PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan...

55
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (2) huruf f dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir, dan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat radioaktif, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Ketentuan Sistem Proteksi Fisik Instalasi dan Bahan Nuklir; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pengangkutan Zat Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4201); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668);

Transcript of PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan...

Page 1: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (2) huruf f dan

ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang

Perizinan Reaktor Nuklir, dan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan

Pengangkutan Zat radioaktif, perlu menetapkan Peraturan Kepala

Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Ketentuan Sistem Proteksi

Fisik Instalasi dan Bahan Nuklir;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang

Pengangkutan Zat Radioaktif (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2002 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4201); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan

Reaktor Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2006 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4668);

Page 2: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 2 -

4. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan

Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 54,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4839); 5. Keputusan Presiden RI Nomor 49 Tahun 1986 tentang

Pengesahan the Convention on the Physical Protection of

Nuclear Material; 6. Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perizinan Instalasi Nuklir Nonreaktor; 7. Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 10 Tahun 2006 tentang

Pedoman Penyusunan Laporan Analisis Keselamatan Instalasi

Nuklir Nonreaktor;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

TENTANG KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI

DAN BAHAN NUKLIR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang

dimaksud dengan:

1. Bahan Nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi

pembelahan berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi

bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai.

2. Instalasi Nuklir adalah:

a. reaktor nuklir;

b. fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi,

pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan nuklir dan atau

pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan/atau

Page 3: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 3 -

c. fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar

nuklir dan bahan bakar nuklir bekas.

3. Pengusaha Instalasi Nuklir yang selanjutnya disebut PIN adalah

orang perseorangan atau badan hukum yang bertanggung

jawab dalam pengoperasian instalasi nuklir.

4. Pemindahan secara tidak sah adalah pencurian atau

pengambilan bahan nuklir tanpa seizin dan sepengetahuan

penanggung jawab bahan nuklir.

5. Pertahanan berlapis adalah suatu konsep yang digunakan untuk

mendesain sistem proteksi fisik dalam upaya mengatasi musuh

dengan rintangan yang berlapis, baik bentuknya sama atau

berbeda.

6. Pengangkutan zat radioaktif adalah pemindahan zat radioaktif

dari suatu tempat ke tempat lain melalui jaringan lalu lintas

umum, dengan menggunakan sarana angkutan darat, air atau

udara.

7. Sabotase adalah setiap tindakan melawan hukum yang sengaja

dilakukan atau ditujukan terhadap instalasi nuklir atau bahan

nuklir yang digunakan, disimpan atau diangkut, yang

mengakibatkan bahaya radiasi terhadap pekerja, masyarakat

dan lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Ancaman dasar desain (design basis threat) adalah sifat dan

karakteristik musuh dari dalam maupun luar yang digunakan

sebagai fondasi atau alasan untuk merancang dan mengevaluasi

sistem proteksi fisik.

9. Ancaman dasar desain lokal adalah sifat dan karakteristik

musuh dari dalam maupun luar yang spesifik untuk wilayah di

sekitar tapak instalasi, dan digunakan sebagai fondasi atau

alasan bagi PIN untuk merancang dan mengevaluasi sistem

proteksi fisik.

10. Ancaman dasar desain nasional adalah sifat dan karakteristik

musuh dari dalam maupun luar yang bersifat nasional, dan

Page 4: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 4 -

digunakan sebagai fondasi atau alasan untuk merancang dan

mengevaluasi sistem proteksi fisik.

11. Alarm adalah peralatan teknis yang digunakan untuk memberi

peringatan adanya penyusupan atau gangguan.

12. Daerah dalam adalah suatu lokasi yang terdapat di dalam

daerah proteksi, tempat bahan nuklir golongan I digunakan

dan/atau disimpan.

13. Daerah proteksi adalah lokasi penilaian tempat bahan nuklir

golongan I atau II berada, dan/atau daerah vital yang dikelilingi

penghalang fisik.

14. Daerah vital adalah lokasi di dalam daerah proteksi tempat

peralatan, sistem, atau bahan nuklir berada, yang dimungkinkan

terjadi sabotase.

15. Deteksi penyusupan (intrusion detection) adalah cara

menemukan dan menentukan keberadaan sesuatu atau

seseorang yang dicurigai yang dilakukan oleh orang atau sistem

yang terdiri atas sensor, medium transmisi dan panel kontrol

untuk membunyikan alarm.

16. Penilai adalah orang dan/atau peralatan yang melakukan fungsi

penilaian.

17. Penilaian adalah tindakan pengawasan secara terus-menerus

yang dilakukan oleh orang dan/atau peralatan foto listrik,

CCTV (Closed Circuit Television), detektor suara, alat elektronik

lainnya, fotografi atau dengan cara lain, dan penentuan oleh

orang atau alat tentang sebab terjadinya sinyal alarm.

18. Patroli adalah kegiatan yang dilakukan oleh penjaga yang diberi

tugas memeriksa elemen proteksi fisik, antara lain penghalang

fisik dan alat deteksi penyusupan, secara berkala atau sewaktu-

waktu sehingga elemen tersebut dapat diamati dalam jangka

waktu tertentu.

19. Penghalang fisik adalah pagar atau dinding atau yang

sejenisnya yang dipasang untuk kendali akses dan penundaan

Page 5: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 5 -

penyusupan.

20. Penjaga adalah anggota satuan pengamanan (satpam) yang

diberi tanggung jawab untuk melakukan patroli, pemantauan,

penilaian, pengawalan terhadap seseorang atau pengangkutan,

pengendalian akses dan untuk melakukan respon awal.

21. Pusat kendali pengangkutan adalah suatu instalasi yang

melakukan pemantauan lokasi kendaraan, keadaan keamanan

secara terus menerus dan komunikasi dengan kendaraan

pengangkut, penjaga, satuan perespon dan pengirim/penerima.

22. Satuan perespon adalah anggota POLRI atau TNI yang berada

di dalam atau di luar tapak yang dipersenjatai dan dilengkapi

secara cukup serta terlatih untuk menghadapi ancaman sabotase

atau pemindahan bahan nuklir secara tidak sah.

23. Stasiun alarm pusat adalah suatu instalasi yang menyediakan

pemantauan terhadap alarm secara terus menerus dan lengkap,

melakukan penilaian dan komunikasi dengan penjaga,

manajemen instalasi nuklir dan satuan perespon.

24. Rencana kontinjensi adalah serangkaian kegiatan sistematis dan

terencana yang dilakukan untuk mengantisipasi kedaruratan

yang diakibatkan oleh ancaman terhadap instalasi dan/atau

bahan nuklir, dan/atau ancaman selama pengangkutan bahan

nuklir.

25. Limbah bahan nuklir curah adalah bahan nuklir dalam bentuk

curah yang sudah tidak dapat digunakan lagi.

26. Pengirim adalah orang atau badan yang menyiapkan

pengiriman untuk pengangkutan zat radioaktif dan dinyatakan

dalam dokumen pengangkutan.

27. Penerima adalah orang atau badan yang menerima zat

radioaktif dari pengirim dan dinyatakan dalam dokumen

pengangkutan.

28. Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disebut

BAPETEN adalah badan yang bertugas melaksanakan

Page 6: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 6 -

pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi

terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.

BAB II

RUANG LINGKUP DAN TUJUAN

Pasal 2 Peraturan Kepala BAPETEN ini mengatur sistem proteksi fisik

untuk :

a. instalasi nuklir, termasuk instalasi radiometalurgi; dan

b. bahan nuklir selama penggunaan, penyimpanan, dan

pengangkutan.

Pasal 3

Peraturan Kepala BAPETEN ini bertujuan untuk memastikan

pelaksanaan sistem proteksi fisik terhadap instalasi dan bahan

nuklir secara efektif dan efisien.

BAB III

SISTEM PROTEKSI FISIK

Pasal 4 (1) PIN wajib menetapkan, menerapkan, dan merawat sistem

proteksi fisik terhadap instalasi dan bahan nuklir berdasarkan

ancaman dasar desain lokal.

(2) Sistem proteksi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bertujuan:

a. mencegah pemindahan secara tidak sah terhadap bahan

nuklir;

b. menemukan kembali bahan nuklir yang hilang;

c. mencegah sabotase terhadap instalasi dan bahan nuklir; dan

d. memitigasi konsekuensi yang ditimbulkan sabotase.

(3) Sistem proteksi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas kumpulan peralatan, instalasi, personil dan

Page 7: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 7 -

program/prosedur yang secara bersama-sama memberikan

proteksi terhadap instalasi dan bahan nuklir.

Pasal 5

(1) PIN wajib menetapkan ancaman dasar desain lokal dengan

berkoordinasi dengan instansi terkait.

(2) Ancaman dasar desain lokal sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) mengacu pada ancaman dasar desain nasional.

(3) Ancaman dasar desain lokal sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dievaluasi secara berkala dan disesuaikan dengan kondisi

ancaman terkini.

Pasal 6

(1) Sistem proteksi fisik harus memiliki fungsi utama yang meliputi:

a. menangkal (deter);

b. mendeteksi (detect);

c. menilai (assess);

d. menunda (delay); dan

e. merespon (response).

(2) Sistem proteksi fisik harus mempunyai karakteristik tertentu,

yaitu:

a. disesuaikan dengan sistem keselamatan di instalasi nuklir;

b. memiliki pertahanan berlapis untuk proteksi fisik;

c. memiliki konsekuensi minimum akibat kegagalan

komponen;

d. memiliki proteksi yang seimbang; dan

e. memiliki proteksi atas dasar pendekatan bertingkat.

(3) Uraian rinci fungsi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan karakteristik sistem proteksi fisik sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diberikan dalam lampiran I yang tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala BAPETEN ini.

Page 8: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 8 -

Pasal 7

(1) PIN harus menyampaikan sistem proteksi fisik dalam bentuk

dokumen rencana proteksi fisik yang bersifat rahasia kepada

BAPETEN untuk mendapatkan persetujuan dalam rangka

memenuhi persyaratan izin.

