PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

164
PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL BATAS KOTA SIBOLGA BATANG TORU ( STA 5 + 400 STA 6+900 ) TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh DENOV WESLEY EDONADO GEA NIM: 1205131017 PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI MEDAN MEDAN 2016

Transcript of PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

Page 1: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL

BATAS KOTA SIBOLGA – BATANG TORU ( STA 5 + 400 – STA 6+900 )

TUGAS AKHIR

Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Sains Terapan

oleh

DENOV WESLEY EDONADO GEA

NIM: 1205131017

PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI MEDAN

MEDAN

2016

Page 2: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Dosen Pembimbing Tugas Akhir

menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir dari Mahasiswa:

Nama Mahasiswa : DENOV WESLEY EDONADO GEA

NIM : 1205131017

dengan judul:

PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL

BATAS KOTA SIBOLGA – BATANG TORU (STA 5 + 400 – STA 6 + 900)

telah selesai diperiksa dan dinyatakan selesai, serta dapat diajukan dalam Sidang

Pertanggung jawaban Tugas Akhir ini.

Medan, Agustus 2016

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

Drs.Widayanto, M.T.

NIP. 19590202 198603 1 003

Page 3: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Dosen Pembimbing Tugas Akhir,

Ketua Penguji dan Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan,

menyatakan bahwa Tugas Akhir dari Mahasiswa :

Nama Mahasiswa : DENOV WESLEY EDONADO GEA

NIM : 1205131017

dengan judul :

PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL

BATAS KOTA SIBOLGA – BATANG TORU ( STA 5 + 400 – STA 6 + 900)

telah selesai diperiksa dan dinilai oleh Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji

Tugas Akhir.

Medan, Agustus 2016

Disahkan oleh:

Dosen Pembimbing,

Drs. Widayanto, M.T.

NIP. 19590202 198603 1 003

Ketua Penguji, Ketua Jurusan Teknik Sipil,

Sutrisno Rembeng, S.S.T.,M.T. Ir. Samsudin Silaen, M.T.

NIP. 19590929 199003 1 002 NIP. 19620204 198903 1 002

Page 4: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

i

ABSTRAK

Tugas akhir ini mengambil lokasi tinjauan pada Jalan Lintas Barat Ruas Jalan

Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5+400 – Sta 6+900). Jalan yang

sudah mengalami banyak kerusakan di beberapa stasiun serta lalu lintas yang

semakin meningkat tiap tahunnya menjadi alasan utama penulis memilih lokasi

ini. Penulis akan melakukan perhitungan ulang terhadap desain geometrik serta

akan merancang kebutuhan pelebaran jalan mulai dari tebal perkerasan, drainase

hingga kebutuhan biaya dalam proyek pelebaran tersebut.

Perhitungan kapasitas jalan dimana kondisi existing jalan memiliki lebar 4,5 dan

lebar bahu 1,5 m dilakukan guna memastikan bahwa jalan yang ditinjau sudah

tidak dapat menampung arus lalu lintas yang semakin meningkat hingga akhir

umur rencana. Perhitungan ulang terhadap desain geometrik jalan dilakukan guna

mengetahui kebutuhan pelebaran jalan pada tikungan berdasarkan data long

section yang didapat dari PU. Dengan menggunakan data CBR lapangan maka

dapat dilakukan perhitungan tebal lapis perkerasan yang akan dipakai pada

pelebaran jalan. Data curah hujan akan dianalisis untuk mendapatkan dimensi luas

tangkapan air pada drainase serta perhitungan rencana anggaran biaya akan

menggunakan pedoman analisa harga satuan PU.

Tingkat pelayanan jalan kondisi existing adalah E s/d F mulai tahun 2016 hingga

akhir umur rencana sehingga harus dilakukan pelebaran jalan dengan lebar 7,0

meter dan lebar bahu 1,5 m, dengan opsi pada tahun 2023 jalan tersebut harus

mengalami pelebaran kembali akibat lalu lintas yang semakin meningkat.

Perhitungan ulang terhadap desain geometrik menghasilkan 8 tikungan FC pada

alinyemen horizontal serta 34 alinyemen vertikal yang terdiri dari 24 lengkung

(11 lengkung cembung, 13 lengkung cekung) dan 10 datar. Hasil analisa

kebutuhan pelebaran jalan, didapat konstruksi tebal perkerasan pelebaran jalan

yaitu, Laston (AC-WC) setebal 4 cm, Laston (AC-BC) setebal 6 cm, Lapis

Pondasi Atas (Batu Pecah Kelas “A”) setebal 20 cm, Lapis Pondasi Bawah

(Sirtu/Pitrun Kelas “A”) setebal 28 cm, dan Timbunan Pilihan setebal 20 cm.

Hasil analisa data curah hujan maka didapat dimensi luas tangkapan air dengan

lebar 0,74 m, tinggi permukaan air rencana 0,37 m dan tinggi jagaan 0,43 m dan

total anggaran biaya yang diperlukan untuk mengerjakan seluruh proyek

pelebaran beserta drainase sepanjang 1500 m adalah sebesar Rp.5.887.081.000,--

dan dengan memperhatikan jarak jalan eksisting dengan pemukiman yang

berkisar antara 10-15 meter dibeberapa titik stasiun maka perancangan pelebaran

jalan pada ruas jalan yang ditinjau dianggap layak untuk dilaksanakan.

Kata kunci : kapasitas jalan, desain geometrik, tebal perkerasan, dimensi

drainase rencana, rencana anggaran biaya.

Page 5: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

ii

ABSTRACT

The Final Project take place on West Highway National Roads Limits of Sibolga

City – Batang Toru (Sta 5+400 – Sta 6+900). The road that has suffered a lot of

damage in some of the sta as well as the traffic is increasing each year as the

main reason the author chose this location. The author will do a re-calculation of

the geometric design and will design a road widening needs ranging from thick

pavement, drainage to the cost requirements in the widening project.

Calculation capacity of the road where the existing condition of the road has a

width of 4.5 and 1.5 m wide shoulders do to ensure that the roads were reviewed

already can not accommodate the traffic flow is increased until the end of the

design life. Recalculation of the geometric design of roads conducted to determine

the need for widening the road on a bend long section based on data obtained

from public work department. Using CBR field data then it can be calculated

pavement thickness that will be used on road widening. Rainfall data will be

analyzed to get the dimensions of the drainage catchment area and calculation of

the budget plan will use the guidelines public work department unit price

analysis.

Level of service existing condition is E s / d F began in 2016 until the end of the

design life and should be done widening the road with a width of 7.0 meters and a

width of 1.5 m shoulder, at the option of the year 2023 the road had experienced a

widening back due to traffic increases. Recalculation of the geometric design

produces 8 twists FC on 34 horizontal alignment and vertical alignment

consisting of 24 curved (11 curved convex, 13 curved concave ) and 10 flat. The

result of the analysis of road widening, obtained construction pavement thickness

widening of the road is, Laston (AC-WC) 4 cm, Laston (AC-BC) 6 cm, Base

course (Broken Stone Class “A”) 20 cm, Subbase course (Sirtu/Pitrun Class

“A”) 28 cm and Selected Fill 20 cm. Results of analysis of rainfall data it

obtained broad dimensions of the catchment with a width of 0.74 m, a water level

plan of 0.37 m and a height of 0.43 m surveillance and the total budget required

to perform the entire widening project along the drainage along the 1500 m

amounted Rp.5.887.081.000,-- and with regard to the settlement within the

existing road which ranges between 10-15 m in some stations, the design of the

road widenong on roads that are reviewed are considered feasible.

Keyword : road capacity, geometric design, pavement thicness, dimensions

drainage plans, budget plans.

Page 6: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

iii

PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR

Tugas Akhir DIPLOMA IV yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di

Perpustakaan Politeknik Negeri Medan, dan terbuka untuk umum dengan

ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI

yang berlaku di Politeknik Negeri Medan. Referensi kepustakaan diperkenankan

dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin

pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan

sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tugas Akhir haruslah

seizin Direktur Politeknik Negeri Medan.

Page 7: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Tugas Akhir yang berjudul “PERANCANGAN JALAN LINTAS

BARAT RUAS JALAN NASIONAL BATAS KOTA SIBOLGA – BATANG

TORU ( STA 5 + 400 – STA 6 + 900)” ini merupakan satu syarat yang harus

dilaksanakan untuk meraih gelar Sarjana Sains Terapan, Pendidikan Program

Studi Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan Diploma IV Jurusan Teknik Sipil

Politeknik Negeri Medan.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai

kendala, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka Tugas

Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Orang Tua saya yang tercinta ;

2. Bapak M. Syahrudin, S.T., M.T., selaku Direktur Politeknik Negeri Medan;

3. Bapak Ir. Samsudin Silaen, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil

Politeknik Negeri Medan;

4. Bapak Amrizal, S.T., M.T., selaku Kepala Program Studi D-IV TPJJ;

5. Bapak Sopar Parulian, S.T., M.T., selaku Dosen Wali Kelas TPJJ-8A;

6. Bapak Drs.Widayanto, M.T., Selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir;

7. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Medan yang telah banyak membantu penyusunan dalam menyelesaikan

Laporan Tugas Akhir ini;

8. Bapak Bonar Lumsa Mungkur, Amd ;

9. Pimpinan dan staf PPK’12 Sibolga,Cs;

10. Seluruh rekan-rekan seperjuangan TPJJ Angkatan 2012 Politeknik Negeri

Medan;

Page 8: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

v

11. Seluruh adik – adik mahasiswa TPJJ Angkatan 2013, 2014 dan 2015 atas

kerjasama dan dukungan semangatnya yang telah diberikan kepada penulis

dalam pelaksanaan Tugas Akhir.

Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun dan

menyelesaikan Tugas Akhir ini. Namun, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir

ini kemungkinan belum sempurna. Untuk itu, penulis menerima dengan terbuka

segala masukan-masukan, kritik, saran, dan pendapat yang bersifat membangun

guna memperbaiki Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir

ini berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membaca.

Medan, Agustus 2016

penulis,

Denov Wesley Edonado Gea

NIM : 1205131017

Page 9: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ................................................................................................................ i

ABSTRACT .............................................................................................................. ii

PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR .................................................... iii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xviii

DAFTAR NOTASI ................................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ I-1

I.1. Latar Belakang ........................................................................................... I-1

I.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... I-2

I.3. Batasan Masalah ........................................................................................ I-2

I.4. Tujuan Pembahasan ................................................................................... I-3

I.5. Manfaat ...................................................................................................... I-3

I.6. Metodologi ................................................................................................ I-4

I.7. Sistematika Penulisan ................................................................................ I-4

Page 10: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. II-1

II.1. Umum ....................................................................................................... II-1

II.2. Lalu Lintas ............................................................................................... II-2

II.2.1. Klasifikasi Jalan ........................................................................... II-2

II.2.2. Persyaratan Ruang Jalan .............................................................. II-7

II.2.3. Lalu Lintas Harian Rata-Rata ...................................................... II-8

II.2.4. Volume Jam Rencana .................................................................. II-9

II.2.6. Ekivalen Mobil Penumpang (emp) .............................................. II-10

II.2.7. Kapasitas Jalan ............................................................................ II-12

II.2.8. Derajat Kejenuhan ....................................................................... II-16

II.3. Geometrik ................................................................................................. II-18

II.3.1. Parameter Perencanaan Geometrik Jalan .................................... II-18

II.3.1.1. Kendaraan Rencana .................................................... II-18

II.3.1.2. Kajian Lalu Lintas ...................................................... II-21

II.3.2. Alinyemen Jalan (Horizontal) ..................................................... II-28

II.3.2.1. Superelevasi (e) ........................................................... II-28

II.3.2.1. Jari-Jari Tikungan ....................................................... II-28

II.3.2.3. Panjang Bagian Lurus ................................................. II-29

II.3.2.4. Lengkung Peralihan .................................................... II-30

II.3.2.5. Tikungan ..................................................................... II-33

II.3.2.6. Pelebaran Perkerasan Pada Lengkung Horizontal ...... II-38

Page 11: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

viii

II.3.3. Alinyemen Jalan (Vertikal) ......................................................... II-41

II.4. Metode Analisa Komponen (SKBI 1987) ................................................ II-46

II.4.1. Umur Rencana ............................................................................. II-46

II.4.2. Jumlah Jalur Rencana .................................................................. II-46

II.4.3. Koefisien Distribusi Kendaraan................................................... II-47

II.4.4. Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E) ........................... II-47

II.4.5. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-Rumus Lintas

Ekivalen ....................................................................................... II-48

II.4.6. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan California Bearing

Ratio (CBR) ................................................................................. II-50

II.4.7. Faktor Regional (FR) ................................................................... II-52

II.4.8. Indeks Permukaan (IP) ................................................................ II-53

II.4.9. Indeks Tebal Perkerasan .............................................................. II-55

II.4.10.Koefisien Kekuatan Relatif ......................................................... II-55

II.4.11.Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan ........................... II-57

II.5. Drainase ................................................................................................... II-58

II.5.1. Sistem Drainase ........................................................................... II-58

II.5.2. Drainase Permukaan (Sub Surface Drainage) ............................. II-59

II.5.3. Faktor Yang Mempengaruhi Drainase Permukaan ..................... II-59

II.5.3.1. Aspek Hidrologi .......................................................... II-59

II.5.3.2 Aspek Hidrolika .......................................................... II-60

II.5.4. Perencanaan Dimensi Drainase ................................................... II-60

II.5.5. Analisa Curah Hujan Maksimum ................................................ II-61

Page 12: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

ix

II.5.6. Periode Ulang .............................................................................. II-63

II.5.7. Lamanya Curah Hujan ................................................................. II-63

II.5.8. Intensitas Curah Hujan (I) ........................................................... II-63

II.5.9. Perkiraan Debit Banjir Rencana .................................................. II-64

II.5.10. Koefisien Pengaliran (C) ............................................................. II-65

II.5.11. Waktu Konsentrasi (Tc) ............................................................... II-65

II.5.12. Catchment Area ........................................................................... II-66

II.5.13. Kriteria Perencanaan Saluran Samping ....................................... II-67

II.5.14.Kemiringan Melintang Perkerasan .............................................. II-68

II.5.15.Penampang Saluran Rencana....................................................... II-69

II.6. Rencana Anggaran Biaya ......................................................................... II-70

BAB III METODOLOGI ........................................................................................ III-1

III.1. Persiapan ................................................................................................ III-1

III.2. Tahap Penyusunan Tugas Akhir ............................................................. III-1

III.3. Identifikasi Masalah ................................................................................ III-3

III.4. Pengamatan Pendahuluan ....................................................................... III-3

III.5. Perumusan Masalah ................................................................................ III-3

III.6. Pengumpulan Data .................................................................................. III.3

III.7. Analisis Data ........................................................................................... III-5

III.8. Evaluasi Kondisi Eksisting Terhadap Kondisi Ideal .............................. III-6

III.9. Perancangan Teknis ................................................................................ III-6

III.10.Hasil Akhir Perancangan ........................................................................ III-7

Page 13: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

x

III.11.Bagan Alir ............................................................................................... III-8

III.11.1. Perancangan Geometrik .......................................................... III-8

III.11.1.1. Alinyemen Horizontal ........................................... III-8

III.11.1.2. Alinyemen Vertikal ............................................... III-9

III.11.2. Perkerasan ............................................................................... III-10

III.11.3. Drainase .................................................................................. III-11

III.11.4. Rencana Anggaran Biaya (RAB) ............................................ III-12

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN ................................. IV-1

IV.1. Perancangan Kapasitas Jalan ................................................................. IV-1

IV.1.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ....................................... IV-1

IV.1.2. Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas ............................................ IV-2

IV.1.3. Kebutuhan Ruang Jalan ............................................................ IV-3

IV.1.4. Analisis Kapasitas Jalan ............................................................ IV-4

IV.1.5. Analisis Volume Jam Perencanaan ........................................... IV-4

IV.1.6. Derajat Kejenuhan Kondisi Existing......................................... IV-7

IV.1.7. Derajat Kejenuhan Setelah Pelebaran Jalan .............................. IV-8

IV.2. Perancangan Geomterik .......................................................................... IV-10

IV.2.1. Perencanaan Alinyemen Horizontal.......................................... IV-10

IV.2.1.1. Koordinat Jalur Rencana .......................................... IV-10

IV.2.1.2. Jarak Titik Koordinat ................................................ IV-10

IV.2.1.3. Sudut Tikungan ........................................................ IV-12

IV.2.1.4. Menghitungan Rencana Alinyemen Horizontal ....... IV-14

Page 14: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xi

IV.2.1.4.1. Perhitungan Jari-Jari Rencana ............... IV-14

IV.2.1.4.2. Perhitungan Parameter Tikungan (FC) ..

Full Circle .............................................. IV-15

IV.2.1.4.3. Perhitungan Kemiringan Maksimum ....

(e-maks) ................................................. IV-16

IV.2.1.4.4. Perhitungan Daerah Bebas Samping ..... IV-17

IV.2.1.4.5. Perhitungan Pelebaran Pada Tikungan .. IV-18

IV.2.2. Perencanaan Alinyemen Vertikal.............................................. IV-19

IV.2.2.1. Lengkung PVI22 (Lengkung Cekung) ....................... IV-20

IV.2.2.2. Lengkung PVI23 (Lengkung Cembung) ................... IV-22

IV.3. Perancangan Tebal Perkerasan ............................................................... IV-26

IV.3.1. Perancangan Tebal Perkerasan Pada Pelebaran Jalan Dengan

Metode Analisa Komponen ...................................................... IV-26

IV.3.1.1. Lintas Ekivalen Permukaan ...................................... IV-27

IV.3.1.2. Lintas Ekivalen Akhir ............................................... IV-29

IV.3.1.3. Lintas Ekivalen Tengah ............................................ IV-29

IV.3.1.4. Lintas Ekivalen Rencana .......................................... IV-30

IV.3.1.5. Indeks Permukaan Pada Awal Rencana (Ipo) .......... IV-30

IV.3.1.6. Indeks Permukaan Pada Akhir Rencana (IP) ........... IV-30

IV.3.1.7. Faktor Regional ........................................................ IV-30

IV.3.1.8. Penentuan Daya Dukung Tanah dari Nilai CBR .....

Tanah Dasar .............................................................. IV-30

Page 15: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xii

IV.3.1.9. Penentuan Indeks Tebal Perkerasan ......................... IV-30

IV.3.1.10. Batas-Batas Minimum Tebal Perkerasan ................. IV-31

IV.4. Perancangan Saluran Drainase

IV.4.1. Menghitung Luasan Daerah Aliran Air .................................... IV-32

IV.4.2. Besar Koefisien (C) ............................................................... IV-32

IV.4.3. Perhitungan Waktu Konsentrasi................................................ IV-33

IV.4.4. Menentukan Intensitas Curah Hujan ......................................... IV-34

IV.4.5. Perhitungan Debit Air Rencana ................................................ IV-36

IV.4.6. Dimensi Saluran ............................................................... IV-36

IV.5. Rencana Anggaran Biaya ............................................................... IV-38

IV.5.1. Perhitungan Volume Pekerjaan ................................................. IV-38

IV.5.1.1. Pekerjaan Tanah ....................................................... IV-38

IV.5.1.2. Pekerjaan Drainase ................................................... IV-40

IV.5.1.3. Pekerjaan Perkerasan ................................................ IV-42

IV.5.1.4. Pekerjaan Pelengkap ................................................. IV-45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... V-1

V.1. KESIMPULAN ............................................................... V-1

V.2. SARAN ............................................................... V-3

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I DATA LHR

LAMPIRAN II PERHITUNGAN KAPASITAS JALAN BARU

LAMPIRAN III PERHITUNGAN ANGKA EKIVALEN

KENDARAAN

LAMPIRAN IV NOMOGRAM DAN GRAFIK

LAMPIRAN V DATA CURAH HUJAN

LAMPIRAN VI DATA CBR LAPANGAN

LAMPIRAN VII DETAIL RENCANA ANGGARAN BIAYA

LAMPIRAN VIII FOTO DOKUMENTASI

LAMPIRAN IX LONG SECTION

LAMPIRAN X CROSS SECTION

Page 17: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Tabel Klasifikasi Jalan ....................................................................... II-6

Tabel II.2. Kriteria dan Dimensi Ruang-Ruang Jalan .......................................... II-7

Tabel II.3. Ukuran Bagian-Bagian Ruang Milik Jalan ......................................... II-8

Tabel II.4. Lebar Jalur dan Bahu Jalan Antar Kota .............................................. II-8

Tabel II.5. Nilai Faktor K dan Faktor F Berdasarkan VLHR .............................. II-9

Tabel II.6. Tabel EMP Kendaraan Untuk Jalan Luar Kota .................................. II-10

Tabel II.7. Tabel Kapasitas Dasar ........................................................................ II-14

Tabel II.8. Tabel Faktor Penyesuai Lebar Jalan ................................................... II-15

Tabel II.9. Faktor Penyesuai Pemisah Arah ......................................................... II-16

Tabel II.10. Faktor Penyesuai Bahu dan Hambatan Samping................................ II-16

Tabel II.11. Tingkat Pelayanan Jalan ..................................................................... II-17

Tabel II.12. Dimensi Kendaraan Rencana Untuk Jalan Antar Kota ...................... II-19

Tabel II.13. Dimensi Kendaraan Rencana Untuk Jalan Perkotaan ........................ II-20

Tabel II.14. Jenis Kendaraan Menurut Karakteristik Kendaraan ........................... II-20

Tabel II.15. Kecepatan Rencana (VR) Untuk Jalan Antar Kota ............................ II-22

Tabel II.16. Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum Untuk Jalan Antar Kota ............ II-23

Tabel II.17. Panjang Jarak Pandang Mendahului (Jd) ............................................ II-25

Tabel II.18. Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan/Semi Perkotaan ... II-27

Tabel II.19. Jari-Jari Tikungan Minimum, Rmin (m) Untuk Jalan Antar Kota .......

Page 18: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xv

(emaks = 10%) ...................................................................................... II-29

Tabel II.20. Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antar Kota) ....................... II-30

Tabel II.21. Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan Panjang Pencapaian ...............

Superelevasi (Le) Untuk Jalan 1 lajur-2 lajur-2 arah. ......................... II-31

Tabel II.22. Jari-Jari Tikungan Yang Tidak Memerlukan Lengkung Peralihan .... II-32

Tabel II.23. Jari-Jari Yang Diijinkan Tanpa Superelevasi ..................................... II-33

Tabel II.24. Kelandaian Maksimum Yang Diijinkan ............................................. II-41

Tabel II.25. Panjang Kritis Landai (m) .................................................................. II-42

Tabel II.26. Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan ...................................... II-43

Tabel II.27. Panjang Minimum Lengkung Vertikal ............................................... II-43

Tabel II.28. Jumlah Lajur Rencana Berdasarkan Lebar Perkerasan ...................... II-46

Tabel II.29. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) ................................................... II-47

Tabel II.30. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan .................................. II-48

Tabel II.31. Solusi Tebal Timbunan Pilihan Untuk CBR Mnimum ....................... II-52

Tabel II.32. Nilai Faktor Regional ......................................................................... II-52

Tabel II.33. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IP) .................................... II-53

Tabel II.34. Indeksi Permukaan Awal Umur Rencaa (IPo) ................................... II-54

Tabel II.35. Koefiisen Kekuatan Relatif ................................................................ II-56

Tabel II.36. Batas-Batas Minimum Tebal Lapis Permukaan ................................. II-57

Tabel II.37. Batas Minimum Tebal Pondasi Atas .................................................. II-57

Tabel II.38. Periode Ulang Sebagai Fungsi dari reduced varied (YT) ................... II-62

Page 19: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xvi

Tabel II.39. Hubungan Jumlah Tahun Pengamatan Curah Hujan (n), ...................

