PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 7 TAHUN...
Transcript of PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 7 TAHUN...
1
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
PESISIR SELATAN TAHUN 2010 – 2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN,
Menimbang : a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui, sehingga perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang;
b. bahwa perkembangan pembangunan khususnya pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia dengan tetap memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan kelestarian lingkungan hidup;
c. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta terjadinya perubahan faktor-faktor eksternal dan internal membutuhkan penyesuaian penataan ruang wilayah Kabupaten Pesisir Selatan secara dinamis dalam satu kesatuan tata lingkungan berlandaskan kondisi fisik, kondisi sosial budaya, dan kondisi sosial ekonomi melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan sampai tahun 2030;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tercantum pada huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2010-2030;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) jis Undang-Undang Drt. Nomor 21 Tahun 1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 77) jo Undang-Undang Nomor 58 Tahun 1958 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1643);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
2
Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan Lahan Pertaniaan Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4858);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
3
13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2005-2025;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN
dan BUPATI PESISIR SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2010 – 2030.
4
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pesisir Selatan. 2. Bupati adalah Bupati Pesisir Selatan. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat daerah sebagai penyelenggara
pemerintah daerah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pesisir Selatan. 5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan yang selanjutnya disingkat
RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah Kabupaten.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
7. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak.
8. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
11. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 12. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
13. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
14. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung prikehidupan dan penghidupan.
15. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
16. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
17. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
18. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
5
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
19. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
20. Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk dan/ atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
21. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.
22. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan, yang terdiri dari kawasan latihan militer, kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara, kawasan pangkalan TNI Angkatan Laut, dan kawasan militer lainnya.
23. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
24. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
25. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
26. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
27. Pusat Kegiatan Wilayah yang ditetapkan secara nasional selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten.
28. Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan oleh provinsi selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten.
29. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
30. Pusat Pelayanan Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPK adalah Kawasan Perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa kecamatan.
31. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah Kawasan Perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala nagari atau kampung.
32. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
33. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
34. Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan tersedianya ruang untuk lain lintas umum.
35. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/ kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
6
36. Kawasan sekitar Danau/ Waduk adalah kawasan sekeliling danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
37. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk kelestarian fungsi mata air.
38. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut.
39. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keaneragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
40. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
41. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
42. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di sekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas.
43. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
44. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
45. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
46. Lingkungan adalah sumberdaya fisik dan biologis yang menjadi kebutuhan dasar agar kehidupan masyarakat (manusia) dapat bertahan.
47. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
48. Pulau Kecil adalah pulau dengan ukuran luas kurang atau sama dengan 10.000 km², jumlah penduduk kurang dari 200.000 jiwa, terpisah dari pulau induk, bersifat insuler, memiliki biota indemik, memiliki daerah tangkapan air yang relatif kecil dan sempit, kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakatnya bersifat khas dan berbeda dengan pulau induk.
49. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan. 50. Orang adalah orang perseorangan dan/ atau korporasi. 51. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang.
52. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
7
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Pasal 2
Tujuan penataan ruang wilayah adalah " mewujudkan keterpaduan ruang yang memberikan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan sampai tahun 2030 melalui konservasi, pengembangan ekonomi berbasis pangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pariwisata dan mitigasi bencana secara berkelanjutan "
Bagian Kedua Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang
Pasal 3
Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Pesisir Selatan sebagai berikut: a. Peningkatan kualitas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam secara
terpadu dengan provinsi dan Kabupaten berbatasan; b. Pengguatan dan pemulihan fungsi kawasan lindung yang meliputi Taman Nasional Kerinci
Seblat, Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam Wisata; c. Pengembangan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang berbasis konservasi
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat; d. Pengurangan kesenjangan pembangunan dan perkembangan wilayah Utara-Selatan; e. Peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan pengembangan wilayah pusat-
pusat pemukiman melalui pengolahan sektor perkebunan, perternakan, pertanian dan perikanan dan pariwisata sesuai daya dukung wilayah;
f. Peningkatan produktivitas wilayah melalui intensifikasi lahan dan modernisasi pertanian dengan pengelolaan yang ramah lingkungan;
g. Peningkatan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis pangan dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang bernilai ekonomi tinggi, dikelola secara berhasil guna, terpadu dan ramah lingkungan;
h. Peningkatan potensi Sumber Daya Manusia untuk mengelola potensi sumber daya alam; i. Pembangunan kawasan wisata Alam dan laut melalui penetapan kawasan wisata sebagai
kawasan unggulan, dikelola dengan ramah lingkungan; j. Pembangunan prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas untuk pemenuhan hak dasar
dan dalam rangka pewujudan tujuan penataan ruang yang berimbang serta mitigasi bencana.
Pasal 4
Strategi Penataan Ruang Kabupaten Pesisir Selatan sebagai berikut: 1. strategi untuk meningkatan kualitas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian
sumberdaya alam secara terpadu dengan provinsi dan Kabupaten berbatasan melalui : a. Memantapkan fungsi kawasan lindung; b. Menyelesaian konflik penggunaan ruang berdasarkan aspek hukum dan
mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat; c. Mensingkronisasikan fungsi kawasan lindung dengan provinsi dan Kabupaten yang
berbatasan;
8
2. strategi untuk mengguatkan dan memulihkan fungsi kawasan lindung yang meliputi Taman Nasional Kerinci Seblat, Hutan Lindung dan Hutan Suaka Alam Wisata adalah; a. Menetapkan tata batas kawasan lindung dan budidaya untuk memberikan kepastian
rencana pemanfaatan ruang dan investasi; b. Meyusun dan pelaksanaan program rehabilitasi lingkungan, terutama pemulihan fungsi
Taman Nasional Kerinci Seblat dan hutan lindung yang berbasis masyarakat; c. Meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian kerusakan dan
pencemaran lingkungan; d. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya Keanekaragaman
hayati; e. Menggalang kerjasama regional, nasional dan internasional dalam rangka pemulihan
fungsi kawasan lindung terutama Taman Nasional Kerinci Seblat dan Hutan Lindung. 3. strategi untuk mengembangkan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang
berbasis konservasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan melalui: a. Mengembangkan energi alternatif sebagai sumber listrik, seperti pembangkit listrik
mikro hidro, tenaga uap, surya, gelombang laut dan lain-lain; b. Mengembangkan kegiatan konservasi yang bernilai lingkungan dan sekaligus juga
bernilai sosial-ekonomi, seperti hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat; c. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan sumber energi yang terbarui
(renewable energy). 4. strategi untuk mengurangi kesenjangan pembangunan dan perkembangan wilayah Utara-
Selatan, melalui : a. Mengembangkan interaksi kawasan untuk Peningkatan perkembangan ekonomi
kawasan dengan pengembangan jalan nasional; b. Memantapkan fungsi PKL; c. Menetapkan dan memantapkan Kota Tapan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi
(PKWp) yang dipromosikan provinsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota dan Pusat;
d. Mendorong terbentuknya aksesibilitas jaringan transportasi dalam rangka menunjang perkembangan wilayah;
e. Meningkatkan akses wilayah-wilayah yang belum berkembang melalui pengembangan/ pembangunan jaringan jalan Kabupaten, propinsi dan pelayanan kapal perintis ke daerah-daerah terisolir di Pantai Barat Kabupaten menuju Kepulauan Mentawai.
5. strategi untuk meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan pengembangan wilayah pusat-pusat pemukiman melalui pengolahan sektor perkebunan, perternakan, pertanian dan perikanan dan pariwisata sesuai daya dukung wilayah, melalui: a. Meningkatkan kegiatan pertanian, kehutanan dan perkebunan melalui pola intensifikasi
dan ekstensifikasi dengan tetap mempertahankan ekosistem lingkungan; b. Meningkatkan pengembangan kawasan agropolitan dengan melengkapi fasilitas
perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa pendukung komoditas pertanian kawasan;
c. Meningkatkan pengembangan industri berbasis pertanian berupa perlengkapan saprodi dan sarana pendukungnya;
d. Mengembangkan kegiatan sektor unggulan pada kawasan andalan antara lain pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, perikanan dan pariwisata;
e. Menetapkan kawasan industri pengelolaan hasil pertanian dan kelautan; f. Mendorong untuk mengembangkan industri pengelolan yang ada untuk dapat lebih
maju; g. Mengembangkan kawasan andalan sesuai dengan potensi unggulan; h. Memanfaatkan kawasan budidaya sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan.
