Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

31
1 PENDAHULUAN Stroke merupakan salah satu penyakit dengan angka morbilitas dan mortalitas yang tinggi. Selain itu stroke juga penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker, serta penyebab kecacatan pada negara-negara industri. Di amerika serikat jumlah kematian akibat stroke 90.000 wanita dan 60.000 pria setiap tahun. Di indonesia sendiri diperkirakan setiap tahun terdapat 8 dari 1000 orang menderita stroke. Stroke telah menjadi beban global dalam bidang kesehatan (Wijaya, 2011). Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin

description

Sitokin Pro Inflamasi pada Stroke Iskemik

Transcript of Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

Page 1: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

1

PENDAHULUAN

Stroke merupakan salah satu penyakit dengan angka morbilitas dan mortalitas yang tinggi.

Selain itu stroke juga penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker,

serta penyebab kecacatan pada negara-negara industri. Di amerika serikat jumlah kematian

akibat stroke 90.000 wanita dan 60.000 pria setiap tahun. Di indonesia sendiri diperkirakan

setiap tahun terdapat 8 dari 1000 orang menderita stroke. Stroke telah menjadi beban

global dalam bidang kesehatan (Wijaya, 2011).

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau

bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan

oleh bekuan (trombus) yang terbentuk dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh

atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin

terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri

ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan emboli

primer, termasuk aterosklerotik, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung

struktural. Namun, trombosis yang menjadi penyulit aterosklerosis merpakan penyebab

pada sebagian besar kasus stroke trombotik, dan embolus dari pembuluh darah besar atau

jantung merupakan penyebab tersering stroke embolik (price and wilson, 2006).

Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang

berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah

Page 2: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

2

sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteria karotis interna( tempat arteri

karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat

tersering terbentuknya aterosklerosis. Atrosklerosis arteri serebri media atau anterior lebih

jarang menjadi tempat pembentukan aterosklerosis. Darah terdorong melalui sistem

vaskular oleh gradien tekanan, tetapi pada pembuluh darah yang menyempit, aliran darah

yang lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil akan menurunkan gradien tekanan

ditempat kontriksi tersebut. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat krisis tertentu, maka

meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam

kecepatan aliran.

Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupakan respons vaskular

reaktif terhadap peradarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater

meningen. Sebagian besar stroke iskemik otak tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan

otak tidak peka terhadap nyeri. Namun pembuluh darah dileher dan batang otak memiliki

banyak reseptor nyeri, dan cedera pembuluh-pembuluh ini saat serangan iskemik akan

menimbulkan nyeri kepala. Dengan demikian, pada pasien dengan stroke iskemik disertai

gambaran klinis berupa nyeri kepala perlu dilakukan uji-uji diagnostik yang dapat

mendeteksi cedera kepala seperti aneurisma disekans di pembuluh leher dan batang otak.

Sitokin pro inflamasi merupakan sitokin yang sering didapati meningkat pada suatu proses

inflamasi. Pada stroke iskemik akut timbul respons inflamasi yang memperngaruhi

progresivitas stroke. Respon inflamasi pada stroke iskemik merupakan suatu proses

penting yang mempengaruhi perjalanan stroke pada fase akut, karena dapat memperberat

perjalanan stroke iskemik, yaitu dengan mempercepat berkembangnya penumbra menjadi

Page 3: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

3

infark. Sitokin yang sering terlibat dalam suatu proses inflamasi yang sering disebut adalah

TNF alfa (Tumor Nekrosis Faktor), interleukin 1 beta dan interleukin 6 (Vila et al, 2000).

Beberapa sitokin pro inflamasi dilepaskan segera setelah onset iskemia otak. Pada 25%

sampai 40% pasien dengan stroke iskemik gejala-gejala neurologis berkembang selama

beberapa jam pertama. Perburukan klinis pada awal kejadian menyebabkan peningkatan

angka mortalitas dan kecacatan. Peningkatan sitokin pro inflamasi telah dideteksi pada

iskemik korteks satu jam setelah terjadinya oklusi arteri serebri media pada model

percobaan dengan iskemia otak (Suroto, 2002). Permasalahan yang timbul adalah apakah

peranan dari sitokin pro inflamasi pada stroke iskemik.

