PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA … · TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN...

34
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang–Undang …

Transcript of PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA … · TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN...

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Nomor : P. 32/Menhut-II/2013

TENTANG

RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Kehutanan tentang Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

7. Undang–Undang …

- 2 -

7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5214);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang

Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4452);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata

Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan

Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4813);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5324);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5103);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang

Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112) sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5325);

16. Peraturan ...

- 3 -

16. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292);

17. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011;

18. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan

Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

19. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah

diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

20. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010

tentang Sistem Perencanaan Kehutanan, (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 460);

21. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.10/Menhut-II/2010 tentang Mekanisme dan Tata Cara Audit Kawasan Hutan,

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 66);

22. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2010

tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 376), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.41/Menhut-II/2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1025);

23. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2012 (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 779);

24. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011

tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030, (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 381);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG RENCANA

MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN.

Pasal 1

Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 2

Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dari Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2013-2032 yang menjabarkan arahan yang bersifat penting, strategis dan lebih detil dari RKTN 2011-2030 dalam Pemantapan Kawasan Hutan.

Pasal 3 ...

- 4 -

Pasal 3

Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan acuan Pemantapan Kawasan Hutan dalam:

a. penyusunan rencana kehutanan tingkat provinsi, kabupaten/kota dan rencana

pengelolaan hutan di tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);

b. penyusunan rencana pembangunan kehutanan;

c. penyusunan rencana kerja usaha pemanfaatan hutan;

d. mengkoordinasikan perencanaan jangka panjang dan menengah antar sektor; dan/atau

e. pengendalian kegiatan pembangunan kehutanan.

Pasal 4

Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun, untuk mengakomodir

dinamika pembangunan kehutanan.

Pasal 5

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 2013

MENTERI KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ZULKIFLI HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd. AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 887

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,

ttd.

KRISNA RYA

- 5 -

Lampiran I Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : P.32/Menhut-II/2013 Tanggal : 25 Juni 2013

RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN

TAHUN 2013 - 2032

1

I. PENDAHULUAN

A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

Hutan merupakan sumber daya alam yang penting di Indonesia yang

memerankan fungsi strategis dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan,

sehingga wajib diurus dan dikelola secara berkesinambungan bagi sebesar-besarnya

kesejahteraan masyarakat. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, yang mana pada dasarnya prinsip

dan jiwa penyelenggaraan kehutanan ini selaras dengan amanat Pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945.

Seluruh kawasan hutan pada dasarnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat, dan Pemerintah mendapatkan wewenang untuk

mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan

hutan dan hasil hutan, menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status dan

fungsi kawasan hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan

dengan tetap memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang

kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional.

Dalam rangka mempertahankan kecukupan luas dan penutupan hutan pada

setiap daerah aliran sungai (DAS) dan pulau guna memperoleh manfaat lingkungan,

ekonomi dan sosial, Pemerintah menetapkan kawasan hutan untuk dipertahankan

keberadaannya sebagai hutan tetap. Atas dasar tersebut, penyelenggaraan

pengelolaan kawasan hutan didasarkan atas sumberdaya dan potensinya, kepastian

status/fungsi dan luasan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan dan

pengendalian pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan serta pembentukan

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diseluruh kawasan hutan.

Permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan kawasan hutan yang

dihadapi sampai sejauh ini sekaligus menghambat terwujudnya kemantapan

kawasan hutan dalam menjamin pengelolaan hutan lestari adalah meningkatnya

kebutuhan ruang dan konflik tenurial dalam kawasan hutan berbagai sektor yang

berbasis sumberdaya lahan. Faktor-faktor pemicunya antara lain pertumbuhan

penduduk/kepadatan agraris, konflik kepentingan ruang, pemekaran wilayah serta

konflik kewenangan, kemiskinan, kepastian dan penegakan hukum yang

berkeadilan serta dinamika pembangunan sektor-sektor di luar kehutanan. Kondisi

ini sebagaimana tercermin dari usulan pemerintah daerah dalam review tata ruang

provinsi dimana hampir setiap provinsi mengusulkan adanya perubahan

status/fungsi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain.

