tidak secara acak atauPenelitian observasi penelitian observasi

D Keputusan konsensus Kategori ini digunakan hanya pada keadaanpanel. yang beberapa ketentuan dianggap berharga

tetapi literatur klinis tentang topik ini tidakcukup untuk menempatkan pada salah satukategori.Konsensus panel berdasarkan padapengalaman klinis atau pengetahuan yangtidak memenuhi salah satu kriteria yangdisebut di atas

1.2 Pembatasan Masalah

Melihat dari latar belakang masalah serta memahami pembahasannya maka

saya dapat memberikan batasan-batasan pada materi mengenai :

1. Definisi Asma

2. Etiologi Asma

3. Patofisiologi Asma

4. Diagnosis & Klasifikasi Asma

5. Farmakoterapi Asma

1.3 Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai :

1. Apakah Definisi dari Asma ?

2. Bagaimana Patofisiologi Asma ?

3. Apa saja penyebab dan pemicu Asma?

4. Apa saja tipe-tipe Asma?

5. Apa saja gejala yang tampak pada penderita Asma?

2

Page 3: Perbaikan Farmakoterapi Asma

6. Apa saja Farmakoterapi Asma serta bagaimana mekanisme kerja dari obat-

obat asma, indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis penggunaan, serta

sediaan apa saja yang beredar dipasaran?

1.4 Tujuan

Tujuan penyusunan makalah diharapkan agar mahasiswa mampu mengetahui

tentang penyakit asma (patofisiologi,penyebab dan pemicu, tipe-tipe, serta

gejala) serta mengetahui apa saja Farmakoterapi Asma (meliputi Mekanisme

Kerja, indikasi, kontra indikasi, dosis penggunaan, efek samping serta sediaan

obat yang beredar.

1.5 Manfaat

Hasil dari makalah ini dapat diharapkan bermanfaat bagi para membaca

dengan informasi yang ada didalamnya, secara keseluruhan mengenai asma

(asthma bronchiale) serta penggolongan obat-obat asma meliputi Indikasi,

Kontra indikasi, Efek samping obat, Dosis pemberian, dan Sediaan yang

beredar.

3

Page 4: Perbaikan Farmakoterapi Asma

BAB II

ASMA

2.1 DEFINISI

Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi dimana ukuran diameter

jalan napas menyempit secara kronis akibat edemadan tidak stabil. Selama

serangan pasien mengalami mengi dan kesulitan bernapas akibat

bronkospasme, edema mukosa, dan pembentukan mukus. (MJ.Neal, 2006)

Menurut Institut National NAEPP (The National Asthma Education

And Prevention Program) asma adalah gangguan Inflamasi Kronis dari

saluran nafas dimana banyak sel dan elemen seluler tertentu ikut berperan

(seperti sel mast, eosinofil, T-limfosit, makrofag, Neutrofil, dan sel-sel

epitel), dan ditandai dengan variabel dan gejala

berulang, obstruksi aliran udara, hiperresponsif bronkus (HRB), dan yang

mendasari peradangan. Pada individu yang rentan, peradangan ini terjadi

berulang menimbulkan gejala episodek berupa: mengi (wheezing), sesak

nafas, sesak dada, dan batuk terutama di malam hari atau pagi hari. (NAEPP,

2007).

Gambar 1. Keterkaitan dan Interaksi antara inflamasi saluran napas gejala klinis, dan

patofisiologi asma (NAEPP, 2007)

4

Page 5: Perbaikan Farmakoterapi Asma

2.2 ETIOLOGI

Penderita asma terus meningkat, akan tetapi penyebab pasti penyakit ini

belum sepenuhnya diketahui.

Faktor utama yang dapat menyebabkan asma adalah:

Host Factor

Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik (sejarah asma pada

keluarga) yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu

genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin

dan ras.

Faktor lingkungan

mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma

untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya

eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.

Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi

lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi saluran pernapasan

(virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.

(NAEPP,2007)

Tabel 2. Daftar agen pemicu dan penyebab terjadinya asma (Dipiro, 2002)

5

Page 6: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi

pencetus asma, yaitu:

1. Pemicu (trigger)

yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran

pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan.

Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan

bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti

asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.

Gejala-gejala bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu

cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif

mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun saluran pernafasan akan

bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah

terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan

bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti: perubahan cuaca

dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernafasan,

gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.

2. Penyebab (inducer)

Yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran

pernafasan. Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan peradangan

(inflammation) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan)

dari saluran pernafasan. Oleh kebanyakan kalangan kedokteran, inducer

dianggap sebagai penyebab asma sesungguhnya atau asma jenis

ekstrinsik.

Penyebab

asma (inducer)

dengan demikian

mengakibatkan

gejala-gejala yang

umumnya

berlangsung lebih

lama (kronis), dan

6

Gambar 2. Asthma Trigger

Page 7: Perbaikan Farmakoterapi Asma

lebih sulit diatasi, dibanding gangguan pernafasan yang diakibatkan oleh

pemicu (trigger). Umumnya penyebab asma (inducer) adalah alergen,

yang tampil dalam bentuk: ingestan, inhalan, dan kontak dengan kulit.

Ingestan yang utama ialah makanan dan obat-obatan. Sedangkan alergen

inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tungau, serpih dan

kotoran binatang, serta jamur.

2.3 PATOFISIOLOGI

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi

berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan

sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai

penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.

Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten

maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk

asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang

dicetuskan aspirin.

INFLAMASI AKUT

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor

antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi

akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus

diikuti reaksi asma tipe lambat.

1. Reaksi Asma Tipe Cepat

Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan

terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan

preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated

mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan

kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.

2. Reaksi Fase Lambat

Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan

melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan

7

Page 8: Perbaikan Farmakoterapi Asma

makrofag.

INFLAMASI KRONIK

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut

ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot

polos bronkus.

Berikut uraian mengenai masing-masing sel yang terlibat diantaranya :

a. Limfosit T

Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe

Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas

dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan

GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2

dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE.

IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta

memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.

b. Epitel

Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada

penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti

molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau

khemokin.

Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme

terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi

plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa,

mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.

c. Eosinofil

Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma

tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas

penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan

sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5,

IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan

PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi,

aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang

8

Page 9: Perbaikan Farmakoterapi Asma

mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP),

major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil

derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.

d. Sel Mast

Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi.

Cross-linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan

sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed

mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators

antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan

sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

e. Makrofag

Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik

pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan

seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai

mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain

berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi

airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting

factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-.

Konsekuensi Klinis Inflamasi Kronik

AIRWAY REMODELING

Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan

jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan

(healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel

sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut

melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel

parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak/injuri dengan

jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma, kedua

proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi

yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai

mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan

9

Page 10: Perbaikan Farmakoterapi Asma

airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses

yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel

sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh

restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami

sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan

remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling,

juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular

basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan

inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.

Perubahan struktur yang terjadi :

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas

Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

Penebalan membran reticular basal

Pembuluh darah meningkat

Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

Perubahan struktur parenkim

Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

10

Page 11: Perbaikan Farmakoterapi Asma

11

Gambar 4. Inflamasi dan proses remodeling

Gambar 3. Bronkus penderita asma dibandingkan dengan bronkus normal (kanan atas). Setiap bagian menunjukkan bagaimana lumen yang menyempit. Hipertrofi membran basal, terdapat mukus plugging, hipertrofi otot polos, dan penyempitan berkontribusi (bagian bawah). Dalam sel inflamasi di Infiltrasi, memproduksi edema submukosa, dan epitel deskuamasi mengisi lumen jalan

nafas dengan puing-puing selular dan paparan saluran napas otot polos ke mediator lainnya (kiri atas). (Dipiro, 2005)

Page 12: Perbaikan Farmakoterapi Asma

12

Gambar 5. Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan

proses remodeling

Gambar 6. Hubungan antara inflamasi akut, inflamasi kronik dan airway remodeling dengan gejala klinis

Page 13: Perbaikan Farmakoterapi Asma

2.4 DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI

2.4.1 Diagnosis

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh

dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas

dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat

episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma

didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,

mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.

Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan

pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan

faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala :

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan

Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari

Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

Riwayat keluarga (atopi)

Riwayat alergi / atopi

Penyakit lain yang memberatkan

Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan Jasmani

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani

dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan

adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat

terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah

terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot

13

Page 14: Perbaikan Farmakoterapi Asma

polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas;

maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih

besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja

pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan

hiperinflasi.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi

paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada

serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya

sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot

bantu napas

Faal Paru

Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi

mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai

dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru

antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter

objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:

1. obstruksi jalan napas

2. reversibiliti kelainan faal paru

3. variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif

jalan napas

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah

diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan

spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).

1). Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan

kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa

melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada

kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas

dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil

nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi

14

Page 15: Perbaikan Farmakoterapi Asma

jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80%

nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%

atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah

pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat

membantu diagnosis asma

Menilai derajat berat asma

2). Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow

meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari

plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan

termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter

relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun penderita,

sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau

kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa

membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Manfaat APE dalam diagnosis asma

Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari,

atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)

Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan

variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat

digunakan menilai derajat berat penyakit (lihat klasifikasi)

Cara pemeriksaan variabiliti APE harian

Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari

15

Page 16: Perbaikan Farmakoterapi Asma

untuk mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh

melalui 2 cara :

Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan

nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari

sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum

bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator

menunjukkan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20%

dipertimbangkan sebagai asma.

APE malam - APE pagi

Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %

1/2 (APE malam + APE pagi)

Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah

APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu,

dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE

malam hari).

Peran Pemeriksaan Lain untuk Diagnosis

1) Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.

Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya

dilakukan uji provokasi bronkus . Pemeriksaan uji provokasi bronkus

mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil

negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil

positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif

dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai

gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis

dan fibrosis kistik.

2). Pengukuran Status Alergi

Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui

pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut

mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu

16

Page 17: Perbaikan Farmakoterapi Asma

mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan

kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan.

Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status

alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit

merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat

menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi

terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala

harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada

keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism,

dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain).

Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis

alergi/ atopi.

2.4.2 Klasifikasi asma

Secara umum, asma dibagi ke dalam dua jenis, yaitu asma pada

anak (child-onset asthma) dan asma pada orang dewasa (adult-onset

asthma).

Akan tetapi terdapat juga tipe-tipe penyakit asma lainnya, yang

dibedakan berdasarkan situasi dan pemicu terjadinya, yaitu:

a. Asma alergik (Allergic Asthma/ Extrinsic Asthma)

Asma alergik (allergic asthma) adalah tipe yang paling banyak

terjadi mencapai 90% dari semua kasus asma. Asma ini adalah jenis

asma yang disebabkan oleh allergen (zat pemicu alergi).

Alergen adalah substansi-substansi tidak berbahaya dilingkungan,

namun akan menimbulkan reaksi tidak normal pada tubuh orang yang

memiliki alergi. Umumnya, asma yang terjadi pada anak-anak adalah

asma alergik. Menghirup substansi-substansi alergen seperti bulu

binatang, jenis makanan tertentu, debu, jamur, serbuk sari, dan zat-zat

alergen lainnya yang akan memicu datangnya gejala atau serangan

asma.

b. Asma non-alergi (Non-Allergic Asthma/Intrinsic Asthma)

17

Page 18: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Asma tipe ini terpicu oleh suatu zat mengganggu yang terdapat di

udara, namun tidak termasuk sebagai allergen. Zat-zat seperti parfum,

debu dalam rumah, asap rokok, dan polusi udara dapat menimbulkan

gejala kesusahan bernapas bagi penderita asma tipe ini.

c. Occupational Asthma

Seperti namanya, asma tipe ini adalah asma yang berhubungan dengan

pekerjaan. Banyak penderita asma yang mengalami gejala/serangan

asma saat berada di tempatnya bekerja. Ini disebabkan oleh faktor-

faktor lingkungan yang dapat memicu asma, misalnya kondisi udara,

debu, asap rokok, atau bahkan situasi stres yang sering muncul di

lokasi pekerjaan.

d. Exercise-induced asthma (EIA)

Penyakit asma ini adalah tipe asma yang dipicu akibat gerak

badan/aktifitas fisik yang berat. Setelah aktifitas tersebut mencapai

titik tertentu, serangan asma akan terjadi dan menyebabkan mengi

(berbunyi saat bernapas), dada terasa sesak dan batuk.

e. Nocturnal asthma

Ini adalah tipe asma yang biasanya sangat parah di malam hari. Gejala

asma itu sendiri bisa muncul kapan saja, akan tetapi pada malam hari,

atau bahkan saat tidur, serangan asma akan semakin parah.

f. Cough-variant asthma

Tipe penyakit asma ini didominasi oleh batuk kering yang sangat

parah, dan biasanya tidak memiliki gejala-gejala asma lainnya (sesak

napas, mengi, dll). Itu menyebabkan tipe asma ini terlambat dideteksi

dan ditangani, karena serangan asma yang terjadi hanya berupa batuk.

Pemicunya bisa karena kondisi udara yang buruk atau akibat aktifitas

fisik yang berat.

18

Page 19: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Klasifikasi Asma berdasarkan waktu perjalanan penyakit

Dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Asma Kronis

Asma kronis adalah penyakit menahun eksaserbasi dan remisi,

sehingga pasien mungkin tidak memiliki tanda-tanda atau gejala pada

saat dilakukan pengujian.

Gejala : Pasien mungkin mengeluhkan episode dispnea, sesak

dada, batuk (terutama pada malam hari), mengi, atau suara bersiul saat

bernafas. Ini sering terjadi berhubungan dengan olahraga, tetapi juga

terjadi secara spontan atau dalam hubungan dengan alergen yang

dikenal.

Tanda : Mengi ekspirasi pada auskultasi, batuk kering, atau

tanda-tanda atopi (alergi rhinitis dan / atau eksim) dapat terjadi.

(Dipiro,2005)

b. Asma Akut Parah

Asma yang terjadi secara mendadak dalam waktu singkat dan parah.

Sebuah episode dapat berkembang selama beberapa hari atau jam (atau

berlangsung cepat selama 1 sampai 2 jam.

Gejala : Pasien mengeluh parah dyspnea, sesak napas, sesak dada,

atau rasa terbakar .Pasien hanya mampu mengucapkan beberapa kata

dengan setiap napas.

Tanda : Tanda-tanda meliputi mengi ekspirasi dan inspirasi pada

auskultasi (suara napas dapat berkurang dengan obstruksi sangat

parah), batuk kering hacking, takipnea, takikardia, pucat atau

kulit sianotik, hyperin fl diciptakan dada dengan interkostal dan

supraklavikular retraksi, kejang hipoksia jika sangat parah, suhu tubuh

normal atau sedikit meningkat. (Dipiro,2005)

19

Page 20: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat

asma) yaitu:

1. Intermiten

Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada tingkatan

derajat asma ini, serangannya biasanya berlangsung secara singkat.

Dan gejala ini juga bisa muncul di malam hari dengan intensitas sangat

rendah yaitu ≤ 2x sebulan.

2. Persisten Ringan

Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada

tingkatan derajat asma ini, gejala pada sehari-hari berlangsung lebih

dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari atau sama dengan 1 kali sehari

dan serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam

hari.

3. Persisten Sedang

Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat.

Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya di atas 1

x seminggu dan hampir setiap hari. Serangannya biasanya dapat

mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

4. Persisten Berat

Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat

keparahannya. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul

biasanya hampir setiap hari, terus menerus, dan sering kambuh.

Membutuhkan bronkodilator setiap hari dan serangannya biasanya

dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.

20

Page 21: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Tabel 3. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

(Sebelum Pengobatan)

21

Page 22: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Tabel 4. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

22

Page 23: Perbaikan Farmakoterapi Asma

BAB III

PENATALAKSANAAN ASMA

3.1 Tujuan Terapi

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.

1. ASMA KRONIK

Tujuan penanganan asma kronik : 1. Mempertahankan tingkat aktivitas

normal (termasuk latihan fisik); 2. Mempertahanlkan fungsi paru-paru

(mendekati) normal; 3. Mencegah gejala kronis dan yang menggangu (cth.

Batuk atau kesulitan bernafas pada malam hari, pada pagi hari, atau setelah

latihan berat); 4. Mencegah memburuknya asma secara berulang dan

meminimalisasi kebutuhan untk masuk ICU atau rawt inap; 5.

Menyediakan farmakoterapi optimum dengan tidak ada atau sedikit efek

samping; 6. Memenuhi keinginan pelayanan terhadap pasien dan keluarga.

2. ASMA PARAH AKUT

Tujuan penanganan adalah sebagai berikut: 1. Perbaikan hipoksemia

signifikan; 2. Perbalikan cepat penutup jalan udara (dalam hitungan

menit); 3. Pengurangan kecendrungan penutupan aloran udara yang parah

timbul kembali; 4. Pengembangan rencana aksi tertulis jika keadaan

memburuk.

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma

dikatakan terkontrol bila :

a. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

23

Page 24: Perbaikan Farmakoterapi Asma

b. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise

c. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal

(idealnya tidak diperlukan)

d. Variasi harian APE kurang dari 20%

e. Nilai APE normal atau mendekati normal

f. Efek samping obat minimal (tidak ada)

g. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

3.2 PENATALAKSANAAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut

sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam

waktu satu bulan.

Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk

mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat 3

faktor yang perlu dipertimbangkan :

1. Medikasi (obat-obatan)

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi

jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

a. Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk

mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan

mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.

Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi, Kortikosteroid sistemik, Sodium

kromoglikat, Nedokromil sodium, Metilsantin, Agonis beta-2 kerja

lama (inhalasi), Agonis beta-2 kerja lama oral, Leukotrien modifiers,

Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) dan Lain-lain.

b. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan

24

Page 25: Perbaikan Farmakoterapi Asma

dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak

memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif

jalan napas. Termasuk pelega adalah : Agonis beta2 kerja singkat,

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat

pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi

hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan

bronkodilator lain), Antikolinergik, Aminofillin, Adrenalin.

2. Tahapan pengobatan

Pengobatan jangka panjang berdasarkan derajat berat asma seperti

telah dijelaskan sebelumnya (lihat klasifikasi), agar tercapai tujuan

pengobatan dengan menggunakan medikasi seminimal mungkin.

Pendekatan dalam memulai pengobatan jangka panjang harus melalui

pemberian terapi maksimum pada awal pengobatan sesuai derajat asma

termasuk glukokortikosteroid oral dan atau glukokortikosteroid inhalasi

dosis penuh ditambah dengan agonis beta-2 kerja lama untuk segera

mengontrol asma (bukti D); setelah asma terkontrol dosis diturunkan

bertahap sampai seminimal mungkin dengan tetap mempertahankan

kondisi asma terkontrol. Cara itu disebut stepdown therapy. Pendekatan

lain adalah step-up therapy yaitu memulai terapi sesuai berat asma dan

meningkatkan terapi secara bertahap jika dibutuhkan untuk mencapai

asma terkontrol.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan

stepdown therapy untuk penanganan asma yaitu memulai pengobatan

dengan upaya menekan inflamasi jalan napas dan mencapai keadaan

asma terkontrol sesegera mungkin, dan menurunkan terapi sampai

seminimal mungkin dengan tetap mengontrol asma. Bila terdapat

keadaan asma yang tetap tidak terkontrol dengan terapi awal/maksimal

tersebut (misalnya setelah 1 bulan terapi), maka pertimbangkan untuk

evaluasi kembali diagnosis sambil tetap memberikan pengobata asma

sesuai beratnya gejala.

25

Page 26: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Tabel 5. Pengobatan sesuai berat asmaSemua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak

melebihi 3-4 kali sehari.Berat Asma Medikasi pengontrol Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain

harianAsma Intermiten Tidak perlu -------- -------Asma Persisten Glukokortikosteroid Teofilin lepas lambat ------Ringan inhalasi Kromolin

(200-400 ug BD/hari Leukotriene modifiersatau ekivalennya)

Asma Persisten Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid inhalasi Ditambah agonis beta-2Sedang glukokortikosteroid (400-800 ug BD atau kerja lama oral, atau

(400-800 ug BD/hari ekivalennya) ditambahatau ekivalennya) dan Teofilin lepas lambat ,atau Ditambah teofilin lepasagonis beta-2 kerja lama lambat

Glukokortikosteroid inhalasi(400-800 ug BD atauekivalennya) ditambahagonis beta-2 kerja lamaoral, atau

Glukokortikosteroid inhalasidosis tinggi (>800 ug BDatau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi(400-800 ug BD atauekivalennya) ditambahleukotriene modifiers

Asma Persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metilprednisolonBerat glukokortikosteroid oral selang sehari 10 mg

(> 800 ug BD atau ditambah agonis beta-2 kerjaekivalennya) dan agonis lama oral, ditambah teofilinbeta-2 kerja lama, lepas lambatditambah 1 di bawahini:- teofilin lepas lambat- leukotriene modifiers- glukokortikosteroidoral

Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

3. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami

kondisi kronik dan bervariasinya keadaan penyakit asma. Mengajak

penderita memantau kondisinya sendiri, identifikasi perburukan asma

26

Page 27: Perbaikan Farmakoterapi Asma

sehari-hari, mengontrol gejala dan mengetahui kapan penderita

membutuhkan bantuan medis/ dokter. Penderita diperkenalkan kepada 3

daerah (zona) yaitu merah, kuning dan hijau dianalogkan sebagai kartu

menuju sehat balita (KMS) atau lampu lalu lintas untuk memudahkan

pengertian dan diingat penderita. Zona`merah berarti berbahaya, kuning

hati-hati dan hijau adalah baik tidak masalah. Pembagian zona

berdasarkan gejala dan pemeriksaan faal paru (APE).

Tabel 6. Pelangi asmaPelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri

Hijau Kondisi baik, asma terkontrol Tidak ada / minimal gejala APE : 80 - 100 % nilai dugaan/ terbaikPengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapiKuning Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/ eksaserbasi Dengan gejala asma (asma malam, aktiviti terhambat, batuk, mengi, dada terasaberat baik saat aktiviti maupun istirahat) dan/ atau APE 60 - 80 % prediksi/ nilai terbaikMembutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasiMerah Berbahaya Gejala asma terus menerus dan membatasi aktiviti sehari-hari. APE < 60% nilai dugaan/ terbaikPenderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit.

3.3 PENATALAKSANAAN SERANGAN AKUT

Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat

fatal atau mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan

penanganan asma sehari-hari yang kurang tepat. Dengan kata lain

penanganan asma ditekankan kepada penanganan jangka panjang, dengan

tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala dengan

memberikan pengobatan yang tepat.

Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan

serangan akut (lihat tabel 4). Langkah berikutnya adalah memberikan

pengobatan tepat, selanjutnya menilai respons pengobatan, dan berikutnya

27

Page 28: Perbaikan Farmakoterapi Asma

memahami tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang,

observasi, rawat inap, intubasi, membutuhkan ventilator, ICU, dan lain-lain).

Tabel 7. Klasifikasi berat serangan asma akut

Gejala dan Berat Serangan Akut KeadaanTanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa

Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dapat tidur Duduk Dudukterlentang membungkuk

Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kataKesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,

gelisah gelisah, kesadaranmenurun

Frekuensi napas <20/ menit 20-30/ menit > 30/menitNadi < 100 100 –120 > 120 BradikardiaPulsus paradoksus - + / - 10 – 20 + -

10 mmHg mmHg > 25 mmHg Kelelahan ototOtot Bantu Napas - + + Torakoabdominaldan retraksi paradoksalsuprasternalMengi Akhir Akhir Inspirasi dan Silent Chest

ekspirasi ekspirasi ekspirasipaksa

APE > 80% 60 – 80% < 60%

PaO2 > 80 mHg 80-60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

SaO2 > 95% 91 – 95% < 90%

Penderita asma mutlak untuk memahami bagaimana mengatasi saat

terjadi serangan, apakah cukup diatasi di rumah saja dengan obat yang

sehari-hari digunakan, ataukah ada obat tambahan atau bahkan harus

pergi ke rumah sakit. Konsep itu yang harus dibicarakan dengan

dokternya (lihat bagan penatalaksanaan asma di rumah). Bila sampai

membutuhkan pertolongan dokter dan atau fasiliti rumah sakit, maka

dokter wajib menilai berat serangan dan memberikan penanganan yang

tepat (lihat bagan penatalaksanaan asma akut di rumah sakit).

28

Page 29: Perbaikan Farmakoterapi Asma

3.4 Algoritme Penatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah Sakit

29

Page 30: Perbaikan Farmakoterapi Asma

3.5 Algoritme Penatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah

30

Page 31: Perbaikan Farmakoterapi Asma

BAB IV

FARMAKOTERAPI ASMA

31

Page 32: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Terapi farmakologi (Pharmacology therapy )merupakan salah satu

bagian dari penanganan asma yang bertujuan mengurangi dampak penyakit

dan kualiti hidup; yang dikenal dengan tujuan pengelolaan asma. Pemahaman

bahwa asma bukan hanya suatu episodik penyakit tetapi asma adalah suatu

penyakit kronik menyebabkan pergeseran fokus penanganan dari pengobatan

hanya untuk serangan akut menjadi pengobatan jangka panjang dengan tujuan

mencegah serangan, mengontrol atau mengubah perjalanan penyakit.

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu

antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol

penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan

bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi

eksaserbasi/ serangan, dikenal dengan pelega.

