PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

73
PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI OLEH: TOGAP MARPAUNG KASUBDIT. KESEHATAN, INDUSTRI, DAN PENELITIAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 2008

Transcript of PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Page 1: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI

OLEH:TOGAP MARPAUNG

KASUBDIT. KESEHATAN, INDUSTRI, DAN PENELITIAN

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

2008

Page 2: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI

KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF DAN PEMBANGKIT RADIASI PENGION UNTUK PERALATAN RADIOGRAFI INDUSTRI

KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF DAN PESAWAT SINAR-X UNTUK PERALATAN GAUGING

KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

Page 3: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

II. RUANG LINGKUP

Peralatan di lokasi terbuka meliputi: Peralatan Radiografi gamma; Peralatan Radiografi sinar-X; Peralatan Radiografi Linac; Peralatan Radiografi gamma dengan alat

perangkak (crawler); Peralatan Radiografi sinar-X dengan alat

perangkak (crawler); Peralatan Radiografi netron dengan zat

radioaktif; Peralatan Radiografi Betatron.

A. Radiografi Industri

Page 4: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Peralatan di lokasi tertutup meliputi: Peralatan Radiografi gamma; Peralatan Radiografi sinar-X; Peralatan Radiografi Linac; Peralatan Radiografi Betatron.

Page 5: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

B. Gauging

Pesawat Sinar-X meliputi : pesawat sinar-X difraksi (XRD – X-Ray

Difraction); dan pesawat sinar-X fluorisen (XRF – X -Ray

Fluoresence).

Sumber Radioaktif meliputi : sumber radioaktif beraktivitas rendah; dan sumber radioaktif beraktivitas tinggi.

Page 6: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Pengelompokkan Zat Radioaktif Berdasarkan Tingkat Aktivitas dan Pesawat Sinar-X Berdasarkan Tingkat Energi

yang Digunakan dalam Peralatan Gauging

Pengelompokkan Zat Radioaktif Berdasarkan Tingkat Aktivitas

Pengelompokkan Pesawat Sinar-X Berdasarkan Tingkat Energi (Energi Rendah)

Page 7: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

No. Jenis Penggunaan Zat RadioaktifRentang Aktivitas

(GBq) (Ci)

Aktivitas Tinggi

1. Gauging ketinggian Cs-137Co-60

37 - 1903,7 - 370

1 - 50,1 - 10

2. Gauging untuk konveyor

Cs-137Cf-252

3,7 - 15001,4

0,1 - 400,037

3. Gauging untuk pipa Cs-137 74 - 190 2 - 5

Aktivitas Rendah

1. Gauging Ketebalan Kr-85Sr-90Am-241Pm-147Cm-244

1,9 - 370,37 - 7,4

11 – 221,9

7,4 - 37

0,05 - 1,00,01 - 0,20,3 - 0,6

0,050,2 - 1,0

2. Gauging Ketinggian Isi

Am-241Cs-137

0,44 - 4,41,9 - 2,4

0,012 – 0,120,05 – 0,065

3. Gauging Kerataan Permukaan

Am-241/Be 0,37 - 3,7 0,01 – 0,1

Cs-137 0,3 – 0,41 0,008 - 0,011

Ra-226 0,074 - 0,15 0,002 – 0,004

Cf-252 0,0011 - 0,0026 3 x 10-5 – 7 x 10-5

I. Pengelompokkan Zat Radioaktif Berdasarkan Tingkat Aktivitas

Page 8: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

No Jenis Penggunaan Kapasitas ( kV, mA)

1 Pesawat sinar-X difraksi (XRD – X-Ray Difraction) 30kV – 60 kV, ≤ 100 mA

2 Pesawat sinar-X fluorisen (XRF – X -Ray Fluoresence) 30 kV – 60 kV, ≤ 100 mA

II. Pengelompokkan Pesawat Sinar-X Berdasarkan Tingkat Energi (Energi Rendah)

Page 9: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

C. Well Logging

Peralatan menggunakan: Zat Radioaktif Terbungkus; Zat Radioaktif Terbuka; dan Penanda Radioaktif.