9
6. strategi untuk meningkatkan produktivitas wilayah melalui intensifikasi lahan dan modernisasi pertanian, perkebunan, dan kehutanan dengan pengelolaan yang ramah lingkungan, melalui : a. Meningkatkan produktivitas hasil perkebunan, pertanian dan kehutanan melalui
intensifikasi lahan; b. Memanfaatkan lahan non produktif secara lebih bermakna bagi peningkatan kualitas
lingkungan dan peningkatan pendapatan masyarakat; c. Meningkatkan teknologi pertanian, termasuk perkebunan, perikanan, peternakan dan
kehutanan sehingga terjadi peningkatan produksi dengan kualitas yang lebih baik dan bernilai ekonomi tinggi;dan
d. Menguatkan pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan sumber daya manusia dan kelembagaan serta fasilitasi sertifikasi yang dibutuhkan.
7. strategi untuk meningkatkan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis pangan dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang bernilai ekonomi tinggi, dikelola secara berhasil guna, terpadu dan ramah lingkungan, melalui : a. Mengembangkan industri pengolahan hasil kegiatan agro sesuai komoditas unggulan
kawasan dan kebutuhan pasar (agroindustri dan agribisnis); b. Mengembangkan penelitian dan pengolahan sumber daya kelautan dan perikanan
sehingga menjadi kekuatan utama ekonomi masyarakat pesisir. 8. strategi untuk meningkatkan dan mendorong potensi Sumber Daya Manusia untuk
mengelola potensi sumber daya alam, melalui : a. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang kegiatan belajar dan
mengajar; b. Mengembangan sekolah-sekolah berstandar Internasional.
9. strategi untuk membangun kawasan wisata Alam dan laut melalui penetapan kawasan wisata alam dan bahari (pesisir) sebagai kawasan unggulan, dikelola dengan ramah lingkungan, melalui: a. Membangun dan meningkatkan sarana dan parasarana wisata lebih baik untuk
menunjang kebutuhan wisatawan; b. Meningkatan promosi wisata baik dalam daerah maupun keluar daerah; c. Mengembangkan potensi wisata yang belum terdata untuk memperkaya objek wisata; d. Meningkatkan kegiatan pariwisata melalui peningkatan prasarana dan sarana
pendukung, pengelolaan objek wisata yang lebih profesional serta pemasaran yang lebih agresif dan efektif.
10. strategi untuk membangun prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas untuk pemenuhan hak dasar dan dalam rangka pewujudan tujuan penataan ruang yang berimbang serta mitigasi bencana, melalui: a. Membangun prasarana dan sarana transportasi yang mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi kawasan secara signifikan dan berimbang; b. Membangun utilitas dan fasilitas sosial secara proporsional dan memadai sesuai
kebutuhan masyarakat pada setiap pusat permukiman; c. Menyusun program dan pembangunan berbagai perangkat keras dan lunak untuk
mitigasi berbagai bencana alam, seperti tsunami, gempa, longsor, banjir, kebakaran hutan dan ancaman lainnya;
d. Menetapkan zona mitigasi bencana atau kawasan rawan bencana di seluruh kecamatan di Kabupaten Pesisir selatan dengan mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang.
10
BAB III FUNGSI DAN KEDUDUKAN
Pasal 5
(1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai: a. Arahan struktur dan pola ruang, pemanfaatan sumberdaya, dan pembangunan daerah
serta penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Provinsi, dan Kabupaten; b. Pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten dan
pedoman penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten. (2) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah :
a. Sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang nasional; penyelaras bagi kebijakan penataan ruang provinsi; dan pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Pesisir Selatan.
b. Sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antar wilayah lain yang berbatasan; dan kebijakan pemanfaatan ruang kabupaten, lintas kecamatan, dan lintas ekosistem.
BAB IV LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN, SUBSTANSI, DAN JANGKA WAKTU
RTRW KABUPATEN Pasal 6
(1) Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan batas yang ditentukan
berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan, wilayah pesisir dan laut, perairan lainnya, serta wilayah udara.
(2) Batas-batas wilayah meliputi: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kota Padang; b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan,
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh (Provinsi Jambi); c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mukomuko (Provinsi Bengkulu); d. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
(3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kecamatan Koto XI Tarusan; b. Kecamatan Bayang; c. Kecamatan IV Nagari Bayang Utara; d. Kecamatan IV Jurai; e. Kecamatan Batang Kapas; f. Kecamatan Sutera; g. Kecamatan Lengayang; h. Kecamatan Ranah Pesisir; i. Kecamatan Linggo Sari Baganti; j. Kecamatan Pancung Soal; k. Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan; dan l. Kecamatan Lunang Silaut.
Pasal 7
RTRW Kabupaten yang diatur dalam Peraturan Daerah ini substansinya memuat tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
11
penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 8
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten berlaku untuk 20 (dua puluh) tahun. (2) RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun. (3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala
besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
BAB V RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu Umum Pasal 9
(1) Rencana struktur ruang wilayah meliputi :
a. Sistem perkotaan; b. Sistem jaringan transportasi; c. Sistem jaringan energi; d. Sistem jaringan telekomunikasi; e. Sistem jaringan sumberdaya air; dan f. Sistem prasarana lingkungan.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 :
50.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Rencana dan Kriteria Sistem Perkotaan
Paragraf 1
Rencana Sistem Perkotaan Pasal 10
(1) Rencana sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf a
dikembangkan secara hirarki dan dalam bentuk pusat kegiatan, sesuai kebijakan nasional dan provinsi, potensi, dan rencana pengembangan wilayah kabupaten.
(2) Pengembangan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. PKWp; b. PKL; c. PPK; d. PPL;
(3) Pusat Kegiatan yang ditetapkan sebagai PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah Tapan.
12
(4) Pusat Kegiatan yang ditetapkan sebagai PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Kota Painan.
(5) Pusat Kegiatan yang ditetapkan sebagai PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah : a. Tarusan Kecamatan Koto XI Tarusan; b. Pasar Baru Kecamatan Bayang; c. Kambang Kecamatan Lengayang; d. Inderapura Kecamatan Pancung Soal; dan e. Lunang Kecamatan Lunang Silaut.
(6) Pusat Kegiatan sebagai PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah sebagai berikut, yaitu : a. Barung – Barung Belantai (Kecamatan Koto XI Tarusan); b. Asam Kumbang (Kecamatan IV Nagari Bayang Utara); c. Lumpo (Kecamatan IV Jurai); d. Pasar Kuok (Kecamatan Batang Kapas); e. Surantih (Kecamatan Sutera); f. Amping Parak (Kecamatan Sutera); g. Koto Baru (Kecamatan Lengayang); h. Lubuk Sariak (Kecamatan Lengayang); i. Lakitan (Kecamatan Lengayang); j. Balai Salasa (Kecamatan Ranah Pesisir); k. Air Haji (Kecamatan Linggo Sari Baganti); l. Muaro Sakai (Kecamatan Pancung Soal); m. Sindang (Kecamatan Lunang Silaut); n. Silaut (Kecamatan Lunang Silaut); o. Kumbung (Kecamatan Lunang Silaut).
Pasal 11
(1) Selain rencana pengembangan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) juga dikembangkan kawasan Agropolitan dan Minapolitan.
(2) Kawasan Agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kecamatan Sutera; b. Kecamatan Lengayang; c. Kecamatan Ranah Pesisir; dan d. Kecamatan Linggo Sari Baganti.
(3) Kawasan Minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Kecamatan Koto XI Tarusan.
(4) Kawasan Agropolitan, Minapolitan dan kawasan sejenis dapat dikembangkan pada tempat lain sesuai dengan kebutuhan.
(5) Ketentuan batas kawasan Agropolitan, Minapolitan dan kawasan sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur sesuai peraturan perundang undangan dan ditetapkan melalui Keputusan Bupati setelah dilakukan kajian kawasan dan penyusunan rencana tata ruang kawasan Agropolitan dan Minapolitan.
13
Paragraf 2 Kriteria Sistem Perkotaan
Pasal 12
Kriteria PKWp sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2) huruf a adalah : a. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-
impor yang mendukung PKN; b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa
yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota; dan/atau c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
Bagian Ketiga Rencana dan Kriteria Sistem Jaringan Transportasi
Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Transportasi Pasal 13
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi meliputi sistem transportasi darat
dan laut; (2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
jaringan jaringan jalan dan sistem terminal; (3) Sistem jaringan transportasi laut terdiri dari tatanan kepelabuhanan dan angkutan laut
dan keselamatan pelayaran.
Pasal 14
(1) Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) meliputi pengembangan jaringan jalan dan penanganan jalan.
