Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

49
MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 176 (CIVIL A VIATlON SAFETY REGULA TlON PART 176) TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN (SEARCH AND RESCUE) DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 291 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diatur mengenai pelayanan informasi pencarian dan pertolongan (search and rescue); b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176 (Civil Aviation Safety Regulation Part 176) tentang Pencarian dan Pertolongan (Search And Rescue); Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

Transcript of Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

Page 1: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

MENTERIPERHUBUNGANREPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 176(CIVIL A VIATlON SAFETY REGULA TlON PART 176)

TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN(SEARCH AND RESCUE)

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 291 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009tentang Penerbangan diatur mengenai pelayanan informasipencarian dan pertolongan (search and rescue);

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungantentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176(Civil Aviation Safety Regulation Part 176) tentang Pencarian danPertolongan (Search And Rescue);

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanandan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4075);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentangKebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4146);

4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukandan Organisasi Kementerian Negara;

Page 2: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta SusunanOrganisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negarasebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 67Tahun 2010; .

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 2009tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171(Civil Aviation Safety Regulation Part 171) tentang PenyelenggaraPelayanan Telekomunikasi Dan Radio Navigasi Penerbangan(Aeronautical Telecommunication Service And Radio NavigationService Providers);

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2009tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173(Civil Aviation Safety Regulation Part 173) tentang PerancanganProsedur Penerbangan Instrument (Instrument Flight ProcedureDesign);

8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 2009tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 175(Civil Aviation Safety Regulation Part 175) tentang PelayananInformasi Aeronautika (Aeronautical Information Service);

9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 Tahun 2009tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139(Civil A viation Safety Regulation Part 139) tentang Bandar Udara(Aerodrome);

10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan;

Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANGPERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN176 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATION PART 176)TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN (SEARCH ANDRESCUE).

(1) Memberlakukan Peraturan Keselamatan Penerbangan SipilBagian 176 (Civil Aviation Safety Regulation Part 176)tentang Pencarian Dan Pertolongan (Search And Rescue).

(2) Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176 (CivilA viation Safety Regulation Part 176) tentang Pencarian DanPertolongan (Search And Rescue) sebagaimana tercantumdalam lampiran yang tidak terpisahkan dari PeraturanMenteri ini.

Page 3: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan KeselamatanPenerbangan Sipil Bagian 176 (Civil Aviation SafetyRegulation Part 176) tentang Pencarian Dan Pertolongan(Search And Rescue) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal PerhubunganUdara.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara mengawasipelaksanaan Peraturan ini.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Peraturan Menteri Perhubungan ini denganpenempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 1 Juni 2011

MENTERI PERHUBUNGAN,

ttd

FREDDY NUMBERI

Salinan Peraturan ini disampaikan kepada :

1. Menteri Hukum dan HAM;2. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Dirjen Perhubungan Udara;3. Kepala Badan SAR Nasional;4. Para Kepala Kantor Administrator Bandar Udara;5. Para Kepala Bandar Udara di Iingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan

Udara;6. Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero);7. Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero).

Salinan sesuai dengKepala Bi u

UMA RIS SH MM MHPembina Utama Muda (IV/c)NIP. 19630220 198903 1 001

Page 4: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGANNOMOR : PM 55 Tahun 2011TANGGAL: 1 Juni 2011

PERATURAN KESELAMATANPENERBANGAN SIPIL

BAGIAN 176

PENCARIAN DAN PERTOLONGAN

REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN PERHUBUNGAN

Page 5: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

istilah-istilah berikut yang digunakan dalam Standar dan Teknis yang dianjurkandalam pencarian dan pertolongan,antara lain:

Alerting post. Setiap unit/organisasi/instansi yang berperan dan berfungsisebagai perantara antara pelapor keadaan darurat dengan BADAN SARNASIONAUKantor SAR.

Alert phase. Situasi di mana muncul kekhawatiran mengenai keselamatanpesawat dan penumpangnya.

Distress phase. Situasi di mana diketahui dengan pasti bahwa pesawat danpenumpangnya berada dalam keadaan darurat dan memerlukan bantuanpertolongan dan penyelamatan segera.

Emergency phase. Istilah umum yang merujuk kepada tingkat keadaan daruratyaitu tingkat meragukan, mengkhawatirkan, dan memerlukan bantuan.

Instansi/Organisasi berpotensi SAR. adalah kementerian, lembaga pemerintahnon departemen, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerahkabupaten/kota, badan usaha, dan organisasi non pemerintah.

Joint rescue coordination centre (JRCC). pusat koordinasi pencarian danpertolongan yang bertanggung jawab dalam penanganan musibahpenerbangan,dan pelayaran.

Operator. Badan usaha angkutan udara, badan usaha milik negara, badan usahamilik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas ataukoperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untukdigunakan mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos dengan memungutpembayaran.

Pilot-in-command. Pilot yang ditunjuk oleh operator, yang bertanggungjawabatas pesawat beserta isinya selama penerbangan.

Rescue. operasi untuk menyelamatkan orang- orang yang berada dalamkeadaan darurat termasuk memberikan pertolongan pertama medis dan/ataukebutuhan lainnya, Serta mengevakuasi korban ke tempat yang lebih aman.

Page 6: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

Rescue coordination centre (RGG). Unit yang bertanggung jawab untukmerekomendasikan organisasi yang tepat untuk pencarian dan pertolongan,serta mengkoordinasikan pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan dalamsuatu daerah pencarian dan pertolongan. Dalam peraturan ini yang dimaksuddengan RCC dan RSC adalah BASARNAS

Rescue subcentre (RSG). Unit bawahan pusat koordinasi pertolongan yangdidirikan untuk melengkapi dan memiliki tanggung jawab khusus. Dalamperaturan ini yang dimaksud dengan RCC dan RSC adalah BASARNAS

Search. Operasi pencarian yang dikoordinasikan oleh BASARNAS denganmenggunakan personel dan fasilitas yang tersedia untuk melakukan pencarianterhadap orang-orang yang hilangl dikhawatirkan hilang dalam penerbangan danpelayaran.

Search and rescue aircraft. Pesawat yang dilengkapi dengan peralatan khususyang sesuai untuk melaksanakan misi pencarian dan pertolongan.

Search and Rescue Resources adalah sumber daya manusia, sarana danprasarana yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan operasi Searchand Rescue.

Search and rescue service. Pelayanan pencarian dan pertolongan terhadappesawat udara dan kapal beserta penumpangnya yang berada dalam keadaandarurat atau dikhawatirkan berada dalam keadaan darurat dalam penerbangan,pelayaran dan/atau musibahl bencana lainnya.

Search and rescue region (SRR). batas wilayah tanggung jawab SAR sesuaidengan FIR (Flight Information Region).

Search and rescue unit. Sebuah unit yang terdiri dari tenaga terlatih dalambidang SAR dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk melakukanoperasi pencarian dan pertolongan.

Uncertainty phase. Situasi dimana terdapat keragu-raguan terhadapkeselamatan pesawat dan penumpangnya.

Page 7: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Ditjen Hubud membuat perjanjian kesepakatan dengan BASARNASsesuai dengan ketentuan dalam regulasi serta ICAD Annex 13 untukpemberian pelayanan SAR di dalam SSR Indonesia. Perjanjiankesepakatan dimaksud meliputi pengawasan terhadap pelayanan SARoleh Ditjen Hubud.

2. BASARNAS secara sendiri atau bekerjasama dengan instansi atauorganisasi berpotensi SAR di dalam negeri maupun bekerjasamadengan Negara lain, membentuk dan menyediakan jasa pencarian danpertolongan di dalam wilayah tanggung jawab SAR Indonesia untukmenjamin ketersediaan bantuan yang diberikan kepada orang-orangyang berada dalam keadaan darurat. Layanan tersebut diberikan 24jam sehari.

3. Untuk memberikan pelayanan pada wilayah laut lepas atau wilayahyang tidak termasuk dalam teritori Negara manapun, maka tim SARakan dibentuk berdasarkan perjanjian navigasi udara regional.

