Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

54
PENATAUSAHAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA: KONTROL TERHADAP INVESTASI PEMERINTAH PADA BUMN Oleh : Endarto, S.E. dan Moh. Ilham Nurhuda Latar Belakang Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada informasi dan data yang tersedia. Informasi dan data tersebut harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dimaksudkan dalam rangka menjamin agar kebijakan yang diambil benar-benar dapat menjadi alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Dalam rangka menjamin ketersediaan informasi dan data yang diperlukan tersebut, maka perlu dirumuskan suatu sistem penatausahaan dan dokumentasi data yang baik. Kondisi pelaksanaan tugas dan fungsi penatausahaan penyertaan modal negara (PMN) pada Direktorat Pembinaan Kekayaan Negara (PKN) hingga saat ini belum seperti yang diharapkan. Hal ini tampak dari aktivitas pemerintah dalam rangka pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih belum optimal.

Transcript of Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Page 1: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

 

PENATAUSAHAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA: KONTROL TERHADAP INVESTASI PEMERINTAH PADA

BUMN

Oleh : Endarto, S.E. dan Moh. Ilham Nurhuda

 

Latar Belakang

Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada informasi dan data yang tersedia. Informasi dan data tersebut harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dimaksudkan dalam rangka menjamin agar kebijakan yang diambil benar-benar dapat menjadi alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Dalam rangka menjamin ketersediaan informasi dan data yang diperlukan tersebut, maka perlu dirumuskan suatu sistem penatausahaan dan dokumentasi data yang baik.

Kondisi pelaksanaan tugas dan fungsi penatausahaan penyertaan modal negara (PMN) pada Direktorat Pembinaan Kekayaan Negara (PKN) hingga saat ini belum seperti yang diharapkan. Hal ini tampak dari aktivitas pemerintah dalam rangka pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih belum optimal.

Pada saat ini Direktorat PKN merupakan unit Departemen Keuangan yang memiliki justifikasi hukum sebagai penyedia informasi dan data tentang PMN. Oleh karena itu, hal terpenting yang harus segera disiapkan adalah suatu sistem penatausahaan PMN dalam suatu ketentuan teknis yang baik. Dengan demikian, Direktorat PKN diharapkan akan lebih banyak berperan dalam rangka pembinaan

Page 2: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BUMN maupun penyusunan neraca pemerintah sebagai wujud pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan kekayaan negara.

Pelaksanaan tugas dan fungsi penatausahaan PMN sejalan dengan usaha pendirian Perusahaan-perusahaan Negara atau sekarang dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara. Instansi atau unit yang menangani tugas dan fungsi tersebut telah mengalami beberapa perubahan/pergantian. Hal ini disebabkan adanya perubahan dan perkembangan struktur kabinet di pemerintahan.

Pada tahap awal kebijakan pemerintah untuk mendirikan BUMN, pembinaan atas BUMN ada pada departemen yang menangani sektor di mana BUMN tersebut beroperasi. Dalam perkembangannya sampai saat ini, pembinaan atas BUMN dipusatkan pada suatu instansi tertentu. Pada periode tertentu pembinaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan, pada periode yang lain dilakukan oleh Kementerian Negara BUMN. Tugas dan Kewenangan Pembinaan BUMN melekat pada kedudukan pemerintah sebagai pemegang saham dan atau pemilik modal pada BUMN.

 

Pentingnya Penatausahaan PMN pada BUMN

Tugas dan fungsi penatausahaan PMN merupakan konsekuensi kepemilikan modal pemerintah pada BUMN. Dalam perkembangan pelaksanaannya mengalami beberapa perubahan atau pergantian instansi/unit yang menanganinya. Hal ini akibat adanya perubahan/pergantian instansi/unit yang melakukan pembinaan BUMN. Namun, sejak tahun 2001 yaitu dengan terbentuknya Kabinet Gotong Royong, tugas dan fungsi penatausahaan PMN terpisah dengan tugas dan fungsi pembinaan Badan Usaha Milik Negara. Tugas dan fungsi Pembinaan Badan Usaha Milik Negara ada pada Kementerian BUMN, sedangkan tugas dan fungsi penatausahaan PMN ada pada Departemen Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat PKN) . Hal ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Jawatan

Page 3: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(PERJAN) kepada Menteri Negara BUMN. Dalam tahun 2003 dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, maka Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2001 tersebut dengan materi sama diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara BUMN.

Sebagai tindak lanjut terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2001 tersebut, Menteri Keuangan menerbitkan Surat nomor SR-206/ MK.1/2001 tanggal 20 Desember 2001 tentang Penugasan kepada Unit-unit Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Dan 64 tahun 2001. Berdasarkan ketentuan tersebut, tugas dan fungsi penatausahaan penyertaan modal negara didelegasikan kepada Direktorat Pembinaan Kekayaan Negara. Ketentuan ini dipertegas dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.01/2002 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.

Pada saat awal-awal pelaksanaan tugas dimaksud oleh Direktorat PKN tidak ada serah terima hasil pelaksanan tugas dimaksud oleh instansi/unit yang sebelumnya menangani tugas tersebut. Menyikapi permasalahan tersebut, Direktorat PKN telah melakukan pengumpulan dokumen hukum atas penyertaan modal negara yang pernah diterbitkan untuk dilakukan penatausahaannya. Proses ini dilaksanakan dengan melalui koordinasi dengan pihak Kementerian BUMN dan BUMN yang bersangkutan. Direktorat PKN juga melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait dengan terbitnya dokumen-dokumen hukum atas PMN yaitu Sekretariat Negara. Selain dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan dari kegiatan dimaksud, Direktorat PKN juga mulai banyak menerima dokumen dan data tentang penyertaan modal negara yang baru terbit dari instansi-instansi terkait.

