Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariwan Cheng Ho dan ...

15
271 271 271 271 271 * Staf Pengajar Jurusan Bahasa Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. HUMANIORA VOLUME 18 No. 3 Oktober 2006 Halaman 271 285 PENGANTAR Indonesia yang masih dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan menggantung- kan devisa negara pada sektor migas dan sektor pariwisata yang pernah jaya pada tahun 80-an dan 90-an. Namun, akibat musibah yang datang silih berganti dari kericuhan politik, munculnya ekstremis teroris sampai bencana alam, sektor pariwisata tidak dapat diandalkan lagi. Para wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung jauh berkurang dari sebelumnya dan pariwisata Indonesia hanya dapat berharap pada wisatawan nusantara/ domestik (wisnus). Jawa Tengah, khususnya Semarang, tidak terlalu terpengaruh oleh keadaan tersebut karena Semarang mem- punyai Chinese Cultural Heritage yang sarat dengan upacara adat dan keagamaan sehingga masih dapat mengundang wisnus untuk berkunjung/berziarah di tempat-tempat yang dianggap keramat dan bersejarah. Pada era Orde Lama atau pada era Presiden Soekarno dan pada abad-abad sebelumnya, WNI keturunan Tionghoa bebas menjalankan ibadahnya sesuai dengan adat istiadat dan budaya leluhurnya. “Tionghoa” adalah istilah bagi orang yang nenek moyangnya berasal dari Tiongkok. Mereka disebut juga “Cina Perantauan”(Siauw, 1999:2) atau “Cina Peranakan” (Pan, 1998:152) atau “Hoakiau” (Pramoedya, 1998:1) yang keturun- annya disebut Tionghoa. Perayaan-perayaan PERAYAAN PERINGATAN KEDATANGAN BAHARIWAN CHENG HO DAN PERANNYA PADA PERKEMBANGAN PARIWISATA DI SEMARANG Conny Handayani ABSTRACT Every year, the Indonesian Chinese and the native Javanese always commemorate the coming of Admiral Cheng Ho (well-known as Sam Po Kong or Sam Po Thay Jien) to the Indonesian Archipelago and especially to Central Java. For political reasons, President Soeharto through his decree No.14/1967 forbade all the Chinese tradition, cultural and religious activities. Before Soeharto’s government, this Sam Po Kong Festival was celebrated by the pilgrims who came from all over the world. In Soeharto’s time this ceremony was forbidden, too. President Abdurrahman Wahid and President Megawati have issued decrees which allow the Indonesian Chinese to celebrate their tradition and to worship their beliefsfreely.ThispositivesituationbringsgoodresulttoTourismIndustryinCentralJavaandisconsid- ered as “A Blessing in Disguise” especially to Indonesian people and especially to the peole living in Semarang which hasa lot of Chinese Inheritance. Key words Key words Key words Key words Key words: Commemoration, Cheng Ho, progress, tourism industry

Transcript of Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariwan Cheng Ho dan ...

271271271271271

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

* Staf Pengajar Jurusan Bahasa Prancis, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

HUMANIORAVOLUME 18 No. 3 Oktober 2006 Halaman 271 − 285

PENGANTARIndonesia yang masih dilanda krisis

ekonomi yang berkepanjangan menggantung-kan devisa negara pada sektor migas dansektor pariwisata yang pernah jaya pada tahun80-an dan 90-an. Namun, akibat musibah yangdatang silih berganti dari kericuhan politik,munculnya ekstremis teroris sampai bencanaalam, sektor pariwisata tidak dapat diandalkanlagi. Para wisatawan mancanegara (wisman)yang berkunjung jauh berkurang darisebelumnya dan pariwisata Indonesia hanyadapat berharap pada wisatawan nusantara/domestik (wisnus). Jawa Tengah, khususnyaSemarang, tidak terlalu terpengaruh olehkeadaan tersebut karena Semarang mem-

punyai Chinese Cultural Heritage yang saratdengan upacara adat dan keagamaansehingga masih dapat mengundang wisnusuntuk berkunjung/berziarah di tempat-tempatyang dianggap keramat dan bersejarah.

Pada era Orde Lama atau pada eraPresiden Soekarno dan pada abad-abadsebelumnya, WNI keturunan Tionghoa bebasmenjalankan ibadahnya sesuai dengan adatistiadat dan budaya leluhurnya. “Tionghoa”adalah istilah bagi orang yang nenekmoyangnya berasal dari Tiongkok. Merekadisebut juga “Cina Perantauan”(Siauw, 1999:2)atau “Cina Peranakan” (Pan, 1998:152) atau“Hoakiau” (Pramoedya, 1998:1) yang keturun-annya disebut Tionghoa. Perayaan-perayaan

PERAYAAN PERINGATAN KEDATANGANBAHARIWAN CHENG HO DAN PERANNYA PADAPERKEMBANGAN PARIWISATA DI SEMARANG

Conny Handayani

ABSTRACTEvery year, the Indonesian Chinese and the native Javanese always commemorate the coming of

Admiral Cheng Ho (well-known as Sam Po Kong or Sam Po Thay Jien) to the Indonesian Archipelago andespecially to Central Java. For political reasons, President Soeharto through his decree No.14/1967forbade all the Chinese tradition, cultural and religious activities. Before Soeharto’s government, thisSam Po Kong Festival was celebrated by the pilgrims who came from all over the world. In Soeharto’stime this ceremony was forbidden, too. President Abdurrahman Wahid and President Megawati haveissued decrees which allow the Indonesian Chinese to celebrate their tradition and to worship theirbeliefs freely. This positive situation brings good result to Tourism Industry in Central Java and is consid-ered as “A Blessing in Disguise” especially to Indonesian people and especially to the peole living inSemarang which hasa lot of Chinese Inheritance.

Key wordsKey wordsKey wordsKey wordsKey words: Commemoration, Cheng Ho, progress, tourism industry

272272272272272

Humaniora, Vol. 18, No. 3 Oktober 2006: 271−285

adat dan ritual keagamaan, seperti Tahun BaruImlek, Peh Cun (Dragon Boat Festival),Lampion Festival, Kue Bulan/Tong Cu Pia(Mooncake Festival), Ceng Beng (Nyekar keKuburan), Holy Ghost Festival, Sam Po ThayJien Festival, boleh dirayakan. Perayaan adatdan agama tersebut seperti biasa berjalanlancar dan tidak bermasalah. Namun, padasaat pemerintahan Soeharto, secara politissemua perayaan atau upacara dan segalasesuatu yang berkaitan dengan kehidupanyang berbau adat Tiongkok (yang oleh rezimSoeharto disahkan dengan istilah sebutanCina) dilarang. Bahkan, surat kabar dan majalahyang berkarakter Mandarin pun dilarang beredar.Selama 33 tahun larangan ini mengakibatkansebagian besar WNI keturunan Tionghoaterutama generasi saat itu (antara 1965 – 1998)hampir tidak mengenal upacara-upacara adatseperti yang tersebut di atas. Menurut merekayang masih menjalani adat dan agamaleluhurnya, hal ini sangat disayangkan danmereka secara diam-diam tetap melaksanakanadat dan ibadah mereka. Bagi WNI keturunanTionghoa lainnya yang sudah memeluk agamalain, hal itu tidak menjadi masalah, tetapi merekatetap menjalankan adatnya, misalnya tetapbersilahturahmi pada Tahun Baru Imlek. Padakenyataannya, meskipun sudah dibungkamselama 33 tahun, adat dan budaya merekamalah tumbuh kembali dengan pesatnyasetelah dikeluarkan kebijakan baru olehPresiden Abdurrahman Wahid (Inpres No 6/2000). Inpres tersebut membolehkan kembaliperayaan adat/ritual keagamaan dilaksanakan.Disusul kemudian oleh Presiden Megawatiyang menyetujui Instruksi Menteri Agama No13/2001 yang isinya mengembalikan Hari RayaImlek menjadi Hari Raya Nasional sepertisemula. Berkat kebijakan baru tersebut terjadibanyak perubahan terutama pembangunanfisik di Pecinan di setiap kota yang mempunyaipemukiman Tionghoa di seluruh Indonesia.WNI keturunan Tionghoa menghidupkan kembalirumah-rumah ibadat Tionghoa (kelenteng),mengaktifkan adat dan budaya Tionghoa.Kebijakan baru tersebut ternyata membawa

berkah tersembunyi (blessing in disguise) danmemberikan dampak positif bagi per-kembangan pariwisata di Indonesia termasukdi Semarang yang kaya dengan warisanbudaya Tionghoa (Chinese Cultural Heritage)tersebut. Membicarakan adat budaya Tionghoatidak dapat lepas dari sejarah kedatanganmereka di kepulauan Nusantara.