4. Unsur-unsur dasar pelayanan pencarian dan pertolongan harusmencakup kerangka hukum, penanggung jawab, sumber daya yangterorganisasi, fasilitas komunikasi dan personel yang terampil dalamfungsi koordinasi dan operasional di bidang pencarian danpertolongan.

5. BASARNAS meningkatkan penyediaan layanan, termasuk aspekperencanaan dan pelatihan, baik di dalam negeri maupun luar negeridengan perjanjian kerjasama internasional,

6. Dalam memberikan bantuan kepada pesawat yang berada dalamkeadaan darurat, Badan SAR Nasional tidak membedakankebangsaan, kewarganegaraan maupun status korban.

7. Badan SAR Nasional bertanggung jawab menyediakan pelayanan jasaSAR, unit pencarian dan pertolongan, dan fasilitas lain yang tersediauntuk membantu setiap pesawat udara atau penumpang yang beradadalam keadaan darurat.

8. Badan SAR Nasional harus mengkoordinasikan pemberdayaan setiapinstansi/organisasi yang berpotensi SAR untuk keperluan pencariandan pertolongan.

Page 8: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

9. Badan SAR Nasional harus membentuk Kantor SAR untukmengkoordinasikan operasi SAR terhadap musibah penerbangan danpelayaran.

1. BASARNAS wajib menetapkan wilayah tanggung jawab SAR-nya.Wilayah tanggung jawab SAR tersebut tidak boleh tumpang tindihdengan wilayah tanggung jawab SAR negara lain, dan wilayah tanggungjawab SAR negara-negara yang bertetangga harus saling berbatasan.

2. Batas wilayah tanggung jawab SAR sekurang- kurangnya sama denganbatas flight information regions dan batas wilayah tanggung jawab SARdi laut, serta wilayah laut lepas.

1. Badan SAR Nasional harus mendirikan Kantor SAR di wilayah tanggungjawab SAR-nya.

2. Badan SAR Nasional dapat memberikan layanan SAR secara bersama-sama dengan Negara Tetangga dalam hal wilayah tanggung jawab SARmelampaui batas wilayah udara.

3. Badan SAR Nasional wajib mendirikan kantor SAR diwilayah udara yangmasuk seluruhnya atau sebagian ke wilayah SAR negara lain.

4. Setiap Kantor SAR wajib melakukan siaga SAR selama 24 jam secaraterus menerus, dan menugaskan personel yang terlatih dan mahir dalampenggunaan bahasa komunikasi radiotelefoni.

5. Personel Kantor SAR yang bertugas melakukan komunikasi radiotelefoniharus mahir dalam penggunaan bahasa Inggris.

6. Badan SAR nasional menunjuk unit pelayanan publik atau swastasebagai post siaga di daerah dimana fasilitas telekomunikasi umumtidak memungkinkan seseorang dapat mengetahui pesawat udaraberada dalam keadaan darurat dan melaporkan secara langsung dancepat ke Kantor SAR.

1. Setiap Kantor SAR harus mempunyai sarana komunikasi dua arah yangcepat dan handal yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan:

Page 9: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

d) stasiun radio pantai yang dapat memperingatkan danberkomunikasi dengan kapal-kapal di laut;

f) seluruh pusat koordinasi pertolongan musibah pelayaran didaerah yang bersangkutan dan pusat koordinasi pertolonganmusibah penerbangan atau pusat-pusat koordinasi pertolongangabungan di daerah yang berbatasan;

j) Cospas Sarsat Mission Control Center yang melayani wilayahtanggung jawab SARnya.

1. Badan SAR Nasional harus menunjuk elemen-elemen masyarakat atauswasta yang berpotensi SAR sebagai SAR unit.

2. Standar minimum unit dan fasilitas yang diperlukan untuk pelaksanaanoperasi SAR dalam suatu wilayah tanggung jawab SAR, sesuai denganperjanjian navigasi udara regional dan ditetapkan dalam RencanaNavigasi Penerbangan dan Fasilitas Layanan serta publikasi-publikasimengenai implementasi layananSAR.

3. Badan SAR Nasional wajib menunjuk elemen publik atau swastasebagai bagian dari Rencana Operasi SAR walaupun elemen-elemendimaksud tidak memenuhi syarat sebagai SAR unit akan tetapi dapatberperan dalam suatu operasi SAR.

Page 10: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. SAR unit harus dilengkapi dengan peralatan pencari yang cepat danperalatan untuk pemberian bantuan yang memadai di lokasi musibah.

2. Tiap SAR unit harus dilengkapi dengan sarana komunikasi dua arahyang cepat dan handal untuk berkomunikasi dengan fasilitas SARyang lain yang terlibat dalam operasi SAR yang sama.

3. Tiap pesawat udara SAR harus dilengkapi dengan sarana komunikasiyang dapat digunakan berkomunikasi pada frekuensi-frekuensi daruratpenerbangan dan serta pada frekuensi-frekuensi yang lain di lokasimusibah

4. Setiap pesawat udara SAR harus dilengkapi dengan perangkat"homing" pada frekuensi darurat.

5. Setiap pesawat udara SAR yang digunakan untuk operasi SAR diwilayah lautan harus dilengkapi dengan alat komunikasi yang dapatdigunakan untuk berkomunikasi dengan kapal laut.

6. Setiap pesawat SAR yang digunakan untuk operasi SAR di wilayahlautan harus membawa salinan Kode Sinyal Internasional untukmengatasi kesulitan yang mungkin dialami dalam berkomunikasidengan kapal.

7. Pesawat Udara SAR wajib membawa peralatan untuk droppingbantuan bagi korban Kecuali diketahui bahwa suplai perbekalan bagikorban melalui udara tidak diperlukan.

8. Badan SAR Nasional harus menempatkan perlengkapan bertahanhidup yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat diterjunkan daripesawat udara di setiap bandar udara yang dianggap perlu.

Page 11: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Direktorat Jenderal bekerjasama dengan Badan SAR I'lasional harusmengkoordinasikan kerja sama instansi/organisasi berpotensi SARdalam negeri dengan instansi/organisasi berpotensi SAR negara-negara tetangga.

2. Direktorat Jenderal bekerjasama dengan Badan SAR Nasional, kapanpun diperlukan, mengkoordinasikan operasi SAR dengan negaratetangga khususnya ketika operasi SAR tersebut dilaksanakan diwilayah perbatasan.

3. Direktorat Jenderal bekerjasama dengan Badan SAR Nasional harussedapat mungkin mengembangkan rencana dan prosedur SARbersama untuk memudahkan koordinasi operasi SAR dengan negaratetangga.

4. Badan SAR Nasional wajib mengizinkan SAR unit Negara lainmemasuki wilayah kedaulatan RI dengan tujuan mencari lokasimusibah pesawat udara dan menyelamatkan korban yang selamatdalam musibah tersebut dengan tunduk kepada aturan-aturan yangberlaku di Indonesia.

5. Dalam hal Direktorat Jenderal bekerjasama dengan Badan SARNasional akan menugaskan SAR unit-nya memasuki wilayahkedaulatan Negara lain untuk tujuan operasi SAR, maka Ditjen Hubudharus mengirimkan permohonan, kepada Otoritas SAR Negara yangbersangkutan atau otoritas lain sebagaimana yang telah ditetapkanoleh Negara terse but.

6. Dalam hal Badan SAR Nasional menerima permohonan SAR unitnegara lain untuk melakukan kegiatan SAR, Badan SAR Nasionalsecepatnya memberitahu bahwa permohonan telah diterima, dansegera menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhioleh Negara pemohon untuk dapat melaksanakan kegiatan SAR diwilayah Indonesia.

Page 12: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

7. Badan SAR Nasional harus membuat perjanjian dengan negara-negaratetangga untuk memperkuat kerjasama dan koordinasi SAR, denganmenetapkan persyaratan-persyaratan bagi masing-masing SAR unituntuk memasuki wilayah kedaulatan negara lainnya. Perjanjian ini harusdibuat untuk memperlancar masuknya SAR unit tersebut ke wilayahkedaulatan negara lainnya.