Reduced mean (Yn) dan reduced standard deviation (Sn) .................... II-62

Tabel II.40. Koefisien Limpasan/Pengaliran (C) untuk Metode Rasional ............. II-64

Tabel II.41. Koefisien Hambatan Lapis Permukaan ( nd ) ..................................... II-66

Tabel II.42. Kecepatan Aliran Air yang Diijinkan Berdasarkan Jenis Material .... II-68

Tabel II.43. Kemiringan Normal Perkerasan Jalan ................................................ II-68

Tabel IV.1. Hasil Survey Kendaraan Lalu Lintas per hari / 2 arah ....................... IV-1

Tabel IV.2. Potensi Arus Lalu Lintas Pada Tahun Tinjauan ................................. IV-3

Tabel IV.3. Volume Lalu Lintas Harian Tahun 2016 ............................................ IV-5

Tabel IV.4. Volume Lalu Lintas Harian Untuk Tahun Tinjauan ........................... IV-5

Tabel IV.5. Volume Jam Perencanaan Untuk Tahun Tinjauan ............................. IV-7

Tabel IV.6. Derajat Kejenuhan Untuk Tahun Tinjauan ......................................... IV-8

Tabel IV.7. Derajat Kejenuhan Tahun Tinjauan Setelah Pelebaran Jalan ............. IV-9

Tabel IV.8. Data Sumbu Koordinat ....................................................................... IV-10

Tabel IV.9. Jarak Lurus Antar Titik (D) ................................................................ IV-12

Tabel IV.10. Sudut Tikungan Berdasarkan Koordinat Titik ................................... IV-13

Tabel IV.11. Data Tikungan Proyek ........................................................................ IV-19

Tabel IV.12. Perhitungan Elevasi Titik Pada Lengkung Vetikal Cekung ............... IV-22

Tabel IV.13. Perhitungan Elevasi Titik Pada Lengkung Vertikal Cembung........... IV-24

Tabel IV.14. Alinyemen Vertikal Seluruh Stasiun .................................................. IV-24

Tabel IV.15. Data Lalu Lintas dan Akhir Umur Rencana ....................................... IV-27

Page 20: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xvii

Tabel IV.16. Lintas Ekivalen Kendaraan ................................................................. IV-27

Tabel IV.17. Lintas Ekivalen Permulaan Kendaraan .............................................. IV-28

Tabel IV.18. Lintas Ekivalen Akhir Kendaraan ...................................................... IV-29

Tabel IV.19. Data Curah Hujan ............................................................................... IV-34

Tabel IV.20. Perhitungan Intensitas Curah Hujan ................................................... IV-35

Tabel IV.21. Volume Galian dan Timbunan Tanah Biasa ...................................... IV-38

Tabel IV.22. Rekapitulasi Harga Pekerjaan............................................................. IV-46

Page 21: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Jarak Pandang Mendahului .............................................................. II-25

Gambar II.2. Daerah Bebas Samping di Tikungan , Untuk Jh < Lt ....................... II-26

Gambar II.3. Daerah Bebas Samping di Tikungan , Untuk Jh > Lt ....................... II-26

Gambar II.4. Bentuk Tikungan Full Circle (FC) .................................................. II-33

Gambar II.5. Bentuk Superelevasi Full Circle (FC) ............................................. II-34

Gambar II.6. Bentuk Tikungan Spiral Circle Spiral (SCS) ................................... II-35

Gambar II.7. Bentuk Superlevasi Spiral Circle Spiral (SCS) ................................ II-35

Gambar II.8. Bentuk Tikungan Spiral Spiral (SS) ................................................. II-37

Gambar II.9. Bentuk Superlevasi Spiral Spiral (SS) ............................................. II-38

Gambar II.10. Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan .............................................. II-39

Gambar II.11. Lengkung Vertikal ........................................................................... II-41

Gambar II.12. Lengkung Vertikal Cembung ........................................................... II-44

Gambar II.13. Lengkung Vertikal Cekung .............................................................. II-44

Gambar II.14. Korelasi DDT dan CBR ................................................................... II-51

Gambar II.15. Contoh Nomogram Untuk Menentukan ITP .................................... II-55

Gambar II.16. Kurva Basis ...................................................................................... II-64

Gambar II.16. Catchment Area Saluran .................................................................. II-67

Gambar II.16. Rencana Penampang Saluran ........................................................... II-69

Gambar III.1. Diagram Alur Tugas Akhir .............................................................. III-2

Page 22: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xix

Gambar III.2. Bagan Alir Perhitungan Alinyemen Horizontal ............................... III-8

Gambar III.3. Bagan Alir Perhitungan Alinyemen vertikal .................................... III-9

Gambar III.4. Diagram Alur Perancangan Perkerasan ........................................... III-10

Gambar III.5. Bagan Alir Pendimensian Drainase ................................................. III-11

Gambar III.6. Bagan Alir Pembuatan Rencana Anggaran Biaya ........................... III-12

Gambar IV.1. Diagram Pertumbuhan Lalu Lintas .................................................. IV-2

Gambar IV.2. Superlevasi Tikungan FC ................................................................. IV-17

Gambar IV.3. Susunan Lapisan Perkerasan ............................................................ IV-31

Gambar IV.4. Drainase Rencana ............................................................................. IV-37

Gambar IV.5. Dimensi Drainase ............................................................................. IV-40

Gambar IV.6. Dimensi Lapis Perkerasan ................................................................ IV-42

Gambar IV.7. Dimensi Laston AC-WC .................................................................. IV-42

Gambar IV.8. Dimensi Laston AC-BC ................................................................... IV-42

Gambar IV.9. Dimensi Lapisan Batu Pecah Kelas “A” .......................................... IV-43

Gambar IV.10. Dimensi Lapisan Sirtu/Pitrun Kelas “A” ......................................... IV-43

Gambar IV.11. Dimensi Lapisan Selected Fill ......................................................... IV-43

Gambar IV.12.Sket Marka Jalan .............................................................................. IV-45

Page 23: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xx

DAFTAR NOTASI

MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia

a : Koefisien Relatif

a` : Daerah Tangen

α : Sudut Azimuth

BURDA : Laburan Aspal Dua Lapis

BURTU : Laburan Aspal Satu Lapis

BURAS : Laburan Aspal

C : Kapasitas jalan

CESA : Akumulasi ekivalen beban sumbu standar

Ci : Koefisien Distribusi

Co : Kapasitas Dasar

CS : Circle to Spiral, titik perubahan dari lingkaran ke spiral

CT : Circle to Tangen, titik perubahan dari lingkaran ke lurus

d : Jarak

d1 : Pembacaan lendutan awal

dR : Pembacaan lendutan akhir

DS : Derajat Kejenuhan

D` : Tebal lapis perkerasan

Δ : Sudut luar tikungan

∆h : Perbedaan Tinggi

Dtjd : Derajat lengkung terjadi

Dmaks : Derajat maksimum

DDT : Daya dukung tanah

e : Superelevasi

E : Daerah kebebasan samping

Ec : Jarak luar dari PI ke busur lingkaran

Ei : Angka ekivalen beban sumbu kendaraan

em : Superelevasi maksimum

en : Superelevasi normal

Eo : Derajat kebebasan samping

Page 24: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xxi

Es : Jarak eksternal PI ke busur lingkaran

Ev : Pergeseran vertikal titik tengah busur lingkaran

f : Koefisien gesek memanjang

F :( disebut faktor F), faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat

jam dalam satu jam

FCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota

FCSF : Faktor penyesuaian akibat besarnya side friction (hambatan

samping)

FCSP : Faktor penyesuaian pemisahan arah

FCw : Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas

FC 6,SF : Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan 6 lajur

FC 4,SF : Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan 4 lajur

FK : Faktor Keseragaman

FKTBL : Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian

fm : Koefisien gesek melintang maksimum

Fo : Faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay

Fp : Faktor Penyesuaian

HRS : Hot Roller Sheet/Lapis Tipis Aspal Beton

Ho :Tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan

Ht : Tebal lapis tambah Laston setelah dikoreksi temperatur rata-rata

tahunan

i : Kelandaian melintang

I : Pertumbuhan lalu lintas

ITP : Indeks Tebal Perkerasan

Jd : Jarak pandang mendahului

Jh : Jarak pandang henti

k : Absis dari p pada garis tangen spiral

K : (disebut faktor K), faktor volume lalu lintas jam sibuk

LASTON : Lapis Aspal Beton

L : Panjang lengkung vertikal

Lc : Panjang busur lingkaran

LAPEN : Lapis Penetrasi Macadam

Page 25: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xxii

LATASBUM : Lapis Tipis Aspal Buton Murni

LABUSTAG : Lapis Aspal Buton Agregat

LATASIR : Lapis Tipis Aspal Pasir

LEA : Lintas Ekivalen Akhir

LEP : Lintas Ekivalen Permulaan

LER : Lintas Ekivalen Rencana

LET : Lintas Ekivalen Tengah

Ls : Panjang lengkung peralihan

Ls` : Panjang lengkung peralihan fiktif

Lt : Panjang tikungan

m : Jumlah masing-masing jenis kendaraan

MR : Modulus Resilien

N : Faktor hubungan umur rencana dengan perkembangan lalu lintas

O : Titik pusat

p : Pergeseran tangen terhadap spiral

Q : Arus Total

θc : Sudut busur lingkaran

θs : Sudut lengkung spiral

PI : Point of Intersection, titik potong tangen

PLV : Peralihan lengkung vertical (titik awal lengkung vertikal)

PPV : Titik perpotongan tangen

PTV : Peralihan Tangen Vertical (titik akhir lengkung vertikal)

R : Jari-jari lengkung peralihan

Rren : Jari-jari rencana

Rmin : Jari-jari tikungan minimum

S : Standar Deviasi

SC : Spiral to Circle, titik perubahan spiral ke lingkaran

S-C-S : Spiral-Circle-Spiral

SS : Spiral to Spiral, titik tengah lengkung peralihan

Ss : Jarak pandang henti

S-S : Spiral-Spiral

ST : Spiral to Tangen, titik perubahan spiral ke lurus

Page 26: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

xxiii

T : Waktu tempuh

Tc : Panjang tangen circle

TC : Tangen to Circle, titik perubahan lurus ke lingkaran

TPRT :Temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota

tertentu

Ts : Panjang tangen spiral

TS : Tangen to Spiral, titik perubahan lurus ke spiral

Tt : Panjang tangen total

TT : Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

UR : Umur Rencana

V : Kecepatan

Vr : Kecepatan rencana

VJP : Volume Jam Perencanaan

VLHR : Volume Lalu Lintas Harian Rencana

Xs : Absis titik SC pada garis tangen, jarak lurus lengkung peralihan

Y : Faktor penampilan kenyamanan

Ys : Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak

lurus ke titik

Page 27: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

I - 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi kontruksi harus kuat, awet dan

kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan, jalan harus rata, tidak licin, geometrik

memadai dan ekonomis. Untuk itu, dibutuhkan suatu rancangan perkerasan yang

mampu memenuhi syarat tersebut hingga mencapai umur rencana perkerasan.

Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan yang

sangat penting dalam sektor perhubungan dan menunjang laju pertumbuhan

ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pembangunan jalan sangat penting untuk

diperhatikan baik dari segi perencanaannya maupun dari segi perawatan jalan

tersebut. Pelebaran jalan merupakan salah satu unsur paling penting dalam

perencanaan jalan yang ikut menentukan kemampuan jalan dalam

pemanfaatannya untuk mendukung sistem transportasi darat.

Proyek peningkatan struktur dan pelebaran jalan yang dilaksanakan oleh

PPK 12, Sibolga Cs menjadi proyek jalan yang dianggap penulis layak dijadikan

sebagai bahan Tugas Akhir karena status jalan sebagai jalan nasional sehingga

hasil perancangan haruslah baik dan benar karena jika tidak akan berpengaruh

terhadap perekonomian provinsi/daerah yang dihubungkan oleh ruas jalan ini.

Hasil perancangan oleh penulis nantinya akan dijadikan sebagai bahan masukan

kepada pihak terkait (Dinas PU) dalam memberikan pelayanan terbaik dalam

bidang jalan untuk masyarakat .

Berdasarkan tinjauan dan data jalan yang diperoleh dari SNVT P2JN

Provinsi Sumatera Utara, kondisi jalan sudah mengalami banyak kerusakan di

beberapa stasiun sehingga layak untuk diperbaiki atau dilakukan overlay serta

lebar jalan yang dianggap tidak mampu lagi menampung kapasitas kendaraan

yang lewat tiap harinya dan tidak sesuai dengan fungsi jalannya sehingga

dibutuhkan pelebaran jalan. Judul yang dipilih penulis pada Tugas Akhir ini yaitu

“Perancangan Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga –

Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900)”. Rencana sistem tinjauan berupa

peninjauan kelayakan geometri, perancangan tebal lapis perkerasan pada

Page 28: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

I - 2

pelebaran jalan, perancangan drainase serta penulis juga akan membuat rencana

anggaran biaya untuk pelebaran jalan pada proyek ini.

I.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang

akan dibahas dalam Tugas Akhir ini, yaitu :

1) Berapa nilai perhitungan kapasitas jalan pada Jalan Lintas Barat Ruas Jalan

Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 )?

2) Bagaimanakah desain geometrik pada Jalan Lintas Barat Ruas Jalan

Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 )?

3) Bagaimanakah perancangan tebal lapis perkerasan pada pelebaran jalan

dengan menggunakan Metode Analisa Komponen pada Jalan Lintas Barat

Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6

+ 900 )?

4) Berapakah dimensi drainase yang akan dirancang untuk Jalan Lintas Barat

Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6

+ 900 )?

5) Berapakah Rencana Anggaran Biaya untuk pelebaran Jalan Lintas Barat

Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5 + 400 – Sta 6

+ 900 ) ?

6) Bagaimanakah potongan melintang (cross section) jalan per 50 meter untuk

Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru

(Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 ) ?

I.3 Batasan Masalah

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka pembatasan masalah yang

diambil oleh penulis adalah perhitungan kapasitas jalan, desain geometrik jalan,

perancangan tebal lapis perkerasan pada pelebaran jalan menggunakan metode

analisa komponen (SKBI 1987),perancangan saluran drainase, serta anggaran

biaya yang diperlukan untuk seluruh proyek pelebaran jalan sepanjang 1,5 km.

Page 29: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

I - 3

I.4. Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan laporan ini adalah:

1) Untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan mulai dari awal operasional jalan

hingga akhir umur rencana pada Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional

Batas Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 );

2) Untuk mengetahui desain geometrik Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional

Batas Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 );

3) Untuk mengetahui tebal setiap lapis perkerasan yang akan digunakan pada

pelebaran jalan dengan menggunakan Metode Analisa Komponen pada

Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru

( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 );

4) Untuk mengetahui dimensi drainase yang akan digunakan untuk Jalan

Lintas Barat Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru

( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 );

5) Untuk mengetahui besarnya biaya yang diperlukan pada proyek pelebaran

Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru

( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 ).

6) Untuk melihat desain gambar potongan melintang jalan (cross section) per

50 meter pada proyek pelebaran Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional

Batas Kota Sibolga – Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900 ).

I.5. Manfaat

Manfaat Laporan Tugas Akhir ini bagi mahasiswa diharapkan:

1) Dapat mengimplementasikan ilmu yang diajarkan dalam merancang suatu

jalan;

2) Dapat merancang desain geometrik suatu jalan;

3) Dapat merancang tebal perkerasan untuk jalan baru ;

4) Dapat merancang desain drainase jalan;

5) Dapat merencanakan anggaran biaya pada proyek jalan.

6) Dapat menghasilkan gambar potongan melintang (cross section) per 50

meter.

Page 30: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

I - 4

I.6. Metodologi

1) Metode Pengumpulan data

Untuk memperoleh data primer, seperti data lalu lintas dan kondisi existing

jalan digunakan metode observasi yaitu dengan cara survey ke lapangan untuk

mengetahui kondisi sebenarnya dari lokasi proyek sehingga tidak terjadi desain

yang kurang sesuai dengan kondisi lapangan.

Untuk memperoleh data sekunder, seperti gambar long section, data CBR

(California Bearing Ratio), data curah hujan dan data analisa harga satuan

Kabupaten Tapanuli Tengah digunakan metode literatur yaitu dengan

mengumpulkan, mengidentifikasi serta mengolah data tertulis yang berasal dari

instansi terkait.

2) Metode Pengolahan data

Data yang akan diolah berupa data kuantitatif dengan mentabulasi data-data

yang berupa angka. Hasil pengolahan data akan dianalisis menggunakan metode

statistik untuk mendapat hasil akhir berupa data eksak yang teratur, tersusun dan

sistematis.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan yang digunakan dalam penyusunan Tugas

Akhir ini adalah:

Bab 1. Pendahuluan

Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang, batasan masalah,

rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat, metode pengumpulan data, serta

sistematika penulisan.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

Berisi tinjauan pustaka mengenai lalu lintas, geometrik, metode analisa

komponen (SKBI 1987), drainase dan rencana anggaran biaya.

Page 31: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

I - 5

Bab 3. Metodologi

Dalam bab ini dibahas mengenai metodologi penyusunan tugas akhir

yang meliputi identifikasi masalah, studi literatur, pengumpulan data sekunder,

perancangan, hasil akhir perancangan, serta bagan alir.

Bab 4. Hasil Perancangan dan Pembahasan

Merupakan penerapan dari analisa yang digunakan untuk perencanaan

meliputi perhitungan kapasitas jalan, perhitungan geometrik jalan yaitu alinyemen

horizontal dan alinyemen vertikal, drainase jalan dan perhitungan tebal lapis

perkerasan untuk pelebaran dengan Metode Analisa komponen, perhitungan

dimensi drainase serta anggaran biaya yang dibutuhkan.

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan simpulan dan saran atas perhitungan dan hasil yang

didapat.

Page 32: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Jalan Lintas barat Batas Kota Sibolga-Batang Toru yang dipilih oleh

penulis sebagai bahan Tugas Akhir adalah ruas jalan dengan status jalan Nasional

dibawah wewenang Kementerian Pekerjaan Umum dengan sistem jaringan jalan

primer dan fungsi jalan kolektor. Ruas jalan ini adalah jalan luar kota yaitu dua

lajur dua arah tak terbagi dengan total lebar jalan 4,5 meter yang diperuntukkan

untuk umum.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, bahwa jalan

adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah

permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,

jalan lori, dan jalan kabel. Konstruksi perkerasan adalah konstruksi yang terletak

antara tanah dan roda kendaraan yang berfungsi untuk mengurangi tegangan pada

tanah dasar (subgrade). Fungsi perkerasan adalah:

1. Untuk memikul beban lalu lintas secara aman dan nyaman dan selama umur

rencana tidak terjadi kerusakan yang berarti;

2. Sebagai pelindung tanah dasar terhadap erosi akibat air;

3. Sebagai lapis perantara untuk menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang

terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang

terjalin dalam hubungan hierarki. Adanya sistem jaringan jalan yang tersusun

secara teratur dapat meningkatkan arus transportasi barang dan jasa. Sistem

jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dengan

memperhatikan keterkaitan antar kawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan

kawasan pedesaan.(S.Sukirman,1995:5)

Page 33: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 2

Kondisi jalan yang bagus adalah jalan yang mampu melayani arus

barang dan jasa dengan baik, dalam segi kapasitas maupun kualitas jalan tersebut.

Secara umum, perencanaan jalan meliputi perencanaan geometrik jalan dan

perencanaan struktur jalan.

Perencanaan struktur jalan, dibagi menjadi 2 macam (Departemen

Pekerjaan Umum, 1987a), yaitu:

1. Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction);

2. Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay).

II.2. Lalu Lintas

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan

jalan ditinjau dari segi lalu lintas, yang meliputi:

II.2.1. Klasifikasi Jalan

Untuk memudahkan dalam hal pengaturan, pengawasan serta

tanggung jawab terhadap penyelenggaraan/pengoperasian dan pemeliharaan jalan

maka jalan-jalan di Indonesia dibuat dalam beberapa klasifikasi sebagai berikut :

A. Klasifikasi Jalan Sesuai Rancangan UU No.38 Tahun 2004

1) Pengelompokan Jalan Menurut Sistem Jaringan

a. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem Jaringan Jalan Primer merupakan sistem jaringan jalan

dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

pengembangan suatu wilayah di tingkat nasional, dengan

menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-

pusat kegiatan.

b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem Jaringan Jalan Sekunder merupakan sistem jaringan jalan

dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

masyarakat di dalam wawasan perkotaan.

Page 34: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 3

2) Pengelompokan Jalan Menurut Fungsi

a. Jalan Arteri

Jalan Arteri adalah jalan yang melayani pengangkutan utama, ciri-

ciri:

Perjalan jarak jauh.

Kecepatan rata-rata tinggi.

Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien dengan

memperhatikan kapasitas jalan masuk.

b. Jalan Kolektor

Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan

pengumpulan/pembagian, dengan cirri-ciri:

Perjalanan sedang.

Kecepatan rata-rata sedang.

Jumlah jalan masuk dibatasi.

c. Jalan Lokal

Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkuatan lokal, dengan

cirri-ciri:

Perjalanan jarak dekat.

Kecepatan rata-rata rendah.

Jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

d. Jalan Lingkungan

Jalan Lingkungan adalah jalan yang melayani angkutan lingkungan

dengan ciri-ciri:

Perjalanan jarak pendek.

Kecepatan rendah.

3) Pengelompokan Jalan Menurut Statusnya

a. Jalan Nasional

Jalan umum dengan fungsi Arteri Primer.

Menghubungkan antar Negara.

Jalan yang bersifat strategi Nasional.

Page 35: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 4

b. Jalan Provinsi

Jalan umum yang dengan fungsi Kolektor Primer.

Menghubungkan Ibukota Provinsi dengan Ibukota Kabupaten

atau Kota.

Jalan yang bersifat strategi Regional.

c. Jalan Kabupaten

Jalan umum dengan fungsi Kolektor Primer.

Menghubungkan Ibukota Kabupaten dengan Ibukota

Kecamatan.

Jalan strategis lokal di daerah Kabupaten.

Jaringan jalan sekunder diluar daerah perkotaan.

d. Jalan Kota

Jalan umu dalam sistem Sekunder.

Menghubungkan antar pusat kegiatan lokal dalam kota.

Berada di pusat perkotaan.

e. Jalan Desa

Jalan umum dalam sistem Tersier.

Menghubungkan kawasan di dalam desa dan antar pemukiman.

B. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan (Pasal 8 Undang-Undang Tahun 2000)

Pembagian kelas jalan didasarkan pada:

a. Fungsi jalan.

b. Kemampuan menerima muatan rencana sumbu terberat, baik konfigurasi

rencana sumbu kendaraan atau sesuai dengan ketentuan teknologi alat

transportasi.

1) Kelas Jalan yang tertera dalam Pasal 10 yang didukung oleh:

UU No. 14 Tahun 1992 dan UU No. 22 Tahun 2009 berdasarkan

penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan yakni :

Jalan Kelas I untuk kendaraan rencana yang bisa melewati

dengan ukuran 2500x18000 mm dan MST lebih dari 10 T

Page 36: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 5

Jalan Kelas II untuk kendaraan rencana yang bisa melewati

dengan ukuran 2500x18000 mm dan MST maksimum 10 T

Jalan Kelas IIIA untuk kendaraan rencana yang bisa melewati

dengan ukuran 2500x18000 mm dan MST maksimum 8 T

Jalan Kelas IIIB untuk kendaraan rencana yang bisa melewati

dengan ukuran 2500x12000 mm dan MST maksimum 8 T

Jalan Kelas IIIC untuk kendaraan rencana yang bisa melewati

dengan ukuran 2500x9000 mm dan MST maksimum 8 T

PP No. 34 Tahun 2006 berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana

jalan meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah

dan lebar lajur, ketersediaan median, serta pagar terdiri dari:

Jalan bebas hambatan dengan spesifikasi meliputi:

- pengendalian jalan masuk secara penuh,

- tidak ada persimpangan sebidang,

- dilengkapi pagar ruang milik jalan,

- dilengkapi dengan median,

- paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah,

- dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Jalan raya adalah jalan umum untuk lalu lintas secara menerus

dengan spesifikasi meliputi:

- pengendalian jalan masuk secara terbatas

- dilengkapi dengan median,

- paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah,

- lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

Jalan sedang adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak

sedang dengan spesifikasi meliputi:

- pengendalian jalan masuk tidak dibatasi,

- paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah

Page 37: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 6

- lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.

Jalan kecil adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas

setempat dengan spesifikasi meliputi,

- paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah

- dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima)

meter

Klasifikasi Jalan memiliki keterkaitan satu dan lainnya, dimana jika

dihubungkan keterkaitan tersebut akan dapat dipahami seperti yang disajikan pada

Tabel II.1. berikut ini:

Tabel II.1. Tabel Klasifikasi Jalan

KELAS

JALAN

FUNGSI

JALAN

Dimensi Maksimum dan Muatan Sumbu Terberat (MST)

Kendaraan Bermotor yang harus mampu ditampung

Lebar (mm) Panjang (mm) MST (Ton) Tinggi

(mm)

I

Arteri

2500 18000 > 10

42

00

dan

tid

ak l

ebih

tin

gg

i d

ari

1.7

x

Leb

ar k

end

araa

n

II 2500 18000 ≤ 10

IIIA Artei atau

Kolektor 2500 18000 ≤ 8

IIIB Kolektor 2500 12000 ≤ 9

IIIC Lokal &

Lingkungan 2100 9000 ≤ 10

Catatan: Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan (MST) kelas IIIC dapat ditetapkan lebih

rendah dari 8 ton

Panjang maksimum kendaraan penarik 12000, jika ditambah gandeng atau

tempelan maka panjang maksimum tidak boleh lebih dari 18000mm

Sumber: UU. No. 22 Tahun 2009 tentang Jalan

UU No. 34 Tahun 2006 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Page 38: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 7

II.2.2. Persyaratan Ruang Jalan

Persyaratan ruang jalan diperlukan dalam rangka untuk menentukan

batasan-batasan ukuran tiap-tiap bagian jalan agar sesuai dengan klasifikasi jalan

yang direncanakan. Seperti halnya klasifikasi jalan, persyaratan ruang ini juga

telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku terutama dalam PP No. 34

Tahun 2006. Ruang jalan yang dimaksud meliputi:

Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)

Ruang Milik Jalan (Rumija)

Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)

Kriteria dan dimensi dari masing-masing ruang jalan yang disarikan

dari PP No.34 Tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel II.2. Persyaratan yang lebih

spesifik lagi mengenai dimensi Bagian-Bagian Ruang Milik Jalan (Rumija) dan

Lebar Minimum Badan Jalan yang diatur dalam PP No 34 Tahun 2006 adalah

seperti yang tercantum pada Tabel II.2. dan Tabel II.3. berikut:

Tabel II.2. Kriteria dan Dimensi Ruang-Ruang Jalan

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Page 39: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 8

Tabel II.3. Ukuran Bagian-Bagian Ruang Milik Jalan

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Sedangkan berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar

Kota No. 038/TBM/1997, lebar jalur dan bahu jalan antar kota yang disyaratkan

dapat dilihat pada Tabel II.4. berikut.