KEBERADAAN KETURUNAN TIONGHOADI INDONESIA

Orang-orang Cina dari Tiongkok telahberlayar ke Kepulauan Nusantara sejak abadV zaman Kerajaan Tarumanegara yang olehorang-orang Cina disebut Kerajaan Tolomo diJawa Barat. Hubungan baik antara Raja-rajaJawa dengan Raja-raja Tiongkok terlihat daripeninggalan prasasti di Tolomo dan peninggal-an keramik-keramik Cina di Kutai (Kalimantan).Bahkan, pada Abad VII hubungan antara Raja-raja Dinasti Tang dengan raja-raja MataramKuno atau Mataram Hindu berjalan baik terbuktidengan adanya pemukiman-pemukiman Cinadi kota-kota pelabuhan Jawa Utara (Budiman,1978:5). Bahkan pada jaman Dinasti Sungkapal-kapal dagang Kerajaan Tiongkok sudahmengangkut merica dan rempah-rempah darikepulauan Nusantara. Hubungan baik tersebutmerenggang pada Abad XIII-XIV masa Tiongkokdijajah oleh Kubilai Khan kaisar dari Mongolia(Dinasti Yuan) yang telah menyerang PrabuKertanegara di Singosari dan dilawan olehRaden Wijaya dari Kerajaan Majapahit. SetelahDinasti Yuan tumbang, raja-raja Dinasti Mingdari Tiongkok (mulai akhir Abad XIV) kembaliberkuasa dan meneruskan mandat leluhurnyauntuk menjalin kembali hubungan baik denganraja-raja Majapahit yang telah dirintis oleh parapendahulu mereka di kedua belah pihak (Pan,1998:48). Pada saat itu Cheng Ho atau ZhengHe yang menjadi Admiral Kerajaan Mingdiperintahkan oleh Kaisar Yung Lo atau Zhu Di(sahabat Cheng Ho sejak kecil), untuk berlayarmengelilingi dunia tujuh kali dari tahun 1404 –1433. Cheng Ho berangkat dengan 255 kapaltermasuk 62 kapal induk dengan 27.800 awakkapal yang terdiri dari kaum cendekiawan, ahli

273273273273273

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

sastra, astrolog, ahli pertanian, penulis, pener-jemah bahasa Arab, tabib, pendeta Budha, danmubaligh. Kapalnya yang terbesar berukuranpanjang 138 m dan lebar 56 m, kira-kira 4,5 kalilebih besar dari kapal Columbus yang bernamaSanta Maria (Kong, 2005:2) (lihat lampiranPerbandingan antara Zheng He dengan tigaBahariwan Eropa dalam pelayaran I). Sudahsejak dinasti Sung, Kerajaan Tiongkokmenguasai perdagangan laut terutama dikawasan Laut Tiongkok Selatan dan melebarkansayapnya sampai ke Asia Tenggara. Di kota-kotapelabuhan besar di Tiongkok Selatan/Tenggaraterdapat galangan-galangan kapal tempatmembuat kapal-kapal layar besar yang disebutjunk yang dapat mengangkut 1000 awak kapal.Kota-kota pelabuhan tersebut juga dilengkapidengan kanal-kanal sebagai alat transportasiperdagangan. Sampan-sampan yang mem-bawa barang dagangan dapat memasuki pusatkota lewat kanal-kanal tersebut. Keahlian bangsaCina membuat kapal-kapal besar tersebutditeruskan sampai ke Dinasti Ming, jugapembuatan map atau peta pelayaran (Pan,1998:49).

Pelayaran Columbus (1451-1506) danpara penjelajah Eropa lainnya Vasco deGamma (1460-1524), Ferdinand de Magellan(1480-1521) dilaksanakan jauh sesudahCheng Ho berlayar mengelilingi dunia. ChengHo lah yang pertama kali menjelajahi duniapada tahun 1421 dan telah berlayar sampai kebenua America. Berarti Cheng Ho telah terlebihdulu 71 tahun mendahului Columbus yangberlayar tahun 1492 (Kong, 2005:1). Cheng Hotelah menemukan dunia pada tahun 1421,seperti ditegaskan oleh Gavin Menzies dalambukunya 1421 The Year China Discovered theWorld (Menzies dalam Kompas 7 Juli 2005).Cheng Ho berlayar sampai ke belahan Utarabumi sampai ke Canada Timur (Nova Scotia),kemudian ke Afrika Timur (Kenya, Mogadishu)dan bahkan sampai ke belahan Selatan di NewZealand (Lie, 1937:12).

Cheng Ho singgah di banyak tempat dipantura (pantai Utara) Jawa, antara lain diMangkang (nama aslinya Wangkang menurutlidah orang Tiongkok)) pada tahun 1406 dan di

Simongan Gedung Batu (dulu disebut Sam PaoLung) pada tahun 1416 (kedua tempat initerletak di bagian Timur kota Semarangsekarang). Pada saat itu di daerah ini sudahterdapat pemukiman-pemukiman Tionghoasejak sebelum abad XI (Pan, 1998:48). Setelahkedatangan Cheng Ho, semakin banyak orangCina dari Tiongkok berlayar dengan perahu-perahu mereka yang disebut manusia kapalsampai ke pantura Jawa Timur dan menetapdi situ.

CHENG HO BAHARIWAN DUNIA DANPENGARUH MISI MUHIBAHNYADI NUSANTARA

Cheng Ho dilahirkan di Yunan pada tahun1370 dan meninggal pada tahun 1435 padausianya yang ke-65 di Niu-Shou-Shan di luarkota Nanking. Dia dilahirkan dalam keluargamiskin suku Hui yang berdarah campuranMongolia Turki dan bermarga Ma dengan namaaslinya Ma Ho. Kakek kesayangan Ma Kecil dankedua orang tuanya beragama Islam dansudah beribadah Haji ke Mekkah. Ayahnyabekerja sebagai pengawal Kaisar Ming II. MaHo kecil menjadi sahabat dari Yung Lo putraKaisar Ming II dan ia bebas keluar masuk istanaraja. Setelah Yung Lo naik tahta menjadi KaisarMing III bergelar Kaisar Zhu Di, sahabatnya MaHo yang beragama Islam diangkat sebagaipengawal pribadi, menjadi tangan kanan danorang kepercayaannya dan disebut sida-sidakerajaan atau kasim (Eunuch/Thay Kam). Eu-nuch atau Thay Kam adalah orang yang dikebiridan telah bersumpah setia sampai matimengawal rajanya. Ma Ho Muda yang gagahperkasa diberi gelar Admiral Cheng Ho. ChengHo kemudian diberi mandat oleh kaisar YungLo untuk bersahabat dengan raja-raja diseluruh kawasan Asia antara lain dengankerajaan-kerajaan di Pagan, Angkor, Champadan Java (Pan, 1998:48). Selama masapelayarannya Cheng Ho telah dua kali singgahdi Jawa tepatnya di Mangkang (wang kang yangartinya kapal) pada tahun 1406 dan Simonganpada tahun 1416. Armada kapalnya yang begitubesar dan megah singgah di pelabuhan-

274274274274274

Humaniora, Vol. 18, No. 3 Oktober 2006: 271−285

pelabuhan pantura Jawa. Pada saat itu keduadaerah pantai itu merupakan pelabuhan yangcukup ramai. Armada Cheng Ho yang terkenabadai berlabuh cukup lama dengan semuaawak kapalnya singgah untuk beristirahat di guadi Simongan (sekarang lokasinya berada dibawah kelenteng Sam Po Kong). Ada pulakapal yang pecah dan karam, terbukti adapeninggalan jangkar yang dikeramatkan yangada di dalam kelenteng Sam Po Kong diGedung Batu. Setelah cukup beristirahat danmelengkapi kapal kembali, para awak kapal adayang terus berangkat lagi mengikuti pelayaranCheng Ho, tetapi ada pula yang tinggal,misalnya karena letih dan sakit akibat badai dilaut. Mereka yang bermukim selanjutnya hidupharmonis dengan penduduk setempat dan adapula yang kawin dengan wanita lokal danberkeluarga. Mereka mengajarkan bercocoktanam dan membuat barang keperluan hidupsehari-hari kepada rakyat setempat. Parapendeta pun mengajarkan agamanya masing-masing untuk memperkenalkan kebaikan danbudi pekerti serta filsafat hidup. Misalnya pendetaBudha yang ikut dengan muhibahnya meng-ajarkan agama Budha, begitu pula pendetaTaois dan para mubaligh Islam.