8. Badan SAR Nasional dapat memberi kewenangan kepada Kantor SARuntuk meminta bantuan dari Kantor SAR lain jika dibutuhkan, sepertipesawat udara, kapal, personel atau peralatan yang mungkin diperlukan;

9. Badan SAR Nasional dapat memberi kewenangan kepada Kantor SARuntuk memberikan bantuan kepada kantor-kantor SAR lainnya, jikadiminta, termasuk bantuan dalam bentuk pesawat, kapal, personel atauperalatan.

10. Badan SAR Nasional harus membuat pengaturan untuk pelatihan danlatihan SAR bersama yang melibatkan SAR unitnya, SAR unit negara laindan operator penerbangan negara lain, untuk meningkatkan efisiensi dibidang pencarian dan pertolongan.

11. Badan SAR Nasional harus membuat pengaturan untuk kunjunganpersonel Kantor SAR secara periodik ke otoritas SAR negara tetanggadalam rangka meningkatkan kerjasama SAR.

1. Badan SAR Nasional wajib membuat peraturan terhadap semua pesawatudara, kapal, instansi/ organisasi dalam negeri dan fasilitas yang bukanbagian dari organisasi SAR untuk bekerja sama dalam upaya- upayapencarian dan pertolongan kecelakaan pesawat udara.

2. Badan SAR Nasional harus melakukan koordinasi dengan otoritaspenerbangan dan otoritas pelayaran untuk menjamin pemberianpelayanan SAR secara efektif dan efisien.

3. Badan SAR Nasional harus melakukan koordinasi dan kerjasama dengankomite nasional yang membidangi investigasi kecelakaan pesawat udaradan dengan otoritas yang berwenang dalam penanganan korbanmusibah.

4. Untuk kepentingan penyelidikan kecelakaan pesawat udara, Tim SARdapat didampingi oleh investigator.

5. Badan SAR Nasional harus membentuk Mission Coordination Centreuntuk penerimaan data musibah dari Cospas Sarsat.

Page 13: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Badan SAR Nasional harus menyampaikan dan menyebarluaskaninformasi yang diperlukan apabila Tim SAR negara lain akanmemasuki wilayah teritorial Indonesia dalam rangka pencarian danpertolongan atau informasi tersebut dimasukan dalam perjanjian SARantar negara.

2. Badan SAR Nasional dapat, menyebarluaskan informasi kepadamasyarakat umum dan unit yang bertanggung jawab memberikantanggap darurat mengenai tindakan yang harus diambil ketika pesawatudara yang mengalami keadaan darurat menjadi perhatian publik ataumembutuhkan tanggap darurat umum.

Page 14: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

SUB BAG IANPERSIAPAN

1. Setiap kantor SAR harus memiliki informasi yang terkini mengenai hal-hal yang terkait dengan wilayah tanggung jawabnya sebagai berikut:

d) alamat dan nomor telepon dari semua operator, atau perwakilan yangditunjuk,

e) sumber daya publik dan swasta lain termasuk fasilitas medis dantransportasi yang mungkin akan berguna dalam pencarian danpertolongan.

2. Setiap kantor SAR dapat memiliki semua informasi lainnya yangberhubungan untuk operasi, termasuk informasi mengenai:

a) lokasi, nama panggilan, jam-jam siaga, dan frekuensi semua stasiunradio yang dibutuhkan dalam mendukung operasi SAR;

b) lokasi dan jam-jam siaga stasiun- stasiun radio, dan frekuensi-frekuensi yang digunakan;

c) lokasi di mana pasokan peralatan dan perbekalan darurat untukbertahan hidup disimpan; dan

d) objek yang memiliki kemiripan dengan reruntuhan pesawat udara. jikadilihat dari udara.

3. Setiap kantor SAR yang wilayah tanggung jawabnya meliputi daerah-daerah lautan wajib memiliki akses informasi tentang posisi, arah dankecepatan kapal yang berada dalam wilayah tanggung jawabnya yangmungkin dapat memberikan bantuan kepada pesawat udara yangmengalami keadaan darurat dan informasi tentang bagaimana caramenghubungi kapal dimaksud.

Page 15: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Setiap kantor SAR harus mempersiapkan rincian rencana operasi SARuntuk melaksanakan operasi SAR di dalam wilayah tanggungjawabnya.

2. Rencana operasi SAR dapat dikembangkan bersama-sama denganperwakilan dari operator dan badan-badan pemerintah maupunswasta yang dapat membantu dalam memberikan layanan SAR.

3. Rencana operasi SAR harus menentukan aturan- aturan dalam halpemberian bantuan dan pengisian bahan bakar, pesawat udara, kapaldan kendaraan yang digunakan dalam operasi SAR, termasuk yangdisediakan oleh Negara lain.

4. Rencana operasi SAR harus memuat rincian mengenai tindakan yangakan diambil oleh orang-orang yang terlibat dalam operasi SARmeliputi:

c) tindakan yang harus diambil bersama-sama dengan kantor SARlain;

d) metode menyiagakan pesawat dan kapal-kapal yang sedangmelintas di wilayah tersebut;

f) kemungkinan penarikan kembali peralatan yang dipergunakankarena faktor cuaca atau faktor lainnya.

g) metode untuk memperoleh informasi penting yang terkait operasiSAR, seperti laporan dan prakiraan cuaca, sesuai NOTAM, dll;

h) metode untuk mendapatkan bantuan dari kantor SAR lain, sepertibantuan pesawat udara, kapal, personel atau peralatan;

i) metode untuk membantu pesawat yang mengalami keadaandarurat yang akan mendarat di laut agar menuju lokasi kapalterdekat;

j) metode untuk membantu tim SAR atau pesawat udara SAR agarmenuju pesawat yang mengalami keadaan darurat.

Page 16: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

k) bekerjasama dengan unit-unit pelayanan lalu Iintas udara danotoritas lain yang bersangkutan untuk membantu pesawat udarayang diketahui atau diyakini mengalami tindakan pelanggaranhukum.

5. Rencana operasi SAR harus diintegrasikan dengan rencana tanggapdarurat bandar udara untuk menyediakan layanan SAR di wilayahsekitar bandar udara.

a) Mengetahui secara pasti semua bagian dari rencana operasi yangditetapkan dalam 176.011

a) Mempertahankan kesiapan jumlah fasilitas SAR yangdiperlukan;dan

b) Mempertahankan kertersediaan perbekalan makanan,perlengkapan medis, perangkat sinyal dan perlengkapan SAR lain.

Untuk mencapai dan mempertahankan efisiensi maksimum dalampencarian dan pertolongan, Badan SAR Nasional akan memberikanpelatihan SAR rutin terhadap personelnya dan mengatur pelaksanaanlatihan SAR.

Setelah proses investigasi selesai, BASARNAS harus memindahkanreruntuhan pesawat udara akibat kecelakaan pesawat udara di dalamwilayah kedaulatan Indonesia atau, di lautan lepas atau di wilayah yangtidak menjadi tanggung jawab negara manapun tetapi merupakanbagian wilayah tanggung jawab Badan SAR Nasional.

j

Page 17: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Setiap otoritas atau elemen organisasi SAR yang mengetahui bahwasuatu pesawat mengalami keadaan darurat harus segera melapor danmemberikan semua informasi yang dimiliki kepada Basarnas atauKantor SAR untuk tindakan penyelamatan.

2. Setelah menerima informasi tentang pesawat yang berada dalamkeadaan darurat, Basarnas/Kantor SAR akan segera mengevaluasiseluruh informasi yang diterima dan menilai sejauh mana operasi SARperlu dilakukan.

3. Jika informasi mengenai pesawat yang berada dalam keadaan daruratditerima dari sumber lain selain unit pelayanan lalu Iintas udara, makaBasarnas/Kantor SAR harus menetapkan jenis tingkat keadaandaruratnya dan menjalankan prosedur yang tepat sesuai dengan jenistingkat keadaan darurat tersebut.