(2) Rencana proteksi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memuat uraian tentang:

a. ancaman dasar desain;

b. organisasi dan personil sistem proteksi fisik;

c. penggolongan bahan nuklir;

d. prosedur terkait proteksi fisik;

e. desain dan pembagian daerah proteksi fisik;

f. sistem deteksi;

g. sistem penghalang fisik;

h. sistem akses yang diperlukan;

i. sistem komunikasi;

j. perawatan dan surveilan;

k. rencana kontinjensi; dan

l. dokumentasi.

(3) Format dan isi rencana proteksi fisik harus sesuai dengan

Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Kepala BAPETEN ini.

Pasal 8

(1) PIN harus membentuk organisasi proteksi fisik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b.

(2) Organisasi proteksi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus terdiri atas unsur organisasi yaitu PIN, penjaga, dan

penilai, dengan tanggung jawab dan wewenang masing-masing

yang jelas.

(3) Unsur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

memiliki kualifikasi yang sesuai.

Page 9: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 9 -

(4) Dalam melaksanakan tugasnya, PIN harus berkoordinasi

dengan satuan perespon.

Pasal 9

Untuk kawasan yang mempunyai lebih dari satu instalasi nuklir,

maka PIN dari masing-masing instalasi tersebut dapat melakukan

koordinasi dalam pelaksanaan proteksi fisik.

Pasal 10

PIN wajib menetapkan dan melaksanakan program jaminan mutu

di bawah sistem manajemen untuk memastikan semua persyaratan

proteksi fisik telah dilaksanakan.

Pasal 11

PIN wajib menyusun prosedur dan instruksi kerja untuk

menetapkan, menerapkan dan merawat sistem proteksi fisik.

Pasal 12

PIN wajib menyusun mekanisme untuk melindungi informasi yang

bersifat rahasia terkait sistem proteksi fisik instalasi dan bahan

nuklir.

Pasal 13

PIN wajib menentukan pembagian daerah yang terdiri atas daerah

proteksi, daerah vital, dan/atau daerah dalam.

Pasal 14

(1) PIN wajib menyediakan peralatan dan perlengkapan sistem

proteksi fisik yang diperlukan.

(2) Peralatan dan perlengkapan sistem proteksi fisik berupa

peralatan deteksi, komunikasi, penghalang fisik, dan kendali

akses.

Page 10: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 10 -

Pasal 15

PIN harus melakukan pengujian sistem deteksi penyusupan,

pengkajian dan komunikasi serta fungsi proteksi fisik lainnya untuk

menentukan ketahanan sistem tersebut.

Pasal 16

(1) PIN wajib menyelenggarakan evaluasi terhadap sistem proteksi

fisik.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan PIN

secara berkala atau bila terjadi perubahan ancaman dasar desain

lokal.

(3) Dalam hal pengangkutan, evaluasi dilaksanakan bila terjadi

insiden atau keterlambatan selama pengangkutan untuk

mengoptimalkan efektivitas proteksi fisik pada pengangkutan

selanjutnya dan pengangkutan di masa yang akan datang.

(4) Evaluasi berkala secara menyeluruh terhadap sistem proteksi

fisik, termasuk waktu respon penjaga dan satuan perespon

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan 1 (satu) kali

dalam setahun.

(5) PIN wajib menyampaikan hasil evaluasi sistem proteksi fisik

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala BAPETEN.

Pasal 17

(1) PIN wajib menyusun dan melaksanakan rencana kontinjensi

untuk mengantisipasi pemindahan bahan nuklir secara tidak sah

dan/atau sabotase instalasi dan bahan nuklir sesuai dengan

golongan bahan nuklir.

(2) Rencana kontinjensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

memuat paling sedikit:

a. kriteria untuk memulai dan mengakhiri kedaruratan proteksi

fisik dan prosedur tindak lanjut;

b. identifikasi data, kriteria, prosedur dan mekanisme yang

Page 11: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 11 -

berpengaruh pada rencana kontinjensi yang spesifik terhadap

instalasi nuklir atau alat pengangkutan secara efisien;

c. penunjukan orang, kelompok atau organisasi yang

bertanggung jawab untuk tiap keputusan dan tindakan yang

berhubungan dengan respon khusus terhadap kedaruratan

proteksi fisik; dan

d. identifikasi sumber kejadian darurat.

(3) Rencana kontinjensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

menjadi bagian program kesiapsiagaan nuklir yang berkaitan

dengan kecelakaan radiasi.

(4) PIN harus menyelenggarakan pelatihan dan/atau gladi

kedaruratan secara berkala 1 (satu) kali dalam setahun.

(5) Pelatihan dan/atau gladi kedaruratan sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) dilakukan bersama dengan tim penanggulangan

kedaruratan instalasi.

BAB IV

PENGGOLONGAN BAHAN NUKLIR

Pasal 18

(1) Penggolongan bahan nuklir dilakukan berdasarkan:

a. risiko potensial bahan nuklir;

b. komposisi isotop;

c. bentuk fisik dan kimia;

d. konsentrasi;

e. tingkat radiasi; dan

f. jumlah bahan nuklir.

(2) Menurut jenis unsur dan komposisi isotopnya, yang disebut

bahan nuklir adalah:

a. plutonium, kecuali yang memiliki konsentrasi isotop

plutonium-238 melebihi 80%;

b. uranium-235;

c. uranium-233;

Page 12: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 12 -

d. uranium diperkaya dengan U-235 dan/atau U-233, termasuk

uranium deplesi;

e. uranium alam;

f. thorium; dan

g. kombinasi dari bahan nuklir a sampai dengan f.

(3) Berdasarkan jumlahnya, bahan nuklir dikelompokkan menjadi 4

(empat) golongan, dengan jumlah untuk setiap golongan

bergantung pada jenis unsur atau komposisi isotopnya.

(4) Tabel penggolongan bahan nuklir adalah sebagaimana

tercantum dalam lampiran III yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Kepala BAPETEN ini.

(5) Berdasarkan penggolongan bahan nuklir ini, PIN menetapkan

tingkat penerapan sistem proteksi fisik untuk instalasi dan

bahan nuklir dalam penggunaan, penyimpanan dan

pengangkutan.

BAB V

SISTEM PROTEKSI FISIK BAHAN NUKLIR SELAMA PENGGUNAAN DAN PENYIMPANAN

Pasal 19

PIN menetapkan dan melaksanakan sistem proteksi fisik bahan

nuklir selama penggunaan dan penyimpanan untuk mencegah

pemindahan secara tidak sah sesuai dengan golongan bahan nuklir

yang digunakan dan/atau disimpan.

Bagian Kesatu

Golongan I

Pasal 20

(1) Bahan nuklir golongan I harus digunakan atau disimpan hanya

di daerah dalam, yang merupakan bagian dari daerah proteksi.

(2) Penyimpanan bahan nuklir golongan I sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus dilakukan di dalam ruangan kokoh yang

terkunci, termonitor, dan dilengkapi sistem deteksi.

Page 13: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 13 -

(3) Apabila bahan nuklir golongan I sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) di luar jam kerja ditinggalkan di daerah kerja, atau di

dalam tempat penyimpanan di daerah kerja, maka PIN harus

menetapkan prosedur penyimpanan bahan nuklir di daerah

kerja.

Pasal 21

(1) Daerah dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)

harus didesain dengan langit-langit, pintu, dinding, dan lantai

yang kokoh agar dapat menghambat pemindahan bahan nuklir

secara tidak sah.

(2) Setiap pintu darurat dan titik akses potensial di daerah dalam

harus kokoh dan dipasang alat deteksi gangguan.

(3) Daerah dalam tidak boleh ditempatkan dekat dengan daerah

publik.

Pasal 22

(1) Daerah proteksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)

harus dikelilingi dengan penghalang fisik yang membatasi

daerah proteksi tersebut, membatasi akses ke gedung dan

menghalangi penyusupan.

(2) Penghalang fisik sebagaimana disebut pada ayat (1) dapat

berupa pagar, tembok, dinding gedung dengan struktur kuat

atau kombinasinya.

(3) Dalam hal dinding gedung dengan konstruksi kuat dijadikan

sebagai batas luar daerah proteksi, maka di luar dinding tersebut

harus dipasang sistem penilaian.

Pasal 23

(1) Pemindahan bahan nuklir antara dua daerah proteksi harus

dilakukan sesuai dengan persyaratan untuk bahan nuklir dalam

pengangkutan, dengan mempertimbangkan kondisi yang ada.

Page 14: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 14 -

(2) Proteksi terhadap pemindahan bahan nuklir antar daerah dalam

harus sama dengan proteksi terhadap bahan nuklir di daerah

dalam.

(3) Pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

mendapat pengawalan khusus dan menggunakan kendaraan

atau kontener khusus.

(4) Faktor lain yang harus dipertimbangkan PIN dalam pemindahan

bahan nuklir adalah jarak, pengaturan proteksi di instalasi nuklir

dan adanya ancaman lingkungan.

Pasal 24

(1) Akses ke daerah proteksi dan daerah dalam tanpa dikawal harus

dibatasi hanya kepada orang yang telah mendapatkan legitimasi

dan dipercaya yang telah ditentukan sebelumnya.

(2) Orang lain seperti tamu, pekerja perbaikan, perawatan atau

pekerja bangunan yang akan memasuki daerah proteksi dan

daerah dalam harus dikawal oleh orang yang berwenang masuk

tanpa dikawal, dan semuanya harus menggunakan tanda

pengenal (badge).

(3) Identitas orang yang masuk ke daerah proteksi dan daerah

dalam harus diverifikasi dan direkam.

(4) Perbandingan tamu yang dikawal dengan pengawal harus

disesuaikan sehingga lokasi dan kegiatan tamu terkendali.