(2) Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyediaan prasarana transportasi jalan guna menunjang pembentukan sistem perkotaan yang direncanakan, meliputi peningkatan fungsi jalan dan/atau pembangunan jalan baru.
(3) Rencana peningkatan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jalan nasional (K1), jalan provinsi (K3) dan jalan kabupaten (K4).
(4) Peningkatan jaringan jalan nasional (K1) meliputi ruas jalan yang menghubungkan simpul-simpul sebagai berikut : a. Kota Padang – Painan – Bengkulu; b. Painan - Tapan – Sungai Penuh;dan c. Inderapura – Muaro Sakai- Lunang- Bengkulu.
(5) Pengembangan jaringan jalan provinsi (K3) meliputi ruas jalan yang menghubungkan simpul-simpul sebagai berikut : a. Koto XI Tarusan - Mandeh Tarusan - Sungai Pinang - Sungai Pisang. b. Pasar Baru – Alahan Panjang Kabupaten Solok; dan
(6) Pengembangan jaringan Jalan Kabupaten (K4) meliputi ruas jalan yang menghubungkan simpul-simpul sebagai berikut : a. Barung-Barung Balantai (Tarusan) – Asam Kumbang (IV Nagari Bayang Utara) – Lumpo –
Painan (IV jurai); b. Koto Gunung (Batang Kapas) – Langgai (Sutera) – Koto Baru (Lengayang) – Sungai Liku
(Balai Salasa);dan
14
c. Lagan (Air Haji) – Batung Transat (Inderapura) – Sarko Tapan (Tapan) – Sindang (Lunang Silaut).
Pasal 15
(1) Pengembangan dan pembangunan sistem terminal sebagaimana dimaksud pada Pasal 13
ayat (2) meliputi terminal regional tipe B, dan tipe C. (2) Pengembangan terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pembangunan terminal di tapan dan peningkatan fungsi terminal Sago Painan. (3) Pembangunan terminal tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi PPK
Koto XI Tarusan, Pasar Baru, Kambang, Inderapura dan Lunang.
Pasal 16
(1) Pengembangan sistim transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditujukan untuk mendukung sistem produksi, sistem pergerakan penumpang dan barang dengan kegiatan sistem perekonomian antar kawasan maupun regional;
(2) Pengembangan sistem transportasi laut dilakukan melalui pengembangan dan/atau pembangunan pengumpan dan pelabuhan pengumpul serta pembangunan pelabuhan baru;dan
(3) Pengembangan pelabuhan dilakukan melalui : a. Pengembangan pelabuhan, yaitu peningkatan dan perluasan fungsi pelabuhan
Panasahan Corocok Painan menjadi pelabuhan pengumpan Regional; b. Pembangunan pelabuhan baru, yaitu pelabuhan pengumpan Regional di Air Haji; c. Peningkatan pelayanan pelabuhan Pengumpan Lokal Muaro Sakai; dan d. Pembangunan pelabuhan wisata Marina di Painan.
Paragraf 2
Kriteria Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 17 Jalan strategis nasional dikembangkan berdasarkan kriteria menghubungkan PKN dan/atau PKW/ PKWp dengan kawasan strategis nasional.
Bagian Keempat Rencana dan Kriteria Sistem Jaringan Energi
Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Energi
Pasal 18
(1) Pengembangan sistim jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf c ditujukan bagi pengembangan jaringan prasarana energi listrik yang meliputi prasarana pembangkit dan jaringan listrik.
(2) Pengembangan sistem prasarana pembangkit dan jaringan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan energi/ listrik bagi kegiatan permukiman dan kegiatan non permukiman dan mendukung kegiatan perekonomian, pengembangan kawasan.
15
(3) Pengembangan prasarana pembangkit energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumber energi primer, terutama sumber energi terbarukan dan/atau sumber energi baru yang banyak tersedia di kabupaten Pesisir Selatan meliputi tenaga air dan gelombang laut.
(4) Rencana pembangunan Pengembangan prasarana pembangkit energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi seluruh Kecamatan.
(5) Pengembangan jaringan energi listrik dilakukan melalui pembangunan jaringan interkoneksi Sumatera bagian Selatan meliputi pengembangan jaringan SUTT, dan/atau SUTET.
Paragraf 2
Kriteria Sistem Jaringan Energi
Pasal 19
(1) Pengembangan prasarana energi ditujukan untuk peningkatan kapasitas pembangkit listrik dengan kriteria : a. Mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik untuk kepentingan di kawasan
perkotaan, perdesaan, dan pulau-pulau kecil; b. Mendukung pemanfaatan teknologi tinggi yang mampu menghasilkan energi untuk
mengurangi ketergantungan sumber energi tak terbarukan; c. Berada pada lokasi aman dari bahaya bencana alam dan aman terhadap kegiatan lain;
(2) Pengembangan prasarana jaringan energi listrik ditetapkan dengan kriteria : a. Mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik untuk kepentingan di kawasan
perkotaan, perdesaan, dan pulau-pulau kecil; b. Melintasi kawasan permukiman, wilayah sungai, laut, hutan, pertanian, dan jalur
transportasi;dan c. Mendukung pemanfaatan teknologi tinggi yang mampu menghasilkan energi untuk
mengurangi ketergantungan sumber energi tak terbarukan.
Bagian Kelima Rencana dan Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi
Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 20
(1) Pengembangan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf d, meliputi sistem terestrial yang terdiri dari sistem kabel, sistem seluler; dan sistem satelit sebagai penghubung antara pusat - pusat pertumbuhan.
(2) Pengembangan prasarana telekomunikasi dilakukan hingga ke pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana telekomunikasi.
16
Paragraf 2 Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 21
(1) Pengembangan jaringan telekomunikasi dengan sistem terestrial ditetapkan dengan
keriteria : a. Jaringan dikembangkan secara berkesinambungan dan terhubung dengan jaringan
nasional; b. Menghubungkan antar pusat kegiatan; dan c. Mendukung kawasan pengembangan ekonomi.
(2) Pengembangan jaringan sistem satelit ditetapkan dengan kriteria : a. Mendukung dan melengkapi pengembangan jaringan terestrial; b. Mendukung pengembangan telekomunikasi seluler pada setiap kecamatan;
Bagian Keenam
Rencana dan Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Paragraf 1 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 22
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf e
meliputi : a. Sistem jaringan sungai ; b. Sistem jaringan irigasi ; c. Sistem jaringan air baku ; d. Sistem pengendalian banjir; e. Sistem pengamanan pantai.
(2) Sistem jaringan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan pada daerah aliran sungai.
(3) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan dalam rangka menunjang pengembangan lahan irigasi di seluruh kecamatan.
(4) Sistem jaringan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikembangkan untuk seluruh kecamatan.
(5) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimasud pada ayat (1) huruf d di sepanjang aliran sungai.
(6) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikembangkan di sepanjang garis pantai.
(7) Dalam rangka pengembangan penatagunaan air pada DAS diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan sumberdaya air dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Rencana pengembangan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada Pasal 9
ayat (1) huruf e meliputi konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
17
(2) Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, pengelolaan kualitas air, dan pencegahan pencemaran air.
(3) Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui pengembangan jaringan irigasi pada seluruh wilayah kecamatan yang memiliki lahan pertanian lahan basah.
(4) Pengendalian daya rusak air dilakukan melalui pembangunan dan/ atau pengembangan prasarana pengendalian banjir.
(5) Pengendalian daya rusak air dilakukan melalui pembangunan dan/ atau pengembangan prasarana pengamanan pantai.
Pasal 24
Rencana pengembangan wilayah sungai lintas provinsi dan lintas kabupaten dilakukan secara terpadu dalam penataan ruang, upaya konservasi dan pemanfaatan sungai lintas provinsi dan lintas kabupaten.
Paragraf 2 Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 25
Wilayah sungai dan cekungan air tanah lintas provinsi dan lintas kabupaten ditetapkan dengan kriteria melintasi dua atau lebih provinsi dan kabupaten.
Bagian Ketujuh
Rencana dan Kriteria Sistem Prasarana Lingkungan
Paragraf 1 Rencana Sistem Prasarana Lingkungan
Pasal 26
(1) Sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf f meliputi
: a. Tempat pemrosesan akhir (TPA); b. Sistem pengelolaan air minum (SPAM); c. Sarana dan prasarana lingkungan yang sifatnya menunjang kehidupan masyarakat;dan d. Jalur evakuasi bencana.