176.080 Prosedur yang Dilakukan Oleh Basarnas/Kantor SAR dalam TingkatKedaan Darurat

Dalam tahap Menyadari ini, Basarnas/Kantor SAR harus bekerjasama penuh dengan unit-unit pelayanan lalu Iintas udara daninstansi-instansi lain lain yang terkait agar laporan-Iaporan yangmasuk dapat segera dievaluasi.

Dalam Tahap Mengkuatirkan ini, Basarnas/Kantor SAR harussegera menyiagakan SAR-SAR unit dan melakukan tindak awalyang diperlukan.

a) secepatnya melaksanakan tindak awal denganmengerahkan SAR unit sesuai dengan rencana operasiyang telah disusun;

Page 18: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

b) memastikan POSISI pesawat, memperkirakan tingkatketepatan posisi pesawat dan, atas dasar informasitersebut, menentukan sejauh mana area pencarian yangakan dicari;

c) jika perlu memberitahu operator, dan memberitahukanperkembangan informasi operasi SAR kepada operator;

d) memberitahukan kepada Kantor SAR lain, bantuan yangmungkin diperlukan, atau yang mungkin akan terlibat dalamoperasi SAR;

e) memberitahukan kepada unit pelayanan lalu Iintas udaraterkait, jika informasi keadaan darurat diterima dari sumberlain;

f) menyampaikan permintaan pada kesempatan pertamamengenai pesawat terbang, kapal, stasiun radio pantai danunit layanan lainnya yang dapat membantu pelaksanaanoperasi SAR namun tidak secara khusus termasuk dalamrencana operasi;

g) terus-menerus memantau dan mendengarkan transmisi-transmisi dari pesawat yang mengalami keadaan bahaya,perangkat radio darurat atau ELT;

h) memberikan bantuan yang sedapat mungkin dilakukankepada pesawat yang mengalami keadaan darurat, dan

i) memberitahukan kantor-kantorperkembangan operasi;

j) berdasarkan informasi yang ada, menyusun secara rincirencana tindakan untuk melakukan operasi SAR danmengkomunikasikan rencana operasi tersebut sebagaipanduan bagi pihak-pihak lain yang membantupelaksanaan operasi;

k) bila perlu mengubah rencana operasi sesuai dengankeadaan yang berkembang;

I) memberitahukan kepada instansi yang berwenang dalampenyelidikan kecelakaan pesawat;

Page 19: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

4. Tindak awal operasi SAR terkait dengan pesawat yangposisinya tidak diketahui.

Dalam hal telah dinyatakan tingkat keadaan darurat terhadapsuatu pesawat yang posisinya tidak diketahui dan mungkinberada di dalam salah satu dari dua atau lebih wilayahtanggung SAR, maka harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Jika Basarnas/Kantor SAR diberitahu tentang adanyakeadaan darurat dan tidak mengetahui bahwa sudah adaotoritas SAR lain yang menangani, maka ia harusmelakukan tindakan-tindakan sesuai dengan 176.080 danberunding dengan otoritas SAR Negara-negara tetanggauntuk segera menunjuk salah satu otoritas SAR yang akanbertanggung jawab.

b) Kecuali telah ditentukan melalui kesepakatan bersamaantar otoritas SAR yang bersangkutan, maka otoritas SARyang harus mengkoordinasikan operasi SAR adalahotoritas yang bertanggung jawab di dalam :

(i) wilayah di mana pesawat melaporkan posisiterakhirnya, atau

(ii) wilayah kemana pesawat akan menuju ketikamelaporkan posisi terakhirnya yang berada di garisyang memisahkan dua wilayah tanggung jawab SAR;atau

(iii) wilayah yang akan dituju oleh pesawat jika pesawat itutidak dilengkapi dengan perangkat radio yangmemadai atau secara hukum tidak wajib melakukankomunikasi radio.

(iv) wilayah dimana lokasi musibah telah dideteksi olehsystem satelit Sarsat Cospas.

c) Setelah dinyatakan tingkat keadaan darurat, makaBasarnas/kantor SAR dengan segala kewenangankorrdinasinya bertanggung jawab untuk memberitahukankepada semua pusat koordinasi bantuan yang mungkinterlibat dalam operasi mengenai semua keadaan daruratdan perkembangannya. Demikian juga, seluruh pusat

Page 20: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

koordinasi bantuan yang mengetahui informasi apapunberkaitan dengan keadaan darurat yang terjadi, harusmemberitahukan kepada Basarnas/kantor SAR.

5. Menyampaikan Informasi kepada Pesawat yang Melintas Terkaitdengan Tingkat Keadaan Darurat yang telah Dinyatakan Kapanpundiperlukan, Basarnas/kantor SAR harus memberitahukan kepada unitpelayanan lalu lintas udara yang melayani FIR di mana pesawattersebut terbang, mengenai informasi tindak awal operasi SAR, agarinformasi tersebut bisa disampaikan kepada pesawat-pesawat yangmelintas.

176.085 Prosedur di mana tanggung jawab untuk melaksanakan operasi SARmeluas ke lebih dari satu negara

Jika wilayah pelaksanaan operasi SAR mencakup lebih dari satuNegara, maka setiap negara yang terkait wajib mengambil tindakansesuai dengan rencana operasi yang ditentukan oleh otoritas SAR diwilayah tersebut.

Pihak berwenang yang harus segera melaksanakan operasi SAR ataubagian daripadanya wajib :

a) memberikan instruksi dan arahan kepada unit di bawahnya danmenginformasikan instruksi tersebut kepada Basarnas/kantor SAR,dan

b) terus-menerus menyampaikan perkembangan operasi kepadaBasarnas/kantor SAR.

176.095 Prosedur yang harus dilakukan oleh Basarnas untuk penghentian danpenundaaan operasi SAR

1. Operasi SAR harus terus dilaksanakan sampai seluruh korban selamattelah dievakuasi ke tempat yang aman atau sampai seluruhkemungkinan untuk menyelamatkan korban sudah tidak ada lagi.

2. Basarnas berhak untuk menentukan kapan operasi SAR harusdihentikan.

Page 21: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

3. Jika operasi SAR telah berhasil atau jika Basarnasmempertimbangkan, atau diberitahu, bahwa keadaan darurat sudahtidak terjadi lagi, maka Basarnas harus membatalkan keadaan darurat,menghentikan operasi SAR dan memberitahukan hal tersebut kepadaseluruh instansi, fasilitas atau unit yang terlibat.

4. Jika operasi SAR tidak mungkin dilanjutkan tetapi Basarnasmenyimpulkan bahwa mungkin masih ada korban yang selamat, makaBasarnas sementara akan menghentikan operasi SAR sambilmenunggu perkembangan lebih lanjut dan akan segeramemberitahukan kepada otoritas, unit, dan fasilitas yang telahdilibatkan mengenai hal tersebut. Informasi relevan yang diterimaselanjutnya akan dievaluasi dan operasi SAR kembali dilaksanakanjika perlu.

1. Jika terdapat banyak fasilitas SAR yang terlibat dalam operasi di lokasimusibah, maka Basarnas/kantor SAR harus menunjuk satu atau lebihSAR unit di lokasi musibah untuk mengkoordinasikan seluruh tindakanuntuk menjamin keamanan dan efektivitas operasi SAR, denganmemperhatikan kemampuan dan persyaratan operasional fasilitasSAR tersebut.

