Peratuaran Daerah No.6 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan ...
Transcript of Peratuaran Daerah No.6 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan ...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai hak untuk memperoleh
pendidikan yang sama dengan anak normal. Hal tersebut telah dinyatakan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 5 tentang
hak dan kewajiban warga Negara. Bunyi Pasal 5 ayat (1) yaitu sebagai berikut:
“Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu.” Dengan demikian, maka siapapun warga negara baik itu yang
terlahir normal maupun yang berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan.1
Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003, Pendidikan merupakan usaha sadar artinya tindakan mendidik bukan
merupakan tidakan refleks atau spontan tanpa tujuan yang jelas, melainkan
merupakan tindakan yang rasional, disengaja, disiapkan, direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) dinyatakannya
bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh
1 Pasal 5 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional
2
pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa anak berkebutuhan khusus juga berhak
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak normal lainnya dalam
pendidikan.2
Undang–Undang Tentang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Pasal
51 menyatakan: “Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa.”3
Berdasar pada Undang-Undang maupun Perda Kabupaten Semarang No. 6
Tahun 2009 maka anak berkebutuhan khusus dengan kelainan fisik, mental,
intelegensi ataupun emosi juga berhak mendapatkan layanan pendidikan seperti
anak normal. Hal ini menunjukkan kewajiban pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Masih ada anak
berkebutuhan khusus yang tidak dapat mendapatkan haknya untuk mengenyam
pendidikan bahkan ada yang tidak bersekolah dan ada juga yang putus
sekolah.Anak berkebutuhan khusus cenderung diabaikan atau dianak tirikan.
Landasan hukum bagi kewajiban pemerintah terdapat pada Undang-
Undang No. 23 Tahun 2003, Pasal 53 ayat (1) menyatakan bahwa : “Pemerintah
bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-
Cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak
terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di Daerah terpencil.”
Pemda dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan Pendidikan
Menengah layanan tambahan bagi Peserta Didik yang memiliki kebutuhan
2 Pasal 31 ayat (1) UUD 1945
3 Pasal 51 Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
3
khusus karena kelainan fisik, mental, sosial, emosional, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.4 Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga membutuhkan
pembelajaran secara khusus.5
Pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional dapat dijumpai dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
undang-undang ini pendidikan didefinisikan sebagai, "Usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.” Pendidikan nasional didefinisikan sebagai, “Pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.” Sedangkan, yang dimaksud
dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah "Keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”6
Jadi dengan demikian, sistem pendidikan nasional dapat dianggap sebagai
jaringan satuan-satuan pendidikan yang dihimpun secara terpadu dan dikerahkan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
4 Pasal 24 ayat (1) Perda Kabupaten Semarang No. 6 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan 5 Kosasih, Anak Berkebutuhan Khusus, Yrama Widya, Bandung, 2012, h. 1.
6 Pasal 1 ayat (3) UU Sistem Pendidikan Nasional
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional antara lain menegaskan dalam penjelasan Pasal 15
tentang Pendidikan Khusus disebutkan bahwa “Pendidikan Khusus merupakan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.”7
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dianggap berbeda dengan anak
normal. Ia dianggap sosok yang tidak berdaya yang perlu dikasihani. Pandangan
ini tidak sepenuhnya benar karena setiap anak mempunyai kekurangan juga
kelebihan masing-masing.Anak berkebutuhan khusus memerlukan perhatian, baik
itu dalam bentuk kasih sayang, pendidikan maupun dalam berinteraksi sosial.
Kelainan anak tidak memandang suku atau kasta.
Anak berkebutuhan khusus juga warga negara yang memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai amanat dalam UUD 1945, Pasal 31
ayat (1) bahwa setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam
pendidikan.