2

Berdasarkan hal-hal dimaksud dalam rangka perencanaan penyelengaraan

kehutanan telah ditetapkan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun

2011-2030 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.49/Menhut-II/2011. Sedangkan untuk mendukung RKTN dan menyelesaikan

permasalahan kawasan hutan dalam pemantapan kawasan hutan diperlukan

Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan (RMPKH) sebagaimana yang telah

diamanatkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang

Sistem Perencanaan Kehutanan. RMPKH ini memuat target, arahan kebijakan dan

strategi dalam mewujudkan pemantapan kawasan hutan.

B. Tata Hubungan Kerja Perencanaan Kehutanan.

Dalam Sistem Perencanaan Kehutanan (SISPERHUT) dinyatakan bahwa

RMPKH merupakan salah satu dari Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan

yang disusun sebagai penjabaran dari RKTN, yang nantinya menjadi arahan bagi

penyusunan rencana kehutanan di bawahnya (RKTP, RKTK, dan RKPH) bidang

Pemantapan Kawasan Hutan (Gambar 1).

Gambar 1. Posisi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan dalam Sistem Perencanaan

Kehutanan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010.

C. Ruang Lingkup.

1. Penjabaran sasaran-sasaran strategis kemantapan kawasan hutan dalam

RKTN 2011-2030;

2. Memuat target, arah kebijakan dan strategi dalam mewujudkan kawasan

hutan yang mantap;

3. Jangka waktu selama 20 Tahun (2013-2032);

4. Basis analisis berupa kawasan hutan sebagaimana dalam RKTN 2011-2030.

3

D. Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

Gambar 2. Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan

E. Asumsi.

1. Penyelesaian masalah kawasan hutan tetap menjadi prioritas Pemerintah

dalam 20 tahun mendatang;

2. Komitmen yang kuat para pemangku kepentingan dalam

mengimplementasikan dan mewujudkannya;

3. Kondisi lingkungan strategis (faktor eksternal) tidak mengalami perubahan

yang signifikan dan tetap terkendali.

F. Definisi, Prinsip dan Kriteria Kemantapan Kawasan Hutan.

Kawasan hutan (Negara) yang mantap adalah wilayah tertentu yang telah

ditetapkan peruntukan dan fungsinya oleh Pemerintah untuk dipertahankan

keberadaanya sebagai hutan tetap (legal dan legitimate) serta terkelola dengan

jaminan dan perlindungan hak bagi seluruh pemangku kepentingan.

Prinsip dan kriteria kemantapan kawasan hutan yang didasarkan unsur-

unsur utama untuk tercapainya kemantapan kawasan hutan, yaitu:

1. Legalitas dan legitimasi kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut :

a. kawasan hutan dikukuhkan melalui proses yang legal dan partisipatif, untuk

menjamin kepastian status dan fungsi serta bebas kepemilikan pihak ketiga;

b. memiliki luasan yang cukup dan sebaran hutan tetap yang proporsional pada

DAS/Pulau.

2. Jaminan hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku kepentingan dan

masyarakat, dengan kriteria sebagai berikut :

a. arah pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan sesuai fungsi

pokok dan kelayakannya;

4

b. kepastian ruang kelola sesuai dengan fungsi pokok dan arahan

pemanfaatannya untuk memelihara keutuhan kawasan hutan;

c. perlindungan hukum dan pelayanan publik dalam penyelesaian konflik

kawasan hutan.

3. Pengelolaan kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut :

a. ada pengelola kawasan hutan sampai tingkat tapak, yang memiliki

kepastian wilayah pengelolaan, organisasi dan kecukupan sumberdaya

manusia serta sarana prasarana pengelolaan;

b. pengamanan dan perlindungan kawasan hutan, guna menjaga dan

memelihara batas dan kawasan hutan.

c. data dan informasi sumberdaya hutan dan sistem sosialnya tersedia secara

lengkap, terkini, dan terpercaya;

d. tertib administrasi pemanfaatan, penggunaan kawasan, dan perubahan

peruntukan kawasan hutan.