Tabel 8. Obat asma yang tersedia di Indonesia (tahun 2004)

32

Jenis Obat Golongan Nama Generik Bentuk/ kemasan obat

PengontrolAntiinflamasi Steroid Inhalasi Flutikason propionat IDT

Budesonide IDT, TurbuhalerKromolin IDT

Sodium kromoglikat Nedokromil IDTNedokromil Zafirlukast Oral (tablet)Antileukotrin Metilprednisolon Oral ,InjeksiKortikosteroid sistemik Prednisolon OralAgonis beta-2 kerja lama Prokaterol Oral

Bambuterol OralFormoterol Turbuhaler

Pelega Agonis beta-2 kerja Salbutamol Oral, IDT, rotacap, rotadisk,Bronkodilator singkat Solutio

Terbutalin Oral, IDT, Turbuhaler, solutioAmpul (injeksi)

Prokaterol IDTFenoterol IDT, solutio

Antikolinergik Ipratropium bromide IDT, SolutioMetilsantin Teofilin Oral

Aminofilin Oral, InjeksiTeofilin lepas lambat Oral

Agonis beta-2 kerja lama Formoterol TurbuhalerKortikosteroid sistemik Metilprednisolon Oral, injeksi

Prednison Oral

Keterangan tabel 7IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler / MDI , dapat digunakan bersama dengan spacerSolutio: larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizerOral : dapat berbentuk sirup, tabletInjeksi : dapat untuk pengggunaan subkutan, im dan iv

Page 33: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Tabel 9. Sediaan dan dosis obat pengontrol asma

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

KortikosteroidsistemikMetilprednisolon Tablet 4-40 mg/ hari, dosis 0,25 – 2 mg/ kg Pemakaian jangka panjang

4 , 8, 16 mg tunggal atau terbagi BB/ hari, dosis dosis 4-5mg/ hari atau 8-10 mgtunggal atau selang sehari untuk mengontrol

Prednison Tablet 5 mg Short-course : terbagi asma , atau sebagai pengganti20-40 mg /hari steroid inhalasi pada kasusdosis tunggal atau Short-course : yang tidak dapat/ mamputerbagi selama 3-10 1-2 mg /kgBB/ menggunakan steroid inhalasihari hari

Maks. 40 mg/hari,selama 3-10 hari

Kromolin &Nedokromil

Kromolin IDT 1-2 semprot, 1 semprot, - Sebagai alternatif5mg/ semprot 3-4 x/ hari 3-4x / hari antiinflamasi

Nedokromil IDT 2 semprot 2 semprot - Sebelum exercise atau2 mg/ semprot 2-4 x/ hari 2-4 x/ hari pajanan alergen, profilaksis

efektif dalam 1-2 jam

Agonis beta-2kerja lama

Salmeterol IDT 25 mcg/ 2 – 4 semprot, 1-2 semprot, Digunakan bersama/semprot 2 x / hari 2 x/ hari kombinasi dengan steroidRotadisk 50 inhalasi untuk mengontrolmcg asma

Bambuterol Tablet 10mg 1 X 10 mg / hari, --malam

Prokaterol Tablet 25, 50 2 x 50 mcg/hari 2 x 25 mcg/hari Tidak dianjurkan untukmcg mengatasi gejala padaSirup 5 mcg/ ml 2 x 5 ml/hari 2 x 2,5 ml/hari eksaserbasi

Kecuali formoterol yangmempunyai onset kerja cepat

Formoterol IDT 4,5 ; 9 4,5 – 9 mcg 2x1 semprot dan berlangsung lama,mcg/semprot 1-2x/ hari (>12 tahun) sehingga dapat digunakan

mengatasi gejala padaeksaserbasi

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Metilxantin

Aminofilin lepas Tablet 225 mg 2 x 1 tablet ½ -1 tablet, Atur dosis sampai mencapailambat 2 x/ hari kadar obat

(> 12 tahun) dalam serum 5-15 mcg/ ml.

Teofilin lepas Tablet 2 x125 – 300 2 x 125 mg Sebaiknya monitoring kadar obat

33

Page 34: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Lambat 125, 250, 300 mg (> 6 tahun) dalammg – 2 x/ hari; serum dilakukan rutin, mengingat

sangat bervariasinya metabolic400 mg 200-400 mg clearance dari teofilin, sehingga

1x/ hari mencegah efek samping

Antileukotrin

Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20mg/ hari --- Pemberian bersama makananmengurangi bioavailabiliti.Sebaiknya diberikan 1 jamsebelum atau 2 jam setelah makan

Steroid inhalasi

Flutikason IDT 50, 125 125 – 500 mcg/ 50-125 mcg/ Dosis bergantung kepada derajatpropionat mcg/ semprot hari hari berat asma

IDT , 100 – 800 Sebaiknya diberikan denganBudesonide Turbuhaler mcg/ hari 100 –200 spacer

100, 200, 400 mcg/ harimcg

IDT, rotacap, 100 – 800Beklometason rotahaler, mcg/ hari 100-200 mcg/dipropionat rotadisk hari

Tabel 10. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Agonis beta-2 kerjasingkat

Terbutalin IDT 0,25 mg/ semprot 0,25-0,5 mg, Inhalasi Penggunaan obatTurbuhaler 0,25 mg ; 0,5 3-4 x/ hari 0,25 mg pelega sesuaimg/ hirup 3-4 x/ hari kebutuhan, bila perlu.Respule/ solutio 5 mg/ 2ml (> 12 tahun)Tablet 2,5 mg oral 1,5 – 2,5 mg, oralSirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml 3- 4 x/ hari 0,05 mg/ kg

BB/ x,3-4 x/hari

Salbutamol IDT 100 mcg/semprot inhalasi 100 mcg Untuk mengatasiNebules/ solutio 200 mcg 3-4x/ hari eksaserbasi , dosis2,5 mg/2ml, 5mg/ml 3-4 x/ hari 0,05 mg/ kg pemeliharaanTablet 2mg, 4 mg oral 1- 2 mg, BB/ x, berkisar 3-4x/ hariSirup 1mg, 2mg/ 5ml 3-4 x/ hari 3-4x/ hari

Fenoterol IDT 100, 200 mcg/ 200 mcg 100 mcg,semprot 3-4 x/ hari 3-4x/ hari

10-20 mcg, 10 mcg,Solutio 100 mcg/ ml

Prokaterol 2-4 x/ hari 2 x/ hariIDT 10 mcg/ semprot 2 x 50 mcg/hari 2 x 25 mcg/hariTablet 25, 50 mcg 2 x 5 ml/hari 2 x 2,5 ml/hari

Sirup 5 mcg/ mlAntikolinergik

Ipratropium IDT 20 mcg/ semprot 40 mcg, 20 mcg, Diberikan kombinasibromide 3-4 x/ hari 3-4x/ hari dengan agonis beta-2

kerja singkat, untukSolutio 0,25 mg/ ml 0,25 mg, setiap 6 0,25 –0,5 mg mengatasi serangan(0,025%) jam tiap 6 jam(nebulisasi) Kombinasi dengan

agonis beta-2 pada

34

Page 35: Perbaikan Farmakoterapi Asma

pengobatan jangkapanjang, tidak adamanfaat tambahan

4.1 Pengontrol (Controllers)

1. Glukokortikosteroid inhalasi

Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol

asma karena menanggulangi peradangan lokal di bronkhi. Berbagai

penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan

perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,

mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan

memperbaiki kualiti hidup (bukti A). Steroid inhalasi adalah pilihan

bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Steroid inhalasi

ditoleransi dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan.

Tabel 11. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensiDewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

ObatBeklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ugBudesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ugFlunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug

35

Page 36: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ugTriamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggiObatBeklometason dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ugBudesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ugFlunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ugFlutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ugTriamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug

2. Glukokortikosteroid sistemik : hidrokortison, prednison,

deksametason

Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti

peradangan dan gatal-gatal. Daya antiradang ini berdasarkan blokade

enzim fosfolipase-A2, sehingga pembentukan mediator peradangan

prostaglandin dan leukotrien dari asam arakhidonat tidak terjadi.

Singkatnya kortikosteroida menghambat mekanisme kegiatan alergen

yang melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi mast cell, juga

meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efek β-mimetika (β-

adrenergik) diperkuat. (T.H Tjay, 2007)

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan

digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat

(setiap hari atau selang sehari), tetapi penggunaannya terbatas

mengingat risiko efek sistemik (osteoporosis, tukak dan perdarahan

lambung, hipertensi, diabetes,dll). Harus selalu diingat indeks terapi

(efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik

daripada steroid oral jangka panjang. Beberapa hal yang harus

dipertimbangkan saat memberi steroid oral :

gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena

mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh

pendek dan efek striae pada otot minimal

bentuk oral, bukan parenteral

penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari

3. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

36

Page 37: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Kromolin natrium dan nedokromil natrium mempunyai efek-efek

menguntungkan yang diyakini menghambat penglepasan mediator dari

sel mast melalui reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung kepada

dosis dan seleksi serta supresi sel inflamasi tertentu (makrofag,

eosinofil,monosit); selain dari kemungkinan menghambat saluran

kalsium pada sel target. Mereka menginhibisi respon terhadap paparan

allergen dan broncospasme diinduksi latihan tetapi tidak menyebabkan

bronkodilatasi. Agen-agen hanya efektif jika dihirup dan tersedia

sebagai obat inhalasi dosis terukur; kromolin juga tersedia dalam

larutan nebulizer. (Dipiro, 2005)

Studi klinis menunjukkan pemberian sodium kromoglikat dapat

memperbaiki faal paru dan gejala, menurunkan hiperesponsif jalan

napas walau tidak seefektif glukokortikosteroid inhalasi (bukti B).