Page 4: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

4

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama

24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas

selain vaskuler. Stroke merupakan penyebab kematian utama pada semua umur, dengan

proporsi sebesar 15,4%. Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan

stroke hemoragik. Sebagian besar stroke disebabkan oleh stroke non hemoragik yaitu

mencapai 80%.

Stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh trombus dan emboli. Stroke non hemoragik

akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada tempat tertentu di otak melalui

proses stenosis. Mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat kompleks dan menyebabkan

kematian neuronal yang diikuti oleh hilangnya fungsi normal dari neuron yang terkena.

Memahami patofisiologi stroke non hemoragik akibat trombus penting dalam

penatalaksanaan pasien, khususnya dalam memberikan terapi secara tepat (wijaya, 2011).

Diagnosis Stroke

Pengetahuan tentang neuroanatomy dan anatomi pembuluh darah penting untuk

mendiagnosis klinis stroke dan serangan iskemik SSP transient. Cedera otak disebabkan

oleh vaskular hampir selalu fokal, kecuali mereka menyebabkan peningkatan tekanan

intrakranial yang menyebabkan hipoperfusi serebral secara global, seperti dalam

Page 5: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

5

perdarahan subarachnoid, atau infark besar dan perdarahan intraserebri. Pertimbangan

dimana Proses tersebut terjadi di dalam otak bermanfaat untuk menentukan apakah

penyebabnya adalah pembuluh darah dan untuk identifikasi pembuluh darah potensial

yang terlibat. Untuk diagnosis klinis, terdapat 3 pertanyaan berikut harus terjawab: (1)

Adakah gangguan vaskular seperti stroke? Jika ada gangguan vaskular, maka (2) di

manakah kelainannya di dalam SSP dan pembuluh darah apa yang memasok darah di

daerah itu? dan (3) bagaimanakah mekanisme terjadinya penyakit (misalnya, iskemia atau

perdarahan)? Sebelum membedakan antara mekanisme stroke, dokter pertama-tama harus

menanyakan adakah kemungkinan penyakit tersebut disebabkan oleh proses nonvascular

seperti tumor otak, gangguan metabolisme, infeksi, demielinisasi, intoksikasi, atau cedera

traumatis yang menyerupai stroke.

Pengalaman dan pengetahuan mengenai penyakit sistemik umum membantu dokter

mengetahui patofisiologinya; Pemeriksaan neurologis memberikan informasi di mana

proses penyakit berada. Data yang berbeda yang digunakan untuk menjawab pertanyaan

apa dan dimana. Diagnosis lokasi stroke yang paling sering dilakukan dengan

mengintegrasikan semua informasi yang tersedia dari gejala neurologis dan temuan dari

pemeriksaan radiologi. Dalam menentukan mekanisme stroke, data-data ini perlu

diketahui: riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, dan riwayat penyakit

keluarga, keberadaan dan sifat stroke di masa lalu dan / atau TIA, kegiatan pada awal

stroke, perkembangan gejala fokal, dan gejala penyerta seperti sakit kepala, muntah, dan

penurunan tingkat kesadaran. Informasi ini diperoleh dari anamnesis menyeluruh dari

pasien, review catatan, dan data yang dikumpulkan dari pengamat, anggota keluarga.

Pemeriksaan fisik umum, yang mungkin mengungkap temuan tidak diketahui dari riwayat,

menambah data yang digunakan untuk mendiagnosis mekanisme stroke. Tekanan darah

Page 6: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

6

tinggi, pembesaran jantung atau murmur, dan bruit vaskular adalah contoh temuan fisik

bahwa identifikasi pengaruh mekanisme stroke. Infark retina adalah diagnosis klinis pada

pasien dengan hilangnya penglihatan akut menyakitkan, biasanya terkait dengan iskemik

whitening retina diamati pada pemeriksaan funduskopi.