Tabel II.4. Lebar Jalur dan Bahu Jalan Antar Kota

II.2.3. Lalu Lintas Harian Rata-rata

Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam

satu hari. Fari cara memperoleh data tersebut dikenal dua jenis lalu lintas harian

rata-rata yaitu lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian

rata-rata ((LHR). LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang

melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data-data selama 1

tahun penuh.

Jalan Bebas

HambatanJalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil

Fungsi Jalan Arteri & Kolektor Arteri & Kolektor LokalLokal &

Lingkungan

Lebar RUMIJA (m) 30 25 15 11

Lebar Jalur (m) 2(2x3.5) 2(2x3.5) 7 5.5

Lebar Median (m) 3 2 - -

Lebar Bahu Luar (m) 2 2 2 2

Lebar Saluran Tepi (m) 2 1.5 1.5 0.75

Ambang Pengaman (m) 2.5 1 0.5 -

Marginal Strip 0.5 0.25 - -

Keterangan:

*) = dua jalur terbagi,masing-masing nx3,50m, dimana n=jumlahlajurper jalur.

**) = mengacu kepadapersyaratan ideal.

- = tidak ditentukan

Page 40: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 9

LHRT =

.......................................(II.1)

LHRT dinyatakan dalam smp/hari/2 arah.

LHR adalah jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dibandingkan

atau dibagi dengan lamanya pengamatan.

LHR =

.......................................(II.2)

II.2.4. Volume Jam Rencana

Volume jam rencana (VJR) adalah jumlah kendaraan yang melintasi

satu titik pengamatan dalam satu-satuan waktu (hari, jam atau menit). Dalam

perencanaan digunakan perhitungan volume jam puncak yang dinyatakan dalam

volume per jam perencanaan. Perhitungan volume lalu lintas menggunakan rumus

dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.

= VJR = LHRT × K/F ...............................................................(II.3)

VJR = Volume Jam Rencana (smp/jam)

LHRT = Lalu lintas harian rata-rata tahunan (smp/hari)

K = Faktor volume lalu lintas jam sibuk (K = 10% - 15%)

F = faktor variasi tingkat lalu lintas jamsibuk per-15 menit dalam

satu jam, atau seperti pada tabel berikut:

Tabel II.5. Nilai faktor K dan faktor F berdasarkan VLHR

VLHR (smp/hari) K (%) F (%)

> 50.000 4 – 6 0,9 – 1

30.000 – 50.000 6 – 8 0,8 – 1

10.000 – 30.000 6 – 8 0,8 – 1

Page 41: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 10

5.000 – 10.000 8 – 10 0,6 – 0,8

1.000 – 5.000 10 – 12 0,6 – 0,8

< 1.000 12 – 16 < 0,6

II.2.6. Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)

Satuan untuk arus lalu-lintas dimana arus berbagai tipe kendaraan

diubah menjadi arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan

menggunakan emp di mana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu smp.

Dalam menghitung VLHR, karena pengaruh berbagai jenis kendaraan digunakan

faktor ekivalen mobil penumpang (emp) untuk mendapatkan nilai satuan mobil

penumpang (smp).

Ekivalen Mobil Penumpang (EMP) adalah Faktor yang menunjukkan

berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan sehubungan dengan

pengaruhnya terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu-lintas (untuk

mobil penumpang dan kendaraan ringan yang sasisnya mirip, EMP = 1,0). Besar

nilai emp masing-masing kategori kendaraan untuk jalan luar kota, yaitu :

Tabel II.6. Tabel EMP Kendaraan Untuk Jalan Luar Kota

Page 42: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 11

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Page 43: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 12

II.2.7. Kapasitas Jalan

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat

dipertahankan persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dalam kondisi

yang ada. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas didefinisikan untuk arus dua-

arah (kedua arah kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus

dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur.

Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan

sejauh memungkinkan. Oleh karena kurangnya lokasi yang arusnya mendekati

kapasitas segmen jalan sendiri (sebagaimana ternyata dari kapasitas simpang

sepanjang jalan), kapasitas juga telah diperkirakan secara teoritis dengan

menganggap suatu hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus dan

kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp).

Rumus untuk menghitung kapasitas jalan luar kota adalah :

C = CO x FCW x FCSP x FCSF ……………………………..…….(II.4)

dimana:

C :Kapasitas (smp/jam)

CO :Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW :Faktor penyesuaian lebar jalan

FCSP :Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak

terbagi)

FCSF :Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb

A. Tipe Jalan

1) Jalan dua-lajur dua-arah tak terbagi (2/2 UD)

Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan lebar jalur sampai

dengan 11 meter. Untuk jalan dua-arah yang lebih lebar daripada 11 meter, cara

beroperasi jalan sesungguhnya selama kondisi arus tinggi harus diperhatikan

sebagai dasar dalam pemilihan prosedur perhitungan untuk jalan dua-lajur atau

empat-lajur tak-terbagi.

Page 44: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 13

Keadaan dasar dari tipe jalan ini yang digunakan untuk menentukan

kecepatan arus bebas dan kapasitas dicatat sebagai berikut :

- Lebar jalur lalu-lintas efektif tujuh meter

- Lebar efektif bahu 1,5 m pada masing-masing sisi (bahu tak diperkeras,

tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)

- Tidak ada median

- Pemisahan arah lalu-lintas 50-50

- Tipe alinyemen : Datar

- Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan

- Kelas hambatan samping : Rendah (L)

- Kelas fungsional jalan : Jalan Arteri

- Kelas jarak pandang : A

2) Jalan empat-lajur dua-arah tak terbagi (4/2 UD)

Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur

untuk empat lajur dua lebar total jalur lalu-lintas tak terbagi antara 12 dan 15

meter. Jalan standar dari tipe ini didefinisikan sebagai berikut :

- Lebar jalur lalu-lintas empat belas meter

- Lebar efektif bahu 1,5 m pada masing-masing sisi (bahu tak diperkeras,

tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)

- Tidak ada median

- Pemisahan arah lalu-lintas 50 – 50 %

- Tipe elinyemen : Datar

- Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan

- Kelas hambatan samping : Rendah (L)

- Kelas fungsional jalan : Jalan arteri

- Kelas jarak pandang : A

3) Jalan empat-lajur dua-arah terbagi (4/2 D)

Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu lintas

yang dipisahkan oleh median. Setiap jalur lalu lintas mempunyai dua lajur

Page 45: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 14

bermarka dengan lebar antara 3,0 – 3,75 m. Jalan standar dari tipe ini

didefinisikan sebagai berikut :

- Lebar jalur lalu lintas 2 x 7,0 m (tak termasuk lebar median)

- Lebar efektif bahu 2,0 m diukur sebagai lebar bahu dalam + bahu luar

untuk setiap jalur lalu lintas ( bahu tak diperkeras, tidak sesuai untuk

lintasan lau lintas)

- Tipe alinyemen : Datar

- Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan

- Kelas hambatan samping : Rendah (L)

- Kelas fungsional jalan : Jalan arteri

- Kelas jarak pandang : A

4) Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2 D)

Jalan enam-lajur dua-arah dengan karakteristik umum sama sebagaimana

diuraikan 4/2 D diatas .

B. Kapasitas Dasar

Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan atau orang maksimum yang

dapat melintasi suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan

dan lalu lintas yang ideal. Digunakan sebagai dasar perhitungan untuk kapasitas

rencana. Berikut tabel kapasitas dasar untuk berbagai tipe jalan :

Tabel II.7. Tabel Kapasitas Dasar

Page 46: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 15

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Berikut adalah tabel-tabel yang diperlukan dalam perhitungan kapasitas dasar

jalan luar kota :

Tabel II.8. Faktor Penyesuai Lebar Jalan

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

\

Page 47: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 16

Tabel II.9. Faktor Penyesuai Pemisah Arah

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Tabel II.10. Faktor Penyesuai Bahu dan Hambatan Samping

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

II.2.8. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus lalu lintas terhadap

kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu

lintas pada suatu simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan akan

menunjukkan apakah segmen jalan itu akan mempunyai suatu masalah dalam

kapasitas atau tidak.

Page 48: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 17

Besarnya nilai derajat kejenuhan ditunjukkan pada rumus berikut.

DS = VJP / C ……………………………………………..….(II.5)

Dimana:

DS = Derajat Kejenuhan

VJP = Volume jam perencanaansmp/jam, dihitung sebagi berikut:

= x

C = Kapasitas jalan (smp/jam)

DS akan menetukan Tingkat pelayanan suatu jalan sesuai dengan tabel berikut :

Tabel II.11. Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat Pelayanan Rasio (V/C) Karakteristik

A < 0,60 Arus bebas, volume rendah dan

kecepatan tinggi, pengemudi dapat

memilih kecepatan yang dikehendaki

B 0,60 < V/C < 0,70 Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas

oleh lalu lintas, pengemudi masih dapat

bebas dalam memilih kecepatannya.

C 0,70 < V/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol

oleh lalu lintas

D 0,80 < V/C < 0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan

rendah dan berbeda-beda, volume

mendekati kapasitas

E 0,90 < V/C <1 Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan

berbeda-beda, volume mendekati

kapasitas

F >1 Arus yang terhambat, kecepatan

rendah, volume diatas kapasitas, sering

terjadi kemacetan pada waktu yang

cukup lama.

(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

Page 49: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 18

II.3. Geometrik

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan

jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat

memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum

pada arus lalu lintas dan sebagai akses ke rumah-rumah.

Dalam lingkup perencanaan geometrik tidak termasuk perencanaan

tebal perkerasan jalan, walaupun dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari

perencanaan geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan seutuhnya.

Demikian pula dengan drainase jalan. Jadi tujuan dari perencanaan

geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan

arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan.

Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik, jika dapat memberikan rasa aman

dan nyaman kepada pemakai jalan.

Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah setiap gerakan,

dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak

kendaraannya, dan karakteristik arus lalu Iintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi

bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta

ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang

diharapkan.

II.3.1. Parameter Perencanaan Geometrik Jalan

II.3.1.1. Kendaraan Rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius

putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan.

Pengelompokan jenis kendaraan rencana yang relevan dengan penggunaannya,

dibedakan menurut sumber dan implementasinya sebagai berikut:

1. Geometrik jalan antar kota

Pengelompokan kendaraan rencana untuk perencanaan geometrik jalan antar

kota adalah sebagai berikut:

Kendaraan Kecil : mobil penumpang

Kendaraan Sedang : truk 3 as tandem atau bus besar 2 as

Page 50: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 19

Kendaraan Besar : truk semi trailer

Dimensi masing-masing jenis kendaraan rencana, dijelaskan pada Tabel II.12.

Tabel II.12. Dimensi Kendaraan Rencana Untuk Jalan Antar Kota

Kat

egori

Ken

dar

aan

Ren

can

a

Dimensi Kendaraan

(cm)

Tonjolan

(cm)

Radius Putar

(cm)

Rad

ius

To

njo

lan

(cm

)

Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min.

Maks.

Kecil

130

210 580 90 150 420 730 780

Sedang

410

260 1210 210 240 740 1280 1410

Besar

410

260 2100 120 90 290 1400 1370

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997:6

2. Geometrik jalan perkotaan

Pengelompokan kendaraan rencana untuk perencanaan geometrik jalan

perkotaan adalah sebagai berikut:

Kendaraan kecil : mobil penumpang

Kendaraan sedang : unit tunggal truk/bus

Kendaraan besar : truk semi trailer

Sedangkan dimensi masing-masing jenis kendaraan rencana tersebut

dijelaskan pada Tabel II.13.

Page 51: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 20

Tabel II.13. Dimensi Kendaraan Rencana Untuk Jalan Perkotaan

Jenis kendaraan

Rencana

Dimensi kendaraan Dimensi tonjolan Radius

putar

minimu

m

Radius

tonjolan

minimu

m

Tinggi Lebar Panjan

g

Depan Belakang

Mobil

Penumpang 1,3 2,1 5,8 0,9 1,5 7,3 4,4

Truk As Tunggal 4,1 2,4 9,0 1,1 1,7 12,8 8,6

Bus Gandengan 3,4 2,5 18,0 2,5 2,9 12,1 6,5

Truk Semitrailer

Kombinasi

Sedang

4,1 2,4 13,9 0,9 0,8 12,2 5,9

Truk Semitrailer

Kombinasi Besar 4,1 2,5 16,8 0,9 0,6 13,7 5,2

Convensional

School Bus 3,2 2,4 10,9 0,8 3,7 11,9 7,3

City Transit Bus 3,2 2,5 12,0 2,0 2,3 12,8 7,5

Sumber: RSNI T- 14 – 2004: 23

3. Pengelompokan jenis kendaraan menurut karakteristik kendaraan

Berdasarkan jenis kendaraan yang dilayani jalan raya, Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 1993 mengelompokkan jenis kendaraan dengan sistem kelas

kendaraan seperti pada Tabel II.14.

Tabel II.14. Jenis Kendaraan Menurut Karakteristik Kendaraan

Kelas Jalan

Fungsi Jalan

Dimensi Kendaraan

MST (ton) Lebar (m) Panjang (m)

Kelas I

Arteri

≤ 2,50 ≤ 18,00 > 10,00

Kelas II ≤ 2,50 ≤ 18,00 ≤ 10,00

Kelas III A ≤ 2,50 ≤ 18,00 ≤ 8,00

Kelas III A Kolektor ≤ 2,50 ≤ 18,00 ≤ 8,00

Page 52: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 21

B ≤ 2,50 ≤ 12,00 ≤ 8,00

C Lokal ≤ 2,10 ≤ 9,00 ≤ 8,00

Sumber: PP Nomor 43 Tahun 1993:17

4. Pengelompokan jenis kendaraan menurut Indonesian Highway Capacity

Manual (IHCM) 1977

Berkaitan dengan tingkat pelayanan jalan (ruas jalan, simpang, dan bundaran),

IHCM 1977 mengelompokkan jenis kendaraan sebagai berikut:

Kendaraan ringan (Light Vehicle: LV)

Kendaraan berat (Heavy Vehicle: HV)

Sepeda motor (Motor Cycle: MC)

II.3.1.2. Kajian Lalu Lintas

1. Kecepatan Rencana (VR)

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan

perencanaan setiap bagian jalan raya seperti tikungan kemiringan jalan, jarak

pandang dan lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi

menerus dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu

sepenuhnya tergantung dari bentuk jalan.

Hampir semua rencana bagian jalan dipengaruhi oleh kecepatan rencana,

baik secara langsung seperti tikungan horizontal, kemiringan melintang di

tikungan jarak pandangan maupun secara tak langsung seperti lebar lajur, lebar

bahu, kebebasan melintang dan lain-lain. Oleh karena itu pemilihan kecepatan

rencana sangat mempengaruhi keadaan seluruh bagian-bagian jalan dan biaya

untuk pelaksanaan jalan tersebut.

Untuk perencanaan jalan antar kota, kecepatan rencana ditetapkan

berdasarkan klasifikasi (fungsi) jalan dan medan jalan dapat dilihat pada Tabel

II.15.

Page 53: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 22

Tabel II.15. Kecepatan Rencana (VR) Untuk Jalan Antar Kota

Fungsi jalan

Kecepatan rencana, VR, (km/jam)

Datar Bukit Gunung

Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70

Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50

Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997:11

2. Jarak Pandang

Panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas

diukur dari titik kedudukan pengemudi, disebut jarak pandangan. Jarak pandang

dibedakan atas jarak pandang henti (Jh) dan jarak pandang mendahului (Jd).

a. Jarak Pandang Henti

Jarak pandangan henti yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk

menghentikan kendaraannya atau Jarak Pandang adalah suatu jarak yang

diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian

sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan,

pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut

dengan aman.

Jarak pandang henti (Jh) terdiri dari 2 (dua) elemen jarak, yaitu:

1). Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak

pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti

sampai saat pengemudi menginjak rem; dan

2). Jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk

menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai

kendaraan berhenti.

Jarak pandang henti (Jh) diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi

adalah 105 cm dan tingggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.

Page 54: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 23

Jarak pandang henti (Jh) dapat dihitung dengan rumus

p

2

R

Rh

2g.f

3,6

V

T3,6

VJ

...............................................................................(II.6)

di mana:

VR = kecepatan rencana, km/jam

T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detik2.

fp = koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan

jalan aspal, ditetapkan 0,35 – 0,55.

Rumus diatas disederhanakan menjadi:

.....................................................................................................(II.7)

Nilai jarak pandang henti (Jh) minimum untuk jalan antar kota yang

dihitung berdasarkan rumus diatas dapat dilihat pada Tabel II.16.

Tabel II.16. Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum Untuk Jalan Antar Kota

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997: 21

b. Jarak Pandang Mendahului (Jd)

Yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat menyiap

kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan lajur

untuk arah yang berlawanan. Jarak pandang mendahului diukur berdasarkan

asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan

adalah 105 cm. Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:

Page 55: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 24

Jd = dl + d2 + d3 + d4....................................... .................................................(II.8)

dimana :

d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),

d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur

semula (m),

d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang

dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m),

d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan,

yang besarnya diambil sama dengan d2 (m).

Rumus estimasi d1, d2, d3, d4 adalah sebagai berikut:

2

a.TmVT0,278d 1

R11 .........................................................................(II.9)

di mana:

d2 = 0,278 VR x T2

d3 = antara 30 – 100 m

d4 = 2/3 x d2

T1 = waktu dalam = 2,12 + 0,026 VR, (detik)

T2 = waktu kendaraan berada di jalur lawan = 6,56 + 0,048 VR, (detik)

a = percepatan rata-rata = 2,052 + 0,0036 VR, (km/jam/detik)

m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang mendahului dan kendaraan

yang didahului (diambil 10 – 15 km/jam)

Page 56: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 25

Nilai jarak pandang mendahului (Jd) untuk jalan antar kota yang dihitung

berdasarkan rumus di atas dapat dilihat pada Tabel II.17. berikut:

Tabel II.17. Panjang Jarak Pandang Mendahului (Jd)

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997: 22

Gambar II.1. Jarak Pandang Mendahului

3. Daerah bebas samping tikungan

Daerah bebas samping di tikungan (E) adalah ruang untuk menjamin

kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh dapat terpenuhi. Daerah bebas

samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan pengemudi di

tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E (m), yang

diukur dari garis tengah lajur dalam sampai pada obyek penghalang pandangan

sehingga persyaratan Jh dipenuhi.

Ada dua bentuk daerah bebas samping di tikungan, yaitu:

1. jarak pandang henti (Jh) < panjang tikungan (Lt)

2. jarak pandang henti (Jh) > panjang tikungan (Lt)

Page 57: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 26

Daerah bebas samping di tikungan (E) untuk jalan antar kota dihitung

berdasarkan rumus sebagai berikut:

1. Jika Jh < Lt.

πR

J90cos1RE h

0

...................................(II.10)

Gambar II.2. Daerah Bebas Samping di Tikungan, Untuk Jh < Lt

2. Jika Jh > Lt.

πR

J90sinLJ

2

1

πR

J90cos1RE h

0

thh

0

.....(II.11)

Gambar II.3. Derah Bebas Samping di Tikungan, Untuk Jh > L

Page 58: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 27

4. Hambatan Samping

Banyak aktivitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik,

kadang-kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu-lintas. Hambatan samping

yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah:

- Pejalan kaki;

- Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti;

- Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda);

- Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan.

Menurut MKJI 1997 (lihat Tabel II.18.) setiap aktivitas di samping jalan

memberikan pengaruh berdasarkan bobot sebagai berikut; pejalan kaki (bobot

0,5), kendaraan umum/kendaraan lain berhenti (bobot1 1,0), kendaraan

masuk/keluar sisi jalan (bobot 0,7), dan kendaraan lambat (bobot 0,4).

Tabel II.18. Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan/Semi Perkotaan

Kelas Hambatan

Samping (SFC) Kode

Jumlah berbobot

kejadian per 200 m

per jam (dua sisi)

Kejadian Kondisi Khusus

Sangat rendah VL < 100 Daerah permukiman; Jalan

samping tersedia

Rendah L 100 – 299 Daerah permukiman;

beberapa angkutan umum,dsb

Sedang M 300 – 499 Daerah Industri Beberapa

toko di sisi jalan

Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial; aktivitas

di sisi jalan tinggi

Sangat Tinggi VH >900

Daerah komersial dengan

aktivitas pasar di samping

jalan

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997, Bab 5

Page 59: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 28

II.3.2. Alinyemen Jalan (Horizontal)

Perencanaan alinyemen horisontal merupakan proyeksi sumbu tegak

lurus bidang horizontal yang terdiri dari susunan garis lurus dan garis lengkung .

Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung

atau disebut juga tikungan. Perencanaan geometrik pada bagian lengkung

dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan yang

berjalan dengan kecepatan VR pada saat melewati tikungan (Departemen

Pekerjaan Umum, 1997a). Gaya sentrifugal ini dapat mendorong kendaraan

secara radial ke arah luar lengkung. Gaya ini arahnya tegak lurus terhadap arah

laju kendaraan yang mengakibatkan rasa tidak nyaman bagi pengemudi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tikungan pada

alinyemen horizontal adalah:

II.3.2.1. Superelevasi (e)

Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada lengkung

horizontal yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan guna

mengimbangi gaya sentrifugal. Superelevasi maksimum yang dapat dipergunakan

pada suatu jalan raya dibatasi oleh beberapa keadaan (Sukirman, 1994), seperti:

1. Keadaan cuaca, seperti turun hujan dan berkabut;

2. Jalan yang berada di daerah yang sering turun hujan atau berkabut,

superelevasi maksimumnya lebih rendah daripada jalan yang berada di

daerah yang selalu bercuaca baik;

3. Keadaan medan, seperti datar, berbukit-bukit atau pegunungan. Di daerah

datar, superlevasi maksimumnya lebih tinggi daripada di daeran berbukit-

bukit dan pegunungan.

Dalam hal ini, batasan superlevasi maksimum yang dipilih lebih

ditentukan pada tingkat kesukaran dalam pelaksanaan pembuatan jalan.

II.3.2.2. Jari-Jari Tikungan

Tikungan jalan terdiri dari lingkaran dan lengkung peralihan.

Penentuan ukuran bagian-bagian tikungan didasarkan pada keseimbangan gaya

yang bekerja pada kendaraan yang melintasi tikungan tersebut. Di dalam

perancangan geometrik jalan, ketajaman lengkung horizontal dapat dinyatakan

Page 60: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 29

dalam jari-jari lengkung (R) atau dalam derajat lengkung (D). Besarnya jari-jari

minimum (Rmin) lengkung pada alinyemen horizontal dapat dicari dengan rumus:

........................................................................(II.12)

Dimana:

Rmin = jari-jari tikungan minimum (m)

VR = kecepatan rencana (km/jam)

emaks = superelevasi maksimum (%)

fmaks = koefisien gesekan melintang maksimum

Untuk: VR < 80 km/jam, fmaks = - 0,00065 VR + 0,192.......................(II.13)

VR > 80 km/jam, fmaks = - 0,00125 VR + 0,240......................(II.14)

Tabel II.19. dapat dipakai untuk menetapkan Rmin untuk jalan antar kota.

Tabel II.19. Jari-Jari Tikungan Minimum, Rmin (m) Untuk

Jalan Antar Kota (emaks = 10%)

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997: 28

II.3.2.3. Panjang Bagian Lurus

Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan,

ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan

yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih 2,5 menit sesuai dengan

kecepatan rencana (VR). Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel II.20.

Page 61: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 30

Tabel II.20. Panjang Bagian Lurus Maksimum (Jalan Antar Kota)

Fungsi

Panjang bagian lurus maksimum

Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997: 31

II.3.2.4. Lengkung Peralihan

Menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor:

38/T/BM/1997, Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara

bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R; berfungsi

mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga)

sampai bagian lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang

bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-

angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan

tikungan.

Panjang lengkung peralihan (Ls) ditentukan dari tiga rumus di bawah

ini dan diambil nilai terbesar.

Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan:

3,6

.TVR ......................................................................................................(II.15)

Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal:

C

.e2,727.V

.CR

0,022.V R

c

2

R ......................................................................(II.16)

Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian:

R

e

nmaks V.3,6.

ee

.............................................................................................(II.17)

Page 62: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 31

Di mana:

T = waktu tempuh pada lengkung peralihan = 3 det,

VR = kecepatan rencana, km/jam,

Rc = jari-jari busur lingkaran, m

C = perubahan percepatan, diambil 1 – 3 m/det2.

e = superelevasi

emaks = superelevasi maksimum

en = superelevasi normal

гe = tingkat perubahan pencapaian superelevasi

= VR ≤ 70 km/jam, гe = 0,035 m/m/det. ................................(II.18)

= VR ≥ 80 km/jam, гe = 0,025 m/m/det. ................................(II.19)

Selain menggunakan rumus-rumus di atas, untuk tujuan praktis Ls

dapat ditetapkan dengan menggunakan Tabel II.21. pada halaman berikut:

Tabel II.21. Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan Panjang Pencapaian

Superelevasi (Le) Untuk Jalan 1 lajur-2 lajur-2 arah.