Selama melakukan muhibah tujuh kali darilaut Tiongkok Selatan sampai ke Afrika Timurterbukti secara diam-diam Cheng Ho menyiar-kan agama Islam. Hal ini dibuktikan denganadanya legenda-legenda lokal yang terkaitdengan proses pengislaman yang dilakukanoleh para penduduk Cina. Hampir di setiaptempat muncul legenda tentang pengikutCheng Ho yang tinggal di suatu tempat danmenikahi wanita lokal untuk kemudianmenyiarkan agama Islam. Dalam kisah BabadCirebon terdapat cerita Haji Ma Huangkepercayaan Cheng Ho yang menikahi Nyi RaraRudra dan menyebarkan Islam di Cirebon. DiSemarang, Cheng Ho meninggalkan nachoda-nya yang sakit bernama Wang yang beragamaIslam dan yang sekarang disebut KiyaiJurumudi dan Cheng Ho juga meninggalkanseorang ulama bernama Hasan. KedatanganCheng Ho di Tuban, Gresik, Surabaya, Jakarta

telah menjadi legenda lokal yang terkait prosespengislaman penduduk (Sunyoto, 2005:5).Cheng Ho sebagai seorang Muslim yangbermazhab Hanafi dan merupakan golonganminoritas dapat merebut hati kaisar danmenjadi Jenderal kesayangan Kaisar Zhu Diyang memerintah pada tahun 1403 -1424.Cheng Ho adalah orang bijak dan toleran yangdapat hidup harmonis di lingkungan masyarakatBudhis, Confusianis dan Taois dan bahkanCheng Ho dihormati dan dihargai oleh penganutagama lain. Oleh kaum Budhis dan TaoisCheng Ho disebut sebagai Fu-Shan, sebagaiSam Po Kong, Sam Po Tay Lang, Sam Po TayDjien yang berarti orang yang suci, bijak,brillian, berwibawa dan berani (Budiman,1978:11-18). Oleh karena sifatnya yang bijakitu dia dipercaya oleh Kaisar sebagai dutakeliling. Dia mempunyai tiga karakter yang baik(3 pinzhi), yaitu brillian, terpelajar, berani danbijaksana (Sylado, 2004:352). Misi muhibahnyaadalah untuk mempererat hubungan KerajaanCina dengan Kerajaan-kerajaan Islam dankerajaan-kerajaan lain di dunia. Misinya tidakhanya mementingkan politik saja namun jugamembawa misi damai dan bersahabat denganraja-raja yang mau menerima persahabatanKaisar Tiongkok. Kaisar memberikan hadiahberupa kepingan emas, sutera, keramik puteri-puteri Cina, bahkan selir kesayangannya yangdisebut Putri Cempa kepada raja-raja di Jawayang mau menjadi sahabatnya seperti diKesultanan Cirebon, di Kerajaan Majapahit, diKerajaan Palembang dan Kesultanan Aceh. Misimuhibahnya adalah juga demi kepentingan ilmupengetahuan, misalnya Cheng Ho membawapulang jerapah dari Afrika dan rempah-rempahdari Arabia. Cheng Ho juga mengamankandaerah pelayaran di laut Tiongkok Selatan yangrawan bajak laut dan menangkap perompakChen Tsui yang beroperasi di sungai Musi danmeresahkan penduduk Palembang. BerkatCheng Ho jalur pelayaran dan perdagangan diperairan Laut Tiongkok Selatan dan AsiaTenggara menjadi aman dan semakin maju. Jadi,misi muhibah Cheng Ho selalu membawakedamaian di semua tempat. Oleh karena itu,

275275275275275

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

armada Cheng Ho sangat diterima di sepanjangpantura Jawa. Anak buahnya yang menetap diJawa dapat hidup berdampingan denganpenduduk lokal secara harmonis sehinggaakhirnya budaya Cina dapat berakulturasi denganbudaya rakyat setempat, yaitu budaya Jawa.Ditegaskan pula oleh Kong Yuanshi bahwapelayaran Zheng He (Cheng Ho) bukanlah untukagresi dan ekspansi Kerajaan Tiongkok, sepertiyang dilaksanakan oleh bahariwan–bahariwanEropa yang merintis jalan untuk kolonisasinegaranya pada daerah yang disinggahinya.Rombongan Zheng He tidak pernah mendudukisejengkal tanah dari negara lain. Maksudpenjelajahan Cheng Ho juga penjelajahanbahariwan Eropa memang berdasar pada 3G,yaitu Gold, Gospel, dan Glory. Gold berartimencari kekayaan, Gospel berarti menyebar-kan agama, dan Glory adalah untuk menunjuk-kan kebesaran dan kejayaan kerajaan. Namun,ada perbedaan antara penjelajahan Cheng Hodengan penjelajahan bangsa-bangsa Eropa,seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris,adalah pada G yang pertama, yaitu Gold. Golduntuk penjelajah Eropa, yaitu emas yangmelambangkan kekayaan dalam arti menjelajahuntuk mencari daerah baru dan mencarikekayaan. Di tempat baru itu, mereka bermukimdengan cara terlebih dulu merebut daerah yangdisinggahinya dengan kekerasan, kemudianmendirikan koloninya atau mengkolonisasirakyat setempat yang telah ditaklukannnyadengan paksa. Koloni tersebut kemudiandipertahankan oleh mereka terhadap kedatanganbangsa Eropa yang lain. Jadi, serasa merekatelah menemukan daerah baru yang tak bertuan,kemudian dijadikan miliknya, termasuk kekayaanalam, mineral, bahkan sekaligus dengan rakyatpribumi yang hidup di situ dan yang seharusnyaberhak atas daerah tersebut. Rakyat yangterjajah harus tunduk pada peraturan penguasaasing yang baru datang tersebut. Rakyat hidupdalam ketakutan, kesengsaraan, dan keresahan.Siapa yang tidak patuh pada peraturan, menen-tang, membangkang/memberontak akan dikenaihukuman. Tindakan ini diberlakukan kepadasiapa saja, baik kepada rakyat setempat,

pemimpin, maupun kepada raja daerah tersebut,karena kekuatan Raja setempat kalah jauh akibatperbedaan teknologi persenjataan pendatangyang sangat maju. Raja setempat juga tundukdengan terpaksa dan mereka harus membayarupeti pada penguasa. Jadi, secara terang-terangan, sistem feodalisme Eropa diterapkandi negara-negara jajahan mereka. Berbedadengan G (Gold) yang dimaksud dalampenjelajahan Cheng Ho, G yang dimaksudkantidak untuk mencari dan mencuri kekayaanbangsa lain, tetapi justru untuk mencari mitradagang dan persahabatan; jadi, misinyadilaksanakan dengan damai tidak dengankekerasan (Handayani, 2005:7). Kapal jungmereka penuh dengan emas, sutera, dankeramik untuk dibagikan kepada para raja yangmau bersahabat dengan Raja/Kaisar Tiongkok.Mereka datang juga untuk bertukar pengetahuan,mereka membawa semua pengetahuan danhasil produk kebutuhan sehari-hari negerinyauntuk diajarkan kepada rakyat setempat yangdisinggahinya. (Baca bagian “Pemukiman Cinadan Pengaruhnya pada Budaya Jawa” dan“Cheng Ho di Lasem Desa Bi Nang Un” diharian Suara Merdeka, 9 Juli 2005, hal.16).

