PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2011/kotategal-2-2011.pdf ·...

26
1 PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kewenangan daerah dalam urusan penertiban, pengendalian, penataan dan pengawasan terhadap pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan pola pengelolaan air tanah yang didasarkan atas azas kemanfaatan, keseimbangan dan kelestarian perlu memungut Pajak Air Tanah guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah serta mewujudkan kemandirian daerah; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu mengatur Pajak Air Tanah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Tegal tentang Pajak Air Tanah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat; 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 dan Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 4. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104); 5. ……..

Transcript of PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2011/kotategal-2-2011.pdf ·...

1

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

NOMOR 2 TAHUN 2011

TENTANG

PAJAK AIR TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kewenangan daerah dalam

urusan penertiban, pengendalian, penataan dan pengawasan terhadap pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan pola pengelolaan air tanah yang didasarkan atas azas kemanfaatan, keseimbangan dan kelestarian perlu memungut Pajak Air Tanah guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah serta mewujudkan kemandirian daerah;

b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu mengatur Pajak Air Tanah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Tegal tentang Pajak Air Tanah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 16 dan Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

4. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia

Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);

5. ……..

- 2 -

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak

Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);

10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

12. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

15 ……….

- 3 -

15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

17. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

18. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

19. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

20. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tegal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3321);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan

Batas Wilayah Kota Tegal dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah di Muara Sungai Kaligangsa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4713);

24 ……….

- 4 -

24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara

Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

27. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,

Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;

28. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal Nomor 15 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal (Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal Tahun 1988 Nomor 2);

29. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal Nomor 6

Tahun 1988 tentang Perubahan Batas dan Luas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal dan Memberlakukan Semua Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal Serta Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Tegal (Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal Tahun 1989 Nomor 4);

30. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 5 Tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kota Tegal (Lembaran Daerah kota Tegal tahun 2008 Nomor 10);

31. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Tegal (Lembaran Daerah Kota Tegal Tahun 2008 Nomor 10);

32. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 16 Tahun 2008 tentang

Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Tegal Tahun 2008 Nomor 16).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TEGAL

dan

WALIKOTA TEGAL

MEMUTUSKAN:

Menetapkan ………

- 5 -

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK AIR TANAH. BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Tegal 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Walikota adalah Walikota Tegal. 4. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang terdiri Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan.

6. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

8. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. 9. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah

permukaan tanah. 10. Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam

masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

11. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.

12. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.

13. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

14. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

15. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

16. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tertulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam SKPD, SKPDN, SKPDLB, STPD, Surat Keputusan Pembetulan atau Surat Keputusan Keberatan.

17 ………

- 6 -

17. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKPD, SKPDN, SKPDLB atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan Wajib Pajak.

18. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

19. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

20. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK

Pasal 2

Dengan nama Pajak Air Tanah dipungut pajak atas setiap pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

Pasal 3

(1) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

(2) Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah: a. pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah

tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; b. pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Pemerintah, Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah dan/atau Pemerintah Daerah.

Pasal 4

(1) Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

(2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan

pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

BAB III DASAR PENGENAAN, TARIF DAN TATA CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 5

(1) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah. (2) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam

rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut: a. jenis sumber air; b. lokasi sumber air; c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air; d. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;

e ……….

- 7 -

e. kualitas air; dan f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau

pemanfaatan air. (3) Besaran Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 6

Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).

Pasal 7

Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 8

Pajak Air Tanah yang terutang dipungut di wilayah Daerah.

BAB V SAAT TERUTANGNYA PAJAK

Pasal 9

Pajak yang terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pengambilan air tanah.

BAB VI

MASA PAJAK

Pasal 10

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender.

BAB VII PEMUNGUTAN DAN PENETAPAN PAJAK

Bagian Kesatu

Tata Cara Pemungutan

Pasal 11

(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan. (2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat

ketetapan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. (3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan

Walikota dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Pasal 12 ………

- 8 -

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian dan penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, diatur dengan Peraturan Walikota.

Bagian Kedua

STPD

Pasal 13

(1) Walikota atau pejabat dapat menerbitkan STPD jika : a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; b. wajib pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan

sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

Pasal 14

(1) Walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak.

(2) SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan

Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

(3) Walikota atau pejabat atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan

yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat

pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 15

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, STPD, surat keputusan pembetulan, surat

keputusan keberatan dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.

(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

BAB IX ……..

- 9 -

BAB IX KEBERATAN, BANDING DAN GUGATAN

Bagian Kesatu

Keberatan

Pasal 16

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas suatu: a. SKPD; b. SKPDLB; c. SKPDN; dan d. pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-

alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak

tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit

sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.

Pasal 17

(1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal surat

keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau

sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan

Walikota tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Bagian Kedua

Banding

Pasal 18

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota.

(2) ……..

- 10 -

(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.