Radiografi Diagnosis

Pencitraan radiografi dan pengujian laboratorium lainnya bertujuan untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan ini dalam evaluasi akut Stroke: (1) Apakah lesi (s) dalam SSP yang

disebabkan oleh iskemia atau perdarahan, ataukah gangguan nonvascular yang menyerupai

stroke? (2) Dimana lesi ? Apa ukuran, bentuk, dan batas? (3) Bagaimana sifat dan tingkat

keparahan lesi vaskular, dan bagaimana lesi vaskular dan kelainan perfusi otak

berhubungan dengan lesi ? dan (4) Apakah kelainan konstituen darah yang menyebabkan

atau memberikan kontribusi terhadap iskemia atau perdarahan? Konfirmasi bahwa pasien

telah mengalami stroke atau tidak sangat tergantung pada pencitraan otak. Pencitraan

dengan CT atau MRI dapat melokalisasi daerah infark otak dan perdarahan. Pencitraan

arteri leher rahim dan intrakranial dan vena, dengan fokus pada yang memasok wilayah

cedera vaskular, dapat mengidentifikasi lesi vaskular oklusif dan menunjukkan malformasi

vaskular dan aneurisma. Pencitraan pembuluh darah dapat dilakukan menggunakan

ultrasound (pencitraan Doppler dupleks darah pembuluh di leher dan transcranial Doppler

studi dari intrakranial arteri), atau dengan CT atau magnetic resonance angiography atau

dengan kateter angiography (Sacco et al, 2013).

Berdasarkan kelainan patologisnya, stroke dapat dibagi menjadi:

a. Stroke hemoragik

i. Perdarahan intra serebral

ii. Perdarahan ekstra serebral (sub-arakhnoid)

Page 7: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

7

b. Stroke non-hemoragik

i. Trombosis serebri

Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen

pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga

aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan

iskemia. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses

oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.

ii. Emboli serebri

Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatus yang

terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas

dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran

darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan

menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan infark

jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32%

dari penyebab stroke non hemoragik.

Faktor Resiko

Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan kelompok faktor risiko

yang ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal

sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini antara lain usia, jenis

kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga, serta riwayat serangan transient ischemic

attack atau stroke sebelumnya.2 Kelompok faktor risiko yang dapat dimodifikasi

merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, yang meliputi

hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung, merokok, alkohol, obesitas,

dan penggunaan kontrasepsi oral.

Page 8: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

8

Fisiologi Otak

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan dinyatakan

dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi

otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular

resistance (CVR).6,11 Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah

50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam

persamaan berikut:

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood pressure

(MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan

komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak,

struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak.

Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu:

a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila tidak

terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf

masih utuh.

b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/menit,

yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti

sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.

c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan

menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100 gram/menit.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:

a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat

oleh trombus/embolus.

Page 9: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

9

b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat akan

menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan

oksigenasi otak menurun.

c. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.

Trombus

Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang dapat

menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan

lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut tromboemboli.

Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam patogenesis stroke

iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya,

misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung, stroke, maupun claudicatio

intermitten, sedangkan trombosis vena dapat menyebabkan emboli paru.8,11 Trombosis

merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama hemostasis yang meliputi

faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler,

terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan komplikasi dari

aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang pecah.

Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen

dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding

pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh

darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan karena adanya glikoprotein

dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel

yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami

kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian

akan merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit

Page 10: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

10

mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-

zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada

trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi

protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang

berkepanjangan akibat serangan migrain. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri

serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik.

Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem

arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).

Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral

utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat

menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk

menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak

dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila

tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2

menit aktivitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak

dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk

pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga

membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na

dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif

sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih

Page 11: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

11

reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian

jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas

kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram /

menit.

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim

enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang

ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.

Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari

tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik

Respon imun merupakan mekanisme endogen yang penting yang diaktivasi sebagai respon

dalam menanggapi iskemia serebral. Sementara beberapa aspek aktivasi imun setelah

iskemia serebral fokal, seperti produksi sitokin dan infiltrasi sel inflamasi ke dalam

jaringan otak iskemik, telah dikenal selama bertahun-tahun, beberapa kompleksitas dari

mekanisme molekuler yang bertanggung jawab untuk aktivasi imun sekarang sedang

diteliti (Dinorello, 2000).