Selanjutnya, setelah kaisar Yung Lomemindahkan ibukota negaranya dari Nanjingke Beijing di Utara, ia lebih memfokuskandirinya pada pertahanan negara di perbatasanutara dengan Mongolia dengan memperkuatperbatasan dan mempertahankannya dariserangan orang Mongol. Pelayaran di TenggaraCina mulai diganggu oleh pembajak-pembajakpantai yang disebut Wokou (Wo = Japanese).

Kedatangan orang-orang Portugis jugamngganggu stabilitas Kerajaan Tiongkok. Merekaberlayar mengambil jalur Lautan Atlantik yangmerapat di sepanjang pantai barat Afrika sampaike Cape of Hope (Tanjung Harapan), kemudianmenyeberangi Indian Ocean (Samudra Hindia)dan berlabuh di India/Calcutta, lalu menelusuriSelat Malaka dan terus ke Cina Tenggara lewatLaut Tiongkok Selatan telah berhenti danmenjajah Canton dan Maccao. Karena situasidan kondisi tidak kondusif lagi, para pedaganglaut (asing) atau oleh Lynn Pan disebut profit

276276276276276

Humaniora, Vol. 18, No. 3 Oktober 2006: 271−285

seekers abroad lebih memilih perhentian diTaiwan dan di pusat/pos-pos dagang di AsiaTenggara. Mulai saat itulah, kejayaan per-dagangan maritim atau yang lebih dikenalsebagai the Chinese Golden Age Sea Trademulai memudar (Pan, 1998:48-49).

AKULTURASI BUDAYA CINA-JAWA DANPERKEMBANGAN ISLAM DI JAWA

Misi Cheng Ho juga memberi manfaat dankeuntungan pada daerah-daerah yang di-singgahinya. Para awak kapalnya membawabudaya dan kebiasaan hidupnya sehari-hari,seperti menanam padi, jagung, kelapa, teh, tebu,buah-buahan (seperti mangga, semangka,delima, jeruk, dan sebagainya), serta membuatbarang keperluan sehari-hari dengan industrirumah, seperti anyaman bambu, payung, topi,sandal (bakiak), peralatan dapur dari kayu, batubata, genteng, periuk, belanga, dan dandang daritanah liat, dan jenis-jenis makanan yangdiawetkan seperti asinan dan manisan buah-buahan atau makanan yang diragikan sepertikecap, tauco, tahu, tempe, dan sayur asin(Lohanda, 2001:5). Seperti diceritakan dalamBabad Lasem oleh Mpu Santi Badra, merekayang bermukim mengajarkan seni musik danmenembang seperti memetik kecapi, siter,bedug, memainkan wayang wong (wayangcengge), wayang golek (po te hi), menggendingcokekan. Nachoda Cheng Ho yang bernamaBi Nang Un tinggal di tempat tersebut yangletaknya di dekat desa Bonang (tempat tinggalSunan Bonang, salah satu Wali dari Walisongo= Sembilan Wali). Selanjutnya, desa itu diberinama Binangun dan ada sampai hari ini danmereka telah meninggalkan pohon mangga,delima, jeruk dan buah-buahan lain (diceritakankembali dalam “Cheng Ho di Lasem Desa BiNang Un” oleh Mulyanto Ari Wibowo di SuaraMerdeka, 9 Juli 2005, hal.16).

Rumah-rumah ibadat pun dibangun olehanak buah Cheng Ho di tempat persinggahanCheng Ho, bukan hanya mesjid, tetapi jugakelenteng untuk anak buahnya yang beragamaTaois dan Budhis. Cheng Ho sangat dihormatioleh anak buahnya dan penduduk lokal, ini

terbukti dari sepeninggalnya rakyat setempatmembangun kelenteng Sam Po Kong di bekasgoa tempat beliau bersemedi dan beristirahatuntuk memperingati kedatangannya. Ada 14bangunan kelenteng di kawasan Asia Tenggara(Malaysia, Thailand, Philipina dan Kamboja)termasuk enam tempat di Pantura Jawa yangmemiliki kelenteng peninggalan anak buahCheng Ho, yaitu Kelenteng Sam Po Kong diSemarang (1450-1475), Kelenteng Ronggengdi Ancol Jakarta, Kelenteng Welas Asih diCirebon, Kelenteng Mbah Ratu di Surabaya,Mesjid Muhammad Cheng Ho di Surabaya danKelenteng Batur di gunung Kintamani Bali.Agama Islam juga dikembangkan danberkembang pesat di pantura sepeninggalCheng Ho, terbukti pada abad XVI ditemukansebuah bangunan mesjid yang berarsitekturCina mirip dengan pagoda yang atapnyabersusun oleh seorang pelukis Belanda yangtelah melukisnya (Pan, 1998:152). Lepas darikeisalamanya, tokoh Cheng Ho juga dihormati,dikagumi dan disanjung bahkan disembahsebagai Dewa di berbagai kelenteng di pulauJawa. Seperti dikatakan Haji Usman Effendidalam harian Berita Buana, 21 Juli 1987 bahwa“di kawasan Asia Tenggara nama Sam Po Kongterukir abadi, bahkan ia dipuja-puja bagaikandewa. Banyak Kelenteng dibangun orang untukmengenang dan menghormatinya”. Jugamenurut Qurtuby dalam Suara Merdeka, 15 Juni2005, “lepas dari keislaman, tokoh Cheng Ho jugadihormati, dikagumi, disanjung bahkan dimitos-kan sebagai dewa yang dipuja, disembah, dandipercayai di berbagai kelenteng di Pesisir UtaraJawa dengan bermacam-macam predikat dandilegendakan sebagai Dampoawang. Dampo-awang bahkan terkenal sampai ke pedalamanJawa Timur di kota Kediri di bekas KerajaanMajapahit yang sampai saat ini masih memilikikesenian tradisional teater rakyat yang terkenaldengan nama Damphu Awang yang merupa-kan ciri khas kesenian di Kediri (Handayani,2005:5).

Sampai hari ini percampuran budaya ataualkuturasi budaya Cina–Jawa dapat dilihat dikelenteng Sam Po Kong di Gedung Batu.

277277277277277

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

Demikian pula akulturasi agama terlihat jelasdi sana disamping keharmonisan lima agamayang dapat berdampingan di satu tempat,Budha, Tao, Kejawen, Islam, dan Confusianis.

Setiap hari di kelenteng tersebut terlihatritual keagamaan yang berbeda-beda, namunsemuanya dilaksanakan dari ujung Baratbangunan sampai ke ujung Timur. Ada yangmenggunakan hio untuk yang berdoa dengancara Tao, Budha, dan Confusian yang dipanduoleh para Bio Kong. Ada yang menggunakanbunga mawar dan kemenyan untuk yangberaliran Kejawen, dan ada pula yang berdoadengan rapalan Al Quran berbahasa Arab yangdisuarakan oleh para Kiyai yang memandu doadi kelenteng tersebut. Jadi, bukan hanya WNIketurunan Tionghoa saja yang berdoa dikelenteng Sam Po Kong, namun juga cukupbanyak orang Jawa dan luar Jawa datangberziarah di tempat yang dikeramatkantersebut. Percampuran budaya Cina-Jawatersebut juga diekspresikan lewat arsitekturbangunan seperti misalnya pintu masuk terlihatberarsitektur Cina, kemudian bangunanpertama tempat tamu beristirahat beratapkanlimas yang berarsitektur Jawa. Lebih jauh kedalam terdapat gapura khas bercorak Cinadengan simbol Naga dan Burung Hong diatasnya (seperti Cendrawasih yang merupakansimbol Burung Dewata). Di depan bangunanberatap limas terdapat dua patung batu hitampenjaga pintu yang berupa Raksasa Bergadadari legenda Jawa dan di depan gapuraberarsitektur Cina terdapat dua patung singaCina penjaga pintu. Di depan ruangan KiyaiJangkar terdapat patung kura-kura yang dalamlegenda Cina merupakan symbol Eternity ataukehidupan abadi. Terlihat pula di bagian ujungpaling kiri dua nisan kuburan Jawa yangbernama Kiyai Cundrik Bumi dan KiyaiTumpeng yang menurut cerita, mereka adalahtukang masak di kapal armada Cheng Ho. Dibangunan bagian tengah terdapat nisan KiyaiJurumudi, yaitu nakhoda yang meninggal padasaat badai menerpa salah satu kapal dariarmada Cheng Ho yang akhirnya pecah dankaram. Jadi, dapat dikatakan bahwa Kelenteng