Ref: CFR Part 39 US-NRC

Zat Radioaktif Terbungkus tidak termasuk zat radioaktif untuk kalibrasi (calibration source) Peralatan Well Logging.

Zat Radioaktif Terbuka hanya digunakan untuk kegiatan Perunut (Tracer) yang merupakan bagian dari Well Logging.

Page 10: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

III. KESELAMATAN RADIASI

Persyaratan Izin Langsung Tidak Langsung

Persyaratan Keselamatan Radiasi Persyaratan Manajemen Persyaratan Proteksi Radiasi Persyaratan Teknik Verifikasi Keselamatan

Page 11: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

FASILITAS TERBUKA IZIN LANGSUNG

FASILITAS TERTUTUP IZIN TIDAK LANGSUNG Izin Konstruksi

Izin Operasi

A. PERSYARATAN IZIN RADIOGRAFI INDUSTRI

Page 12: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Fasilitas Terbuka

a. fotokopi identitas pemohon izin, meliputi:1. kartu tanda penduduk (KTP), kartu izin tinggal

sementara (KITAS), paspor, dan surat keterangan domisili perusahaan;

2. akta pendirian badan hukum atau badan usaha; dan

3. surat izin usaha perdagangan (SIUP) atau izin usaha tetap dari instansi yang berwenang.

untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin;

b. data lokasi penggunaan Peralatan Radiografi;

Page 13: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

c. dokumen denah tempat penyimpanan zat radioaktif, paling kurang berisi data:

1. lokasi;2. ukuran dan bahan bunker atau ruangan;3. pintu; dan4. pagar atau tembok pembatas.

d. fotokopi spesifikasi teknis Peralatan Radiografi dari pihak pabrikan;

e. fotokopi sertifikat mutu Peralatan Radiografi (Gamma Device atau Container Certificate), paling kurang berisi data:

1. merk;2. model;3. nomor seri;4. tahun pembuatan;5. tahun pengesahan sertifikat; 6. laju paparan maksimum pada permukaan; dan7. batasan aktivitas maksimum zat radioaktif.

Page 14: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

f. fotokopi sertifikat mutu zat radioaktif (Radioactive Sealed Source Certificate) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data:

1. nama pabrik;2. radionuklida;3. aktivitas dan tanggal pengukuran;4. model;5. nomor seri; 6. tipe kapsul; 7. tabel peluruhan; dan8. data pengujian kebocoran zat radioaktif.

g. fotokopi sertifikat pengujian dan data Peralatan Radiografi dengan Pembangkit Radiasi Pengion dari pihak pabrikan, paling kurang berisi data:

1. merk;2. model/tipe;3. nomor seri;4. tahun pembuatan;5. tegangan tabung puncak (kVp) maksimum; 6. arus tabung (mA) maksimum; dan7. data kebocoran radiasi pada tabung.

Page 15: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

h. dokumen program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;i. fotokopi bukti permohonan pelayanan pemantauan

dosis perorangan (untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin) atau hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan;

j. fotokopi sertifikat kalibrasi dosimeter perorangan baca langsung;

k. fotokopi sertifikat kalibrasi surveymeter;l. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) Petugas Proteksi

Radiasi;m. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) AR; dann. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) OR.

Page 16: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Fasilitas Tertutup 1. Izin Konstruksi

a. fotokopi identitas pemohon izin, meliputi:1. kartu tanda penduduk (KTP), kartu izin tinggal

sementara (KITAS), paspor, atau surat keterangan domisili perusahaan;

2. akta pendirian badan hukum atau badan usaha; dan

3. surat izin usaha perdagangan (SIUP) atau izin usaha tetap dari instansi yang berwenang.

untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin.

Page 17: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

b. data alamat penggunaan Peralatan Radiografi;

c. gambar desain fasilitas dalam bentuk cetak biru skala paling kurang 1:50 (satu berbanding lima puluh) dengan 3 (tiga) penampang lintang (tampak depan, samping, dan atas);

d. dokumen konstruksi, paling kurang berisi data:1. perhitungan ketebalan dinding dan pintu; dan

2. data densitas dan material.