Perbandingan penelitian dalam upaya mempertegas alasan skripsi
penulisan sebagai berikut:
Tabel I.1 Perbandingan Skripsi
Nama Happy Nova Eriska
(31 2009 065)
Antan Radityo
(31 2002 054)
7 Pasal 15 UU Sistem Pendidikan Nasional
5
Nama Happy Nova Eriska
(31 2009 065)
Antan Radityo
(31 2002 054)
Judul Peraturan Daerah No. 6
Tahun 2009 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan
Khususnya (Mengenai Hak
Untuk Memperoleh
Pendidikan Bagi Anak
Autisme)
Pelaksanaan Hak
Pendidikan Anak Di
Dalam Undang-Undang
No. 23 Tentang
Perlindungan Anak Di
Kota Salatiga
Alasan Pemilihan
Judul
Titik tolak penelitian ini pada
Undang-Undang
Perlindungan Anak, penelitian
ini lebih difokuskan pada
layanan pendidikan anak
autisme dalam mendapatkan
pendidikan. Penulis
bermaksud untuk melakukan
penelitian hak anak autisme
dalam mendapatkan layanan
pendidikan dan pengajaran
ditinjau dari Perda No. 6
Tahun 2009, Kab. Semarang.
Titik tolak penelitian ini
pada Undang-Undang
Perlindungan Anak,
penelitian ini lebih
difokuskan pada anak-
anak yang kehilangan
haknya untuk
mendapatkan pendidikan.
Penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian hak
anak untuk mendapatkan
pendidikan dan
pengajaran.
Rumusan masalah Apa faktor-faktor yang 1. Bagaimana
6
Nama Happy Nova Eriska
(31 2009 065)
Antan Radityo
(31 2002 054)
mempengaruhi pelaksanaan
Perda No. 6 Tahun 2009
Kabupaten Semarang??
pemahaman
pemerintah kota
(pihak-pihak terkait),
orang tua, dan anak-
anak tentang hak
untuk mendapatkan
pendidikan seperti
diatur UU
Perlindungan Anak?
2. Apa hambatan2
dalam upaya
mewujudkan hak
anak untuk
pendidikan di Kota
Salatiga?
Tujuan Penelitian Mengetahui Apa faktor-
faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan Perda No. 6
Tahun 2009 Kabupaten
Semarang?
1. Mengetahui sejauh
mana tanggung jawab
pemerintah Kota
Salatiga dalam
memberikan sarana
dan prasarana
7
Nama Happy Nova Eriska
(31 2009 065)
Antan Radityo
(31 2002 054)
pendidikan bagi anak-
anak yang bekerja
dipasar.
2. Untuk
mendeskripsikan
tentang berbagai
hambatan dalam
upaya untuk
mendapatkan hak
anak untuk
pendidikan di Kota
Salatiga.
Definisi Operasional Anak Autisme adalah: anak
yang mengalami gangguan
perkembangan yang terjadi
pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri yang
menyebabkan anak
mengalami keterbatasan dari
segi komunikasi, interaksi
sosial, dan perilaku di
Anak-anak yang
kehilangan haknya untuk
mendapatkan pendidikan.
penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian hak
anak untuk mendapatkan
pendidikan dan
pengajaran. Anak yang
dimaksud di sini adalah
8
Nama Happy Nova Eriska
(31 2009 065)
Antan Radityo
(31 2002 054)
wilayah. Kabupaten
Semarang
anak-anak yang bekerja
di pasar pada wilayah
Kota Salatiga.
Antan Radityo, dalam penelitiannya pada Undang-undang Perlindungan
Anak, penelitian ini lebih difokuskan pada anak-anak yang kehilangan haknya
untuk mendapatkan pendidikan. Penulis bermaksud untuk melakukan penelitian
hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran.8 Penelitian tersebut
mengupas sejauh mana tanggung jawab pemerintah Kota Salatiga dalam
memberikan sarana dan prasarana pendidikan bagi anak-anak yang bekerja di
pasar, mendeskripsikan tentang berbagai hambatan dalam upaya untuk
mendapatkan hak anak untuk pendidikan di Kota Salatiga. Penelitian tersebut
dilakukan untuk anak normal dalam arti tidak mengalami cacat emosional, fisik
atau mental. Bagaimana perwujudan hak anak tersebut, mengapa anak tersebut
masuk sekolah luar biasa, apa faktor penyebabnya, serta bagaimana anak autis
mendapatkan layanan pendidikan akan menjadi kupasan penelitian.