VR

(km/jam)

Superelevasi (%)

2 4 6 8 10

Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le

20 - - - - - - - - - -

30 - - - - - - - - - -

40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40

50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50

Page 63: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 32

60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60

70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70

80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120

90 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130

100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145

110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -

120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997:30

Tikungan yang memiliki R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan

pada Tabel II.22. tidak memerlukan lengkung peralihan.

Tabel II.22. Jari-Jari Tikungan Yang Tidak Memerlukan Lengkung

Peralihan

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 : 30

Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser dari

bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar p. Nilai p dihitung

dengan rumus:

24.Rc

Ls2

.........................................................................................(II.20)

Dimana:

Ls = panjang lengkung peralihan (m)

RC = jari-jari lengkung rencana (m).

Page 64: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 33

Apabila nilai p kurang dari 0,25 m, maka lengkung peralihan tidak

diperlukan sehingga tipe tikungan menjadi Full Circle.

Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan

yang ditunjukkan pada Tabel II.23.

Tabel II.23. Jari-Jari Yang Diijinkan Tanpa Superlevasi

VR (km/jam) 120 100 80 60

Rmin (m) 5000 2000 1250 700

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997: 31

II.3.2.5. Tikungan

Tikungan terdiri atas 3 bentuk, yaitu:

a. Tikungan Full Circle (FC)

Full Circle (FC) yaitu tikungan yang berbentuk busur lingkaran secara

penuh. Tikungan ini memiliki satu titik pusat lingkaran dengan jari-jari yang

seragam. Biasanya memiliki jari-jari tikungan yang besar dan sudut yang kecil.

Gambar II.4. Bentuk Tikungan Full Circle (FC)

Page 65: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 34

Gambar II.5. Bentuk Superelevasi Full Circle (FC)

Dalam perencanaan tikungan Full Circle, parameter yang digunakan yaitu:

Δ2

1Rc.tanTc ............................................................................................(II.21)

Δ4

1Tc.tanEc ............................................................................................(II.22)

0360

.RcΔ.2.Lc

................................................................................................(II.23)

Dimana:

PI Sta = nomor stasiun (Point of Intersection)

TC = tangent to circle.

CT = circle to tangent.

V = kecepatan rencana, km/jam (ditetapkan)

Rc = jari-jari lingkaran (ditetapkan)

Tc = panjang tangen jarak antara TC-PI atau PI-CT (dihitung)

Lc = panjang busur lingkaran (dihitung)

Ec = jarak PI ke busur lingkaran (dihitung)

∆ = sudut tangen/tikungan (diukur/dihitung dari gambar trase jalan)

Page 66: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 35

b. Tikungan Spiral Circle Spiral (SCS)

Digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari dan sudut tangen yang

sedang. Pada tikungan SCS, perubahan dari tangen ke lengkung circle

dihubungkan dengan lengkung spiral (Ls). Fungsi dari lengkung spiral adalah

menjaga agar perubahan gaya sentrifugal yang timbul pada saat kendaraan

memasuki atau meninggalkan tikungan dapat terjadi secara berangsur-angsur. Di

samping itu, hal ini juga dimaksudkan untuk membuat transisi dari kemiringan

melintang normal pada bagian jalan lurus menuju kemiringan melintang

maksimum pada bagian circle tidak terjadi secara mendadak sehingga keamanan

dan kenyamanan terjamin.

Gambar II.6. Bentuk Tikungan Spiral Circle Spiral (SCS)

Gambar II.7. Bentuk superelevasi Spiral Circle Spiral (SCS)

Page 67: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 36

Dalam perencanaan tikungan Spiral Circle Spiral, parameter yang

digunakan yaitu:

2

2

40Rc

Ls1LsXc ....................................................................................(II.24)

Rc6

LsYc

2

......................................................................................................(II.25)

Rc

Ls90θs

....................................................................................................(II.26)

θscos1Rc6Rc

Lsp

2

...............................................................................(II.27)

θssinRcRc40

LsLsk

2

3

...........................................................................(II.28)

kΔ2

1tanpRcTs ................................................................................(II.29)

RcΔ2

1secpRcEs ............................................................................(II.30)

Rcxx

180

θs2ΔLc

.................................................................................(II.31)

Ltot = Lc + 2 Ls ...............................................................................................(II.32)

dimana:

Xc = absis titik SC atau CS pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC

atau jarak dari titik ST ke CS

Yc = ordinat titik SC atau CS pada garis tegak lurus garis tangent , jarak

tegak lurus ke titik SC atau CS pada lengkung

Ls = panjang lengkung peralihan, jarak dari titik TS ke SC atau CS ke ST

Lc = panjang busur lingkaran, panjang dari titik SC ke CS.

Page 68: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 37

Ts = panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST

TS = titik dari tangen ke spiral.

SC = titik dari spiral ke lingkaran

Es = jarak dari PI ke busur lingkaran

θs = sudut lengkung spiral.

Rc = jari-jari lingkaran

p = pergeseran tangen terhadap spiral.

k = absis dari p pada garis tangen spiral.

Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan bentuk SCS,

tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari 2 lengkung

peralihan.

c. Tikungan Spiral Spiral (SS)

Tikungan jenis spiral spiral digunakan pada tikungan tajam dengan sudut

tangen yang besar. Pada prinsipnya lengkung spiral spiral sama dengan lengkung

spiral circle spiral, hanya saja pada tikungan spiral spiral tidak terdapat busur

lingkaran sehingga panjang lengkung total (Ltot) adalah 2 kali lengkung spiral

(Ls). Karena nilai Lc = 0 maka tidak ada jarak tertentu dalam tikungan yang sama

miringnya sehingga tikungan ini kurang begitu bagus pada superelevasi.

Gambar II.8. Bentuk tikungan Spiral Spiral (SS)

Page 69: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 38

Gambar II.9. Bentuk Superelevasi Spiral Spiral (SS)

Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

90

.Rcθs.Ls

.................................................................................................(II.33)

θscos1Rc6Rc

Lsp

2

...............................................................................(II.34)

θssinRcRc40

LsLsk

2

3

...........................................................................(II.35)

kΔ2

1tanpRcTs ................................................................................(II.36)

RcΔ2

1secpRcEs ............................................................................(II.37)

Lc = 0 dan θs = ½ Δ............................................................................. ..........(II.38)

Karena Lc = 0, maka Ltotal = 2 Ls....................................... ............................(II.39)

II.3.2.6. Pelebaran Perkerasan Pada Lengkung Horizontal

Pada saat kendaraan melintasi tikungan, roda belakang kendaraan

tidak dapat mengikuti jejak roda depan sehingga lintasannya berada lebih ke

dalam dibandingkan dengan lintasan roda depan. Lebar jalan yang dibutuhkan

Page 70: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 39

pada daerah tikungan lebih besar agar roda kendaraan tetap berada pada

perkerasan.

Untuk itu pada bagian ini perlu dibuat pelebaran. Pada umumnya truk

tunggal digunakan sebagai jenis kendaraan rencana untuk penentuan tambahan

lebar perkerasan yang dibutuhkan. Tetapi pada jalanjalan dimana banyak dilewati

kendaraan berat, jenis kendaraan semi trailer merupakan kendaraan yang cocok

dipilih untuk kendaraan rencana.

Pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada Gambar II.10

berikut.

Gambar II.10. Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan

Detail dari elemen-elemen dari pelebaran perkerasan tikungan di atas

adalah sebagai berikut:

1) Off Tracking

Untuk perencanaan geometrik jalan antar kota, Bina Marga

memperhitungkan lebar kendaraan rencana (B) dengan mengambil posisi kritis

kendaraan yaitu pada saat roda depan kendaraan pertama kali dibelokkan dan

tinjauan dilakukan pada lajur sebelah dalam.

2) Kesukaran Dalam Mengemudi di Tikungan

Semakin tinggi kecepatan kendaraan dan semakin tajam tikungan tersebut,

semakin besar tambahan pelebaran akibat kesukaran dalam mengemudi. Hal ini

disebabkan kecenderungan terlemparnya kendaran bergerak ke arah dalam

Page 71: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 40

gerakan menikung tersebut. Kebebasan samping di kiri dan kanan jalan tetap

harus dipertahankan demi keamanan dan tingkat pelayanan jalan. Kebebasan

samping (C) sebesar 0,5m, 1 m, dan 1,25 m cukup memadai untuk jalan dengan

lebar lajur 6 m, 7 m, dan 7,50 m.

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam perencanaan pelebaran

perkerasan pada tikungan adalah sebagai berikut,

(

)...........................................................................................(II.40)

(√ ) .............................................................(II.41)

√ .............................................................................(II.42)

...........................................................(II.43)

....................................................................................................(II.44)

Keterangan :

b = Lebar kendaraan rencana.

Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan.

V = Kecepatan (km/jam).

Rc = Radius lengkung rencana (m).

C = lebar kebebasan samping di kiri dan kanan kendaraan.

B = lebar total perkerasan pada bagian lurus.

Bt = lebar total perkerasan di tikungan

n = jumlah jalur.

ΔB = tambahan lebar perkerasan di tikungan = Bt – B.............................(II.45)

Page 72: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 41

II.3.3. Alinyemen Jalan (Vertikal)

Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian

lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal

dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) atau landai nol

(datar). Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung

cembung.

Lengkung vertikal terdiri dari dua kelandaian sehingga dapat berupa

tanjakan turunan ataupun turunan tanjakan. Berikut pada Gambar 2.11. dapat

dilihat kombiasi dari kelandaian sehingga membentuk lengkung vertikal baik

cembung dan cekung.

Gambar II.11. Lengkung Vertikal

1. Landai Maksimum

Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaran

bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum

didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak

dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa

harus menggunakan gigi rendah (Departemen Pekerjaan Umum, 1997a). Berikut

ini disajikan kelandaian maksimum yang diijinkan untuk berbagai Kecepatan

Rencana (Vr) dalam Tabel II.24.

Page 73: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 42

Tabel II.24. Kelandaian Maksimum Yang Diijinkan

Vr, km/jam 120 110 100 80 60 50 40 < 40

Landai maksimum,% 3 3 3 4 6 7 8 9

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997: 36

2. Kelandaian Minimum

Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat

kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping, karena

kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air kesamping.

3. Panjang kritis suatu kelandaian

Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum

agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh Vr. Panjang kritis

landai dapat dilihat pada Tabel II.25.

Tabel II.25. Panjang Kritis Landai (m)

Kecepatan pada awal tanjakan,

km/jam

Landai, %

3 5 6 7 8 9 10

80 630 460 360 270 230 230

200

60 320 210 160 120 110 90 80

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997: 36

4. Lengkung Vertikal

1. Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami

perubahan kelandaian dengan tujuan

mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan

menyediakan jarak pandang henti.

2. Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola

sederhana,

a. jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal

cembung, panjangnya ditetapkan dengan rumus:

.........................................................................................(II.46)

Page 74: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 43

b. jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal

cekung, panjangnya ditetapkan dengan rumus:

...................................................................................(II.47)

3. Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:

..........................................................................................(II.48)

.............................................................................................(II.49)

di mana :

L = Panjang lengkung vertikal (m),

A = Perbedaan grade (m),

Jh = Jarak pandangan henti (m),

Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm

dan tinggi mata 120 cm.

4. Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan

penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel II.26.

Tabel II.26. Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan

Kecepatan Rencana (Km/jam) Faktor penampilan kenyamanan (Y)

< 40 1.5

40 – 60 3

> 60 8

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 : 37

5. Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel II.27.

yang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang.

Tabel II.27. Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Kecepatan Rencana

(Km/jam)

Perbedaan kelandaian memanjang

(%)

Panjang Lengkung

(m)

< 40 1 20 – 30

Page 75: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 44

40 – 60 0.6 40 – 80

> 60 0.4 80 – 150

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 : 38

II.3.3.1. Lengkung vertikal

Lengkung vertikal cembung adalah lengkung dimana titik

perpotongan antara kedua tangent berada di atas permukaan jalan.

Gambar II.12. Lengkung Vertikal Cembung

Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan

antara kedua tangent berada di bawah permukaan jalan.

Gambar II.13. Lengkung vertikal cekung

c

VPT

Lv

Lv/2 Lv/2

Garis pandang

h1 h2

g1 g2 VPC

VPI

Jarak pandang henti (S)

h2 h1

g1 g2

VPT VPC

VPI

Panjang lengkung vertikal cembung (Lv)

Jarak pandang henti (S)

Page 76: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 45

Maka persamaan umum untuk lengkung vertikal adalah:

2

x

L

ggy

221

atau

2L

Axy

2

......................................(II.50)

Jika A dinyatakan dalam persen, maka:

......................................................................................(II.51)

Untuk x = ½ L maka y = Ev, dengan demikian

.......................................................................................................(II.52)

Keterangan :

PLV = Titik awal lengkung parabola

PV1 = Titik perpotongan kelandaian 1 g dan 2 g

g = Kemiringan tangen : (+) naik, (-) turun

A = Perbedaan aljabar landai ( 1 g - 2 g ) %

EV = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 – m) meter

Lv = Panjang lengkung vertikal

V = Kecepatan rencana ( km/jam)

Tanda + (Positif) menunjukkan lengkung vertikal cembung dan tanda –

(Negatif) menunjukkan lengkung vertikal cekung.

Untuk mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan untuk

menjamin jarak pandangan henti, maka lengkung vertikal harus disediakan pada

setiap lokasi di mana kelandaian berubah.

Page 77: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 46

II.4. Metode Analisa Komponen (SKBI 1987)

Parameter perencanaan tebal perkerasan untuk jalan baru maupun

jalan lama adalah:

II.4.1. Umur Rencana

Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan

tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan

yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan). Selama

umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan,

seperti pelapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana

untuk perkerasan lentur jalan umumnya diambil 20 tahun dan untuk peningkatan

jalan 10 tahun. Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis

karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar untuk mendapatkan

ketelitian yang memadai (tambahan tebal lapisan perkerasan menyebabkan biaya

awal yang cukup tinggi).

II.4.2 Jumlah Jalur Rencana

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas

jalan yang menampung lalu lintas terbesar. Jumlah jalur rencana dapat ditentukan

dengan lebar perkerasan jalan tersebut, hal ini dapat dilihat pada Tabel II.28.

berikut:

Tabel II.28. Jumlah Lajur Rencana Berdasarkan Lebar Perkerasan

NO. Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

L < 5,5m

5,5m ≤ L < 8,25m

8,25m ≤ L < 11,25m

11,25m ≤ L < 15,00m

15,00m ≤ L < 18,75m

18,75m ≤ L < 22,00m

1 Lajur

2 Lajur

3 Lajur

4 Lajur

5 Lajur

6 Lajur

Sumber: SNI-1732-1987

Page 78: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 47

II.4.3. Koefisien Distribusi Kendaraan

Koefisien distribusi kendaraan perlu ditentukan dengan cara

mengklasifikasi jenis kendaraan, diklasifikasikan atas kendaraan ringan dan

kendaraan berat yang akan melintas pada jalur rencana jalan. Untuk koefisien

distribusi kendaraan tersebut dapat dilihat pada Tabel II.29.

Tabel II.29. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jumlah

Jalur

Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 jalur

2 jalur

3 jalur

4 jalur

5 jalur

6 jalur

1,00

0,60

0,40

-

-

-

1,00

0,50

0,40

0,30

0,25

0,20

1,00

0,70

0,50

-

-

-

1,00

0,50

0,475

0,45

0,425

0,40

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode

Analisa Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987).

Catatan:

*) Berat total < 5 ton, misalnya; Mobil penumpang, pick up, mobil

hantaran.

**) Berat total ≥ 5 ton, misalnya; Bus, traktor, semi trailer, trailer.

II.4.4. Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)

Angka ekivalen masing-masing golongan benan sumbu untuk setiap

kendaraan ditentukan dengan rumus:

- Angka ekivalen sumbu tunggal = *

+

...….…(II.53)

- Angka ekivalen sumbu ganda = 0,086 × *

+

.(II.54)

Angka ekivalen (E) dilanjutkan dalam bentuk tabel seperti pada Tabel

II.30. di bawah ini.

Page 79: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 48

Tabel II.30. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda

1000 2205 0,0002 0,0000

2000 4409 0,0036 0,0003

3000 6614 0,0183 0,0016

4000 8818 0,0577 0,0050

5000 11023 0,1410 0,0121

6000 13228 0,2923 0,0251

7000 15432 0,5415 0,0466

8000 17637 0,9238 0,0795

8160 18000 1,0000 0,0860

9000 19841 1,4798 0,1237

10000 22046 2,2555 0,1940

11000 24251 3,3022 0,2840

12000 26455 4,6770 0,4022

13000 28660 6,4419 0,5540

14000 30864 8,6647 0,7452

15000 33069 11,4184 0,9820

16000 35276 14,7815 1,2712

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode

Analisa Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987).

II.4.5. Lalu Lintas Harian Rata-Rata dan Rumus-Rumus Lintas

Ekivalen

Data lalu lintas merupakan landasan utama dalam merencanakan jalan

raya. Perencanaan ini meliputi geometrik dan tebal perkerasan jalan raya. Data

mengenai jumlah lalu lintas didapat dari perhitungan kendaraan yang lewat

perhari per 2 arah.

a. Lalu Lintas Harian Rata-Rata

Lalu lintas harian rata-rata dari setiap jenis kendaraan yang

ditentukan pada awal umur rencana, untuk setiap kendaraan dihitung untuk

kedua jurusan pada jalan tanpa median atau pada masing-masing arah pada

jalan dengan median.

Menurut Bina Marga LHR dapat dihitung dengan rumus:

LHR = …………………………….....…(II.55)

Page 80: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 49

Dimana:

LHR = LHR untuk masing-masing kendaraan

UR = Umur Rencana

= Pertumbuhan Lalu Lintas Rata-Rata

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

LEP adalah jumlah lintas ekivalen rata-rata dari sumbu tunggal seberat

8,16 ton pada jalur rencana, yang diduga terjadi pada awal umur rencana.

LEP dihitung dengan rumus:

LEP = ∑ …………………………...........(II.56)

Dimana:

LEP = Lintas Ekivalen Permulaan

C = Koefisien Distribusi Kendaraan

E = Angka Ekivalen

j = Jenis Kendaraan

Catatan: LHR yang digunakan adalah LHR awal kendaraan

c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

LEA adalah jumlah lintas ekivalen rata-rata dari sumbu tunggal seberat

8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana.

LEA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LEA = ∑ ……………….…(II.57)

Dimana:

LEA = Lintas Ekivalen Akhir

C = Koefisien Distribusi Kendaraan

E = Angka Ekivalen

UR = Umur Rencana

j = Jenis Kendaraan

= Pertumbuhan Lalu Lintas Rata-Rata

Catatan: LHR yang digunakan adalah LHR awal kendaraan

Page 81: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 50

d. Lintas Ekivalen Tengah (LET)

LET adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal

seberat 8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada pertengahan

umur rencana.

LET dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

LET =

……………………………………...…...(II.58)

Dimana:

LET = Lintas Ekivalen Tengah

LEP = Lintas Ekivalen Permulaan

LEA = Lintas Ekivalen Akhir

e. Lintas Ekivalen Rencana (LER)

LER adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal

seberat 8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi selama umur rencana.

LER dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

LER = LET FP …………………………………….........(II.59)

Dimana:

FP = Faktor Penyesuaian

FP =

………………………………………………...…..(II.60)

II.4.6. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan California Bearing Ratio

(CBR)

Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan

atau CBR laboratorium. Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh

tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan

diperiksa harga CBR-nya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan (musim

hujan/direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis

tambahan (overlay), CBR lapangan juga biasa dilakukan dengan cara Dinamic

Cone Penetrometer Test (DCP). Jika dilakukan menurut Pengujian Kepadatan

Ringan (SKBI 3.3. 30.1987/UDC 624.131.43 (02) atau Pengujian Kepadatan

Berat (SKBI 3.3. 30.1987/UDC 624.131.53 (02) sesuai dengan kebutuhan. CBR

Page 82: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 51

laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru.

Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya

kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai

data-data yang dapat dipertanggungjawabkan. Cara-cara lain tersebut dapat berupa

: Group Index, Plate Bearing Test atau R-value. Harga yang mewakili dari

sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai berikut:

a. Tentukan harga CBR terendah.

b. Tentukan berapa banyak harga dari masing-masing nilai CBR yang

sama dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR.

c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya

merupakan persentase dari 100%.

d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.

e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase

90%.

Daya Dukung Tanah Daar (DDT). Yaitu skala yang dipaki dalam

nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar.

Daya dukung tanah dasar diperoleh dengan menggunakan diagram hubungan

korelasi antar CBR dan DDT.

Gambar II.14. Korelasi DDT dan CBR

Page 83: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 52

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode

Analisa Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987).

Catatan: Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh

nilai DDT.

Jika syarat maksimum CBR yaitu 6% tidak terpenuhi maka

perhitungan digunakan dengan memakai CBR maksimum 6% dengan syarat

ditambahnya lapisan timbunan pilihan diatas tanah dasar. Tebal lapisan timbunan

pilihan dapat dilihat pada Tabel II.31. berikut ini.

Tabel II.31. Solusi Tebal Timbunan Pilihan Untuk CBR Minimum

CBR Tanah Dasar

(%)

Tebal Timbunan

Pilihan (mm)

5 100

4 150

3 200

2,5 250

Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan 2013

II.4.7. Faktor Regional (FR)

Faktor ini adalah fungsi dari kondisi iklim (yang dinyatakan dengan

jumlah curah hujan pertahun), kelandaian dan persentase kendaraan berat.

Kendaraan berat yang diperhitungkan dalam menetukan FR adalah kendaraan

dengan total berat lebih besar atau sama dengan 13 ton. Nilai FR diambil secara

kualitatif dengan menggunakan Tabel II.32. sebagai berikut:

Tabel II.32. Nilai Faktor Regional (FR)

Curah Hujan

Kelandaian I

( < 6 %)

Kelandaian II

(6 – 10 %)

Kelandaian III

( > 10%)

% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat

≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 %

Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5

Page 84: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 53

Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

II.4.8. Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan

serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-

lintas yang lewat. Kondisi tingkat pelayanan dalammetode Bina Marga dinyatakan

dalam indeks Permukaan, yang dinyatakan dengan nilai Present Serviceability

Indeks (PSI) dari metode AASHTO dalam skala nilai 0-5.

Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut

di bawah ini:

IP =1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat

sehingga sangat mengganggu lalu Iintas kendaraan.

IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan

tidak terputus).

IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5: adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan

baik.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana,

perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas

ekivalen rencana (LER), seperti pada Tabel II.33. di bawah ini:

Tabel II.33. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IP)

LER Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10

10 – 100

100 – 1000

>1000

1,0 – 1,5

1,5

1,5 – 2,0

-

1,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

2,5

-

-

-

2,5

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode

Analisa Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987).

Page 85: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 54

Catatan: Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah atau jalan

darurat maka IP dapat diambil 1,0.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo),

perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta

kekokohan) pada awal umur rencana. Untuk menentukan hal tersebut dapat dilihat

pada Tabel II.34. berikut:

Tabel II.34. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Lapisan Perkerasan IPo Roughness *)

(mm/km)

LASTON >4 ≤ 1000

3,9 – 3,5 > 1000

LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

BURDA 3,9 – 3,5 < 2000

BURTU 3,4 – 3,0 < 2000

LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000

2,9 – 2,5 > 3000

LATSABUM 2,9 – 2,5

BURAS 2,9 – 2,5

LATASIR 2,9 – 2,5

JALAN TANAH ≤ 2,4

JALAN KERIKIL ≤ 2,4

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa

Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987)

*) Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang

dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 station wagon, dengan kecepatan

kendaraan ± 32 km per jam.

Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat

roughometer melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang

kendaraan, yang selanjutnya dipindahkan kepada counter melalui "flexible drive”.

Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara

Page 86: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 55

sumbu belakang dan body kendaraan. Alat pengukur roughness type lain dapat

digunakan dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap roughometer

NAASRA.

II.4.9. Indeks Tebal Perkerasan

Perhitungan perkerasan secara lentur dapat ditentukan dengan suatu

Indeks Tebal Perkerasan (ITP). Jenis perkerasan ini berkaitan dengan yang telah

diuraikan pada bentuk susunan konstruksi perkerasan, sehingga kita mendapatkan

koefisien kekuatan relative masing-masing bahan dan kegunaanya. ITP

dapatdiperoleh dari nomogram dengan menggunakan LER selama umur rencana

dan DDT (Daya Dukung Tanah), seperti pada Gambar II.15. berikut ini:

Gambar II.15. Contoh Nomogram untuk Menentukan ITP

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa

Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987).