Page 18: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

2. Izin Operasi

a. dokumen hasil pengukuran paparan radiasi di sekitar ruangan Peralatan Radiografi yang diukur oleh Petugas Proteksi Radiasi;

b. dokumen program Proteksi Radiasi dan Keselamatan Radiasi;c. fotokopi spesifikasi teknis Peralatan Radiografi dari pihak

pabrikan;d. fotokopi sertifikat mutu Peralatan Radiografi (Gamma Device

atau Container Certificate) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data:

1. merk;2. model;3. nomor seri;4. tahun pembuatan;5. tahun pengesahan sertifikat; 6. laju dosis maksimum pada permukaan; dan7. batasan aktivitas maksimum zat radioaktif.

Page 19: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

e. fotokopi sertifikat mutu zat radioaktif (Radioactive Sealed Source Certificate) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data:

1. nama pabrik;2. radionuklida;3. aktivitas dan tanggal pengukuran;4. model;5. nomor seri; 6. tipe kapsul; 7. tabel peluruhan; dan8. data pengujian kebocoran zat radioaktif.

Page 20: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

f. fotokopi sertifikat pengujian dan data Peralatan Radiografi dengan Pembangkit Radiasi Pengion dari pihak pabrikan, paling kurang berisi data:

1. merk;2. model/tipe;3. nomor seri;4. tahun pembuatan;5. tegangan tabung puncak (kVp) maksimum; 6. arus tabung (mA) maksimum; dan7. data kebocoran radiasi pada tabung.

g. data perlengkapan Proteksi Radiasi;

Page 21: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

h. fotokopi bukti permohonan pelayanan pemantauan dosis perorangan (untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin) atau hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan;

i. fotokopi sertifikat kalibrasi dosimeter perorangan baca langsung;

j. fotokopi sertifikat kalibrasi surveymeter; k. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) Petugas

Proteksi Radiasi;l. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) AR; danm. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) OR.

Page 22: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

B. PERSYARATAN IZIN GAUGING

IZIN LANGSUNG

Page 23: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PERSYARATAN IZIN PENGGUNAAN PERALATAN GAUGING DI INDUSTRI DENGAN PESAWAT SINAR-X

a. fotokopi identitas pemohon izin, untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin, meliputi:

1. kartu tanda penduduk (KTP), kartu izin tinggal sementara (KITAS), paspor, atau surat keterangan domisili perusahaan;

2. akta pendirian badan hukum atau badan usaha; dan

3. surat izin usaha perdagangan (SIUP) atau izin usaha tetap dari instansi yang berwenang.

b. data lokasi penggunaan pesawat sinar-X;c. fotokopi spesifikasi teknis peralatan Gauging

dengan pesawat sinar-X dari pihak pabrikan;

Page 24: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

d. fotokopi sertifikat pengujian dan data pesawat sinar-X dari pihak pabrikan, paling kurang berisi data:1. model/tipe;2. nomor seri;3. tegangan tabung puncak (kVp) maksimum;4. arus tabung (mA) maksimum; dan5. paparan radiasi pada permukaan luar kabin.

e. dokumen program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;f. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) Petugas Proteksi

Radiasi;g. fotokopi bukti permohonan pelayanan pemantauan

dosis perorangan (untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin) atau hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan; dan

h. fotokopi sertifikat kalibrasi surveymeter.

Page 25: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

a. fotokopi identitas pemohon izin, untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin, meliputi:1. kartu tanda penduduk (KTP), kartu izin tinggal

sementara (KITAS), paspor, atau surat keterangan domisili perusahaan;

2. akta pendirian badan hukum atau badan usaha; dan

3. surat izin usaha perdagangan (SIUP) atau izin usaha tetap dari instansi yang berwenang.

b. data lokasi penggunaan zat radioaktif;c. fotokopi spesifikasi teknis peralatan Gauging

dengan zat radioaktif dari pihak pabrikan;

PERSYARATAN IZIN PENGGUNAAN PERALATAN GAUGING DI INDUSTRI DENGAN ZAT RADIOAKTIF

Page 26: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

d. fotokopi sertifikat mutu zat radioaktif (Radioactive Sealed Source Certificate) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data:1. nama pabrik;2. radionuklida;3. aktivitas dan tanggal pengukuran;4. model;5. nomor seri; 6. tipe kapsul; dan 7. data pengujian kebocoran zat radioaktif.

e. dokumen program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;f. fotokopi bukti permohonan pelayanan pemantauan

dosis perorangan (untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin) atau hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan; dan

g. fotokopi sertifikat kalibrasi surveymeter.