Pada penelitian ini peneliti akan mengulas tentang anak berkebutuhan
khusus yaitu anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi atau emosi
dalam hubungannya dengan Perda Kabupaten Semarang No. 6 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Pendidikan Paragraf Ketiga mengatur tentang
Pendidikan Menengah Layanan Tambahan dan Khusus tentang Penyelenggaraan
8 Stefanus Antan Radhityo (312002054), Pelaksanaan Hak Pendidikan Anak di Dalam UU No. 23
Tentang Perlindungan Anak di Kota Salatiga
9
Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus oleh pemerintah dan
masyarakat, lebih khusus Perda Kabupaten Semarang No. 6 Tahun 2009 mengatur
mengenai anak autisme diatur dalam beberapa Pasal di bawah ini :
1. Pasal 1 ayat (22) mengenai pendidikan khusus diselenggarakan secara inklusif
pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.
2. Pasal 5 ayat 1 jalur pendidikan tediri atas Pendidikan Formal, Non Formal,
dan Informal yang dapat saling melengkapi.
3. Pasal 12 ayat (2) huruf b dan ayat (4) mengenai penyelenggaraan pendidikan
bagi anak usia dini yang menjadi urusan wajib dari Pemda dan dilaksanakan di
setiap Kecamatan.
4. Pasal 16 ayat (2) huruf a dan b mengenai penyelenggaraan pendidikan dasar
bagi anak berkebutuhan khusus (SDLB dan SMPLB) yang dapat
diselenggarakan Pemda.
5. Pasal 19 ayat (1) pemerintah daerah dan masyarakat menyelenggarakan dapat
pendidikan dasar layanan bagi anak berkebutuhan khusus karena kelainan
fisik, mental, sosial, emosional, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
6. Pasal 21 ayat (3) huruf c mengamanatkan pendidikan menengah (SMALB).
7. Pasal 24 ayat (1) mengenai pendidikan layanan tambahan dan khusus bagi
anak-anak yang berkebutuhan khusus yang dapat diselenggarakan oleh
Pemerintah dan atau masyarakat.
10
Dari beberapa Pasal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Pemda hanya
wajib menyelenggarakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus hanya pada
aras Pendidikan Anak Usia Dini saja, sedangkan untuk pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan menengah dan pendidikan tambahan khusus bukan merupakan
urusan wajib Pemda, tetapi Pemda dapar menyelenggarakannya sesuai dengan
kemampuan keuangan dari Pemda.
Berdasar payung hukum yang ada bahwa anak berkebutuhan khusus juga
berhak memperoleh layanan pendidikan dan fakta tentang anak berkebutuhan
khusus yang terabaikan.Maka penulis ingin menitik beratkan penelitian tentang
Perda No. 6 Tahun 2009 yang dikaitkan dengan perwujudan hak anak
berkebutuhan khusus terutama anak autisme dalam memperoleh pendidikan.
Dengan fokus tersebut penulis tertarik untuk mengangkat judul ”Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Semarang No. 6 Tahun 2009 Tentang Hak
Untuk Memperoleh Pendidikan Bagi Anak Autisme.”
Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari perbedaan
interpretasi makna terhadap hal yang bersifat esensial yang dapat menimbulkan
kerancuan dalam mengartikan judul, maksud dari penelitian serta digunakan
sebagai penjelas secara redaksional agar mudah dipahami. Definisi operasional
meliputi :
1. Hak
Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 UU No. 23 Tahun
2002, khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
11
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
3. Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelaianan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.
Contoh dalam hal ini misalnya pendidikan luar biasa untuk anak tuna rungu,
pendidikan untuk anak tuna grahita, pendidikan untuk tunanetra.
4. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi
sehingga memerlukan pembelajaran khusus.