II.4.10. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Besarnya nilai koefisien kekuatan relatif (a) untuk masing-masing

bahan dan kegunaanya sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi bawah,

ditentukan secara korelasi sesuai dengan nilai Marshall Test (untuk bahan dengan

aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilkan dengan semen atau kapur) dan

Page 87: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 56

CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel

II.35. berikut:

Tabel II.35. Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan

Jenis Bahan a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm) CBR (%)

0,40

0,35

0,35

0,30

0,35

0,31

0,28

0,26

0,30

0,26

0,25

0,20

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,28

0,26

0,24

0,23

0,19

0,15

0,13

0,15

0,13

0,14

0,13

0,12

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,13

0,12

0,11

0,10

744

590

454

340

744

590

454

340

340

340

-

-

590

454

340

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

22

18

22

18

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

100

80

60

70

50

30

20

LASTON

Lasbutag

HRA

Aspal Macadam

Lapen (mekanis)

Lapen (manual)

Laston Atas

Lapen (mekanis)

Lapen (manual)

Stabilitas tanah dengan semen

Stabilitas tanah dengan kapur

Batu Pecah (kelas A)

Batu Pecah (kelas B)

Batu Pecah (kelas C)

Sirtu/Pitrun (kelas A)

Sirtu/Pitrun (kelas B)

Sirtu/Pitrun (kelas C)

Tanah/Lempung Kepasiran

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa

Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987).

Catatan: Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke-7. Kuat tekan stabilitas

tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke-21.

Page 88: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 57

II.4.11. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

– Lapis Permukaan

Persyaratan tebal minimum lapis permukaan untuk setiap nilai indeks tebal

perkerasan (ITP) untuk setiap material yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

II.36. berikut:

Tabel II.36. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Permukaan

ITP Tebal Minimum

(cm)

Bahan

< 3,00 5 Lapis Pelindung: (Buras/Burtu/Burda)

3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,

Lasbutag, Laston

6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA,

Lasbutag, Laston

7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, LASTON

≥ 10 10 LASTON

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa

Komponen, (SKBI – 2.3.26. 1987).

– Lapis Pondasi Atas

Dalam perencanaan tebal lapis pondasi atas, Bina Marga telah menentukan

batas minimum untuk setiap nilai indeks tebal perkerasan yang menggunakan

lapis pondasi atas. Adapun tebal minimum lapis pondasi atas tersebut dapat dilihat

pada Tabel II.37. berikut:

Tabel II.37. Batas Minimum Tebal Pondasi Atas

ITP Tebal

Minimum (cm)

Bahan

< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi

tanah dengan kapur

3,00 – 7,49

20 *)

10

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi

tanah dengan kapur

Laston atas

7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi

Page 89: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 58

15

tanah dengan kapur, pondasi macadam

Laston atas

10 – 12,14

≥ 12,25

20

25

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi

tanah dengan kapur, LAPEN, laston atas

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi

tanah dengan kapur, LAPEN, laston atas

– Lapis Pondasi Bawah

Batas minimum lapis pondasi bawah pada tebal lapisan perkerasan adalah

untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, maka tebal minimum adalah

10 cm.

Dari parameter-parameter tersebut kemudian diperoleh nilai ITP dan

nilai koefisien kekuatan relatif untuk masing-masing bahan perkerasan. Tebal

masing-masing bahan perkerasan untuk masing-masing lapis permukaan, lapis

pondasi atas, dan lapis pondasi bawah dapat dihitung menggunakan rumus:

ITP = ……………...……..(II.61)

Dimana:

, , = koefisien kekuatan relative bahan perkerasan

, , = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm), lapisan

pondasi atas dan lapisan pondasi bawah.

II.5. Drainase

Drainase adalah pembuangan massa air secara alami atau buatan dari

permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Pembuangan ini dapat

dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.

Drainase merupakan bagian penting dalam penataan sistem penyediaan air di

bidang pertanian maupun tata ruang.

II.5.1. Sistem Drainase

Ditinjau dari fungsi dan tujuannya, sistem drainase dibagi menjadi 2

(dua), yaitu:

1. Drainase permukaan (surfase drainage);

2. Drainase bawah permukaan (sub surfase drainage);

Page 90: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 59

Sesuai dengan kondisi topografi dan tanah pada lokasi pekerjaan, dimana

pengendalian air permukaan tanah (air tanah) belum menjadi problem pada

perkerasan jalan, maka dalam pelaporan ini yang dianalisis hanya drainase

permukaan.

II.5.2. Drainase Permukaan (Sub Surface Drainage)

Drainase permukaan (surface drainage) adalah sistem drainase yang

terletak dipermukaan tanah baik yang terbentuk secara alamiah maupun buatan

untuk mengalirkan air hujan dan limpasan permukaan. Pada drainase jalan raya,

drainase permukaan meliputi :

1. Kemiringan melintang perkerasan jalan dan bahu;

2. Saluran samping (side ditch);

3. Gorong-gorong (culvert);

4. Saluran penangkap (catch ditch).

II.5.3. Faktor Yang Mempengaruhi Drainase Permukaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem drainase permukaan adalah :

1. Aspek hidrologi;

2. Aspek hidrolika.

II.5.3.1. Aspek Hidrologi

A. Unsur morfologi, antara lain :

a. Intensitas curah hujan;

b. Distribusi hujan dalam daerah pengaliran;

c. Arah pergerakan hujan.

B. Unsur daerah pengaliran, meliputi :

a. Tata guna lahan;

b. Luas daearah pengaliran;

c. Kondisi topografi daerah pengaliran;

d. Jenis tanah/ material;

e. Kondisi permukaan

Page 91: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 60

II.5.3.2. Aspek Hidrolika

Aspek hidrolika adalah merupakan dasar untuk menetapkan dimensi

saluran terbuka/ tertutup yang digunakan sebagai sarana untuk mengalirkan air ke

badan air penerima. Prinsip-prinsip aliran disaluran terbuka adalah :

a. Kemiringan dasar saluran/drainase;

b. Gaya grafitasi sebagai sumber energi;

c. Gaya geseran dinding saluran.

II.5.4. Perencanaan Dimensi Drainase

Dalam merencanakan dimensi saluran samping perlu diketahui

besarnya debit aliran yang mengalir dalam saluran samping tersebut. Penentuan

besar aliran maksimum untuk mendapatkan debit rencana dari suatu fasilitas

drainase tergantung pada beberapa parameter berikut:

a. Selang waktu dan intensitas hujan;

b. Frekuensi dari hujan lebat;

c. Bentuk ukuran, kemiringan, dan permeabilitas tanah dari daerah pengalihan;

d. Perubahan karakteristik aliran sehubungan dengan perubahan daerah

pengaliran akibat penggunaan tanah.

Dengan adanya faktor ketergantungan terhadap parameter- parameter

di atas maka hubungan antara curah hujan dan aliran maksimum menimbulkan

problema yang rumit terutama untuk mendapatkan besaran langsung dari aliran

maksimum.

Sesuai dengan kondisi eksisting drainase di area perencanaan perlu

adanya survey dan analisa hidrolika, keperluan survey hidrolika ini adalah untuk

menetapkan urutan prioritas perencanaan drainase baru atau peningkatan/

rehabilitasi. Kegiatan survey hidrolika meliputi beberapa hal seperti :

a. Menginventarisir drainase, yaitu kondisi saluran dan bangunan drainase

eksisting yang ada;

b. Catchment area yang ada;

c. Tata guna lahan;

Page 92: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 61

d. Mengumpulkan data-data yang dapat digunakan langsung untuk

perencanaan dan mencatat keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi

rencana letak saluran dan bangunan;

e. Pendataan terhadap pola aliran pada daerah rencana trase jalan.

Analisa hidrolika dimaksudkan untuk menetapkan besarnya debit ( Q )

yang harus disalurkan. Analisa Hidrolika diperlukan untuk menetapkan dimensi

saluran dan bangunan drainase yang diperlukan untuk mengalirkan debit tersebut.

Dalam perencanaan Saluran, data tata guna lahan dibutuhkan sebagai

parameter untuk menentukan :

a. Batas lebar pengukuran;

b. Catchment area;

c. Koefisien limpasan.

Sesuai pengamatan selama proses survey lapangan sepanjang daerah

perencanaan tata guna lahan adalah :

a. Sisi kiri/ kanan trase jalan lahan pertanian buah-buahan;

b. Jalan keluar kota.

II.5.5. Analisa Curah Hujan Maksimum

Dalam analisa curah hujan maksimum, metode yang kami gunakan

dalam perhitungannya adalah Metode Gumbel dengan rumus sebagai berikut :

............................................................(II.62)

Dimana :

XT= Curah hujan rencana menurut tahun ulang (mm/24jam)

= Nilai rata-rata dari jumlah hujan maksimum

..................................................................................(II.63)

YT = Reduced variate

Yn = Reduced mean

Sn = Reduced standard deviation

SD = Standard Deviation

√∑ ̅

...................................................................... (II.64)

Page 93: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 62

Tabel II.38. Periode Ulang Sebagai Fungsi dari reduced varied (YT)

Periode Ulang (Tahun) Reduce Varied (YT)

2 0,3665

5 1,4999

10 2,2502

20 2,9606

25 3,1985

50 3,9019

100 4,6001

Sumber: “Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52”

Tabel II.39. Hubungan Jumlah Tahun Pengamatan Curah Hujan (n),

Reduced mean (Yn) dan reduced standard deviation (Sn)

N Yn Sn N Yn Sn

8 0,48430 0,90430 50 0,54854 1,16066

9 0,49020 0,92880 51 0,54 1,16230

10 0,49520 0,94970 52 0, 54 1,16380

11 0,49960 0,96760 53 0, 54 1,16530

12 0,50350 0,98330 54 0,55 1,16670

13 0,50700 0,99720 55 0, 55 1,16810

14 0,51000 0,00950 56 0, 55 1,16960

15 0,51280 0,02057 57 0, 55 1,17080

16 0,51570 1,03160 58 0, 55 1,17210

N Yn Sn N Yn Sn

17 0,51810 1,04140 59 0, 55 1,17340

18 0,52020 1,04930 60 0, 55 1,17467

19 0,52200 1,05660 62 0, 55 1,17700

20 0,52355 1,06283 64 0, 55 1,17930

21 0,52520 1,06960 66 0, 55 1,18140

22 0,52680 1,07540 68 0, 55 1,18340

Page 94: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 63

23 0,52830 1,08110 70 0, 55 1,18536

24 0,52960 1,08640 72 0, 55 1,18730

25 0,53084 1,09148 74 0, 55 1,18900

26 0,53200 1,09610 76 0, 55 1,19060

27 0,53320 1,10040 78 0, 55 1,19230

28 0,53430 1,10470 80 0, 55 1,19382

29 0,53630 1,1860 82 0, 55 1,19530

30 0,53682 1,11238 84 0, 55 1,19630

Sumber: “Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52”

II.5.6. Periode Ulang

Sesuai buku 2 “Hidrolika Untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan, No.

01-2/BM/2005: untuk saluran samping digunakan periode ulang 5 tahun.

II.5.7. Lamanya Curah Hujan

Lamanya curah hujan, dapat ditentukan berdasarkan hasil

penyelidikan Van Breen. Curah hujan harian terkonsentrasi selama 4 jam, dengan

jumlah hujan sebesar 90 % dari jumlah hujan selama 24 jam. Dengan rumus

sebagai berikut :

I4T

............................................................................. (II.65)

Dimana :

= Jumlah hujan yang terkonsentrasi selama 4 jam

XT = Nilai dari hasil analisa curah hujan maksimum

II.5.8. Intensitas Curah Hujan (I)

Intensitas curah hujan (rainfall intensity) dapat diperhitungkan dengan

cara memplotkan nilai-nilai Tc terhadap kurva basis seperti gambar dibawah ini.

Page 95: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 64

Gambar II.16. KURVA BASIS

II.5.9. Perkiraan Debit Banjir Rencana

Penentuan besarnya debit rencana aliran akibat air hujan pada saluran,

baik pada saluran samping dan gorong-gorong diperkirakan berdasarkan rumus

Metode Rasional berikut :

......................................................................... (II.66)

Dimana :

Qr = Debit puncak banjir atau debit aliran dalam saluran (m3/det)

C = Koefisien limpasan/pengaliran

I = Intensitas Hujan (mm/jam)

A = Luas daerah tampungan air (Km2)

Tabel II.40. Koefisien Limpasan/Pengaliran (C) untuk Metode

Rasional

No Kondisi Permukaan Tanah Kondisi Pengaliran (C)

BAHAN

1 Jalan Beton dan Jalan Aspal 0,70 – 0,95

2 Jalan kerikil dan Jalan Tanah 0,40 – 0,70

3 Bahu Jalan :

- Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65

Page 96: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 65

- Tanah berbutir kasar 0,05 – 0,10

- Batuan masif keras 0,70 – 0,85

- Batuan masif lunak 0,60 – 0,75

TATA GUNA LAHAN

1 Daerah perkotaan 0,70 – 0,95

2 Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70

3 Daerah industri 0,60 – 0,90

4 Pemukiman padat 0,40 – 0,60

5 Pemukiman tidak padat 0,40 – 0,60

6 Taman dan kebun 0,20 – 0,40

7 Persawahan 0,45 – 0,60

8 Perbukitan 0,70 – 0,80

9 Pegunungan 0,75 – 0,90

Sumber: “Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52”

II.5.10. Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran/ limpasan adalah angka reduksi dari intensitas

hujan yang besarnya disesuaikan dengan kondisi atau jenis permukaan atau jenis

tanah. Untuk menentukan C dengan berbagai kondisi permukaan, dapat dihitung

dengan persamaan berikut :

................................................................... (II.67)

Dimana :

C1, C2, C3 = Koefisien pengaliran sesuai dengan jenis permukaan

A1, A2,A3 = Luas daerah pengaliran

II.5.11. Waktu Konsentrasi ( Tc )

Waktu Konsentrasi dalah waktu terpanjang yang dibutuhkan untuk

seluruh daerah layanan dalam menyalurkan air hujan secara simultan (runoff) ke

saluran drainase setelah melewati titik-titik tertentu. Untuk saluran terbuka

lamanya waktu konsentrasi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

................................................................................ (II.68)

Page 97: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 66

√ .............................................................. (II.69)

.................................................................................. (II.70)

Dimana :

Tc = Waktu Konsentrasi;

T1= Waktu Inlet (menit);

T2= Waktu Aliran (menit);

Lo= Jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (meter);

L = Panjang Aliran (meter);

S = Kemiringan daerah pengaliran;

V = Kecepatan air rata-rata (m/det);

nd= Koefisien hambatan.

Tabel II.41. Koefisien Hambatan Lapis Permukaan ( nd )

No. Kondisi Lapis Permukaan nd

1 Lapis semen dan aspal beton 0,013

2 Permukaan licin dan kedap air 0,020

3 Permukaan licin dan kokoh 0,100

4 Tanah dengan rumput tipis dan gundul 0,200

Dengan permukaan sedikit kasar

5 Padang rumput dan rumput-rumputan 0,400

6 Hutan gundul 0,600

7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan 0,800

Hamparan rumput jarang sampai rapat

Sumber: “Shirley I. Hendarsih. Perencanaan Teknik Jalan Raya. Hal 277”

II.5.12. Catchment Area

Catchment area atau daerah tampungan air hujan adalah suatu daerah

dimana tempat curah hujan terkonsentrasi (mengumpul) untuk kemudian mengalir

kedalam suatu sistem jalan air berupa sungai/alur. Luas daerah tampungan air

Page 98: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 67

hujan yang diperhitungkan untuk perencanaan bangunan hidrolika atau saluran

dibatasi oleh titik-titik tertinggi disekelilingi saluran sampai titik yang diukur.

Untuk luas catchment area saluran samping didasarkan pada panjang

segmen jalan yang ditinjau terhadap lebar setengah badan jalan L1, bahu L2 dan

lebar daerah sekitar L3 dapat dilihat pada Gambar II.17. dibawah ini :

Gambar II.17. Catchment Area Saluran

Sesuai dengan jalan rencana :

L1 = Setengah lebar perkerasan jalan;

L2 = Lebar bahu jalan;

L3 = Lebar s/d batas pengukuran (sesuai tata guna lahan)..

Luas atachment area diperhitungkan dengan persamaan A = (L1 + L2

+ L3) x panjang jalan. Dengan anggapan bahwa segmen saluran ini adalah awal

dari sistem drainase sehingga tidak ada debit masuk (Q) selain dari A1, A2, dan

A3.

II.5.13. Kriteria Perencanaan Saluran Samping

Beberapa kriteria perencanaan saluran dalam perencanaan ini adalah :

a. Jenis aliran yang terjadi adalah aliran terbuka (open channel);

b. Bahan bangunan saluran ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran

air yang mengalir di saluran tersebut. Kecepatan aliran yang diizinkan

adalah seperti pada Tabel II.32. ;

c. Penampang minimum saluran minimum 0,50 m2;

d. Tipe dan jenis bahan saluran didasarkan atas kondisi tanah dasar dan

kecepatan abrasi air.

Page 99: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 68

Tabel II.42. Kecepatan Aliran Air yang Diijinkan Berdasarkan Jenis Material

No. Jenis Material saluran Kecepatan aliran Maksimum (m/det)

1 Pasir halus 0,45

2 Lempung pasiran 0,50

3 Lanau Aluvial 0,60

4 Kerikil halus 0,75

5 Lempung kokoh 0,75

6 Lempung padat 1,10

7 Kerikil kasar 1,20

8 Batu-batu besar 1,50

9 Pasangan batu 1,50

10 Beton 1,50

Sumber : Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03-342-1994

II.5.14. Kemiringan Melintang Perkerasan

Kemiringan melintang perkerasan sebagai drainase jalan harus

memenuhi ketentuan yang diuraikan berikut ini :

II.5.14.1. Pada Daerah Jalan Yang Datar dan Lurus

a. Kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari tengah perkerasan (as

jalan) menurun/melandai ke arah saluran drainase jalan (sesuai gambar).

b. Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 2 % lebih besar dari pada

kemiringan permukaan jalan. Kemiringan melintang normal pada

perkerasan sesuai II.43.

Tabel II.43. Kemiringan Normal Perkerasan Jalan

No. Jenis Lapisan Permukaan Kemiringan Melintang Normal

1 Aspal dan Beton 2 % - 3 %

2 Japat (jalan yang dipadatkan) 2 % - 4 %

3 Kerikil 3 % – 6 %

4 Tanah 4 % - 6 %

Sumber: “Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52”

Page 100: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 69

II.5.15. Penampang Saluran Rencana

Penampang saluran direncanakan bentuk persegi. Luas penampang

basah saluran dihitung berdasarkan debit air dan kecepatan aliran, dengan rumus :

.....................................................................................(II.71)

Gambar II.18. Rencana Penampang Saluran

Dengan komponen perencanaan saluran sebagai berikut :

a. h = Tinggi muka air;

b. B = Lebar dasar saluran;

c. Luas penampang basah saluran;

Untuk perhitungan luas penampang basah saluran digunakan rumus

sebagai berikut:

...............................................................................(II.72)

d. Jari-jari hidrolis;

Untuk perhitungan jari-jari hidrolis digunakan rumus sebagai berikut:

................................................................................. (II.73)

e. Keliling basah penampang saluran;

Untuk perhitungan keliling basah saluran digunakan rumus sebagai

berikut:

........................................................................... (II.74)

f. Tinggi Jagaan ( Free Board )

Untuk perhitungan tinggi jagaan (free board) pada saluran digunakan

rumus :

√ . .........................................................................(II.75)

Page 101: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 70

II.6. Rencana Anggaran Biaya

Untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan terlebih dahulu

harus diketahui volume dari pekerjaan yang direncakan. Pada umumnya prmbuat

jalan tidak lepas dari masalah galian maupun timbunan. Besarnya galian dan

timbunan yang akan dibuat dapat dilihat pada gambar long profile. Sedangkan

volume galian dapat dilihat melalui gambar Cross Section.

Selain mencari volume galian dan timbunan juga diperlukan untuk

mencari volume dari pekerjaan lainnya yaitu :

1. Volume Pekerjaan

a. Umum

- Mobilisasi

- Manajemen Mutu

- Manajemen dan Keselamatan Lalu Lintas

- Pengeboran, termasuk SPT dan Laporan

- Sondir, termasuk Laporan

- Pengaman Lingkungan

b. Pekerjaan tanah

- Galian Biasa

- Timbunan Biasa dari Sumber Galian

- Timbunan Pilihan

- Penyiapan Bahu Jalan

c. Pekerjaan Drainase

- Saluran Berbentuk U Tipe DS 1

d. Pekerjaan Perkerasan Berbutir

- Batu Pecah Kelas “A”

- Sirtu/Pitrun Kelas “A”

e. Pekerjaan Perkerasan Aspal

- Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) – Aspal Cair

- Lapis Perekat (Tack Coat) – Aspal Cair

- Laston Lapis Aus (AC-WC)

- Laston Lapis Antara (AC-BC)

Page 102: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

II - 71

f. Pekerjaan Pengembalian Kondisi Jalan

- Marka Jalan Termoplastik

- Rambu Jalan Tunggal dengan Permukaan Pemantul

Engineering Grade

- Rambu Jalan Ganda dengan Permukaan Pemantul

Engineering Grade

- Rambu Jalan Tunggal dengan Permukaan Pemantul High

Intensity Grade

- Rambu Jalan Ganda dengan Permukaan Pemantul High

Intensity Grade

- Patok Pengarah

- Patok Kilometer

2. Analisa Harga Satuan

Analisa harga satuan diambil dari Harga Satuan Dasar Upah dan

Bahan serta Biaya Operasi Peralatan Dinas Bina Marga Tapanuli

Tengah.

Page 103: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 1

BAB III

METODOLOGI

III.1. Persiapan

Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum

pengumpulan dan pengolahan data, pada tahap ini disusun kegiatan yang harus

dilakukan dengan tujuan untuk mengefektifkan dalam perencanaan. Untuk

membantu dalam proses penyelesaian Tugas Akhir maka perlu dibuat suatu

pedoman kerja yang matang, sehingga waktu untuk menyelesaikan laporan Tugas

Akhir dapat terencana dengan baik dan tercapainya sasaran penulisan Tugas Akhir

sesuai dengan bobot persoalan yang diangkat. Agar pekerjaan berjalan efektif

maka perlu dibuat suatu pedoman umum, berupa alur kerja yang efisien namun

dapat menjawab semua permasalahan yang akan ditinjau.

Persiapan awal yang dilakukan untuk menunjang kelancaran

penyusunan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :

1. Melengkapi persyaratan administrasi Tugas Akhir;

2. Melengkapi studi pustaka berupa pengumpulan materi studi sebagai

referensi dalam analisis data dan perancangan desain;

3. Menentukan kebutuhan data sementara;

4. Mendata instansi-instansi yang akan dijadikan nara sumber data;

5. Pengadaan persyaratan administrasi untuk pengumpulan data;

6. Pembuatan proposal penyusunan tugas akhir;

7. Presentasi data dan rangkuman kerja penyusunan Tugas Akhir;

8. Survey lokasi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi proyek;

9. Pembuatan jadwal rencana penyusunan Tugas Akhir.

III.2. Tahap Penyusunan Tugas Akhir

Diagram alir Tugas Akhir merupakan suatu kerangka dasar yang

membentuk alur kerja dan berfungsi sebagai pedoman umum untuk membantu

proses penyusunan Tugas Akhir. Kerangka dan prosedur pengerjaan Tugas Akhir

diterangkan dalam diagram alir seperti Gambar III.1. berikut:

Page 104: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 2

Gambar III.1. Diagram Alur Tugas Akhir

Start

Identifikasi Masalah

Observasi Lapangan

Tinjauan Pustaka

Perumusan Masalah dan Inventarisasi Kebutuhan Data

Pengumpulan Data

Data Primer Data langsung dari lapangan, yaitu:

- Kondisi Perkerasan

Data Sekunder Data langsung dari Instansi, yaitu:

- Data LHR

- Data Geometrik jalan eksisting

- Data Tanah

- Data Topografi

- Data curah hujan

Analisis Data

Data Cukup ?

Ya

Tidak

Perancangan Teknis

Perancangan Geometrik Perancangan Perkerasan Perancangan Drainase

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Rencsna Anggaran Biaya

Validasi Data

Page 105: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 3

III.3. Identifikasi Masalah

Tahap identifikasi permasalahan merupakan upaya untuk mengenali

permasalahan yang timbul di lokasi studi. Dalam hal ini, permasalahan jalan

timbul karena kondisi jalan yang kurang layak untuk dijadikan jalan arteri primer.

Jalan eksisting ruas jalan batas Kota Sibolga – Batang toru masih sempit dan

minim bangunan pelengkapnya. Selain itu, jalan eksisting juga sudah mengalami

beberapa kerusakan, kerusakan yang terjadi pada jalur lalu lintas tersebut pada

umumnya berupa jalan berlubang.

III.4. Pengamatan Pendahuluan

Pengamatan pendahuluan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara

langsung di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi secara umum dan

aktual pada lokasi yang menjadi obyek studi. Pada tahap ini, akan dikumpulkan

berbagai informasi penting seputar permasalahan yang terjadi di lapangan.