5

II. Kondisi Kemantapan Kawasan Hutan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, menetapkan bahwa

kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pemerintah menetapkan dan

mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk

setiap DAS dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial,

dan manfaat ekonomi masyarakat setempat, melalui penyelenggaraan perencanaan

kawasan hutan. Perencanan kawasan hutan dilakukan melalui :

1. Inventarisasi hutan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi

tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara

lengkap.

2. Pengukuhan kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum mengenai

status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan.

3. Penatagunaan kawasan hutan, untuk menetapkan fungsi pokok, pemanfaatan

dan penggunaan kawasan hutan yang optimal secara ekonomi, sosial dan

lingkungan.

4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan untuk

mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari dengan

mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi

daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat

setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi

pemerintahan.

5. Penyusunan rencana kehutanan untuk menetapkan arah pengurusan dan

pengelolaan hutan menurut jangka waktu dan skala geografis.

A. Sejarah Kawasan Hutan.

Pengukuhan kawasan hutan pada dasarnya telah dimulai sejak jaman

penjajahan Belanda dan telah mengalami beberapa proses penyempurnaan sejalan

dengan berkembangnya dan perubahan pola ruang Nasional dan Daerah.

Pemaduserasian terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), diawali

dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan

Ruang, seluruh kawasan hutan dilakukan paduserasi antara TGHK dengan peta

RTRWP. Pemaduserasian ini dalam upaya menetapkan kawasan hutan serta

perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk mendukung proses pembangunan

yang harus berjalan untuk sektor-sektor lain di luar kehutanan. Dengan demikian

pengukuhan status kawasan hutan berupa register kawasan hutan, hasil Tata Guna

Hutan Kesepakatan (TGHK) atau penunjukan kawasan hutan, penataan batas serta

penetapan kawasan hutan merupakan ketetapan hukum kawasan hutan bagi

seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat.

6

Berikut adalah proses sejarah kawasan hutan dimaksud :

1. Pada era sampai dengan 1980-an penunjukan kawasan hutan didasarkan atas

penunjukan/penetapan parsial menjadi register-register kawasan hutan.

2. Pada era 1980-an dilakukan penunjukkan/penetapan atas kesepakatan semua

pihak berupa Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).

3. Pada era 1990-an, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun

1992 tentang Penataan Ruang, penunjukan kawasan hutan dilakukan

berdasarkan paduserasi antara Peta TGHK dengan Peta Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi (RTRWP).

4. Terakhir penunjukkan kawasan hutan dilakukan melalui pengintegrasian

dengan review RTRWP sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang (Gambar 3).

Gambar 3. Sejarah Kawasan Hutan Indonesia

Berikut disajikan perkembangan luas kawasan hutan dari sejak era TGHK

yang telah mengakomodir kebutuhan sektor lain non-kehutanan dan penyelesaian

hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan.

Tabel 1. Data Perubahan Luas Kawasan Hutan Sejak Era TGHK Sampai Sekarang

FUNGSI

KAWASAN

HUTAN

TGHK (1980-an) PENUNJUKAN HASIL

PADUSERASI (1999-

2000)

RKTN 2011-2030

KSA/KPA 19.23 22.43 26.82

HL 29.33 31.60 27.67

HPT 29.44 22.50 19.68

HP 32.99 36.65 38.17

Hutan Tetap 110.99 113.19 112.34

HPK 36.04 22.79 18.34

JUMLAH 147.03 135.98 130.68

7

B. Kondisi Kawasan Hutan.

Berdasarkan peta kawasan hutan yang dimutakhirkan atas perkembangan

pengukuhan kawasan dan hasil revisi tata ruang provinsi sampai dengan April 2011,

kawasan hutan dan perairan seluruh Indonesia seluas 130,68 juta ha (68,4% dari

luas daratan). Menurut fungsinya, kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan

konservasi (HK) 26,82 juta ha, hutan lindung (HL) 28,86 juta ha, hutan produksi

(HP) 32,60 juta ha, hutan produksi terbatas (HPT) 24,46 juta ha, dan hutan produksi

yang dapat dikonversi (HPK) 17,94 juta ha (Gambar 4).

Gambar 4. Peta Kawasan Hutan Indonesia.