Page 27: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

C. PERSYARATAN IZIN WELL LOGGING

IZIN LANGSUNG

Page 28: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

a. fotokopi identitas pemohon izin, untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin, meliputi:1. kartu tanda penduduk (KTP), kartu izin tinggal

sementara (KITAS), paspor, atau surat keterangan domisili perusahaan;

2. akta pendirian badan hukum atau badan usaha; dan

3. surat izin usaha perdagangan (SIUP) atau izin usaha tetap dari instansi yang berwenang.

b. data lokasi penggunaan zat radioaktif;c. fotokopi sertifikat mutu Zat Radioaktif Terbungkus

(Radioactive Sealed Source Certificate) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data:1. nama pabrik;2. radionuklida;3. aktivitas dan tanggal pengukuran;4. model;5. nomor seri; 6. tipe kapsul; dan7. data pengujian kebocoran zat radioaktif.

Page 29: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

d. fotokopi sertifikat special form Zat Radioaktif Terbungkus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur, yang diterbitkan oleh pihak berwenang (competent authority), paling kurang berisi data:1. radionuklida;2. identifikasi radionuklida;3. deskripsi radionuklida;4. aktivitas dan tanggal pengukuran;5. program jaminan mutu; dan6. nomor dan masa berlaku sertifikat.

e. fotokopi lembar data Zat Radioaktif Terbuka (Nominal Source Data Sheet) yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data:d. radionuklida; 1. aktivitas dan tanggal pengukuran;2. bentuk fisik; dan3. volume.

f. dokumen tempat penyimpanan zat radioaktif berupa bunker atau ruangan yang memenuhi persyaratan Keselamatan Radiasi, paling kurang berisi data:1. lokasi;2. ukuran dan bahan bunker atau ruangan;3. pintu; dan4. pagar.

Page 30: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

g. dokumen program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;

h. fotokopi bukti permohonan pelayanan pemantauan dosis perorangan (untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin) atau hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan;

i. fotokopi sertifikat kalibrasi surveymeter;j. fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) Petugas

Proteksi Radiasi;k. fotokopi sertifikat pelatihan sebagai

Supervisor dan surat penunjukan dari pemohon izin; dan

l. fotokopi surat penunjukan dari pemohon izin sebagai Operator.

Page 31: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Personil untuk Radiografi Industri, paling kurang terdiri dari:

a. Petugas Proteksi Radiasi;b. Radiografi (AR); danc. Operator Radiografi (OR).

Petugas Proteksi Radiasi boleh dirangkap oleh AR.

AR sebagaimana dimaksud harus memiliki Surat Izin Bekerja sebagai Petugas Proteksi Radiasi.

Page 32: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PPR Radiografi Industri

Dalam hal kegiatan dilaksanakan dalam satu kawasan, Petugas Proteksi Radiasi bertanggung jawab paling banyak 3 (tiga) Peralatan Radiografi.

Page 33: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Personil untuk Gauging, paling kurang terdiri dari:

a. Petugas Proteksi Radiasi;

b. Petugas Perawatan; dan

c. Operator.

Petugas Perawatan dapat merangkap sebagai Operator

Petugas Perawatan dan Operator hanya dapat merangkap sebagai Petugas Proteksi Radiasi, jika telah memiliki Surat Izin Bekerja (SIB) sebagai Petugas Proteksi Radiasi.

Page 34: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Personil untuk Well Logging, paling kurang terdiri dari:

a. Petugas Proteksi Radiasi; b. Supervisor; danc. Operator.

Dalam hal penggunaan zat radioaktif untuk Geophysical Logging, paling kurang terdiri dari: Petugas Proteksi Radiasi; dan Operator.