(2) Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah upaya bersama dalam menghadapi dampak lingkungan, maka perlu dikembangkan lokasi yang digunakan bersama antara kecamatan dengan sistem pengelolaan yang berwawasan lingkungan dengan lokasi sebagai berikut : a. Tempat pemrosesan akhir di Kecamatan Koto XI Tarusan, IV Jurai, Lengayang, Pancung
Soal, Basa Ampek Balai Tapan dan Lunang Silaut. b. Sistem pengelolaan air minum pada setiap kecamatan;dan c. Jalur evakuasi bencana pada setiap kecamatan;
18
Paragraf 2 Kriteria Sistem Prasarana Lingkungan
Pasal 27
Sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan kriteria mengacu pada peraturan perundang-undangan.
BAB VI RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 28 (1) Rencana pola ruang meliputi :
a. Pola ruang kawasan lindung; dan b. Pola ruang kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Rencana Pengembangan Kawasan Lindung
Pasal 29
Rencana pengembangan kawasan lindung meliputi : a. Kawasan hutan lindung; b. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; c. Kawasan perlindungan setempat; d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. Kawasan rawan bencana alam; f. Kawasan lindung geologi; g. Kawasan lindung lainnya.
Pasal 30
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf a, seluas lebih kurang
23.096 Ha. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dan pengaturan kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kementerian Kehutanan.
Pasal 31
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf b, meliputi :
19
a. Kawasan bergambut yang terdapat di Kecamatan Lunang Silaut; b. Kawasan resapan air yang terdapat pada kawasan lindung di seluruh kecamatan.
Pasal 32
(3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf c, meliputi:
a. Sempadan pantai di Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal dan Lunang Silaut;
b. Sempadan sungai dikembangkan pada seluruh aliran sungai yang ada di kabupaten, baik yang mengalir di kawasan perkotaan maupun di luar kawasan perkotaan;
c. Kawasan sempadan mata air yang menyebar di seluruh wilayah kabupaten; dan d. Kawasan terbuka hijau kota, yang menyebar di kawasan perkotaan dan bukan
perkotaan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 33
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf d, meliputi : a. Cagar alam pada Kecamatan Koto XI Tarusan seluas lebih kurang 25.177 Ha; b. Kawasan suaka alam wisata Kecamatan Koto XI Tarusan dan Kecamatan Bayang seluas
lebih kurang 25.925 ha; c. Kawasan suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut terdapat di Pulau Penyu seluas
lebih kurang 450 ha di Kecamatan IV Jurai; d. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya terdapat di pulau Beringin berbatasan
dengan Provinsi Bengkulu; e. Kawasan pantai berhutan bakau Kecamatan Pancung Soal dan Lunang Silaut; f. Kawasan Taman Nasional terdapat di Kecamatan Bayang, IV Nagari Bayang Utara, IV
Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal, Basa Ampek Balai Tapan dan Lunang Silaut; dan
g. Kawasan cagar budaya terdapat diseluruh kecamatan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dan pengaturan kawasan suaka alam,
pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kementerian Kehutanan dan cagar budaya ditetapkan oleh kementerian yang terkait.
Pasal 34
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf e, meliputi :
a. Kawasan rawan tanah longsor, tersebar di seluruh wilayah kabupaten; b. Kawasan rawan gelombang pasang tersebar pada kawasan pesisir yang meliputi
Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal dan Lunang Silaut;dan
c. Kawasan rawan banjir, tersebar diseluruh kecamatan dalam kabupaten Pesisir Selatan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan, pengaturan, dan pengelolaan kawasan
rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
20
Pasal 35
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud paada Pasal 29 huruf f, meliputi : a. Kawasan rawan gempa bumi dengan potensi ke gempaan skala 3 s/d 8,5 SR di seluruh
wilayah kabupaten; b. Kawasan rawan gerakan tanah tersebar di seluruh wilayah kebupaten; c. Kawasan rawan bencana tsunami, menyebar diseluruh kawasan pesisir yang meliputi
Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal dan Lunang Silaut;
d. Kawasan abrasi terdapat di daerah sepanjang pantai kabupaten. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan, dan pengelolaan kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 36
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf g, meliputi:
a.Kawasan lindung plasma nutfah terdapat di daerah seluruh Kecamatan. b.Kawasan Terumbu Karang, yang terdapat di kawasan Mandeh, Carocok dan pulau –
pulau kecil sebanyak 25 buah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan, dan pengelolaan kawasan lindung lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya
Pasal 37
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya terdiri atas : a. Kawasan hutan produksi; b. Kawasan hutan tanaman rakyat; c. Kawasan perkebunan; d. Kawasan pertanian; e. Kawasan perikanan; f. Kawasan Peternakan g. Kawasan pertambangan; h. Kawasan industri; i. Kawasan pariwisata; j. Kawasan permukiman; dan k. Kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 38
(1) Rencana Pengembangan Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf a, meliputi; a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas yang tersebar di Kecamatan Lengayang, Ranah
Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal, Basa Ampek Balai Tapan dan Lunang Silaut dengan luas total lebih kurang 40.004 Ha.
21
b. Kawasan Hutan Produksi yang dapat Konversi yang tersebar di Kecamatan Ranah Pesisir, Linggosari Baganti, Basa Ampek Balai Tapan dan Lunang Silaut dengan luas total lebih kurang 25.378 Ha.
c. Kawasan Hutan Produksi berada di Kecamatan Lunang Silaut dengan luas total lebih kurang 5.299 Ha.
(2) Rencana pengembangan hutan tanaman rakyat sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf b di lakukan pada seluruh kecamatan yang ada hutan produksi dan hutan produksi terbatas.
(3) Rencana pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf c, dilakukan di seluruh kawasan kabupaten yang memiliki potensi dan sesuai untuk pengembangan perkebunan, meliputi kecamatan Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal, Basa Ampek Balai Tapan dan Lunang Silaut.
(4) Rencana pengembangan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf d, dilakukan di seluruh wilayah kacamatan yang memiliki potensi dan sesuai untuk pengembangan pertanian pangan, meliputi : a. Kawasan pertanian lahan sawah irigasi teknis dikembangkan di seluruh kecamatan; b. Kawasan pertanian lahan kering dan hortikultura dikembangkan di wilayah kabupaten
yang memiliki kesesuaian lahan untuk kegiatan pertanian lahan kering dan hortikultura terutama di Kecamatan Koto XI Tarusan dan Kecamatan IV Nagari Bayang Utara; dan
c. Kawasan agropolitan peternakan dikembangkan di wilayah Kecamatan Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir dan Linggo Sari Baganti dengan pusat kegiatan di Kecamatan Lengayang (Lakitan).
(5) Rencana pengembangan kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf e, dilakukan di seluruh wilayah dalam kabupaten yang memiliki potensi dan sesuai untuk pengembangan perikanan, meliputi : a. Kawasan perikanan tangkap, pengembangan perikanan tangkap dilakukan di
Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal, dan Lunang Silaut;
b. Kawasan perikanan budidaya, pengembangan perikanan budidaya dilakukan di seluruh kecamatan Kabupaten Pesisir Selatan yang memiliki potensi budidaya perikanan dan di pusatkan di kawasan minapolitan mandeh;
(6) Rencana pengembangan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37huruf f, dilakukan di seluruh wilayah kabupaten yang memiliki potensi dan sesuai untuk pengembangan perternakan, meliputi : a. Peternakan dikembangkan di wilayah Kecamatan Sutera, Kecamatan Lengayang,
Kecamatan Ranah Pesisir dan Kecamatan Linggo Sari Baganti dengan Pusat Pengembangan di Surantih;
b. Pengembangan Perternakan untuk sapi lokal di wilayah 12 kecamatan. (7) Rencana pengembangan potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37
huruf g, dilakukan di Wilayah Pertambangan (WP) yang berada di kecamatan IV Jurai (Lumpo dengan luas lebih kurang 922,70, IV Jurai lebih kurang 1.138 Ha dan Nagari Tambang dengan luas lebih kurang 292 Ha), Kecamatan Batang Kapas dengan luas lebih kurang 2.365 Ha, Kecamatan Sutera dengan luas lebih kurang 7.582,55 Ha, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan dengan luas lebih kurang 2.451,6 Ha dan Kecamatan Lunang Silaut lebih kurang 199 Ha.
(8) Rencana pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf h, dilakukan pada kawasan yang sesuai untuk pengembangan industri besar, sedang, dan industri kecil, baik yang dikembangkan dalam bentuk kawasan industri, lingkungan industri, maupun industri rumah tangga yang berbasis agroindustri di Kecamatan Koto XI Tarusan (industri perikanan dan galangan kapal, gambir), Kecamatan Lengayang
22
(peternakan dan Industri Kelapa Sawit), Kecamatan Pancung Soal (industri kelapa sawit), Kecamatan lunang silaut (industri kelapa sawit).
