PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG IZIN...
Transcript of PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG IZIN...
1
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN
NOMOR 7 TAHUN 2002
TENTANG
IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SLEMAN,
Menimbang : a. bahwa perizinan usaha jasa konstruksi merupakan salah satu
upaya pembinaan dan pengendalian pemerintah daerah terhadap
usaha jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh masyarakat;
b. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Izin usaha jasa konstruksi.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa
Yogyakarta (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997, Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000, Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4048);
3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3832);
2
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999,
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3639);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan
Mulai Berlakunya Undang-undang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15
Dari Hal Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Jawa
Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita
Negara tanggal 14 Agustus 1950);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan
Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 63, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3955);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000, Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3956);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3957);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001,
Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4139);
10. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
369/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa
Konstruksi Nasional;
11. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 1
Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman (Lembaran
Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Tahun 1987, Nomor
6 Seri D).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN,
3
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG IZIN
USAHA JASA KONSTRUKSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
a. Izin usaha jasa konstruksi adalah izin yang diberikan oleh pemerintah daerah yang
diperlukan bagi perusahaan jasa konstruksi untuk dapat melaksanakan kegiatan di
bidang jasa konstruksi.
b. Lembaga adalah organisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang bertujuan untuk
mengembangkan jasa konstruksi nasional.
c. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi/rencana pekerjaan konsultan,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi.
d. Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan
usaha di bidang jasa konstruksi menurut bidang dan sub bidang pekerjaan atau
penggolongan profesi ketrampilan dan keahlian kerja orang perorangan di bidang
jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau ketrampilan tertentu dan atau
kefungsian dan atau keahlian masing-masing.
e. Kualifikasi adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan
usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi dan
kemampuan usaha, atau penggolongan profesi ketrampilan dan keahlian kerja
orang perorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman
kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian.
f. Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan dalam penetapan klasifikasi dan kualifikasi
atau kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi yang berbentuk
orang perorangan atau badan usaha yang selanjutnya disebut sertifikat badan
usaha (SBU).
g. Retribusi Izin usaha jasa konstruksi yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan untuk menyediakan pelayanan jasa perencanaan konstruksi, jasa
pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi.
4
h. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,
perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis,
lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan lainnya.
i. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,
termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
j. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah
surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan retribusi.
k. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat
ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.
l. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat
yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran
retribusi yang terutang ke kas daerah atau ke tempat pembayaran lain yang
ditetapkan oleh Bupati.
m. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat
untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan
atau denda.
n. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan retribusi.
BAB II
USAHA JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Jenis dan Bentuk Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 2
(1) Jenis usaha jasa konstruksi meliputi jasa perencanaan konstruksi, jasa
pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi.
5
(2) Usaha jasa perencanaan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa
konsultansi perencanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan.
(3) Usaha jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa
pelaksanaan yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan atau tata lingkungan.
(4) Usaha jasa pengawasan pekerjaan konstruksi memberikan layanan jasa
pengawasan konstruksi yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan.
Pasal 3
(1) Bentuk usaha dalam kegiatan jasa konstruksi meliputi usaha orang perorangan
dan badan usaha baik nasional maupun asing.
(2) Badan usaha nasional dapat berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum.
Bagian Kedua
Klasifikasi dan Kualifikasi Usaha
Pasal 4
(1) Usaha orang perorangan dan badan usaha jasa konstruksi wajib mendapatkan
klasifikasi dan kualifikasi dari lembaga yang dinyatakan dengan sertifikat.
(2) Klasifikasi usaha jasa konstruksi terdiri dari:
a. klasifikasi usaha bersifat umum diberlakukan kepada badan usaha yang
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang
pekerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
b. klasifikasi usaha bersifat spesialis diberlakukan kepada usaha orang
perorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya
melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian sub bidang sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
c. klasifikasi usaha orang perorangan yang berketrampilan kerja tertentu
diberlakukan kepada usaha orang perorangan yang mempunyai kemampuan
hanya melaksanakan suatu ketrampilan kerja tertentu.