Dokumen-dokumen yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan dan dikelompokkan sesuai BUMN masing-masing. Setelah itu, dilakukan analisa atas dokumen-dokumen tersebut dan kemudian

Page 4: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

dilakukan rekonsiliasi data dengan laporan keuangan BUMN bersangkutan. Dalam pelaksanakan rangkaian proses kegiatan dimaksud ada beberapa permasalahan yang menjadi kendala, antara lain sebagai berikut :

1. Belum adanya ketentuan teknis yang mengatur tata cara penatausahaan penyertaan modal negara;

2. Terbatasnya data dan dokumen hukum penyertaan modal negara sesuai ketentuan yang berlaku;

3. Terbatasnya sumber daya manusia yang memadahi untuk pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut.

 

Antara Ketentuan Yang Ada dan Keadaan Yang Diinginkan

Fungsi penatausahaan kekayaan negara yang dipisahkan merupakan konsekuensi kepemilikan modal Pemerintah pada Badan Usaha Milik Negara. Fungsi penatausahaan kekayaan negara yang dipisahkan dalam pembahasannya lebih dikenal dengan penatausahaan PMN pada BUMN. Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN bentuk BUMN ada 2 (dua) yaitu PERSERO (Perusahaan Perseroan) dan PERUM (Perusahaan Umum). Kedudukan pemerintah selaku pemegang saham merupakan cerminan kepemilikan modal pemerintah pada PERSERO, sedangkan kedudukan pemerintah sebagai pemilik modal merupakan cerminan kepemilikan pemerintah pada PERUM. Secara tersurat, maksud dan tujuan pelaksanaan penatausahaan PMN tidak tercantum dalam undang-undang tersebut. Namun, berdasarkan uraian dalam paragraf ini, secara tersirat maksud dan tujuan pelaksanaan penatausahaan PMN adalah dalam rangka aktivitas pemerintah dalam pembinaan BUMN.

 

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 pemerintah wajib menyusun laporan keuangan yang harus dipertanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Laporan Keuangan tersebut terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan catatan atas laporan keuangan. Pada saat

Page 5: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

ini program pelaksanaan atas ketentuan tersebut telah dan sedang dilakukan oleh Departemen Keuangan. Kekayaan Negara yang dipisahkan pada BUMN merupakan salah satu aktiva yang harus tercatat dalam neraca pemerintah tersebut. Berdasarkan uraian dalam paragraf ini, maksud dan tujuan pelaksanaan penatausahaan PMN pada BUMN ditinjau dari sudut pandang akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara.

Dalam ketentuan yang lain, yaitu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 juga tidak dijelaskan maksud dan tujuan penatausahaan PMN. Namun, kondisi yang seharusnya tercipta dalam pelaksanaan tugas penatausahaan PMN adalah terjaminya ketersediaan data. Kedua, adanya mekanisme penatausahaan yang baku sebagai pedoman teknis. Dengan demikian diharapkan hasil penatausahaan PMN dapat berperan dalam rangka pembinaan BUMN maupun dalam rangka penyusunan neraca pemerintah sebagai wujud tertib adminstrasi pengelolaan kekayaan negara.

 

Ketentuan Teknis Tata Cara Penatausahaan PMN

Sampai saat ini ketentuan teknis yang mengatur tata cara penatausahaan penyertaan modal Negara belum ada. Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN disebutkan pada pasal 4 ayat (6) sebagai berikut :

“ Tata cara penyertaan modal Negara dan penatausahaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”

Namun, sampai saat ini Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan dimaksud belum diterbitkan.

Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan teknis merupakan hal yang pokok sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas. Di samping itu, ketentuan teknis juga sebagai alat ukur tingkat keberhasilan dalam menjalankan tugas. Berdasarkan ketentuan teknis dapat diperoleh informasi-informasi yang diperlukan, sumber informasi, dan hasil yang harus tertuang dalam bentuk laporan/kertas kerja.

Page 6: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Bagi Direktorat PKN, hal ini merupakan tantangan yang baru. Tugas dan fungsi penatausahaan PMN memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tugas pokok yang sudah dilakukan Direktorat PKN. Di samping itu, pelimpahan tugas baru tersebut tanpa disertai ketentuan pelaksanaan atau minimal referensi atas pelaksanaan tugas dari unit/instansi sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan sebagai akibat tidak tersedianya ketentuan teknis dimaksud adalah tidak seragamnya pelaksanaan tugas antara unit teknis pada Direktorat PKN. Kedua, Direktorat PKN juga tidak memiliki justifikasi untuk meminta data karena belum diatur mekanisme kerja di antara pihak-pihak yang terkait dalam proses PMN. Ketiga, para pegawai pelaksana teknis mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti adanya dokumen-dokumen hukum tentang PMN yang diterima Direktorat PKN. Padahal, aktivitas ini semakin banyak dijumpai dalam pelaksanan tugas rutin pada Direktorat PKN. Pada akhirnya, Direktorat PKN tidak dapat menyediakan informasi tentang PMN dengan cepat dan akurat.

 

Terbatasnya Data dan Dokumen Hukum PMN

Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 19 tentang BUMN antara lain disebutkan sebagai berikut :

Ayat (2)

“ Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian dan penyertaan pada BUMN bersumber dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ;b. Kapitalisasi cadangan ;c. Sumber lainnya.

Ayat (4)

“ Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”

Page 7: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Ayat (5)

“ Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bagi penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya”

Dalam penjelasan ayat (5)

“ Penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya cukup dengan Keputusan RUPS/Menteri dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan karena pada prinsipnya kekayaan negara tersebut telah terpisah dari Anggaran Pendapat dan Belanja Negara”

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan rekonsiliasi atas dokumen-dokumen hukum PMN dan laporan keuangan BUMN bersangkutan banyak ditemukan permasalahan. Pertama, tidak lengkapnya dokumen hukum PMN, walaupun telah dilakukan inventarisasi dokumen pada setiap BUMN. Kedua, terdapatnya dokumen hukum, misalnya, peraturan pemerintah tentang PMN yang nilai penyertaannya ditetapkan dengan dokumen lainnya, biasanya, Keputusan Menteri Keuangan. Hal ini tentunya akan menyulitkan apabila salah satu dokumen tidak diketemukan.

