Perancangan Pipeline ASME B31.8 BAB II

30
BAB II DASAR TEORI 2.1. PERANCANGAN PIPELINE Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan atau perancangan pipeline, seperti sifat dan jumlah fluida yang dialirkan, panjang pipeline, wilayah yang dilalui, dan batasan-batasan lingkungan. Untuk menghasilkan suatu sistem transmisi pipeline yang optimum, diperlukan kajian teknik (engineering) dan ekonomi yang cukup kompleks untuk menentukan diameter, material, tebal, rute pipeline, termasuk perangkat – perangkat tambahan yang harus dimiliki sistem pipa untuk mengurangi resiko kegagalan. Rancangan pipeline dari segi kajian teknik atau mekanik terdiri atas beberapa aspek, antara lain: 1) Ukuran pipeline (pipeline sizing) Ukuran pipeline (diameter) ditentukan oleh kriteria hidrolik sistem fluida yang disalurkan. 2) Ketebalan pipa (wall thickness) Tujuan dari desain ketebalan pipa adalah menentukan kandidat / calon tebal pipa nominal dan toleransi yang digunakan dalam proses desain pipeline. 3) Material Material pipeline (pipa yang belum disambung) perlu untuk ditentukan karena pertimbangan material mempunyai pengaruh pada karakteristik pipeline, yaitu ketebalan pipa, sifat fluida kerja yang masih diijinkan untuk disalurkan, dan metode penyambungan linepipe menjadi pipeline. 4) Buckling Dibedakan menjadi dua macam, yakni local buckling dan global buckling. Buckling local (local buckling) Local buckling menyatakan deformasi plastis pada penampang pipa, yang disebabkan oleh tekanan eksternal maupun karena kombinasi tekanan eksternal dengan bending. Terjadinya collapse (penyok) ini bisa terus merambat di sepanjang pipa. Hal inilah yang disebut dengan propagating buckle. Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-1

Transcript of Perancangan Pipeline ASME B31.8 BAB II

  • BAB II

    DASAR TEORI

    2.1. PERANCANGAN PIPELINE

    Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan atau perancangan

    pipeline, seperti sifat dan jumlah fluida yang dialirkan, panjang pipeline, wilayah yang

    dilalui, dan batasan-batasan lingkungan.

    Untuk menghasilkan suatu sistem transmisi pipeline yang optimum, diperlukan

    kajian teknik (engineering) dan ekonomi yang cukup kompleks untuk menentukan

    diameter, material, tebal, rute pipeline, termasuk perangkat perangkat tambahan yang

    harus dimiliki sistem pipa untuk mengurangi resiko kegagalan. Rancangan pipeline dari

    segi kajian teknik atau mekanik terdiri atas beberapa aspek, antara lain:

    1) Ukuran pipeline (pipeline sizing)

    Ukuran pipeline (diameter) ditentukan oleh kriteria hidrolik sistem fluida yang

    disalurkan.

    2) Ketebalan pipa (wall thickness)

    Tujuan dari desain ketebalan pipa adalah menentukan kandidat / calon tebal pipa

    nominal dan toleransi yang digunakan dalam proses desain pipeline.

    3) Material

    Material pipeline (pipa yang belum disambung) perlu untuk ditentukan karena

    pertimbangan material mempunyai pengaruh pada karakteristik pipeline, yaitu

    ketebalan pipa, sifat fluida kerja yang masih diijinkan untuk disalurkan, dan metode

    penyambungan linepipe menjadi pipeline.

    4) Buckling

    Dibedakan menjadi dua macam, yakni local buckling dan global buckling.

    Buckling local (local buckling) Local buckling menyatakan deformasi plastis pada penampang pipa, yang

    disebabkan oleh tekanan eksternal maupun karena kombinasi tekanan eksternal

    dengan bending. Terjadinya collapse (penyok) ini bisa terus merambat di

    sepanjang pipa. Hal inilah yang disebut dengan propagating buckle.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-1

  • Untuk mengatasi adanya perambatan buckling pada pipa, maka bisa dilakukan

    dengan memasang buckle arrestor yang membatasi perambatan buckle,

    sehingga buckle hanya merambat sampai batas buckle arrestor ini.

    (a) (b)

    Gambar 2.1 Local Buckling ; (a) collapse , (b) propagating buckle, dan

    (c) foto local buckling pada suatu pipa[7]

    Global buckling Global buckling adalah defleksi berlebih yang terjadi pada keseluruhan

    pipeline. Terdapat tiga jenis global buckling, yaitu:

    i) Upheaval buckling pada pipa terpendam (buried pipe),

    ii) Lateral buckling, dan

    iii) Downward pada freespan.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-2

  • Gambar 2.2 Upheaval Buckling[7]

    5) Tegangan (stress)

    Tegangan pada pipeline terjadi akibat beban-beban statik dan beban dinamik. Beban

    statik terdiri dari berat pipa, berat pelapis pipa (coating), berat alat alat yang

    terpasang pada pipa, serta beban operasi seperti tekanan fluida dan perubahan

    temperatur operasi. Selain itu terdapat beban dinamik yang dapat berasal dari

    aktivitas alam seperti angin dan gempa.

    Aspek-aspek perancangan pipeline di atas haruslah memenuhi persyaratan

    persyaratan dan aturan aturan yang terdapat dalam code dan standard perancangan

    sistem pipa yang telah ada.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-3

  • 2.2. KONSEP UMUM UPHEAVAL BUCKLING

    Sistem pipeline harus cukup kuat untuk menahan beban operasi selama operasi

    dan instalasi pipeline. Selama operasi pipeline akan mengalami pembebanan internal dan

    external load berupa perubahan tekanan dan temperatur fluida yang mengalir di dalamnya,

    serta perubahan tekanan dari luar.

    Alasan utama dilakukannya penguburan pipa penyalur di dalam tanah adalah

    untuk melindungi jalur pipa dari kemungkinan kerusakan akibat aktivitas daratan.