(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak

sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

Pasal 19

(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan

pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. (3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak

dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif

berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.

(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak

dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Bagian Ketiga

Gugatan

Pasal 20 (1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan

Pajak.

(2) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal penagihan.

(3) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan lain selain gugatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.

(4) Jangka waktu dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak mengikat apabila jangka

waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.

(5) Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah 14

(empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.

(6) ………

- 11 -

(6) Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat gugatan.

Pasal 21

Hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan banding dan gugatan, sepanjang tidak diatur lain dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF

KEPADA WAJIB PAJAK

Pasal 22

(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Walikota dapat membetulkan SKPD, STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Walikota dapat:

a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang- undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

b. mengurangkan atau membatalkan SKPD, STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;

c. mengurangkan atau membatalkan STPD; d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau

diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan e. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan

kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak. (3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan

atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XI

PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN PAJAK

Pasal 23

(1) Walikota berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan dan pembebasan pajak, dalam hal: a. terjadi suatu bencana; b. pemberian stimulus kepada masyarakat/Wajib Pajak dengan memperhatikan

kemampuan Wajib Pajak; c. usaha pengentasan kemiskinan; d. usaha peningkatan perekonomian masyarakat; dan e. terdapat alasan lain dari wajib pajak yang dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Tata cara pemberian pengurangan dan pembebasan pajak diatur dengan Peraturan

Walikota.

BAB XII ……..

- 12 -

BAB XII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 24

(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

pengembalian.

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3) Walikota setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan:

a. SKPDLB, apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terhutang.

b. SKPDN, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Walikota

tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(5) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.

(6) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2

(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.

(7) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Walikota atau pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

Pasal 25

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan secara tertulis

kepada Walikota paling sedikit dengan menyebutkan: a. nama dan alamat Wajib Pajak; b. masa pajak; c. besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. alasan yang jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan secara

langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat

merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Walikota.

Pasal 26 (1) Atas pengajuan keberatan dan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak, Walikota atau pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan. (2) ………

- 13 -

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemeriksaan kantor dan/atau pemeriksaan lapangan.

BAB XIII

KEDALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 27

(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

(2) Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; dan/atau b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak

langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.

(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.

Pasal 28

(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan

penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah

kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kedaluwarsa akan diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Walikota.

BAB XIV PEMERIKSAAN

Pasal 29

(1) Walikota melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib:

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Pajak yang terutang;

b ………

- 14 -

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak diatur dengan

Peraturan Walikota.

BAB XV INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 30

(1) Perangkat Daerah yang melaksanakan pemungutan pajak dapat diberi insentif atas

dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Insentif pemungutan pajak daerah ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari rencana penerimaan pajak dalam tahun anggaran berkenaan.

(3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan melalui

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(4) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XVI

KETENTUAN KHUSUS

Pasal 31

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli

yang ditunjuk oleh Walikota untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

adalah: a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam

sidang pengadilan; dan b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Walikota untuk memberikan

keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.

(4) Untuk kepentingan Daerah, Walikota berwenang memberi izin tertulis kepada

pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.

(5) ………

- 15 -

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Walikota dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.

(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama

tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.

BAB XVII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 32

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana

di bidang perpajakan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) ……….

- 16 -

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XVIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 33

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya menyampaikan data atau keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan data atau keterangan yang

tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah

pelanggaran.

Pasal 34

Tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

Pasal 35

(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk Walikota yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan 1 (satu) tahun dan pidana denda Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).

(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk Walikota yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana kurungan 2 (dua) tahun dan pidana denda Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.

BAB XIX

PELAKSANAAN, PEMBERDAYAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 36

(1) Pelaksanaan, pemberdayaan, pengawasan dan pengendalian Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada perangkat daerah yang melaksanakan tugas pemungutan pajak daerah.

(2) ………..

- 17 -

(2) Dalam melaksanakan tugas, perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan perangkat daerah atau lembaga lain terkait.

BAB XX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pajak Air Tanah diatur dengan Peraturan Walikota.

Pasal 38

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tegal.

Ditetapkan di Tegal pada tanggal 12 Januari 2011

WALIKOTA TEGAL,

ttd

IKMAL JAYA Diundangkan di Tegal pada tanggal 12 Januari 2011

SEKRETARIS DAERAH KOTA TEGAL

ttd

EDY PRANOWO

LEMBARAN DAERAH KOTA TEGAL TAHUN 2011 NOMOR 2

- 18 -

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

NOMOR 2 TAHUN 2011

TENTANG

PAJAK AIR TANAH

I. UMUM

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan baik diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang sah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perpajakan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi Daerah perlu menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka semua Peraturan Daerah yang mengatur pajak Daerah harus menyesuaikan dengan undang-undang tersebut. Peraturan Daerah tentang Pajak Air Tanah ini akan menjadi pedoman dalam upaya penanganan dan pengelolaan Pajak Daerah terutama Pajak Air Tanah guna meningkatkan penerimaan daerah. Pajak Daerah mempunyai peranan penting untuk mendorong pembangunan daerah, meningkatkan pendapatan daerah dalam rangka untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Selain itu dengan Peraturan Daerah ini diharapkan ada peningkatan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan daerah.