2. Jika pilot mengetahui bahwa pesawat atau kapal lain berada dalamkeadaan darurat, maka jika mungkin dan kecuali dianggap tidak masukakal atau tidak perlu, pilot wajib :

a) tetap mengawasi pesawat yg berada dalam keadaan darurattersebut sampai diperintahkan untuk meninggalkan tempatkejadian atau diberitahu oleh Basarnas/kantor SAR bahwa halitu tidak perlu lagi dilakukan;

c) melapor kepada Basarnas/kantor SAR atau kepada unitpelayanan lalu lintas udara informasi sebagai berikut :

(i) jenis pesawat yang mengalami musibah besertaidentifikasi dan kondisinya;

(ii) posisi pesawat, dinyatakan dalam koordinat geografisatau grid atau dalam jarak yang sesua, atau dari bantuannavigasi radio;

j

Page 22: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

(iii) waktu melihat kejadian dinyatakan dalam jam dan menitdalam Coordinated Universal Time (UTC);

(iv) jumlah korban yang dilihat;(v) apakah korban yg dilihat telah terlepas dari bahaya;(vi) kondisi cuaca lokasi musibah;(vii) kondisi fisik korban yang selamat;(viii) rute akses ke lokasi musibah.

d) bertindak seperti yang diinstruksikan oleh Basarnas/kantor SARatau unit pelayanan lalu lintas udara.

3. Jika pesawat pertama yang tiba di lokasi musibah bukan pesawatSAR, maka pesawat tersebut harus mengambil alih kendali dilokasi musibah sampai pesawat SAR tiba. Jika pesawat tersebuttidak mampu berkomunikasi dengan Basarnas/kantor SAR ataudengan pusat atau unit pelayanan lalu lintas udara, maka melaluikesepakatan bersama, kendali akan diserahkan kepada pesawatlain yang mampu sampai tibanya pesawat yang pertama.

4. Bila pesawat perlu menyampaikan informasi kepada korban atauunit pertolongan di darat, sedangkan komunikasi dua arah tidakdapat dilakukan, maka dapat dilaksanakan dropping peralatankomunikasi yang akan memungkinkan kontak langsung, ataumenyampaikan informasi dengan menjatuhkan pesan tertulis.

5. Jika sinyal darat telah diberikan, maka pesawat harusmenunjukkan apakah sinyal tersebut sudah dipahami atau belumdengan cara seperti yang diuraikan dalam 176.100.3. atau, jikatidak, dapat dilakukan dengan membuat sinyal visual yangsesuai.

6. Jika pesawat perlu menuju langsung ke kapal yang beradadilokasi musibah, maka pesawat tersebut harus melakukannyadengan memberitahukan kedatangannya dengan caraapapun.Jika tidak ada radio komunikasi yang dapat digunakan,pesawat harus membuat sinyal visual.

Kapanpun Pilot menerima berita musibah, maka jika memungkinkanpilot harus:

Page 23: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

d) menginformasikan kepada Basarnas/kantor SAR atau unit pelayananlalu lintas udara mengenai transmisi berita musibah dan memberikansemua informasi yang tersedia, dan

e) tergantung kepada kebijaksanaan pilot, sambil menunggu instruksilebih lanjut, melanjutkan menuju ke posisi lokasi musibah yangdiberikan dalam transmisi.

1. Sinyal visual Udara-ke-darat dan darat-ke-udara seperti dalamLampiran, jika digunakan, harus memiliki makna seperti yangditunjukkan di dalamnya. Signal itu hanya akan digunakan untuktujuan-tujuan yang telah ditentukan dan tidak boleh menggunakansinyallain yang mungkin akan membingungkan.

2. Setelah melihat salah satu sinyal seperti yang tercantum dalamLampiran, maka pesawat harus mengambil tindakan yang diperlukanberdasarkan penafsiran terhadap sinyal yang diberikan dalamnLampiran.

1. Basarnas/kantor SAR harus mempunyai catatan tentang efisiensioperasional SAR dari instansi/organisasi berpotensi SAR diwilayahnya.

2. Basarnas/kantor SAR harus mempersiapkan penilaian terhadapoperasi SAR yang terjadi di wilayahnya. Penilaian ini harus terdiri darisemua komentar yang terkait mengenai prosedur yang digunakan danmengenai peralatan dan perlengkapan darurat, dan semua saranuntuk perbaikan prosedur dan peralatan. Penilaian yang mungkinterkait dengan Negara lain harus diserahkan kepada ICAO sebagaiinformasi dan untuk disebarluaskan sebagaimana mestinya.

Page 24: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1.1 manuver berikut urutan b dilakukan dalam pesawat berarti bahwapesawat ingin langsung menuju sebuah daratan atau pesawatdalam kesusahan:

b) persimpangan kursus yang diproyeksikan pada daratanterdekat pada ketinggian rendah dan:

1) menggoyangkan sayap; atau2) membuka dan menutup throttle; atau3) mengubah baling-baling.

Catatan .- Karena tingkat kebisingan yang tinggi di permukaan darat,sinyal suara dalam 2) dan 3) mungkin kurang efektif daripadasinyal visual dalam 1) dan dianggap sebagai sarana alternatifmenarik perhatian.

c) menuju ke arah di mana daratan berada.

1.2 berikut ini manuver oleh pesawat berarti bahwa bantuan daripermukaan darat yang diarahkan sinyal tidak lagi diperlukan:

Page 25: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

Catatan. - balasan berikut ini mungkin dibuat oleh daratan ke sinyaldi 1.1:

1) "kode panji" (vertikal garis-garis merah dan putih)dekat (berarti dipahami);

2) yang berkedip dari sebuah suksesi dari "T" oleh sinyallampu dalam kode Morse;

3) perubahan dari pos untuk mengikuti pesawat.

1) yang mengibarkan bendera internasional "N" (birudan kotak-kotak putih persegi);

2) yang berkedip dari sebuah suksesi dari "N's" dalamkode Morse.

No. Message Code symbol

1. Perlu bantuan V

2. Perlu bantuan medis X

3. No atau Negatif N

4. Ya atau afirmatif y

5. Menuju ke arah ini t

Page 26: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

No. Message Code Symbol

1. Operasi telah selesai LLL

2. Semua orang telah ditemukan LL

3. Hanya beberapa orang yang ++ditemukan

4. Kami tidak mungkin kembali ke XXbase.

Kami dibagi dalam 2 (dua)kelompok, masing - masing ? 75. kelompok menuju kearah sesuaiarah panah.

6. Informasi telah diterima, pesawatmenuju kea rah ini. ----. ----.

7. Belum ada yang ditemukan. NNPencarian akan dilanjutkan.

3.3 Simbol harus sekurang-kurangnya 2,5 meter (8 kaki) panjang danharus dibuat sebagai mencolok mungkin.

Catatan 1.- Simbol dapat dibentuk dengan cara apapun seperti:potongan kain, bahan parasut, potongan-potongankayu, batu atau seperti seperti bahan; menandaipermukaan oleh berjalan-jalan, atau menodai denganminyak.

Page 27: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

Catatan 2 - Perhatian terhadap sinyal di atas dapat tertarik olehcara-cara lain seperti radio, menara suar, asap dancahaya pantulan.

MENTERI PERHUBUNGAN,

ttd

Salinan sesuai denganKepala Biro H

UMAR IS, SH, MM, MHPembina Utama Muda (IV/c)NIP. 19630220 1989031 001

Page 28: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGANNOMOR : PM 55 Tahun 2011TANGGAL: 1 Juni 2011

CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS(C.A.S.R)

Part 176

SEARCH AND RESCUE

REPUBLIC OF INDONESIAMINISTRY OF TRANSPORTATION

Page 29: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

When the following terms are used in the Standards and RecommendedPractices for search and rescue, they have the following meanings:

Alerting post. Any facility intended to serve as an intermediary between a personreporting an emergency and a rescue coordination centre or rescue subcentre.

Alert phase. A situation wherein apprehension exists as to the safety of an aircraftand its occupants.

Distress phase. A situation wherein there is a reasonable certainty that an aircraftand its occupants are threatened by grave and imminent danger and requireimmediate assistance.

Emergency phase. A generic term meaning, as the case may be, uncertaintyphase, alert phase or distress phase.

Institutionl Organization with SAR Potential. Ministry, Government Institution,Province Government, Regency Government, operator, other Organization.

Joint rescue coordination centre (JRCC). A rescue coordination centreresponsible for both aeronautical and maritime search and rescue operations.