5. Autisme
Gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri yang menyebabkan anak mengalami keterbatasan dari segi
komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.
12
Bagaimana proses pembelajaran pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus lebih fokus pada anak autisme dan hambatan layanan pendidikan bagi
anak autisme di Kabupaten Semarang. Apakah anak autisme sudah mendapat
layanan pendidikan dengan baik sebagai hak anak, bagaimana sarana prasarana
pendidikan bagi anak autis, bagaimana ketersediaan pendidik bagi anak autis di
Kabupaten Semarang.
Berdasar payung hukum yang ada bahwa anak berkebutuhan khusus juga
berhak memperoleh layanan pendidikan dan fakta tentang anak berkebutuhan
khusus yang terabaikan. Maka penulis ingin menitik beratkan penelitian tentang
Perda No. 6 Tahun 2009 yang dikaitkan dengan perwujudan hak anak
berkebutuhan khusus terutama anak autisme dalam memperoleh pendidikan.
Dengan fokus tersebut penulis tertarik untuk mengangkat judul, ”Pelaksanaan
Perda No. 6 Tahun 2009 Kabupaten Semarang Tentang Hak Untuk Memperoleh
Pendidikan Bagi Anak Autisme.”
Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan khusus dalam memberikan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Data yang penulis peroleh tentang
anak berkebutuhan khusus dari survey pra penelitian menunjukkan bahwa di Desa
Harjosari, Kecamatan Bawen penulis temukan ada 1 anak berkebutuhan khusus
yang tidak sekolah, di kelurahan Gowongan, Kecamatan Ungaran Barat terdapat 1
anak, di Desa Jambu, Kecamatan Jambu penulis temui 2 anak berkebutuhan
khusus belum masuk ke Sekolah Luar Biasa.9
9 Wawancara dengan Bakor PLB Kab. Semarang, pada tanggal 15 Juni 2013
13
Berdasar fakta lapangan upaya mensukseskan wajib belajar, dipandang
perlu meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, baik
yang telah memasuki sekolah umum tetapi belum mendapatkan pelayanan
pendidikan khusus maupun anak-anak berkebutuhan khusus yang belum sempat
mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di sekolah terdekat atau
karena lokasi Sekolah Luar Biasa. Bagaimana bentuk perwujudan hak anak
berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan perlu dicermati lebih
mendalam. Anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang
sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah
terdekat, sudah tentu sekolah terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala
sesuatunya baik mengenai program perencanaan pendidikan, fasilitas yang ada
dan bagaimana guru-guru di Sekolah Luar Biasa.
Dasar Hukum Perda Kabupaten Semarang yang mengatur tentang
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu Perda Nomor 6 Tahun
2009 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Bab III , Pasal 24 ayat (1)
Perda Kabupaten Semarang yang berbunyi : “Pemda dan/atau masyarakat dapat
menyelenggarakan Pendidikan Menengah layanan tambahan bagi peserta didik
yang memiliki kebutuhan khusus karena kelainan fisik, sosial, mental, emosional
dan / atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” Pasal tersebut
mengatur tentang pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan
khusus karena kelainan fisik, sosial, emosional dan /atau memiliki potensi
14
kecerdasan dan bakat istimewa.10
Pasal tersebut menjelaskan bahwa pemerintah
dan masyarakat bertanggung jawab tentang terselenggaranya pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan Luar Biasa adalah Pendidikan khusus untuk peserta didik yang
berkelainan yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa Satuan Pendidikan
khusus pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan
PendidikanMenengah.
Latar belakang fakta dan data yang menunjukkan adanya anak
berkebutuhan khusus yang belum masuk sekolah serta ada anak berkebutuhan
khusus yang sudah masuk pada SLB yang tersebar di Kabupaten Semarang yaitu
di SLB Negeri Ungaran, SLB-A Putera Mandiri Ungaran, SLB Dharma Bhakti
Bergas, SLB Bina Putra Ambarawa, dan SLB Muhammadiyah Susukan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat (1) menyebutkan setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, serta
adanya Perda yang mengatur tentang penyelenggaraan sekolah luar biasa bagi
anak berkebutuhan khusus demi pemerataan pendidikan.11
Maka penulis akan
melakukan penelitian tentang layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus
sebagai implementasi Perda Nomor 6 Tahun 2009, Kabupaten Semarang.
