PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG IZIN...

22
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa perizinan usaha jasa konstruksi merupakan salah satu upaya pembinaan dan pengendalian pemerintah daerah terhadap usaha jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh masyarakat; b. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin usaha jasa konstruksi. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950); 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997, Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3832);

Transcript of PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG IZIN...

1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

NOMOR 7 TAHUN 2002

TENTANG

IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SLEMAN,

Menimbang : a. bahwa perizinan usaha jasa konstruksi merupakan salah satu

upaya pembinaan dan pengendalian pemerintah daerah terhadap

usaha jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh masyarakat;

b. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut perlu membentuk

Peraturan Daerah tentang Izin usaha jasa konstruksi.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa

Yogyakarta (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950);

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1997, Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2000, Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4048);

3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 54,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3832);

2

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999,

Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3639);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan

Mulai Berlakunya Undang-undang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15

Dari Hal Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Jawa

Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita

Negara tanggal 14 Agustus 1950);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan

Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 63, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3955);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2000, Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3956);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 65, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3957);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001,

Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4139);

10. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

369/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa

Konstruksi Nasional;

11. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 1

Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman (Lembaran

Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Tahun 1987, Nomor

6 Seri D).

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN,

3

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG IZIN

USAHA JASA KONSTRUKSI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

a. Izin usaha jasa konstruksi adalah izin yang diberikan oleh pemerintah daerah yang

diperlukan bagi perusahaan jasa konstruksi untuk dapat melaksanakan kegiatan di

bidang jasa konstruksi.

b. Lembaga adalah organisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang

Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang bertujuan untuk

mengembangkan jasa konstruksi nasional.

c. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi/rencana pekerjaan konsultan,

layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi

pengawasan pekerjaan konstruksi.

d. Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan

usaha di bidang jasa konstruksi menurut bidang dan sub bidang pekerjaan atau

penggolongan profesi ketrampilan dan keahlian kerja orang perorangan di bidang

jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau ketrampilan tertentu dan atau

kefungsian dan atau keahlian masing-masing.

e. Kualifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan

usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan

kemampuan usaha, atau penggolongan profesi ketrampilan dan keahlian kerja

orang perorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman

kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian.

f. Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan dalam penetapan klasifikasi dan kualifikasi

atau kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi yang berbentuk

orang perorangan atau badan usaha yang selanjutnya disebut sertifikat badan

usaha (SBU).

g. Retribusi Izin usaha jasa konstruksi yang selanjutnya disebut retribusi adalah

pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi

atau badan untuk menyediakan pelayanan jasa perencanaan konstruksi, jasa

pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi.

4

h. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik

yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik

negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,

perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis,

lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan lainnya.

i. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan

perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,

termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

j. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah

surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan

pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan retribusi.

k. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat

ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.

l. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat

yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran

retribusi yang terutang ke kas daerah atau ke tempat pembayaran lain yang

ditetapkan oleh Bupati.

m. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat

untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan

atau denda.

n. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,

mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan retribusi.

BAB II

USAHA JASA KONSTRUKSI

Bagian Kesatu

Jenis dan Bentuk Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 2

(1) Jenis usaha jasa konstruksi meliputi jasa perencanaan konstruksi, jasa

pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi.

5

(2) Usaha jasa perencanaan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa

konsultansi perencanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil,

mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan.

(3) Usaha jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa

pelaksanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,

elektrikal, dan atau tata lingkungan.

(4) Usaha jasa pengawasan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa

pengawasan konstruksi yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil,

mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan.

Pasal 3

(1) Bentuk usaha dalam kegiatan jasa konstruksi meliputi usaha orang perorangan

dan badan usaha baik nasional maupun asing.

(2) Badan usaha nasional dapat berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum.

Bagian Kedua

Klasifikasi dan Kualifikasi Usaha

Pasal 4

(1) Usaha orang perorangan dan badan usaha jasa konstruksi wajib mendapatkan

klasifikasi dan kualifikasi dari lembaga yang dinyatakan dengan sertifikat.

(2) Klasifikasi usaha jasa konstruksi terdiri dari:

a. klasifikasi usaha bersifat umum diberlakukan kepada badan usaha yang

mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang

pekerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

b. klasifikasi usaha bersifat spesialis diberlakukan kepada usaha orang

perorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya

melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian sub bidang sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku,

c. klasifikasi usaha orang perorangan yang berketrampilan kerja tertentu

diberlakukan kepada usaha orang perorangan yang mempunyai kemampuan

hanya melaksanakan suatu ketrampilan kerja tertentu.