Pengamatan dapat dimulai dari pendataan situasi jalan eksisting

dengan berbagai aspek permasalahan yang ada. Pengamatan lapangan yang akan

dilakukan diantaranya adalah:

a. Meninjau dan mengamati arus lalu lintas yang terjadi di lokasi studi;

b. Mengamati kerusakan jalan yang terjadi;

c. Mengamati aspek geometrik jalan, struktur perkerasan, dan sistem

drainase yang ada.

III.5. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan tindak lanjut dari tahap pengamatan

pendahuluan dari identifikasi masalah untuk mengupas permasalahan yang terjadi

di lokasi studi dengan mengevaluasi sebab-sebab permasalahan yang diperoleh

dari hasil pengamatan di lapangan dan diperkaya dengan hasil studi pustaka.

III.6. Pengumpulan Data

Proses pemecahan masalah jalan pada lokasi studi memerlukan

analisis yang teliti terhadap data yang dikumpulkan dari setiap parameter yang

akan digunakan dalam solusi permasalahan. Penyajian data yang lengkap dan teori

Page 106: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 4

yang memadai akan memberikan hasil perencanaan yang baik. Adapun cara

pengumpulan data penyusunan tugas akhir dapat dilakukan dengan metode seperti

di bawah ini :

a. Studi pustaka (literatur) yaitu metode pengumpulan data dengan

menelaah buku literatur yang relevan;

b. Wawancara yaitu metode pengumpulan data melalui tanya-jawab

langsung pada narasumber terkait;

c. Observasi yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan

peninjauan langsung ke lapangan.

Berdasarkan sifatnya, sumber data dibagi menjadi 2, yaitu data primer,

dan data sekunder. Dalam Perancangan Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional

Bts.Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900) diperlukan sejumlah

data sebagai bahan kajian, diantaranya :

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh melalui survei langsung di lapangan. Data primer

digunakan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan atau lokasi

proyek yang akan dilaksanakan. Data primer meliputi data LHR, data geometrik

jalan eksisting, kondisi perkerasan, dan bangunan pelengkap pada lokasi studi.

Data LHR diperoleh dari hasil perhitungan kendaraan yang lewat pada jalur

tersebut melalui pengamatan langsung dan akan digunakan sebagai bahan validasi

terhadap data LHR dari PU. Sedangkan data geometrik jalan eksisting, kondisi

perkerasan, dan bangunan pelengkap dengan cara pengamatan secara visual pada

lokasi studi untuk kemudian diklasifikasikan berdasarkan kondisi yang ada di

lapangan.

b. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait. Data sekunder diantaranya:

1) Data Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR)

Data LHR ini digunakan untuk menentukan kapasitas jalan, jumlah

lajur, lebar lajur, dan bahu jalan. Data ini diperoleh dari Dinas Bina

Marga Provinsi Sumatera Utara.

Page 107: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 5

2) Data Tanah

Data tanah merupakan hasil pengujian langsung di lapangan

menggunakan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) Sehingga

menghasilkan nilai CBR tanah pada sekitar jalan tersebut. Data ini

diperlukan untuk perancangan perkerasan jalan, seperti menentukan

tebal lapisan maupun agregat yang akan digunakan dalam pembuatan

lapis pondasi. Data ini diperoleh dari Dinas Bina Marga Provinsi

Sumatera Utara.

3) Data Topografi

Data topografi digunkan untuk menentukan trase jalan, merencanakan

tipe geometrik jalan, dan perecanaan alinyemen jalan. Data ini

diperoleh dari Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara.

4) Data Klimatologi

Data klimatologi diperlukan dalam merancang saluran drainase,

menentukan peninggian jalan, dan desain elevasi peningkatan jalan.

Data ini diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Provinsi

Sumatera Utara.

6) Data Harga Satuan Pekerjaan

Data ini digunakan untuk mengetahui upah tenaga, harga material, dan

bobot pekerjaan dalam menghitung rencana anggaran biaya.

III.7. Analisis Data

Data yang disesuaikan dengan dengan jenis analisis yang akan

dilakukan. Data-data tersebut nantinya digunakan dalam menganalisis parameter

yang akan dipakai dalam perencanaan. Jenis-jenis analisis yang akan dilakukan

dalam Perancangan Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional Bts.Kota Sibolga –

Batang Toru (Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900) adalah sebagai berikut:

a. Analisis Lalu Lintas, untuk mengevaluasi kinerja kendaraan yang lewat

selama tahun rencana yang terdiri dari :

1) Volume lalu lintas;

2) Pertumbuhan lalu lintas;

3) Jumlah lajur seperti pada tabel.

Page 108: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 6

b. Analisis Geometrik Jalan, terdiri dari :

1) Alinyemen horizontal ;

2) Alinyemen vertical ;

Alinyemen horizontal dan vertikal ini bertujuan untuk

mengevaluasi kesesuaian geometrik jalan eksisting.

3) Kapasitas jalan, bersama-sama dengan hasil analisis lalu lintas

bertujuan untuk mengevaluasi kinerja jalan.

c. Analisis Lapis Perkerasan, untuk menganalisis kondisi jalan eksisting ;

d. Analisis dimensi drainase.

III.8. Evaluasi Kondisi Eksisting Terhadap Kondisi Ideal

Evaluasi ini dilakukan dengan membandingkan antara kinerja jalan

eksisting dengan kinerja jalan pada kondisi ideal. Hubungan tersebut dapat

direpresentasikan dari parameter-parameter yang dihasilkan pada tahap analisis

data. Fungsi dari evaluasi adalah mengetahui apakah diperlukan adanya perbaikan

terhadap kondisi jalan eksisting dan seberapa jauh perbaikan akan dilakukan.

III.9. Perancangan Teknis

Perancangan teknis adalah tahap menciptakan desain produk dari

alternatif solusi terpilih sebagai panduan dalam pelaksanaan pekerjaan di

lapangan. Setiap detail rancangan harus mengacu pada referensi pustaka yang

relevan, standar/pedoman perencanaan yang berlaku, spesifikasi teknis, dan dasar

hukum

yang mengaturnya. Produk yang akan dihasilkan dari studi Jalan Lintas Barat

Ruas Jalan Nasional Bts.Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900)

adalah :

1. Perencanaan peningkatan jalan, meliputi menentukan lebar jalan yang

akan di rencanakan berdasarkan klasifikasi jalan dan karakteristik lalu

lintas;

2. Perencanaan geometrik jalan, meliputi jarak pandang dan perencanaan

alinemen vertical dan horizontal;

Page 109: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 7

3. Perencanaan struktur perkerasan jalan, meliputi perencanaan tebal lapis

tambah (Overlay) menggunakan metode lendutan dan perencanaan

pelebaran jalan menggunakan metode analisa komponen.;

4. Perencanaan drainase yang akan dipakai pada ruas jalan yang ditinjau

akan menganalisis beberapa data, yaitu :

a. Analisis data hidrologi

b. Analisis data pasang surut air laut

c. Analisis data peta topografi dan kontur

d. Analisis data tanah

e. Analisis tata guna lahan dan rencana tata ruang

5. Pembuatan rencana anggaran biaya untuk proyek jalan yang ditinjau

harus memiliki beberapa data awal seperti jumlah tenaga pekerja,

volume pekerjaan serta harga dan analisa satuan wilayah Tapanuli

Tengah sesuai dengan lokasi dimana proyek ini berada.

III.10. Hasil Akhir Perancangan

Pada bagian ini akan disajikan berbagai hasil perencanaan berupa:

1. Gambar potongan melintang;

2. Konstruksi perkerasan lentur jalan

3. Dimensi drainase;

4. Rencana Anggaran Biaya.

Page 110: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 8

III.11. Bagan Alir

III.11.1. Perancangan Geometrik

III.11.1.1. Alinyemen Horizontal

Gambar III.2. Bagan Alir Perhitungan Alinyemen Horizontal

Data:

Jari-jari rencana (Rc)

Sudut luar tikungan (∆)

Kecepatan rencana (VR)

Dicoba tikungan FC

Dicoba tikungan SCS

Rc ≥ Rmin FC

Lc > 20 m

Dicoba

tikungan SS

Hitung:

Data tikungan

Pelebaran perkerasan

Daerah bebas samping

Hitung:

Data tikungan

Pelebaran perkerasan

Daerah bebas samping

Hitung:

Data tikungan

Pelebaran perkerasan

Daerah bebas samping

ya

ya

tidak

tidak

tidak

Selesai

Mulai

Page 111: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 9

III.11.1.2. Alinyemen Vertikal

Gambar III.3. Bagan Alir Perhitungan Alinyemen Vertikal

Data:

1. Stationing PVI

2. Elevasi PVI

3. Kelandaan tangen (g1, g2, dstnya)

4. Kecepatan rencana (VR)

5. Perbedaan aljabar kelandaian (A)

Hitung panjang lengkung vertikal (Lv)

berdasarkan:

1. Jarak pandang minimum (Jh)

2. Panjang minimum

Hitung data lengkung vertikal:

1. Ev

2. Elevasi PTV da PLV

3. Elevasi titik-titik pada lengkung vertikal

4. Gambar lengkung vertkal

Selesai

Mulai

Page 112: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 10

III.11.2. Perkerasan

Gambar III.4. Diagram Alur Perancangan Perkerasan

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN

PADA PELEBARAN DENGAN METODE

ANALISA KOMPONEN

MENGHITUNG :

1. MENENTUKAN UMUR RENCANA

2. JUMLAH JALUR RENCANA

1. KOEFISIEN DISTRIBUSI

KENDARAAN

2. ANGKA EKIVALEN BEBAN

SUMBU KENDARAAN (E)

3. LALU LINTAS HARIAN RATA-

RATA (LHR)

4. LINTAS EKIVALEN PERMULAAN

(LEP)

5. LINTAS EKIVALEN AKHIR (LEA)

6. LINTAS EKIVALEN TENGAH

(LET)

7. LINTAS EKIVALEN RENCANA

(LER)

8. DAYA DUKUNG TANAH DASAR

(DDT)

9. FAKTOR REGIONAL (FR)

10. INDEKS PERMUKAAN (IP)

11. INDEKS TEBAL PERKERASAN

12. KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF

(a)

13. BATAS-BATAS MINIMUM TEBAL

LAPISAN PERKERASAN

SELESAI

START

Page 113: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 11

III.11.3. Drainase

Gambar III.5. Bagan Alir Pendimensian Draianase

Selesai

Perhitungan Dimensi Saluran

Perhitungan Debit Rencana

Harga koefisien pengaliran ( C )

Luas daerah pengaliran (A)

Intensitas curah hujan ( I )

Pengumpulan data sekunder:

Data Curah Hujan

Mulai

Page 114: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

III - 12

III.11.4. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Gambar III.6. Bagan Alir Pembuatan Rencana Anggaran Biaya

Page 115: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-1

BAB IV

HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

Hasil perancangan dan pembahasan yang dimaksud berupa

perancangan kapasitas jalan, perancangan geometrik jalan, perancangan tebal

perkerasan, perancangan dimensi drainase, perancangan galian dan timbunan serta

perancangan anggaran biaya pada ruas jalan Batas Sibolga – Batang Toru (Sta

5+400 – Sta 6+900).

IV.1. Perancangan Kapasitas Jalan

Untuk perencanaan kapasitas jalan, digunakan data lalu lintas yang

didapat langsung dari lapangan pada tahun 2016 serta data kondisi eksisting jalan

sebelum dilebarkan. Berikut merupakan tahapan perencanaan kapasitas untuk ruas

jalan yang diteliti .

IV.1.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)

Lalu lintas harian rata-rata merupakan hasil dari data primer

pencacahan kendaraan pada ruas jalan Bts. Sibolga – Batang Toru (Sta 5+400 –

Sta 6+900). Hasil analisis data survey lalu lintas akan menghasilkan potensi arus

lalu lintas pada lokasi yang ditinjau per harinya. Volume lalu lintas harian rata-

rata yang didapatkan dari survey selama 7 x 24 jam oleh penulis dan tim survey

dapat dilihat pada Tabel IV.1. berikut ini :

Tabel IV.1. Hasil Survey Kendaraan Lalu Lintas per hari / 2 arah

Kategori Kendaraan Golongan

Kendaraan

Potensi Arus Lalu

Lintas Lokasi

Survey

(kend/hari/2arah)

Sepeda Motor, Sekuter, Roda 3 1 28325

Sedan, Jeep dan Station Wagon 2 3199

Oplet, Pick-Up Oplet, Suburban, Combi

dan Minibus

3 3620

Page 116: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-2

Pick-Up, Micro Truk dan Mobil Hantaran 4 959

Bus Kecil 5a 68

Bus Besar 5b 55

Truk Ringan 2 Sumbu 6a 702

Truk Sedang 2 Sumbu 6b 52

Truk 3 Sumbu 7a 157

Truk Gandeng 7b 0

Truk Semi Trailer 7c 21

TOTAL 37159

IV.1.2. Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas

Pertumbuhan lalu lintas diprediksi sebesar 5% merupakan nilai

pertumbuhan yang diperoleh dari Dinas PU Sumatera Utara. Dalam studi ini

prediksi lalu lintas dan analisis kelayakan jalan akan dilakukan dengan tahun

tinjauan (horizon years) selama 20 tahun dari mulai sejak studi kelayakan proyek.

Dengan memperhatikan konsep pemilihan kerangka waktu tinjauan yang

disampaikan di atas, maka dalam studi ini skala analisis kelayakan yang

dipergunakan adalah sesuai perencanaan jangka menengah suatu sistem jaringan

jalan yaitu tahun 2016-2038 dapat di lihat pada Gambar IV.1. berikut ini :

Gambar IV.1. Diagram Pertumbuhan Lalu Lintas

Page 117: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-3

Pertumbuhan lalu lintas pada ruas rencana dalam horizon years dapat

dilihat pada Tabel IV.2. berikut ini.

Tabel IV.2 Potensi Arus Lalu Lintas Pada Tahun Tinjauan

Golongan

Kendaraan

Potensi Arus Lalu Lintas Jalan (kend/hari/2arah)

2016 2018 2023 2028 2033 2038

1 28325 31228 39856 50868 64922 82858

2 3199 3527 4502 5745 7332 9358

3 3620 3991 5094 6501 8297 10589

4 959 1057 1350 1722 2198 2806

5a 68 75 95 122 155 198

5b 55 60 77 99 126 160

6a 702 774 988 1261 1609 2054

6b 52 57 73 93 119 151

7a 157 173 221 282 361 460

7b 0 0 1 1 1 1

7c 21 23 30 38 49 62

IV.1.3. Kebutuhan Ruang Jalan

Dalam menghitung kebutuhan ruang jalan selain harus mengetahui

permintaan arus lalu lintas juga kapasitas ruas jalan dalam menampung arus lalu

lintas tersebut. Parameter yang ideal untuk menyatakan kebutuhan ruang jalan

adalah apabila Derajat Kejenuhan (Kepadatan) pada ruas jalan tersebut yaitu

perbandingan antara volume lalu lintas yang lewat dalam satu satuan waktu

terhadap kapasitas jalan dalam satuan waktu tidak melebihi 0,8.

Dalam analisis kebutuhan ruang jalan ini diasumsikan bahwa tahun

awal pembukaan jalan adalah tahun 2018 dan tahun analisis ditinjau setiap 5 tahun

hingga 20 tahun kemudian. Analisis mengenai kebutuhan ruang setiap tahun

tinjauan disajikan berikut ini.

Page 118: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-4

IV.1.4. Analisis Kapasitas Jalan

Pada tahun awal direncanakan tipe jalan dengan ukuran minimum

yang disyaratkan dalam PP No. 34 Tahun 2006 dengan klasifikasi Jalan Sedang,

yaitu Tipe 2/2 UD (Tak Terbagi) dengan lebar jalur efektif = 4,5 m. Hambatan

samping sedang dengan lebar bahu jalan = 1,5 m.

C = CO x FCW x FCSP x FCSF

di mana:

CO = 3000 smp/jam, per lajur……………………...………..……...(Tabel II.7)

FCW = 0.69…………………………………………….…..…...….....(Tabel II.8)

FCSP = 1……………………………………….…….……….….…... (Tabel II.9)

FCSF = 0,94……………………….………………….……….……..(Tabel II.10)

Untuk faktor kapasitas dasar suatu ruas jalan 2 lajur tak terbagi

dengan medan perbukitan didapat nilai Co adalah 3000 smp/jam. Untuk faktor 2

lajur tak terbagi lebar lajur lalu lintas efektif didapat nilai FCw adalah 0,69. Untuk

faktor penyesuaian pemisah arah 2 lajur yang besarnya sama yaitu 50%-50%

didapat nilai FCsp adalah 1 dan untuk faktor penyesuaian hambatan samping dan

lebar bahu didapat nilai FCsf adalah 0,94.

Sehingga diperoleh kapasitas jalan adalah:

C = 3000 smp/2 lajur x 0,69 x 1,00 x 0,94

C = 1945,8 smp/jam

IV.1.5. Analisis Volume Jam Perencanaan (VJP)

Analisis volume jam perencanaan yaitu mencari volume kendaraan

dalam jam perencanaan awal tahun rencana hingga tahun rencana bedasarkan dari

data lintas harian rata – rata. Sebelum mendapatkan volume jam perencanaan

terlebih dahulu dicari volume lalu lintas harian kendaraan yaitu potensi arus lalu

lintas yang dinyatakan dalam kendaraan per hari harus dikalikan dengan nilai emp

setiap kategori kendaraan untuk mendapatkan nilai volume lalu lintas harian rata-

rata setiap harinya. Volume lalu lintas harian tahun 2016 akan ditampilkan pada

Tabel IV.3. berikut ini.

Page 119: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-5

Tabel IV.3. Volume Lalu Lintas Harian Tahun 2016

Golongan

Kendaraan

Nilai emp

(1)

Potensi Arus Lalu Lintas

kend/hari

(2)

smp/hari

(3) = (2).(1)

1 0,5 28325 14163

2 1 3199 3199

3 1 3620 3620

4 1 959 959

5a 1,7 68 116

5b 1,7 55 94

6a 1,7 702 1193

6b 1,7 52 88

7a 3,3 157 518

7b 3,3 0 0

7c 3,3 21 69

TOTAL 24019

Setiap tahun tinjauan yaitu 20 tahun mendatang juga harus dicari

volume lalu lintas harian rata-ratanya untuk mendapatkan volume jam

perencanaan. Dengan cara yang sama seperti pada Tabel IV.3. maka volume lalu

lintas harian untuk tahun tinjauan dapat dilihat pada Tabel IV.4. berikut ini.

Tabel IV.4. Volume Lalu Lintas Harian Untuk Tahun Tinjauan

Golongan

Kendaraan

Potensi Arus Lalu Lintas (smp/hari)

2016 2018 2023 2028 2033 2038

1 14163 15614 19928 25434 32461 41429

2 3199 3527 4502 5745 7332 9358

Page 120: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-6

3 3620 3991 5094 6501 8297 10589

4 959 1057 1350 1722 2198 2806

5a 116 128 162 207 264 337

5b 94 102 131 168 214 272

6a 1193 1316 1680 2144 2735 3492

6b 88 97 124 158 202 257

7a 518 571 729 931 1191 1518

7b 0 0 3 3 3 3

7c 69 76 99 125 162 205

TOTAL 24019 26478 33802 43139 55060 70265

Setelah volume lalu lintas harian setiap tahun didapatkan dalam satuan

smp/hari maka volume jam perencanaan sudah dapat dicari dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

di mana

K = faktor K, faktor volume jam sibuk

F = faktor F, faktor variasi tingkat lalu lintas per seperempat jam dalam satu

jam

Nilai pada faktor K dan faktor F diambil berdasarkan volume lalu

lintas harian sesuai yang ada pada Tabel II.5. Angka volume lalu lintas harian

yang tidak terdapat di dalam tabel dapat dicari dengan menggunakan rumus

interpolasi guna menentukan nilai K dan F, berikut contoh perhitungan volume

jam perencanaan pada tahun 2016.

Page 121: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-7

= 1891 smp/jam

*nilai K dan F dicari dengan menggunakan rumus interpolasi pada Tabel II.5.

Dengan sistem perhitungan yang serupa dan penggunaan interpolasi

untuk menentukan nilai K dan F maka volume jam perencanaan untuk setiap

tahun tinjaun dapat dilihat pada Tabel IV.5. berikut ini :

Tabel IV.5. Volume Jam Perencenaan Untuk Tahun Tinjauan

Tahun VLHR

(smp/hari) Faktor K (%) Faktor F

VJP

(smp/jam)

2016 24019 7,4 0,94 1891

2018 26478 7,6 0,96 2096

2023 33802 6,4 0,83 2606

2028 43139 7,3 0,93 3386

2033 55060 6 1 3304

2038 70265 6 1 4216

IV.1.6. Derajat Kejenuhan Kondisi Existing

Persyaratan ideal yang diberikan untuk pelayanan jalan adalah dengan

melihat derajat kejenuhan yang merupakan rasio antara volume terhadap kapasitas

tidak lebih besar dari 0,8. Untuk nilai derajat kejenuhan pada tahun 2016

digunakan perhitungan sebagai berikut :

di mana

VJP = 1891 smp/jam,

C = 1945,8 smp/jam,

Page 122: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-8

Sehingga nilai derajat kejenuhan, DS = 1891 / 1945,8 = 0,97

Dengan cara yang sama, maka Derajat Kejenuhan ruas jalan dalam

tahun-tahun tinjauan dapat dilihat pada Tabel IV.6. berikut ini ;

Tabel IV.6. Derajat Kejenuhan Untuk Tahun Tinjauan

Tahun 2016 2018 2023 2028 2033 2038

VJP 1891 2096 2606 3386 3304 4216

C 1945,8 1945,8 1945,8 1945,8 1945,8 1945,8

DS 0,97 1,08 1,34 1,74 1,70 2,17

LoS E F F F F F

*nilai Los (Level of Service dapat dilihat pada Tabel II.11.)

Dari hasil analisis terhadap derajat kejenuhan jalan, maka terlihat

bahwa mulai pada Tahun 2016 tingkat pelayanan jalan sudah memasuki kategori

E (Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda volume mendekati

kapasitas) dan untuk tahun 2018 s/d tahun 2038 ruas jalan yang ditinjau akan

memasuki kategori F (arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas

kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama) untuk tingkat

pelayanan jalannya

Dengan demikian Tipe Jalan 2/2 Terbagi dengan lebar jalur efektif

4,5m , dengan lebar bahu 1,5 m untuk ruas jalan Batas Kota Sibolga – Batang

Toru (Sta 5+400 – Sta 6+900) sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan lalu lintas

sampai pada tahun 2038. Maka dari itu harus dilakukannya pelebaran jalan sesuai

dengan fungsi dan kelas Kolektor Primer I dengan lebar efektif jalur lalu lintas

7,00 m dengan lebar bahu 1,5 m serta kondisi eksisting jalan yang berjarak 10-15

meter dengan pemukiman masyarakat sehingga memungkinkan untuk

dilakukannya pelebaran jalan.

IV.1.7. Derajat Kejenuhan Setelah Pelebaran Jalan

Dengan panduan seperti IV.1. – IV.6., maka digunakan cara

perhitungan yang sama untuk merancang kapasitas jalan dengan kondisi jalan

yang telah dilebarkan yaitu lebar efektif lalu lintas 7,00 meter dengan lebar bahu

1,5 meter. Seluruh tahap perhitungan dapat dilihat di Lampiran I. Derajat

Page 123: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-9

kejenuhan ruas jalan yang ditinjau berdasarkan tahun tinjauan dengan kondisi

jalan yang telah dilebarkan dapat dilihat pada Tabel IV.7. berikut ini.

Tabel IV.7. Derajat Kejenuhan Tahun Tinjauan Setelah Pelebaran Jalan

Tahun 2016 2018 2023 2028 2033 2038

VJP 1658 1843 2379 2945 3817 3719

C 2910 2910 2910 2910 2910 2910

DS 0,57 0,63 0,82 1,01 1,31 1,28

LoS A B D F F F

Dari hasil analisis terhadap derajat kejenuhan jalan yang telah

dilebarkan, maka terlihat bahwa mulai pada tahun 2016 s/d tahun 2018 tingkat

pelayanan jalan masih berada dibawah nilai 0,80 yang berarti arus masih stabil

dan kecepatan kendaraan masih dapat dikontrol, pada tahun 2023 sudah

memasuki kategori D (arus mulai tidak stabil,kecepatan rendah dan berbeda-beda,

volume mendekati kapasitas) dan akhirnya pada tahun 2028 s/d tahun 2038

tingkat pelayanan jalan sudah masuk kategori F (arus yang terhambat, kecepatan

rendah, volume diatas kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup

lama) sehingga dapat diperkirakan akan dilakukan pelebaran kembali pada tahun

2023 akibat naiknya volume lalu lintas.