(9) Rencana pengembangan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf i, memperhatikan kawasan dan jenis wisata yang dikembangkan di Kabupaten terdiri dari: a. Kawasan Wisata Budaya di Kecamatan Pancung Soal (Istana Indrapura) dan Lunang
Silaut (Rumah Mande Rubiah); b. Kawasan Wisata Bahari berupa Wisata Pantai Teluk Kasai, Wisata Pantai Carocok
Painan, Kawasan Mandeh, Sumedang, Pasir Putih, Sambungo ;dan c. Kawasan Wisata Alam (Air Terjun Bayang Sani, Jembatan Akar, Air Terjun Timbulun,
Air Terjun Pelangai Gadang, Ganting Ampalu, Air terjum Sungai Suam Lakitan dan Ekowisata Suaka Taman Nasional Kerinci Seblat Sako) ;
d. Kawasan Wisata Konservasi (pulau-pulau yang tersebar di Kabupaten Pesisir Selatan). (10) Rencana pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada Pasal 37
huruf j, meliputi permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan dikembangkan diseluruh wilayah kabupaten yang memenuhi kriteria sebagai permukiman yang terdiri dari : a. Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :
1. Kawasan Kota besar terdapat di Kota Painan; 2. Kawasan Kota menengah di Tapan dan Kota Terpadu Mandiri (Lunang); 3. Kawasan Kota kecil di ibu kota kecamatan;
b. Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi : 1. Pemukiman pusat pertumbuhan nagari; 2. Pemukiman kampung; dan 3. Pemukiman dusun;
(11) Rencana pengembangan kawasan budidaya peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf k diatur dalam standar dan kriteria teknis pemanfaatan ruang dan merupakan persyaratan minimal untuk seluruh kabupaten yang meliputi :
a. Kawasan kantor pemerintahan; b. Kawasan pendidikan; c. Kawasan pertahanan keamanan daerah dan lingkungan;dan d. Kawasan budidaya perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 39
Pengembangan lebih lanjut kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) diatur dengan Peraturan Kementerian Kehutanan dan Pasal 37 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10) dan ayat (11) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 40
Rencana pengembangan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis berupa Kawasan andalan yang ditetapkan secara nasional, yaitu kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Lunang Silaut.
Pasal 41
Pengembangan dan pengelolaan lebih lanjut kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan oleh pejabat berwenang sesuai kewenangannya dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
23
BAB VII PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 42
(1) Rencana pengembangan kawasan strategis meliputi:
a. Kawasan strategis nasional; b. Kawasan strategis provinsi dan; c. Kawasan strategis kabupaten.
(2) Pengembangan kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kawasan strategis nasional yang ditetapkan di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat;
(3) Pengembangan kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah kawasan strategis provinsi yang ditetapkan di Kabupaten Pesisir Selatan meliputi : a. Kawasan Indarung – Teluk Bayur – Bungus – Mandeh mina politan (ITBM); b. Kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM) lunang Silaut ;
(4) Pengembangan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah kawasan strategis kabupaten yang ditetapkan di Kabupaten Pesisir Selatan meliputi; a. Kawasan Palabuhan Panasahan Carocok Painan – Wisata Carocok – Bukik Langkisau; b. Kawasan Agropolitan Peternakan; c. Kawasan Pelabuhan Perikanan Kambang; d. Kawasan Istana Inderapura; e. Kawasan Rumah Mande Rubiah;dan f. Kawasan jembatan Akar Bayang Sani;
(5) Pengembangan dan pengelolaan lebih lanjut kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat berwenang sesuai kewenangannya dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pembiayaan pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dari sumber dana anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten serta dari dana investasi perorangan dan masyarakat swasta/ investor maupun dana yang dibiayai bersama (sharring) baik antar Pemerintah Pusat dan Provinsi, antar Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kabupaten maupun antara swasta/ investor dengan Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah, dan dana lain-lain dari penerimaan yang sah.
(7) Pengelolaan, penggunaan, dan bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut berdasarkan peraturan daerah dan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
BAB VIII ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Pasal 43
(1) Pemanfaatan ruang wilayah mengacu pada rencana struktur ruang dan rencana pola ruang kabupaten;
(2) Pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyusunan program pemanfaatan ruang;
24
(3) Pembiayaan untuk merealisasikan program pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan rencana struktur ruang dan perwujudan rencana pola ruang dialokasikan dari sumber dana anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten serta dari dana investasi perorangan dan masyarakat (swasta/investor) maupun dana yang dibiayai bersama (sharring) baik antar Pemerintah (Pusat dan Provinsi), antar Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten maupun antara swasta/investor dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dan dana lain-lain dari penerimaan yang sah.
Pasal 44
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program pembangunan yang memiliki jangka waktu pelaksanaan selama 20 tahun, pentahapan kegiatan tersebut dituangkan dalam kegiatan per 5 (lima) tahun dengan indikasi program utama lima tahun pertama diuraikan per tahun kegiatan yang meliputi perwujudan rencana struktur ruang dan perwujudan rencana pola ruang;
(2) Indikasi program perwujudan rencana struktur ruang mencakup program perwujudan pusat-pusat kegiatan yang akan dikembangkan dan perwujudan sistem prasarana;
(3) Indikasi program perwujudan rencana pola ruang mencakup progam pembangunan kawasan lindung dan kawasan budidaya;
(4) Indikasi program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam lampiran III dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Pengelolaan, penggunaan, dan bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 45
(1) Perwujudan pengembangan sistem prasarana wilayah meliputi :
a. Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi; b. Perwujudan pengembangan sistem prasarana energi dan sumberdaya mineral; c. Perwujudan pengembangan sistem prasarana telekomunikasi; d. Perwujudan pengembangan sistem prasarana sumberdaya air;dan e. Perwujudan pengembangan sistem prasarana perumahan dan permukiman.
(2) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari : a. Program transportasi darat; b. Program transportasi laut.
(3) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui : a. Peningkatan kapasitas pelayanan sistem jaringan jalan nasional; b. Pembangunan jaringan jalan jalan provinsi; c. Peningkatan dan pengembangan fungsi jalan kabupaten; d. Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana terminal; e. Pengembangan jaringan transportasi penyeberangan;
(4) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan melalui : a. Pengembangan pelabuhan laut Panasahan Carocok Painan, Air Haji sebagai pelabuhan
pengumpan regional dan Muaro Sakai sebagai pelabuhan pengumpan lokal; b. Pembangunan Pelabuhan Panasahan Carocok Painan dan Pelabuhan Air Haji sebagai
pelabuhan laut pengumpan Regional diarahkan untuk eksport komoditi hasil
25
perkebunan, juga sebagai simpul transportasi laut di Provinsi Sumatera Barat bagian barat;
c. Pembangunan pelabuhan pengumpan lokal di Muaro Sakai; dan d. Pengembangan Pelabuhan untuk kegiatan wisata berada pada Pelabuhan Tarusan dan
Mandeh. (5) Perwujudan pengembangan sistem prasarana energi dan sumberdaya mineral
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui : a. Peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi terbarukan untuk
memenuhi kebutuhan listrik perdesaan, diantaranya mikrohidro, angin, dan surya di perdesaan;
b. Pengoperasian instalasi penyaluran;dan c. Pembangunan energi PLTA pada beberapa kecamatan.
(6) Perwujudan pengembangan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan melalui : a. Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi di seluruh ibukota kecamatan dan
nagari; b. Menciptakan keanekaragaman model telekomunikasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan. (7) Perwujudan pengembangan sistem prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dilakukan melalui : a. Peningkatan dan pemeliharaan sumberdaya air yang berskala regional guna menjaga
kelestarian lingkungan dilakukan pada seluruh sungai yang berhulu di TNKS, seperti Batang Hari (Pesisir Selatan – Jambi);
b. Peningkatan pengairan irigasi teknis yaitu di Inderapura; c. Pengembangan dan rehabilitasi area rawa dilakukan di kecamatan Basa Ampek Balai
Tapan; d. Pengembangan, Pengelolaan dan konservasi sungai dan bangunan penampung; e. Pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang tersebar di seluruh kecamatan; f. Pembangunan prasarana pengendalian banjir di Painan dan kawasan pesisir;dan g. Pengamanan abrasi pantai yaitu di Pesisir Pantai Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang,
IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal dan Lunang Silaut.