(5) Semua orang dan/atau bungkusan yang keluar masuk daerah

dalam harus diperiksa dan dinilai.

(6) Akses kendaraan bermotor ke dalam daerah proteksi harus

sesedikit mungkin dan dibatasi.

(7) Semua kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat

(6) yang keluar masuk daerah proteksi harus diperiksa, dinilai,

dan diparkir di tempat yang ditentukan kecuali di daerah dalam.

(8) Apabila seseorang melakukan kegiatan di daerah dalam, maka

daerah tersebut harus dinilai secara terus-menerus oleh dua

Page 15: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 15 -

orang penjaga atau lebih, baik bersama-sama atau bergantian,

dengan tujuan untuk menjamin bahwa kegiatan selalu dipantau

oleh sekurang-kurangnya satu orang penjaga.

Pasal 25

(1) Semua orang yang berhak masuk ke daerah proteksi dan/atau

daerah dalam, penanggung jawab kunci yang berkaitan dengan

pengungkung dan/atau tempat penyimpanan bahan nuklir

harus direkam.

(2) Rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan.

(3) PIN harus membuat pengaturan mengenai:

a. penanggung jawab dan penguasaan pengambilan dan

pengembalian kunci untuk memperkecil adanya perbuatan

duplikat;

b. pengubahan kombinasi kunci pada jangka waktu tertentu;

dan

c. penggantian alat pengunci, kunci atau pengubahan

kombinasinya, jika ada hal-hal yang mencurigakan.

(4) Semua kunci, kombinasinya dan peralatan yang digunakan

untuk kendali akses ke daerah proteksi atau daerah dalam atau

ruangan kokoh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)

harus diproteksi dan diawasi.

Pasal 26

(1) Deteksi penyusupan harus dipasang pada penghalang fisik

sekeliling daerah proteksi dan dinilai setiap saat.

(2) Di kedua sisi penghalang fisik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus ada daerah kosong (isolation zone) yang bebas pandang

dan terang.

(3) Semua sensor deteksi penyusupan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus berfungsi dan direkam terus menerus oleh

petugas di stasiun alarm pusat untuk menetapkan pemantauan

Page 16: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 16 -

dan penilaian alarm, respon awal dan komunikasi dengan

penjaga, manajemen instalasi nuklir dan satuan perespon.

(4) Catu daya dan transmisi independen harus dipasang pada tiap

sensor deteksi ke stasiun alarm pusat sebagaimana dimaksud

pada ayat (3).

(5) Sinyal alarm yang ditimbulkan oleh sensor deteksi penyusupan

harus segera dinilai dan diambil tindakan yang sesuai.

(6) Stasiun alarm pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus:

a. berada di daerah proteksi, dan di dekat pintu gerbang utama;

dan

b. selalu dijaga sehingga dapat terus berfungsi meskipun terjadi

ancaman dasar desain lokal.

(7) Sistem transmisi yang multi frekuensi dan redundan untuk

komunikasi dua-arah antara petugas stasiun alarm pusat

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan satuan perespon harus

dipasang.

Pasal 27

(1) Penjaga harus melakukan penjagaan selama 24 (dua puluh

empat) jam sehari dan berkoordinasi dengan satuan perespon.

(2) Penjaga harus dilatih dan dipersenjatai secara lengkap dalam

menjalankan tugas.

Pasal 28

(1) PIN harus memberi diseminasi dan/atau pelatihan kepada

semua pekerja mengenai pentingnya proteksi fisik dan cara

penerapan proteksi fisik 1 (satu) kali dalam setahun agar semua

pekerja terbiasa dan terkoordinasi baik dalam keadaan normal

maupun darurat.

(2) Pekerja yang telah diberi pelatihan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus direkam dan didokumentasikan.

Page 17: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 17 -

Bagian Kedua Golongan II

Pasal 29

(1) Bahan nuklir golongan II harus digunakan atau disimpan hanya

di daerah proteksi.

(2) Pemindahan bahan nuklir antara dua daerah proteksi harus

dilakukan sesuai dengan persyaratan untuk bahan nuklir dalam

pengangkutan, dengan mempertimbangkan kondisi yang ada.

(3) Faktor lain yang harus dipertimbangkan PIN dalam

pemindahan bahan nuklir adalah jarak, pengaturan proteksi di

tempat instalasi nuklir dan adanya ancaman lingkungan.

(4) Akses ke daerah proteksi harus dibatasi sesedikit mungkin.

Pasal 30

(1) Penyimpanan bahan nuklir golongan II harus dilakukan di dalam

ruangan kokoh di daerah proteksi yang terkunci, termonitor, dan

dilengkapi sistem deteksi.

(2) Apabila bahan nuklir golongan II sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) di luar jam kerja ditinggalkan di daerah kerja, atau di

dalam tempat penyimpanan di daerah kerja, maka PIN harus

menetapkan prosedur penyimpanan bahan nuklir di daerah

kerja.

Pasal 31

(1) Daerah proteksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)

harus dikelilingi dengan penghalang fisik yang membatasi

daerah proteksi tersebut, membatasi akses ke gedung dan

menghalangi penyusupan.

(2) Penghalang fisik sebagaimana disebut pada ayat (1) dapat

berupa pagar, tembok, dinding gedung dengan struktur kuat

atau kombinasinya.

Page 18: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 18 -

(3) Dalam hal dinding gedung dengan konstruksi kuat dijadikan

sebagai batas luar daerah proteksi, maka di luar dinding tersebut

harus dipasang sistem penilaian.

Pasal 32

(1) Akses ke daerah proteksi tanpa dikawal harus dibatasi hanya

kepada orang yang telah mendapatkan legitimasi dan dipercaya

yang telah ditentukan sebelumnya.

(2) Orang lain seperti tamu, pekerja perbaikan, perawatan atau

pekerja bangunan yang akan memasuki daerah proteksi harus

dikawal oleh orang yang berwenang masuk tanpa dikawal, dan

semuanya harus menggunakan tanda pengenal.

(3) Identitas orang yang masuk ke daerah proteksi harus diverifikasi

dan direkam.

(4) Perbandingan tamu yang dikawal dengan pengawal harus

dibatasi sehingga lokasi dan kegiatan tamu terkendali.

(5) Semua orang dan/atau bungkusan yang keluar masuk daerah

proteksi harus diperiksa dan dinilai.

(6) Akses kendaraan bermotor ke dalam daerah proteksi harus

sesedikit mungkin dan dibatasi.

(7) Semua kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat

(6) yang keluar masuk daerah proteksi harus diperiksa, dinilai

dan diparkir di luar daerah proteksi.

Pasal 33

(1) Semua orang yang berhak masuk ke daerah proteksi, dan

penanggung jawab kunci yang berkaitan dengan pengungkung

dan/atau tempat penyimpanan bahan nuklir harus direkam.

(2) Rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan.

(3) PIN harus membuat pengaturan mengenai :

a. pengecekan dan penguasaan kunci, khususnya untuk

memperkecil kemungkinan adanya pembuatan duplikat;

Page 19: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 19 -

b. pengubahan kombinasi kunci pada jangka waktu tertentu;

dan

c. penggantian alat pengunci, kunci atau pengubahan

kombinasinya, jika ada hal-hal yang mencurigakan.

(4) Semua kunci, kombinasinya dan peralatan yang digunakan

untuk kendali akses ke daerah proteksi atau ruangan kokoh

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) harus diproteksi

dan diawasi.

Pasal 34

(1) Deteksi penyusupan harus dipasang pada penghalang fisik

sekeliling daerah proteksi dan dinilai setiap saat.

(2) Di kedua sisi penghalang fisik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus ada daerah kosong yang bebas pandang dan terang.

(3) Semua sensor deteksi penyusupan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus berfungsi dan direkam terus menerus oleh

petugas di stasiun alarm pusat untuk menetapkan pemantauan

dan penilaian alarm, respon awal dan komunikasi dengan

penjaga, manajemen instalasi nuklir dan satuan perespon.

(4) Catu daya dan transmisi independen harus dipasang pada tiap

sensor deteksi ke stasiun alarm pusat sebagaimana dimaksud

pada ayat (3).

(5) Sinyal alarm yang ditimbulkan oleh sensor deteksi penyusupan

harus segera dinilai dan diambil tindakan yang sesuai.

(6) Stasiun alarm pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus

berada di dalam atau di luar daerah proteksi sesuai dengan

ancaman dasar desain lokal.

(7) Sistem transmisi yang multi frekuensi dan redundan untuk

komunikasi dua-arah antara petugas stasiun alarm pusat

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan satuan perespon harus

dipasang.

Page 20: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 20 -

Pasal 35

(1) Penjagaan harus dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam

sehari dan penjaga harus berkoordinasi dengan satuan

perespon.

(2) Penjaga harus dilatih dan dipersenjatai secara lengkap dalam

menjalankan tugas.

Pasal 36

(1) PIN harus memberi diseminasi dan/atau pelatihan kepada

semua pekerja mengenai pentingnya proteksi fisik dan cara

penerapan proteksi fisik 1 (satu) kali dalam setahun agar semua

pekerja terbiasa dan terkoordinasi baik dalam keadaan normal

maupun darurat.

(2) Pekerja yang telah diberi pelatihan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus direkam dan didokumentasikan.

Bagian Ketiga Golongan III

Pasal 37

(1) Bahan nuklir golongan III harus digunakan atau disimpan di

daerah yang aksesnya diawasi dengan cara memberikan

perlindungan atau penghalang fisik berupa pagar, bangunan,

ruangan, atau kontener sehingga akses menuju tempat tersebut

hanya dibatasi untuk pekerja yang berwenang.

(2) PIN harus membuat ketentuan yang dilaksanakan oleh penjaga

dan/atau satuan perespon untuk mendeteksi dan menghadapi

tindakan penyusupan.

Pasal 38

(1) Penyimpanan bahan nuklir golongan III harus dilakukan di

dalam ruangan kokoh yang terkunci, termonitor, dan dilengkapi

sistem deteksi.