    Pada saat operasional pipa, temperatur pipa akan mengalami kenaikan temperatur

    dibandingkan temperatur pada saat instalasi pipa. Kenaikan temperatur ini akan

    menyebabkan pipa mengalami elongasi (memanjang) yang besarnya tergantung pada sifat

    mekanika material pipa. Namun karena kondisi pipa yang dikubur di dalam tanah, maka

    pipa tidak dapat mengalami elongasi karena ditahan oleh gaya friksi tanah dan berat

    timbunan tanah di atas pipa. Kombinasi external dan internal load operasional pipa seperti

    perbedaan temperatur, tekanan, dan gaya friksi tanah akan menghasilkan gaya aksial tekan

    efektif pada pipa.

    Jika pada pipa terdapat lekukan awal atau ketidaklurusan yang terjadi akibat

    kesalahan instalasi atau ketidakrataan permukaan tanah tempat pipa diletakkan maka gaya

    aksial efektif pipa ini akan berubah menjadi gaya tekan vertikal pipa terhadap lapisan

    tanah di atasnya. Gaya vertikal pipa ini akan ditahan oleh berat tanah. Jika total berat tanah

    di atas pipa dan pipa tidak lagi mampu menahan gaya vertikal pipa, maka bagian pipa

    yang telah memiliki lekukan awal ini akan cenderung bergerak ke atas mendorong

    timbunan tanah di atasnya. Pada akhirnya pipa akan mengalami displacement yang cukup

    besar atau munculnya sejumlah panjang bagian pipa yang telah melengkung hingga keluar

    dari permukaan timbunan tanah. Fenomena pelengkungan pipa ini disebut dengan

    upheaval buckling seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-4

  • Gambar 2.3 Ilustrasi Mekanisme Upheaval Buckling[1]

    Berikut akan diuraikan proses terjadinya upheaval buckling :

    1. Pada saat dilakukan instalasi pipeline, pipa diletakkan di atas tanah atau di dalam

    parit (trench). Pada saat instalasi ini terdapat kemungkinan ketidakrataan

    (imperfection) permukaan tanah atau parit yang memang sulit untuk dihindari. Selain

    itu juga terdapat faktor ketidaklurusan pipa yang dapat disebabkan karena kesalahan

    instalasi atau rute pipeline yang memang tidak lurus.

    2. Ketika pipa sudah dipendam dan mulai beroperasi, akan mulai terbentuk gaya aksial

    akibat perbedaan temperatur pada saat instalasi dengan saat pipa beroperasi serta

    gaya aksial akibat tekanan fluida.

    3. Kombinasi gaya aksial pipa, imperfection tanah, dan ketidaklurusan pipa akan

    menginisiasi terjadinya upheaval buckling sehingga menyebabkan gaya aksial

    berubah menjadi gaya vertikal ke atas.

    4. Gaya tekan vertikal ke atas akan ditahan oleh berat timbunan tanah di atas pipa dan

    berat pipa itu sendiri, namun jika tidak dapat tertahan maka pipa akan melengkung

    ke atas hingga keluar dari permukaan timbunan tanah di atas pipa.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-5

  • Oleh karena itu disain sistem pipa haruslah mendukung agar buckling tidak

    terlalu cepat terjadi karena bagaimanapun ekspansi termal sebagai inisiator terjadinya

    buckling tidak dapat dihindari. Ada beberapa faktor yang mempercepat terjadinya

    upheaval buckling adalah ketidakrataan permukaan tempat pipa diletakkan, rendahnya

    tahanan gesek lokal, beban yang terlalu besar, serta out-of-straightness (ketidaklurusan).

    Fenomena upheaval buckling pada pipa yang dikubur di dalam tanah (buried

    pipeline) dapat dihindari dengan meningkatkan tahanan terhadap gaya ke atas seperti

    dengan menambah berat lapisan timbunan di atas pipa. Pencegahan dengan cara ini akan

    bekerja efektif jika dilakukan pada bagian pipa yang paling berpotensi untuk mengalami

    upheaval buckling. Bagian bagian ini perlu ditemukan terlebih dahulu dan untuk setiap

    bagian perlu dilakukan perhitungan berapa berat timbunan tanah yang dibutuhkan.

    Secara skematik mekanisme Upheaval buckling dapat ditunjukkan pada skema berikut :

    Upheaval buckling Mechanism

    UHB

    Operating temperature higher than ambient

    Gambar 2.4 Gambar Skematik Mekanisme Upheaval Buckling[2]

    Parameter

    High pressure

    Axial restraint (friction)

    Imperfection of the soil

    ExpansionAxial

    Compresive Load

    Vertical Component Exceed Soil Resistance

    Upheaval buckling

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-6

  • 2.3. Analisis Ketebalan Pipa

    Ketebalan pipa akan diperhitungkan sesuai dengan code standar ASME B31.4

    2002, dimana ketebalan pipa dirancang untuk memperoleh peningkatan safety factor

    terhadap perubahan internal load. Penentuan ketebalan pipa atau disain tekanan internal

    pipa adalah sebagai berikut :

    t

    Do

    Gambar 2.5 Gambar Penampang Pipa

    ( )TEFSDPt o

    =2

    2.1)

    Dimana :

    t = Ketebalan minimum pipa (mm)

    P = Tekanan disain (MPa) Do = Diameter eksternal pipa (mm)

    S = Specified Minimum Yield Stress (MPa)

    F = Faktor disain (untuk pipeline gunakan F = 0.72)

    E = Faktor join longitudinal ( E = 1)

    T = Faktor temperatur

    = 1 untuk pipa baja dengan temperatur operasi di bawah 250F

    2.4. Analisis Tegangan

    Untuk mengetahui kelayakan operasi pada suatu sistem perpipaan diperlukan

    analisis tegangan pipa (pipe stress analysis), dimana hasil koreksi ini akan dikoreksi

    kembali terhadap aturan aturan yang ada dalam code disain pipa yang digunakan.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-7

  • 2.4.1. Beban pada Sistem Perpipaan

    Sistem perpipaan dalam operasinya menerima beban yang sangat banyak dan

    kompleks. Beban beban pada sistem perpipaan dapat diklasifikasikan secara sederhana

    sebagai berikut :

    1. Beban sustain (Sustain Load)

    Beban sustain merupakan beban yang dialami oleh instalasi sistem pipa secara terus

    menerus. Beban ini merupakan kombinasi beban yang diakibatkan oleh tekanan

    internal fluidan atau gas yang dialirkan dan beban berat. Beban berat ini berasal dari :

    - Live load, yaitu berat fluida atau gas yang mengalir melalui sistem pipa

    - Dead load, yang meliputi berat pipa secara keseluruhan itu sendiri termasuk

    komponen komponen permanen yang dipasang pada sistem pipa.