(8) Perwujudan pengembangan sistem prasarana perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan melalui : a. Pembangunan perumahan untuk kebutuhan penduduk di Pesisir Selatan sampai dengan
tahun 2030 dengan program pembangunan perumahan swadaya yang tahan gempa; b. Pengembangan prasarana dan sarana perumahan, berupa jalan poros, jalan
lingkungan, jalan setapak, dan drainase yang tersebar di seluruh kecamatan c. Penyediaan prasarana dan sarana air minum terutama pada kawasan rawan air minum
di perkotaan dan perdesaan; d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada setiap rumah sakit; e. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah skala kabupaten di Kecamatan
Koto XI Tarusan, IV Jurai, Lengayang, Pancung Soal, Basa Ampek Balai Tapan dan Lunang Silaut;
f. Pembangunan TPST di seluruh pusat pelayanan kawasan maupun lokal (PPK dan PPL).
Pasal 46
(1) Arahan pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan pola ruang dilakukan melalui perwujudan kawasan lindung dan perwujudan kawasan budidaya.
26
(2) Perwujudan kawasan lindung terdiri atas : a. Pemantapan kawasan lindung; b. Evaluasi kebijakan pemanfaatan lahan kawasan lindung; c. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; d. Kawasan perlindungan setempat; e. Kawasan suaka alam; f. Kawasan cagar alam laut; dan g. Kawasan rawan bencana alam.
(3) Pemantapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui : a. Evaluasi kebijakan pemanfaatan lahan kawasan lindung; b. Rehabilitasi dan konservasi lahan di kawasan lindung guna mengembalikan/
meningkatkan fungsi lindung; c. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung; d. Peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan; e. Pengembangan pola insentif dan disinsentif pengelolaan kawasan lindung; f. Pengawasan kawasan lindung. g. Pengamanan kawasan lindung
(4) Evaluasi kebijakan pemanfaatan lahan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan melalui : a. Evaluasi kondisi eksisting pemanfaatan lahan kawasan lindung; b. Penyusunan rekomendasi kebijakan pemanfaatan lahan kawasan lindung tanpa
mengganggu fungsi lindung. (5) Pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui : a. Mencegah timbulnya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis
tanah di kawasan hutan lindung; b. Memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada kawasan resapan air untuk
keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir. (6) Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
dilakukan melalui : a. Menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai; b. Menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai;
c. Menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya;
d. Menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara dan kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan kota, serta mengendalikan tata air, meningkatkan upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di kota.
(7) Pengelolaan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e bertujuan untuk perlindungan keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala keunikan alam di kawasan suaka alam dan kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya untuk kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
27
(8) Pengelolaan kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f bertujuan untuk pelestarian fungsi lindung dan tatanan lingkungan kawasan (peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran), pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata.
(9) Pengelolaan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dilakukan melalui : a. Menginventarisir kawasan rawan bencana alam di Pesisir Selatan secara lebih akurat; b. Pengaturan kegiatan manusia di kawasan rawan bencana alam untuk melindungi
manusia dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia;
c. Melakukan upaya untuk mengurangi/ meniadakan resiko bencana alam seperti melakukan reboisasi, mempersiapkan jalan-jalan evakuasi tsunami dan fasilitas lokasi evakuasi;
d. Melakukan sosialisasi bencana alam pada masyarakat, terutama masyarakat yang berada pada/dekat dengan daerah rawan bencana alam.
Pasal 47
(1) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 ayat (1) terdiri atas :
a. Pengembangan kawasan permukiman; b. Pengembangan kawasan hutan produksi dan hutan rakyat; c. Pengembangan kawasan pertanian; d. Pengembangan kawasan perkebunan; e. Pengembangan kawasan peternakan; f. Pengembangan kawasan perikanan dan kelautan; g. Pengembangan kawasan pertambangan; h. Pengembangan kawasan industri; i. Pengembangan kawasan pariwisata; dan j. Pengembangan kawasan yang memiliki nilai strategis.
(2) Pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan dilakukan melalui :
1. Pengembangan kota kecil kawasan pusat pertumbuhan. 2. Pengembangan sarana prasarana kawasan tertinggal. 3. Pengembangan dan pengamanan pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan laut 4. Revitalisasi kawasan tradisional/bersejarah, kawasan pariwisata dan kawasan
lain yang menurun kualitasnya yang tersebar di Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang Utara, IV Jurai, Inderapura dan Lunang Silaut.
5. Pengembangan sistem jaringan transportasi yang mendukung alur produksi koleksi distribusi antar kota, antar wilayah dan antara perkotaan dan perdesaan.
6. Pengembangan prasarana dan sarana kawasan perdesaan lainnya. b. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan yang tersebar di Painan, Tapan dan
kota kecamatan lainnya dilakukan melalui : 1. Percepatan penyediaan perumahan melalui kegiatan : Penyediaan Koperasi
Pengkreditan Rumah (KPR) dan Rumah Siap Huni (RSH) bersubsidi, Pengembangan perumahan swadaya dan Pengembangan Kasiba/Lisiba.
2. Penataan dan rehabilitasi lingkungan kawasan perkampungan nelayan, kegiatan ini ditujukan untuk kawasan yang memiliki lingkungan permukiman yang kurang sehat serta kondisi perumahan yang kurang layak pada kota-kota yang menjadi pusat pengembangan.
28
3. Revitalisasi kawasan tradisional/etnis/ bersejarah yaitu kawasan yang mempunyai bangunan bersejarah yang bernilai atau bermakna penting
4. Peningkatan penyehatan lingkungan permukiman. 5. Pengembangan prasarana dan sarana kawasan cepat tumbuh perkotaan, seperti
Kota Terpadu Mandiri di Kecamatan Lunang Silaut. (3) Pengembangan kawasan hutan produksi dan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan melalui : a. Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (seperti komoditi rotan, tanaman obat, dan
damar mata kucing). b. Pengembangan tanaman hutan atau tanaman obat-obatan pada lahan hutan rakyat.
(4) Pengembangan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan melalui : a. Perluasan lahan padi sawah beririgasi teknis di seluruh kecamatan. b. Peningkatan produktifitas lahan padi sawah yang ada di setiap kecamatan.
(5) Pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan melalui : a. Pengembangan kawasan tanaman tahunan/perkebunan yaitu pengembangan komoditi
perkebunan antara lain : kelapa sawit, kelapa, dan karet. b. Peremajaan dan rehabilitasi untuk tanaman yang sudah tua pada masing-masing
kecamatan/kawasan yang diprogramkan. (6) Pengembangan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
dilakukan melalui : a. Pengembangan kawasan agribisnis peternakan. b. Pengembangan kawasan integrasi di Kabupaten Pesisir Selatan - Kawasan integrasi
peternakan – tanaman pangan dan hortikultura (organic farm). 1. Kawasan integrasi peternakan - perkebunan (Kelapa sawit, kelapa, karet). 2. Kawasan integrasi peternakan – perikanan.
(7) Pengembangan kawasan perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan melalui : a. Pengembangan perikanan tangkap laut dalam; b. Pengembangan sentra budidaya perikanan laut (udang, kerapu, dan rumput laut); c. Pengembangan sentra budidaya perikanan air tawar;dan d. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya pesisir dan laut.
1. Pulau penyu dan pulau pasumpahan. 2. Rehabilitasi terumbu karang dan mangrove. 3. Rehabilitasi hutan bakau dan penghijauan kawasan pesisir pantai di seluruh
kecamatan. e. Pengembangan industri pengolahan perikanan di Kambang, IV Jurai dan Koto XI
Tarusan. f. Pengembangan pulau – pulau kecil. g. Peningkatan sarana prasarana pelabuhan perikanan.
1. Carocok Tarusan; 2. Painan; 3. Surantih; 4. Kambang;dan 5. Muaro Sakai.
h. Pembangunan pelabuhan pengumpan Regional di Air Haji (8) Pengembangan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
dilakukan melalui :
29
a. Inventarisasi daerah yang berpotensi untuk usaha pertambangan yang berada pada kawasan hutan lindung;
b. Usulan kebijakan pertambangan di kawasan hutan lindung; c. Penetapan aturan zonasi penambangan rakyat yang diijinkan agar tidak menimbulkan
dampak lingkungan; d. Rehabilitasi lahan pasca tambang;dan e. Pelarangan dan penghentian kegiatan penambangan yang menimbulkan kerusakan
lingkungan. (9) Pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan
melalui pengembangan industri unggulan Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu : a. Pengembangan industri pengolahan hasil laut; b. Pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan, terutama kelapa sawit, kelapa,
Karet. (10) Pengembangan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I ditujukan
pada kawasan unggulan wisata maupun kawasan potensial wisata, yaitu : a. Kawasan wisata carocok Painan; b. Timbulun Kecamatan IV Jurai; c. Salido ketek Kecamatan IV Jurai; d. Kawasan wisata mandeh di Koto XI Tarusan; e. Kawasan wisata terpadu resort cubadak Kecamatan Koto XI Tarusan; f. Bayang sani Kecamatan Bayang; g. Jembatan akar Kecamatan IV Nagari Bayang Utara; h. Pantai sumedang Kecamatan Ranah Pesisir; i. Taratak surantih Kecamatan Sutera; j. Pulau pagang; k. Pulau penyu; l. Pulau marak; dan m. Kawasan ekowisata penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat.