Operator. Air Transportation Company is a business entity owned by the state, theregion/province or an Indonesian legal entity in the shape of a limited privatecompany or cooperative which main activity is to operate aircrafts for transportationof passengers, cargo, and post by charging fees/payments.

Pilot-in-command. The pilot designated by the operator, or in the case of generalaviation, the owner, as being in command and charged with the safe conduct of aflight.

Rescue. An operation to retrieve persons in distress, provide for their initial medicalor other needs, and deliver them to a place of safety.

Rescue coordination centre (RCC). A unit responsible for promoting efficientorganization of search and rescue services and for coordinating the conduct ofsearch and rescue operations within a search and rescue region.

Rescue subcentre (RSC). A unit subordinate to a rescue coordination centre,established to complement the latter according to particular provisions of theresponsible authorities.

Page 30: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

Search. An operation normally coordinated by a rescue coordination centre orrescue subcentre using available personnel and facilities to locate persons indistress.

Search and rescue aircraft. An aircraft provided with specialized equipmentsuitable for the efficient conduct of search and rescue missions.

Search and rescue resources. Any human resources and facilities which can beused to conduct search and rescue operations.

Search and rescue service. The performance of distress monitoring,communication, coordination and search and rescue functions, initial medicalassistance or medical evacuation, through the use of public and private resources,including cooperating aircraft, vessels and other craft and installations.

Search and rescue region (SRR). An area of defined dimensions, associated witha rescue coordination centre, within which search and rescue services are provided.

Search and rescue unit. A mobile resource composed of trained personnel andprovided with equipment suitable for the expeditious conduct of search and rescueoperations.

Uncertainty phase. A situation wherein uncertainty exists as to the safety of anaircraft and its occupants.

Page 31: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. DGCA establish an agreement with Search and Rescue Agency for theprovision of SAR services in accordance with the requirement of thisregulation and ICAO Annex 13 for the indonesian SRR. The agreement shallinclude provision for safety oversight of the SAR services by DGCA

2. The SAR organization shall, individually or in cooperation with otherInstitutions or Organisations with SAR resources, arrange for theestablishment and prompt provision of search and rescue services withinIndonesian SSR to ensure that assistance is rendered to person in distress.Such services shall be provided on a 24-hour basis.

3. To provide service in the airspace over the high seas or in the airspace ofundetermined sovereignty, SAR Team will be established in accordance withRegional Air Navigation Agreement.

4. Basic elements of search and rescue services shall include a legalframework, a responsible authority, organized available resources,communication facilities and a workforce skilled in coordination andoperational functions.

5. Search and rescue services shall establish processes to improve serviceprovision, including the aspects of planning, domestic and internationalcooperative arrangements and training.

6. In providing assistance to aircraft in distress and to survivors of aircraftaccidents, the Search and Rescue organisation shall do so regardless of thenationality or status of such persons or the circumstances in which suchpersons are found.

7. The Search and Rescue organisation shall use search and rescue units andother available facilities to assist any aircraft or its occupants that are orappear to be in a state of emergency.

8. The Search and Rescue organisation should facilitate the efficientcoordinated use of aeronautical and maritime search and rescue services.

9. The Search and Rescue organisation shall establish rescue coordinationcentres to coordinate aeronautical and maritime search and rescueoperations, where practical.

Page 32: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. The Search and Rescue Agency shall delineate the search and rescueregions within which they will provide search and rescue services. Suchregions shall not overlap and neighbouring regions shall be contiguous.

2. Search and rescue regions should, in so far as practicable, be coincidentwith corresponding flight information regions and, with respect to those areasover the high seas, maritime search and rescue regions.

1. National Search and Rescue Agency shall establish a rescue coordinationcentre in each search and rescue region.

2. National Search and Rescue Agency may establish a rescue coordinationcentre with an associated search and rescue region that, in accordance withregional air navigation agreement, extends over an area greater than itssovereign airspace.

3. Where all or part of the airspace of a Contracting State is included within asearch and rescue region associated with a rescue coordination centre inanother Contracting State, that former State should establish a rescuesubcentre subordinate to the rescue coordination centre wherever this wouldimprove the efficiency of search and rescue services within its territory.

4. Each rescue coordination centre and, as appropriate, rescue subcentre, shallbe staffed 24 hours a day by trained personnel proficient in the use of thelanguage used for radiotelephony communications.

5. RCC personnel involved in the conduct of radiotelephony communicationsshould be proficient in the use of the English language.

6. In areas where public telecommunications facilities would not permit personsobserving an aircraft in emergency to notify the rescue coordination centreconcerned directly and promptly, National Search and Rescue Agency shoulddesignate suitable units of public or private services as alerting posts.

1. Each rescue coordination centre shall have means of rapid and reliabletwo-way communication with:

Page 33: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

d) where appropriate, coastal radio stations capable of alerting andcommunicating with surface vessels in the region;

f) all maritime rescue coordination centres in the region and aeronautical,maritime or joint rescue coordination centres in adjacent regions;

j) the Cospas-Sarsat Mission Control Centre servicing the search andrescue region.

1. National Search and Rescue Agency shall designate as search and rescueunits elements of public or private services suitably located and equipped forsearch and rescue operations.

2. The minimum units and facilities necessary for provision of search and rescueoperations within a search and rescue region are determined by regional airnavigation agreements and are specified in the appropriate Air NavigationPlan and Facilities and Services Implementation Document publications.

3. National Search and Rescue Agency shall designate as parts of the searchand rescue plan of operation, elements of public or private services that donot qualify as search and rescue units but are nevertheless able to participatein search and rescue operations.

1. Search and rescue units shall be provided with equipment for locatingpromptly, and for providing adequate assistance at, the scene of an accident.

2. Each search and rescue unit should have means of rapid and reliable two-way communication with other search and rescue facilities engaged in thesame operation.

Page 34: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

3. Each search and rescue aircraft shall be equipped to be able to communicateon the aeronautical distress and onscene frequencies and on such otherfrequencies as may be prescribed.

4. Each search and rescue aircraft shall be equipped with a device for homingon distress frequencies.

5. Each search and rescue aircraft, when used for search and rescue overmaritime areas, shall be equipped to be able to communicate with vessels.

6. Each search and rescue aircraft, when used for search and rescue overmaritime areas shall carry a copy of the International Code of Signals toenable it to overcome language difficulties that may be experienced incommunicating with ships.

7. Unless it is known that there is no need to provide supplies to survivors by air,at least one of the aircraft participating in a search and rescue operationshould carry droppable survival equipment.

8. National Search and Rescue Agencies should locate, at appropriateaerodromes, survival equipment suitably packed for dropping by aircraft.

Page 35: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

176.035 Cooperation between States

1. DGCA cooperate with National Search and Rescue Agency shall coordinatetheir search and rescue organizations with those of neighbouring States.

2. DGCA cooperate with National Search and Rescue Agency should, whenevernecessary, coordinate their search and rescue operations with those ofneighbouring States especially when these operations are proximate toadjacent search and rescue regions.

3. DGCA cooperate with National Search and Rescue Agency should, in so faras practicable, develop common search and rescue plans and procedures tofacilitate coordination of search and rescue operations with those ofneighbouring States

4. Subject to such conditions as may be prescribed by its own authorities, aNational Search and Rescue Agency shall permit immediate entry into itsterritory of search and rescue units of other States for the purpose ofsearching for the site of aircraft accidents and rescuing survivors of suchaccidents.

5. DGCA who wish search and rescue units to enter the territory of anotherContracting State for search and rescue purposes shall transmit a request,giving full details of the projected mission and the need for it, to the rescuecoordination centre of the State concerned or to such other authority as hasbeen designated by that State.

6. The authorities other Contracting States shall: - immediately acknowledgethe receipt of such a request, and - as soon as possible, indicate theconditions, if any, under which the projected mission may be undertaken.

7. National Search and Rescue Agency should enter into agreements withneighbouring States to strengthen search and rescue cooperation andcoordination, setting forth the conditions for entry of each other's search andrescue units into their respective territories. These agreements should alsoprovide for expediting entry of such units with the least possible formalities.