    2. Beban occasional (Occasional Load)

    Beban occasional merupakan beban dinamik yang bekerja pada sistem pipa seperti

    beban angin dan beban gempa yang terjadi di tempat pemasangan pipa.

    3. Beban ekspansi termal (Expansion Load)

    Beban ekspansi termal terjadi akibat perbedaan temperatur fluida atau gas yang

    dialirkan dengan temperatur dinding pipa

    2.4.2. Teori Tegangan Pada Sistem Pipa

    Teori tegangan pada sistem pipa merupakan pengembangan dari teori tegangan

    dalam mekanika. Oleh sebab itu juga digunakan hukum mekanika untuk melakukan

    perhitungan dan analisa tegangan pada sistem pipa.

    Beban yang bekerja pada sistem pipa akan menyebabkan timbulnya tegangan di

    dinding pipa. Kombinasi tegangan tegangan yang bekerja pada dinding pipa akan

    menyebabkan regangan atau defleksi. Besarnya tegangan akibat beban operasi tekanan

    internal dari gas atau fluida yang dialirkan di dalam pipa dapat diturunkan dari persamaan

    mekanika untuk bejana berdinding tipis[3].

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-8

  • Gambar 2.6 Diagram Analisis Bejana Tekan Silindris[3]

    Analisa bejana tekan dinding tipis akan dimulai dengan meninjau sebuah bejana

    silindris seperti yang ditunjukkan pada 2.6. Sebuah segmen dipisahkan dari silinder

    dengan membuat dua bidang tegak lurus terhadap sumbu silinder tersebut seperti pada

    Gambar 2.6(b). Tegangan yang terjadi pada irisan silinder ini adalah tegangan tegangan

    normal 1 dan 2, dengan tekanan internal fluida yang bekerja sebesar p dan radius dalam silinder ri. Gaya yang timbul akibat tekanan internal yang bekerja tegaklurus pada suatu

    luas kecil tak berhingga Lrid silinder ini adalah sebesar pLrid, Gambar 2.6(c). Maka pada arah mendatar komponen gaya yang timbul adalah (pLrid) cos. Dengan menerapkan kesetimbangan statik gaya yang bekerja pada irisan silinder ini diperoleh

    hubungan :

    LprdpLrP ii 2cos222

    0

    ==

    Cara lain yang lebih sederhana adalah dengan memandang bahwa kedua gaya P

    melawan gaya akibat tekanan dalam p pada luas proyeksi A1, Gambar 2.6(d). Luas A1 ini

    adalah 2riL, sehingga 2P = A1p = 2riLp. Kedua gaya P ini mendapat perlawanan dari gaya

    gaya yang terbentuk dalam potongan membujur dengan luas bidang 2A = 2L(ro ri). Jika

    tegangan normal rata rata yang bekerja pada potongan membujur adalah 1, maka gaya yang mendapat perlawanan dari dinding silinder adalah 2L(ro ri) 1. Maka dengan mempersamakan kedua gaya maka 2riLp = 2L (ro ri) 1. Karena tebal dinding silinder adalah t = ro ri, maka pernyataan terakhir dapat disederhanakan menjadi :

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-9

  • tpri=1 2.2)

    Tegangan yang diberikan pada persamaan 2.2 ini dikenal dengan tegangan keliling

    (circumferential stress) atau tegangan gelung (hoop stress).

    Tegangan normal yang lain 2 bekerja secara longitudinal/membujur seperti yang terlihat pada Gambar 2.6(b) dan dapat dipecahkan dengan persoalan gaya aksial sederhana.

    Dengan membuat irisan yang tegak lurus sumbu silinder maka diperoleh diagram benda

    bebas seperti pada Gambar 2.6(f). Dari gambar ini diketahui bahwa gaya yang dibentuk

    oleh tekanan dalam adalah dan gaya yang dibentuk oleh tegangan membujur 2irp 2 dalam dinding adalah ( )222 io rr . Dengan menyamakan kedua gaya ini maka diperoleh

    ( )2222 ioi rrrp = ( )( )ioio

    i

    io

    i

    rrrrpr

    rrpr

    +==2

    22

    2

    2

    Tetapi karena t = ro ri, serta dengan memberikan pendekatan pada bejana dinding tipis

    dimana ro ri maka :

    tpri22

    = 2.3)

    Tegangan yang diberikan pada persamaan 2.3 ini dikenal dengan tegangan longitudinal

    (longitudinal stress).

    Secara teoritis, tegangan hoop dan tegangan longitudinal yang bekerja pada pipa

    sama dengan yang bekerja pada bejana tekan dinding tipis. Namun pada instalasi dan

    operasional pipa yang sesungguhnya dibutuhkan rancangan serta perhitungan yang lebih

    mendekati kondisi di lapangan yang sebenarnya. Oleh karena itu, metode perhitungan dan

    analisa tegangan tegangan yang mungkin bekerja pada sistem pipa telah diatur mengikuti

    code standar tertentu sesuai dengan operasi dan kondisi sistem pipa tersebut.

    Dalam hal ini untuk pipa penyalur liquid digunakan code standar ASME B31.4

    2002 Pipeline Transportation System for Liquid Hydrocarbon and Other Liquid. Selain itu

    juga akan digunakan code standar lain yang bersesuaian dengan kondisi internal dan

    eksternal sistem pipa.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-10

  • Sesuai dengan kode standar ASME B31.4 2002, maka terdapat batasan batasan

    besarnya tegangan bekerja yang diijinkan pada sistem pipa baik pada saat instalasi maupun

    pada saat pipa beroperasi. Berdasarkan code ini tegangan bekerja yang diijinkan pada

    sistem pipa penyalur adalah :

    Tabel 2.1 Batasan Tegangan Ijin pada Masing Masing Kondisi Disain[4]

    Allowable Design Condition

    Hoop Stress Longitudinal Stress Combined Stress

    Operation 72% SMYS 80% SMYS 90% SMYS

    Hydrotesting 90% SMYS - 96% SMYS

    Installation 72% SMYS 80% SMYS 90% SMYS

    Sebagai catatan, yang menjadi perhatian disini adalah tegangan bekerja pada saat

    operasional sistem pipa penyalur.