Kedua obat ini tidak toksik. Batuk dan bersin dilaporkan efek

samping setelah penggunaan masing-masing zat, dan rasa tidak enak

serta sakit kepala untuk nedokromil.

Kromolin dan nedokromil diindikasikan untuk profilaksis asma

peristen ringan pada anak-anak dan dewasa tanpa melihat etiologinya.

Mereka Dapat efektif parsial terhadap asma alergik pada kondisi

musiman atau hanya sebelum paparan akut (cth. Hewan atau

membersihkan halaman). Nedokromil juga dapat menurunkan dosis

steroid inhaler pada beberapa pasien. (Goodman & Gilman.,2011)

Kromolin merupakan obat pilihan kedua untuk pencegahan

bronkospasma yang diinduksi latihan fisik dan dapat digunakan

bersama agonis β2 dalam kasus yang lebih parah yang tidak merespon

terhadap tiap zat masing-masing.

Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan dalam 1 hingga 2

minggu, tetapi mungkin memerlukan waktu lebih lama mencapai

keuntungan maksimum. Pasien pada awalnya menerima kromolin atau

nedokromil 4 kali sehari; setelah stabilisasi gejala frekunesi dapat

diturunkan hingga 2 kali sehari untuk nedokromil dan 3 kali sehari

37

Page 38: Perbaikan Farmakoterapi Asma

untuk kromolin. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk

menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. (PDPI,2003)

4. Metilxantin

Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor

adenosin. Selain itu tteofilin seperti kromoglikat mencegah

meningkatnya hiperaktivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaksis.

(T.H Tjay, 2007)

Teofilin menghasilkan bronkodilatasi dengan menginhibisa

fofodiesterase, yang juga menghasilkan antiinflamasi dan aktivitas

nonbronkodilatasi lain melalui penurunan pelepasan mediator sel mast,

penurunan pelepasan protein dasar eosinofil, penurunan proliferasi

limfosit T, penurunan pelepasan sitokin sel T, dan penurunaneksudasi

plasma. Teofilin juga menginhibisi permeabilitas vascular,

menigkatkan klirens mukosiliar, dan memperkuat kontraksi

diagfragma yang kelelahan.

Metilxanthin tidak selektif dalam bentik aerosol dan harus

diberikan secraa sitemik (oral atau IV). Teofilin lepas lambat lebih

disukai untuk pemberian oral, sedangkan dalam bentuk kompleksnya

dengan etilendiamin (aminofilin) lebih disukai untuk sediaan

parenteral karena peningkatan kelarutannya. Sediaam teofilin IV juga

tersedia.

Teofilin dieliminasi terutama dengan metabolism melalui enzim

mikrosomal oksidase sitokorm P450 fungsi campur hati (terutama

CYP1A2 dan CYP3A4) dengan 10% atau lebih sedikit dieksresikan

melalui ginjal. Enzim sitokorm P450 hati rentan terhadap induksi dan

inhibisi dari pengaruh lingkungan dan obat-obatan. Pengurangan

secara signifikan secra klinik pada bersihan disebabkan oleh ko-terapi

dengan simetidin, eritromosin, klaritromisin, alopurinol,

siprofloksasin, interferon, tiklopidin, ziluton, dan obat lainnya.

Beberapa senyawa yang meningkatkan bersihan termasuk rifampin,

38

Page 39: Perbaikan Farmakoterapi Asma

karbamazepin, fenobarbital, fenotoin, daging yang dipanggang dengan

arang, dan merokok.

Karena besarnya variabilitas antar pasien dalam bersihan teofilin,

monitoring rutin konsentrasi serum teofilin penting untukpenggunaan

yang aman dan efektif. Suatu rentang steady-state 5-15 mcg/mL efektif

dan aman untuk kebanyakan pasien.Memberikan rekomendasi dosis,

jadual monitoring, dan penyesuaian dosis untuk teofilin.

Sediaan oral sustained-release lebih disukai untuk terapi pasien

luar, tapi setiap produk memiliki karakteristik pelepasan berbeda dan

beberapa produk dapat berubah absopsinya akibat makanan atau

perubahan phH lambung. Sediaan yang tak terpengaruh makanan yang

diebrikan minimal setiap 12 jam lebih disukai kebanyakan pasien.

Pemberian teofilin kronik pasien luar dapat mengurangi gejala asma,

mengurangu jumlah agonis β2 inhaler yang digunakan, dan mengurangi

kebutuhan kortikosteroid oral pada penderita asma yang tergantung

steroid. Teofilin sustained-release yang diberikan sekali semalam

efektik untuk asma nocturnal. Pada pemburukan asma parah akut,

penambahan aminofilin terhadap agonis β2 optimal tidak memberikan

keuntungan tambahan, dan tidak direkomendasikan.

Kerugian signifikan terapi teofilin krinik adalah bahayanya yang

menyertai pemberian suatu obat yang dapat menyebabkan aritmia,

seizure, dan kematian pada konsentrasi serum yang hanya dua kali

lebih besar dari pada konsentrasi terapetik optimal. Karena tingginya

rasio untung-ruginya, teofilin dianggap agen terapi kedua atau ketiga

dalam penanganan asma. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)

5. Agonis beta-2 (β2-adrenergik, β2-mimetik) kerja lama

Salah satu terapi farmakologi yang dapat dilakukan adalah dengan

obat Agonis β2 .Agonis β2 merupakan bronkodilator yang paling

efektif.Stimulasi reseptor β2-Adrenergik mengaktivasi adenil siklase,

39

Page 40: Perbaikan Farmakoterapi Asma

yang menghasilkan peningkatan AMP siklik intraselular.Hal ini

menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi membrane sel mast, dan

stimulasi otot skelet. Albuterol dan inhalasi agonis β2 selektif aksi

pendek lain diindikasikan untuk penanganan episode bronkospasmus

irregular dan merupakan pilihan pertama dalam  penanganan asma

parah akut. Karena agonis β2 inhaler aksi pendek tidak meningkatkan

kontrol gejala jangka panjang, pemakaiannya dapat digunakan sebagai

ukuran kontrol asma. Obat ini hanya digunakan jika diperlukan untuk

mengatasi gejala. (Sukandar dkk., 2009)

Agonis β2 merupakan bronkodilator yang paling efektif. Stimulasi

reseptor β2-adrenergik mengaktifasi adenil siklase, yang menghasilkan

peningkatan AMP siklik intraselular. Hal ini menyebabkan relaksasi

otot polos, stabilisasi membrane sel mast, stimulasi otot skelet,

meningkatkan pembersihan mukosilier, dan menurunkan permeabiliti

pembuluh darah.

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah

salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12

jam). Kenyataannya pada pemberian jangka lama, mempunyai efek

antiinflamasi walau kecil. Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang

diberikan jangka lama mempunyai efek protektif terhadap rangsang

bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja lama,

menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan preparat

oral.

Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat LamaCepat Fenoterol Formoterol

ProkaterolSalbutamol/ AlbuterolTerbutalinPirbuterol

Lambat Salmeterol

6. Leukotriene modifiers

40

Page 41: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Pada pasien asma leukotrien menimbulkan bronkokontriksi dan

sekresi mukus. (T.H Tjay,2007)

Obat anti LT ini merupakan antiasma yang relatif baru dan

pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerjanya sebagai

Lipoksigenase-blokers yang menghambat 5-lipoksigenase sehingga

memblok sintesis semua leukotrin (contohnya zileuton) atau sebagai

LT-receptorblockers yang memblok reseptor-reseptor leukotrien

sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas).

Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal

dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan

exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek

antiinflamasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa penambahan

leukotriene modifiers dapat menurunkan kebutuhan dosis

glukokortikosteroid inhalasi penderita asma persisten sedang sampai

berat, mengontrol asma pada penderita dengan asma yang tidak

terkontrol walau dengan glukokortikosteroid inhalasi (bukti B).

Diketahui sebagai terapi tambahan tersebut, leukotriene modifiers tidak

seefektif agonis beta-2 kerja lama (bukti B). Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan.

Penderita dengan aspirin induced asthma menunjukkan respons yang

baik dengan pengobatan leukotriene modifiers.

Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis

reseptor leukotrien sisteinil). Efek samping jarang ditemukan. Zileuton

dihubungkan dengan toksik hati, sehingga monitor fungsi hati

dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton. (PDPI, 2003)

4.2 Pelega (Reliever/ Bronchodilator)

1. Agonis beta-2 kerja singkat

Otot polos saluran napas mempunyai sedikit serabut saraf

adrenergik, tetapi mempunyai banyak reseptor β-2 yang bila

41

Page 42: Perbaikan Farmakoterapi Asma

distimulasi dengan agonisnya menyebabkan bronkodilatasi. (MJ Neal,

2006)

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,

dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu

mulai kerja (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai onset cepat dan

durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian

inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/

tidak ada. (PDPI, 2003)

Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yang menstimulasi

reseptor β-2 yang banyak terdapat di trakea dan bronkhi yang

menyebabkan aktivasi bronkhi sehingga berefek me- relaksasi otot

polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan

permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari

sel mast. (T.H Tjay,2007)

Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat

bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma (bukti A).

Penggunaan agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila

diperlukan untuk mengatasi gejala. Kebutuhan yang meningkat atau

bahkan setiap hari adalah petanda perburukan asma dan menunjukkan

perlunya terapi antiinflamasi. Demikian pula, gagal melegakan jalan

napas segera atau respons tidak memuaskan dengan agonis beta-2 kerja

singkat saat serangan asma adalah petanda dibutuhkannya

glukokortikosteroid oral.

Efek sampingnya adalah rangsangan kardiovaskular, tremor otot

rangka dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit

menimbulkan efek samping daripada oral. Dianjurkan pemberian

inhalasi, kecuali pada penderita yang tidak dapat/mungkin

menggunakan terapi inhalasi. (PDPI,2003)

2. Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih

42

Page 43: Perbaikan Farmakoterapi Asma

lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat. Aminofillin kerja

singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala walau disadari

onsetnya lebih lama daripada agonis beta-2 kerja singkat (bukti A).

Teofilin kerja singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis beta-

2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk

respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernapasan dan

mempertahankan respons terhadap agonis beta-2 kerja singkat di antara

pemberian satu dengan berikutnya.

Teofilin berpotensi menimbulkan efek samping sebagaimana

metilsantin, tetapi dapat dicegah dengan dosis yang sesuai dan

dilakukan pemantauan. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak

diberikan pada penderita yang sedang dalam terapi teofilin lepas

lambat kecuali diketahui dan dipantau ketat kadar teofilin dalam

serum. (PDPI, 2003)

3. Antikolinergik

Antikolinergik memblok reseptor muskarinik dari saraf saraf

kolinergis di otot polos bronchi (sehingga pelepasan asetilkolin tidak

terjadi), hingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan dengan

efek bronkodilatasi. (TH Tjay,2007)

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.

Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik

vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi

yang disebabkan iritan. Efek bronkodilatasi tidak seefektif agonis beta-

2 kerja singkat, onsetnya lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk

mencapai efek maksimum. Tidak mempengaruhi reaksi alergi tipe

cepat ataupun tipe lambat dan juga tidak berpengaruh terhadap

inflamasi.

Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan

tiotropium bromide. Analisis meta penelitian menunjukkan

43

Page 44: Perbaikan Farmakoterapi Asma

ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi

agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru

dan menurunkan risiko perawatan rumah sakit secara bermakna (bukti

B). Oleh karena disarankan menggunakan kombinasi inhalasi

antikolinergik dan agnonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator

pada terapi awal serangan asma berat atau pada serangan asma yang

kurang respons dengan agonis beta-2 saja, sehingga dicapai efek

bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang,

dianjurkan sebagai alternatif pelega pada penderita yang menunjukkan

efek samping dengan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi seperti

takikardia, aritmia dan tremor. Efek samping berupa rasa kering di

mulut dan rasa pahit. Tidak ada bukti mengenai efeknya pada sekresi

mukus. (PDPI,2003)

4. Adrenalin

Zat adrenergik dengan efekα & β adalah bronchodilator terkuat

dengan kerja cepat tetapi singkat. (TH.Tjay, 2007)

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat,

bila tidak tersedia agonis beta-2, atau tidak respons dengan agonis

beta-2 kerja singkat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-

hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular.

Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus

dengan pengawasan ketat (bedside monitoring). (PDPI,2003)

Pendekatan farmakologi lainnya :

1. Kombinasi Terapi Pengontrol

Guideline NAEPP 2002 merekomendasikan mengkombinasik

kortokosteroid hirup dan agonis β2 hirup kerja lama untuk

44

Page 45: Perbaikan Farmakoterapi Asma

tahap 3 asma persisten sedang. Kombinasi ini lebih kuat dari

pada mendulikasi dosiskortikosteroid hirup atau menambahkan

antagonis leikotrien ke kortikosteroid hirup. (NAEPP,2002)

Advair merupakan sediaan kombinasi yang mengobati

inflamasi dan bronkokontriksi asma persisten sedang hingga

parah dari flukitason (100, 250, atau 500 mcg) dengan

salmeterol dosis tetap (50 mcg). Kombinasi ini mempunyai

onset yang cepat (dalam 1 minggu), dan salmoterol dapat

mengurangu dosis kortikosteroid hirup hingga 50% pada

pasien dengan asma persisten.

2. Omalizumab (anti-IgE)

Omalizumab merupakan antibody anti-IgE yang digunakan

untuk pengobatan asma yang tidak dapat ditangan dengan baik

oleh kostokosteroid hirup dosis tinggi. Obat ini hanya

diindikasi untuk pasien atopik bergantung kortoksteroid yang

memerlukam kostokosteroid oral atau menkonsumsi

kortokosteroid dosis tinggi degan berlanjutnya gejalan dan

kadar IgE tinggi. Dosis ditentukan berdasakan IgE serum total

dasar (UI/ml)dan berat badan pasien (kg). dosis berkisar natara

150 hingga 375 mg diberikan secara subkutan dengan interval

pemberian 2 atau 4 minggu. (Dipiro, 2005)

3. Methotreksat

Methotreksat dalam dosis rendah (150mg/minggu) telah

digunakan untuk mengurangi dosis kortikosteroid sistemik ada

pasien dengan asma parah akut bergantung steroid. Terjadi

pengurangan dosis steroid sistemik (sekitar 23%) pada

beberapa pasien. Methotreksat harus dipertimbangkan secara

eksperimetal dan ditunda untuk asma parah akut bergantung

45

Page 46: Perbaikan Farmakoterapi Asma

steroid dibawah pengawasan ahli, dengan pemantauan yang

cermat terhadap fungsi hati dan paru-paru. (Dipiro, 2005)

BAB V

NON-FARMAKOTERAPI ASMA

46

Page 47: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Terapi yang dimaksud disini adalah berupa tindakan pencegahan untuk

mencegah timbulnya penyakit asma ini. Pencegahan meliputi pencegahan primer

yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan

sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang

menjadi asma; dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi

serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.

Pencegahan Primer

Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan

perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan

primer penyakit asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau

menurunkan sensitisasi alergen pada fetus, tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut

sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi, sehingga pencegahan primer

waktu ini adalah belum mungkin. Walau penelitian ke arah itu terus berlangsung

dan menjanjikan.

Pencegahan sekunder

Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah

yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru

mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada

penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai

peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma.

Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan

alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan

sudah dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total

dari gejala daripada jika pajanan terus berlangsung.

Pencegahan Tersier

Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan

47

Page 48: Perbaikan Farmakoterapi Asma

oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan

memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.

Tabel 12. Mengontrol alergen di dalam dan di luar ruangan

Faktor Pencetus Asma Kontrol Lingkungan

Debu rumah (Domestik Cuci sarung bantal, guling, sprei, selimut dengan air panasmite) (55-60C) paling lama 1 minggu sekali

Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayuGanti furnitur berlapis kain dengan berlapis kulitBila gunakan pembersih vakum, pakailah filter HEPA dankantung debu 2 rangkapCuci dengan air panas segala mainan kain

Serpihan kulit (Alergen Pindahkan binatang peliharaan dari dalam rumah, atau palingbinatang) tidak dari kamar tidur dan ruang utama.

Gunakan filter udara (HEPA) terutama di kamar tidur danruang utamaMandikan binatang peliharaan 2 x/ mingguGanti furniture berlapis kain dengan berlapis kulitGanti karpet dengan tikar atau lantai kayuGunakan pembersih vakum dengan filter HEPA dan kantungdebu 2 rangkap

Eliminasi lingkungan yang disukai kecoa seperti tempatKecoa lembab, sisa makanan, sampah terbuka dll

Gunakan pembasmi kecoa

Perbaiki semua kebocoran atau sumber air yang berpotensiJamur menimbulkan jamur , misalnya dinding kamar mandi,

bakmandi, kran air, dsb. Jangan gunakan alat penguap.Pindahkan karpet basah atau yang berjamur

Tepung sari bunga dan Bila di sekitar ruangan banyak tanaman berbunga danjamur di luar ruangan merupakan pajanan tepung sari bunga, tutup jendela rapat-

rapat, gunakan air conditioning. Hindari pajanan tepung saribunga sedapat mungkin.