Respon inflamatorik pada stroke iskemik merupakan suatu proses penting yang

mempengaruhi perjalanan stroke pada fase akut karena dapat memperberat perjalanan

stroke iskemik yaitu dengan mempercepat berkembangnya penumbra menjadi infark.

Unsur inflamasi berapa unsur seluler seperti neutrofil dan unsur molekuler seperti sitokin.

Efek dari leukosit dalam patogenesis kerusakan iskemik serebral di postulasikan sebagai

berikut : pertama penurunan aliran darah serebral dengan plugging atau pelepsan mediator

vasokontriktif seperti endotelin, dan kedua eksaserbasi kerusakan blood brain barier atau

parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, produksi oksigen radikal, dan lipid

peroksidase.

Page 12: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

12

Neutrofil berperan dalam maturasi dari reperfusi cedera yang timbul segera setelah

iskemik serebral fokal, yaitu berperan dalam lokal no reflow, pembentukan edema,

peningkatan post capilary venous endotelial permeability, pembentukan radikal bebas

superoksida, gangguan integritas jaringan dan akhirnya infark berkembang.

Respon imun terhadap stroke

Rentetan peristiwa yang terjadi akibat kekurangan oksigen, glukosa dan nutrisi yang

penting untuk otak menyebabkan disfungsi dari neurovaskular. Saat iskemia glutamat

tersimpan dalam sel-sel otak dan dikeluarkan ketika sel-sel menjadi hiperaktif atau mati

sebagai hasil dari ekstotoksisitas. Selain itu sel-sel otak dan sel imun menghasilkan reaktif

spesies oksigen dan pemulihan aliran darah di pembuluh darah yang tersumbat

menghasilkan ROS tambahan. ROS mengaktivasi sel endotel dan menyebabkan stres

oksidatif. Stres oksidatif dan induksi kaskade inflamasi menyebabkan hancurnya sawar

darah otak yang memungkinkan diaktifkannya sel-sel imun seperti neutrofil dan sel T

untuk menginfiltrasi dan terakumulasi di jaringan iskemik otak. Sepanjang akumulasi sel

imun yang teraktivasi dari perifer, mikroglia dalam otak menjadi teraktivasi setelah

iskemia serebri karena peningkatan ATP ekstra seluler dari depolarisasi neuron dan glia

dan juga pelepasan sel-sel yang mati atau rusak. Mikroglia yang aktif mensekresi mediator

pro inflamasi seperti sitokin dan mengembangkan fagosit dan MHC klas II. Aktivasi

mikroglia dapat bermanfaat dengan memproduksi growth factor seperti brain derived

neurotrophic factor dan pembersihan jaringan yang mati setelah iskemia. Bagaimanapun

pelepasan sitokin pro inflamasi seperti TNF alfa dan produksi ROS dan nitrit oksida

setelah aktivasi sel mikroglia adalah merugikan. ATP merupakan sinyal bahaya dini

meningkatkan inflamasi tetapi saat sel mati sinyal molekular memanggil bahaya

berhubugan dengan molekular pattern molekul dihasilkan dan mengaktivasi reseptor

Page 13: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

13

seperti Toll like reseptor (TLRs). Pola pengenalan reseptor ini ditemukan pada sel endotel

dan mikroglia diotak bersamaan dengan infitrasi leukosit dari perifer dan aktivasi pola

pengenalan reseptor meningkatkan pelepasan sitokin. Saat neuron mati setelah iskemia

interaksi sel-sel dengan mikroglia menjadi hilang dan lebih lanjut lagi meningkatkan sinyal

inflamasi terjadi secara akut setelah iskemia, hipoksia dan stres osidatif menginduksi

sintesis nuklear faktor kB, hipoksia dapat menginduksi faktor 1 dan faktor transkripsi

lainnya yang meningkatkan ekspresi dari sitokin pro inflamasi dan anti inflamasi. Saat sel

mati dan jaringan otak rusak sinyal bahaya molekul selanjutnya berpotensial terhadap

respon inflamasi dengan mengaktivasi lebih banyak mikroglia dan leukosit yang

menginfiltrasi sebagai respon terhadap sitokin pro inflamasi. Hal ini meningkatkan