Page 21: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 21 -

(2) Apabila bahan nuklir golongan III sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) di luar jam kerja ditinggalkan di daerah kerja, atau di

dalam tempat penyimpanan di daerah kerja, maka PIN harus

menetapkan prosedur penyimpanan bahan nuklir di daerah

kerja.

Pasal 39

(1) Daerah tempat bahan nuklir digunakan dan/atau disimpan

harus dikelilingi dengan penghalang fisik yang membatasi

daerah tersebut, membatasi akses ke gedung dan menghalangi

penyusupan.

(2) Penghalang fisik sebagaimana disebut pada ayat (1) dapat

berupa pagar, tembok, dinding gedung dengan struktur kuat

atau kombinasinya.

(3) Dalam hal dinding gedung dengan konstruksi kuat dijadikan

sebagai batas luar daerah penggunaan dan/atau penyimpanan

bahan nuklir, maka di luar dinding tersebut dapat dipasang

sistem penilaian.

Pasal 40

(1) Akses ke daerah penggunaan dan/atau penyimpanan bahan

nuklir tanpa dikawal harus dibatasi hanya kepada orang yang

telah mendapatkan legitimasi dan dipercaya yang telah

ditentukan sebelumnya

(2) Orang lain seperti tamu, pekerja perbaikan, perawatan atau

pekerja bangunan yang akan memasuki daerah penggunaan

dan/atau penyimpanan bahan nuklir harus dikawal oleh orang

yang berwenang masuk tanpa dikawal, dan semuanya harus

menggunakan tanda pengenal.

(3) Identitas orang yang masuk ke daerah penggunaan dan/atau

penyimpanan bahan nuklir harus diverifikasi dan direkam.

Page 22: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 22 -

(4) Perbandingan tamu yang dikawal dengan pengawal harus

dibatasi sehingga lokasi dan kegiatan tamu terkendali.

(5) Semua orang dan/atau bungkusan yang keluar masuk daerah

penggunaan dan/atau penyimpanan bahan nuklir harus

diperiksa dan dinilai.

(6) Akses kendaraan bermotor ke dalam daerah penggunaan

dan/atau penyimpanan bahan nuklir harus sesedikit mungkin

dan dibatasi, dan dibatasi dengan penghalang fisik berupa

pagar.

(7) Semua kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat

(6) yang keluar masuk daerah penggunaan dan/atau

penyimpanan bahan nuklir harus diperiksa, dinilai, dan diparkir

di luar daerah penyimpanan dan/atau daerah penggunaan.

Pasal 41

(1) Semua orang yang berhak masuk ke daerah penyimpanan

dan/atau daerah penggunaan, penanggung jawab kunci yang

berkaitan dengan pengungkung dan/atau tempat penyimpanan

bahan nuklir harus direkam.

(2) Rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan.

(3) PIN harus membuat pengaturan mengenai :

a. pengecekan dan penguasaan kunci, khususnya untuk

memperkecil kemungkinan adanya pembuatan duplikat;

b. pengubahan kombinasi kunci pada jangka waktu tertentu;

dan

c. penggantian alat pengunci, kunci atau pengubahan

kombinasinya, jika ada hal-hal yang mencurigakan.

(4) Semua kunci, kombinasinya dan peralatan yang digunakan

untuk kendali akses ke daerah penggunaan atau ruangan kokoh

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) harus diproteksi

dan diawasi.

Page 23: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 23 -

Pasal 42

(1) Deteksi penyusupan harus dipasang pada penghalang fisik

sekeliling daerah proteksi dan dinilai setiap saat.

(2) Di kedua sisi penghalang fisik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus ada daerah kosong yang bebas pandang dan terang.

(3) Semua sensor deteksi penyusupan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus berfungsi dan direkam terus menerus oleh pekerja

di stasiun alarm pusat untuk menetapkan pemantauan dan

penilaian alarm, respon awal dan komunikasi dengan penjaga,

manajemen instalasi nuklir dan satuan perespon.

(4) Catu daya dan transmisi independen harus dipasang pada tiap

sensor deteksi ke stasiun alarm pusat sebagaimana dimaksud

pada ayat (3).

(5) Sinyal alarm yang ditimbulkan oleh sensor deteksi penyusupan

harus segera dinilai dan diambil tindakan yang sesuai.

(6) Stasiun alarm pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus

berada di dalam atau di luar daerah proteksi sesuai dengan

ancaman dasar desain lokal.

(7) Sistem transmisi yang multi frekuensi dan redundan untuk

komunikasi dua-arah antara petugas stasiun alarm pusat

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan satuan perespon harus

dipasang.

Pasal 43

(1) Penjagaan harus dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam

sehari dan penjaga harus berkoordinasi dengan satuan

perespon.

(2) Penjaga harus dilatih dalam menjalankan tugas.

Page 24: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 24 -

Pasal 44

(1) PIN harus memberi diseminasi dan/atau pelatihan kepada

semua pekerja mengenai pentingnya proteksi fisik dan cara

penerapan proteksi fisik 1 (satu) kali dalam setahun agar semua

pekerja terbiasa dan terkoordinasi baik dalam keadaan normal

maupun darurat.

(2) Pekerja yang telah diberi pelatihan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus direkam dan didokumentasikan.

Bagian Keempat

Golongan IV

Pasal 45

(1) Bahan nuklir golongan IV harus digunakan atau disimpan di

daerah yang aksesnya diawasi.

(2) PIN harus memberi diseminasi dan/atau pelatihan kepada

semua pekerja mengenai pentingnya proteksi fisik dan cara

penerapan proteksi fisik 1 (satu) kali dalam setahun agar semua

pekerja terbiasa dan terkoordinasi baik dalam keadaan normal

maupun darurat.

BAB VI

SISTEM PROTEKSI FISIK TERHADAP PENGANGKUTAN BAHAN NUKLIR

Pasal 46

(1) PIN harus menetapkan dan melaksanakan sistem proteksi fisik

terhadap pengangkutan bahan nuklir sesuai dengan golongan

bahan nuklir yang diangkut.

(2) Jika dalam pengangkutan bahan nuklir harus menginap, maka

bahan nuklir harus diproteksi sesuai dengan ketentuan proteksi

fisik untuk golongan bahan nuklir tersebut.

Page 25: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 25 -

Pasal 47

Sebelum melaksanakan pengangkutan, PIN harus melakukan

koordinasi dengan satuan perespon.

Pasal 48

(1) Perencanaan proteksi fisik pengangkutan adalah tanggung

jawab pengirim atau sesuai dengan perjanjian.

(2) Sebelum melaksanakan pengangkutan, pengirim harus

menyerahkan rencana proteksi fisik pengangkutan bahan nuklir,

termasuk kontrak perjanjian pengangkutan kepada Kepala

BAPETEN.

(3) Kontrak perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) harus menyebutkan secara jelas tempat dan waktu

pengalihan tanggung jawab proteksi fisik dan kepemilikan

bahan nuklir dari satu pihak kepada pihak lainnya.

Pasal 49

Selama pelaksanaan pengangkutan bahan nuklir, PIN harus:

a. menggunakan tanda khusus pada kendaraan; dan

b. membatasi saluran komunikasi.

Pasal 50

Penerima harus memeriksa keutuhan bungkusan bahan nuklir di

tempat serah terima dan segera memberitahu hasil pemeriksaan

tersebut kepada pengirim dan BAPETEN.

Pasal 51

Sistem proteksi fisik terhadap pengangkutan bahan nuklir golongan

I, II, dan III meliputi:

a. pemberitahuan pendahuluan kepada penerima;

b. pemilihan moda pengangkutan dan rute;

c. ketentuan tentang kunci dan segel;

Page 26: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 26 -

d. pemeriksaan kendaraan pengangkut;

e. tindakan setelah pengiriman;

f. komunikasi;

g. penjaga; dan

h. tindakan dalam hal keadaan darurat.

Bagian Kesatu

Golongan I

Pasal 52

(1) Pengirim membuat pemberitahuan pendahuluan kepada

penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a

mengenai pengiriman yang direncanakan dengan menyebutkan:

a. moda pengangkutan;

b. perkiraan waktu kedatangan; dan

c. tempat serah terima barang apabila serah terima dilakukan

di suatu tempat sebelum tujuan akhir.

(2) Penerima harus memberitahu kepada pengirim mengenai

kesiapan menerima bahan nuklir pada waktu yang ditentukan.

Pasal 53

(1) Pemilihan moda pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan waktu

tempuh dan rute yang akan dilalui.

(2) Pemilihan rute sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan:

a. mempertimbangkan faktor keamanan, khususnya daerah

rawan bencana dan/atau rawan kerusuhan; dan

b. memperhitungkan kemampuan satuan perespon.

(3) Pengirim harus meminta persetujuan Kepala BAPETEN dalam

hal:

a. rute yang telah disepakati oleh pengirim dan penerima,

termasuk rute alternatif;

Page 27: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 27 -

b. tempat pemberhentian;

c. pengaturan pemindahan di tempat tujuan;

d. identitas pengangkut;

e. prosedur kontinjensi; dan

f. prosedur pelaporan baik dalam keadaan normal maupun

dalam keadaan darurat.

Pasal 54

(1) Moda pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat

(1) huruf a meliputi:

a. darat;

b. laut; dan

c. udara.

(2) Moda pengangkutan darat meliputi:

a. moda pengangkutan melalui jalan raya; dan

b. moda pengangkutan dengan kereta api.