Sam Po Kong di Gedung Batu ini adalahbangunan yang berupa produk akulturasi danmemiliki warisan multiras, multireligi danmultikultur yang merupakan campuran dariadat budaya Jawa dan Cina. Lima agamadapat hidup harmonis sampai saat ini yangtidak dapat ditemukan di tempat lain diIndonesia maupun di dunia, yaitu kehidupanbersama antara agama Budha, Confusius,Taois, Islam, dan Kejawen di satu atap.Keragaman yang menyatu secara harmonisini merupakan asset precious dan prestigiousbagi kekayaan budaya Indonesia danmerupakan asset pariwisata yang perludiperkenalkan pada dunia.

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNGPERKEMBANGAN WISATA PECINAN DISEMARANG

Konon, sepeninggal Cheng Ho, makinbanyak orang-orang dari Tiongkok datang kekota-kota pelabuhan pantura Jawa termasukSemarang dengan naik jung besar dan merekadisebut manusia perahu. Hal ini disebabkanpelayaran dan perdagangan maritim maju pesatdan hubungan antara Kaisar Tiongkok danRaja-raja Jawa sangat baik. Pelabuhan yangada dekat dengan Semarang pada saat ituadalah Mangkang, Simongan, Welahan, danJepara. Para pedagang ini kemudian menetapdan menikah dengan wanita lokal yang disebut(nyonya, asal kata nio/niowa) dan beranak pinakdengan cepat. Mereka tinggal di kampung-kampung sesuai dengan nama marganya,misalnya mereka yang bernama keluarga Tantinggal sekampung dengan keluarga lain yangbermarga Tan, demikian pula Lim, Ong, Kho,Yap, dan sebagainya. Keluarga-keluarga yangbermarga Tan membuat rumah abu/kuil ibadahuntuk keluarga marga Tan dan kuil tersebutdisebut Kelenteng Tan, demikian pula kelompokkeluarga Lim, Ong, Yap dan sebagainya. Setiapkuil mempunyai dewa atau dewi pelindungmasing-masing yang melindungi mereka dari rohjahat, penyakit, musibah atau kesusahan. Itulahsebabnya di setiap kota pelabuhan selaluditemukan beberapa kelenteng dan rumah abu

278278278278278

Humaniora, Vol. 18, No. 3 Oktober 2006: 271−285

apabila terdapat pemukiman etnis Tionghoa.Di Semarang terdapat lebih kurang tigapuluhkuil besar dan kecil berupa kuil Budhis, Daois,Confusianis dan campuran ketiganya yangdibangun antara abad XV dan XVIII. Kuilterbesar dan tertua adalah Kelenteng Thay KakSie yang tahun ini berumur 264 tahun.Penduduk PR China (dulu disebut Tiongkok)terdiri dari banyak suku di setiap propinsisampai saat ini. Misalnya, marga Tan danmarga Lim yang berasal dari suku Fukkien/Hokkian dan menetap/berasal dari Fujianberbicara dalam bahasa dialek Hokkian. MargaFong (di Indonesia disebut Pang atau Bang)berasal dari Can-ton (Guangzhou) mengguna-kan dialek Canton atau Kongfu. Namun untukdapat saling berkomunikasi mereka mengguna-kan bahasa Mandarin (sebagai bahasapenghubung seperti bahasa Indonesia), terutamabagi golongan muda yang menempuh studi for-mal. Golongan tua belum tentu dapat berbahasaMandarin. Kebiasaan dari Tiongkok ini merekalestarikan turun temurun di tempat barumereka. Perikatan inilah yang menyebabkanhubungan kekeluargaan mereka terus berlanjutsangat dekat satu dengan yang lainnya.

Setiap kuil/kelenteng mempunyai kegiatanmasing-masing yang berbeda, tetapi padadasarnya sama, yaitu antara lain kegiatan sosialmembantu kaum miskin dan jompo denganmembuka rumah tua dan yatim piatu. Aktivitassosial lain, yaitu dengan membuka rumah sakitdan pengobatan tradisional Cina dengan cuma-cuma, sekolah, kursus bahasa, masak me-masak, menjahit, membuat kerajinan tangan,kue-kue dan ramuan tradisional. Kegiatan inibiasanya didonasi oleh yang kaya. Kegiatanbudaya antara lain melatih seni tari barongsai,seni bela diri wu su, kunthauw (silat) dan musiktradisional (antara lain seruling, yangkhim,kecapi, biola Cina, siter), tembang, baca puisi,melukis, menulis kaligrafi Cina. Keakrabansering muncul pada saat-saat akan diadakanulang tahun kelenteng atau ultah dewa dewi.Mereka bersama-sama mempersiapkanupacara ritual keagamaan mereka. Ada pulapanitia pengumpul zakat yang mengumpulkan

sumbangan berupa makanan (terutama beras,gula dan supermi) dan pakaian untuk nantinyadibagikan kepada rakyat sekitar pada hari ultahkelenteng. Pada era Suharto semua kegiatanini dilarang di dalam kelenteng karena adalarangan untuk berkumpul, padahal adat istiadatdan budaya Cina sangat kaya festival danupacara ritual kira-kira ada lebih kurang 30acara setiap tahunnya. Karena larangantersebut selama 35 tahun, golongan mudaTionghoa sekarang ini tidak semuanyamengenal upacara adat dan ritual keagamaandan bahkan mereka tidak dapat berbahasaMandarin dan dialek baik secara aktif maupunpasif. Menurut pengamatan penulis, orangTionghoa di Jawa, khususnya di Semarang,sangat berbeda dengan orang Tionghoa yangberasal dari luar Jawa (misalnya dari Medan,Bangka, Pontianak, dan sebagainya). Merekamasih terisolasi di Pecinan dan mereka masihmenggunakan bahasa dialek mereka sehari-hari dan bahkan berbahasa Indonesia dengantersendat-sendat, kecuali yang mengenyampendidikan formal. Masyarakat Tionghoa diJawa, terutama di Semarang sejak lahir sudahberbahasa ibu bahasa Jawa dan merekaberbahasa Indonesia dengan baik dan benar.Mereka dapat berintegrasi penuh, bahkancukup banyak yang menikah campuran.Mereka dapat bekerjasama dengan rukun danharmonis, baik di tingkatan kampung maupundi perumahan kelas menengah. Rasanya tidakada masalah bagi mereka yang non-Tionghoaapabila diadakan upacara atau festival yangberbau Cina di Semarang sejak zaman dulupada masa Orde Lama. Hanya karenapemerintahan Orde Baru sajalah yang tidakmendukung dan melarangnya, masyarakatSemarang mematuhinya. Ternyata, setelahreformasi ini, munculnya kembali berbagaiupacara adat dan ritual keagamaan selama initidak menjadi masalah bagi golongan non-Tionghoa dan mereka malah banyak yangterlibat dan dilibatkan dalam event-eventtersebut. Suasana yang kondusif dan kerjasamayang baik inilah yang harus dibina dandimanfaatkan secara positif di segala bidang

279279279279279

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

kehidupan, terutama di bidang pariwisata karenaSemarang mempunyai banyak asset objekwisata peninggalan budaya Cina. Pantaslahkalau Pecinan di Semarang ditetapkan sebagai“bagian kekayaan warisan budaya Semarang”(Handayani, 2004:10).