ekspresi sitokin lebih jauh meningkatkan ekspresi molekul adesi pada sel endotel yang

menghasilkan rekruitmen tambahan leukosit dari perifer. Perubahan inflamasi ini setelah

iskemia menyebabkan peningkatan sel neuron yang mati sehingga volume infark semakin

besar dan hasil neurologis memburuk. Inflamasi merupakan pemeran utama dalam

kerusakan otak selama iskemik serebri. Namun inflamasi membantu dalam penyembuhan

dan pemulihan setelah iskemik serebri. Pemahaman mekanisme lebih jauh tentang

bagaimana inflamasi berkontribusi terhadap cidera atau perbaikan stetlah iskemia

merupakan hal penting untuk menemukan target terapi potensial untuk stroke dan untuk

menggunakan mediator inflamasi seperti sitokin sebagai biomarker untuk prognosis.

Page 14: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

14

Perubahan sitokin setelah stroke

Sitokin merupakan glikoprotein terlarut yang diproduksi oleh sel-sel diotak sebagai respon

terhadap kerusakan jaringan setelah iskemia dan bertanggung jawab untuk mengatur

respon imun alami dan adaptif. Mikroglia, astrosit, sel endotel, dan neuron di otak mampu

mengeluarkan sitokin pro inflamasi dan anti inflamasi. Peningkatan produksi sitokin pro

inflamasi dan penurunan produksi sitokin anti inflamasi berkorelasi dengan ukuran infark

yang lebih besar pada hewan percobaan dan memperburuk hasil klinis. TNF alfa,

interleukin 1 beta, IL 6, dan IL 10 merupakan sitokin-sitokin inflamasi yang ditemukan

memiliki hubungan dengan stroke iskemik dan telah terlibat sebagai target terapi dan

biomarker untuk prognosis. Respon inflamasi terhadap perubahan iskemia dengan waktu

dan mengetahui waktu ketika sitokin ini meningkat atau menurun dan bagaimana sitokin

Page 15: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

15

ini mempengaruhi volume infark adalah penting dalam memahami bagaimana sitokin

dapat dimanfaatkan secara klinis.

TNF alfa

Tumor nekrosis faktor alfa prekursor adalah membran yang diikat dan dipecah oleh TNF

alfa konverting enzim (TACE) untuk melepaskan bentuk larut yang dapat berikatan

dengan TNFR1 atau TNFR2. Sebagaian besar sel dalam otak mengekspresikan TNFR1

(Doll et al, 2014).

Interleukin 6

Bukti-bukti penelitian menerangkan bahwa inflamasi merupakan faktor kunci dalam

respon patologi stroke. Mayoritas reaksi inflamasi menjadi iskemik serebral akut dimediasi

oleh sitokin yang meningkat di sistem saraf pusat dan sirkulasi sistemik pada pasien

dengan akut iskemik stroke. Interleukin 6 merupakan faktor inflamatori penting yang mana

peningkatan signifikannya diobservasi pada pasien stroke jangka pendek setelah kejadian

stroke iskemik dan memiliki peranan penting sebagai molekul massenger antara leukosit,

endotel vaskular, dan sel-sel parenkim. Interleukin 6 kemungkinan akan membawa

berbagai efek dan bersaing meliputi anti apoptosis pro proliferasi penghambatan

pertumbuhan, dan efek merangsang deferensiasi tergantung pada konteks seluler. Prediksi

kematian atau cacat (hasil yang buruk) setelah stroke iskemik menjadi area yang menarik

bagi ahli saraf.

Dalam beberapa tahun terakhir terjadi kecenderungan memahami peran faktor inflamasi

terutama interleukin 6 pada stroke. Penelitian shaafi et al menilai hubungan interleukin 6

dengan keparahan dan prognosis pasien dengan stroke iskemik akut, dan menunjukan

Page 16: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

16

bahwa peningkatan tingkat inflamasi ini pertanda dalam fase stroke akut dikaitkan dengan

derajat kerusakan neurologis baik klinis atau aspek pencitraan. Penelitian ini juga

menunjukan bahwa peningkatan kadar IL 6 pada hari pertama dan hari keenam

berhubungan dengan angka kematian, cacat fungsional, dan kinerja status (bulan 3 dan

tahun 1). Hubungan ini sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya dalam hal

ini seperti usia, gangguan neurologis atau volume infark pada pemeriksaan radiologi.