Kondisi penutupan hutan berdasarkan data hasil penafsiran citra satelit

tahun 2009 diketahui bahwa 68,6% kawasan hutan atau seluas 89,64 juta ha dalam

kondisi berhutan (41,26 juta ha hutan primer, 45,55 juta ha hutan sekunder, 2,82

juta ha hutan tanaman), sedangkan 41,04 juta ha atau 31,4% dalam kondisi tidak

berhutan (Gambar 5).

Gambar 5.Kondisi Tutupan Hutan Indonesia Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2009.

8

C. Pengukuhan Kawasan Hutan.

Kondisi pengukuhan kawasan hutan yang telah dilaksanakan sampai saat

ini:

1. Kawasan hutan yang telah ditetapkan sampai tahun 2012 melalui Keputusan

Menteri Kehutanan seluas 21,07 juta hektar atau sekitar 16,3%, namun

kawasan yang telah ditata batas dalam rangka penyelesaian pihak ketiga

sepanjang 219.206 Km dari total panjang batas 282.323 Km;

2. Kawasan hutan yang telah dilepaskan untuk penyediaan ruang sektor non

kehutanan seluas 7,6 juta ha, berasal dari HPK dan Tukar Menukar Kawasan

Hutan (TMKH);

3. Pengakuan terhadap kawasan hutan dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga

masih rendah;

4. Konflik/klaim kepemilikan pihak ketiga atas kawasan hutan masih tinggi.

D. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

1. Pemanfataan hutan diluar kawasan konservasi telah mencapai 35 juta Ha;

2. Sebagian besar kawasan konservasi telah dikelola, namun izin pemanfaatan

di dalam hutan konservasi sebanyak 25 izin seluas 2.666 Ha;

3. Penggunaan Kawasan hutan untuk sektor non kehutanan seluas 274.000

Ha;

4. Konflik pemanfaatan kawasan hutan masih tinggi;

a. izin pemanfaatan hasil hutan yang berada di HPK seluas 3,48 juta Ha;

b. izin pemanfaatan hasil hutan tanaman yang berada di HPT seluas 2,28

juta Ha.

E. Keamanan Kawasan Hutan.

1. Kawasan hutan belum seluruhnya “clear and clean” antara lain: batas-batas

kawasan hutan belum jelas dan adanya konflik kawasan;

2. Pemeliharaan/ pengamanan kawasan hutan masih rendah;

3. Partisipasi masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan masih rendah;

4. Proses penegakan hukum terkait kawasan hutan belum sepenuhnya tuntas

memberikan kepastian hukum.

F. Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Hutan.

1. Kawasan hutan belum seluruhnya dikelola sampai tingkat tapak;

2. Peraturan-perundangan yang ada belum lengkap dan operasional;

3. Basis data dan sistem informasi kawasan hutan belum terintegrasi;

4. Sumberdaya Manusia (SDM) pengelola kawasan hutan masih terbatas;

5. Hubungan antar penyelenggara kehutanan belum optimal.

9

III. Kondisi yang Diinginkan

1. Luas dan status kawasan hutan yang harus dipertahankan 20 tahun ke depan

seluas 112,34 juta ha dan bebas konflik tenurial jangka panjang;

2. Luas kawasan HK akan tetap dipertahankan/dijaga keberadaannya dan

permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik jangka panjang dapat

terselesaikan;

3. Luas kawasan HL dan HP dipertahankan dan dimanfaatkan dengan

perubahan peruntukan/fungsi yang diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan

tidak ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau pengunaan kawasan hutan;

4. Perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan

sampai tahun 2030 maksimal tidak lebih dari seluas 18,34 juta ha, dalam

rangka penyelesaian konflik lahan dan pemenuhan kepentingan sektor non

kehutanan/pemda dan masyarakat terkendali;

5. Seluruh kawasan hutan dikelola oleh KPH untuk menjamin pengelolaan

secara lestari;

6. Seluruh kawasan hutan dimanfaatkan sesuai fungsi pokok, arahan

pemanfaatan dan kelayakannya guna menjamin sebesar besarnya manfaat

ekonomi, sosial budaya dan lingkungan;

7. Perubahan peruntukan dan penggunaan kawasan hutan terkendali dan

sinergis dengan pembangunan di luar sektor kehutanan.