6
(3) Kualifikasi usaha jasa konstruksi didasarkan pada tingkat/kedalaman kompetensi
dan potensi kemampuan usaha, dan dapat digolongkan dalam:
a. kualifikasi usaha besar,
b. kualifikasi usaha menengah,
c. kualifikasi usaha kecil termasuk usaha orang perorangan.
BAB III
PERIZINAN
Bagian Kesatu
Izin Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 5
Setiap orang perorangan atau badan usaha baik nasional maupun asing yang
menyelenggarakan usaha jasa konstruksi wajib memiliki Izin usaha jasa konstruksi.
Pasal 6
Izin usaha jasa konstruksi berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang
kembali.
Pasal 7
Izin usaha jasa konstruksi berlaku untuk melaksanakan kegiatan usaha jasa konstruksi
di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Perubahan Izin Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 8
(1) Pemilik izin usaha jasa konstruksi dapat melakukan perubahan.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi perubahan nama
perusahaan, bentuk usaha, alamat kantor, nama pemilik usaha, dan nama
penanggung jawab.
(3) Segala perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan secara
tertulis kepada Bupati.
7
Pasal 9
Akibat dari dilakukannya perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diterbitkan
izin usaha jasa konstruksi perubahan.
Bagian Ketiga
Penggantian Izin Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 10
Apabila surat izin usaha jasa konstruksi mengalami kerusakan atau hilang maka
pemegang izin wajib melaporkan dan mengajukan permohonan penggantian secara
tertulis kepada Bupati.
Bagian Keempat
Kewajiban Pemilik Izin Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 11
(1) Pemilik izin usaha jasa konstruksi wajib memberikan laporan kegiatan tahunan
perusahaan kepada Bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pelaporan ditetapkan oleh Bupati.
Bagian Kelima
Pembinaan
Pasal 12
Pemerintah daerah menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi dalam rangka
pelaksanaan tugas otonomi daerah dengan cara:
a. melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi,
b. menyebarluaskan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi,
c. melaksanakan pengawasan sesuai dengan kewenangannya untuk terpenuhinya
tertib pemanfaatan dan penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi.
Pasal 13
Pembinaan jasa konstruksi dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman akan peran
strategis jasa konstruksi dalam pembangunan nasional, kesadaran akan hak dan
kewajibannya masing-masing guna meningkatkan kemampuan dalam mewujudkan
tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi.
8
Bagian Keenam
Sanksi Administrasi Perizinan
Pasal 14 Penyedia jasa konstruksi dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin
usaha jasa konstruksi.
Pasal 15
(1) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan apabila:
a. pemegang izin usaha jasa konstruksi melanggar ketentuan-ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan.
b. tidak menyampaikan laporan tepat pada waktunya.
c. menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
(2) Pencabutan izin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui proses peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-
turut dengan tenggang waktu masing-masing 14 (empat belas) hari kerja.
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diindahkan,
dilanjutkan dengan pembekuan izin usaha jasa konstruksi untuk jangka waktu satu
bulan.
(4) Jika pembekuan izin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
habis jangka waktunya dan tidak ada perbaikan, maka izin usaha jasa konstruksi
dicabut.
Pasal 16
Izin usaha jasa konstruksi dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan
pembekuan izin, apabila perusahaan yang bersangkutan:
a. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara,
b. memperoleh izin usaha jasa konstruksi dengan cara tidak sah,
c. sertipikat dicabut oleh lembaga.
9
Bagian Ketujuh
Sistem dan Prosedur Pengajuan Izin
Pasal 17
(1) Permohonan izin usaha jasa konstruksi diajukan secara tertulis kepada Bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang sistem, mekanisme, prosedur dan persyaratan
pengajuan izin ditetapkan oleh Bupati.
BAB IV
KETENTUAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Nama, Obyek, dan Subyek Retribusi
Pasal 18
Dengan nama retribusi izin usaha jasa konstruksi dipungut retribusi bagi setiap orang
atau badan yang menyediakan usaha jasa konstruksi.