Pasal 55

(1) Ketentuan proteksi fisik untuk moda pengangkutan melalui jalan

raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf a:

a. pengirim wajib memastikan kelayakan kendaraan, pengemudi,

dan personil lain yang terkait dengan pengangkutan;

b. kendaraan pengangkut harus disertai penjaga yang

dipersenjatai dan didesain khusus untuk tahan terhadap

serangan dan dilengkapi dengan kunci pengaman dan sistem

imobilisasi yang dapat dioperasikan dengan mudah dan cepat

oleh pengemudi; dan

c. kendaraan pengangkut harus didampingi paling sedikit oleh:

1. satu kendaraan yang berisi penjaga;

2. satu kendaraan pengangkut cadangan;

3. satu kendaraan yang berisi peralatan bongkar muat;

4. satu kendaraan yang berisi petugas proteksi radiasi beserta

Page 28: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 28 -

perlengkapan protektif radiasi; dan

5. satu kendaraan yang berisi satuan perespon.

(2) Sistem imobilisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi antara lain sistem yang membuat kendaraan tidak

dapat digunakan oleh orang yang tidak berwenang dan/atau

alat yang dapat menghentikan penyediaan bahan bakar,

mengunci persneling dan roda, melumpuhkan pedal gas atau

mematikan rem angin.

Pasal 56

Ketentuan proteksi fisik untuk moda pengangkutan dengan kereta

api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf b:

a. pengiriman harus dilakukan dengan kereta barang dalam

gerbong tersendiri;

b. pengiriman harus dikawal oleh penjaga yang dipersenjatai,

satuan perespon dan petugas proteksi radiasi yang berada di

gerbong khusus yang terdekat dengan gerbong yang memuat

bahan nuklir; dan

c. penjaga yang berada dalam kereta api harus mampu

berkomunikasi dengan masinis dalam rangka mengantisipasi

waktu tempuh dan penghentian kereta api tidak terjadwal.

Pasal 57

Ketentuan proteksi fisik untuk moda pengangkutan melalui air:

a. pengiriman harus dilakukan dengan kapal barang yang

diperuntukkan khusus mengangkut bungkusan bahan nuklir;

b. tiap pengangkutan harus dikawal oleh penjaga yang

dipersenjatai dan petugas proteksi radiasi;

c. bungkusan bahan nuklir harus ditempatkan di ruangan yang

aman atau kontener yang dikunci atau disegel; dan

d. kapal pengangkut harus didampingi paling sedikit oleh satu

kapal pengawal dari satuan perespon.

Page 29: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 29 -

Pasal 58

Untuk moda pengangkutan melalui udara, bungkusan bahan nuklir

harus menjadi satu-satunya jenis barang yang diangkut oleh

pesawat kargo.

Pasal 59

Ketentuan mengenai kunci dan segel sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 huruf c dilakukan sebagai berikut:

a. bungkusan bahan nuklir harus diangkut dengan kendaraan

tertutup dan dalam kontener yang terkunci;

b. sebelum pengiriman dilakukan, pengirim harus melakukan

pemeriksaan fisik kunci dan segel pada kontener dan ruangan

khusus barang atau kompartemen untuk memastikan kunci dan

segel dalam keadaan baik; dan

c. bungkusan bahan nuklir dalam kontener yang terkunci dan

tersegel dengan berat lebih dari 2.000 (dua ribu) kilogram dapat

diangkut dalam kendaraan terbuka.

Pasal 60

Pengirim harus memeriksa kendaraan pengangkut sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 huruf d secara teliti sebelum barang

dimuat dan dikirim untuk memastikan tidak ada sabotase atau

pemasangan alat sabotase.

Pasal 61

(1) Tindakan setelah pengiriman sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 huruf e wajib dilakukan oleh pengirim dan penerima.

(2) Pengirim wajib memastikan bahwa bungkusan bahan nuklir

sudah diterima oleh penerima.

(3) Penerima wajib memastikan keutuhan bungkusan, kunci, dan

segel segera setelah bungkusan tiba.

Page 30: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 30 -

(4) Penerima memberitahukan pengirim mengenai kedatangan

bungkusan bahan nuklir, atau dalam hal bungkusan bahan

nuklir tidak datang sesuai dengan jadwal.

Pasal 62

(1) Komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf f

harus dilakukan antara pengangkut, penjaga dan pusat kendali

pengangkutan.

(2) PIN wajib menyediakan peralatan komunikasi dua arah.

(3) Penjaga wajib melaporkan melalui komunikasi dua arah kepada

pusat kendali pengangkutan mengenai kedatangan bungkusan

bahan nuklir di tempat tujuan, di setiap tempat persinggahan

dan di tempat penyerahan bungkusan bahan nuklir.

Pasal 63

(1) Pengirim wajib memiliki pusat kendali pengangkutan untuk

moda pengangkutan melalui jalan raya, dengan kereta api atau

melalui air dengan tujuan untuk memantau posisi dan status

keamanan terkini pengiriman bahan nuklir.

(2) Pusat kendali pengangkutan wajib melakukan komunikasi dua

arah secara terus menerus dengan pengirim dan satuan

perespon.

(3) Pusat kendali pengangkutan harus kokoh sehingga dapat

berfungsi terus meskipun terjadi ancaman dasar desain.

(4) Pada saat pengiriman berlangsung, pusat kendali pengangkutan

harus dilengkapi peralatan dan petugas yang berkualitas dan

terpercaya untuk memantau pengangkutan dari pengirim,

penerima, perusahaan pengangkutan yang terkait atau suatu

instansi pemerintah yang independen.

(5) Pusat kendali pengangkutan harus dipasang sistem pelacak data

transmisi secara otomatis untuk bungkusan bahan nuklir yang

dibawa, sehingga dapat merekam dan menyelidiki segera

Page 31: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 31 -

pemberhentian yang tidak terencana atau perubahan rute.

(6) Pusat kendali pengangkutan harus memutakhirkan

perkembangan keadaan bahan nuklir selama pengangkutan.

Pasal 64

(1) Penjaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf g wajib

dipersenjatai dan dilatih mengawal pengangkutan untuk

melindungi bahan nuklir terhadap upaya sabotase dan/atau

pemindahan secara tidak sah.

(2) Penjaga wajib melakukan pengamatan secara terus menerus

terhadap bungkusan bahan nuklir atau kargo bungkusan bahan

nuklir yang terkunci, termasuk ketika pengangkutan bahan

nuklir berhenti.

(3) Penjaga harus memberi tahu pusat kendali pengangkutan

mengenai serah terima bungkusan.

Pasal 65

(1) PIN harus memastikan kesiagaan satuan perespon untuk

melakukan tindakan dalam hal keadaan darurat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 huruf h.

(2) Sistem pelacak data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat

(5) dapat dimasukkan data pesan yang diberikan secara singkat

oleh pengemudi atau penjaga yang dapat dikirim dalam

keadaan darurat.

(3) Penjaga harus mampu berkomunikasi secara verbal dengan

radio, telefon seluler atau sistem satelit dengan pusat kendali

pengangkutan agar dapat memberikan informasi rinci pada saat

keadaan darurat.

(4) Apabila terdapat ancaman, maka pengangkut harus:

a. memperbanyak komunikasi dengan pusat kendali

pengangkutan, penjaga dan satuan perespon untuk

menghindari kegagalan komunikasi;

Page 32: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 32 -

b. komunikasi ke penjaga apabila terjadi penangkapan musuh;

dan

c. segera memberikan sinyal alarm apabila terdapat serangan

atau perampokan.

Bagian Kedua Golongan II

Pasal 66

Ketentuan Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58,

Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 62 mutatis mutandis berlaku

untuk sistem proteksi fisik terhadap bahan nuklir selama

pengangkutan untuk bahan nuklir golongan II.

Pasal 67

(1) Ketentuan proteksi fisik untuk moda pengangkutan melalui jalan

raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf a:

a. pengirim wajib memastikan kelayakan kendaraan,

pengemudi, dan personil lain yang terkait dengan

pengangkutan;

b. kendaraan pengangkut harus disertai penjaga dan dilengkapi

dengan kunci pengaman dan sistem imobilisasi yang dapat

dioperasikan dengan mudah dan cepat oleh pengemudi; dan

c. kendaraan pengangkut harus didampingi paling sedikit oleh:

1. satu kendaraan yang berisi penjaga;

2. satu kendaraan pengangkut cadangan;

3. satu kendaraan yang berisi peralatan bongkar muat;

4. satu kendaraan yang berisi petugas proteksi radiasi

beserta perlengkapan protektif radiasi; dan

5. satu kendaraan yang berisi satuan perespon.

(2) Sistem imobilisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi antara lain sistem yang membuat kendaraan tidak

dapat digunakan oleh orang yang tidak berwenang dan/atau

Page 33: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 33 -

alat yang dapat menghentikan penyediaan bahan bakar,

mengunci persneling dan roda, melumpuhkan pedal gas atau

mematikan rem angin.

Pasal 68

Ketentuan proteksi fisik untuk moda pengangkutan dengan kereta

api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf b:

a. pengiriman harus dilakukan dengan kereta barang dalam

gerbong tersendiri;

b. pengiriman harus dikawal oleh penjaga, satuan perespon dan

petugas proteksi radiasi yang berada di gerbong khusus yang

terdekat dengan gerbong yang memuat bahan nuklir; dan

c. penjaga yang berada dalam kereta api harus mampu

berkomunikasi dengan masinis dalam rangka mengantisipasi

waktu tempuh dan penghentian kereta api tidak terjadwal.

Pasal 69

(1) Penjaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf g wajib

dilatih mengawal pengangkutan untuk melindungi bahan nuklir

terhadap upaya sabotase dan/atau pemindahan secara tidak sah.

(2) Penjaga wajib melakukan pengamatan secara terus menerus

terhadap bungkusan bahan nuklir atau kargo bungkusan bahan

nuklir yang terkunci, termasuk ketika pengangkutan bahan

nuklir berhenti.

(3) Penjaga harus memberi tahu pusat kendali pengangkutan

mengenai serah terima bungkusan.

Pasal 70

(1) PIN harus memastikan kesiagaan satuan perespon untuk

melakukan tindakan dalam hal keadaan darurat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 huruf h.