Page 35: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Supervisor Well Logging

Supervisor hanya dapat merangkap sebagai Petugas Proteksi Radiasi, jika Supervisor telah memiliki Surat Izin Bekerja sebagai Petugas Proteksi Radiasi.

Page 36: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Persyaratan Proteksi Radiasi

justifikasi penggunaan Peralatan Radiografi;

limitasi dosis; dan penerapan optimisasi Proteksi dan

Keselamatan Radiasi.

Page 37: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Justifikasi penggunaan Peralatan harus didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat yang diperoleh oleh individu dan masyarakat secara ekonomi jauh lebih besar daripada risiko bahaya radiasi yang ditimbulkan.

Page 38: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Limitasi dosis harus mengacu pada Nilai Batas Dosis.

Nilai Batas Dosis tidak boleh dilampaui. Nilai Batas Dosis berlaku untuk:

personil; anggota masyarakat.

Page 39: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Nilai Batas Dosis untuk personil tidak boleh melampaui: dosis efektif sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert)

per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut;

dosis efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu;

dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv (seratus limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan

dosis ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun.

Page 40: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat tidak boleh melampaui: dosis efektif sebesar 1 mSv (satu

milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar

15 mSv (limabelas milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan

dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun.

Page 41: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi harus diupayakan agar personil dan anggota masyarakat menerima paparan radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai.

Penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi merupakan proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan skenario terbaik dan tindakan yang optimal dengan mempertimbangkan faktor teknologi, ekonomi, dan sosial.

Penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi dilakukan melalui pembatas dosis untuk personil dan masyarakat.

Page 42: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PERSYARATAN TEKNIKPERALATAN RADIOGRAFI

Peralatan Radiografi harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal.

Zat radioaktif harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal.

Page 43: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Peralatan Radiografi dengan Pembangkit Radiasi Pengion harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: tabung harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)

atau standar lain yang tertelusur; panjang kabel catu daya paling kurang 20 m (duapuluh

meter) dengan generator hingga 300 kVp (tigaratus kilovolt puncak) dan lebih panjang dengan tegangan tabungan yang lebih tinggi, untuk penggunaan Peralatan Radiografi di Fasilitas Terbuka;

menggunakan diafragma dan filter; kebocoran radiasi pada tabung tidak melebihi 10

mgray/jam (sepuluh miligray per jam) pada jarak 1 m (satu meter);

tabung Pembangkit Radiasi Pengion memiliki sistem pendukung yang memelihara posisi tabung agar tidak roboh, merosot, atau bergetar selama pengoperasian; dan

Page 44: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

kontrol panel dilengkapi dengan: label yang menunjukkan bahaya

Pembangkit Radiasi Pengion dan tanda peringatan radiasi;

saklar kunci; pengatur waktu atau saklar on/off; dan indikator yang menunjukkan tegangan

dan kuat arus tabung.

Page 45: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Peralatan Radiografi yang menggunakan alat perangkak (crawler), selain memenuhi ketentuan di atas , paling kurang harus dilengkapi dengan: unit pengendali perangkak meliputi:

a. baterai;

b. kotak elektronik; dan

c. detektor. baterai atau generator penggerak; dan tabung sinar-X atau kamera gamma.

Page 46: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Fasilitas Tertutup harus didesain sehingga paparan radiasi di ruang kendali tidak melebihi 10 µSv/jam (sepuluh mikrosievert per jam) dan di daerah sekitarnya tidak melebihi 0,5 µSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam).

Page 47: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Fasilitas Tertutup harus dilengkapi paling kurang dengan: sistem interlock; peralatan pemantau radiasi dengan alarm; tombol atau sistem penghentian paparan

jika terjadi Paparan Darurat; dan tanda radiasi dan tanda peringatan.