Kelenteng yang bertebaran di kawasanPecinan dikunjungi kembali oleh jemaatmasing-masing yang sekarang merasa bebasberdoa. Warga masing-masing kelentengmengumpulkan donasi untuk renovasi fisik danjuga untuk keperluan aktifitas di dalamnyaseperti untuk keperluan upacara ritual, keaktifansosial dan seni budaya, dan sebagainya. Parapengurus kelenteng berani berkumpul dengangembira menunggui mereka yang datangberdoa sampai larut malam. Apalagi, pada saatmenjelang She Jit (ulang tahun dewa/dewipelindung kelenteng), mereka mengadakantuguran semalam suntuk. Mereka jugamemasyarakatkan seni tari barongsay dan senibela diri pada masyarakat non Tionghoa.Mereka merayakan hari raya Imlek denganaman, tenteram, dan bahagia. Hiburan-hiburanala Cina pun boleh dipertunjukkan antara lainrombongan kesenian dan sirkus dari Cina,pameran benda antik, ukir es dari Cina, senitari, musik, bela diri di Jakarta Fair. Di kota-kota besar di Indonesia boleh diadakan lombalampion, masakan Cina, barongsai, wu su,kungfu, dan sebagainya. Juga, tempat-tempatwisata dihias dengan hiasan-hiasan yangbernuansa Cina, bahkan dibangun pula themepark di Kota Wisata Cibubur berupa replika kotaCina dengan “Gerbang Kemakmuran”-nya.Pemerintah Pusat maupun Daerah telahmendukung dengan memberikan fasilitas danmempermudah izin untuk mengadakan kegiatan-kegiatan serupa. Pemerintah merevitalisasiPecinan dengan memperbaiki sarana /prasaranaseperti memperbaiki jalan-jalan yang hancur,gorong-gorong dan selokan yang selama initersumbat. Masyarakat Tionghoa terusberkreasi dan menyemarakkan kembaliPecinan dengan bermacam-macam kegiatanyang positif dan membangun.

Beberapa tahun setelah reformasi, Peme-rintah Daerah Semarang memulai hubungandagang dengan PR China (The People of theRepublic of China) dengan memberikankesempatan dan mensponsori pengusaha-pengusaha Tionghoa dari kota Semarang untukmengunjungi pengusaha-pengusaha Cina diShenzhen, Guangzhou (Canton), Hainan, dansebagainya di segala bidang usaha terutamadi bidang perdagangan. Juga hubungan antaradua kota, yaitu kota Semarang dan kotaSuchow sebagai sisters city telah disetujui olehkedua walikota masing-masing pada tahun2004 lalu di Solo. Bahkan, Kepala BidangHubungan Dagang Indonesia-Cina Bapak SharifC. Sutardjo sendiri menyatakan bahwapengusaha Tionghoa (Indonesian Chinese)sangat potensial dalam pengembanganekonomi Indonesia dan untuk pengembanganpasar dan investasi di Cina. Warga negara In-donesia golongan Tionghoa kelas menengahsebagian kecil secara ekonomi menduduki kelasatas sebagai pengusaha multinasional daninternasional, bahkan digolongkan sebagaipengusaha papan atas. Mereka kebanyakanadalah pendatang abad XX bukan yang sudahberabad-abad turun temurun tinggal dikawasan Nusantara. Menurut Seagrave, WNITionghoa ini adalah orang-orang pekerja keras,sangat tegar dan ulet, bahkan beberapa darimereka memiliki kekuatan hebat dalamkonglomerasi (Seagrave, 1999:2-3). Merekamasih fasih berbahasa dialek leluhurnya danberbahasa Mandarin dan merekalah yangbanyak mengadakan hubungan usaha denganpengusaha-pengusaha asal PR China danpengusaha Overseas Chinese dari Negara-negara Asia yang lain.

Indonesia sendiri juga telah memberikankesempatan kepada para pengusaha PR Cinauntuk berinvestasi di Indonesia. Indonesiadapat mengekspor bahan mentah berdasarpada hasil alam masing-masing daerah keCina dan sebaliknya Cina dapat mengeksporbermacam-macam hasil produksinya ke Indo-nesia. Jawa Tengah yang potensial memilikihasil sumber alam dapat memanfaatkan

280280280280280

Humaniora, Vol. 18, No. 3 Oktober 2006: 271−285

kesempatan ini untuk menaikkan sumberpendapatan daerahnya. Apabila di Indonesiatercipta suasana aman terkendali, maka situasidan kondisi akan sangat kondusif untuk hubunganbilateral kedua negara. Ternyata secara umumekspor Indonesia mengalami surplus terhadapekspor Cina (Santosa, 2004:5). Cina merupakannegara yang berpenduduk padat dan tidaksebagai Negara tertutup. Cina telah membukalebar-lebar pintunya untuk menarik para investorasing, terbukti dari sering diadakannya pameran-pameran dagang di Cina yang jadwal kegiatan-nyapun mudah didapatkan di Kedutaan PRChina. Hubungan bilateral ini dapat memfasilitasikedatangan para pengusaha dan kelompokpedagang Cina yang tentunya datang tidakhanya untuk mengurus bisnisnya, namun disamping itu mereka juga dianggap datangsebagai turis oleh karena mereka datang untukmenikmati keindahan alam Indonesia, makanminum di restoran, belanja souvenir setempat,bermalam di hotel dan membutuhkan transpor-tasi. Dengan demikian, uang yang dibelanjakanuntuk bidang kepariwisataan ini mendatangkanpemasukan (income) daerah setempat dimana mereka singgah.

Kemakmuran penduduk PR China terusmeningkat dan banyak di antara mereka mulaibepergian keluar negeri. Negara-negara Asialainnya sebagai negara pesaing pariwisata In-donesia memanfaatkan kesempatan tersebutlewat kepariwisataan dan berusaha menarikmereka untuk mengunjungi negara merekadengan memberikan pelayanan dan fasilitasyang menarik seperti Hongkong, Vietnam, Ko-rea, Jepang, India, Malaysia, Singapura danThailand (Diparta Jateng, 2004:IV-46). Indone-sia yang memiliki suku bangsa, adat danbudaya yang sangat bervariasi dan pe-mandangan alam asli yang berbeda-beda danindah seyogyanya dapat bersaing dengannegara Asia yang lain dalam usaha menggaetmereka untuk mengunjungi Indonesia. JawaTengah yang termasuk daerah yang amandibanding dengan propinsi lain dengan ibukota-nya Semarang yang aman, tenteram, rukundan damai merupakan daerah potensial yang

dapat menarik wisatawan asal Cina ini(Handayani, 2005:383). Apalagi di Semarangmasih banyak peninggalan warisan budayaCina, terutama dengan adanya persamaankepercayaan. Dengan terjalinnya hubunganbaik dalam bidang perdagangan dengan Cinatentunya nantinya diharapkan banyakpengusaha Cina datang ke Jawa Tengahkhususnya Semarang. Hal ini tentunya akanmenaikkan pemasukan pendapatan daerahterutama lewat usaha pariwisata. Selain itupula, turis etnis Cina (Overseas Chinese) darinegara-negara Asia yang lain seperti Taiwan,Singapore, Malaysia, Hongkong, Vietnam,Thailand yang berdarah/keturunan Cina danmemiliki adat dan kepercayaan yang samadapat ditarik untuk mengunjungi tempat-tempatziarah yang ada di Semarang dengan meng-adakan event-event ritual yang menarik.