Page 34: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 34 -

(2) Penjaga harus mampu berkomunikasi secara verbal dengan

radio, telefon seluler atau sistem satelit dengan pusat kendali

pengangkutan agar dapat memberikan informasi rinci pada saat

keadaan darurat .

(3) Apabila terdapat ancaman, maka pengangkut harus:

a. memperbanyak komunikasi dengan pusat kendali

pengangkutan, penjaga dan satuan perespon untuk

menghindari kegagalan komunikasi;

b. komunikasi ke penjaga apabila terjadi penangkapan musuh;

dan

c. segera memberikan sinyal alarm apabila terdapat serangan

atau perampokan.

Bagian Ketiga Golongan III

Pasal 71

Ketentuan Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58,

Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 69, dan Pasal 70 mutatis

mutandis berlaku untuk sistem proteksi fisik terhadap bahan nuklir

selama pengangkutan untuk bahan nuklir golongan III.

Pasal 72

(1) Ketentuan proteksi fisik untuk moda pengangkutan melalui jalan

raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf a:

a. pengirim wajib memastikan kelayakan kendaraan,

pengemudi, dan personil lain yang terkait dengan

pengangkutan;

b. kendaraan pengangkut harus disertai penjaga dan dilengkapi

dengan kunci pengaman dan sistem imobilisasi yang dapat

dioperasikan dengan mudah dan cepat oleh pengemudi; dan

c. dalam hal pengiriman bahan bakar nuklir, kendaraan

pengangkut harus didampingi paling sedikit oleh:

Page 35: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 35 -

1. satu kendaraan yang berisi penjaga;

2. satu kendaraan yang berisi peralatan bongkar muat; dan

3. satu kendaraan yang berisi petugas proteksi radiasi

beserta perlengkapan protektif radiasi.

(2) Sistem imobilisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi antara lain sistem yang membuat kendaraan tidak

dapat digunakan oleh orang yang tidak berwenang dan/atau

alat yang dapat menghentikan penyediaan bahan bakar,

mengunci persneling dan roda, melumpuhkan pedal gas atau

mematikan rem angin.

Pasal 73

(1) Persyaratan proteksi fisik untuk moda pengangkutan dengan

kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) huruf

b:

a. pengiriman dapat dilakukan dengan kereta penumpang,

tetapi tetap dalam gerbong tersendiri;

b. pengiriman harus dikawal oleh penjaga, satuan perespon

dan petugas proteksi radiasi yang berada di gerbong khusus

yang terdekat dengan gerbong yang memuat bahan nuklir;

dan

c. penjaga yang berada dalam kereta api harus mampu

berkomunikasi dengan masinis dalam rangka mengantisipasi

waktu tempuh dan penghentian kereta api tidak terjadwal.

(2) Dalam hal bahan bakar nuklir, pengiriman harus dilakukan

dengan kereta barang dalam gerbong tersendiri.

Page 36: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 36 -

BAB VII SISTEM PROTEKSI FISIK TERHADAP SABOTASE

INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR SELAMA PENGGUNAAN DAN PENYIMPANAN

Pasal 74

Tindakan proteksi fisik terhadap sabotase berlaku untuk setiap

instalasi dan semua golongan bahan nuklir

Pasal 75

(1) PIN wajib menerapkan proteksi fisik terhadap sabotase instalasi

nuklir atau sabotase yang melibatkan bahan nuklir .

(2) Penerapan proteksi fisik terhadap sabotase harus menggunakan:

a. perangkat keras;

b. prosedur; dan

c. desain instalasi, termasuk tata letak.

Pasal 76

(1) Proteksi fisik terhadap sabotase bertujuan untuk mencegah atau

menunda akses menuju daerah vital.

(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

PIN harus:

a. memasukkan aspek proteksi fisik dalam desain instalasi

nuklir;

b. membatasi jumlah minimum individu yang memiliki akses

ke daerah vital; dan

c. melakukan penentuan tingkat kepercayaan terhadap semua

pekerja yang diizinkan masuk ke daerah vital tanpa

pengawal.

Page 37: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 37 -

Pasal 77

(1) PIN harus menentukan bahan nuklir, sistem dan/atau peralatan

tambahan minimum yang harus dilindungi terhadap sabotase.

(2) Dalam penentuan bahan nuklir, sistem, dan/atau peralatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PIN harus

mempertimbangkan hasil evaluasi konsekuensi tindak kejahatan

dalam ancaman dasar desain.

Pasal 78

(1) PIN harus membatasi jumlah akses dan akses ke dalam daerah

proteksi dan daerah vital.

(2) Pekerja yang masuk ke dalam daerah proteksi tanpa pengawal

harus dibatasi hanya kepada pekerja yang tingkat

kepercayaannya telah ditentukan.

(3) Tamu, pekerja perbaikan, perawatan atau pekerja bangunan

yang akan memasuki daerah proteksi dan daerah vital harus

dikawal oleh petugas yang berwenang masuk tanpa dikawal,

dan semuanya harus menggunakan tanda pengenal.

Pasal 79

(1) Untuk mencegah tindakan sabotase, penjaga harus memeriksa

dan menilai semua personil, bungkusan dan/atau kendaraan

yang masuk ke daerah vital.

(2) Sistem proteksi fisik harus ditetapkan agar mampu mencegah

pelanggaran paksa dengan menggunakan kendaraan bermotor.

(3) Kendaraan yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke daerah

vital.

(4) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan dengan menggunakan detektor bahan nuklir, detektor

logam dan/atau detektor bahan peledak.

Page 38: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 38 -

Pasal 80

Setelah periode shutdown dan/atau perawatan, PIN harus

meningkatkan kewaspadaan untuk mendeteksi terhadap

kemungkinan gangguan keamanan, sebelum mengoperasikan

kembali instalasi nuklir.

Pasal 81

(1) PIN harus membuat rekaman semua pekerja yang memiliki akses

atau kunci ke ruangan penyimpanan bahan nuklir atau daerah

vital.

(2) Pengaturan mengenai kunci sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus dibuat terhadap:

a. pemeriksaan dan penyimpanan kunci, khususnya untuk

meminimalkan kemungkinan duplikasi;

b. perubahan kombinasi kunci pada jangka waktu; dan/atau

c. perubahan kunci atau kombinasi apabila ada bukti atau

kecurigaan bahwa kunci dan kombinasi tersebut telah

dirusak.

Pasal 82

Daerah vital harus didesain:

a. jumlah pintu masuk dan keluar dibatasi seminimal mungkin;

b. tidak boleh dekat dengan kegiatan umum;

c. memberikan penundaan penyusupan; dan

d. dipasang sistem alarm apabila tidak dijaga.

Pasal 83

(1) Penjagaan di daerah vital harus dilakukan selama 24 (dua puluh

empat) jam.

(2) Penjaga harus berkoordinasi dengan satuan perespon.

(3) Apabila penjaga tidak dipersenjatai, maka satuan perespon

harus:

Page 39: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 39 -

a. cepat datang sebelum kegiatan sabotase dimulai atau sedang

berlangsung; dan

b. menggagalkan sabotase tersebut.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 84

(1) Dengan berlakunya Peraturan ini, Keputusan Kepala BAPETEN

No. 02-P/Ka-BAPETEN/VI-99 tentang Pedoman Proteksi Fisik

Bahan Nuklir dinyatakan tidak berlaku.

(2) Bagi reaktor yang sudah beroperasi pada saat peraturan ini

diterbitkan, PIN wajib melaksanakan Pasal 16 Peraturan Kepala

BAPETEN ini paling lambat 6 (enam) bulan setelah tanggal

ditetapkan.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

Peraturan Kepala BAPETEN ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 26 Februari 2009

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ttd

AS NATIO LASMAN

Page 40: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

LAMPIRAN I

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK

INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

Page 41: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 2 -

FUNGSI UTAMA DAN KARAKTERISTIK SISTEM PROTEKSI FISIK

A. Fungsi Utama

Fungsi utama sistem proteksi fisik untuk dapat menghadapi ancaman pemindahan

bahan nuklir secara tidak sah atau sabotase terhadap bahan dan/atau instalasi

nuklir adalah :

1. Menangkal (deter)

Pemindahan secara tidak sah atau sabotase dapat dicegah dengan 2 cara yaitu :

a. menangkal musuh; atau

b. mengalahkan musuh yang berusaha mencuri bahan nuklir atau melakukan

sabotase instalasi dan bahan nuklir.

Upaya penangkalan dilakukan dengan melaksanakan sistem proteksi fisik

sedemikian rupa sehingga instalasi dan bahan nuklir tersebut tidak menjadi

pusat perhatian musuh.

Tindakan proteksi untuk mencegah pemindahan secara tidak sah atau sabotase

harus mempertimbangkan beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut adalah :

a. ancaman dasar desain;

b. dampak potensial kegiatan yang melibatkan bahan nuklir;

c. tata letak instalasi nuklir;

d. perangkat keras;

e. kekuatan penjaga di instalasi nuklir;

f. prosedur dan pelatihan;

g. kekuatan satuan perespon; dan

h. ketepatan waktu dan kecakapan perespon.

2. Mendeteksi

Deteksi dapat dilakukan oleh sensor atau pengamatan langsung, oleh pekerja

atau penjaga. Dalam pengertian yang sempit, deteksi adalah suatu bentuk fisik.

Contoh: sensor atau personil yang menentukan sesuatu perlu diselidiki atau

dinilai pada tempat yang teramati. Deteksi harus dipadukan dengan penilaian

mengenai hal yang terdeteksi agar berguna.

Dari penggabungan tersebut maka dapat dibedakan :

Page 42: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 3 -

a. kemampuan sensor mendeteksi hewan atau orang;

b. kemampuan sensor terpengaruh oleh cuaca sehingga menghasilkan alarm

yang salah; dan

c. kemampuan deteksi personil oleh penjaga pintu masuk.