Page 48: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Tempat penyimpanan Peralatan Radiografi dengan zat radioaktif harus didesain dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

diberi pembatas yang kuat dan terkunci; tingkat radiasi di luar tempat penyimpanan tidak boleh

melebihi 0,5 µSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam);

disesuaikan dengan jumlah zat radioaktif; di bawah pemantauan Petugas Proteksi Radiasi; dilengkapi plakat yang berisi informasi tentang:

nama personil yang harus dihubungi; dan nomor telepon.

diberi tanda radiasi yang jelas; dan tidak boleh berada di:

dekat bahan peledak, bahan yang mudah terbakar, dan bahan yang dapat menyebabkan karat;

daerah rawan banjir atau potensi bahaya lainnya yang dapat merusak tempat penyimpanan serta isinya; atau

dekat tempat umum atau tempat keramaian masyarakat.

Page 49: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PERSYARATAN TEKNIKPERALATAN GAUGING

Peralatan Gauging harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal.

Peralatan Gauging harus dipelihara dengan cara yang dapat mencegah: korosi; getaran; panas; atau faktor luar lainnya yang dapat merusak integritas

peralatan atau yang dapat mengganggu kelancaran pengoperasian.

Page 50: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Peralatan Gauging dengan menggunakan zat radioaktif, paling kurang terdiri dari komponen: zat radioaktif; kontener zat radioaktif; dan detektor sintilasi.

Page 51: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Kontener (emitter house) zat radioaktif harus memiliki indikator yang menunjukkan dengan jelas posisi shutter dalam keadaan hidup (beam on) atau keadaan mati (beam off).

Page 52: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Pada saat peralatan Gauging diberi muatan zat radioaktif dengan aktivitas maksimum dan shutter dalam posisi mati, tingkat radiasi tidak boleh melampaui: 500 µSv/jam (limaratus mikrosievert per

jam) pada jarak 5 cm (lima sentimeter) dari permukaan peralatan Gauging; dan

10 µSv/jam (sepuluh mikrosievert per jam) pada jarak 1 m (satu meter) dari permukaan peralatan Gauging.

Page 53: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Kontener, housing atau emitter house zat radioaktif harus diberi penning (tag) yang jelas pada bagian permukaan luar yang menunjukkan: tanda radiasi; radionuklida; aktivitas zat radioaktif dan tanggal

pengukuran; nama pabrik; dan nomor seri zat radioaktif.

Page 54: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Peralatan Gauging dengan menggunakan pesawat sinar-X harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: tabung harus memenuhi persyaratan sesuai Standar

Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal;

menggunakan diafragma dan filter; laju paparan radiasi tidak melebihi 1 µSv (satu

mikrosievert) per jam pada jarak 1 m (satu meter) dari permukaan luar kabin;

tabung dilengkapi dengan sistem pendukung; kontrol panel dilengkapi dengan:

label yang menunjukkan bahaya radiasi dan tanda peringatan radiasi;

saklar kunci; pengatur waktu atau saklar on/off; dan indikator yang menunjukkan tegangan dan kuat arus

tabung.

Page 55: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Tempat penyimpanan zat radioaktif harus memenuhi persyaratan berikut: diberi pembatas yang kuat dan terkunci; tingkat radiasi di luar tempat penyimpanan tidak

boleh melebihi 10 μSv/jam (sepuluh mikrosievert per jam);

disesuaikan dengan jumlah zat radioaktif; di bawah pemantauan Petugas Proteksi Radiasi; diberi tanda radiasi yang jelas; dan tidak boleh berada di:

dekat bahan peledak, bahan yang mudah terbakar, dan bahan yang dapat menyebabkan karat;

daerah rawan banjir atau potensi bahaya lainnya yang dapat merusak tempat penyimpanan serta isinya; atau

dekat tempat umum atau tempat keramaian masyarakat.

Page 56: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PERSYARATAN TEKNIKWELL LOGGING

Peralatan Well Logging dan zat radioaktif harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal.

Kontener pengangkutan harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal.

Page 57: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Tempat penyimpanan zat radioaktif harus memenuhi persyaratan berikut:

disesuaikan dengan jumlah zat radioaktif; di bawah pemantauan Petugas Proteksi Radiasi; diberi tanda radiasi yang jelas; dan tidak boleh berada di:

dekat bahan peledak, bahan yang mudah terbakar, dan bahan yang dapat menyebabkan karat;

daerah rawan banjir atau potensi bahaya lainnya yang dapat merusak tempat penyimpanan serta isinya; atau

dekat tempat umum atau tempat keramaian masyarakat.