Page 124: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-10

IV.2. Perancangan Geometrik

Perhitungan geometrik berupa perhitungan alinyemen horizontal dan

alinyemen vertikal. Pada proyek yang diteliti penulis yaitu Ruas Jalan Nasional

Bts. Kota sibolga – Batang Toru (Sta 5+400 – Sta 6+900) memiliki 8 tikungan

dan 24 lengkung. Berikut tahapan perhitungannya :

IV.2.1. Perencanaan Alinyemen Horizontal

IV.2.1.1. Koordinat Pada Jalur Rencana

Koordinat pada jalur rencana didapatkan setelah dilakukan

perhitungan terhadap koordinat asli seluruh proyek . Berikut data koordinatnya :

Tabel IV.8. Data Sumbu Koordinat

Titik X Y

A 0,000 0,000

-35,042 -136,533

-77,742 -334,301

23,441 -583,083

113,287 -687,089

273,144 -888,522

326,469 -954,118

441,581 -1088,905

584,581 -1207,424

B 618,410 -1243,033

Sumber : Hasil Analisis

IV.2.1.2. Jarak Titik Koordinat

Berdasarkan data kordinat pada Tabel IV.8, maka dapat dicari panjang

garis tangen antar titik dengan menggunakan rumus Pytagoras, adapun

perhitungan dapat dilihat seperti dibawah ini:

Jarak antara titik A-PI34

d1 = √( ) ( )

= √( ) ( )

= 140,598 m

Jarak antara titik PI34-PI35

Page 125: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-11

d2 = √( ) ( )

= √( ( )) ( ( ))

= 202,325 m

Jarak antara titik PI35-PI36

d3 = √( ) ( )

= √( ( ) ( ( ))

= 268,571 m

Jarak antara titik PI36-PI37

d4 = √( ) ( )

= √( ) ( ( ))

= 137,505 m

Jarak antara titik PI37-PI38

d5 = √( ) ( )

= √( ) ( ( ))

= 257,094 m

Jarak antara titik PI38-PI39

d6 = √( ) ( )

= √( ) ( ( ))

= 84,536 m

Jarak antara titik PI39-PI40

d7 = √( ) ( )

= √( ) ( ( ))

= 177,252 m

Jarak antara titik PI40-PI41

d8 = √( ) ( )

= √( ) ( ( ))

= 185,730 m

Jarak antara titik PI41-PIB

d9 = √( ) ( )

= √( ) ( ( ))

= 49,116 m

Page 126: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-12

Data hasil perhitungan jarak lurus antar titik disajikan pada Tabel IV.9. berikut

ini:

Tabel IV.9. Jarak Lurus Antar Titik (D)

Titik X

(meter)

Y

(meter)

D

(meter)

A 0,000 0,000

-35,042 -136,533 140,958

-77,742 -334,301 202,325

23,441 -583,083 268,571

113,287 -687,089 137,505

273,144 -888,522 257,094

326,469 -954,118 84,536

441,581 -1088,905 177,252

584,581 -1207,424 185,730

B 618,410 -1243,033 49,116

Total 1503,089

Dari seluruh perhitungan jarak antar titik, maka didapat total panjang

lurus antar titik adalah 1.503,089 meter.

IV.2.1.3 Sudut Tikungan

Sudut tikungan ditentukan oleh koordinat titik yang mempengaruhi

cara perhitungan suatu tikungan.

α1 = (

)

α1 = (

)

= 14,395˚

α2 = (

)

α2 = (( ) ( )

( ) ( ))

= 12,184˚

Δ1 = α1 - α2

Page 127: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-13

Δ1 = 14,395˚– 12,184˚

ΔPI34 = 2,211˚

α3 = (

)

α3 = ( –( )

( ))

= 22,132˚

Δ2 = α3 – α2

Δ2 = 22,132˚– 12,184˚

ΔPI35 = 9,949˚

α4 = (

)

α4 = ( –

( ))

= 40,854˚

Δ3 = α4 – α3

Δ3 = 40,854˚ – 22,132 ˚

ΔP36 = 18,722˚

Dengan cara perhitungan yang serupa maka didapatkan sudut (Δ )

untuk seluruh titik yang ditampilkan pada Tabel IV.10. berikut ini.

Tabel IV.10. Sudut Tikungan Berdasarkan Koordinat Titik

Titik X

(meter)

Y

(meter)

α

(˚)

Δ

(˚)

A 0,000 0,000

-35,042 -136,533 14,395 2,211

-77,742 -334,301 12,184 9,949

23,441 -583,083 22,132 18,722

113,287 -687,089 40,854 2,436

273,144 -888,522 38,418 0,691

326,469 -954,118 39,109 1,390

Page 128: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-14

441,581 -1088,905 40,498 9,850

584,581 -1207,424 50,348 6,816

B 618,410 -1243,033

IV.2.1.4. Menghitung Rencana Alinyemen Horizontal

Sesuai dengan gambar rencana dan perhitungan sudut yang seluruhnya

< 20° maka seluruh tikungan adalah jenis tikungan FC (Full Circle), maka akan

diuraikan tahap perhitungan tikungan FC. Sebagai contoh akan diuraikan tahap

perhitungan tikungan PI35 yang meliputi perhitungan tikungan, superelevasi, jarak

pandang ideal dan pelebaran pada tikungan.

IV.2.1.4.1. Perhitungan Jari-Jari Rencana

Ruas Jalan Bts Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5+400 – Sta 5+900)

merupakan jalan Kolektor Primer, yang terletak di daerah perbukitan maka

didapat data – data yang digunakan yaitu:

Kecepatan rencana (VR) yang digunakan yaitu 60 km/jam

Jari – jari rencana (RC) digunakan yaitu 135 m

Sudut tikungan PI34 yaitu 9,949˚

Berdasarkan besarnya sudut tikungan PI34 maka tikungan ini

merupakan jenis tikungan Full Circle (FC), sehingga untuk perhitungan

selanjutnya menggunakan perhitungan tikungan Full Circle (FC).

Mencari jari-jari minimum Rmin yang fungsinya untuk menunjukkan

apakah jari – jari rencana yang ditetapkan lebih besar dari jari – jari minimum, di

bawah ini merupakan perhitungan dari jari – jari minimum:

Mencari Koefisien Gesek Melintang Maksimum (fmaks):

fmaks = - 0,00065 VR + 0,192

- 0,00065 x 60 km/jam + 0,192

= 0,153

( )

Page 129: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-15

( )

( )

Rmin < Rc

112.41 < 135 m

Sehingga yang digunakan yaitu Rc = 135 m

IV.2.1.4.2. Perhitungan Parameter Tikungan FC (Full Circle)

Menentukan nilai Tc

Menentukan nilai Ec

Menentukan nilai Lc

Maka panjang tikungan pada Tikungan PI35 yaitu 23,441 m dan jenis tikungan

yaitu Full Cirle (FC).

Page 130: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-16

IV.2.1.4.3. Perhitungan Kemiringan Maksimum (emaks)

Mencari Ls (Lengkung Peralihan), digunakan 3 rumus dimana hasil

yang terbesar akan digunakan sebagai Ls.

Menentukan nilai Ls

Maka diambil nilai Ls yang terbesar yaitu 50 meter.

Mencari kemiringan Maksimum (emaks):

( )

Page 131: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-17

Maka kemiringan melintang jalan pada tikungan yaitu 5,70 % (Superevelasi).

Gambar IV.2. Superelevasi Tikungan FC

IV.2.1.4.4. Perhitungan Daerah Bebas Samping

Untuk memudahkan pandangan pengemudi di tikungan maka

dirancang juga jarak pandangan pengemudi dari objek – objek yang dapat

menghalangi pandangan pengemudi pada bagian tikungan jalan adapun

perhitungannya dapat dilihat di bawah ini,

Jarak Pandang Henti (Jh) = 75 m

Panjang total tikungan (Lc) = 23,441 m

Jarak Pandang Henti (Jh) > Panjang total tikungan (Lc)

E = , (

)

( ) (

)-

E = , (

)

( ) (

)-

0%

Lc

sisi luar

sisi dalam

as jalan

3% 3%

3%

3%

3%

5,7%

5,7% 5,7%

5,7%

3%

3%

3% 0%

3% 3%

1/3 Ls

2/3 Ls

enormal

bagian

lurus

bagian

lurus

bagian lingkaran CT TC

Page 132: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-18

E = 12,244 m

Maka didapat daerah bebas samping yaitu sebesar 12,244 m.

IV.2.1.4.5. Perhitungan Pelebaran Pada Tikungan

Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan, sering

kali tidak dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan, terutama

pada tikungan – tikungan yang tajam, maka perlu pelebaran jalan pada tikungan

tersebut. Dibawah ini merupakan perhitungan pelebaran pada tikungan PI35.

Data :

Vr = 60 m (Kecepatan rencana)

R = 135 m (Jari – jari Rencana)

b = 2,6 m (lebar kendaraan)

P = 7,6 m (Jarak as roda depan dan belakang)

A = 2,1 m (Panjang tonjolan depan)

n = jumlah jalur lalu lintas

Perhitungan pelebaran PI35

( (√ ))

( (√ ))

√ ( )

√ ( )

( ) ( )

( ) ( )

Page 133: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-19

Lebar perkerasan pada jalan lurus (W) 2 × 2,25 = 4,50 m

Ternyata B < W

3,970 m < 4,50 m

Karena B < W, maka tidak diperlukan pelebaran pada setiap tikungan,

Dengan cara perhitungan yang sama untuk seluruh tikungan FC (Full

Circle) maka didapat keseluruhan data untuk seluruh tikungan proyek yang

ditampilkan pada Tabel IV.11. berikut ini.

Tabel IV.11. Data Tikungan Proyek

Tikungan Jari-Jari

Rencana

(Rc-meter)

Panjang

Tikungan

(Lc meter )

Kemiringan

Maksimum

(erc-%)

Daerah

Bebas

Samping

(E-meter)

Pelebaran

Pada

Tikungan

(B < W)

2000 77,176 -13,88 0,352 3,543

135 23,441 5,70 12,244 3,970

200 65,530 -1,13 4,405 3,864

1000 42,512 -12,47 1,312 3,603

3000 36,165 -14,36 0,477 3,516

3000 72,758 -14,36 0,248 3,516

500 82,954 -9,63 1,406 3,689

1000 118,968 -12,47 0,703 3,603

Catatan : - Jari-jari yang besar serta sudut yang kecil menandakan tikungan

secara kasat mata hampir menyerupai jalan lurus.

- Nilai minus ( - ) pada perhitungan kemiringan maksimum

menandakan jalan memakai kemiringan maksimum normal yaitu 3%

IV.2.2. Perencanaan Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal adalah bidang tegak melalui sumbu jalan atau

proyeksi tegak lurus bidang gambar. Potongan memanjang ini menggambarkan

tinggi rendahnya permukaan jalan terhadap permukaan tanah asli.

Page 134: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-20

Untuk perhitungan alinyemen vertikal akan membahas dua lengkung

yaitu Lengkung PVI22 yang merupakan lengkung cekung dan lengkung PVI23

yang merupakan lengkung cembung.

IV.2.2.1. Lengkung PVI22 (Lengkung Cekung)

VR = 60 km/jam

Jh = 75 m

Menentukan kelandaian memanjang

Elevasi PVI21 = 4,933 STA PVI21 = 6+300

Elevasi PVI22 = 4,742 STA PVI22 = 6+346,237

Elevasi PVI23 = 4,941 STA PVI23 = 6+350

( ) ( )

( ) ( )

Menentukan perbedaan kelandaian memanjang

A = g2 – g1

= 5,288 % - (-0,413)%

= 5,701 %

Menentukan panjang lengkung minimum

Untuk menentukan panjang lengkung minimum dapat digunakan beberapa

rumus, yaitu.

Page 135: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-21

= 13.889 m

= 27,78 m

Dari ketiga hasil di atas maka di gunakan panjang lengkung yang terbesar

yaitu Lv = 40 m (nilai maksimum)

Menentukan Ev

(

)

(

)

= m ( tanda + berarti cekung)

Perhitungan Elevasi pada lengkung vertikal

TPTV =

TPTV = (

)

TPTV = 4,825

TPLV =

TPLV =

TPLV = 5,800

Tx = dimana: Y = A/200 Lv * X2

Page 136: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-22

Untuk perhitungan selanjutnya disajikan pada Tabel IV.12.

Tabel IV.12. Perhitungan Elevasi Titik Pada Lengkung Vertical Cekung

X g1*X X^2 Y = A/200 Lv * X^2 Tx

0 0 0 0 4,825

10 -0,041 100 0,071 4,855

20 -0,083 400 0,285 5,027

30 -0,124 900 0,641 5,342

40 -0,165 1600 1,140 5,800

Sumber: Hasil Analisis

IV.2.2.2. Lengkung PVI23 (Lengkung Cembung)

VR = 60 km/jam

Jh = 75 m

Menentukan kelandaian memanjang

Elevasi PVI22 = 4,742 STA PVI22 = 6+346,237

Elevasi PVI23 = 4,941 STA PVI23 = 6+350

Elevasi PVI24 = 5,692 STA PVI24 = 6+400

( ) ( )

( ) ( )

Menentukan perbedaan kelandaian memanjang

A = g2 – g1

= 1,502 % - 5,288 %

= -3,786 %

Page 137: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-23

Menentukan panjang lengkung minimum

Untuk menentukan panjang lengkung minimum dapat digunakan beberapa

rumus

= 13.889 m

= 27,78 m

Dari ketiga hasil di atas maka di gunakan panjang lengkung yang terbesar

yaitu Lv = 40 m (nilai minimum, Tabel II.27.)

Menentukan Ev

(

)

(

)

= m ( tanda - berarti cembung)

Perhitungan Elevasi pada lengkung vertikal

TPTV =

TPTV = (

)

TPTV = 3,883

TPLV =

TPLV =

TPLV = 5,241

Tx = dimana: Y = A/200 Lv * X2

Page 138: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-24

Untuk perhitungan selanjutnya disajikan pada Tabel IV.13.

Tabel IV.13. Perhitungan Elevasi Titik Pada Lengkung Vertical Cembung

X g1*X X^2 Y = A/200 Lv * X^2 Tx

0 0 0 0 3,833

10 0,529 100 -0,047 4,365

20 1,058 400 -0,189 4,752

30 1,586 900 -0,426 5,044

40 2,115 1600 -,0757 5,241

Sumber: Hasil Analisis

Dengan langkah perhitungan yang serupa maka didapatkan seluruh lengkung

cembung dan cekung pada ruas jalan yang diteliti yang dapat dilihat pada Tabel

IV.14. berikut ini.

Tabel IV.14. Alinyemen Vertikal Seluruh Stasiun

PVI Sta TPVI Beda

Tinggi

Jarak

Datar g A Lv TPTV TPLV Ev

A 5+400 5,809 -0,177 50,000 -0,354

1 5+450 5,632 -0,176 50,000 -0,352 0,002 40,000 5,703 5,562 0,000

2 5+500 5,456 -0,088 36,151 -0,243 0,109 40,000 5,526 5,407 0,005

3 5+536,151 5,368 0,001 13,849 0,007 0,251 40,000 5,417 5,369 0,013

4 5+550 5,369 0,159 50,000 0,318 0,311 40,000 5,368 5,433 0,016

5 5+600 5,528 0,083 25,000 0,332 0,014 40,000 5,464 5,594 0,001

6 5+625 5,611 0,104 25,000 0,416 0,084 40,000 5,545 5,694 0,004

7 5+650 5,715 0,186 50,000 0,372 -0,044 40,000 5,632 5,789 -0,002

8 5+700 5,901 0,179 50,000 0,358 -0,014 40,000 5,827 5,973 -0,001

9 5+750 6,080 0,097 26,364 0,368 0,010 40,000 6,008 6,154 0,000

10 5+776,364 6,177 -0,113 23,636 -0,478 -0,846 40,000 6,103 6,081 -0,042

11 5+800 6,064 -0,100 50,000 -0,200 0,278 40,000 6,160 6,024 0,014

12 5+850 5,964 -0,151 50,000 -0,302 -0,102 40,000 6,004 5,904 -0,005

13 5+900 5,813 -0,151 50,000 -0,302 0,000 40,000 5,873 5,753 0,000

14 5+950 5,662 -0,152 50,000 -0,304 -0,002 40,000 5,722 5,601 0,000

15 6+000 5,510 -0,161 50,000 -0,322 -0,018 40,000 5,571 5,446 -0,001

16 6+050 5,349 -0,002 50,000 -0,004 0,318 40,000 5,413 5,348 0,016

17 6+100 5,347 -0,012 50,000 -0,024 -0,020 40,000 5,348 5,342 -0,001

18 6+150 5,335 -0,021 50,000 -0,042 -0,018 40,000 5,340 5,327 -0,001

Page 139: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-25

19 6+200 5,314 -0,186 50,000 -0,372 -0,330 40,000 5,322 5,240 -0,017

20 6+250 5,128 -0,195 50,000 -0,390 -0,018 40,000 5,202 5,050 -0,001

21 6+300 4,933 -0,191 46,237 -0,413 -0,023 40,000 5,011 4,850 -0,001

22 6+346,237 4,742 0,199 3,763 5,288 5,701 40,000 4,825 5,800 0,285

23 6+350 4,941 0,751 50,000 1,502 -3,786 40,000 3,883 5,241 -0,189

24 6+400 5,692 0,873 50,000 1,746 0,244 40,000 5,392 6,041 0,012

25 6+450 6,565 0,873 50,000 1,746 0,000 40,000 6,216 6,914 0,000

26 6+500 7,438 0,874 50,000 1,748 0,002 40,000 7,089 7,788 0,000

27 6+550 8,312 0,873 50,000 1,746 -0,002 40,000 7,962 8,661 0,000

28 6+600 9,185 0,873 50,000 1,746 0,000 40,000 8,836 9,534 0,000

29 6+650 10,058 0,831 48,130 1,727 -0,019 40,000 9,709 10,403 -0,001

30 6+698,130 10,889 -0,434 1,870 -23,209 -24,935 40,000 10,544 6,247 1,247

31 6+700 10,455 -0,489 50,000 -0,978 22,231 40,000 15,097 10,259 1,112

32 6+750 9,966 -0,901 50,000 -1,802 -0,824 40,000 10,162 9,606 -0,041

33 6+800 9,065 -0,900 50,000 -1,800 0,002 40,000 9,425 8,705 0,000

34 6+850 8,165 -0,900 50,000 -1,800 0,000 40,000 8,525 7,805 0,000

B 6+900 7,265 -7,265 50,000 -14,530

Dari data yang ditambilkan pada Tabel IV.14 maka pada ruas Jalan

Bts.Kota Sibolga – Batang Toru (Sta 5+400 – Sta 6+900) terdapat 34 alinyemen

vertikal yang terdiri dari 24 lengkung (11 lengkung cembung,13 lengkung

cekung) dan 10 datar.

Page 140: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-26

IV.3. Perancangan Tebal Perkerasan

IV.3.1. Perancangan Tebal Perkerasan Pada Pelebaran Jalan Dengan

Metode Analisa Komponen (SKBI 1987)

Data perhitungan dengan menggunakan metode Analisa Komponen

SNI No.03-1732-1989-F / SKBI.2.3.26.2987 yang digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Panjang Jalan : 1500 m

2. Umur yang direncanakan = 20 tahun

3. Pertumbuhan Lalu Lintas = 5 %

4. Klasifikasi Jalan yaitu Kolektor

5. Lebar Perkerasan Jalan = 2,5 meter

6. Curah Hujan < 900mm/tahun

7. CBR tanah dasar = 2,96 % (karena tidak memenuhi nilai minimum maka

perhitungan memakai nilai minimum CBR tanah dasar sebesar 6%

dengan syarat penggantian Subgrade dengan timbunan pilihan setebal 20

cm) lihat Tabel II.31.

8. Jalan yang Direncanakan : 2/2 UD

9. Material Perkerasan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Laston

Batu Pecah Kelas A

Sirtu Kelas A

10. Data Lalu Lintas

Data lalu lintas yang digunakan adalah data lalu lintas harian rata-rata awal

operasional jalan yaitu tahun 2018 dan akhir umur rencana yaitu tahun

2038. Data lalu lintas tahun 2016 dan tahun 2038 dapat dilihat pada Tabel

IV.15. berikut ini.

Page 141: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-27

Tabel IV.15. Data Lalu Lintas Awal dan Akhir Umur Rencana

Jenis Kendaraan Golongan

Awal

Operasional

Akhir Umur

Rencana

Tahun 2018 Tahun 2038

Sepeda Motor,Sekuter dan Kendaraan Roda Tiga 1 31228 82858

Sedan, Jeep dan Station Wagon 2 3527 9358

Oplet,PickUp-Oplet,Suburban,Combi dan Mini Bus 3 3991 10589

Pick-Up, Micro Truk dan Mobil Hantaran 4 1057 2806

Bus Kecil 5a 75 198

Bus Besar 5b 60 160

Truk Ringan 2 Sumbu 6a 774 2054

Truk Sedang 2 Sumbu 6b 57 151

Truk 3 Sumbu 7a 173 460

Truk Gandeng 7b 0 1

Truk Semi Trailer 7c 23 62

TOTAL 42985 110737

IV.3.1.1. Lintas Ekivalen Permulaan

Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan

LHR (lalu lintas harian rata-rata) awal operasional jalan pada tahun 2018.

Sebelum memasukkan rumus terlebih dahulu dicari angka ekivalen kendaraan,

tahap perhitungan dapat dilihat pada Lampiran II. Hasil perhitungan angka

ekivalen setiap golongan kendaraan dapat dilihat pada Tabel IV.16. berikut ini.

Tabel IV.16. Angka Ekivalen Kendaraan

Golongan

Kendaraan

Beban

Kend

Max

(kg)

Sumbu Roda Kendaraan (Kg) Angka Ekivalen

Roda

Kendaraan

Roda Belakang

Depan Belakang Total 1 2 3

1 - 0000 0000 0000 0000 000000 000000 000000

2 dan 3 2000 1000 1000 0000 0000 0.00118 0.00118 0.00236

4 4000 1500 2500 0000 0000 0,00590 0.04593 0,10543

5a 8000 2720 5280 0000 0000 0,0644 0.91403 0,97843

5b 9000 3060 5940 0000 0000 0,10311 0,28079 0,38390

6a 8300 2822 5478 0000 0000 0,07458 0.20310 0,27769

6b 18200 6188 12012 0000 0000 1,72435 4,69570 6,42006

Page 142: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-28

7a 25000 6250 18750 0.000 0.000 1,79451 3,44772 5,24222

7b 31400 5652 8792 8478 8478 1,20000 1,34769

4,87815

1,16523

1,16523

7c 26200 4716 10742 10742 00000 0,21833 3,00317 6,22467

3,00317

Setelah angka ekivalen setiap golongan kendaraan didapatkan maka selanjutnya

yaitu menghitung lintas ekivalen permukaan dengan rumus berikut :

LEP = LHRawal x C x E

dimana;

LHRAwal = Lintas Harian Rata-Rata Awal

C = Koefisien Distribusi Kendaran (C = 0,5) Tabel II.29

E = Angka Ekivalen Kendaraan

Perhitungan lintas ekivalen permulaaan menggunakan data lau lintas harian rata-

rata pada awal operasional jalan yaitu pada tahun 2018, perhitungan dapat dilihat

pada Tabel IV.17. berikut ini.

Tabel IV.17. Lintas Ekivalen Permulaan Kendaraan

Golongan LHRT C E LEP

1 31288 0,5 0 0

2 dan 3 7518 0,5 0,00236 8,871

4 1057 0,5 0,10543 55,720

5a 75 0,5 0,97843 36,691

5b 60 0,5 0,3839 11,517

6a 774 0,5 0,27769 107,466

6b 57 0,5 6,42006 182,972

7a 173 0,5 5,24222 453,452

7b 0 0,5 4,87815 0

7c 23 0,5 6,22467 71,584

TOTAL 928,273

Page 143: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-29

IV.3.1.2. Lintas Ekivalen Akhir

Perhitungan lintas ekivalen akhir menggunakan data lalu lintas harian

rata-rata pada akhir umur rencana yaitu pada tahun 2038. Rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut.

LEA = LHRAkhir x C x E

dimana;

LHRAkhir = Lintas Harian Rata-Rata Awal

C = Koefisien Distribusi Kendaran (C = 0,5) Tabel II.29

E = Angka Ekivalen Kendaraan

Perhitungan lintas ekivalen akhir dapat dilihat pada Tabel IV.18 berikut ini.

Tabel IV.18. Lintas Ekivalen Akhir Kendaraan

Golongan LHRT C E LEA

1 82858 0,5 0 0

2 dan 3 19947 0,5 0,00236 23,537

4 2806 0,5 0,10543 147,918

5a 198 0,5 0,97843 96,865

5b 160 0,5 0,3839 30,712

6a 2054 0,5 0,27769 285,188

6b 151 0,5 6,42006 484,715

7a 460 0,5 5,24222 1205,711

7b 1 0,5 4,87815 2,439

7c 62 0,5 6,22467 192,965

TOTAL 2470,049

IV.3.1.3. Lintas Ekivalen Tengah

LET = (LEP + LEA) / 2

LET = 928,273+ 2470,049 = 1699,161 kendaraan

2

Page 144: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-30

IV.3.1.4. Lintas Ekivalen Rencana

LER = (LET X UR/10)

LER = 1699,161 x 20 = 3398,322 kendaraan

10

IV.3.1.5. Indeks Permukaan Pada Awal Rencana (Ipo)

- Rencana Permukaan Perkerasan = LASTON

- Indeks Permukaan Awal (IPo) = ≥ 4 (Tabel II.34)

IV.3.1.6. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)

- Klasifikasi Jalan = Kolektor

- Lintas Ekivalen Rencana (LER) = 3398 = >1.000

Maka Indeks Permukaan (IP) yang didapat sebesar 2,5 (Tabel II.33)

IV.3.1.7. Faktor Regional

- Curah Hujan = < 900 mm/thn (Sumber: BMKG SUMUT)

- Kelandaian = < 6%

- Persentase Kendaraan Berat = < 30%

Maka Faktor Regional yang didapat sebesar 0,5 (Tabel II.32.)