Dari sisi pembukuan pada BUMN bersangkutan, yaitu dilihat dari laporan keuangannya juga ditemukan permasalahan. Pada beberapa BUMN, nilai modal pemerintah tidak didukung dengan dokumen hukum sesuai ketentuan tersebut di atas. Pada sebagian besar dokumen hukum yang telah terbit lebih bersifat formalitas, yakni pemutihan terhadap modal pemerintah yang secara riil telah masuk dalam struktur modal BUMN bersangkutan. Beberapa permasalahan ini tentunya perlu dipertimbangkan dalam rangka penyusunan sistem penatausahaan PMN.

 

Page 8: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Terbatasnya Sumber Daya Manusia

Hal yang paling penting dalam pelaksanaan tugas dalam suatu instansi adalah sumber daya manusia. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa tugas penatausahaan PMN memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tugas pokok yang telah ada pada Direktorat PKN. Dengan demikian, para pejabat dan pegawai pada Direktorat PKN perlu melakukan penyesuaian dengan tugas baru dimaksud.

Terkait dengan pelaksanaan teknis fungsi penatausahaan PMN diperlukan beberapa disiplin ilmu antara lain hukum terutama hukum perusahaan, ekonomi terutama akuntansi, pengetahuan tentang pasar modal, serta administrasi. Di samping itu, diperlukan pegawai yang benar-benar memahami tertib administrasi pengelolaan kekayaan negara. Untuk itu, perlu adanya rekonsiliasi dengan data modal negara yang tercantum dalam laporan keuangan masing-masing BUMN. Di samping itu, juga diperlukan penelitian atas dokumen-dokumen hukum terkait dengan modal perusahaan misalnya Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dokumen pengesahan dari Departemen Kehakiman, dokumen prospektus, dan lain-lain. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia yang memadahi baik dalam kuantitas maupun kualitas.

Alternatif Pemecahan Masalah

Dalam rangka penyusunan sistem penatausahaan PMN, hal yang paling penting pada saat ini adalah adanya sistem penatausahaan PMN dengan menitikberatkan dari sudut pandang tertib administrasi pengelolaan kekayaan negara. Modal negara pada BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapat dan Belanja Negara. Persyaratan-persyaratan administratif dan legal atas PMN pada BUMN sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 19 tahun 2003.

Sistem penatausahaan PMN pada BUMN dimaksud perlu dituangkan dan ditetapkan dalam suatu perangkat hukum yang bersifat mengikat, misalnya dengan Peraturan Pemerintah atau minimal Keputusan Menteri Keuangan. Dalam ketentuan teknis dimaksud perlu diatur mekanisme kerja penatausahaan pada Direktorat PKN, juga perlu ditetapkan unit

Page 9: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

teknis sebagai pusat pengolahan data. Kemudian diatur mekanisme kerja antara unit pengolah data dimaksud dengan unit teknis yang menangani kebijakan atas tertib administrasi kekayaan negara. Di samping itu, perlu diatur juga mekanisme kerja dengan instansi/unit yang memiliki kewenangan atau terkait dengan terbitnya dokumen hukum atas PMN. Hal ini untuk menjamin tersedianya data dengan baik dan akurat.

Suatu ketentuan teknis yang baik tentunya harus dapat memberikan bentuk laporan pelaksanaan tugas. Bentuk laporan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan kinerja atas pelaksanaan tugas tersebut dapat diukur. Harus diatur juga periode pelaporannya sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, penyusunan Sistem penatausahaan penyertaan modal negara dimaksud perlu melibatkan pihak-pihak sumber data dan pihak-pihak pengguna data.

Selain daripada itu, tersedianya sumber daya manusia yang memadai untuk melaksanakan tugas dimaksud, baik melalui sumber internal maupun sumber eksternal. Sumber internal dimaksud adalah peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pegawai yang saat ini tersedia pada Direktorat PKN. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan terutama kepada pegawai pada tingkatan teknis dapat dilakukan dengan pemberian pendidikan dan pelatihan, diskusi dan seminar maupun workshop. Hal ini dilakukan perlu melibatkan narasumber yang berkompeten terkait dengan pembinaan BUMN maupun penyusunan Neraca Pemerintah. Sedangkan sumber eksternal dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan unit-unit yang berwenang dalam kepegawaian.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan pokok yang dapat ditarik dari permasalahan pelaksanaan penatausahaan PMN pada Direktorat PKN adalah bahwa tugas dan fungsi tersebut belum memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dikarenakan terdapatnya beberapa kesulitan dalam melakukan proses pengumpulan data, analisa dokumen, dan rekonsiliasi data. Beberapa kendala yang menyebabkan adanya kesulitan-kesulitan dimaksud sebagai berikut :

Page 10: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

1. Belum adanya ketentuan teknis yang mengatur tata cara penatausahaan penyertaan modal negara;

2. Terbatasnya data dan dokumen hukum penyertaan modal negara sesuai ketentuan yang berlaku;

3. Terbatasnya sumber daya manusia yang memadai untuk pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut.

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan, antara lain sebagai berikut :

1. Tersusunnya suatu sistem penatausahaan penyertaan modal negara yang disesuaikan dengan kebutuhan tersedianya informasi merupakan hal yang harus diprioritaskan ;

2. Di samping itu, perlu dilakukan diskusi-diskusi, pelatihan, seminar maupun workshop untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai maupun pejabat pada Direktorat Pembinaan Kekayaan Negara ;

3. Untuk itu, diperlukan koordinasi yang intensif di antara unit-unit teknis pada intern Direktorat Pembinaan Kekayaan Negara dan juga koordinasi dengan pihak ekstern seperti Sekretariat Direktorat Jenderal Anggaran, Kementrian BUMN, serta Biro Hukum dan Humas Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan.