Tempat penyimpanan dapat berupa bunker yang diberi pagar atau ruang tertutup.

Page 58: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Dalam hal tempat penyimpanan berupa bunker, paparan radiasi harus:

kurang dari 10 µSv/jam (sepuluh mikrosievert per jam) pada permukaan di atas penutup; dan

kurang dari 0,5 µSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam) di sekitar tempat penyimpanan di luar pagar.

Dalam hal tempat penyimpanan berupa ruang tertutup, paparan radiasi pada dinding bagian luar dan pintu harus kurang dari 0,5 µSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam).

Page 59: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Verifikasi KeselamatanRadiografi Industri

• Dalam penggunaan Peralatan Radiografi dengan zat radioaktif dan/atau Pembangkit Radiasi Pengion, personil harus melakukan verifikasi keselamatan, melalui:a. pemantauan paparan radiasi;b. pemeriksaan kondisi Peralatan Radiografi

dan peralatan penunjang; c. uji kebocoran zat radioaktif; dand. pemeriksaan fisik tabung dan kabel

tegangan tinggi, untuk Pembangkit Radiasi Pengion.

• Verifikasi keselamatan harus dicatat di dalam logbook.

Page 60: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Pemantauan paparan radiasi harus sesuai prosedur yang ditetapkan oleh Pemegang Izin.

Pemantauan paparan radiasi di sekitar daerah kerja harus dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi.

Pemeriksaan kondisi Peralatan Radiografi dan peralatan penunjang paling kurang meliputi:

a. pemeriksaan mekanisme penguncian zat radioaktif;b. pengujian pigtail;c. pemeriksaan sambungan antara peralatan dan kabel;d. pemeriksaan seluruh kabel dan guide tube;e. pemeriksaan label peringatan; danf. pengukuran tingkat paparan radiasi pada permukaan

peralatan. Pemeriksaan harus sesuai dengan rekomendasi pihak

pabrikan.

Page 61: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Uji kebocoran zat radioaktif harus dilakukan sekali dalam 6 (enam) bulan.

Pengambilan sampel uji kebocoran zat radioaktif dapat dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi.

Sampel uji kebocoran zat radioaktif dikirim ke laboratorium yang terakrediatasi untuk dievaluasi.

Hasil evaluasi sampel uji kebocoran harus disampaikan oleh Pemegang Izin kepada Kepala BAPETEN.

Dalam hal hasil evaluasi uji kebocoran melebihi 185 Bq (seratus delapanpuluh lima becquerel) atau 5 nCi (lima nano curie), maka zat radioaktif dilarang digunakan.

Page 62: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Verifikasi Keselamatan Well Logging

Verifikasi keselamatan harus dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur yang terkalibrasi meliputi: pemantauan paparan radiasi; dan uji kebocoran zat radioaktif.

Hasil verifikasi keselamatan harus dicatat di dalam logbook.

Page 63: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Pemantauan paparan radiasi yang dilakukan terhadap personil, harus sesuai prosedur yang ditetapkan oleh Pemegang Izin.

Pemantauan paparan radiasi di sekitar daerah kerja harus dilakukan secara periodik paling kurang 1 (satu) kali dalam 2 (dua) minggu oleh Petugas Proteksi Radiasi.

Uji kebocoran zat radioaktif harus dilakukan paling kurang sekali dalam 6 (enam) bulan.

Pengambilan sampel uji kebocoran zat radioaktif dapat dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi.

Sampel uji kebocoran zat radioaktif dikirim ke laboratorium yang terakreditasi untuk dievaluasi.

Page 64: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Hasil evaluasi sampel uji kebocoran zat radioaktif harus disampaikan oleh Pemegang Izin kepada Kepala BAPETEN.

Dalam hal hasil evaluasi uji kebocoran zat radioaktif melebihi 185 Bq (seratus delapanpuluh lima Bacquerel) atau 5 nCi (lima nano Curie), maka zat radioaktif dilarang digunakan.

Pemegang Izin harus mengirim zat radioaktif ke:

negara asal; atau fasilitas pengelolaan limbah.