    2.4.3. Tegangan Hoop

    SH

    P

    SH

    Gambar 2.7 Arah Hoop Stress Terhadap Potongan Melintang Pipa

    Tegangan hoop atau tegangan gelung merupakan tegangan yang bekerja pada

    pipa dalam arah tangensial atau circumferential. Besarnya tegangan ini tergantung pada

    besar tekanan internal dimana besarnya bervariasi terhadap tebal dinding pipa seperti yang

    ditunjukkan pada Gambar 2.7.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-11

  • Perhitungan tegangan hoop atau tegangan gelung akan mengikuti code standar

    ASME B31.4 2002 sebagai berikut :

    ( )t

    DPP oeh 2

    =

    Dimana :

    h = Hoop Stress (MPa) Pe = Tekanan eksternal (MPa)

    P = Tekanan internal (MPa Do = Diameter eksternal pipa (mm)

    t = Ketebalan pipa (mm)

    Persamaan diatas adalah persamaan tegangan hoop untuk offshore pipeline. Pada offshore

    pipeline, besar pembebanan eksternal yang terjadi cukup signifikan untuk diperhitungkan

    pengaruhnya terhadap tegangan hoop. Namun pada onshore pipeline, tekanan eksternal

    sering diabaikan dalam pengaruhnya pada tegangan hoop. Sehingga digunakan persamaan

    tegangan hoop yang parameternya telah lebih disederhanakan sebagai berikut[4] :

    tDP o

    h 2= 2.4)

    Tegangan hoop pada saat pipa beroperasi haruslah memenuhi kriteria tegangan hoop yang

    diijinkan sebagai berikut[4] :

    SMYStDP o

    h 72.02= 2.5)

    2.4.4. Tegangan Longitudinal

    Hal yang terpenting dalam analisa tegangan longitudinal adalah dengan meninjau

    apakah pipeline berada dalam kondisi tertahan (restraint) atau tidak tertahan (unrestraint).

    Sebelum pipa mengalami upheaval buckling, pipa berada dalam kondisi tertahan. Pada

    kondisi ini, pipa tidak dapat berekspansi karena tertahan oleh gaya friksi tanah di

    sekeliling pipa tersebut.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-12

  • Tegangan longitudinal merupakan tegangan yang timbul sebagai kombinasi

    pengaruh 2 komponen sebagai berikut :

    1. Tegangan kompresif akibat ekspansi termal

    Perbedaan temperatur saat instalasi dan operasi pipeline menyebabkan

    timbulnya ekspansi termal dalam arah longitudinal pipa. Namun karena pipeline

    berada dalam kondisi yang disebut restrained pipeline, maka pipa tidak dapat

    mengalami ekspansi sehingga timbul tegangan tekan termal sebagai berikut[4,5,6] :

    ( 12 TTET = ) 2.6)

    Dimana :

    E = Modulus Young = 2,07E+5 (MPa)

    = Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 (C-1) T2 = Temperatur operasi maksimum (C) T1 = Temperatur instalasi (C) Catatan : tanda minus (-) menandakan tegangan termal merupakan tegangan

    kompresif.

    2. Tegangan tensile

    Pada saat pipa beroperasi atau bertekanan, maka tekanan internal di dalam pipa

    akan menimbulkan tegangan hoop dan tegangan longitudinal. Namun dapat terbentuk

    tegangan lain sebagai reaksi tegangan dari tegangan hoop atau tegangan longitudinal

    akibat tekanan internal pipa. Hal ini tergantung pada kondisi pipa tertahan atau tidak,

    atau sering disebut restraint dan unrestraint.

    a) Tegangan longitudinal pada pipa restraint

    Pada pipa yang berada pada kondisi tertahan, maka akan timbul reaksi tegangan

    tarik akibat pengaruh Poisson dari tegangan hoop. Sebagaimana diketahui bahwa

    pengaruh Poisson menggambarkan rasio regangan yang terjadi pada arah melintang

    terhadap regangan pada arah longitudinal. Dengan kata lain, tegangan hoop akan

    menimbulkan pengaruh tegangan tarik Poisson pada arah longitudinal. Tegangan tarik

    longitudinal akibat pengaruh Poisson pada pipa kondisi tertahan adalah[4,5,6] :

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-13

  • hP = 2.7 a)

    Dimana :

    = Poissons Ratio = 0,3 h = Tegangan hoop (Mpa)

    b) Tegangan longitudinal pada pipa unrestraint

    Sedangkan pada kondisi pipa unrestraint, maka akan terbentuk tegangan

    longitudinal sebagai pengaruh langsung dari tekanan internal di dalam pipa. Teori

    tegangan ini bersesuaian dengan tegangan longitudinal yang terjadi pada bejana tipis

    seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

    Tegangan longitudinal akibat tekanan internal pada pipa kondisi tidak tertahan

    adalah[4,5,6] :

    24ho

    P tPD == 2.7 b)

    Dimana :

    P = Tekanan internal pipa (MPa)

    Do = Diameter eksternal pipa (mm)

    t = Ketebalan pipa (mm)

    h = Tegangan hoop (Mpa)

    Melalui kedua komponen tegangan termal dan tegangan pengaruh Poisson ini,

    maka tegangan longitudinal pada pipa yang berada dalam kondisi restraint adalah[4,5,6] :

    ( 12 TTEhL = ) 2.8)

    Dimana :

    = Poissons Ratio = 0,3 h = Tegangan hoop (Mpa)

    E = Modulus Young = 2,07E+5 (MPa)

    = Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 (C-1) T2 = Temperatur operasi maksimum (C)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-14

  • T1 = Temperatur instalasi (C) Catatan : tanda minus (-) menandakan tegangan termal merupakan tegangan kompresif.