Page 11: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

PERATURAN PEMER1NTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 41 TAHUN 2003

TENTANGPELIMPAHAN KEDUDUKAN, TUGAS DAN KEWENANGAN

MENTERIKEUANGAN PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO),

PERUSAHAANUMUM (PERUM), DAN PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN)

KEPADAMENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa sehubungan dengan pembentukan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara(BUMN) dalam Kabinet Gotong Royong dan dalam rangka meningkatkan kinerja danefisiensi Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) danPerusahaan Jawatan (PERJAN), telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nornor 64Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan MenteriKeuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM)dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha MilikNegara;b. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang KeuanganNegara dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha MilikNegara, dipandang perlu untuk melakukan penegasan kembali ketentuan pelimpahankedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN)

Page 12: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubahdengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor4286);3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan LembaranNegara Nomor 4297);4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan(PERSERO) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 15,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3731) sebagaimana telah diubah denganPeraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2001 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4101);5. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umun (PERUM)(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 16, Tambahan LembaranNegara Nomor 3732);6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN)(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 12, Tambahan LembaranNegara Nomor 3928);

Page 13: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

Peraturan Pemerintah Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan MenteriKeuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) DanPerusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.Pasal 1Kedudukan, tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan di bidang pembinaan danpengawasan BUMN sebagian dilimpahkan kepada Menteri Negara Badan Usaha MilikNegara.Pasal 2Kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan yang dilimpahkan kepada MenteriNegara Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah yangmewakili Pemerintah selaku:a. Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana diaturdalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan(PERSERO) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45Tahun 2001 dan Perseroan Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh NegaraRepublik Indonesiab. Wakil Pemerintah pada Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana diatur dalamPeraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM);danc. Pembina Keuangan pada Perusahaan Jawatan (PERJAN) sebagaimana diatur dalam

Page 14: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN).Pasal 3(1) Pelimpahan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 tidak meliputi:a. Penatausahaan setiap penyertaan modal Negara berikut perubahannya ke dalamPERSERO/Perseroan Terbatas dan PERUM, serta kegiatan penatausahaankekayaan Negara yang dimanfaatkan oleh PERJAN;b. Pengusulan setiap penyertaan modal Negara ke dalam PERSERO/PerseroanTerbatas dan PERUM yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan danBelanja Negara, serta pemanfaatan kekayaan Negara dalam PERJANc. Pendirian PERSERO, PERUM, atau PERJAN dan perubahan bentuk hukumPERJAN(2) Dalam melaksanakan kedudukan, tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara wajib memperolehpersetujuan Menteri Keuangan terlebih dahulu, dalam hal penggunaan sisapenerimaan PERJAN pada akhir tahung anggaran.Pasal 4Kriteria Mahasiswa, Instansi Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Industri Kecildan Industri Menengah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah iniditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.Pasal 5Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajibdisetor langsung secepatnya ke Kas Negara.Pasal 6

Page 15: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada DepartemenPerindustrian dan Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang belumtercakup dalam Peraturan Pemerintah ini, akan disusulkan sebagai bagian yang tidakterpisahkan dalam Peraturan Pemerintah ini dan pencantumannya dilakukan denganPeraturan Pemerintah tersendiri.Pasal 7Peraturan Pemerintah ini berlaku sejak tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintahini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 14 Juli 2003

Presiden Republik Indonesia,Megawati SoekarnoputriDiundangkan di Jakarta

pada tanggal 14 Juli 2003Sekretaris Negara Republik Indonesia,

Bambang Kesowo

Page 16: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 33 TAHUN 2005

TENTANGTATA CARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN

(PERSERO)DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 83 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003tentang Badan Usaha Milik Negara, maka perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintahtentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero);Mengingat:1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor4286);3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan LembaranNegara Nomor 4297);

Page 17: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PRIVATISASI

PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO).

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :1. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah Badan Usaha MilikNegara yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yangseluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki olehNegara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.2. Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepadapihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesarmanfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham olehmasyarakat.3. Investor adalah mitra strategis dan/atau investor finansial, baik sendiri maupunkonsorsium yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri yang ikut serta dalamPrivatisasi Persero dengan memenuhi syarat yang ditetapkan.4. Komite Privatisasi adalah wadah koordinasi yang dibentuk oleh Pemerintah untukmembahas dan memutuskan kebijakan Privatisasi sehubungan dengan kebijakan

Page 18: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

lintas sektoral.5. Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakiliPemerintah selaku rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam hal seluruh modalPersero dimiliki Negara dan sebagai pemegang saham pada Persero dalam halsebagian modal Persero dimiliki oleh negara, serta dengan memperhatikan peraturanperundang-undangan.6. Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakansektor tempat Persero melakukan kegiatan usaha.

Pasal 2(1) Privatisasi dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini denganmemperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Dalam hal Privatisasi terhadap Persero di mana negara tidak memiliki seluruh saham,disamping memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus pulamemperhatikan perjanjian dan/atau kesepakatan dengan pemegang saham lain.

Pasal 3(1) Pemerintah dapat melakukan Privatisasi setelah DPR-RI memberikan persetujuan atasRAPBN yang didalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil Privatisasi.(2) Rencana Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam programtahunan privatisasi yang pelaksananannya dikonsultasikan kepada DPR-RI.(3) Privatisasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian,akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran, dan prinsip harga terbaik dengan

Page 19: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

memperhatikan kondisi pasar.Pasal 4Privatisasi dilakukan terhadap saham milik negara pada Persero dan/atau saham dalamsimpanan.

BAB IICARA PRIVATISASI

Pasal 5(1) Privatisasi dilakukan dengan cara:a. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;b. penjualan saham secara langsung kepada investor;c. penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yangbersangkutan.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai cara Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 6Penetapan cara Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) dilakukanberdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Menteri.

BAB IIIKRITERIA PERSERO YANG DAPAT DIPRIVATISASI

Pasal 7Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:a. industri/sektor usahanya kompetitif; ataub. industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah.

Pasal 8(1) Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayananumum dan/atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan

Page 20: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

oleh Badan Usaha Milik Negara, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalampendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.(2) Aset atau kegiatan Persero sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah aset ataukegiatan yang bersifat komersial dengan memperhatikan ketentuan Pasal 7.Pasal 9Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undanganhanya boleh dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara;b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dankeamanan negara;c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khususuntuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentinganmasyarakat.d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegasberdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

BAB IVPROSEDUR PRIVATISASI PERSERO

Bagian KesatuKomite PrivatisasiPasal 10(1) Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Privatisasi sehubungan dengankebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah Komite Privatisasi sebagaiwadah koordinasi.