6

(3) Kualifikasi usaha jasa konstruksi didasarkan pada tingkat/kedalaman kompetensi

dan potensi kemampuan usaha, dan dapat digolongkan dalam:

a. kualifikasi usaha besar,

b. kualifikasi usaha menengah,

c. kualifikasi usaha kecil termasuk usaha orang perorangan.

BAB III

PERIZINAN

Bagian Kesatu

Izin Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 5

Setiap orang perorangan atau badan usaha baik nasional maupun asing yang

menyelenggarakan usaha jasa konstruksi wajib memiliki Izin usaha jasa konstruksi.

Pasal 6

Izin usaha jasa konstruksi berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang

kembali.

Pasal 7

Izin usaha jasa konstruksi berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha jasa konstruksi

di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Bagian Kedua

Perubahan Izin Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 8

(1) Pemilik izin usaha jasa konstruksi dapat melakukan perubahan.

(2) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi perubahan nama

perusahaan, bentuk usaha, alamat kantor, nama pemilik usaha, dan nama

penanggung jawab.

(3) Segala perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan secara

tertulis kepada Bupati.

7

Pasal 9

Akibat dari dilakukannya perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan

izin usaha jasa konstruksi perubahan.

Bagian Ketiga

Penggantian Izin Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 10

Apabila surat izin usaha jasa konstruksi mengalami kerusakan atau hilang maka

pemegang izin wajib melaporkan dan mengajukan permohonan penggantian secara

tertulis kepada Bupati.

Bagian Keempat

Kewajiban Pemilik Izin Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 11

(1) Pemilik izin usaha jasa konstruksi wajib memberikan laporan kegiatan tahunan

perusahaan kepada Bupati.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pelaporan ditetapkan oleh Bupati.

Bagian Kelima

Pembinaan

Pasal 12

Pemerintah daerah menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi dalam rangka

pelaksanaan tugas otonomi daerah dengan cara:

a. melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi,

b. menyebarluaskan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi,

c. melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya untuk terpenuhinya

tertib pemanfaatan dan penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi.

Pasal 13

Pembinaan jasa konstruksi dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman akan peran

strategis jasa konstruksi dalam pembangunan nasional, kesadaran akan hak dan

kewajibannya masing-masing guna meningkatkan kemampuan dalam mewujudkan

tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi.

8

Bagian Keenam

Sanksi Administrasi Perizinan

Pasal 14 Penyedia jasa konstruksi dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin

usaha jasa konstruksi.

Pasal 15

(1) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan apabila:

a. pemegang izin usaha jasa konstruksi melanggar ketentuan-ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan.

b. tidak menyampaikan laporan tepat pada waktunya.

c. menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

(2) Pencabutan izin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan melalui proses peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-

turut dengan tenggang waktu masing-masing 14 (empat belas) hari kerja.

(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diindahkan,

dilanjutkan dengan pembekuan izin usaha jasa konstruksi untuk jangka waktu satu

bulan.

(4) Jika pembekuan izin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

habis jangka waktunya dan tidak ada perbaikan, maka izin usaha jasa konstruksi

dicabut.

Pasal 16

Izin usaha jasa konstruksi dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan

pembekuan izin, apabila perusahaan yang bersangkutan:

a. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara,

b. memperoleh izin usaha jasa konstruksi dengan cara tidak sah,

c. sertipikat dicabut oleh lembaga.

9

Bagian Ketujuh

Sistem dan Prosedur Pengajuan Izin

Pasal 17

(1) Permohonan izin usaha jasa konstruksi diajukan secara tertulis kepada Bupati.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang sistem, mekanisme, prosedur dan persyaratan

pengajuan izin ditetapkan oleh Bupati.

BAB IV

KETENTUAN RETRIBUSI

Bagian Kesatu

Nama, Obyek, dan Subyek Retribusi

Pasal 18

Dengan nama retribusi izin usaha jasa konstruksi dipungut retribusi bagi setiap orang

atau badan yang menyediakan usaha jasa konstruksi.

Pasal 19

Obyek retribusi adalah setiap pelayanan yang diberikan atas pemberian izin usaha jasa

konstruksi.