10

IV. Situasi Permasalahan Kemantapan Kawasan Hutan

A. Eksternal.

1. Semakin tingginya kebutuhan sektor lain dan masyarakat atas lahan

termasuk kawasan hutan.

2. Tumpang tindihnya potensi sumberdaya alam berbagai sektor.

3. Pemekaran wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota.

4. Belum terkoordinasinya pemanfaatan dan penggunaan ruang/lahan antar

sektor.

5. Belum selarasnya peraturan perundangan di bidang ruang/lahan.

6. Belum mantapnya penyelenggaraan desentralisasi bidang kehutanan.

7. Beragamnya persepsi terhadap hutan dan kawasan hutan.

8. Masyarakat belum seluruhnya merasakan manfaat kawasan hutan.

9. Penyelesaian legalitas kepemilikan hak masyarakat dalam kawasan

hutanbelum sepenuhnya terselesaikan.

B. Internal.

1. Belum optimalnya sistem pengukuhan kawasan hutan.

2. Belum terbangunnya sistem penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan

(pemanfaatan, penggunaan dan hutan adat) dan permasalahan hutan

lainnya.

3. Belum terintegrasinya sistem penyediaan data/informasi sumberdaya hutan

termasuk sistem sosialnya (kayu, hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan,

data sosek masyarakat, konflik sosial kawasan hutan).

4. Belum terbangunnya koordinasi, integrasi, sinergitas dan sinkronisasi

(KISS) arah/rencana pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan

pada berbagai tingkat penyelenggara kehutanan.

5. Belum optimalnya sistem pengawasan/pengendalian dan administrasi

pengelolaan kawasan hutan.

C. Isu Strategis Pemantapan Kawasan Hutan.

Berdasarkan permasalahan eksternal dan internal terdapat 3(tiga) isu

strategis dalam pemantapan kawasan hutan guna terwujudnya kawasan hutan yang

legal dan legitimate serta terjaminnya hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku

kepentingan dan masyarakat (Gambar 6.):

1. Penertiban dan penegakan hukum atas kawasan hutan.

2. Penyelesaian konflik kawasan hutan.

3. Perbaikan tata kelola kawasan hutan.

11

Gambar 6. Isu Strategis Kemantapan Kawasan Hutan.

A. PENERTIBAN

PENEGAKAN

HUKUM

B. PENYELESAI-

AN KONFLIK

KAWASAN

HUTAN

C. PERBAIKAN

TATA KELOLA

KAWASAN

HUTAN

Legal,Legitimate,

Terkelola, Jaminan hak

dan perlindungan

12

V. Rencana Makro Pemantapan

Kawasan Hutan

A. Prinsip Pelaksanaan Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

Dalam pelaksanaan RMPKH didasarkan pada prinsip-prinsip hukum dan

keadilan, tata kelola, ekonomi dan hubungan kelembagaan:

1. Hukum dan keadilan: kepastian hukum; keragaman hukum dan kebudayaan;

penghormatan hak asasi manusia; serta keadilan, termasuk keadilan gender;

2. Tata kelola: partisipasi; transparansi; dan akuntabilitas;

3. Ekonomi: kesetaraan; pemberdayaan; kesejahteraan; serta kelestarian hutan;

4. Hubungan kelembagaan: pelimpahan kewenangan dan desentralisasi; kerjasama

para pihak; dan koordinasi antar sektor.

B. Kebijakan Umum Pemantapan Kawasan hutan.

13

C. Strategi Pemantapan Kawasan Hutan dan Pentahapannya.

Tabel 2. Matriks Kebijakan dan Strategi Umum Pemantapan Kawasan Hutan.

Kebijakan Strategi

Milestone

2013-

2017

2018-

2022

2023-

2027

2028-

2032

Perencanaan

ruang dan

pengembangan

wilayah

pengelolaan dan

pemanfaatan

kawasan hutan

Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan.

perencanaan ruang dan pengembangan wilayah.

pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan.