Apabila Pemerintah telah memberlakukankebijakan baru bagi masyarakat Tionghoa danditambah pula dengan dikeluarkannya Undang-undang OTDA (Handayani, 2002:5) makalengkaplah sudah semua kebijakan yangditerapkan di Semarang. Pemerintah KotaSemarang (Pemkot) sangat mendukungkebijakan-kebijakan tersebut. Hal ini terlihatdengan usaha Pemkot memperbaiki bagian kotatua termasuk Pecinan dengan merevitalisasinyaantara lain dengan membersihkan kaliSemarang yang melewati Pecinan, memper-baiki jalan-jalan yang rusak dan gorong-gorongyang rusak. Hal ini disambut gembira olehmasyarakat Tionghoa terutama oleh merekayang masih menjalankan ibadat leluhur denganmembangun kembali kelenteng-kelenteng tuayang sudah keropos dan hampir hancurgenteng dan temboknya, merenovasi denganmengecat genteng dan pintu-pintunya denganwarna merah. Keamanan kota pun ditingkatkanterutama di Pecinan pada saat-saat tertentupada upacara keagamaan dan festival yangmengarak patung dewa dewi melewati jalan-jalan besar. Masyarakat juga terhibur denganadanya bermacam-macam upacara ritual danarak-arakan yang dapat ditonton oleh merekadi sepanjang jalan. Rakyat kecil pun dapat lebih

281281281281281

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

menyemarakkannya dengan berjualan makanan,minuman, souvenir, dan sebagainya di sepanjangjalan dan mereka pun senang bisa mendapat-kan income tambahan. Tahun lalu kegiatanmasyarakat Tionghoa dimulai pada saat TahunBaru Imlek dengan dibukanya Pasar Semawisdi Pecinan. Rakyat menengah ke bawah dapatmerasakan segi positifnya. Mereka dapatmenambah incomenya dengan berjualan di situdan becakpun laris penumpang. Juga pada saatultah Sam Po Kong ke-599 tahun 2004, ke-600tahun 2005, serta ke-601 tahun 2006 padatanggal 23 Juli lalu. Semuanya bekerja samadengan baik. Masyarakat non-Tionghoa pun ikutberjalan kaki dari Pecinan kelenteng Thay KakSie menuju ke Kelenteng Sam Po Kong diGedung Batu di kompleks Simongan yangrutenya cukup jauh dengan memainkan tambur,kenong, menarikan liong/naga dan barongsay/samsi. Terlihat pula di sekitar Kelenteng GedungBatu banyak orang berjualan bermacam-macam artikel, pakaian, perhiasan, souvenir,kerajinan tangan, makanan dan minuman. Kedai-kedai instant/musiman bermunculan. Inimenandakan bahwa masyarakat non-Tionghoapun merasa terlibat dan perlu melibatkan dirimeramaikan suasana tersebut.

Setelah dikeluarkannya kebijakan baruoleh Presiden Abdurrahman Wahid yangmembolehkan WNI keturunan Tionghoa ber-ibadah kembali seperti semula sesuai denganadat leluhurnya (Inpres No. 6/2000) dandipertegas oleh Presiden Megawati bahwaTahun Baru Imlek merupakan hari liburNasional (Instruksi Menteri Agama No.13/2001),terlihat kehidupan yang berbau Cina mulaisegar kembali (Setiono, 2002:15). Pengusaha-pengusaha Tionghoa yang oleh Gus Durdiundang kembali ke Indonesia dari hijrahnyake luar negeri akibat keadaan yang kacausetelah reformasi mulai berusaha kembali disegala bidang. Ekonomi Indonesia yang sudahterpuruk lama akibat krisis ekonomi mulaibangkit kembali. Pecinan yang merupakanpusat perdagangan mulai ramai kembali,terutama, setelah mereka boleh beribadahkembali secara bebas dan tidak sembunyi-sembunyi lagi, kelenteng-kelenteng yang tadinya

kusam, tua dan redup dicerahkan kembalimenjadi merah ceria. Pada saat itu, terlihat diseluruh Indonesia kelenteng-kelenteng mulaidibenahi dan direnovasi. Pecinan serasadihidupkan kembali. Para umat beribadahkembali dan para anggota kelenteng memper-indah kelentengnya. Mereka mengaktifkan danmenghidupkan suasana kembali sepertisediakala seperti pada era Presiden Soekarnodengan hal-hal positif seperti mengadakanupacara-upacara keagamaan, festival adat,kegiatan sosial, kegiatan seni, dan lain-lainnya.Suasana di sekitar kelenteng dan Pecinanmenjadi teranimasi pula. Bau harumnya hiotercium kembali dan alunan musik Mandarinterdengar pula. Kehidupan malam sepertipusat jajan hidup kembali, keamanan ditingkat-kan sehingga penduduk Pecinan merasa amanapabila ingin keluar mencari makan padamalam hari. Hal ini tentunya sangat meng-untungkan rakyat kecil penjaja makanan danminuman. Antara penduduk WNI Tionghoa danpenduduk etnis Jawa dapat bekerja sama danhidup rukun menghidupkan kembali Pecinankarena kedua belah pihak mendapatkan hal-halyang sama-sama menguntungkan. KeramaianPecinan inipun sebenarnya juga dapat dijadikanobyek wisata bagi wisnus maupun wisman yangberkunjung ke Semarang. Apalagi dengan adanyaPasar Semawis, pusat jajan di PecinanSemarang terasa benar Pecinan yang biasanyagelap dan sepi menjadi ramai kembali.

PEMANFAATAN CHINESE INHERITANCEBAGI PERKEMBANGAN PARIWISATA DISEMARANG

Pada umumnya, di negara mana pun,mungkin terkecuali di negara Arab, selaluditemukan pemukiman Cina atau Pecinan, baikdi Amerika, Eropa, Australia, Asia dan di negara-negara tertentu di Afrika. Menurut Ardyansyahdi semua negara yang memiliki daerahpemukiman etnis China (Pecinan) memilikiwarganegaranya yang beretnis Cina yangmempunyai keistimewaan tersendiri, yaitukemampuan mengembangkan daerah pemu-kimannya sebagai objek pariwisata, yaitusebagai DTW (Daerah Tujun Wisata) oleh

282282282282282

Humaniora, Vol. 18, No. 3 Oktober 2006: 271−285

karena mempunyai ODTW (Objek DaerahTujuan Wisata) yang dapat dijadikan asetpariwisata dan mempunyai produk budayayang dapat dijual kepada para wisatawandomestik maupun wisatawan mancanegara.Di kota-kota besarnya dan terutama diibukotanya, Pecinan selalu dijadikan obyekwisata dan selalu menjadi incaran dan daerahtujuan wisata para wisman dan wisnusnya.Mereka mencari makan/minum, souvenir,pakaian jadi, dan bahkan hotel karena biasanyadi daerah Pecinan segala sesuatunya pastimurah dan mempunyai lingkungan yang khas.Pecinan selalu terletak di pusat kota dan pusatperdagangan. Negara tempat Pecinan beradaselalu akan mendapatkan pemasukanpendapatan daerahnya karena banyak turisyang menjajakan uangnya di kawasan tersebut(Handayani, 2005:2). Ada beberapa kota besaryang dapat dijadikan contoh bahwa kehidupanmalam hanya ada di Pecinan, antara lainKualalumpur, Bangkok, Melbourne, Sydney,Perth, London (Soho), Paris, San Francisco,Los Angeles, dan sebagainya. Semarangmempunyai Pecinan yang sudah mulaidiarahkan untuk dijadikan objek wisata. Sangatdisayangkan kalau hal ini tidak digarap secaraserius, oleh karena kesempatan yang baik inibisa menaikkan income rakyat kecil dandengan sendirinya juga meningkatkanpendapatan daerah. Menurut Diparta Jatengyang mempunyai sasaran pasar utama yaituASEAN dan CINA (2004:IV-45), apalagi setelahadanya U.U. Otonomi Daerah di mana masing-masing daerah boleh mengembangkan potensidaerahnya sesuai dengan situasi dan kondisi.Maka sudah tepatlah waktunya untukmemajukan Pecinan Semarang secara opti-mal. Pemerintah Kota Semarang juga telahmemperbaiki sarana/prasarana berupaperbaikan jalan, pelebaran kanal, pavingisasi,kebersihan dan keamanan lingkungan. Kerja-sama yang baik antara masyarakat Semarangdan Pemerintah menganimasi Pecinan dankawasan Kelenteng Sam Po Kong di GedungBatu Simongan yang merupakan peninggalanutama Cheng Ho dapat menjadikannya

sebagai obyek tujuan wisata unggulan dibagian kota tua Semarang (Handayani,2004:10).