Page 21: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(2) Komite Privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangiperekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, danMenteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.(3) Keanggotaan Komite Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkandengan keputusan Presiden.

Pasal 11Komite Privatisasi bertugas untuk:a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaanPrivatisasi;b. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses PrivatisasiPersero;c. membahas dan memberikan jalan keluar atas pemasalahan strategis yang timbuldalam proses Privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakansektoral Pemerintah.Bagian KeduaProgram Tahunan Privatisasi

Pasal 12(1) Menteri melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akandiprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentanganjumlah saham yang akan dijual.(2) Menteri menuangkan hasil yang akan digunakan, jenis serta rentangan jumlahsaham yang akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam programtahunan Privatisasi.(3) Menteri menyampaikan program tahunan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada

Page 22: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

ayat (2) kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada MenteriKeuangan untuk memperoleh rekomendasi, selambat-lambatnya pada akhir tahunanggaran sebelumnya.(4) Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan sebagaimanadimaksud pada ayat (3) harus sudah diberikan selambat-lambatnya pada akhir bulanpertama tahun anggaran berjalan.(5) Menteri wajib melaksanakan program tahunan Privatisasi dengan berpedoman padaarahan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).(6) Menteri mensosialisasikan program tahunan Privatisasi.(7) Menteri mengkonsolidasikan program tahunan Privatisasi kepada DPR-RI.(8) Menteri mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melaksanakanprogram tahunan Privatisasi.(9) Dalam kondisi tertentu Menteri dapat mengusulkan privatisasi yang belumdimasukkan dalam program tahunan privatisasi setelah terlebih dahulu diputuskanoleh Komite Privatisasi dan dikonsultasikan dengan DPR-RI.(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program tahunan Privatisasi diaturdengan Peraturan Menteri.

Pasal 13Pelaksanaan Privatisasi melibatkan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesilainnya sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.

Pasal 14(1) Menteri melakukan seleksi terhadap lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesilainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Page 23: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(2) Seleksi dilakukan terhadap paling sedikit 3 (tiga) bakal calon untuk masing-masinglembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya.(3) Apabila setelah 2 (dua) kali penawaran, bakal calon lembaga dan/atau profesipenunjang serta profesi lainnya yang berminat kurang dari 3 (tiga), maka Menteridapat melakukan penunjukan langsung apabila penawar hanya 1 (satu) bakal calondan melakukan seleksi apabila penawar hanya 2 (dua) bakal calon.(4) Untuk sektor usaha tertentu yang memerlukan jasa spesialis industri dikecualikan dariketentuan jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penunjukan lembaga dan/atau profesipenunjang serta profesi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 15(1) Penasihat keuangan dilarang merangkap atau memiliki hubungan afiliasi dengan:a. penjamin pelaksana emisi dan perantara pedagang efek dalam hal Privatisasidilakukan dengan cara penawaran umum;b. Investor atau perantaranya dalam hal Privatisasi dilakukan dengan cara penjualansaham secara langsung kepada Investor.(2) Spesialis industri yang dapat terlibat dalam proses Privatisasi harus mempunyaikeahlian teknis dalam bidang usaha Persero yang bersangkutan yang dibuktikandengan sertifikat dan pengalaman yang telah mendapatkan pengakuan dari lembagaatau asosiasi atau sejenisnya yang berkompeten.

Pasal 16Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuatklausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang:

Page 24: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

a. melakukan tugasnya hanya untuk kepentingan pemegang saham Persero dan Perseroyang bersangkutan;b. menjamin dan menjaga kerahasiaan segala informasi yang diperoleh sehubungandengan pelaksanaan tugasnya yang dituangkan dalam pernyataan tertulis;c. menggunakan informasi tersebut hanya untuk pelaksanaan tugasnya dalam prosesPrivatisasi yang bersangkutan dan tidak menggunakannya untuk kepentingan lain.

Pasal 17(1) Lembaga dan/atau profesi penunjang dengan bantuan Persero yang bersangkutanmelakukan penelaahan dan pengkajian (due dilligence) terhadap perusahaan sesuaidengan bidang profesinya masing-masing.(2) Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuatklausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang:a. menyusun proyeksi keuangan, penilaian perusahaan dan usulan struktur penjualanserta jumlah saham yang akan dijual;b. menyusun persyaratan dan identifikasi calon Investor;c. menyiapkan memorandum informasi dan/atau prospektus;d. menyusun seluruh dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yangberlaku;e. membantu dalam melakukan negosiasi dengan calon Investor.Bagian KeempatPembiayaan Pelaksanaan Privatisasi

Pasal 18(1) biaya pelaksanaan Privatisasi dibebankan pada hasil Privatisasi.(2) Biaya pelaksanaan Privatisasi dipergunakan untuk:a. biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya;b. biaya operasional Privatisasi.

Page 25: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(3) Apabila Privatisasi tidak dapat dilaksanakan atau ditunda pelaksanaannya, makapembebanan atas biaya yang telah dikeluarkan ditetapkan oleh RUPS.

Pasal 19(1) Besarnya biaya Privatisasi ditetapkan oleh Menteri.(2) Penetapan biaya pelaksanaan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibmemperhatikan prinsip kewajaran, transparansi dan akuntabilitas.Bagian KelimaHasil Privatisasi

Pasal 20(1) Hasil Privatisasi saham milik negara pada Persero disetorkan langsung ke KasNegara.(2) Hasil Privatisasi saham dalam simpanan disetorkan langsung ke kas Persero yangbersangkutan.(3) Hasil Privatisasi anak perusahaan Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapatditetapkan sebagai dividen interim Persero yang bersangkutan.

Pasal 21Hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 merupakan hasil bersih setelahdikurangi dengan biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi.

