Perang Makassar, Kisah Sultan Hasanuddin, Wildan

3
PERANG MAKASSAR Apabila suasana yang agak tenang setelah "perang laut" dipergunakan oleh Sultan Agung Mataram untuk menaklukkan Giri, maka Belanda menggunakan suasana ini untuk menaklukkan Kesultanan Hasanuddin di Makasar. Konfrontasi antara kekuasaan Hasanuddin dengan Belanda telah berjalan agak lama, yaitu sejak Hasanuddin mampu menyatukan semua sultan-sultan Makasar dan Bugis di bawah satu panji-panji Islam. Kesatuan ini menumbuhkan kekuatan yang dapat menyaingi kekuatan Belanda di laut Jawa dan bahkan di laut Maluku dalam perdagangan rempah-rempah. Konfrontasi Belanda-Hasanuddin menyulut perang terbuka di antara kedua kekuatan tersebut. Pada tahun 1633, Belanda mengepung pelabuhan Makasar dengan jalan blokade dan sabotase, tetapi sia-sia. Sebab kekuatan pasukan Sultan Hasanuddin mampu mendobrak blokade itu dan mematahkan semua sabotase yang dilakukan Belanda. Kegagalan ini mendorong pihak Belanda mengadakan damai dengan Sultan. Kemudian pada tahnn 1654 sekali lagi Belanda-Kristen mengerahkan armadanya yang besar untuk menyerang Makasar. Pertempuran berkobar dengan dahsyat, tetapi berkat keberanian tentara Islam Hasanuddin berhasil memukul mundur dan memporakperandakan armada Belanda-Kristen. Dan untuk kesekian kalinya Belanda mengajak damai dengan Sultan. Dari kegagalan penyerangan yang kedua ini, Belanda mempelajari dengan sungguhsungguh tentang kondisi psikologis dan politik Kesultanan Hasanuddin. Akhirnya didapatkan bahwa kekuasaan Sultan Hasanuddin Makasar sangat tidak disenangi oleh sultan-sultan bawahannya dari Bugis. Ketidak-senangan ini dipergunakan sebaikbaiknya oleh Belanda dengan jalan mengundang Aru Palaka, Sultan Bugis di Bone untuk datang ke Batavia dalam rangka kerjasama, politik dan militer. Pertemuan antara Aru Palaka dengan Gubernur Jenderal Brouwer menghasilkan perjanjian kerjasama politik-militer, yaitu Aru Palaka dan Belanda akan bersama-sama menyerang

Transcript of Perang Makassar, Kisah Sultan Hasanuddin, Wildan

PERANG MAKASSAR Apabila suasana yang agak tenang setelah "perang laut" dipergunakan oleh Sultan Agung Mataram untuk menaklukkan Giri, maka Belanda menggunakan suasana ini untuk menaklukkan Kesultanan Hasanuddin di Makasar. Konfrontasi antara kekuasaan Hasanuddin dengan Belanda telah berjalan agak lama, yaitu sejak Hasanuddin mampu menyatukan semua sultan-sultan Makasar dan Bugis di bawah satu panji-panji Islam. Kesatuan ini menumbuhkan kekuatan yang dapat menyaingi kekuatan Belanda di laut Jawa dan bahkan di laut Maluku dalam perdagangan rempah-rempah. Konfrontasi Belanda-Hasanuddin menyulut perang terbuka di antara kedua kekuatan tersebut. Pada tahun 1633, Belanda mengepung pelabuhan Makasar dengan jalan blokade dan sabotase, tetapi sia-sia. Sebab kekuatan pasukan Sultan Hasanuddin mampu mendobrak blokade itu dan mematahkan semua sabotase yang dilakukan Belanda. Kegagalan ini mendorong pihak Belanda mengadakan damai dengan Sultan. Kemudian pada tahnn 1654 sekali lagi Belanda-Kristen mengerahkan armadanya yang besar untuk menyerang Makasar. Pertempuran berkobar dengan dahsyat, tetapi berkat keberanian tentara Islam Hasanuddin berhasil memukul mundur dan memporakperandakan armada Belanda-Kristen. Dan untuk kesekian kalinya Belanda mengajak damai dengan Sultan. Dari kegagalan penyerangan yang kedua ini, Belanda mempelajari dengan sungguhsungguh tentang kondisi psikologis dan politik Kesultanan Hasanuddin. Akhirnya didapatkan bahwa kekuasaan Sultan Hasanuddin Makasar sangat tidak disenangi oleh sultan-sultan bawahannya dari Bugis. Ketidak-senangan ini dipergunakan sebaikbaiknya oleh Belanda dengan jalan mengundang Aru Palaka, Sultan Bugis di Bone untuk datang ke Batavia dalam rangka kerjasama, politik dan militer. Pertemuan antara Aru Palaka dengan Gubernur Jenderal Brouwer menghasilkan perjanjian kerjasama politik-militer, yaitu Aru Palaka dan Belanda akan bersama-sama menyerang

Makasar; dan jika serangan ini berhasil mengalahkan Makasar, maka Aru Palaka akan diangkat menjadi Sultan Bugis di Bone secara penuh dan bersahabat hanya dengan Belanda. Pada tahun 1666 armada laut Belanda yang berkekuatan 20 buah kapal dengan prajurit 600 orang, dibawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman menyerang pasukan Makasar dari laut dan pasukan Aru Palaka Bone yang dipersenjatai oleh Belanda menyerang dari arah darat melalui Sopeng. Menghadapi serangan dari dua jurusan pasukan Sultan Hasanuddin bertekad bulat untuk mati syahid, mempertahankan Islam dan kehormatan kaum muslimin. Pertempuran dahsyat terjadi, perang tanding antara pasukan Makasar dengan pasukan Aru Palaka berjalan sangat mengerikan dan pasukan Belanda secara gencar menembakkan meriam-meriamnya dari laut, sehingga korban berjatuhan tak terhingga banyaknya, terutama di pihak pasukan Makasar. Dalam kondisi yang demikian, Sultan Hasanuddin mengundurkan pasukannya sambil melakukan konsolidasi yang lebih baik. Setelah konsolidasi dilakukan, pertempuran dimulai lagi dengan penuh semangat mati syahid. Tetapi karena kekuatan tak seimbang, baik dalam bentuk jumlah pasukan maupun persenjataan, akhirnya pada tahun 1667 menyerahlah Sultan Hasanuddin. Penyerahan Sultan ini tertuang dalam "Perjanjian Bongaya". Dalam isi perjanjian ini disebutkan bahwa daerah-daerah taklukan Sultan Hasanuddin seperti Ternate, Sumbawa dan Buton kepada Belanda. Aru Palaka menjadi Sultan di Bone dengan daerah yang lebih luas dan senantiasa dalam perlindungan Belanda. Sedangkan Sultan Hasanuddin hanya memperoleh daerah Goa dan kota Makasar saja. Kekalahan Makasar ini, mengakibatkan banyak di antara para pejuang dan panglima pasukan Sultan Hasanuddin ini yang berhijrah ke Jawa, seperti Kraeng Galesung dengan pasukannya yang menggabungkan diri dengan Trunojoyo di Jawa Timur dan sebagian lagi dibawah seorang ulama besar Syekh Yusuf menggabungkan diri dengan

pasukan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten dalam melawan Belanda.