Page 65: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Verifikasi KeselamatanGauging

Dalam penggunaan zat radioaktif dan pesawat sinar-X untuk peralatan Gauging, personil harus melakukan verifikasi keselamatan, yang dilakukan melalui:

pemantauan paparan radiasi; uji kebocoran untuk zat radioaktif; dan pemeriksaan komponen peralatan Gauging.

Verifikasi keselamatan harus dicatat di dalam logbook.

Page 66: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Pemantauan paparan radiasi, yang dilakukan terhadap personil, harus sesuai prosedur yang ditetapkan oleh Pemegang Izin.

Pemantauan paparan radiasi di sekitar daerah kerja harus dilakukan secara periodik paling kurang 1 (satu) kali dalam 2 (dua) minggu oleh Petugas Proteksi Radiasi.

Uji kebocoran zat radioaktif harus dilakukan paling kurang sekali dalam 2 (dua) tahun untuk zat radioaktif aktivitas tinggi, dan sekali dalam 3 (tiga) tahun untuk zat radioaktif aktivitas rendah.

Pengambilan sampel uji kebocoran zat radioaktif dapat dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi.

Sampel uji kebocoran zat radioaktif dikirim ke laboratorium yang terakreditasi untuk dievaluasi.

Page 67: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Hasil evaluasi sampel uji kebocoran zat radioaktif harus disampaikan oleh Pemegang Izin kepada Kepala BAPETEN.

Dalam hal hasil evaluasi sampel uji kebocoran zat radioaktif, melebihi 185 Bq (seratus delapanpuluh lima Bacquerel) atau 5 nCi (lima nano Curie), maka zat radioaktif untuk peralatan Gauging dilarang digunakan.

Apabila Pemegang Izin mendeteksi bahwa kapsul zat radioaktif retak dan mengakibatkan timbulnya kontaminasi, maka Pemegang Izin harus segera melakukan tindakan penanggulangan keadaan darurat.

Page 68: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

Pemeriksaan komponen peralatan Gauging, paling kurang dilakukan terhadap: kolimator; detektor; sistem pengkabelan; dan parameter yang tertera pada panel kendali.

Page 69: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

LaporanRadiografi Industri

Peralatan Radiografi dengan zat radioaktif: data zat radioaktif; hasil pemantauan paparan radiasi; hasil pengujian kebocoran zat radioaktif; data penggantian zat radioaktif; dan hasil perawatan Peralatan Radiografi yang terkait dengan

Keselamatan Radiasi. Peralatan Radiografi dengan Pembangkit Radiasi

Pengion: hasil pemantauan paparan radiasi; penggantian tabung sinar-X; dan hasil perawatan Peralatan Radiografi yang terkait dengan

Keselamatan Radiasi.

Page 70: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

LaporanPeralatan Gauging

penggunaan zat radioaktif untuk peralatan Gauging, paling kurang meliputi:

data zat radioaktif; hasil pemantauan paparan radiasi; hasil pengujian kebocoran zat radioaktif; data penggantian zat radioaktif; dan hasil perawatan peralatan Gauging yang terkait dengan

Keselamatan Radiasi. penggunaan pesawat sinar-X untuk peralatan Gauging,

paling kurang meliputi: hasil pemantauan paparan radiasi; penggantian tabung sinar-X; dan hasil perawatan peralatan Gauging yang terkait dengan

Keselamatan Radiasi.

Page 71: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

LaporanWell Logging

Laporan pelaksanaan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi, dan verifikasi keselamatan, paling kurang meliputi: data zat radioaktif; hasil pemantauan paparan radiasi; hasil pengujian kebocoran zat radioaktif; dan hasil perawatan peralatan Well Logging yang terkait

dengan Keselamatan Radiasi.

Page 72: PERATURAN KEPALA BAPETEN BIDANG INDUSTRI ver2

PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

Fasilitas Personil Peralatan Keamanan Sumber Radioaktif Program Keamanan Sumber Radioaktif

DIBERLAKUKAN 3 (TIGA) TAHUN MENDATANG

DIATUR DALAM PERATURAN KEPALA BAPETEN TERSENDIRI