Pasal 22(1) Pengadministrasian dan pelaksanaan penyetoran hasil Persero sebagaimana dimaksuddalam Pasal 20 diatur sebagai berikut:a. penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan membuka rekeningpenampungan (escrow account) untuk menampung hasil Privatisasi;b. Setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi, penjamin pelaksana emisi

Page 26: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

atau penasihat keuangan wajib segera menyetorkan hasil bersih Privatisasi ke KasNegara dan/atau kas Persero yang bersangkutan;c. Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera melaporkanpenyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepadaMenteri, Menteri Keuangan dan Direksi Persero yang bersangkutan.(2) Penghasilan lain yang diperoleh dari rekening penampungan hasil Privatisasidiperhitungkan sebagai hasil Privatisasi.(3) Verifikasi atas biaya dan hasil Privatisasi dilakukan oleh akuntan publik yangditunjuk oleh Menteri.

BAB VLAIN-LAIN

Pasal 23(1) Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada perseroan terbatas yangsahamnya kurang dari 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara RepublikIndonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjianpemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 3 ayat(2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.(2) Penjualan saham milik Badan Usaha Milik Negara pada perseroan terbatas yangsahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Badan UsahaMilik Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjianpemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuanPasal 3 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.

Page 27: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(3) Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada Persero terbuka dilakukandengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan ketentuan di bidang pasar modal.

Pasal 24(1) Menteri dapat membatalkan atau menunda penjualan saham Persero apabila situasidan kondisi ekonomi, politik, keamanan, dan/atau pasar modal tidak menguntungkan.(2) Menteri melaporkan kepada Komite Privatisasi atas pembatalan atau penundaansebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:1. Rencana privatisasi yang belum disetujui oleh DPR-RI sebelum berlakunya PeraturanPemerintah ini, pelaksanaannya dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPR-RIdalam forum konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7).2. Segala peraturan mengenai Privatisasi masih tetap berlaku selama tidak bertentanganatau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 26Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintahini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 28: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 5 September 2005PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAttdDR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONODiundangkan di Jakartapada tanggal 5 september 2005MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttdHAMID AWALLUDINLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 115PENJELASAN ATASPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 33 TAHUN 2005TENTANGTATA CARA PRIVATISASIPERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)UMUMSejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasil yangdicapai, maka produktivitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional perluditingkatkan lagi, sehingga peran dan sumbangannya dalam pembangunan dapatmemberikan hasil yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.Salah satu kekuatan ekonomi nasional yang perlu ditingkatkan produktivitas danefisiensinya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khususnya Persero.Untuk dapat mengoptimalkan peranannya dan mampu mempertahankan keberadaannyadalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlumenumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan

Page 29: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukanberdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporategovernance).Peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkahrestrukturisasi dan Privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakaniklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal.Sedangkan restrukturisasi perusahaan meliputi penataan kembali bentuk badan usaha,kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-matabermakna sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahanBUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk di dalamnya adalahpeningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan danmanajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaanBUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan olehpublik serta pengembangan pasar modal domestik.Dengan dilakukannya Privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negaraatas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang, karena negara tetapmenjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral tempat BUMN yangdiprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistemperekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai (value) perusahaan

Page 30: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

telah diamanatkan pula oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui KetetapanMPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.Ketetapan MPR tersebut menggariskan bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitandengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui restrukturisasi, danbagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada dalamsektor yang telah kompetitif didorong untuk Privatisasi.Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan UsahaMilik Negara, maka Peraturan Pemerintah ini ditetapkan untuk dapat lebih memberikanpedoman bagi pelaksanaan program Privatisasi Persero. Namun demikian dalammelaksanakan program Privatisasi, Pemerintah tidak dapat bertindak sendiri. Terhadapperusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan perludikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPRRI.Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi resistensi dari masyarakat Indonesia.Konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dilakukan denganharapan pelaksanaan Privatisasi dapat dilaksanakan dengan lancar.Adapun Persero yang dapat diprivatisasi sekurang-kurangnya memenuhi kriteria, yaituindustri/sektor usahanya kompetitif atau industri/sektor usaha yang unsur teknologinyacepat berubah. Sedangkan Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah Persero yangbidang usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola olehBUMN, Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan

Page 31: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

keamanan negara, Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintahdiberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengankepentingan masyarakat, dan Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alamyang secara tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang untukdiprivatisasi.Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur tentang Privatisasi Persero, sepanjangdimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor tempat Persero yangbersangkutan melakukan kegiatan usahanya. Sedangkan Perusahaan Umum (Perum),menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negaratidak dimungkinkan untuk diprivatisasi. Persero dapat diprivatisasi karena selaindimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar modal juga karena pada umumnya hanyaPersero yang telah bergerak dalam sektor-sektor kompetitif. Pelaksanaan Privatisasisenantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat.Sejalan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha MilikNegara, Peraturan Pemerintah ini juga menetapkan kriteria Persero apa saja yang dapatdiprivatisasi dan Persero apa saja yang tidak dapat diprivatisasi. Selain itu, diatur pulamengenai cara Privatisasi dan prosedur Privatisasi. Dalam rangkaian kegiatan Privatisasi,Menteri menetapkan program tahunan Privatisasi yang memuat hasil seleksi danpenetapan Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan danjenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual. Menteri juga menetapkan lembaga

Page 32: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

dan/atau profesi penunjang lainnya untuk membantu pelaksanaan Privatisasi. Namundemikian dalam penunjukan lembaga dan/atau profesi penunjang dimaksud dituntut pulaketerlibatan aktif manajemen Persero yang terwakili dalam keanggotaan tim Privatisasi.PASAL DEMI PASALPasal 1Cukup jelas.Pasal 2Cukup jelas.Pasal 3Ayat (1) dan Ayat (2)Dalam pengusulan RAPBN kepada DPR-RI, pemerintah menyertakan daftar BUMNyang akan diprivatisasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan untuk memenuhi targetpenerimaan negara dari hasil Privatisasi yang direncanakan dalam RAPBN tersebut.Dengan demikian, persetujuan yang diberikan oleh DPRRI atas RAPBN dimaksud sudahtermasuk didalamnya persetujuan atas rencana privatisasi BUMN-BUMN yang akandilaksanakan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU Nomor 17Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.Rencana privatisasi yang telah disetujui DPR-RI tersebut selanjutnya dituangkan dalamprogram tahunan privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintahini. Program tahunan privatisasi tersebut dalam pelaksanaannya dikonsultasikan denganDPR-RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 82 Undang-undang Nomor 19Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.Ayat (3)Yang dimaksud dengan ”kondisi pasar” adalah kondisi pasar domestik dan internasional.