Tabel 13. Mengontrol polusi udara di dalam dan di luar ruangan

Faktor Pencetus Asma Kontrol LingkunganPolusi udara dalam ruangan Tidak merokok di dalam rumahAsap rokok (perokok pasif) Hindari berdekatan dengan orang yang sedangAsap kayu/ masak merokokSpray pembersih rumah Upayakan ventilasi rumah adekuatObat nyamuk Hindari memasak dengan kayuDll Hindari menggunakan spray pembersih rumah

Hindari menggunakan obat nyamuk yangmenimbulkan asap atau spray dan mengandung

48

Page 49: Perbaikan Farmakoterapi Asma

bahan polutan

Polusi udara di luar`ruangan Hindari aktiviti fisis pada keadaan udara dinginAsap rokok dan kelembaban rendahCuaca Tinggalkan/ hindari daerah polusiOzonGas buang kendaraan bermotorDll

Pajanan di lingkungan kerja Hindari bahan polutanRuang kerja dengan ventilasi yang baikLindungi pernapasan misalnya dengan maskerBebaskan lingkungan dari asap rokok

Tabel 14. Mengontrol faktor pencetus lain

Faktor Pencetus Asma Mengontrol Pencetus

Refluks gastroesofagus Tidak makan dalam 3 jam sebelum tidur.Pada saat tidur, posisi kepala lebih tinggi dari badan.Gunakan pengobatan yang tepat untuk meningkatkan tekananesofagus bawah dan mengatasi refluks

Obat-obatan Tidak menggunakan Beta-bloker (termasuk tetes mata, dsb)Tidak mengkonsumsi aspirin atau antiinflamasi non-steroid

Infeksi pernapasan (virus) Menghindari infeksi pernapasan sedapat mungkin denganhidup sehat,bila terjadi minta bantuan medis/ dokter.Vaksinasi influenza setiap tahun

BAB VI

TERAPI OBAT UNTUK ASMA DALAM KONDISI KHUSUS

5.1 Asma pada anak-anak

49

Page 50: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Patofisiologi asma pada anak-anak tampaknya serupa dengan

patofisiologi pada orang dewasa ( Hill et al., 1992). Pedoman internasional

(Rachelefsky and Warner, Moffitt et al., 1994) mengenai pengobatan asma

pada anak-anak telah dipublikasikan.

Secara umum, strategi pengobatan untuk anak-anak tidak terlalu

berbeda dengan startegi untuk dewasa, kecuali percobaan lebih ditekankan

pada terapi antileukotrien, nedokromil (untuk usia 12 atau lebih) atau

kromolin ( Van Bever and Stevens, 1992) untuk menghindari kemungkinan

komplikasi akibat glukokortikoid. Walaupun glukokortikoid inhalasi dapat

mengganggu kecepatan pertumbuhan, suatu meta-analisis yang besar

menemukan bahwa tinggi badan terakhir saat dewasa tampaknya tidak

dipengaruhi oleh penggunaan senyawa-senyawa ini (Allen et al., 1994). Tentu

saja, pengendalian asma dengan baik kemungkinan penting dalam menjaga

pertumbuhan berjalan dengan baik, karena asma yang tak terkontrol dengan

baik itu sendiri menghambat pertumbuhan. Penggunaan prednison oral pada

asma menyebabkan pertumbuhan sedikit berkurang, dalam hal untuk

mencapai perkiraan tinggi badan akhir (Allen et al., 1994). Pemakaian inhaler

dosis terukur memerlukan keterampilan khusus dan tidak dapat digunakan

oleh anak-anak di bawah usia 5 tahun. Keterbatasan ini menyebabkan

ditetapkannya penggunaan larutan nebulizer atau terapi parenteral untuk

kelompok pasien ini.

5.2 Pasien di Ruang Gawat Darurat.

Agonis β-adrenergik merupakan satu-satunya obat yang telah terbukti

efektif dalam penanganan segera pada eksaserbasi asma yang berat. Beberapa

penelitian (Fanta et al., 1986; Fanta et al., 1982, Rossing et al., 1980),

membandingkan penggunaan agonis β-adrenergik dan aminofilin untuk

penanganan asma pada keadaan darurat. Pasien memberikan respon yang

lebih baik pada pemberian agonis β-adrenergik inhalasi tunggal daripada

dengan pemberian aminofilin tunggal. Penambahan infus aminofilin agonis β-

adrenergik inhalasi tidak memperbaiki fungsi paru-paru atau gejala-gejala

50

Page 51: Perbaikan Farmakoterapi Asma

pada pasien. Penelitian lain menyatakan bahwa pasien yang dirawat di bagian

gawat darurat yang menerima infus aminofilin untuk mengobati tidak berbeda

dengan subjek kontrol dalam hal spirometri, gejala-gejala, atau penilaian

dokter secara global, tetapi pasien yang diobati berkemungkinan lebih kecil

dirujuk ke rumah sakit dibandingkan yang menerima plasebo (Wernn et al.,

1991). Penelitian lebih yang menegaskan laju angka rawat inap yang lebih

rendah akan diperlukan sebelum terapi teofilin dapat dianggap sebagai

pengobatan standar untuk keadaan darurat (Mc Fadden, 1991). Jika

glukokortikoid diberikan secara sistemik selama masuk ruang gawat darurat

karena asma, tingkat rawat inap di rumah sakit (Chapman et al., 1991).

Glukokortikoid memerlukan waktu minimum 6 sampai 12 jam agar efektif.

Pemberian obat secara oral kecepatan onsetnya sama dengan pemberian

parenteral. Bagi sebagian besar pasien dewasa dan banyak pasien anak-anak

penderita asma yang eksaserbasinya memerlukan penanganan d ruang gawat

darurat, diindikasikan pemberian singkat glukokortikoid, misalnya 40 hingga

60mg prednison/hari secara oral (1mg/kg per hari selama 5 hari).

5.3 Pasien Rawat Inap

Selain penggunaan reguler agonis β-adrenergik inhalasi untuk terapi

bronkodilator, pasien asma yang dirawat inap harus diobati dengan

glukokortikoid sistemik dosis tinggi (Mc Fadden, 1993). Kebanyakan dokter

merekomendasikan 30 sampai 120mg metilprednisolon secara intravena

setiap 6 jam. Jika pasien tersebut dapat menggunakan obat secara oral,

prednison dan sediaan glukokortikoid lain absorbsi dengan baik dan seefektif

sediaan intravena (Ratto et al., 1988; Mc Fadden, 1993). Dosis optimum dan

frekuensi pemberian glukokortikoid belum ditetapkan dengan baik. Suatu

sinopsis dari 20 penelitian yang berbeda telah dipublikasikan (Mc Fadden,

1993). Berbagai penyelidikan logis telah menunjukkan bahwa 30mg

metilprednisolon setiap 6 jam mungkin sama efektifnya dengan dosis yang

lebih tinggi. Walaupun efek glukokortikoid yang menguntungkan dapat

mencapai plateau pada dosis 30 hingga 45 mg metilprednisolon secara

51

Page 52: Perbaikan Farmakoterapi Asma

intravena tiap 6 jam (setara dengan 40 hingga 60 mg prednison setiap 6 jam),

efek-efek yang merugikan terus meningkat pada tingkat dosis yang lebih

tinggi. Kebanyakan peneliti akan setuju dengan pemberian dosis yang lebih

tinggi untuk pengobatan asma yang sangat parah, meskipun tampaknya

merupakan kekeliruan; namun, dosis lebih besar dari 120mg metilprednisolon

setiap 6 jam tidak dianjurkan. Profilaksis untuk ulserasi gastrik dan

duodenum menggunakan antagonis reseptor histamin H2 dianjurkan jika

menggunakan glukokortikoid sistemik dosis tinggi untuk eksaserbasi asma.

Penanganan eksaserbasi asma pada anak yang memerlukan perawatan

di rumah sakit pada dasarnya tidak berbeda dengan penaganan untuk pasien

dewasa; diperlukan pengobatan dengan glukokortikoid sistemik. Dosis yang

dianjurkan adalah 1 sampai 2 mg/kg per hari, dibagi dalam 4 dosis.