Sejumlah besar literatur telah menyantunkan peran tanda inflamasi di stroke.

Lee et al telah merangkum bukti terbaru menunjukkan bahwa mikroglia memiliki fungsi

penting selama stroke iskemik. Peradangan yang terkait dengan mikroglia memainkan

penting peran dalam patogenesis stroke iskemik. Meskipun beberapa percobaan untuk

pengobatan anti-inflamasi telah terbukti efektif untuk mengobati stroke akut pada model

Page 17: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

17

binatang, mereka memiliki sayangnya tidak efektif dalam uji klinis. Semakin berrtambah

bukti menunjukkan bahwa respon inflamasi sebuah pedang bersisi dua, karena tidak hanya

memperburuk cedera otak sekunder dalam tahap akut stroke, tetapi juga memberikan

kontribusi menguntungkan ke otak pemulihan setelah stroke (Gambar 2). Mikroglia bisa

melayani target seluler sebagai kuat pada stroke iskemik. Keberhasilan terapi penggantian

mikroglial mendorong sejak manipulasi mikroglia mungkin efektif untuk mengobati

kondisi neurologis. Namun, masih banyak yang harus dilakukan dalam rangka untuk

menerjemahkan temuan praklinis menjanjikan dalam praktek klinis. Penelitian lebih lanjut

harus mempertimbangkan respon pro dan anti-inflamasi microglia, tidak terpisah tetapi

secara keseluruhan. Meningkatkan pemahaman kita tentang keseimbangan dinamis antara

pro dan respon anti-inflamasi dan mengidentifikasi perbedaan antara studi praklinis dan uji

klinis dapat menyebabkan desain terapi yang lebih efektif. Pada beberapa hasil penelitian

lain juga menunjukan adanya perbedaan yang bermakna dalam hal kadar sitokin IL 1, TNF

alfa, dan IL 8 maupun jumlah neutrofil dalam darah tepi antara kasus stroke iskemik akut

dan kontrol non stroke. Dimana dalam empat variabel kasus tersebut pada kelompok kasus

lebih tinggi dari pada kontrol. Hal ini memperkuat adanya dugaan bahwa adanya peran

sitokin pro inflamasi dan neutrofil pada penderita stroke iskemik akut. Analisis juga

menunjukan bahwa ada korelasi positif yang bermakna antara sitokin IL 8 dengan jumlah

neutrofil darah tepi. Ini menunjukan bahwa pada penderita stroke iskemik akut, ada kaitan

antara peningkatan jumlah neutrofil dengan peningkatan kadar IL 8.

Page 18: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

18

Pengaruh Sitokin pada Stroke Outcome

Respon inflamasi terhadap iskemia memainkan peran penting dalam patofisiologi stroke,

dan menggunakan penanda inflamasi seperti sitokin yang dijelaskan di atas dapat berguna

untuk memprediksi hasil setelah stroke. Peningkatan mortalitas dan kecacatan fungsional

terjadi pada pasien stroke yang menunjukkan gejala-gejala neurologis yang berkembang

akut setelah onset stroke. Penumbra iskemik adalah jaringan yang mengelilingi inti infark

dan dapat bertahan atau berubah menjadi jaringan nekrotik dan menjadi bagian dari

jaringan infark akibat berkurangnya aliran darah dan gangguan fungsi saraf. Transformasi

penumbra hasil jaringan infark dalam memburuknya gejala neurologis. Peningkatan kadar

IL-6 di CSF dan serum telah dikaitkan dengan memburuknya gejala neurologis,

peningkatan ukuran infark dan outcome fungsional yang buruk. Hal ini mengejutkan

bahwa IL-6 dikaitkan dengan hasil fungsional yang buruk pada manusia karena dalam

penelitian stroke yang eksperimental IL-6 ditemukan bersifat neuroprotektif. Namun,

Ormstad, et al. tidak menemukan korelasi antara IL-6 dan ukuran infark, dan Sotgiu, et al.