Page 33: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Pasal 4Yang dimaksud dengan ”saham dalam simpanan” adalah saham portepel atau sahamyang belum dikeluarkan oleh Persero, sedangkan yang dimaksud dengan penjualansaham dalam simpanan termasuk penerbitan obligasi konversi dan efek lain yang bersifatekuitas.Pasal 5Ayat (1)Huruf aYang dimaksud dengan ”penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal” antaralain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering/gopublic), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasukdalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement)bagi Persero yang telah terdaftar di bursa.Huruf bYang dimaksud dengan ”penjualan saham langsung kepada Investor” adalah penjualansaham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada Investor lainnya termasukinvestor finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham Persero yang belumterdaftar di bursa.Huruf cYang dimaksud dengan ”penjualan saham kepada manajemen (Management BuyOut/MBO) dan/atau karyawan (Employee Buy Out/EBO)” adalah penjualan sebagianbesar atau seluruh saham langsung kepada manajemen dan/atau karyawan Persero yangbersangkutan. Dalam hal manajemen dan/atau karyawan tidak dapat membeli sebagian

Page 34: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

besar atau seluruh saham, maka penawaran kepada manajemen dan/atau karyawandilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka.Yang dimaksud dengan manajemen adalah Direksi.Ayat (2)Dalam Peraturan Menteri antara lain diatur mengenai kriteria dan cara Privatisasi dengancara penjualan saham kepada manajemen (MBO) dan/atau karyawan (EBO). BagiPersero yang tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, pemberlakuan PeraturanMenteri dimaksud harus ditetapkan/dikukuhkan dalam RUPS.Pasal 6Dalam menentukan cara Privatisasi perlu diperhatikan beberapa faktor di antaranya:a. berdasarkan hasil kajian, cara yang dipilih adalah yang terbaik;b. kondisi pasar modal, terutama dalam rangka menstimulasi pertumbuhan pasar modal;c. kebutuhan modal Persero dalam rangka meningkatkan perputaran arus kas, modalkerja dan investasi;d. prospek usaha Persero;e. kebutuhan teknologi baru dan keahlian manajemen oleh Persero;f. perluasan jaringan usaha Persero;g. peningkatan efisiensi dan pelayanan masyarakat;h. perluasan kepemilikan saham kepada masyarakat;i. peningkatan prestasi kerja manajemen dan karyawan;j. kemungkinan penjualan kepada karyawan dan/atau manajemen;k. keperluan dana oleh negara.Pasal 7Yang dimaksud dengan “industri/sektor usaha kompetitif” adalah industri/sektor usahayang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, seperti BUMN maupun swasta.Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yangmelarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut atau sektor tersebut tidak

Page 35: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

sematamata dikhususkan untuk BUMN.Yang dimaksud ”industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah” adalahindustri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yangsangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinyatersebut.Pelaksanaan privatisasi BUMN dengan kriteria tersebut di atas juga harus memperhatikanmanfaat eksternalitas dan kinerja dari BUMN yang akan diprivatisasi. BUMN yangmemiliki manfaat eksternalitas rendah dan kinerja rendah dapat dijual atau dilikuidasi.Terhadap BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas rendah tetapi kinerja tinggi,Pemerintah dapat menjual atau mendatangkan investor baru. BUMN yang memilikimanfaat eksternalitas tinggi dan kinerja tinggi perlu dipertahankan namun Pemerintahtidak perlu memiliki 100%. Terhadap BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas tinggitetapi kinerja rendah, Pemerintah perlu melakukan upaya pemberdayaan atau revitalisasiuntuk meningkatkan kinerja.Pasal 8Ayat (1)Pendirian perusahaan dimaksud adalah pendirian anak perusahaan, dan selanjutnyasaham milik Persero pada anak perusahaan tersebut dijual.Ayat (2)Cukup jelas.Pasal 9Huruf aCukup jelasHuruf bPersero termasuk dalam kategori ini tidak hanya terbatas pada Persero yang core

Page 36: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

business-nya terkait langsung dengan pertahanan keamanan namun termasuk Persero lainyang apabila dijual dapat mempengaruhi kepentingan pertahanan keamanan. Perserokategori ini ditetapkan berdasarkan masukan dari Departemen Pertahanan dan/atauMarkas Besar Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Republik Indonesia.Huruf cPersero seperti ini adalah Persero yang kelangsungan hidupnya sangat tergantung padapenugasan Pemerintah tersebut, terutama subsidi Pemerintah.Huruf dCukup jelasPasal 10Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Menteri Teknis sebagai regulator di sektor tempat Persero melakukan kegiatan usaha,menjadi anggota Komite Privatisasi hanya dalam Privatisasi Persero yang menjalankanusaha di bidang regulasinya.Ayat (3)Cukup jelas.Pasal 11Huruf aYang dimaksud dengan “kebijakan umum” adalah rumusan kebijakan yang berkaitandengan arah dan peranan Privatisasi dalam kerangka ekonomi nasional.Yang dimaksud dengan ”persyaratan pelaksanaan Privatisasi” adalahpersyaratanpersyaratan tertentu yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi makro yangperlu diperhatikan oleh Menteri dalam pelaksanaan Privatisasi.Huruf bYang dimaksud dengan “menetapkan langkah-langkah” adalah langkah-langkah yang