    Tegangan ini dikenal sebagai tegangan kompresif maksimum yang dapat terbentuk pada

    pipa dalam kondisi restraint.

    2.4.5. Tegangan Ekivalen von Mises

    Tegangan tegangan yang bekerja pada arah yang berbeda beda pada pipa

    dapat dipandang secara menyeluruh dengan menggunakan hubungan von Mises sehingga

    diperoleh tegangan ekivalen von Mises sebagai berikut[4] :

    ( ) 222 3 ++= LhLhE 2.9 a)

    Dimana :

    E = Tegangan ekivalen von Mises (MPa) h = Tegangan hoop (MPa) L = Tegangan longitudinal (MPa)

    = Tegangan geser tangensial (MPa)

    Tegangan geser tangensial biasanya relatif kecil dibandingkan dengan tegangan

    tegangan lain yang bekerja sehingga dapat diabaikan dalam analisis selanjutnya, sehingga

    persamaan dapat direduksi menjadi[4] :

    ( )LhLhE += 22 2.9 b)

    Tegangan ekivalen pada saat pipa beroperasi haruslah memenuhi kriteri tegangan ekivalen

    yang diijinkan. Tegangan ekivalen yang diijinkan didasarkan pada kriteria code standar

    yang digunakan sebagai berikut[4] :

    ( ) SMYSLhLhE 9.022 += 2.10)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-15

  • 2.5. Gaya Aksial

    Sebagaimana telah diuraikan bahwa terjadinya upheaval buckling disebabkan

    oleh gaya aksial efektif yang bekerja pada sistem pipa. Gaya aksial efektif ini merupakan

    gaya yang bekerja pada sumbu pipa sehingga mendorong terjadinya defleksi secara global

    ke arah vertikal. Karena pipa diletakkan secara horizontal, maka gaya aksial yang terjadi

    pada pipa merupakan gaya yang terbentuk oleh tegangan longitudinal. Secara umum, gaya

    aksial sangat dipengaruhi oleh pengaruh ekspansi termal.

    Selain dipengaruhi oleh tegangan longitudinal kompresif akibat pengaruh

    ekspansi termal, gaya aksial efektif pada pipa yang berada pada kondisi restraint juga

    dipengaruhi oleh tekanan internal di dalam pipa. Pada pipa kondisi tertahan, maka pada

    dinding pipa akan terbentuk tegangan kompresif pada arah longitudinal. Tegangan

    longitudinal kompresif akibat tekanan internal ini dinyatakan sebagai perbandingan luas

    penampang internal pipa dengan luas penampang baja, yaitu sebagai berikut[5,8,9,10,11,12] :

    s

    is A

    PA= 2.11)

    Dimana :

    s = Tegangan longitudinal akibat tekanan internal (Mpa) P = Tekanan internal pipa (MPa)

    Ai = Luas penampang internal pipa (mm2)

    As = Luas potongan melintang pipa (mm2)

    Pada pipa yang tertahan, tegangan tegangan yang bekerja pada arah

    longitudinal, yaitu tegangan termal, tegangan Poisson, dan tegangan akibat tekanan

    internal akan menyebabkan gaya aksial pada pipa. Resultan gaya aksial efektif inilah yang

    menyebabkan pipa mengalami tekukan ke arah vertikal pipa. Resultan gaya aksial efektif

    pada pipa restraint adalah[5,8,9,10,11,12] :

    ( ) sshi ATTEAPAF += 12 2.12)

    Dimana :

    F = Gaya aksial efektif (N)

    P = Tekanan internal (MPa)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-16

  • h = Tegangan hoop (MPa) E = Modulus Young = 2,07E+5 (MPa)

    = Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 (C-1) T2 = Temperatur operasi maksimum (C) T1 = Temperatur instalasi (C) Ai = Luas penampang internal = ( 224 tDo )

    (mm2) As = Luas potongan melintang pipa = ( )ttDo (mm2)

    Gaya aksial efektif ini merupakan driving force terjadinya upheaval buckling.

    Gaya aksial ini ditahan atau dilawan oleh gaya yang berlawanan arah. Gaya lawan ini

    berasal dari gaya friksi tanah serta berat pipa itu sendiri. Gaya friksi tanah merupakan gaya

    yang berasal dari hasil interaksi permukaan tanah dan permukaan pipa yang saling

    bersentuhan. Gaya friksi tanah berasal dari tanah yang menahan di sekeliling pipa dan

    tanah timbunan yang berada di atas pipa.

    2.6. Gaya Friksi

    Seperti telah diuraikan di atas bahwa tegangan longitudinal akan menyebabkan

    terbentuknya gaya aksial efektif yang mendorong terjadinya tekukan pada pipa. namun

    penekukan ini belum akan terjadi jika gaya aksial efektif ini masih dapat ditahan oleh gaya

    friksi yang bekerja pada pipa. Gaya friksi pada pipa merupakan kombinasi gaya friksi

    tanah di sekeliling pipa serta berat pipa itu sendiri.

    Analisa dan perhitungan gaya friksi ini akan mengikuti code standar ASME

    B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII. Pada standar ini disediakan

    perhitungan gaya friksi yang bekerja pada sistem pipa penyalur yang berada dalam kondisi

    restraint atau tertahan.

    Besarnya gaya friksi tanah tergantung pada jenis tanah backfill yang digunakan

    serta ketinggian timbunan tanah di atas pipa. Selain itu juga terdapat pengaruh lebar trench

    pipa yang akan dibahas lebih lanjut.

    Besar gaya friksi tanah dan berat pipa dapat dinyatakan sebagai berikut[13] : ( )LWAPf pcc .+= 2.13)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-17

  • Dimana :

    f = Gaya friksi total per satuan panjang pipa (N)

    = Koefisien friksi, (0.3 min s.d 0.5 max) cP = Tekanan tanah yang bekerja pada pipa (N/ m

    2)

    cA = Luas penampang segmen pipa per satuan panjang (m2/m panjang pipa)

    Wp = Berat pipa dan isinya per satuan panjang (N/m)

    Pada pipa yang dipendam dengan kedalaman tertentu, maka pipa akan

    mengalami pembebanan tanah atau sering disebut vertical earth load. Pembebanan tanah

    yang berlangsung di atas pipa yang dipendam dapat ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut

    ini.