(11) Pengembangan kawasan bernilai strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j ditujukan pada kawasan strategis yang ditetapkan untuk Kabupaten Pesisir Selatan dilakukan melalui : a. Kawasan rencana Pelabuhan Panasahan Carocok Painan – wisata Carocok Langkisau:
1. Penetapan batas kawasan strategis Panasahan Carocok Painan Bukit Langkisau ; 2. Penetapan sub kawasan yang terdiri dari sub kawasan inti, sub kawasan penunjang
dan sub kawasan pendukung; 3. Penyusunan RTBL sub kawasan inti; 4. Penyusunan rencana zonasi sub kawasan penunjang;dan 5. Penyusunan program rehabilitasi kawasan pendukung yang merupakan kawasan.
b. Kawasan rencana Agropolitan peternakan: 1. Penetapan batasan kawasan agropolitan; 2. Penetapan sub kawasan fungsional komoditas peternakan dan non peternakan; 3. Penyusunan rencana struktur dan pola ruang kawasan; 4. Penyusunan arahan pemanfaatan ruang dan rencana pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan; 5. Penyusunan rencana teknis bangunan dan infrastruktur agropolitan; 6. Pembangunan infrastruktur kawasan; 7. Pembangunan pusat agropolitan (agropolis);dan 8. Pembangunan prasarana dan sarana penunjang.
c. Kawasan rencana Pelabuhan Perikanan Kambang: 1. Penetapan batas kawasan strategis Pelabuhan Perikanan Kambang;
30
2. Penyusunan rencana struktur dan pola ruang kawasan; 3. Penyusunan arahan pemanfaatan ruang dan rencana pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan; 4. Penyusunan rencana teknis bangunan dan infrastruktur Pelabuhan;dan 5. Pembangunan infrastruktur kawasan.
d. Kawasan rencana Istana Inderapura: 1. Penetapan batas kawasan strategis Istana Inderapura; 2. Penyusunan rencana struktur dan pola ruang kawasan; 3. Penyusunan arahan pemanfaatan ruang dan rencana pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan; 4. Penyusunan DED untuk seluruh fasilitas dan utilitas yang harus dibangun; 5. Pembebasan lahan sesuai master plan yang sudah dibuat; 6. Penyusunan rencana teknis bangunan dan infrastruktur Istana;dan 7. Pembangunan infrastruktur kawasan.
e. Kawasan rencana Rumah Mande Rubiah: 1. Penetapan batas kawasan strategis Rumah Mande Rubiah; 2. Penyusunan rencana struktur dan pola ruang kawasan; 3. Penyusunan arahan pemanfaatan ruang dan rencana pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan; 4. Penyusunan DED untuk seluruh fasilitas dan utilitas yang harus dibangun; 5. Pembebasan lahan sesuai master plan yang sudah dibuat; 6. Penyusunan rencana teknis bangunan dan infrastruktur Istana;dan 7. Pembangunan infrastruktur kawasan.
f. Kawasan rencana Jembatan Akar - Bayang Sani: 1. Penetapan batas kawasan strategis Jembatan Akar Bayang Sani; 2. Penyusunan rencana struktur dan pola ruang kawasan; 3. Penyusunan arahan pemanfaatan ruang dan rencana pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan; 4. Penyusunan DED untuk seluruh fasilitas dan utilitas yang harus dibangun; 5. Pembebasan lahan sesuai master plan yang sudah dibuat; 6. Penyusunan rencana teknis bangunan dan infrastruktur Jembatan Akar-Bayang
Sani;dan 7. Pembangunan infrastruktur kawasan.
BAB IX ARAHAN PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 48
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten menjadi acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Ketentuan umum peraturan zonasi; b. Ketentuan pemberian perizinan; c. Ketentuan insentif dan disinsentif; dan d. Arah sanksi.
31
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 49
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 ayat (2) huruf a, menjadi pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi oleh pemerintah kabupaten.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung:
1. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Hutan Lindung; 2. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Lindung Bawahannya; 3. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Setempat; 4. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam
dan Cagar Budaya; 5. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Lindung Bencana; 6. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Lindung Geologi; 7. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Lindung Lainnya;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya meliputi: 1. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Hutan Produksi; 2. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Hutan Produksi Terbatas; 3. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Hutan Produksi Konversi; 4. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Pertanian; 5. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Industri; 6. Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Pemukiman; 7. Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Pertambangan;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Bagian Ketiga Ketentuan Pemberian Perizinan
Pasal 50
(1) Perizinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi
pejabat yang berwenang dalam pemberian perizinan pemanfaatan ruang sesuai rencana struktur ruang dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Ketentuan pemberian perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Dasar ketentuan perizinan meliputi:
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 2. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN; 3. Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten; 4. Peraturan Daerah lain terkait; 5. Peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan jenis izin yang diperlukan ;dan 6. Pemberian izin harus melalui advice planning dari instansi berwenang.
b. Ketentuan Perizinan Dalam Penataan Ruang meliputi: 1. Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Penataan
Ruang diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
32
2. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
5. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.
6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
7. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
c. Jenis Perizinan yang terkait dengan Penataan Ruang meliputi: 1. Izin Lokasi; 2. Izin Pemanfaatan Tanah; 3. Izin Perubahan Pengguna Tanah; 4. Izin Konsolidasi Tanah; 5. Izin Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; 6. Izin Mendirikan Bangunan atau Izin Mendirikan Bangunan-Bangunan; 7. Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat; 8. Izin Gangguan HO (Hinder Ordonantie); 9. Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler; 10. Izin In Gang; 11. Izin Saluran Air Hujan;dan 12. Izin Saluran Air Limbah/Saluran Air Kotor.
d. Mekanisme dan Prosedur Perizinan meliputi: 1. Mekanisme Penerbitan Izin Lokasi/Persetujuan Prinsip 2. Mekanisme Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(3) Pemberian perizinan diberikan oleh Bupati. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan pemberian perizinan diatur
dengan peraturan daerah.
Bagian Keempat Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 51
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 ayat (2) huruf c
merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif;
(2) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Ketentuan insentif meliputi:
1. Kawasan perkotaan; 2. Kawasan Pertanian; 3. Kawasan Perkebunan; 4. Kawasan Pesisir; 5. Kawasan Wisata;
33
6. Kawasan Pusat agropolitan;dan 7. Kawasan Stategis.
b. Kententuan disinsentif: 1. Kawasan Rawan Bencana; 2. Kawasan Pertanian dan Perkebunan; 3. Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS);dan 4. Kawasan Pertambangan.
(3) Insentif dan pengenaan disinsentif diberikan oleh Bupati. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan pemberian insentif dan disinsentif diatur
dengan peraturan daerah.
BAB X KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 52
BKPRD Kabupaten membantu Bupati dalam mengkoordinasikan dan merumuskan kebijakan dan bertanggung jawab kepada bupati.