Page 37: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

perlu diambil oleh Komite Privatisasi yang berkaitan dengan penetapan kebijakan umumPrivatisasi.Huruf cCukup jelas.Pasal 12Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Penyampaian program tahunan Privatisasi kepada Menteri Keuangan dapat dilakukansekaligus dalam kapasitas Menteri Keuangan selaku anggota Komite Privatisasi.Rekomendasi Menteri Keuangan dapat diberikan dalam rapat Komite Privatisasi yangdituangkan dalam keputusan Komite Privatisasi.Ayat (4)Dalam hal jangka waktu tersebut tidak terpenuhi, maka Komite Privatisasi dan MenteriKeuangan dianggap menyetujui.Ayat (5)Cukup jelas.Ayat (6)Sosialisasi program tahunan Privatisasi dilakukan kepada internal perusahaan,masyarakat, dan stakeholder lainnya, antara lain dengan cara langsung, melalui mediacetak, atau media elektronik. Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan sosialisasidimaksud kepada Direksi Persero..Ayat (7)Cukup jelas.Ayat (8)Yang dimaksud dengan “langkah-langkah pelaksanaan” antar lain penunjukan profesi

Page 38: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

dan/atau lembaga penunjang, penyusunan konsep perjanjian yang diperlukan, konsepperubahan anggaran dasar, rancangan peraturan pemerintah, dan pelaksanaan RUPS.Termasuk dalam ”langkah-langkah pelaksanaan”, apabila dipandang perlu, Menteri dapatmembentuk Tim Privatisasi.Ayat (9)Yang dimaksud dengan ”kondisi tertentu” adalah adanya perubahan situasi perekonomianyang fundamental, dan kondisi pasar yang kurang mendukung terhadap Persero yangtelah diprogramkan dalam rencana tahunan Privatisasi, sementara kebutuhan pemenuhanAPBN sangat mendesak.Ayat (10)Cukup jelas.Pasal 13Lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sebagaimana dimaksud padaayat ini, dapat terdiri atas penjamin pelaksana emisi, akuntan publik, konsultan hukum,penilai, notaris, biro administrasi efek, penasihat keuangan, spesialis industri, publicrelation agency, dan perusahaan percetakan.Pasal 14Ayat (1)Dalam hal dibentuk Tim Privatisasi, Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan seleksilembaga dan atau profesi penunjang serta profesi lainnya tersebut kepada Tim Privatisasi.Ayat (2)Cukup jelas.Ayat (3)Cukup jelas.Ayat (4)Untuk jasa spesialis industri dikecualikan dari ketentuan jumlah peserta seleksi karena

Page 39: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

sifatnya yang khusus dan keberadaannya terbatas. Spesialis industri tersebut antara laincompetent person di bidang pertambangan dan traffic forecaster di bidangkebandarudaraan.Ayat (5)Cukup jelas.Pasal 15Ayat (1)Larangan ini dimaksudkan agar penasihat keuangan tetap independen dalammelaksanakan tugasnya dan dalam pengambilan keputusan secara profesional.Yang dimaksud dengan ”memiliki hubungan afiliasi” adalah hubungan yang timbulakibat adanya kepentingan yang sama dari beberapa pihak yang dapat merugikan prosesPrivatisasi itu sendiri.Ayat (2)Cukup jelas.Pasal 16Cukup jelas.Pasal 17Cukup jelas.Pasal 18Ayat (1)Mengingat hasil Privatisasi diperoleh setelah Privatisasi dilaksanakan, maka kebutuhanbiaya Privatisasi dapat ditanggung terlebih dahulu oleh Persero yang bersangkutan yangkemudian diganti setelah Privatisasi dilaksanakan. Penetapan biaya Privatisasi dilakukandengan memperhatikan pula market practice yang berlaku pada sektor tempat Perserodimaksud melakukan kegiatan usaha.Pasal 19Pengeluaran yang merupakan biaya privatisasi dilakukan secara efisien dengan tetap

Page 40: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

mempertimbangkan kepentingan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesilainnya yang diikutsertakan. Dalam hal dibentuk Tim Privatisasi oleh Menteri maka TimPrivatisasi dapat mengusulkan besarnya biaya privatisasi yang akan ditetapkan Menteri.Pasal 20Cukup jelas.Pasal 21Cukup jelas.Pasal 22Ayat (1)Huruf aPembukaan rekening penampungan (escrow account) oleh penjamin pelaksana emisidilakukan dalam hal Privatisasi dengan cara Initial Public Offering/IPO, sedangkanpembukaan rekening penampungan (escrow account) oleh penasihat keuangan dilakukandalam hal Privatisasi dengan cara strategic sales, MBO dan/atau EBO.Huruf bDengan pengaturan ini, maka segala administrasi keuangan yang berhubungan denganPrivatisasi diselesaikan oleh penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan,termasuk pemotongan dan pembayaran pajak, dan penugasan tersebut dituangkan denganjelas dalam perjanjian.Huruf cDalam laporan harus diinformasikan mengenai waktu hasil Privatisasi diterima, biayapelaksanaan Privatisasi dan waktu pengeluarannya, mutasi lainnya jika ada dan jumlahhasil netto yang disetorkan serta waktu penyetorannya.Ayat (2)Yang dimaksud dengan “penghasilan lain” antara lain berupa bunga atau denda.Ayat (3)

Page 41: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Cukup jelas.Pasal 23Cukup jelas.Pasal 24Ayat (1)Cukup jelas.Ayat (2)Pembatalan atau penundaan penjualan saham Persero cukup dilaporkan oleh Menterikepada Komite Privatisasi dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Privatisasi.Menteri membutuhkan fleksibilitas agar mampu melakukan tindakan yang cepat dantepat sehingga tidak kehilangan momentum.Laporan tersebut diperlukan mengingat Persero yang dibatalkan atau ditunda penjualansahamnya tersebut sebelumnya telah memperoleh arahan dari Komite Privatisasi.Pasal 25Angka 1Yang dimaksud dengan ”disetujui oleh DPR-RI” dalam ketentuan ini adalah persetujuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.Ketentuan ini diperlukan untuk menjembatani rencana privatisasi BUMN yang belumdimasukkan dalam APBN Tahun 2005.Angka 2Cukup jelas.Pasal 26Cukup jelas.TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4528