Sensor adalah bagian terpenting dari sistem deteksi. Indikasi kegiatan yang

memerlukan penilaian diperoleh dengan mengaktifkan alarm. Tujuan pokok

sistem deteksi adalah untuk memaksimalkan kemungkinan pendeteksian

dengan meminimalkan kesalahan alarm. Hal ini dapat dilakukan dengan

menyediakan saluran deteksi kontinyu dengan menggunakan teknologi sensor

tunggal yang sesuai untuk kondisi lingkungan dan daerah instalasi atau dengan

menggunakan sensor ganda dan sensor pelengkap yang mempunyai fungsi

prinsip teknik berbeda.

3. Menilai (assess)

Sistem penilaian merupakan tindakan mengolah data hasil deteksi suatu sensor

dan/atau pengamatan visual. Sistem penilaian ini dapat menentukan jenis,

kekuatan, lokasi, waktu dan frekuensi gangguan, serta menentukan jumlah

penjaga yang harus merespon. Informasi ini penting untuk mempersiapkan

satuan perespon secara efektif dan tepat waktu.

Stasiun alarm pusat dipersyaratkan untuk mengevaluasi deteksi, menilai

informasi, dan mempunyai sistem komunikasi antara penjaga dengan satuan

perespon secara terus menerus. Sistem komunikasi yang andal antara stasiun

alarm pusat, penjaga, dan satuan perespon merupakan bagian yang penting dari

sistem proteksi fisik. Stasiun alarm pusat harus kokoh konstruksinya dan

lokasinya sedemikian rupa sehingga jika terjadi serangan dapat beroperasi

secara terus menerus setiap saat.

Penilaian biasanya menggunakan CCTV statis atau dinamis yang mencakup

masing-masing sektor sensor, yang dilengkapi dengan pengecekan dari penjaga.

Selain itu, untuk penentuan penyebab alarm deteksi, penilaian harus dilakukan

secara mendetail, yang meliputi antara lain : apa, siapa, dimana, kapan, dan

berapa kali dalam waktu tertentu. Rincian ini membantu menentukan jumlah

penjaga yang harus merespon dan perlengkapannya. Informasi ini sangat

Page 43: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 4 -

penting bagi satuan perespon untuk mengambil tindakan secara tepat dan

efektif.

4. Menunda (delay)

Karena tidak mungkin menempatkan penjaga pada semua titik untuk

memproteksi semua jenis musuh maka diperlukan penundaan untuk

menyediakan waktu bagi penjaga bereaksi dan meminta bantuan sesudah

penyusup terdeteksi. Penundaan ini dapat dicapai dengan penghalang seperti

pagar, dinding, dan kunci. Penundaan harus memperlambat musuh sehingga

penjaga dan satuan perespon mempersiapkan diri untuk menghentikan

serangan sebelum musuh sampai ke sasarannya. Penundaan harus memadai

untuk mencegah musuh menyelesaikan misinya sebelum penjaga dan atau

satuan perespon dapat mencegah atau menetralisir musuh.

5. Merespon (respond)

Penjaga dan atau satuan perespon untuk mencegah adanya sabotase perlu

merespon dengan lebih cepat dibandingkan dengan pemindahan secara tidak

sah. Penjaga dan atau satuan perespon dapat mencegah musuh untuk

memindahkan bahan nuklir dari tempatnya meskipun musuh telah dapat

mengakses bahan nuklir, tetapi untuk mencegah sabotase, penjaga dan atau

satuan perespon perlu menghentikan musuh sebelum musuh dapat mengakses

bahan nuklir atau peralatan vital yang dapat di sabotase dan secara potensial

dapat menimbulkan bahaya radiasi.

Oleh karena itu, latihan harus dilakukan untuk menjamin penjaga dan atau

satuan perespon dapat merespon tepat waktu pada tahap serangan dini. Jika

instalasi memerlukan bantuan dari satuan perespon luar maka perlu dilakukan

analisis ketepatan waktu untuk menentukan satuan perespon dapat datang

tepat waktu untuk mencegah sabotase. Latihan periodik yang melibatkan

kekuatan perespon luar dapat dilakukan untuk menentukan keefektifan respon

tersebut dan digunakan untuk mengembangkan, mengoreksi atau memodifikasi

strategi pertahanan instalasi termasuk penghalang.

Penjaga dan satuan perespon harus mampu bertahan untuk mencegah musuh

mencapai sasarannya. Beberapa faktor yang mendukung kemampuan dan

Page 44: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 5 -

ketahanan penjaga dan atau satuan perespon antara lain rencana yang taktis,

peralatan, senjata, dan pelatihan. Latihan harus dilakukan untuk menunjukkan

keefektifan dan meningkatkan kemampuan merespon. Penempatan penghalang

perlu dipertimbangkan untuk melindungi penjaga dan atau satuan perespon

dalam menghalangi serangan.

B. Karakteristik

Suatu sistem proteksi fisik yang efektif harus mempunyai beberapa karakteristik

khusus yang disesuaikan dengan sistem keselamatan instalasi nuklir yaitu :

a. Pertahanan berlapis (defence in depth)

Musuh dalam mencapai tujuan harus melalui beberapa peralatan atau

rangkaian penghalang yang berbeda secara berurutan. Pertahanan berlapis

menghilangkan ketergantungan pada satu penghalang atau sistem (yang

mungkin gagal pada saat kritis) untuk menghadapi perlawanan. Adanya

pertahanan berlapis akan menyebabkan musuh :

1) meningkatkan ketidakpastian tentang sistem proteksi fisik (dan menghadapi

kemungkinan serangan);

2) memerlukan persiapan yang lebih ekstensif terlebih dahulu untuk

menyerang ke instalasi nuklir (dikaitkan dengan resiko lebih besar dengan

persiapan sebelum serangan);

3) memerlukan teknik dan peralatan yang berbeda untuk menembus

penghalang; dan

4) membuat langkah tambahan.

b. Memperkecil akibat kegagalan komponen

Memperkecil akibat kegagalan komponen merupakan karakteristik sistem

proteksi fisik yang penting, karena suatu sistem komplek tidak mungkin akan

dikembangkan dan dioperasikan tanpa ada pengalaman kegagalan selama

proses berlangsung. Penyebab kegagalan komponen proteksi fisik dapat berasal

dari faktor lingkungan sampai serangan musuh. Rencana terhadap

kebolehjadian kegagalan ditetapkan sehingga sistem dapat beroperasi terus

secara efektif meskipun terjadi kegagalan komponen. Peralatan cadangan dapat

mengambil alih secara otomatis dalam sistem proteksi fisik tingkat tinggi yang

Page 45: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 6 -

diharapkan dalam beberapa kasus. Sebagai contoh, pasokan daya listrik

cadangan atau darurat dapat berfungsi secara otomatis apabila pasokan daya

listrik utama gagal.

c. Proteksi yang seimbang

Hal ini berarti bahwa bukan cara bagaimana musuh berusaha untuk

menyelesaikan tujuannya, tetapi bagaimana mereka secara efektif akan

menghadapi elemen sistem proteksi fisik. Sebagai contoh bangunan fabrikasi

yang mengelilingi suatu ruang kendali reaktor dapat terdiri atas :

1) dinding, lantai, dan langit-langit dibangun dari beberapa jenis bahan;

2) pintu dari beberapa jenis; peralatan lubang di dinding dan langit; dan

3) ventilasi, dan AC terbuka diproteksi dengan berbagai jenis teralis.

Keseimbangan lengkap dapat tidak mungkin atau tidak diperlukan. Meskipun

penundaan penyusupan dengan dipasang pintu, lubang-lubang dan teralis

mungkin dipertimbangkan lebih kecil daripada dinding, dan akan memadai jika

didesain sebagai penghalang untuk menyediakan cukup waktu datangnya

satuan perespon dan pemisahan yang sukses.

d. Proteksi bertingkat sesuai dengan potensi dampak radiologi.

Tidak ada keuntungan dalam merancang yang berlebihan, sebagai contoh

memasang pintu ruangan besi yang mahal yang akan memerlukan beberapa

menit untuk menembus dengan ledakan, jika dinding asbes bergelombang

dapat ditembus dalam beberapa menit dengan peralatan tangan. Dinding dan

pintu harus disiapkan sesuai dengan tingkat proteksi yang ditentukan oleh

ancaman dasar desain, kemampuan satuan perespon dan waktu yang

dibutuhkan untuk merespon secara efektif.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ttd

AS NATIO LASMAN

Page 46: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

LAMPIRAN II

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

PEDOMAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

Page 47: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 2 -

FORMAT DAN ISI

RENCANA PROTEKSI FISIK

BAB I PENDAHULUAN

BAB II ANCAMAN DASAR DESAIN

BAB III ORGANISASI DAN PERSONIL SISTEM PROTEKSI FISIK

BAB IV PENGGOLONGAN BAHAN NUKLIR

BAB V PROSEDUR TERKAIT PROTEKSI FISIK

BAB VI DESAIN DAN PEMBAGIAN DAERAH PROTEKSI FISIK

BAB VII SISTEM DETEKSI

BAB VIII SISTEM PENGHALANG FISIK

BAB IX SISTEM AKSES YANG DIPERLUKAN

BAB X SISTEM KOMUNIKASI

BAB XI PERAWATAN DAN SURVEILAN

BAB XII RENCANA KONTINJENSI

BAB XIII DOKUMENTASI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Informasi Umum

Bagian ini berisi:

• nama dan alamat lengkap instalasi serta nama PIN;

• alamat kontak dan semua nomor telefon dan faksimili, termasuk alamat

elektronik (email address) yang dapat dihubungi; dan

• tujuan atau kegunaan instalasi, misalnya untuk penelitian, produksi radioisotop,

atau pembangkit daya.