    Gambar 2.8 Pembebanan Soil Prism di Atas Pipa yang Dipendam di Bawah Tanah[6]

    Pembebanan tanah di atas pipa akan memberikan tekanan vertikal oleh tanah

    pada pipa yang berada di bawahnya. Tekanan ini sekaligus bekerja sebagai gaya friksi

    yang akan menahan gaya aksial efektif penyebab upheaval buckling atau sering disebut

    sebagai bagian dari uplift resistance. Secara sederhana besar tekanan vertikal tanah ini

    dapat dinyatakan dengan persamaan berikut[6,13] :

    HPc = 2.14 a)

    Dimana :

    = Berat jenis tanah (N/m3)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-18

  • H = Kedalaman pipa di bawah tanah (m)

    cP = Tekanan tanah yang bekerja pada pipa (N/m2)

    Berdasarkan hasil penelitian eksperimental yang telah banyak dilakukan,

    persamaan di atas berlaku pada pipa yang dipendam pada kedalaman sampai 3 kali

    diameter pipa.

    Sedangkan untuk pipa yang dipendam di bawah tanah pada kedalaman lebih dari

    3 kali diameter pipa, terdapat pengaruh lebar trench pipa. Untuk mengetahui pengaruh

    lebar trench pipa terhadap tekanan tanah yang bekerja pada di atas pipa, maka digunakan

    teori Marston yang juga meneliti interaksi tanah dengan pipa yang dipendam.

    Pada instalasi sistem pipa penyalur minyak baik yang dipendam di bawah tanah,

    maka pipa akan ditempatkan di dalam sebuah trench atau parit tanah. Biasanya ukuran

    trench dan jenis tanah backfill yang digunakan telah didisain agar cukup dapat menahan

    pipa untuk tidak bergeser pada saat operasinya. Instalasi ini juga bertujuan agar memenuhi

    kondisi dimana pipa disebut fully restrained pipeline sehingga pipa tidak mengalami

    ekspansi akibat operasi termal. Instalasi trench pipa yang akan dipendam di bawah tanah

    yang biasa dilakukan dapat dilihat melalui Gambar 2.9.

    Gambar 2.9 Skematik Instalasi Pipa di Dalam Trench

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-19

  • Berdasarkan teori Marston, maka tekanan tanah yang bekerja di atas pipa yang

    dipendam pada kedalaman lebih dari 3 kali diameter pipa adalah sebagai berikut[6,13,15] :

    ddc BCP = 2.14 b)

    Dimana :

    cP = Tekanan tanah yang bekerja pada pipa (N/m2)

    = Berat jenis tanah (N/m3) Cd = Parameter non-dimensi berdasarkan Tabel 2.2

    BBd = Lebar trench pipa (m)

    Berdasarkan penelitian dan teori Martson[1], harga koefisien Cd dapat diperoleh dengan

    menggunakan persamaan berikut[15] :

    '2

    1 '2

    K

    eC

    DBHK

    D

    = 2.15)

    Dimana :

    Cd = Koefisien ditch

    K = Koefisien lateral earth pressure Rankine

    = tan = Koefisien friksi backfill H = Kedalaman pipa di bawah tanah

    BBd = Lebar trench pipa (mm)

    Berdasarkan persamaan ini, harga koefisien Cd dapat dinyatakan pada tabel berikut sesuai

    dengan rasio H/Bd.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-20

  • Tabel 2.2 Harga koefisien CD yang digunakan pada persamaan Martson[13]

    APPROXIMATE SAFE WORKING VALUES OF CD FOR USE IN MODIFIED MARSTON FORMULA

    Ratio H/BD

    Damp Top Soil and Dry and

    Wet Sand

    Saturated Top Soil

    Damp Yellow

    Clay

    Saturated Yellow

    Clay

    0.5 0.46 0.47 0.47 0.48 1.0 0.85 0.86 0.88 0.90 1.5 1.18 1.21 1.25 1.27 2.0 1.47 1.51 1.56 1.62 2.5 1.70 1.77 1.83 1.91

    3.0 1.90 1.99 2.08 2.19 3.5 2.08 2.18 2.28 2.43 4.0 2.22 2.35 2.47 2.65 4.5 2.34 2.49 2.53 2.85 5.0 2.45 2.61 2.19 3.02 5.5 2.54 2.72 2.90 3.18 6.0 2.61 2.91 3.01 3.32

    6.5 2.68 2.89 3.11 3.44 7.0 2.73 2.95 3.19 3.55 7.5 2.78 3.01 3.27 3.65 8.0 2.82 3.06 3.33 3.74 9.0 2.88 3.14 3.44 3.89 10.0 2.92 3.20 3.52 4.01

    11.0 2.95 3.25 3.59 4.11 12.0 2.97 3.28 3.63 4.19 13.0 2.99 3.31 3.67 4.25 14.0 3.00 3.33 3.70 4.30 15.0 3.01 3.34 3.72 4.34

    3.03 3.38 3.79 4.50

    2.7. TEORI BUCKLING KOLOM

    Buckling kolom merupakan fenomena pelengkungan yang terjadi pada kolom

    yang mengalami beban kompresif yang biasanya diberikan secara axial. Secara umum

    terdapat tiga kategori jenis kolom, yaitu kolom pendek (short columns), kolom menengah

    (intermediate columns), dan kolom panjang (long columns). Perbedaan ketiga jenis kolom

    ini dapat dihitung berdasarkan Slenderness Ratio (rasio kerampingan).

    Rasio kerampingan sebuah kolom merupakan perbandingan antara panjang

    efektif kolom terhadap jari jari girasinya. Jari jari girasi sebuah kolom tergantung

    bentuk penampang kolom tersebut. Namun secara umum jari jari girasi dapat dituliskan

    sebagai berikut[3,16] :

    AIr /= 2.16)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-21

  • Dimana :

    r = Jari jari girasi kolom

    I = Momen inersia kolom

    A = Luas penampang potongan melintang kolom

    rLRatiosSlendernes e /= 2.17) Dimana :

    Le = Panjang efektif kolom

    Perlu diperhatikan bahwa Le bukan merupakan panjang kolom yang sebenarnya,

    melainkan panjang efektif kolom. Panjang efektif kolom tergantung bagaimana kondisi

    tumpuan ujung ujung kolom. Hubungan panjang efektif kolom dan panjang kolom yang

    sebenarnya dapat dituliskan sebagai berikut[3,16] :

    kLLe = 2.18)

    Dimana k adalah konstanta panjang efektif.