8. National Search and Rescue Agency should authorize its rescue coordinationcentres to request from other rescue coordination centres such assistance,including aircraft, vessels, persons or equipment, as may be needed;

9. National Search and Rescue Agency should authorize its rescue coordinationcentres to provide, when requested, assistance to other rescue coordinationcentres, including assistance in the form of aircraft, vessels, persons orequipment.

Page 36: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

10. National Search and Rescue Agency should make arrangements for jointtraining exercises involving their search and rescue units, those of otherStates and operators, in order to promote search and rescue efficiency.

11. National Search and Rescue Agency should make arrangements for periodicliaison visits by personnel of their rescue coordination centres and subcentresto the centres of neighbouring States.

1. National Search and Rescue Agency shall arrange for all aircraft, vessels andlocal services and facilities which do not form part of the search and rescueorganization to cooperate fully with the latter in search and rescue and toextend any possible assistance to the survivors of aircraft accidents.

2. National Search and Rescue Agency should ensure the closest practicablecoordination between the relevant aeronautical and maritime authorities toprovide for the most effective and efficient search and rescue services.

3. National Search and Rescue Agency shall ensure that their search and rescueservices cooperate with those responsible for investigating accidents and withthose responsible for the care of those who suffered from the accident.

4. To facilitate accident investigation, rescue units should, when practicable, beaccompanied by persons qualified in the conduct of aircraftaccident+i nvestigations.

5. National Search and Rescue Agencies shall designate a search and rescuepoint of contact for the receipt of Cospas-Sarsat distress data.

1. National Search and Rescue Agency shall publish and disseminate allinformation necessary for the entry of search and rescue units of other Statesinto its territory or, alternatively, include this information in search and rescueservice arrangements.

2. National Search and Rescue Agency should, to the extent desirable andpracticable, disseminate information to the general public and emergencyresponse authorities regarding actions to be taken when there is reason tobelieve that an aircraft's emergency situation may become cause for publicconcern or require a general emergency response.

Page 37: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Each rescue coordination centre shall have readily available at all timesup-to-date information concerning the following in respect of its searchand rescue region:

c) means of communication that may be used in search and rescueoperations;

d) addresses and telephone numbers of all operators, or their designatedrepresentatives, engaged in operations in the region;

e) any other public and private resources including medical andtransportation facilities that are likely to be useful in search and rescue.

2. Each rescue coordination centre should have readily available all otherinformation of interest to search and rescue, including informationregarding:

a) the locations, call signs, hours of watch, and frequencies of all radiostations likely to be employed in support of search and rescueoperations;

b) the locations and hours of watch of services keeping radio watch, andthe frequencies guarded;

c) locations where supplies of droppable emergency and survivalequipment are stored; and

d) objects which it is known might be mistaken for unlocated orunreported wreckage, particularly if viewed from the air.

3. Each rescue coordination centre whose search and rescue regionincludes maritime areas should have ready access to informationregarding the position, course and speed of ships within such areas thatmay be able to provide assistance to aircraft in distress and information onhow to contact them.

Page 38: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Each rescue coordination centre shall prepare detailed plans of operationfor the conduct of search and rescue operations within its search andrescue region.

2. Search and rescue plans of operations should be developed jointly withrepresentatives of the operators and other public or private services thatmay assist in providing search and rescue services or benefit from them,taking into account that the number of survivors could be large.

3. The plans of operation shall specify arrangements for the servicing andrefuelling, to the extent possible, of aircraft, vessels and vehiclesemployed in search and rescue operations, including those madeavailable by other States.

4. The search and rescue plans of operation should contain details regardingactions to be taken by those persons engaged in search and rescue,including:

a) the manner in which search and rescue operations are to beconducted in the search and rescue region;

f) the possible redeployment of equipment that may be necessitated bymeteorological or other conditions;

g) the methods for obtaining essential information relevant to search andrescue operations, such as weather reports and forecasts, appropriateNOTAM, etc.;

h) the methods for obtaining, from other rescue coordination centres,such assistance, including aircraft, vessels, persons or equipment, asmay be needed;

i) the methods for assisting distressed aircraft being compelled to ditch torendezvous with surface craft;

Page 39: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

j) the methods for assisting search and rescue or other aircraft toproceed to aircraft in distress; and

k) cooperative actions taken in conjunction with air traffic services unitsand other authorities concerned to assist aircraft known or believed tobe subject to unlawful interference.

5. Search and rescue plans of operation should be integrated with airportemergency plans to provide for rescue services in the vicinity ofaerodromes including, for coastal aerodromes, areas of water.

a) be cognizant of all parts of the plans of operation prescribed in 4.2 thatare necessary for the effective conduct of its duties; and

a) maintain in readiness the required number of search and rescuefacilities; and

b) maintain adequate supplies of rations, medical stores, signallingdevices and other survival and rescue equipment.

To achieve and maintain maximum efficiency in search and rescue, NationalSearch and Rescue Agency shall provide for regular training of their search andrescue personnel and arrange appropriate search and rescue exercises.

National Search and Rescue Agency should ensure that wreckage resulting fromaircraft accidents within its territory or, in the case of accidents on the high seasor in areas of undetermined sovereignty, within the search and rescue regions forwhich it is responsible, is removed, obliterated or charted following completion ofthe accident investigation, if its presence might constitute a hazard or confusesubsequent search and rescue operations.

Page 40: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. Any authority or any element of the search and rescue organization havingreason to believe that an aircraft is in an emergency shall giveimmediately all available information to the rescue coordination centreconcerned.

2. Rescue coordination centres shall, immediately upon receipt ofinformation concerning aircraft in emergency, evaluate such informationand assess the extent of the operation required.

3. When information concerning aircraft in emergency is received from othersources than air traffic services units, the rescue coordination centre shalldetermine to which emergency phase the situation corresponds and shallapply the procedures applicable to that phase.

Upon the occurrence of an uncertainty phase, the rescue coordinationcentre shall cooperate to the utmost with air traffic services units and otherappropriate agencies and services in order that incoming reports may bespeedily evaluated.

Upon the occurrence of an alert phase the rescue coordination centreshall immediately alert search and rescue units and initiate any necessaryaction.

Upon the occurrence of a distress phase, the rescue coordination centreshall:

a) immediately initiate action by search and rescue units inaccordance with the appropriate plan of operation;

b) ascertain the position of the aircraft, estimate the degree ofuncertainty of this position, and, on the basis of this informationand the circumstances, determine the extent of the area to besearched;

Page 41: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

c) notify the operator, where possible, and keep the operatorinformed of developments;

d) notify other rescue coordination centres, the help of which seemslikely to be required, or which may be concerned in the operation;

e) notify the associated air traffic services unit, when the informationon the emergency has been received from another source;

f) request at an early stage such aircraft, vessels, coastal stationsand other services not specifically included in the appropriate planof operation and able to assist to:

g) maintain a listening watch for transmissions from the aircraft indistress, survival radio equipment or an ELT;

j) from the information available, draw up a detailed plan of actionfor the conduct of the search and/or rescue operation requiredand communicate such plan for the guidance of the authoritiesimmediately directing the conduct of such an operation;

k) amend as necessary, in the light of evolving circumstances, thedetailed plan of action;

m) notify the State of Registry of the aircraft. The order in whichthese actions are described shall be followed unlesscircumstances dictate otherwise.