Pemberian infus isoproterenol kontinu pada anak-anak yang mengalami

eksaserbasi asma yang dulu biasa dilakukan, belum terbukti efektif. Maguire

et al., (1986) menunjukkan bahwa pemberian infus tersebut pada anak-anak

berkaitan dengan kadar kreatinin kinase yang spesifik pada jantung yang

dapat terdeteksi di dalam serum. Infus-infus ini juga dapat dihubungkan

dengan takiaritmia. Pada saat ini, hanya sedikit yang merekomendasikan

pemberian infus ini.

5.4 Penyakit Asma Selama Hamil dan Menyusui.

Asma yang tidak dikontrol dengan baik dapat membahayakan

kehamilan dan bahkan dapat menyebabkan kematian ibu atau janinnya. Asma

memengaruhi sampai 5% wanita hamil. Di masa lalu, asma sering

menyebabkan kesulitan yang sangat berarti selama kehamilan. Setelah pasien

dan dokter mengetahui tentang perlunya kontrol pencegahan asma yang baik

selama kehamilan, komplikasi kehamilan akibat asma jarang terjadi. Salah

satu pertemuan yang menghasilkan konsensus mempublikasikan

rekomendasinya sehubungan dengan penanganan asma selama kehamilan

(NIH, 1993). Secara umum, pada dasarnya pedoman yang digunakan untuk

perawatan pasien-pasien asma yang tidak hamil. Walaupun kebanyakan obat

52

Page 53: Perbaikan Farmakoterapi Asma

yang digunakan untuk mengobati asma adalah obat kategori C menurut FDA

(tidak terbukti aman untuk digunakan selama kehamilan), beberapa termasuk

kategori B (kromolin, nedokromil, terbutalin, pemodifikasi, leukotrien) dan

terdapat banyak pengalaman klinis dengan agonisβ-adrenergik dan

glukokortikoid inhalasi pada wanita hamil. Secara umum, efek merugikan

yang telah diketahui pada asma yang tidak terkontrol dengan baik diduga

melampaui kemungkinan teoritis keabnormalan janin akibat obat.

Kecuali untuk beberapa penelitian pada hewan yang menggunakan obat

sistemik dosis tinggi, tidak ada bukti bahwa agonis-agonis β-adrenergik

menyebabkan keabnormalan pada janin. Tidak semua penelitian pada hewan

menunjukkan efek-efek yang merugikan, pada dosis tinggi sekalipun. Selain

itu, pengalaman klinis tidak menunjukkan keabnormalan apapun pada

perkembangan janin yang disebabkan oleh penggunaan agonis β-adrenergik.

Selama bronkospasme akut, agonis β-adrenergik inhalasi diindikasikan untuk

memperbaiki fungsi pernapasan ibu dan mencegah distres janin. Efek

merugikan pada ibu janin jarang terjadi bila agonis β-adrenergik inhalasi

digunakan pada dosis yang dianjurkan. Agonis β-adrenergik sistemik dapat

meneybabkan takikardia janin serta takikardia, hipoglikemia, dan tremor pada

neonatus. Telah menjadi perhatian bahwa agonis-agonis nonselektif, misalnya

epinefrin, dapat menyebabkan vasokontriksi uterus akibat suatu efek α-

adrenergik. Pada praktiknya, penggunaan epinefrin untuk eksaserbasi asma

yang berat tampaknya tidak mungkin menyebabkan cedera yang signifikan

pada janin atau ibu. Namun, agonis β-adrenergik inhalasi tampaknya lebih

efektif dan tidak membawa resiko vasokontriksi uterus. Tidak ada

kontraindikasi pada penggunaan agonis β-adrenergik inhalasi selama

menyusui.

Terapi antiradang untuk mencegah eksaserbasi asma diindikasikan jika

pasien asma yang hamil memerlukan agonis β-adrenergik inhalasi harian

untuk mengendalikan gejala-gejala asma. Terapi yang dianggap aman pada

kehamilan terutama kromolin inhalasi karena sangat sedikit diabsorbsi dari

saluran gastrointestinal. Hanya sedikit pengalaman penggunaan nedokromil

53

Page 54: Perbaikan Farmakoterapi Asma

pada kehamilan. Glukokortikoid inhalasi juga dianggap cukup aman pada

kehamilan. Pengalaman terbanyak dan terlama penggunaan glukokortikoid

inhalasi pada kehamilan adalah penggunaan beklometason, dan beberapa

penulis lebih memilih penggunaanya karena alasan-alasan tersebut (NIH

1993). Walaupun glukokortikoid sistemik dosis tinggi yang diberikan pada

tikus hamil secara konsisten menyebabkan kerusakan pada langit-langit mulut

anak tikus, dosis yang diberikan jauh melampaui dosis yang biasa diresepkan

untuk asma pada manusia. Pemberian korkitosteroid sistemik pada ibu hamil

dalam waktu lama telah dikaitkan dengan sedikit penurunan bobot anak pada

saat lahir. Baik kortikosteroid inhalasi maupun sistemik tidak kontraindikasi

untuk ibu menyusui (NIH, 1993).

Walaupun ada sejarah yang panjang tentang keberhasilan pengunaan

sediaan teofilin pada kehamilan, obat ini jarang digunakan, sebagian karena

efektivitasnya yang terbatas dan rentang terapeutiknya yang sempit. Eliminasi

teofilin dipengaruhi oleh kehamilan, tetapi dengan tingkat yang beragam.

Penigkatan laju filtrasi glomerulus akibat kehamilan meningkatkan laju

eliminasi teofilin, sebaliknya eliminasi metabolik teofilin oleh hati menurun.

Pada trisemester terakhir kehamilan, efek keseluruhan berupa menurunnya

laju eliminasi teofilin kira-kira sekitar 30%. Karena keragaman antara

individu yang sangat jelas dan berbagai perubahan yang menyertai progesi

kehamilan, pemantauan terhadap kadar obat harus sering dilakukan. Bila

kadar pada ibu hamil melebihi 20µg/ml, takikardia dapat terjadi pada janin.

Kadar pada neonatus yang lebih besar dari 10µg/ml disertai dengan

kepanikan, muntah, dan takikardia, hal ini sering muncul jika kada obat

dalam plasma ibu lebih besar dari 12µg/ml pada saat kelahiran. Dalam

praktik, teofilin hanya boleh digunakan sebagai terapi pilihan ketiga setelah

obat-obat antiradang inhalasi dan agonis β-adrenergik, karena kesulitan-

kesulitan yang ditimbulkan pada pemberian obat tersebut telah diuraikan

sebelumnya dan karena berpotensi menimbulkan efek-efek merugikan yang

serius. Teofilin tidak dikontraindikasikan selama menyusui.

54

Page 55: Perbaikan Farmakoterapi Asma

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

55

Page 56: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Asma adalah penyakit yang rumit dengan banyak presentasi klinis.

kerusakan yang terjadi pada asma belum dapat ditentukan, dan itu

mungkin menjadi asma yang merupakan presentasi umum dari

kelompok penyakit heterogen. Asma didefinisikan dan ditandai dengan

reaktivitas yang berlebihan dari bronkus terhadap berbagai rangsangan

yang dianggap berbahaya. Reaksi ini ditandai dengan bronkospasme,

produksi lendir yang berlebihan, dan peradangan. Peran sentral dari

peradangan dalam mendorong dan mempertahankan BHR kini

menjadi luas dihargai dan dipelajari.

Tujuan terapi asma adalah untuk menormalkan kehidupan pasien

dan mencegah perubahan paru-paru ireversibel kronis. Obat adalah

terapi utama asma. Tujuan dari terapi obat adalah dengan

menggunakan jumlah minimum obat mungkin untuk sepenuhnya

mengendalikan penyakit ini. Pada asma kronis, terapi harus ditujukan

pada kedua bronkospasme dan peradangan untuk menghasilkan hasil

terbaik.

7.2 Saran

Sebaiknya Penatalaksanaan penyakit Asma ini harus berdasarkan bukti

medis (evidence based medicine) agar tujuan terapi dapat tercapai, dan

pasien harus selalu diikuti dan dipantau untuk menghindari terjadinya

toksisitas.

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, Joseph T. Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke,  Barbara G.

Wells, L. Michael Posey. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,

56

Page 57: Perbaikan Farmakoterapi Asma

Sixth Edition. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc. the United States of

America

Goodman & Gilman. 2011. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Buku

kedokteran, EGC.

Goodman & Gilman. 2007. Dasar Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Buku

kedokteran, EGC.

National Asthma Education and Prevention Program . 2007: Guidelines for the

diagnosis and management asthma. USA : National heart, lung, and blood

institute

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis Dan

Penatalaksanaan Asma Indonesia.

Sukandar E.Y., R. Andrajati, J.I. Sigit., K. Adnyana., A.P. Setiadi dan Kusnandar.

2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI Penerbitan.

Tjay T.H, kirana rahardja. 2007. Obat-Obat Penting khasiat,penggunaan, dan

efek sampingnya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

57