Pasal 20

Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh dan melakukan

usaha pelayanan jasa konstruksi.

Pasal 21

Wajib retribusi adalah orang atau badan yang memperoleh izin usaha jasa konstruksi.

Bagian Kedua

Golongan Retribusi

Pasal 22

Retribusi izin usaha jasa konstruksi termasuk golongan retribusi perizinan tertentu.

10

Bagian Ketiga

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

Pasal 23

Tingkat penggunaan jasa izin usaha jasa konstruksi diukur berdasarkan jenis dan

kualifikasi usaha jasa konstruksi.

Bagian Keempat

Prinsip dan Komponen Biaya dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif

Pasal 24

(1) Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada

tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan

pemberian izin usaha jasa konstruksi dengan memperhitungkan komponen biaya

retribusi.

(2) Komponen biaya retribusi meliputi:

a. biaya pendaftaran

b. biaya penelitian,

c. biaya pengawasan dan pengendalian,

d. biaya pembinaan.

Bagian Kelima

Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 25

(1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis dan kualifikasi usaha jasa konstruksi.

(2) Tarif retribusi sebagai berikut:

a. Tarif untuk permohonan baru dan perpanjangan izin usaha jasa konstruksi:

1. jasa perencanaan konstruksi:

a) golongan kecil : Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh

ribu rupiah),

b) golongan menengah : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),

c) golongan besar : Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

11

2. jasa pelaksanaan konstruksi:

a) golongan kecil dua (K2) : Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu

rupiah),

b) golongan kecil satu (K1) : Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh

ribu rupiah),

c) golongan menengah : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),

d) golongan besar : Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

3. jasa pengawasan konstruksi:

a) golongan kecil : Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu

rupiah),

b) golongan menengah : Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah),

c) golongan besar : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

b. Tarif untuk izin usaha jasa konstruksi perubahan sebesar 25 % (dua puluh

lima persen) dari besaran tarif sebagaimana tersebut pada huruf a,

c. Tarif penggantian surat izin usaha jasa konstruksi yang hilang atau rusak

sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per surat izin usaha jasa

konstruksi,

d. Tarif untuk permohonan izin yang terlambat sebesar 2x (dua kali) jumlah

retribusi yang harus dibayar.

Pasal 26

Penyesuaian komponen dan tarif retribusi sebagaimana diatur dalam ayat (2) Pasal 25

dan Pasal 26 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati dengan persetujuan pimpinan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Bagian Keenam

Wilayah Pemungutan

Pasal 27

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.

Bagian Ketujuh

Penetapan Retribusi dan Tata Cara Pemungutan

12

Pasal 28

(1) Penetapan retribusi berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan SKRD atau

dokumen lainnya yang dipersamakan.

(2) Dalam hal SPTRD tidak dipenuhi oleh wajib retribusi sebagaimana mestinya, maka

diterbitkan SKRD secara jabatan.

(3) Bentuk dan isi SKRD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh

Bupati.

Pasal 29

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau data yang

semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang

terutang, maka dikeluarkan SKRD Tambahan.

Pasal 30

Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bagian Kedelapan

Sanksi Administrasi Retribusi

Pasal 31

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,

dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari

retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan

menggunakan STRD.

Bagian Kesembilan

Tata Cara Penagihan Retribusi

Pasal 32

(1) Pengeluaran surat teguran atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal

penagihan retribusi dikeluarkan setelah habis masa jatuh tempo pembayaran,

jangka waktu surat teguran adalah 7 hari sejak diterimanya surat teguran oleh

wajib retribusi.

13

(2) Pengeluaran surat peringatan atau surat lain yang sejenis setelah masa jatuh

tempo surat teguran berakhir, jangka waktu jatuh tempo surat peringatan adalah 7

hari sejak diterima oleh wajib retribusi.

(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surta

peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi

yang terutang.

(4) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat yang

ditunjuk.

(5) Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan retribusi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan keputusan

Bupati.

Bagian Kesepuluh

Tata Cara Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi

Pasal 33

(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Bupati.

Bagian Kesebelas

Kedaluwarsa Penagihan

Pasal 34

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui jangka

waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila

wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

tertangguh apabila:

a. diterbitkan surat teguran; dan atau

b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun

tidak langsung.