4. Initiation of search and rescue action in respect of an aircraft whoseposition is unknown

In the event that an emergency phase is declared in respect of anaircraft whose position is unknown and may be in one of two or moresearch and rescue regions, the following shall apply:

Page 42: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

a) When a rescue coordination centre is notified of the existence ofan emergency phase and is unaware of other centres takingappropriate action, it shall assume responsibility for initiatingsuitable action in accordance with 176.080 and confer withneighbouring rescue coordination centres with the objective ofdesignating one rescue coordination centre to assumeresponsibility forthwith.

b) Unless otherwise decided by common agreement of the rescuecoordination centres concerned, the rescue coordination centre tocoordinate search and rescue action shall be the centreresponsible for:

(ii) the region to which the aircraft was proceeding when its lastreported position was on the line separating two search andrescue regions; or

(iii) the region to which the aircraft was destined when it was notequipped with suitable two-way radio communication or notunder obligation to maintain radio communication; or

(iv) the region in which the distress site is located as identified bythe Cospas-Sarsat system.

c) After declaration of the distress phase, the rescue coordinationcentre with overall coordination responsibility shall inform allrescue coordination centres that may become involved in theoperation of all the circumstances of the emergency andsubsequent developments. Likewise, all rescue coordinationcentres becoming aware of any information pertaining to theemergency shall inform the rescue coordination centre that hasoverall responsibility.

5. Passing of information to aircraft in respect of which an emergency phasehas been declared. Whenever applicable, the rescue coordination centreresponsible for search and rescue action shall forward to the air trafficservices unit serving the flight information region in which the aircraft isoperating, information of the search and rescue action initiated, in orderthat such information can be passed to the aircraft.

j

Page 43: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

176.085 Procedures where responsibility for operations extends to two ormore Contracting States

Where the conduct of operations over the entire search and rescue regionis the responsibility of more than one Contracting State, each involvedState shall take action in accordance with the relevant plan of operationswhen so requested by the rescue coordination centre of the region.

The authorities immediately directing the conduct of operations or any partthereof shall:

a) give instructions to the units under their direction and inform the rescuecoordination centre of such instructions; and

176.095 Procedures for rescue coordination centres - termination andsuspension of operations

1. Search and rescue operations shall continue, when practicable, until allsurvivors are delivered to a place of safety or until all reasonable hopeof rescuing survivors has passed.

2. The responsible rescue coordination centre shall normally beresponsible for determining when to discontinue search and rescueoperations.

3. When a search and rescue operation has been successful or when arescue coordination centre considers, or is informed, that an emergencyno longer exists, the emergency phase shall be cancelled, the searchand rescue operation shall be terminated and any authority, facility orservice that has been activated or notified shall be promptly informed.

4. If a search and rescue operation becomes impracticable and the rescuecoordination centre concludes that there might still be survivors, thecentre shall temporarily suspend on-scene activities pending furtherdevelopments and shall promptly inform any authority, facility or servicewhich has been activated or notified. Relevant information subsequentlyreceived shall be evaluated and search and rescue operations resumedwhen justified and practicable.

Page 44: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. When multiple facilities are engaged in search and rescue operations on-scene, the rescue coordination centre or rescue subcentre shall designateone or more units on-scene to coordinate all actions to help ensure thesafety and effectiveness of air and surface operations, taking into accountfacility capabilities and operational requirements.

2. When a pilot-in-command observes that either another aircraft or asurface craft is in distress, the pilot shall, if possible and unless consideredunreasonable or unnecessary:

a) keep the craft in distress in sight until compelled to leave the sceneor advised by the rescue coordination centre that it is no longernecessary;

c) as appropriate, report to the rescue coordination centre or air trafficservices unit as much of the following information as possible:

(ii) its position, expressed in geographical or grid coordinates or indistance and true bearing from a distinctive landmark or from aradio navigation aid;

(iii) time of observation expressed in hours and minutesCoordinated Universal Time (UTC);

(v) whether persons have been seen to abandon the craft indistress;

d) act as instructed by the rescue coordination centre or the air trafficservices unit.

Page 45: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

3. If the first aircraft to reach the scene of an accident is not a search andrescue aircraft, it shall take charge of on-scene activities of all otheraircraft subsequently arriving until the first search and rescue aircraftreaches the scene of the accident. If, in the meantime, such aircraft isunable to establish communication with the appropriate rescuecoordination centre or air traffic services unit, it shall, by mutualagreement, hand over to an aircraft capable of establishing andmaintaining such communications until the arrival of the first search andrescue aircraft.

4. When it is necessary for an aircraft to convey information to survivors orsurface rescue units, and two-way communication its not available, it shall,if practicable, drop communication equipment that would enable directcontact to be established, or convey the information by dropping a hardcopy message.

5. When a ground signal has been displayed, the aircraft shall indicatewhether the signal has been understood or not by the means described in170.100.3 or, if this is not practicable, by making the appropriate visualsignal.

6. When it is necessary for an aircraft to direct a surface craft to the placewhere an aircraft or surface craft is in distress, the aircraft shall do so bytransmitting precise instructions by any means at its disposal. If no radiocommunication can be established, the aircraft shall make the appropriatevisual signal.

176.105 Procedures for a pilot-in-command intercepting a distresstransmission

Whenever a distress transmission is intercepted by a pilot-incommand ofan aircraft, the pilot shall, if feasible:

d) inform the appropriate rescue coordination centre or air traffic services unitof the distress transmission, giving all available information; and

e) at the pilot's discretion, while awaiting instructions, proceed to the positiongiven in the transmission.

Page 46: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1. The air-to-surface and surface-to-air visual signals in the Appendix shall,when used, have the meaning indicated therein. They shall be used onlyfor the purpose indicated and no other signals likely to be confused withthem shall be used.

2. Upon observing any of the signals in the Appendix, aircraft shall take suchaction as may be required by the interpretation of the signal given in thatAppendix.

1. Each rescue coordination centre should keep a record of the operationalefficiency of the search and rescue organization in its region.

2. Each rescue coordination centre should prepare appraisals of actualsearch and rescue operations in its region. These appraisals shouldcomprise any pertinent remarks on the procedures used and on the-emergency and survival equipment, and any suggestions for improvementof those procedures and equipment. Those appraisals which are likely tobe of interest to other States should be submitted to ICAG for informationand dissemination as appropriate.

Page 47: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1.1 The following manoeuvres performed in sequence b an aircraft mean thatthe aircraft wishes to direct a surface craft towards an aircraft or a surfacecraft in distress:

b) crossing the projected course of the surface craft close ahead at lowaltitude and:

1) rocking the wings; or

2) opening and closing the throttle; or

3) changing the propeller pitch.

Note.- Due to high noise level on board surface craft, the sound signals in 2)and 3) may be less effective than the visual signal in 1) and are regarded asalternative means of attracting attention.

c) heading in the direction in which the surface craft is to be directed.

Repetition of such manoeuvres has the same meaning.

1.2 The following manoeuvres by an aircraft means that the assistance of thesurface craft to which the signal is directed is no longer required:

- crossing the wake of the surface craft close astern at a low altitudeand:

1) rocking the wings; or

2) opening and closing the throttle; or

3) changing the propeller pitch.

Note.- The following replies may be made by surface craft to the signal in1.1:

1) the hoisting of the "code pennant" (vertical red and white stripes) closeup (meaning understood);

Page 48: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

1) the hoisting of the international flag "N" (a blue and white checkeredsquare);

No. Message Code symbol

1. Require assistance V

2. Require medical assistance X

3. No or Negative N

4. Yes or Affirmative y

5. Proceeding in this direction t

Page 49: Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176

No. Message Code Symbol1. Operation Completed LLL2. We Have found all personnel LL

3. We have found only some ++personnel4. We are not able to continue, XxReturning to base

5. Have divided into two groups,Each proceeding in direction ? ?indicated.

6. Information received that aircraft -+ -+is in this direction.

7. Nothing found. Will continue to NNsearch.

3.3 Symbols shall be at least 2.5 metres (8 feet) long andshall be made as conspicuous as possible.

Note 1.- Symbols may be formed by any means such as:strips of fabric, parachute material, pieces of wood, stones orsuch like material; marking the surface by tramping, orstaining with oil.

Note 2.- Attention to the above signals may be attracted byother means such as radio, flares, smoke and reflected light.

MINISTER FOR TRANSPORTATION,

ttd

FREDDY NUMBERI

Salinan sesuai denganKepala Biro H

UMAR IS SH MM MHPembina Utama Muda (IV/c)NIP. 19630220 198903 1 001