Anak berkebutuhan khusus mencakup: autisme, cereblal palsy, down
syndrome, indigo, kesulitan belajar, sindrom asperger, thalassemia, tunadaksa,
10
Pasal 24 ayat (1) Perda Kab. Semarang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan. 11
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
15
tunagrahita, tunalaras, tunanetra, tunarungu.12
Mengingat banyaknya jenis anak
berkebutuhan khusus maka demi kecermatan penelitian peneliti lebih mengarah
kelainan tentang autisme. Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi
pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial dan perilaku.13
Realitas pelaksanaan Perda tersebut dalam memberikan layanan terhadap
anak autisme. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana bagi mereka,
bagaimana perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan bagi anak autisme,
kendala apa yang dihadapi dan bagaimana sinkronisasinya dengan Perda tersebut
akan menjadi fokus penelitian. Fokus yang dimaksud adalah mengetahui
pelaksanaaan proses pembelajaran pendidikan bagi anak autisme di Kabupaten
Semarang dan mengetahui hambatan layanan pendidikan bagi anak autisme di
Kabupaten Semarang.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pada permasalahan, dalam penelitian ini secara
khusus, pokok-pokok permasalahan yang ingin dibahas tentang layanan anak
autisme yang dikaitkan dengan Perda No. 6 Tahun 2009, pada penelitian ini
adalah sebagai berikut: Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Perda
No. 6 Tahun 2009 Kabupaten Semarang?
1. Tujuan Penelitian
12
Kosasih, Anak Berkebutuhan Khusus, Yrama Widya, Bandung, 2012, H. 3-5. 13
Kosasih, Anak Berkebutuhan Khusus, Yrama Widya, Bandung, 2012, h.3.
16
Dalam penelitian ini penulis lakukan dengan tujuan sebagai berikut:
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Perda No. 6 Tahun
2009 Kabupaten Semarang.
2. Manfaat Penelitian
Setelah penulis menyelesaikan kajian ilmiah tentang Pelaksanaan Perda
No.6 Tahun 2009 Kabupaten Semarang, Tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Dikaitkan dengan Perwujudan Hak Anak Autisme, manfaat yang diharapkan
yaitu:
2.1 Dari sudut akademik:
a. Sebagai kajian hukum implementasi Perda No. 6 Tahun 2009,
khususnya , mengenai layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus.
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang perwujudan
perlindungan pendidikan anak berkebutuhan khusus terutama bagi
anak autisme.
c. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang layanan
pendidikan anak autisme di Kabupaten Semarang.
2.2 Dari sudut sosial praktis:
a. Bagi Pemkab, sebagai masukan atas pelaksanaan Perda No. 6 Tahun
2009 di Kabupaten Semarang.
17
b. Bagi peneliti, merupakan bahan informasi, untuk memahami
perwujudan hak anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh
pendidikan.
c. Bagi para orang tua, merupakan bahan masukan sebagai langkah yang
strategis dan dinamis dalam pemenuhan hak di lingkungan keluarga,
khususnya keluarga yang mempunyai putra/putri abnormal
(berkebutuhan khusus).
3. Metode Penelitian
Dalam rangka penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian yang
berfungsi sebagai pedoman dalam upaya memperoleh data dan informasi yang
valid untuk penelitian, antara lain:
3.1 Metode Pendekatan
Yuridis sosiologis, yaitu penelitian yang mengamati bagaimana hukum
diterapkan, digunakan dan dipakai dalam masyarakat, karena pada saat hukum itu
dijalankan dalam masyarakat, maka terjadilah interaksi antar hukum dan perilaku
masyarakat yang menggunakannya. 14
5.2 Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah metode deskritif menuju eksploratif,
karena penelitian deskriptif sebagai langkah pertama penelitian yang lebih
14
Rahardjo Satjipto, Sosiologi Hukum (Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah), Surakarta,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002, h.109.