B. Data Umum Instalasi Nuklir

Bagian ini berisi:

• identifikasi lokasi instalasi, termasuk letak geografis berikut peta yang

menunjukkan letak tapak relatif terhadap komunitas di sekelilingnya;

• identifikasi jumlah unit instalasi dan tata letaknya di dalam tapak;

• identifikasi ukuran instalasi dalam meter persegi;

Page 48: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 3 -

• identifikasi jenis instalasi, misalnya reaktor penelitian, instalasi fabrikasi bahan

bakar nuklir, instalasi penyimpanan bahan bakar nuklir bekas.

BAB II . ANCAMAN DASAR DESAIN

Bab ini berisi ringkasan ancaman dasar desain lokal yang merupakan dokumen

terpisah.

BAB III. ORGANISASI DAN PERSONIL SISTEM PROTEKSI FISIK

Bab ini berisi:

- uraian tentang tanggung jawab, wewenang, dan kualifikasi PIN;

- uraian tentang tanggung jawab, wewenang, dan kualifikasi Penjaga; dan

- uraian tentang tanggung jawab wewenang, dan kualifikasi Penilai.

Tanggung jawab PIN adalah:

a. menjamin penerapan sistem proteksi fisik terhadap instalasi nuklir dan bahan

nuklir;

b. memastikan efektivitas penerapan sistem proteksi fisik dengan memberikan

prioritas terhadap budaya keamanan;

c. menyusun mekanisme untuk melindungi informasi yang bersifat rahasia terkait

proteksi fisik instalasi dan bahan nuklir;

d. memberikan pelatihan terhadap personil organisasi sistem proteksi fisik;

e. menentukan pembagian daerah untuk tindakan proteksi fisik;

f. menyediakan peralatan sistem proteksi fisik yang diperlukan;

g. melakukan evaluasi menyeluruh baik secara berkala atau bila terjadi perubahan

ancaman dasar desain lokal terhadap sistem proteksi fisik;

h. menyusun rencana kontinjensi untuk mengantisipasi pemindahan bahan nuklir

secara tidak sah dan sabotase instalasi dan bahan nuklir;

i. melaporkan kepada BAPETEN dan instansi terkait lainnya apabila terjadi

tindakan sabotase, pemindahan bahan nuklir secara tidak sah, kejadian terkait

pengangkutan bahan nuklir, atau setiap perubahan di instalasi nuklir yang

dapat memengaruhi penerapan proteksi fisik terhadap bahan nuklir dan/atau

instalasi nuklir; dan

Page 49: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 4 -

j. melakukan koordinasi dengan instansi lain yang berkaitan dengan kegiatan

proteksi fisik, seperti kepolisian dan/atau TNI.

Wewenang PIN adalah:

a. mengangkat dan memberhentikan personil organisasi sistem proteksi fisik;

b. menetapkan komitmen manajemen dalam rangka meningkatkan budaya

keamanan; dan

c. menetapkan bahwa suatu peralatan proteksi fisik sudah tidak layak pakai.

Kualifikasi PIN sekurang-kurangnya adalah kepala unit kerja atau setara dengan itu.

Tanggung jawab penjaga adalah:

a. melaksanakan penjagaan fisik instalasi nuklir dan bahan nuklir;

b. melaksanakan patroli berkala dan/atau sewaktu-waktu;

c. melaksanakan pemantauan dan penilaian;

d. melaksanakan pengawalan terhadap seseorang yang memasuki daerah proteksi

dan/atau daerah dalam;

e. melaksanakan pengawalan selama pengangkutan bahan nuklir;

f. melaksanakan pengendalian akses;

g. mengamankan tempat kejadian perkara; dan

h. melaksanakan tindakan respon awal.

i. membuat laporan kegiatan.

Wewenang penjaga adalah:

a. memeriksa dan mengawasi lalu lintas orang, barang dan kendaraan di daerah

proteksi dan/atau daerah dalam;

b. menangkap dan melakukan investigasi pada orang yang terbukti dapat

mengancam keamanan instalasi dan bahan nuklir; dan

c. menolak orang, barang dan kendaraan untuk masuk ke instalasi nuklir;

d. melakukan kegiatan intelijen.

Page 50: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 5 -

Penjaga mempunyai kualifikasi telah mengikuti pelatihan:

a. dasar pengamanan;

b. proteksi fisik;

c. proteksi radiasi;

d. pengetahuan intelijen; dan

e. rencana kontinjensi

Tanggung jawab penilai adalah:

a. melakukan pengamatan terhadap sistem deteksi secara terus menerus;

b. menjaga dan mengevaluasi CCTV atau alat pemantau proteksi fisik lainnya

tetap bekerja dengan baik;

c. melaporkan hasil pengamatan kepada PIN secara berkala dan/atau sewaktu-

waktu.

Wewenang penilai adalah:

a. mendokumentasikan identitas orang yang dicurigai; dan

b. merekomendasikan bahwa suatu alat pemantau proteksi fisik sudah tidak layak

pakai.

Penilai mempunyai kualifikasi telah mengikuti pelatihan:

a. pengoperasian peralatan pemantau proteksi fisik;

b. proteksi fisik; dan

c. rencana kontinjensi.

BAB IV. PENGGOLONGAN BAHAN NUKLIR

Bab ini menjelaskan golongan bahan nuklir yang dimilliki PIN menurut tabel

penggolongan bahan nuklir di dalam Lampiran III.

BAB V. PROSEDUR PROTEKSI FISIK

Bab ini menguraikan tentang prosedur, rekaman dan dokumentasi yang disusun PIN

untuk menjamin terlaksananya sistem proteksi fisik dengan baik.

Page 51: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 6 -

BAB VI. DESAIN DAN PEMBAGIAN DAERAH PROTEKSI FISIK

Bab ini menguraikan tentang desain sistem proteksi fisik dan pembagian daerah untuk

pelaksanaan sistem proteksi fisik.

BAB VII. SISTEM DETEKSI

Bab ini menguraikan tentang peralatan yang digunakan untuk mendeteksi dan menilai

penyusupan, misalnya sensor, alarm, dan CCTV yang saling berintegrasi.

BAB VIII. SISTEM PENGHALANG FISIK

Bab ini menguraikan mengenai sistem penghalang fisik yang biasanya terdiri atas

pagar, dinding, dan pintu yang dilengkapi dengan kunci khusus.

BAB IX. SISTEM AKSES YANG DIPERLUKAN

Bab ini menguraikan mengenai sistem akses yang diberlakukan pada instalasi nuklir.

Sistem akses biasanya berupa kartu magnetik, sistem biometrik, pemakaian kode

akses.

BAB X. SISTEM KOMUNIKASI

Bab ini menguraikan mengenai sistem komunikasi yang digunakan pada instalasi

nuklir dalam berkomunikasi. Sistem komunikasi biasanya berupa telefon, dan handy

talky.

BAB XI. PERAWATAN DAN SURVEILAN

Bab ini menjelaskan rencana dan pelaksanaan perawatan termasuk uji fungsi peralatan

proteksi fisik.

BAB XII. RENCANA KONTINJENSI

Rencana kontinjensi dapat dibuat dalam dokumen terpisah dan diringkas dalam Bab

ini.

Page 52: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 7 -

BAB XIII. DOKUMENTASI

Bab ini menjelaskan cara pendokumentasian semua kegiatan rencana proteksi fisik.

Dokumentasi tersebut paling kurang memuat:

a. kegiatan pemeliharaan rencana proteksi fisik selama pembangunan, pengoperasian,

dan dekomisioning instalasi nuklir;

b. kegiatan pemanfaatan bahan nuklir; dan

c. kegiatan pemeliharaan dan penyimpanan dokumen dan rekaman terkait sistem

proteksi fisik.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ttd

AS NATIO LASMAN

Page 53: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

LAMPIRAN III

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

PEDOMAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

Page 54: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 2 -

PENGGOLONGAN BAHAN NUKLIR

Tabel I. Penggolongan Bahan Nuklir

Golongan Bahan Uraian I II III IV

1. Plutonium Tidak teriradiasi atau teriradiasi dengan paparan ≤ 1 gy/jam (100 rad/jam) pada jarak 1 m tidak terbungkus

≥ 2 kg 500 g < Pu < 2 kg

15 g < Pu ≤ 500 g 1 g< Pu ≤ 15 g

2. Uranium-235 Tidak teriradiasi atau teriradiasi dengan paparan ≤ 1 gy/jam (100 rad/jam) pada jarak 1 m tidak terbungkus

− Uranium diperkaya ≥ 20% U-235 ≥ 5 kg 1 kg < U-235 < 5 kg

15 g < U-235 ≤ 1 kg

1 g < U-235 ≤ 15 g

− Uranium diperkaya antara 10% - 20% U-235

− ≥ 10 kg 1 kg < U-235 < 10 kg

1 g< U-235 ≤ 1 kg

− Uranium diperkaya di atas uranium alam, tetapi kurang dari 10%U-235

− − ≥ 10 kg 1 g < U-235 < 10 kg

3. Uranium-233 Tidak teriradiasi atau teriradiasi dengan paparan ≤ 1 gy/jam (100 rad/jam) pada jarak 1 m tidak terbungkus

≥ 2 kg 500 g < U-233 < 2 kg

15 g < U-233 ≤ 500 g

1 g< U-233 ≤ 15 g

4. U-alam, U-deplesi, Th dan limbah bahan nuklir curah

Tidak teriradiasi atau teriradiasi dengan paparan ≤ 1 gy/jam (100 rad/jam) pada jarak 1 m tidak terbungkus

− − ≥ 500 kg 1kg < U/Th < 500 kg

Page 55: PERATURAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIRelira.batan.go.id/asset/download/Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga... · peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 1 tahun 2009

- 3 -

- untuk pengangkutan -- Tidak dibatasi jumlahnya

-- -- 5. Bahan bakar teriradiasi (U-alam, U-deplesi, Th atau bahan bakar diperkaya <10 %)

- untuk penyimpanan / penggunaan -- -- Tidak dibatasi jumlahnya

--

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

ttd

AS NATIO LASMAN