14

Bagian Kedua belas

Tata Cara Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang Kedaluwarsa

Pasal 35

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melaksanakan

penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan

(2) Penghapusan piutang yang kedaluwarsa dapat dilaksanakan setelah diadakan

pemeriksaan oleh Pejabat.

(3) Keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa ditetapkan

oleh Bupati.

Bagian Ketiga belas

Tata Cara Pemeriksaan Retribusi

Pasal 36

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan

retribusi.

(2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib:

a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang

menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek

retribusi yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang

dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan

atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

BAB V

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 37

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi

wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas

pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.

15

(2) Wewenang penyidik atas pelanggaran di bidang retribusi daerah adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi

atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan

dengan tindak pidana retribusi daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan dan dokumen-dokumen, serta melakukan penyitaan terhadap

bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana di bidang retribusi daerah;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat

pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang

dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf c;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum

melalui penyidik pejabat polisi negara sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.

BAB VI

KETENTUAN PIDANA

16

Pasal 38

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan

keuangan daerah diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau

denda sebanyak-banyaknya 4 (empat) kali retribusi terutang.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 39

(1) Setiap orang dan atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau

denda sebanyak-banyaknya Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB VII

PELAKSANAAN

Pasal 40

Pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh instansi teknis yang ditetapkan oleh

Bupati.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 41

Izin usaha jasa konstruksi yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini

dinyatakan masih berlaku selama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini berlaku.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang mengenai

pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 43

Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

17

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sleman.

Ditetapkan di Sleman.

Pada tanggal 22 Agustus 2002

BUPATI SLEMAN,

Cap/ttd

IBNU SUBIYANTO

Disetujui dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sleman:

Nomor : 5/K.DPRD/2002

Tanggal : 22 Agustus 2002

Tentang : Persetujuan Penetapan 7 (tujuh) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman

tentang:

1. Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman

Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan

Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,

2. Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II

Sleman Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame,

3. Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II

Sleman Nomor 11 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan,

4. Pajak Parkir,

5. Retribusi Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas,

6. Tarif dan Tatalaksana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan

Rumah Sakit Daerah bagi Peserta PT. (Persero) Asuransi Kesehatan

Indonesia dan Anggota Keluarganya,

7. Izin Usaha Jasa Konstruksi, dan

Penundaan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman

tentang Retribusi Obyek dan Daya Tarik Wisata.

Diundangkan di Sleman.

Pada tanggal 19 September 2002

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN SLEMAN,

Cap/ttd

SUTRISNO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2002 NOMOR 1 SERI C

18

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

NOMOR 7 TAHUN 2002

TENTANG

IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

I. UMUM

Keberadaan dan posisi usaha di bidang jasa konstruksi yang sangat

strategis merupakan sebuah asset dalam pelaksanaan pengembangan dan

pembangunan, khususnya di bidang pembangunan fisik.

Keberadaan usaha jasa konstruksi selain mendukung berbagai bidang

pembangunan juga mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri

barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Guna memberikan kepastian hukum atas pembebanan retribusi bagi

pemberian izin yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah serta pengaturan

mengenai kewajiban adanya izin usaha jasa konstruksi, maka perlu membentuk

Peraturan Daerah tentang Izin usaha jasa konstruksi.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan:

a. Jasa perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa

perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian

kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi

pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja

konstruksi.

b. Jasa pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa

pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian

kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan

lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan

konstruksi.

19

c. Jasa pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa

pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan

pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai

dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan:

a. bidang pekerjaan arsitektural mencakup antara lain pengolahan

bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan

yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi.

b. bidang pekerjaan sipil mencakup antara lain pembangunan

pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai,

saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan

jembatan, reklamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan,

pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan.

c. bidang pekerjaan mekanikal mencakup antara lain pemasangan

turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan

instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak

dan gas.

d. bidang pekerjaan elektrikal mencakup antara lain pembangunan

jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi

kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya.

e. bidang pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain pekerjaan

pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

20

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Yang dimaksud dengan retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas

kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada

orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,

pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,

penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas

21

tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian

lingkungan.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

22

Pasal 41

Yang dimaksud dengan pelaksanaan peraturan daerah ini adalah segala

kegiatan yang meliputi sosialisasi, penyuluhan, pembinaan, pengendalian,

dan pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam peraturan

daerah ini.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

**************************