SIMPULANBeberapa tahun terakhir ini perayaan

peringatan kedatangan Cheng Ho telahmenarik ribuan wisnus maupun wisman untukdatang ke Semarang dengan tujuan berwisataziarah/religi, wisata sejarah/budaya, berfestivaladat budaya dan merayakannya bersama-sama selama seminggu. Berbagai kegiatanlain yang berkaitan dengan event tersebutdigelar di berbagai tempat di Semarang, sepertiKasidahan dan Nasyidan, seminar tentangCheng Ho, lomba lampion, tari naga (Liong)dan tari barongsai, tumpengan, masak-memasak, dan sebagainya.

Pecinan dan Kawasan Kelenteng Sam PoKong di Gedong Batu merupakan aset berhargayang perlu dicermati dan dikembangkan sebagaiobyek wisata sejarah, budaya, dan religi/ziarahyang dapat dijadikan obyek wisata unggulan kotaSemarang. Perayaan peringatan kedatanganCheng Ho yang disebut Sam Po Kong-an telahdipergiat dan mulai diprofesionalkan olehPemerintah dan Swasta. Oleh karena itu, penulismenyarankan diciptakannya kerjasama yanglebih baik lagi antara Masyarakat Semarang,Pemerintah dengan Instansinya yang terkait,media massa, serta pengusaha yang bergerakdi bidang pariwisata lokal dan global agar dapatmembuahkan hasil yang positif, terlebih lagikarena asset/modal sudah tersedia. Harus kitasadari bahwa Singapura sebagai salah satuNegara pesaing pariwisata yang tidak memilikiasset peninggalan Cheng Ho tahun lalu telahsukses secara kolosal memperingatinyadengan persiapan 6 bulan sebelumnya danberlanjut 3 bulan sesudah perayaan denganmenyuguhkan berbagai atraksi kepada turismancanegara yang berkunjung di negaratersebut demi menaikkan devisa negara lewatsektor pariwisata. Indonesia yang mempunyaiasset peninggalan Cheng Ho di beberapatempat seharusnya lebih bias memanfaatkankesempatan tersebut. Perayaan ulang tahun

283283283283283

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

kedatangan Cheng Ho yang merupakan assetberharga yang dirayakan setiap tahun.Demikian pula ritual adat keagamaan Tionghoayang cukup banyak sepanjang tahun dapatdimanfaatkan pula sebagai wisata ziarah,sejarah, dan budaya. Saat-saat perayaantersebut merupakan momen tepat untukmengorbitkan Semarang sebagai kota wisatabudaya dan religi dengan membuat paket-paket ziarah baik bagi yang beragama Islam,Budha, dan Taois/Konfusianis. Kerja samadengan negara tetangga seperti Malaysia yangmempunyai beberapa tempat bekas persinggah-an Cheng Ho untuk membuat paket wisataziarah/napak tilas dengan Cruise (kapal pesiar)mulai dari Jazirah Malaka, turun ke Aceh, kePalembang dan menelusuri Jawa Utara mulaidari Banten – Pasuruan sampai ke Bali (Batur/Kintamani). Diharapkan paket semacam itudapat dioptimalkan dan diangkat secara glo-bal dan dapat dikemas secara profesionaldengan bantuan para pengelola wisata (stake-holders) dan kerjasama semua pihak yaitumasyarakat Semarang dan PemerintahDaerah. Akhir kata, penulis berharap agarevent tahunan ini dapat dikemas dengan tepatpada kesempatan yang akan datang dandiharapkan pula dapat semakin menambahpemasukan pendapatan daerah dan dapatmendatangkan kesejahteraan bagi semua.

DAFTAR RUJUKAN

Budiman, Amen.1978. Semarang Riwayatmu Dulu.Semarang: Tanjungsari.

Dahana, A. 2005. “Belajar dari Tujuh Pelayaran ChengHo (1405-1433)”. Seminar Nasional Memperingati600 tahun Kedatangan Cheng Ho, Semarang WismaGubernuran 2 Agustus 2005.

Diparta Jateng. 2004. “Penyusunan Paket Wiasta Pecinandi Jawa Tengah. Laporan Akhir”. Semarang: LembagaPengkajian dan Pengembangan Sumber DayaPembangunan (tidak diterbitkan).

Handayani, Conny. 2004. “The New Policy for theChinese Generation and the Progress of TourismIndustry in Indonesia: Study of the Chinese Inheritanceas A Prestigious Chinese Cultural Heritage atSemarang”. Beijing: Third Asia Pacific Forum forGraduate Students Research in Tourism, September22 – 24, 2004.

Handayani, Conny. 2005a. “The Contribution of theIndonesian Chinese in Progressing the IndonesianTourism Pasca Reform”. Commemoration of the600th Year Legendary Voyage of Admiral Cheng Hoat Wisma Gubernur Jateng, August 2, 2005.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _. 2005b. “The Influence of China andAsian Countries as Target Markets in theDevelopment of Tourism Industry in Central JavaProvince”. Guangzhou: 3rd China Tourism AcademyAnnual Conference. Dec.14-17, 2005.

Kong, Yuanzhi. 2005. Zheng He dan Indonesia. Seminar“Dialog Budaya Indonesia – China. Semarang, 15Agustus 2005.

Lie, Hoo Soen. 1937. Sam Po Thay Djien. A Short Biography.Semarang: Document of Sam Po Kong Temple

Lohanda, Mona. 2001. Stadhuis di Mata Penduduk CinaBatavia. Seminar of Faletehan Museum at Jakarta.May 30, 2001.

Pan, Lynn. 1998. The Encyclopedia of the Chinese Overseas.Chinese Heritage Center. Singapore: ArchipelagoPress/Landmark Books.

Pramoedya, Ananta Toer. 1998. Hoakiau di Indonesia.Jakarta: Garba Budaya.

Santoso, Iwan. 2004. Meruntuhkan Prasangka MenjalinKebersamaan. Jakarta: Kompas 22 Mei 2004.

Seagrave, Sterling. 1999. Para Pendekar Pesisir: SepakTerjang Gurita Bisnis Cina Rantau. Translated fromLords of the Rim:The Invisible Empire of the OverseasChinese. Jakarta: ALVABET.

Setiono, Benny. 2002. “Chinese Generation. An IntegralPart of Indonesian Nation”. Seminar of the ChineseEthnic in Indonesia. Mercure Rekso Hotel April 22, 02.

Siauw, Giok Tjhan. 1999. The Struggle of a Hero to Buildthe Indonesian Nation and Indonesian Society ofBhinneka Tunggal Ika. Jakarta: Hasta Mitra.

Sunyoto, Agus. 2005. Di Balik Misi Diplomatik danPerdagangan Muhibah Legendaris Cheng Ho. SeminarMemperingati 600 Tahun Kedatangan Cheng Ho.Semarang Wisma Gubernuran, 2 Agustus 2005.

Sylado, Remy. 2004. Sam Po Kong. The First Route. Jakarta:Gramedia.

284284284284284

Humaniora, Vol. 18, No. 3 Oktober 2006: 271−285

Perbandingan antara Cheng Ho dengan tiga Bahariawan eropa dalam Pelayaran Pertama

Sumber: Kong, 2005:2

Sumber: Ma Huan, Ying-yai Shenglan, The Overall survey of The Ocean’s shores [1433]. Diterjemahkandan disunting oleh J.V.G Mills. London: Cambridge University Press, 1970, hal 10-17. Hasan Djafar, MaHuan dan Karyanya Sebuah Pengenalan (Dahana, 2005:2)

DAFTAR LAMPIRAN

Muhibah Cheng Ho ke wilayah di luar perbatasan Tiongkok

285285285285285

Conny Handayani, Perayaan Peringatan Kedatangan Bahariawan Cheng Ho

Bangunan keagamaan yang berkaitan dengan kedatangan Cheng Ho

Sumber: Kong, 2005:3