Pasal 19
Obyek retribusi adalah setiap pelayanan yang diberikan atas pemberian izin usaha jasa
konstruksi.
Pasal 20
Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh dan melakukan
usaha pelayanan jasa konstruksi.
Pasal 21
Wajib retribusi adalah orang atau badan yang memperoleh izin usaha jasa konstruksi.
Bagian Kedua
Golongan Retribusi
Pasal 22
Retribusi izin usaha jasa konstruksi termasuk golongan retribusi perizinan tertentu.
10
Bagian Ketiga
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 23
Tingkat penggunaan jasa izin usaha jasa konstruksi diukur berdasarkan jenis dan
kualifikasi usaha jasa konstruksi.
Bagian Keempat
Prinsip dan Komponen Biaya dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 24
(1) Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan
pemberian izin usaha jasa konstruksi dengan memperhitungkan komponen biaya
retribusi.
(2) Komponen biaya retribusi meliputi:
a. biaya pendaftaran
b. biaya penelitian,
c. biaya pengawasan dan pengendalian,
d. biaya pembinaan.
Bagian Kelima
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 25
(1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis dan kualifikasi usaha jasa konstruksi.
(2) Tarif retribusi sebagai berikut:
a. Tarif untuk permohonan baru dan perpanjangan izin usaha jasa konstruksi:
1. jasa perencanaan konstruksi:
a) golongan kecil : Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah),
b) golongan menengah : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),
c) golongan besar : Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
11
2. jasa pelaksanaan konstruksi:
a) golongan kecil dua (K2) : Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu
rupiah),
b) golongan kecil satu (K1) : Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah),
c) golongan menengah : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),
d) golongan besar : Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
3. jasa pengawasan konstruksi:
a) golongan kecil : Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu
rupiah),
b) golongan menengah : Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah),
c) golongan besar : Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
b. Tarif untuk izin usaha jasa konstruksi perubahan sebesar 25 % (dua puluh
lima persen) dari besaran tarif sebagaimana tersebut pada huruf a,
c. Tarif penggantian surat izin usaha jasa konstruksi yang hilang atau rusak
sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per surat izin usaha jasa
konstruksi,
d. Tarif untuk permohonan izin yang terlambat sebesar 2x (dua kali) jumlah
retribusi yang harus dibayar.
Pasal 26
Penyesuaian komponen dan tarif retribusi sebagaimana diatur dalam ayat (2) Pasal 25
dan Pasal 26 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati dengan persetujuan pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Bagian Keenam
Wilayah Pemungutan
Pasal 27
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.
Bagian Ketujuh
Penetapan Retribusi dan Tata Cara Pemungutan
12
Pasal 28
(1) Penetapan retribusi berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan SKRD atau
dokumen lainnya yang dipersamakan.
(2) Dalam hal SPTRD tidak dipenuhi oleh wajib retribusi sebagaimana mestinya, maka
diterbitkan SKRD secara jabatan.
(3) Bentuk dan isi SKRD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Bupati.
Pasal 29
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang
terutang, maka dikeluarkan SKRD Tambahan.
Pasal 30
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Bagian Kedelapan
Sanksi Administrasi Retribusi
Pasal 31
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari
retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan STRD.
Bagian Kesembilan
Tata Cara Penagihan Retribusi
Pasal 32
(1) Pengeluaran surat teguran atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal
penagihan retribusi dikeluarkan setelah habis masa jatuh tempo pembayaran,
jangka waktu surat teguran adalah 7 hari sejak diterimanya surat teguran oleh
wajib retribusi.
13
(2) Pengeluaran surat peringatan atau surat lain yang sejenis setelah masa jatuh
tempo surat teguran berakhir, jangka waktu jatuh tempo surat peringatan adalah 7
hari sejak diterima oleh wajib retribusi.
(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surta
peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi
yang terutang.
(4) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.
(5) Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan retribusi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan keputusan
Bupati.
Bagian Kesepuluh
Tata Cara Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi
Pasal 33
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Bupati.