Mengembangkan sistem pengendalian kawasan hutan

secara optimal. √ √

Mengembangkan sistem penilaian kawasan hutan yang

berkelanjutan. √ √

Memantapkan perencanaan kehutanan berbasis spasial √ √

Meningkatkan koordinasi dan integrasi KH dengan Tata

Ruang Nasional/Daerah/kabupaten. √ √ √ √

Mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan

pengelolaan kawasan hutan. √ √ √ √

Meningkatkan integrasi pemanfaatan Hutan dalam

Wilayah KPH. √ √ √ √

Menyediakan jumlah SDM pengelola kawasan hutan

yang cukup dan memadai. √ √

Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM pengelola

kawasan hutan. √ √ √ √

Meningkatkan penerapan teknologi pengelolaan

kawasan hutan. √ √ √ √

Menyediakan sarana dan prasarana pengelola kawasan

hutan. √ √

Pengukuhan dan

penyelesaian

konflik tenurial

kawasan hutan

Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan

pengukuhan dan penyelesaian konflik tenurial kawasan

hutan.

Mempercepat penetapan kawasan hutan √ √

Menyelesaikan kepemilikan dan hak-hak pihak ketiga

dalam kawasan hutan √ √

Menyelesaikan konflik-konflik kawasan hutan √ √

Memperkuat sistem pengukuhan KH yang berkeadilan

dan partisipatif √ √

Memperkuat kerjasama dalam penertiban dan

penegakan hukum kawasan hutan. √ √ √ √

Mengintegrasikan wilayah hutan adat dan ruang kelola

masyarakat dalam kawasan hutan. √ √ √ √

Meningkatkan kepastian hak hutan adat dan ruang

kelola masyarakat adat dalam kawasan hutan. √ √ √ √

Mengembangkan pola dan kerjasama penyelesaian

konflik dengan pihak lain. √ √ √ √

Mengendalikan luas, status dan fungsi kawasan hutan. √ √ √ √

Inventarisasi dan

pemantauan

sumber daya

hutan

Mengembangkan data dan informasi SDH serta sistem

sosialnya yang cepat, akurat dan terpercaya/terkini. √ √ √ √

Mengintegrasikan sistem data informasi SDH. √ √

Memperkuat sistem pemantauan sumberdaya hutan. √ √

Memperkuat pemetaan geospasial yang cepat, akurat

dan terintegrasi. √ √ √ √

14

Kebijakan Strategi

Milestone

2013-

2017

2018-

2022

2023-

2027

2028-

2032

Pengendalian/p

enertiban ruang

kawasan hutan

Menertibkan izin-izin pemanfaatan atau penggunaan

kawasan hutan. √

Menyelesaikan tumpang tindih pemanfaatan KH atau

penggunaan kawasan hutan. √ √

Mengendalikan perubahan dan pemberian izin-izin

pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. √ √ √ √

Memperkuat sistem pengendalian dan audit kawasan

hutan. √ √ √ √

Memperkuat sistim administrasi PNBP dari kawasan

hutan. √ √ √ √

D. Prioritas Kebijakan Regional/Pulau.

Tabel 3. Matriks Prioritas Kebijakan Regional/Pulau.

Wilayah Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan

JAWA

a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan

konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan dan penggunaan

kawasan hutan termasuk penyelesaian lahan pengganti pelepasan/ tukar

menukar kawasan hutan.

b. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan.

SUMATERA

a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan

konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan

kawasan hutan.

b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan

c. mengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan.

KALIMANTAN

a. meningkatkan kepastian status KH melalui percepatan penetapan kawasan

hutan.

b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan

konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan

kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.

c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan

hutanMengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan.

SULAWESI

a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan

kawasan hutan.

b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan

konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan

kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.

c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan

hutan.

MALUKU

a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan

konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan

kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.

b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan

hutanMengendalikan kawasan hutanberbasis pulau.

15

Wilayah Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan

BALI DAN

NUSA

TENGGARA

a. menertibkan , penegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik

kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan

hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.

b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan

hutan.

c. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan.

d. mengendalikan kawasan hutanberbasis pulau.