IV.3.1.8. Penentuan Daya Dukung Tanah dari Nilai CBR Tanah Dasar

Nilai daya dukung tanah didapat dengan menggunakan nomogram

dari manual SKBI 1987 yaitu dengan cara mencari garis horizontal yang ditarik

dari nilai CBR tanah dasar ke nomogram daya dukung tanah. Nilai daya dukung

tanah yang didapatkan yaitu sebesar 4,9 kg/cm2

(Lampiran III)

IV.3.1.9. Penentuan Indeks Tebal Perkerasan

Penentuan indeks tebal perkerasan didapat dengan menggunakan

nomogram dari manual SKBI 1987 dengan menggunakan nilai DDT, LER dan

nilai FR . Dari Grafik Nomogram diperoleh nilai ITP =10,4 cm (Lampiran III)

Data penggunaan bahan perkerasan rencana dibawah ini didapat dari

Tabel II.34.

- AC-WC Laston, MS 744 MS > 744

Page 145: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-31

AC-BC Laston, MS 744 MS > 744 ; a1 = 0,40

- Batu Pecah Kelas A, CBR 100% ; a2 = 0,14

- Sirtu/pitrun Kelas A, CBR 70% ; a3 = 0,13

IV.3.1.10. Batas-Batas Minimum Tebal Perkerasan

Nilai tebal minimum perkerasan didapat dengan menggunakan nilai

ITP sebesar 10,4 cm dari hasi perhitungan sebelumnya. Digunakan Tabel II.36.

untuk tebal lapis permukaan dan Tabel II.37. untuk tebal lapis pondasi atas.

- Lapis Permukaan: Laston, MS 744 d1 = 10 cm

- Lapis Pondasi Atas: Batu Pecah Kelas A d2 = 20 cm

- Lapis Pondasi Bawah: Sirtu/Pitrun Kelas A d3 = dihitung

Untuk menghitung tebal lapis tambah pada perkerasan maka nilai d3 harus

dihitung kembali menggunakan rumus dibawah ini.

ITP = a1 . d1 + a2 . d2 + a3 . d3

10,4= (0,4 x 10) + (0,14 x 20) + (0,13 x D3)

d3 = 27,6923

d3 = 28 cm

Dari hasil perhitungan diatas, maka susunan lapis perkerasan yang direncanakan

adalah sebagai berikut :

Gambar IV.3. Susunan Lapisan Pekerasan

Page 146: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-32

IV.4. Perancangan Saluran Drainase

Dalam merancang saluran drainase, terlebih dahulu dilakukan analisa

perhitungan terhadap curah hujan, lebar jalan, dan faktor yang lain yang dimana

hasil analisa nantinya akan digunakan untuk mendapatkan dimensi saluran

drainase untu suatu proyek. Berikut tahapannya.

IV.4.1. Menghitung Luasan Daerah Aliran Air

Perancangan drainase pada ruas jalan nasional batas harus

disesuaikan dengan luas dan kondisi jalan, luasan bahu jalan, panjang drainase,

dan luasan dari sekitar luar jalan yang akan dirancang.

Berikut merupakan perhitungan daerah luasan pengaliran air berdasarkan

data–data yang ada.

Bagian-bagian tinjauan luasan pengaliran air,

a. Perkerasan = Perkerasan Lentur (Laston)

b. Bahu Jalan = Tanah

c. Bagian luar jalan = Pemukiman Tidak Padat

Panjang saluran drainase (L) = 1500 meter

I1 = lebar perkerasan jalan (aspal) = 3,5 meter

I2 = lebar bahu jalan = 1,5 meter

I3 = lebar bagian luar jalan (Perumahan,industri,kebun) = 25 meter

Adapun daerah luasan pengaliran air pada proyek yang ditinjau yaitu:

- Aspal A1 = 3,5 m x 1500 m

= 5250 m2

- Bahu jalan A2 = 1,5 m x 1500 m = 2250 m2

- Daerah bagian luar jalan A3 = 25 m x 1500 m = 37500 m2

Total A = 45000 m

2

= 0,045 m

2

IV.4.2. Besar Koefisien (C)

Besar koefisien (c) Merupakan perbandingan antara jumlah air hujan

yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan

yang jatuh dari atmosfir. Besaran koefisien ini dipengaruhi oleh tata guna lahan,

Page 147: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-33

kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Koefisien diperoleh dari Tabel II.40.

Berikut perhitungannya.

- Aspal I1, koefisien C1 = 0,95

- Bahu jalan I2, koefisien C2 = 0,10

- Pemukiman tidak padat I3, koefisien C3 = 0,60

Adapun koefisien rata – rata yang didapat bedasarkan perhitungan luasan

daerah pengaliran air yaitu:

1 1

1

IV.4.3. Perhitungan Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi (Tc) yaitu waktu yang diperlukan untuk

mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang

ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Berikut perhitungan mencari waktu

konsentrasi aliran air :

1 (

√ )

dengan pengertian :

L = jarak dari titik air jatuh terjauh ke fasilitas saluran samping,

nd = koefisien hambatan (retardasi permukaan) Tabel II.41.

S = kemiringan daerah pengaliran Tabel II.43.

taspal = (

√ )

= 0,91 menit

tbahu = (

√ )

= 1.20 menit

tpemukiman = (

√ )

= 2,38 menit

T1 dari badan jalan = taspal + tbahu ≤ tdaerah samping

= 0,91 + 1.20 ≤ 2,38

Page 148: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-34

Maka T1 = 2,38 (diambil nilai paling besar)

Mencari T2 =

( )

=

( )

= 16,7

Maka, Tc = T1 + T2

= 2,38 + 16,7

= 19,08

Maka didapat waktu konsentrasi pengaliran air sebesar 19,08 menit

IV.4.4. Menentukan Intensitas Curah Hujan

Adapun data curah hujan yang diperoleh dari BMKG yaitu pada Tabel

IV.19. berikut ini .

Tabel IV.19. Data Curah Hujan

Tahun Jumlah Terbesar Curah hujan (mm)

2006 152,7

2007 279,9

2009 162,2

2009 172,3

2010 171

2011 268,5

2012 229

2013 176,1

2014 229,5

2015 112

Dengan data curah hujan yang diperoleh dari BMKG maka selanjutnya data

curah hujan tersebut diolah untuk mencari intensitas curah hujan rencana. Berikut

merupakan perhitungan intensitas curah hujan rencana bisa dilihat pada Tabel di

bawah ini:

Page 149: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-35

Tabel IV.20. Perhitungan Intensitas Curah hujan

No Tahun

Hujan Harian Deviasi

(XT - Xave)2 Maksimum (mm)

XT XT - Xave

1 2006 152,7 -42,62 1816,46

2 2007 279,9 84,58 7153,78

3 2009 162,2 -33,12 1096,93

4 2009 172,3 -23,02 529,92

5 2010 171 -24,32 591,46

6 2011 268,5 73,18 5355,31

7 2012 229 33,68 1134,34

8 2013 176,1 -19,22 369,41

9 2014 229,5 34,18 1168,27

10 2015 112 -83,12 6942,22

n = 10 Σ XT = 1953,2

26158,12

Xave =

Xave = 195,32

Sx = * ( )

+0.5

Sx = 51.15

Untuk periode ulang (T) = 5 Tahun dan n= 10 tahun

Diperoleh,

YT = 1,499 Tabel II.38.

Yn = 0,49520 Tabel II.39.

Sn = 0,94970 Tabel II.39.

XT = Xave + (SX/Sn) x (YT – Yn)

= 195,32 + (51,15/0,9497) x (1,499 – 0,4952)

= 249,378 mm

I = (90% x XT)/4

= (90% x 249,378)/4

= 56 mm/jam

Dari nilai intensitas curah hujan yang telah didapat, kemudian diplotkan

pada kurva basis (Lampiran III) dengan waktu intensitas = 19,08 menit. Tarik

garis lengkung searah dengan garis lengkung kurva basis. Kurva ini merupakan

Page 150: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-36

garis lengkung intensitas hujan rencana. Oleh karena I yang didapat 56 mm/jam <

190 mm/jam, maka garis lengkung intensitas hujan rencana merupakan garis

lengkung kurva basis.

IV.4.5. Perhitungan Debit Air Rencana

Perhitungan debit rencana dilakukan setelah didapat nilai intensitas

hujan yang direncanakan, perhitungan debit rencana digunakan untuk mendimensi

saluran drainase yang akan dirancang, berikut merupakan perhitungan debit

rencana :

A = 45000 m2

C = 0,62

I = 190 mm/jam = 0,0000527778 m/s

Q = 1/3,6 x C.I.A

= 1/3,6 x 0,62 x 0,0000527778 m/s x 45000

= 0,407 m3/s

Maka didapat debit rencana yaitu sebesar 0,407 m3/detik

IV.4.6. Dimensi saluran

Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang ditampung

oleh saluran, setelah debit rencana sudah didapat maka berikutnya dapat dihitung

dimensi dari drainase yang akan dirancang, berikut adalah perhitungan dimensi

dari drainase yang akan dirancang.

Diketahui:

Debit Rencana (Q) = 0,407 m3/detik

Kecepatan Aliran (V) = 1,5 m

Luas Penampang Basah (A) =

= 0,27 m2

Lebar Drainase (b) A = b x h

0,27 m2

= 2h x h

Page 151: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-37

h2 = 0,27 / 2

Tinggi permukaan air (h) = 0,37 m

Maka, b = 2 x h

= 2 x 0,37

= 0,74 m

Tinggi Jagaan W =√ = √ = 0,43 m

Maka didapat dimensi dari drainase yaitu dengan lebar 0,74 meter dan

tinggi permukaan air sebesar 0,37 meter dengan tinggi jagaan sebesar 0,43 meter.

Dimensi drainase bisa dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar IV.4. Drainase Rencana

Page 152: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-38

IV.5. Rencana Anggaran Biaya

Rencana Anggaran Biaya akan membahas kebutuhan dana yang akan

dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek pelebaran mulai dari perkerasan hingga

pembuatan drainase sepanjang 1,5 km.

IV.5.1. Perhitungan Volume Pekerjaan

IV.5.1.1. Pekerjaan Tanah

Volume galian dan timbunan tanah yang diperlukan pada proyek ini

dihitung dengan menggunakan rumus ”area” di AutoCAD pada gambar Cross

Section. Volume galian dan timbunan tanah sepanjang 1,5 km dapat dilihat pada

Tabel IV.21. berikut ini.

Tabel IV.21. Volume Galian dan Timbunan Tanah Biasa

STA Luas (m2) Luas Rata-rata (m2)

Jarak (m) Volume (m3)

Cut Fill Cut Fill Cut Fill

5 + 400 4,888 0,240

5,088 0,131 50,000 254,375 6,550

5 + 450 5,287 0,022

5,268 0,014 50,000 263,375 0,700

5 + 500 5,248 0,006

5,085 0,114 50,000 254,250 5,700

5 + 550 4,922 0,222

5,202 0,175 50,000 260,100 8,750

5 + 600 5,482 0,128

5,412 0,069 50,000 270,600 3,450

5 + 650 5,342 0,010

5,291 0,012 50,000 264,525 0,600

5 + 700 5,239 0,014

5,391 0,075 50,000 269,550 3,725

5 + 750 5,543 0,135

5,665 0,068 50,000 283,225 3,375

5 + 800 5,786 0,000

Page 153: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-39

5,553 0,005 50,000 277,650 0,225

5 + 850 5,320 0,009

5,385 0,005 50,000 269,225 0,225

5 + 900 5,449 0,000

5,315 0,039 50,000 265,725 1,950

5 + 950 5,180 0,078

5,048 0,143 50,000 252,375 7,150

6 + 000 4,915 0,208

4,942 0,123 50,000 247,100 6,150

6 + 050 4,969 0,038

5,209 0,019 50,000 260,450 0,950

6 + 100 5,449 0,000

5,372 0,000 50,000 268,575 0,000

6 + 150 5,294 0,000

5,162 0,061 50,000 258,100 3,050

6 + 200 5,030 0,122

5,264 0,061 50,000 263,200 3,050

6 + 250 5,498 0,000

5,256 0,037 50,000 262,800 1,825

6 + 300 5,014 0,073

4,945 0,137 50,000 247,225 6,850

6 + 350 4,875 0,201

5,072 0,134 50,000 253,600 6,700

6 + 400 5,269 0,067

5,309 0,037 50,000 265,450 1,825

6 + 450 5,349 0,006

5,291 0,034 50,000 264,525 1,675

6 + 500 5,232 0,061

5,450 0,031 50,000 272,500 1,525

6 + 550 5,668 0,000

5,649 0,000 50,000 282,450 0,000

6 + 600 5,630 0,000

Page 154: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-40

5,398 0,007 50,000 269,900 0,325

6 + 650 5,166 0,013

5,172 0,013 50,000 258,575 0,625

6 + 700 5,177 0,012

5,345 0,008 50,000 267,250 0,375

6 + 750 5,513 0,003

5,633 0,008 50,000 281,650 0,400

6 + 800 5,753 0,013

5,460 0,047 50,000 273,000 2,350

6 + 850 5,167 0,081

5,218 0,043 50,000 260,900 2,150

6 + 900 5,269 0,005

TOTAL 7942,225 82,225

Dari data pada tabel diatas didapat volume galian biasa sebesar 7528,225 m3 dan

timbunan sebesar 82,225 m3 untuk seluruh pekerjaan sepanjang 1,5 km.

IV.5.1.2. Pekerjaan Drainase

Pada pekerjaan drainase yang akan dihitung adalah kebutuhan beton

yang akan digunakan sesuai dimensi drainase yang akan dihitung.

Gambar IV.5. Dimensi Drainase

Page 155: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-41

Dengan pembagian luas seperti yang tertera pada Gambar IV.3. maka dapat

dilakukan perhitungan sebagai berikut ;

Luas I = p x l

= 0,74 x 0,25

= 0,185 m2

Luas II dan Luas VII = p x l

= 1,35 x 0,30

= 0,405 m2

Luas IV dan Luas V = (a x t) / 2

= (0,8 x 0,16) / 2

= 0,064 m2

Luas III dan Luas VI = p x l

= 0,55 x 0,16

= 0,088 m2

Luas Total = Luas I + Luas II + Luas III + Luas IV + Luas V + Luas

VI + Luas VII

= 0,185 + 0,405 + 0,088 + 0,064 + 0,064 + 0,088 + 0,405

= 1,299 m2

Volume beton = Luas Total x Panjang Jalan x Jumlah Ruas

= 1,299 m2 x 1500 m x 2

= 3897 m3

Untuk pekerjaan drainase sepanjang 1,5 km, maka dibutuhkan volume beton

sebesar 3897 m3

.

Page 156: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-42

IV.5.1.3. Pekerjaan Perkerasan

Setelah dilakukan perhitungan sesuai dengan manual SKBI 1987

maka didapatkan susunan lapisan perkerasan seperti berikut ini (satuan meter)

Gambar IV.6. Dimensi Lapis Perkerasan

Berikut perhitungan volume setiap lapis perkerasan yang dibutuhkan :

1. Lapisan Aspal Beton AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course)

Gambar IV.7. Dimensi Laston AC-WC

Volume = p x l x 1500 x 2

= 1,25 x 0,04 x 1500 x 2

= 150 m3

2. Lapisan Aspal Beton AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course)

Gambar IV.8. Dimensi Laston AC-BC

Volume = p x l x 1500 x 2

= 1,25 x 0,06 x 1500 x 2

= 225 m3

Page 157: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-43

3. Batu Pecah Kelas “ ”

Gambar IV.9. Dimensi Lapisan Batu Pecah Kelas “A”

Volume = p x l x 1500 x 2

= 1,25 x 0,20 x 1500 x 2

= 750 m3

4. Sirtu/Pitrun Kelas “ ”

Gambar IV.10. Dimensi Lapisan Sirtu/Pitrun Kelas “A”

Volume = p x l x 1500 x 2

= 1,25 x 0,28 x 1500 x 2

= 1050 m3

5. Selected Fill / Timbunan Pilihan

Gambar IV.11. Dimensi Lapisan Selected Fill

Volume = p x l x 1500 x 2

= 1,25 x 0,20 x 1500 x 2

= 750 m3

Dari perhitungan diatas, maka didapatkan volume setiap lapis perkerasan sebagai

berikut : - Laston AC-WC = 150 m3

- Laston AC-BC = 225 m3

Page 158: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-44

- Batu Pecah Kelas “ ” = 750 m3

- Sirtu/Pitrun Kelas “ ” = 1050 m3

- Selected Fill = 750 m3

6. Prime Coat (Lapis Resap Pengikat)

Sesuai Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3) Divisi 6 Perkerasan

Aspal Seksi 6.1. mengenai Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat menjelaskan

bahwa Lapis perekat pengikat adalah Aspal semen Pen.60/70 atau Pen.80/100

dengan bahan pengencer minyak tanah dan takaran penyemprotan maks.1,3 liter

per meter persegi, dengan perbandingan 80% minyak tanah dan 20% aspal. Cairan

ini akan dituang diatas Lapisan Batu Pecah Kelas “ ”. Maka dari itu berikut

perhitungan kebutuhan Prime Coat (Lapis Resap Pengikat) untuk proyek

sepanjang 1,5 km.

Luas Penyemprotan = 1,25 x 1500 x 2

= 3750 m2

1 m

2 = 1,3 liter

3750 m2 = 3750 x 1,3

= 4875 liter

7. Tack Coat ( Lapis Perekat)

Sesuai Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3) Divisi 6 Perkerasan

Aspal Seksi 6.1. mengenai Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat menjelaskan

bahwa Lapis perekat pengikat adalah Aspal semen Pen.60/70 atau Pen.80/100

dengan bahan pengencer minyak tanah dan takaran penyemprotan maks.0,25 liter

per meter persegi, dengan perbandingan 30% minyak tanah dan 70% aspal. Cairan

ini akan dituang diatas Lapisan AC-BC. Maka dari itu berikut perhitungan

kebutuhan Tack Coat (Lapis Perekat) untuk proyek sepanjang 1,5 km.

Luas Penyemprotan = 1,25 x 1500 x 2

= 3750 m2

1 m

2 = 0,25 liter

Page 159: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-45

3750 m2 = 3750 x 0,25

= 937,5 liter

IV.5.1.4. Pekerjaan Pelengkap

1. Perhitungan Marka Jalan

Gambar IV.12. Sket Marka Jalan

a. Marka Tengah Putus-putus

( )

( )

b. Marka Tengah Menerus

Luas = panjang tikungan x lebar marka

= 122,771 x 0.1

= 12,277 m2

Luas total marka jalan = 55,209 + 12,277

= 67,486 m2

Dengan menggunakan PAHS (Pedoman Analisa Harga Satuan) dari PU maka

akan didapat jumlah seluruh biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan Perancangan

Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Batas Kota Sibolga – Batang Toru (STA 5+400 –

STA 6+900). Seluruh detail perhitungan dapat dilihat di LAMPIRAN VII,

dibawah ini adalah rekapitulasi total harga pekerjaan yang dibutuhkan.

2.0 m 3.0 m 2.0 m

0.1 m

Page 160: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

IV-46

Tabel IV.22. Rekaptulasi Harga Pekerjaan

Page 161: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

V-1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan menggunakan seluruh data

terkait (data primer dan sekunder) maka didapat beberapa kesimpulan pada

proyek Perancangan Jalan Lintas Barat Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga –

Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6 + 900), yaitu sebagai berikut :

1. Kondisi jalan eksisting (lebar jalur efektif 4,5 m dan lebar bahu jalan 1,5 m)

sudah tidak bisa menampung kapasitas kendaraan yang lewat sehingga perlu

dilakukan pelebaran jalan. Dilakukan pelebaran jalan (lebar jalur efektif 7 m

dan lebar bahu jalan 1,5 m) guna mempertahankan kondisi jalan agar tetap

mampu menampung kapasitas kendaraan hingga tahun 2038. Tetapi setelah

dilakukan perhitungan, ruas jalan harus dilakukan pelebaran kembali pada

tahun 2023 karena jalan yang sudah mencapai derajat jenuh.

2. Berdasarkan data long section, maka setelah dilakukan perhitungan didapat

kesimpulan geometrik sebagai berikut :

a. Alinyemen Horizontal

Didapat jarak antar titik sebesar 1503,089 meter, 8 tikungan FC dengan

total panjang tikungan sebesar 522,323 meter, kemiringan maksimum

pada tikungan sebesar 3 % dan 5,7 % tanpa adanya pelebaran pada

setiap tikungan.

b. Alinyemen Vertikal

Didapat 34 alinyemen vertikal yang terdiri dari 24 lengkung (11

lengkung cembung dan 13 lengkung cekung) dan 10 datar.

3. Perhitungan tebal lapis perkerasan pada pelebaran dengan menggunakan

Metode SKBI 1987 maka didapatkan susunan lapisan perkerasan seperti

berikut ini.

Laston AC – WC = 4 cm

Laston AC – BC = 6 cm

Batu Pecah Kelas “A” = 20 cm

Page 162: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

V-2

Sirtu/Pitrun Kelas “A” = 28 cm

Selected Fill = 20 cm

Timbunan Pilihan dijadikan sebagai lapisan pengganti tanah dasar dengan

cara pengorekan tanah dasar sedalam 20 cm.

4. Dari hasil analisa terhadap data curah hujan maka dilakukan perancangan

terhadap saluran drainase berbentuk U Tipe DS 1 dengan lebar total sebesar

1,66 m, tinggi sebesar 1,35 m dengan dimensi luas tangkapan air dengan

lebar sebesar 0,74 m, tinggi permukaan air rencana sebesar 0,37 m dan

tinggi jagaan sebesar 0,43 m.

5. Rekapitulasi anggaran biaya yang diperlukan pada proyek ini yaitu sebesar

Rp. 5.887.081.000,--.

Page 163: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

V-3

V.2. SARAN

Sesuai dengan analisa terhadap seluruh proses perhitungan dan kondisi di

lapangan, maka terdapat beberapa saran pada proyek Perancangan Jalan Lintas

Barat Ruas Jalan Nasional Batas Kota Sibolga – Batang Toru ( Sta 5 + 400 – Sta 6

+ 900), yaitu sebagai berikut :

1. Pengerjaan gambar rencana long section dengan alinyemen vertikal haruslah

dalam satu gambar dan tegak lurus sesuai stasiun yang ada agar proses

pemasukan data tidak sulit.

2. Jalan yang memiliki sudut kecil dengan jari-jari yang besar memang masuk

sebagai tikungan FC, tetapi lebih baik jika dianggap jalan lurus sehingga

tidak menghabiskan dana dan waktu hanya untuk menghitung jalan yang

seharusnya secara kasat mata dianggap lurus dan tidak memerlukan

superlevasi.

3. Sebaiknya untuk penanganan nilai CBR yang tidak mencapai 6% yaitu

dilakukan pengorekan atau penggantian tanah dasar tersebut dengan

timbunan pilihan lalu dilakukan pengecekan ulang terhadap nilai CBR. Hal

ini masih sering tidak dilakukan dilapangan karena alasan metode

pelaksanaan yang lebih praktis jika lapisan base yang dipertebal

dibandingkan harus mengorek tanah dasar lalu mengganti dengan timbunan

pilihan serta pengecekan ulang terhadap nilai CBR.

4. Data curah hujan yang dipakai sebagai data utama dalam perhitungan

dimensi drainase seringkali tidak sesuai dengan perkiraan kedepan. Alam

yang tidak dapat ditebak dapat menghasilkan curah hujan yang tinggi atau

rendah dalam rentang waktu yang berdekatan, maka dari itu perhitungan

dimensi drainase harus memakai nilai yang paling tinggi yang telah

diperkirakan sesuai umur rencana.

5. Dengan memperhatikan jarak jalan eksisting dengan pemukiman yang

berkisar antara 10-15 meter dibeberapa titik stasiun maka perancangan

pelebaran jalan pada ruas jalan yang ditinjau dianggap layak untuk

dilaksanakan dengan syarat dilakukannya pembebasan lahan terlebih dahulu

untuk pemukiman penduduk yang terkena proyek pelebaran jalan.

Page 164: PERANCANGAN JALAN LINTAS BARAT RUAS JALAN NASIONAL …

V-4

6. Rencana Anggaran Biaya yang telah diperhitungan terkadang tidak sesuai

ketika diimplentasikan di lapangan dikarena kondisi lapangan dengan segala

unsur sosial, etnik, wilayah yang menyebabkan harga dapat berkurang atau

bahkan makin tinggi, maka dari itu dari segi sumber daya manusia haruslah

orang yang tanggap situasi dan kondisi di lapangan sehingga tidak terjadi

hal yang diluar perhitungan.