menemukan korelasi terbalik dari IL-6 dengan ukuran infark dan hasil yang buruk. IL-6

dapat menyebabkan pelepasan prostaglandin E2 di otak, dan prostaglandin E2 bekerja

pada hipotalamus mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Sejumlah penelitian Stroke

manusia dan eksperimental telah menunjukkan bahwa demam berkorelasi dengan

peningkatan ukuran infark dan hasil yang buruk; dengan demikian, kenaikan awal IL-6 dan

elevasi berkepanjangan IL-6 dalam CSF dan darah kemungkinan besar berkorelasi dengan

peningkatan risiko suhu tinggi yang meningkatkan peradangan dan kerusakan jaringan

setelah stroke. Selain itu, ada temuan yang saling bertentangan saat menggunakan TNF-α

sebagai mediator inflamasi untuk memprediksi hasil dan infark ukuran. Peningkatan kadar

TNF-α dalam serum dan CSF pasien stroke berkorelasi dengan memburuknya gejala

neurologis, peningkatan ukuran infark dan hasil yang buruk pada 3 bulan dalam studi

Page 19: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

19

termasuk stroke berat dan pasien dengan kerusakan white matter lession. Namun, dalam

penelitian lain TNF-α tidak berkorelasi dengan hasil atau ukuran infark. Meskipun IL-1β

adalah neurotoksik dalam semua studi hewan percobaan iskemik, IL-1β hanya ditemukan

berkorelasi dengan hasil yang buruk dalam plasma pasien dalam satu studi yang paling

mungkin karena peran lokal dari IL-1β dan rendahnya tingkat IL-1β dalam darah atau

CSF. Efek anti-inflamasi IL-10 memainkan peran penting dalam mencegah kematian

neuronal; dengan demikian, tidak mengherankan bahwa rendahnya tingkat IL-10 awal

setelah onset stroke berkorelasi dengan hasil yang buruk dan peningkatan ukuran infark.

Namun, kecenderungan peningkatan kadar IL-10 hari setelah stroke dan bahkan saat

masuk berkorelasi dengan hasil yang buruk dan peningkatan risiko infeksi. Peningkatan

IL-10 turut mengatur TNF-α dan menghambat produksi IFN-γ yang dapat bermanfaat

dalam tahap awal perkembangan infark setelah stroke; Namun, peningkatan IL-10 dapat

menyebabkan imunosupresi perifer mengakibatkan infeksi pasca-stroke dan infeksi adalah

penyebab utama kematian pada pasien stroke.

Variabilitas data sitokin perifer pada stroke manusia kemungkinan besar karena

heterogenitas stroke pada manusia. Keparahan Stroke, lokasi stroke, usia, penyakit

penyerta, dan peradangan sistemik sebelum stroke mungkin faktor utama yang

berkontribusi terhadap tingkat sitokin perifer terlihat pasca stroke. Selain itu, peserta

kontrol yang tepat penting untuk menginterpretasikan data sitokin. Dalam studi Stroke

manusia menilai IL-10, TNF-α, IL-1β, IL-6, dan mediator inflamasi lainnya, sebagian

besar studi memiliki kontrol usia yang sama namun beberapa penelitian telah kontrol

subyek sehat sementara penelitian lain telah kontrol dengan co -morbidities seperti

hipertensi atau diabetes. Selain itu, penelitian lain dibandingkan tingkat sitokin

berdasarkan keparahan stroke. Dengan demikian, penting untuk mengontrol penyakit

Page 20: Peranan Sitokin ProInflamasi Pada Stroke Iskemik

20

penyerta dan faktor risiko untuk menentukan dan ketika sitokin meningkat karena stroke.

Akibatnya, penggunaan hanya satu mediator inflamasi untuk memprediksi hasil atau

ukuran infark tidak berguna secara klinis karena heterogenitas sitokin respon perifer. Oleh

karena itu, pemahaman lebih lanjut tentang kapan sitokin tersebut meningkat dan

bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dapat membantu menjelaskan bagaimana

sitokin ini dapat digunakan secara klinis sebagai biomarker untuk membantu memprediksi

hasil (Doll et al, 2014).