Bagian Kesebelas
Kedaluwarsa Penagihan
Pasal 34
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampaui jangka
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila
wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tertangguh apabila:
a. diterbitkan surat teguran; dan atau
b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun
tidak langsung.
14
Bagian Kedua belas
Tata Cara Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang Kedaluwarsa
Pasal 35
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melaksanakan
penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan
(2) Penghapusan piutang yang kedaluwarsa dapat dilaksanakan setelah diadakan
pemeriksaan oleh Pejabat.
(3) Keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa ditetapkan
oleh Bupati.
Bagian Ketiga belas
Tata Cara Pemeriksaan Retribusi
Pasal 36
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan
retribusi.
(2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek
retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan
atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
BAB V
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 37
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas
pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.
15
(2) Wewenang penyidik atas pelanggaran di bidang retribusi daerah adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen, serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang retribusi daerah;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf c;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum
melalui penyidik pejabat polisi negara sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
16
Pasal 38
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan
keuangan daerah diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau
denda sebanyak-banyaknya 4 (empat) kali retribusi terutang.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 39
(1) Setiap orang dan atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB VII
PELAKSANAAN
Pasal 40
Pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh instansi teknis yang ditetapkan oleh
Bupati.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Izin usaha jasa konstruksi yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini
dinyatakan masih berlaku selama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 43
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
17
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sleman.
Ditetapkan di Sleman.
Pada tanggal 22 Agustus 2002
BUPATI SLEMAN,
Cap/ttd
IBNU SUBIYANTO
Disetujui dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sleman:
Nomor : 5/K.DPRD/2002
Tanggal : 22 Agustus 2002
Tentang : Persetujuan Penetapan 7 (tujuh) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman
tentang:
1. Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman
Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan
Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2. Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Sleman Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame,
3. Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Sleman Nomor 11 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan,
4. Pajak Parkir,
5. Retribusi Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas,
6. Tarif dan Tatalaksana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan
Rumah Sakit Daerah bagi Peserta PT. (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia dan Anggota Keluarganya,
7. Izin Usaha Jasa Konstruksi, dan
Penundaan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman
tentang Retribusi Obyek dan Daya Tarik Wisata.
Diundangkan di Sleman.
Pada tanggal 19 September 2002
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SLEMAN,
Cap/ttd
SUTRISNO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2002 NOMOR 1 SERI C
18
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN
NOMOR 7 TAHUN 2002
TENTANG
IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI
I. UMUM
Keberadaan dan posisi usaha di bidang jasa konstruksi yang sangat
strategis merupakan sebuah asset dalam pelaksanaan pengembangan dan
pembangunan, khususnya di bidang pembangunan fisik.
Keberadaan usaha jasa konstruksi selain mendukung berbagai bidang
pembangunan juga mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri
barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Guna memberikan kepastian hukum atas pembebanan retribusi bagi
pemberian izin yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah serta pengaturan
mengenai kewajiban adanya izin usaha jasa konstruksi, maka perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Izin usaha jasa konstruksi.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan:
a. Jasa perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa
perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian
kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi
pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja
konstruksi.
b. Jasa pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa
pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian
kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan
lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan
konstruksi.
19
c. Jasa pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa
pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan
pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai
dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan:
a. bidang pekerjaan arsitektural mencakup antara lain pengolahan
bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan
yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi.
b. bidang pekerjaan sipil mencakup antara lain pembangunan
pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai,
saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan
jembatan, reklamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan,
pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan.
c. bidang pekerjaan mekanikal mencakup antara lain pemasangan
turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan
instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak
dan gas.
d. bidang pekerjaan elektrikal mencakup antara lain pembangunan
jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi
kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya.
e. bidang pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain pekerjaan
pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
20
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas
kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada
orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
21
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
22
Pasal 41
Yang dimaksud dengan pelaksanaan peraturan daerah ini adalah segala
kegiatan yang meliputi sosialisasi, penyuluhan, pembinaan, pengendalian,
dan pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
daerah ini.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
**************************