    Nilai dari k bergantung pada bagaiman kondisi tumpuan ujung ujung kolom,

    ujung ujung dijepit, ujung ujung dipasak, atau kombinasi dari keduanya. Masing

    masing kondisi tumpuan ujung ujung kolom memiliki cara penurunan rumus sendiri

    sehingga diperoleh nilai konstanta panjang efektif k untuk masing masing kondisi.

    Namun untuk kasus kasus umum tertentu, nilai konstanta panjang efektif k telah

    ditentukan.

    Untuk memahami bagaimana sebuah kolom dapat mengalami pelengkungan atau

    buckling, maka terlebih dahulu dipilih sebuah kasus dasar dimana buckling dapat terjadi.

    Sebagai kasus dasar, digunakan kasus kolom dengan ujung ujung dipasak seperti yang

    terlihat pada gambar 2.10 a). Kasus kolom dengan ujung ujung dipasak ini juga

    digunakan untuk menurunkan rumus kritis Euler.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-22

  • Gambar 2.10 Panjang Efektif Kolom dengan Ujung ujung Pengekang

    yang Berlainan[3,16]

    2.7.1. Penurunan Rumus Umum Buckling-Euler

    Perhatikan sebuah batang atau kolom yang ujung ujungnya mendapat

    pembebanan axial tekan seperti pada Gambar 2.11. Jika kolom ini dianggap sebagai

    batang yang lurus sempurna, maka batang ini akan tetap lurus sempurna selama beban

    yang diberikan kurang dari beban kritis Pcr (disebut juga beban Euler). Jika diberikan

    beban yang lebih dari beban kritis Pcr, maka batang akan mengalami defleksi dan

    melengkung. Jika beban dilepaskan, batang tetap akan berada pada kondisi melengkung

    karena batang telah mengalami beban melebihi beban kritis Pcr sehingga dikatakan batang

    telah mengalami kegagalan dalam bentuk buckling.

    Melalui Gambar 2.11 dapat dilihat diagram benda bebas kolom yang diberikan

    pembebanan axial P akan mengalami momen lentur M dengan besar defleksi y. Maka

    Momen lentur yang dialami kolom dapat dituliskan sebagai berikut[3,16] :

    PyM = 2.19)

    Dimana diketahui :

    EIM

    dxyd =

    2

    2

    2.20)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-23

  • Gambar 2.11 Buckling pada Kolom dengan Ujung ujung Dipasak[3,16]

    Substitusi persamaan 2.19 dan 2.20, maka akan dihasilkan persamaan kurva elastis untuk

    kolom ini adalah :

    yEIP

    dxyd =

    2

    2

    2.21)

    Bentuk persamaan 2.21 dapat diserhanakan dengan menggunakan bentuk dan

    dengan menukar letak persamaan, maka akan diperoleh :

    EIP /2 =

    0222

    =+ ydx

    yd 2.22)

    Ini merupakan persamaan yang bentuknya merupakan persamaan differensial orde kedua,

    yang memiliki bentuk penyelesaian umum sebagai berikut :

    xBxAy cossin += 2.23)

    Untuk menyelesaikan persamaan umum ini, maka perlu ditentukan syarat syarat batas.

    Dimana A dan B adalah tetapan tetapan tertentu yang harus ditentukan dari syarat

    syarat batas. Syarat syarat ini adalah pada saat 0=x dan Lx = , maka diperoleh :

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-24

  • 0=y pada 0=x atau 0cos0sin0 BA += 0=B

    0=y pada Lx = LA sin0 = 2.24)

    Persamaan 2.24 dapat dipenuhi dengan mengambil 0=A atau 0=L . Namun seperti yang dapat dilihat dari persamaan 2.24, bahwa dengan mengambil akan

    memberikan jawab trivial (trivial solution) yang artinya tidak terjadi defleksi atau

    buckling. Sedangkan dengan mengambil

    0=A

    0=L , selain akan memberikan jawab trivial juga akan mengindikasikan tidak ada beban yang bekerja pada kolom (ingat hubungan

    ). Oleh karena itu dibutuhkan alternatif jawaban lain agar persamaan ini

    memiliki jawab yang berarti.

    EIP /2 =

    Persamaan 2.24 dapat dipenuhi pula jika faktor sinus sama dengan nol. Untuk

    memenuhi bentuk sinus sama dengan nol, maka L harus sama dengan n , dimana n adalah bilangan bulat.

    0sin =L jika nL = 2.25)

    Maka dengan menggunakan bentuk penyederhanaan dan EIP /2 = nL = , maka diperoleh hubungan :

    LnEIP =/ 2.26)

    Maka gaya kritis yang membuat kolom menjadi melengkung adalah :

    2

    22

    LEInPcr

    = 2.27)

    Untuk memenuhi kriteria beban kritis Euler maka harus dicari harga terkecil dari

    beban P, yaitu dengan mengambil n harus sama dengan satu. Maka rumus beban Euler

    untuk kolom dengan ujung ujung pasak adalah[3,16] :

    2

    2

    LEIPcr

    = 2.28)

    Dimana I adalah momen inersia terkecil dari kolom dengan L adalah panjang kolom.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-25

  • Menurut persamaan kurva elastis pada persamaan 2.23, maka kurva elastis pada

    beban kritis Euler dimana L/ = adalah[3] :

    xL

    Ay sin= 2.29)

    Kasus buckling yang terjadi pada kolom dengan ujung ujung pasak atau bundar

    sering kali disebut sebagai kasus dasar buckling kolom Euler. Namun agar persamaan

    beban kritis Euler pada persamaan 2.29 dapat diberlakukan secara umum untuk semua

    kondisi ujung ujung kolom, maka persamaan 2.29 dapat dimodifikasi dengan mengganti

    panjang kolom L dengan panjang efektif kolom Le. Maka diperoleh persamaan umum

    beban kritis Euler untuk setiap kondisi ujung ujung kolom :

    2

    2

    ecr L

    EIP = 2.30)

    Melalui persamaan umum beban kritis ini, dapat juga diketahui persamaan umum

    tegangan kritis :

    ALEI

    AP

    e

    crcr 2

    2 == 2.31)

    Dengan menerapkan hubungan jari jari girasi AIr /= pada persamaan 2.31, maka diperoleh[3,16] :

    ( )22

    rLE

    ecr

    = 2.32)

    Persamaan tegangan kritis ini merupakan fungsi Modulus Young dari material kolom dan

    slenderness ratio.