Peraturan Daerah ini mengatur berbagai hal yang terkait dengan pengelolaan Pajak Air Tanah, kewajiban dan hak pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemungutan pajak, serta sanksi administratif maupun sanksi pidana bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan dan/atau melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan Pajak Air Tanah lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mendukung visi dan misi Pemerintah Kota Tegal.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas Pasal 3

Cukup jelas Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5 …….

- 19 -

Pasal 5

Cukup jelas Pasal 6

Cukup jelas Pasal 7

Cukup jelas Pasal 8

Cukup jelas Pasal 9

Cukup jelas Pasal 10

Cukup jelas Pasal 11

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)

Ketentuan ini mengatur tata cara pengenaan pajak, yaitu ditetapkan oleh Walikota Pajak dibayar oleh Wajib Pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Walikota melalui SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 12 Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)

Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga atas STPD yang diterbitkan karena: a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; b. penelitian SPTPD yang menghasilkan pajak kurang dibayar karena

terdapat salah tulis dan atau salah hitung. Contoh: 1. Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

Dari pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah pada tanggal 21 September 2009, Wajib Pajak “A” terutang pajak sebesar Rp.5.000.000,00. Pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pemanfaatan tersebut, pajak dibayar sebesar Rp.4.000.000,00. Atas kekurangan pajak tersebut diterbitkan STPD tanggal 23 Desember 2009 dengan penghitungan sebagai berikut: Kekurangan bayar = Rp.1.000.000,00 Bunga = 4 x 2% x Rp.1.000.000,00 = Rp. 80.000,00 (+) Jumlah yang harus dibayar dalam STPD = Rp.1.080.000,00

2 ……….

- 20 -

2. Hasil penelitian SPTPD.

Wajib Pajak “B” mengambil dan/atau memanfaatkan air tanah pada tanggal 18 Juni 2009. Berdasarkan penelitian SPTPD yang disampaikan Wajib Pajak “B”, ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan pajak kurang dibayar sebesar Rp.1.500.000,00. Atas kekurangan pajak tersebut diterbitkan STPD pada tanggal 23 September 2009 dengan penghitungan sebagai berikut: Kekurangan bayar = Rp.1.500.000,00 Bunga = 4 x 2% x Rp.1.000.000,00 = Rp. 120.000,00 (+) Jumlah yang harus dibayar dalam STPD = Rp.1.620.000,00

Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 14

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)

SKPD, STPD, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan dan putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan sarana administrasi bagi Walikota untuk melakukan penagihan pajak.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas Pasal 16

Ayat (1) Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota yang menerbitkan surat ketetapan pajak. Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi dari ketetapan dengan membuat perhitungan jumlah yang seharusnya dibayar menurut perhitungan Wajib Pajak. Satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu tahun pajak.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan alasan-alasan yang jelas adalah mengemukakan dengan data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan keadaan di luar kekuasaannya adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib Pajak, misalnya karena Wajib Pajak sakit atau terkena musibah bencana alam.

Ayat (4) …….

- 21 -

Ayat (4)

Ketentuan ini mengatur bahwa persyaratan pengajuan keberatan bagi Wajib Pajak adalah harus membayar terlebih dahulu sejumlah kewajiban perpajakannya yang telah disetujui Wajib Pajak. Pembayaran tersebut harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan. Ketentuan diperlukan agar Wajib Pajak tidak menghindar dari kewajiban untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dengan dalih mengajukan keberatan, sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan daerah.

Ayat (5)

Cukup jelas Ayat (6)

Tanda bukti penerimaan surat keberatan sangat diperlukan untuk memenuhi ketentuan formal. Diterima atau tidaknya hak mengajukan surat keberatan dimaksud, tergantung dipenuhinya ketentuan batas waktu, yang dihitung mulai diterbitkannya surat keberatan pajak sampai saat diterimanya surat keberatan tersebut oleh Walikota. Tanda bukti penerimaan tersebut oleh Wajib Pajak dapat juga digunakan sebagai alat kontrol baginya untuk mengetahui sampai kapan batas waktu 12 (dua belas) bulan berakhir. Tanda bukti penerimaan itu diperlukan untuk memastikan bahwa keberatannnya dikabulkan, apabila dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak tidak menerima surat keputusan dari Walikota atas surat keberatan yang dajukan.