18
mendalam untuk penelitian eksploratif. Disini penulis terjun langsung ke lapangan
untuk melakukan penelitian dan menggali data dari berbagai pihak diantaranya
orang tua dari anak berkebutuhan khusus.
Dari penelitian eksploratif dimungkinkan untuk memulai penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis data yang ada seteliti mungkin
dengan tujuan menguraikan secara sistematis serta menjelaskan keadaan yang
sebenarnya.15
5.3 Sumber Data
Penulis menggunakan sumber data yang berasal dari:
a. Data Primer yaitu metode pengumpulan data yang di lakukan melalui
wawancara langsung. Wawancara langsung dilakukan dengan
mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan sebagai pedoman untuk
mendapatkan informasi sesuai dengan situasi dan kodisi yang sebenarnya.
Wawancara dilakukan terhadap Ketua Bakor LB Kab. Semarang, SLB N
Ungaran, Diknas Kab. Semarang, orang tua dari anak berkebutuhan
khusus dan guru-guru SLB.
b. Data Sekunder yaitu metode pengumpulan data melalui penelitian
kepustakaan. Dalam penulisan ini data sekunder diperoleh dari studi
literatur, undang-undang, ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan, Perda No. 6 Tahun
2009 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang mendukung.
15
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1982, h. 117.
19
c. Unit Amatan dan Unit Analisis
- Unit amatan dari penelitian ini yaitu: Undang-undang Perlindungan
Anak, Perda Kab. Semarang No. 6 Tahun 2009, Orang Tua dari anak
berkebutuhan khusus, Ketua Bakor LB Kab. Semarang, Diknas Kab.
Semarang dan guru-guru SLB.
- Unit analisis: Pelaksanaan Perda No. 6 Tahun 2009 Kabupaten
Semarang Tentang Hak Untuk Memperoleh Pendidikan bagi Anak
Autisme.
5.4 Metode Kualitatif
Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar (natural
setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Oleh
karena penelitian ini disebut kualitatif. Metode kualitatif berusaha
memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku
manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.
Responden dalam metode kualitatif berkembang terus (snowball)
secara bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap
memuaskan. Alat pengumpul data atau instrument penelitian dalam
metode kualitatif ialah si peneliti sendiri. Jadi, peneliti merupakan key
instrument, dalam mengumpulkan data, si peneliti harus terjun sendiri ke
lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah
wawancara ke TKLB/SDLB/SMPLB/SMALB Kabupaten Semarang
Tahun 2013.
20
5.5 Teknik Penyajian Data
Tujuan penelitian dapat dicapai dan disimpulkan, maka data yang
terkumpul mengenai Pelaksanaan Perda No. 6 Tahun 2009 Kabupaten
Semarang Tentang Hak Untuk Memperoleh Pendidikan Bagi Anak
Autisme dilakukan dengan melalui beberapa kegiatan. Pengumpulan data
kemudian diperiksa dan diteliti sehingga data dapat
dipertanggungjawabkan sesuai kenyataan. Kegiatan ini dilakukan agar
kelengkapan jawaban yang diterima, jelas, konsisten jawaban atau
informasi, relevansi bagi penelitian yang dilakukan, maupun keragaman
data yang diterima oleh peneliti dapat dijamin akurat.
5.6 Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu
analisa yang tidak mendasarkan pada data yang eksak dalam bentuk
angka-angka melainkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan saja. Data
yang diperoleh dikumpulkan dan disusun secara sistematis kemudian
diadakan analisa data secara kualitatif berdasarkan disiplin ilmu hukum
dan dibantu dengan ilmu sosial lainnya baru diterapkan dalam bentuk
penulisan skripsi. Disamping itu hanya hasil-hasil penelitian yang
dipandang relevan akan dipilih untuk menyusun kesimpulan akhir.