    2.7.2. ANALISA BALOK KOLOM (BEAM-COLUMNS)

    Sebuah balok yang diberikan gaya tekan axial dengan beban tambahan berupa

    gaya transversal di tengah tengah balok disebut sebagai balok-kolom (beam-columns).

    Pada bagian ini akan diberikan sebuah contoh kasus sederhana untuk menggambarkan

    pengaruh gaya aksial.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-26

  • Perhatikan sebuah balok-kolom elastis yang diberikan gaya aksial P dan beban

    transversal ke atas F di tengah tengah bentangan balok seperti yang ditunjukkan pada

    Gambar 2.12.

    Gambar 2.12 Balok-Kolom yang Mengalami Gaya Aksial dan Gaya Transversal[3]

    Diagram benda bebas untuk balok-kolom yang mengalami defleksi ditunjukkan

    pada Gambar 2.12(b). Berdasarkan diagram ini dapat diketahui bahwa momen lentur M

    dapat dinyatakan sebagai pengaruh gaya aksial P, defleksi y, dan gaya transversal F.

    Secara matematis hubungan momen lentur total M dapat dinyatakan sebagai berikut[3] :

    ( ) )2/0(2 LxxFPyM = 2.33)

    Dimana diketahui :

    EIM

    dxyd =

    2

    2

    2.34)

    Substitusi persamaan 2.33 dan 2.34, maka akan dihasilkan persamaan kurva elastis untuk

    balok-kolom ini adalah :

    ( )xFPydx

    ydEI 222

    =+

    2.35)

    Bentuk persamaan 2.35 dapat disederhanakan dengan menggunakan bentuk

    dan dengan beberapa penyederhanaan, maka diperoleh persamaan differensial sebagai

    berikut :

    EIP /2 =

    )20(2

    22

    2

    2

    LxxPFy

    dxyd =+ 2.36)

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-27

  • Persamaan differensial ini memiliki penyelesaian lengkap sebagai berikut :

    ( )xPFxCxCy 2cossin 21 += 2.37)

    Untuk menyelesaikan persamaan umum ini, maka perlu ditentukan syarat syarat batas

    untuk menentukan tetapan C1 dan C2. Syarat syarat ini adalah :

    a) pada 0=y 0=x00cos0sin0 21 += CC a

    02 =C b) pada 0'=y 2Lx =

    PFxCxCy2

    sincos' 21 = Masukkan 02 =C

    PFxCy2

    cos' 1 =

    ( )P

    FLCLy22

    cos02/' 1

    ==

    ( )2cos21 LPFC =

    Dengan memasukkan tetapan C1 dan C2 ke dalam persamaan penyelesaian umum 2.37,

    maka diperoleh :

    ( ) ( xPFxLPFy 2sin

    2cos2= ) 2.38)

    Defleksi maksimum yang dapat terjadi adalah pada tengah tengah bentang atau pada

    . Maka dengan memasukkan 2/Lx = 2/Lx = pada persamaan 2.38 diperoleh defleksi maksimum balok-kolom sebagai berikut :

    ( )[ 22tan2max

    LLPFy = ] 2.39)

    Secara matematis, defleksi maksimum yang dapat terjadi adalah tak berhingga.

    Kondisi yang memenuhi syarat defleksi tak hingga adalah jika 22 nL = . Pernyataan ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-28

  • 222 nL

    EIPL == 2.40)

    Pernyataan matematis ini sama dengan seperti pada saat penurunan rumus kritis Euler,

    dimana nL = . Maka beban kritis terkecil pada kasus balok-kolom yang ditinjau adalah

    2

    2

    LEIPcr

    = 2.41)

    2.7.3. Pengaruh Slenderness Ratio rLe /

    Berdasarkan hasil eksperimental yang telah banyak dilakukan oleh peneliti,

    ditemukan bahwa kegagalan dalam bentuk buckling dapat terjadi pada kolom yang cukup

    panjang. Sedangkan pada kolom yang pendek, modus kegagalan lebih banyak terjadi

    dalam bentuk yielding.

    Parameter panjang atau tidaknya sebuah kolom ditentukan oleh slenderness ratio

    ( ). Harga yang besar menunjukkan bahwa kolom tersebut termasuk dalam

    kategori long-columns (kolom-panjang), sedangkan harga yang kecil menunjukkan

    bahwa kolom tersebut termasuk short-columns (kolom-pendek). Secara umum telah

    diberikan nilai eksak batasan untuk masing masing jenis kolom berdasarkan rasio

    sebagai berikut

    rLe / rLe /

    rLe /

    rLe / [3,16] :

    Short Column : 0 < < 60 rLe / Intermediate Column : 60 < < 120 rLe / Long Column : 120 < < 300 rLe /

    Pada Gambar 2.13 berikut ini ditunjukkan pengaruh slenderness ratio terhadap

    panjang kolom, modus kegagalan, dan keefektifan penggunaan rumus buckling Euler.

    Melalui Gambar 2.13 dapat diketahui bahwa mekanisme kegagalan buckling hanya terjadi

    pada daerah tertentu yaitu pada daerah dimana kolom cukup panjang. Kolom yang pendek

    tidak akan mengalami kegagalan melalui mekanisme buckling namun akan mengalami

    deformasi plastis biasa atau yielding.

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-29

  • Gambar 2.13 Modus Kegagalan Sebagai Fungsi Slenderness Ratio Kolom[3,]

    Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-30