PAPUA

a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan

kawasan hutan.

b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan

konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan

kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.

c. meningkatkan pengakuan hak hutan adat dan ruang kelola masyarakat

adat.

d. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan

hutan.

E. Prioritas Kebijakan pada tiap Arahan Pemanfaatan.

Tabel 4.Matriks Prioritas Kebijakan pada setiap Arahan Pemanfaatan.

Arahan Pemanfaatan RKTN 2011-2030 Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan

Kawasan Untuk Konservasi

mempertahankan luas HK dan menyelesaikan

permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik

jangka panjang.

mengoptimalkan pengelolaan HK.

mengembangkan data dan informasi yg akurat

dan teritegrasi.

Kawasan Untuk Perlindungan Hutan

Alam dan Lahan Gambut

mempertahankan HP dan HL dan memanfaatkan

dengan perubahan peruntukan/fungsi yang

diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan tidak

ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau

pengunaan kawasan hutan.

mengarusutamakan KPH sebagai pusat

pelayanan pengelolaan kawasan hutan.

mengembangkan data dan informasi yg akurat

dan teritegrasi.

meningkatkan kepastian status kawasan hutan

melalui percepatan penetapan kawasan hutan.

mengendalikan perubahan dan pemberian alas

hak pemanfaatan atau penggunaan kawasan

hutan.

menyelesaikan permasalahan tumpang tindih

pemanfaatan kawasan hutan.

Kawasan Untuk Rehabilitasi

Kawasan Untuk Pengusahaan Skala

Besar

Kawasan Untuk Pengusahaan Skala

Kecil

16

Arahan Pemanfaatan RKTN 2011-2030 Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan

Kawasan Untuk Non Kehutanan

mengendalikan penggunaan ruang kawasan

hutan untuk kegiatan non kehutanan sampai

tahun 2030 maksimal seluas 18,34 juta Ha.

menyelesaikan konflik lahan dan kepentingan

sektor non kehutanan/pemda dan masyarakat.

mendorong terbangunya Hutan Rakyat.

F. Pengarusutamaan RMPKH.

Untuk memastikan RMPKH ini digunakan sebagai landasan dalam

pemantapan kawasan hutan, diperlukan sejumlah langkah sebagai berikut:

1. Melengkapi penjabaran RKTN bidang pemantapan kawasan hutan kedalam

Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi, Regional dan Kabupaten/Kota bidang

Pemantapan Kawasan Hutan.

2. RMPKH menjadi pedoman dalam rencana pembangunan kehutanan.

3. Koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan antar sektor dan daerah.

4. Penguatan dan pengendalian program kegiatan pemantapan kawasan hutan

dalam pembangunan kehutanan.

17

VI. Penutup

Kementerian Kehutanan telah menetapkan RKTN Tahun 2011- 2030 melalui

Permenhut Nomor: P.49/Menhut-II/2011 yang memberikan arahan makro

pemanfaatan ruang kawasan hutan selama 20 tahun kedepan.

Guna menjamin terwujudnya dan tercapainya sasaran strategis sebagaimana

RKTN 2011-2030 bidang pemantapan kawasan hutan, disusun RMPKH untuk

jangka waktu 20 tahun ke depan yang memuat target, arah kebijakan dan strategi

bidang pemantapan kawasan hutan. Rencana ini selanjutnya akan melengkapi dan

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari RKTN 2011-2030 tersebut, sekaligus

menjadi pedoman dalam pelaksanaan pemantapan kawasan hutan ke depan tingkat

nasional, provinsi, kabupaten/kota dan KPH serta debottlenecking terhadap

hambatan pencapaian pemantapan kawasan hutan dan kegiatan-kegiatan

pemantapan kawasan hutan pada berbagai tingkat pengelolaan kawasan hutan.

Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI KEHUTANAN KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, REPUBLIK INDONESIA,

ttd. ttd. KRISNA RYA ZULKIFLI HASAN

18

Lampiran II Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor : P.32/Menhut-II/2013 Tanggal : 25 Juni 2013

PETA INDIKATIF

KEMANTAPAN KAWASAN HUTAN INDONESIA