Pasal 17

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam keputusan keberatan tidak tertutup kemungkinan utang pajaknya bertambah berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain karena ada data baru yang tadinya belum terungkap atau belum dilaporkan.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak maupun fiskus dan dalam rangka tertib administrasi, oleh karena itu keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diberi keputusan oleh Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) belas sejak surat keberatan diterima.

Pasal 18

Cukup jelas Pasal 19

Cukup jelas Pasal 20

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3) ……..

- 22 -

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Dalam hal batas waktu tidak dapat dipenuhi oleh penggugat karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeure), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang.

Keadaan kahar (force majeure) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan menjadi tidak dapat dipenuhi. Yang dapat digolongkan sebagai keadaan kahar (force majeure) meliputi: a. bencana alam; b. bencana non alam; c. bencana sosial; d. pemogokan; e. kebakaran; dan/atau f. gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui

keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait. Tidak termasuk keadaan kahar (force majeure) adalah hal-hal merugikan yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian para pihak.

Ayat (5)

Cukup jelas Ayat (6)

Cukup jelas Pasal 21

Cukup jelas Pasal 22

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a Dalam praktek dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Walikota.

Huruf b

Walikota karena jabatannya dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.

Huruf c

Cukup jelas Huruf d ……..

- 23 -

Huruf d Yang dimaksud dengan kondisi tertentu objek pajak, antara lain lahan pertanian yang sangat terbatas, bangunan ditempati sendiri yang dikuasai atau dimiliki oleh golongan Wajib Pajak tertentu.

Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24 Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) Walikota sebelum memberikan keputusan dalam hal kelebihan pembayaran pajak harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4) Ayat ini memberikan kepastian hukum baik kepada Wajib Pajak maupun fiskus dan dalam rangka tertib administrasi perpajakan. Oleh karena itu, permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diberi keputusan oleh Walikota.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6) Cukup jelas

Ayat (7)

Besarnya imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dihitung dari batas waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB sampai dengan saat dilakukannya pembayaran kelebihan.

Pasal 25

Cukup jelas Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27 Ayat (1)

Saat kedaluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi.

Ayat (2)

Huruf a Dalam hal diterbitkan surat teguran dan surat paksa, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa tersebut.

Huruf b ………

- 24 -

Huruf b Yang dimaksud dengan pengakuan utang pajak secara langsung adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung adalah Wajib Pajak secara tidak nyata-nyata langsung menyatakan bahwa ia mengakui mempunyai utang pajak kepada Pemerintah Daerah. Contoh: 1. Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran/penundaan

pembayaran; 2. Wajib Pajak mengajukan permohonan keberatan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5) Cukup jelas

Pasal 28 Cukup jelas

Pasal 29 Cukup jelas

Pasal 30 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Perangkat Daerah yang melaksanakan pemungutan adalah dinas/badan/lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan pajak daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan.

Ayat (4)

Cukup jelas Pasal 31

Ayat (1) Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan daerah, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan daerah, antara lain: a. surat pemberitahuan, laporan keuangan dan lain-lain yang dilaporkan

oleh Wajib Pajak; b. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; c. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat

rahasia; d. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) ……

- 25 -

Ayat (2) Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara dan sebagainya yang ditunjuk oleh Walikota untuk membantu pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan Daerah adalah sama dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan pihak lain antara lain adalah lembaga negara atau perangkat Pemerintah Daerah yang berwenang melakukan pemeriksaan di bidang keuangan daerah. Dalam pengertian keterangan yang dapat diberitahukan antara lain identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan daerah.

Ayat (4) Untuk kepentingan Daerah, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka mengadakan kerja sama dengan instansi lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditunjuk oleh Walikota. Dalam suat izin yang diterbitkan Walikota harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Walikota.

Ayat (5) Untuk melaksanakan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan daerah, demi kepentingan peradilan, Walikota memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan para ahli atas perminhtaan tertulis Hakim ketua sidang.

Ayat (6)

Hal tersebut dimaksudkan adalah pembatasan dan penegasan, bahwa keterangan perpajakan daerah yang diminta tersebut adalah hanya mengenai perkara pidana atau perdata tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang perpajakan daerah dan hanya terbatas pada tersangka yang bersangkutan.

Pasal 32

Cukup jelas Pasal 33

Ayat (1) Yang dimaksud kealpaan berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian keuangan daerah.

Ayat (2) Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja, dikenakan sanksi yang lebih berat daripada alpa.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35 ……..

- 26 -

Pasal 35 Ayat (1)

Pengenaan pidana kurungan dan pidana denda kepada pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota dimaksudkan untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan daerah tidak akan diberitahukan kepada pihak lain, juga agar Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan kepada pejabat mengenai perpajakan daerah tidak ragu-ragu.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas Pasal 36

Cukup jelas Pasal 37

Cukup jelas Pasal 38

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 4