Bagian Kedua
Organisasi dan Tugas Kelembagaan Penataan Ruang Kabupaten
Pasal 53
(1) BKPRD Kabupaten sebagaimana dimaksud pada Pasal 52 ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan susunan organisasi sebagai berikut : a. Penanggung Jawab : Bupati b. Ketua : Wakil Bupati c. Ketua Harian : Sekretaris Daerah Kabupaten d. Sekretaris : Kepala Bappeda Kabupaten e. Wakil Sekretaris : Kepala Dinas Pekerjaan Umum f. Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan potensi daerah (dapat berasal
dari dinas/instansi pemerintah daerah, masyarakat atau lembaga masyarakat, perorangan atau profesional, akademisi atau perguruan tinggi, dan lainnya sesuai kebutuhan)
(2) BKPRD Kabupaten mempunyai tugas sebagai berikut : a. Merumuskan berbagai kebijakan penyelenggaraan penataan ruang kabupaten dengan
memperhatikan kebijakan penataan ruang nasional, provinsi dan kabupaten; b. Mengoordinasikan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; c. Mengoordinasikan penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan sesuai dengan
kewenangan kabupaten; d. Mengintegrasikan dan memaduserasikan RTRW Provinsi dengan RTRW Kabupaten,
Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis, RTRW Kabupaten Perbatasan, serta kawasan tertentu lainnya;
e. Memaduserasikan RPJM dan tahunan yang dilakukan pemerintah kabupaten, masyarakat dan dunia usaha dengan RTR;
34
f. Melaksanakan kegiatan pengawasan yang meliputi pelaporan, evaluasi dan pemantauan penyelenggaraan pemanfaatan ruang;
g. Memberikan rekomendasi perizinan tata ruang kabupaten; h. Melakukan rekomendasi penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang; i. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang, j. Mengembangkan informasi penataan ruang kabupaten untuk kepentingan pengguna
ruang di jajaran pemerintah, masyarakat dan swasta, k. Mensosialisasikan dan menyebarluaskan informasi penataan ruang kabupaten, l. Mengkoordinasikan penanganan dan penyelesaian masalah atau konflik yang timbul
dalam penyelenggaraan penatan ruang dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya,
m. Memberikan rekomendasi guna memecahkan masalah atau konflik pemanfaatan ruang kabupaten dan masalah atau konflik pemanfaatan ruang yang tidak dapat diselesaikan kabupaten;
n. Melaksanakan fasilitasi, supervisi, dan koordinasi dengan dinas/instansi daerah, masyarakat dan dunia usaha berkaitan dengan penyelenggaraan penataan ruang;
o. Menterpadukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan kabupaten dan provinsi sekitarnya;
p. Melakukan evaluasi tahunan atas kinerja penataan ruang kabupaten; q. Menjabarkan petunjuk Bupati berkenaan dengan pelaksanaan fungsi dan kewajiban
koordinasi penyelenggaraan penataan ruang kabupaten; dan r. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas BKPRD Kabupaten secara berkala kepada
Bupati. (3) Untuk memperlancar tugas BKPRD Kabupaten dibantu oleh:
a. Sekretariat; b. Tim Teknis/Kelompok Kerja (Pokja) Perencanaan Tata Ruang; dan c. Tim Teknis/Kelompok Kerja (Pokja) Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
(4) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dipimpin oleh Kepala Bidang pada Bappeda Kabupaten yang membidangi Tata Ruang, mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menyiapkan bahan dalam rangka kelancaran tugas BKPRD Kabupaten; b. Memfasilitasi terselenggaranya jadwal kerja kegiatan BKPRD Kabupaten; c. Menyiapkan dan mengembangkan informasi tata ruang Kabupaten; dan d. Menerima pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan terjadinya pelanggaran dalam
penyelenggaraan penataan ruang. (5) Tim Teknis/ Pokja Perencanaan Tata Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b terdiri dari susunan anggota sebagai berikut : a. Ketua : Kabid pada Bappeda yang mengurusi tata ruang; b. Wakil Ketua : Kabag pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah; c. Sekretaris : Kasubbid pada Bappeda yang mengurusi Tata Ruang; d. Anggota : Disesuaikan dengan kebutuhan, dan yang terkait dengan fungsi penyusunan
rencana tata ruang. (6) Tim Teknis/ Pokja Perencanaan Tata Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) mempunyai tugas sebagai berikut : a. Memberikan masukan kepada BKPRD Kabupaten dalam rangka perumusan kebijakan
penataan ruang Kabupaten; b. Mengoordinasikan penyusunan Rencana Tata Ruang yang menjadi wewenang dan
tanggung jawab Kabupaten;
35
c. Mengoordinasikan dan melakukan fasilitasi serta supervisi penyusunan rencana tata ruang yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten;
d. Mengoordinasikan penyusunan RTRW Kabupaten dalam rangka sinkronisasi RTRW Kabupaten yang berbatasan;
e. Menginventarisasi dan mengkaji masalah-masalah yang timbul dalam perencanaan serta memberikan alternatif pemecahannya; dan
f. Melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kabupaten serta menyampaikan usulan pemecahan/kebijaksanaan untuk dibahas dalam sidang pleno BKPRD Kabupaten.
(7) Tim Teknis/ Pokja Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c terdiri dari susunan anggota sebagai berikut : a. Ketua : Kepala Bagian pada Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah b. Wakil Ketua : Kepala Bidang pada Dinas yang membidangi Tata Ruang c. Sekretaris : Kepala Seksi pada Dinas yang membidangi Tata Ruang d. Anggota : Disesuaikan dengan kebutuhan, dan yang terkait dengan fungsi pengawasan,
penertiban, dan perizinan pemanfaatan ruang. (8) Tim Teknis/ Pokja Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) mempunyai tugas sebagai berikut : a. Memberikan masukan kepada BKPRD Kabupaten dalam rangka perumusan
kebijaksanaan pemanfaatan dan pengendalian ruang Kabupaten; b. Mengoordinasikan pengawasan (pemantauan, evaluasi, dan pelaporan) terhadap
rencana tata ruang; c. Mengoordinasikan penertiban dan perizinan pemanfaatan ruang Kabupaten; d. Menginventarisasi dan mengkaji masalah-masalah yang timbul dalam pemanfaatan dan
pengendalian ruang serta memberikan alternatif pemecahannya; dan e. Melaporkan kegiatan kepada BKPRD Kabupaten serta menyampaikan usulan
pemecahan/kebijaksanaan untuk dibahas dalam sidang pleno BKPRD Kabupaten.
BAB XI HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 54
Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan berbagai unsur seperti masyarakat, pihak swasta, dunia usaha, kelompok profesi, LSM yang selanjutnya disebut peran masyarakat, memiliki hak dan kewajiban dalam penataan ruang, baik pada tahap penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, maupun tahap pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 55
Setiap orang dalam penataan ruang berhak : a. Mengetahui rencana tata ruang wilayah kabupaten; b. Menikmati penambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
36
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Pasal 56
Setiap orang dalam penataan ruang wajib: a. Menaati RTRW Kabupaten yang telah ditetapkan; b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan
dinyatakan sebagai milik umum. Pasal 57
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang wilayah Kabupaten meliputi setiap tahapan
penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan rencana tata ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk pemberian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan;
Pasal 58
(1) Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang dapat berupa informasi, saran,
pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan; (2) Penyampaian informasi, saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau
masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan/atau lisan kepada pemerintah daerah.
Pasal 59
Peran masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRW Kabupaten, meliputi : a. Pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan RTRW Kabupaten
yang telah ditetapkan; b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah; dan c. Bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang.
Pasal 60
Peran masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui : a. Pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dan pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang; b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang.
37
BAB XII PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 61
(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan,para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 62
(1) Pengenaan sanksi diberikan terhadap : a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang
wilayah kabupaten; b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung, dan kawasan
budidaya; c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten; d. Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten; e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; f. Pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar
dan/atau tidak sah. (2) Terhadap pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (1) dapat dikenai
sanksi administratif. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada pasal 62 ayat (2) dapat berupa :
a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara kegiatan; c. Penghentian sementara pelayanan umum; d. Penutupan lokasi; e. Pencabutan izin; f. Pembatalan izin dan pembokaran; g. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau h. Denda administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuaan sanksi administratif dimaksud pada pasal 62 ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.
38
BAB XIV KETENTUAN PIDANA
Pasal 63
(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (1) huruf a yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 64
(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (1) huruf b Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung, dan kawasan budidaya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 65
(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (1) huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang,pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
39
Pasal 66
(5) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(6) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang,pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(7) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(8) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 67 Setiap orang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (1) huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 68 Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 69 Setiap orang yang tidak mematuhi Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar dan/atau tidak sah sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 70 (1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan
rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
40
Pasal 71 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65,Pasal
66, Pasal 67,Pasal 68, Pasal 69 dan Pasal 70 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65,Pasal 66, Pasal 67,Pasal 68, Pasal 69 dan Pasal 70.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 72
(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
pada Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65,Pasal 66, Pasal 67,Pasal 68, Pasal 69 dan Pasal 70, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
(2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.
BAB XV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka: a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan
Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan: 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan
fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan
sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: 1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan ruang
yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; 2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.
41
(3) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2010 – 2030 dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(4) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian Wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.
Pasal 74 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pesisir Selatan Nomor 04 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Daerah Tingkat II Pesisir Selatan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pesisir Selatan
Ditetapkan di : Painan Pada tanggal 29 Apil 2011
BUPATI PESISIR SELATAN,
NASRUL ABIT
Diundangkan di : Painan pada tanggal 29 April 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN,
H.ROSMAN EFFENDI,SE,SH,MM,MBA PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 19590727 198103 1 010
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2011 NOMOR 7