PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT...

81
PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT ANAK USIA 7-10 TAHUN (Studi Kasus di Lingkungan Rt 07/01 Cilincing Jakarta Utara) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh : Unayah NIM : 106011000200 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

Transcript of PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT...

Page 1: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH

SHALAT ANAK USIA 7-10 TAHUN

(Studi Kasus di Lingkungan Rt 07/01 Cilincing Jakarta Utara)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

Unayah

NIM : 106011000200

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 2: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak
Page 3: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak
Page 4: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak
Page 5: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

v

ABSTRAK

Unayah, 106011000200, Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan. “Peranan Keluarga dalam Pembiasaan Ibadah Shalat Anak Usia

7-10 Tahun (Studi Kasus di Lingkungan Rt 07/01 Cilincing Jakarta Utara.”

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi

seorang anak. Sebelum anak berkenalan dengan dunia sekitarnya, ia akan

berkenalan terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam

keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak

untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu orang tua bertanggung jawab untuk

memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya termasuk di dalamnya

pendidikan ibadah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peran orang tua

dalam pendidikan ibadah shalat anak usia 7-10 tahun di lingkungan Rt07/01

Cilincing, untuk mengetahui usaha-usaha apa saja yang dilakukan orang tua dalam

membiasakan anaknya shalat, serta untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja

yang dialami orang tua dalam membiasakan anak shalat.

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Rt 07/01 Cilincing Jakarta Utara.

Adapun subyek penelitiannya adalah seluruh orang tua yang memiliki anak usia 7-

10 tahun yang berjumlah 37 KK, dengan menggunakan metode penelitian

deskriptif analisis, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,

wawancara, angket dan dokumentasi.

Teknik pengolahan dan analisa data yang penulis lakukan adalah dengan

mentabulasi data jawaban kedalam bentuk tabel dan dinyatakan dalam bentuk

frekuensi dan prosentase kemudian penulis mendeskripsikan hasil angket tersebut.

Hasilnya dapat diketahui bahwa orang tua cukup berperan dalam pelaksanaan

pendidikan ibadah shalat anak. Hal ini berdasarkan hasil jawaban responden

sebanyak 81.1% orang tua menjawab mulai membiasakan anak shalat sejak

berusia 7 tahun, 54.1% orang tua sering melatih anak shalat, 49.5% orang tua

mengajarkan tata cara shalat pada anak, 45.9% orang tua selalu menegur anak

apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak sebagai hukuman apabila

meninggalkan shalat. Mengenai usaha yang dilakukan orang tua dalam

membiasakan anak shalat adalah dengan memerintahkan anak untuk

melaksanakan shalat apabila waktu shalat tiba, membangunkan anak pada waktu

subuh, mengajak anak shalat berjamaah dan menyekolahkan anak di yayasan yang

ada di lingkungan Rt07/01 Cilincing. Sedangkan kesulitan yang dialami orang tua

dalam membiasakan shalat adalah anak terlalu banyak bermain sehingga sulit dan

tidak mau bila diperintahkan shalat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa Peranan Keluarga dalam Pembiasaan Ibadah Shalat Anak

Usia 7-10 tahun dapat dikategorikan cukup baik.

Page 6: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

vi

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat

hidup dan kehidupan hingga detik ini masih memberikan izin untuk menikmati

indahnya hidup. Alhamdulillahirrabbil‘aalamiin, penulis mengucapkan rasa

syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad

SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh pengikutnya yang telah

mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia.

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati penulis mengakui bahwa

penulisan skripsi ini banyak menemukan kesulitan dan hambatan, namun berkat

bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapt

terselesaikan. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang selalu

memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan selama

penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI.

3. Drs. Sapiuddin Sidiq, M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Abdul Ghofur, M.A, Dosen Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama

Islam sekaligus Dosen Pembimbing skripsi,, yang memberikan dukungan dan

bimbingan kepada penulis yang tidak pernah menutup pintu keluasan

Page 7: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

vii

waktunya untuk membimbing dan memberikan semangat dan arahan dalam

penulisan skripsi ini..

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK),

terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan

motivasi dan kontribusi, selama penulis menjadi mahasiswa.

6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang

turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ayahanda Jaenudin dan Ibunda Sukaenah tercinta yang selalu menyayangi dan

mendoakan penulis. Semoga pintu Rahman dan Rahim-Nya selalu terbuka

untuk pengorbanan kalian, Amin. Adik-adik tercinta Miawati dan Ayu

Hacicah serta seluruh keluarga, terimakasih selalu setia memberikan motivasi

dan dukungan kepada penulis hingga terselesaikannya skpripsi ini.

8. Seseorang yang memberikan inspirasi terbesar, Welly C. S yang selalu ada

buat penulis, baik suka maupun duka.

9. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan Agama Islam angkatan 2006 kelas E

yang selalu memberi dukungan kepada penulis untuk tetap semangat, semoga

persahabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini tak usang ditelan

waktu.

10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan

kepada penulis baik secara moral maupun materil.

Bagi mereka semua tiada kata selain ucapan ribuan terimakasih

penulis, semoga Allah SWT., membalas semua amal baik mereka, dan

akhirnya penulis berharap sekripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 13 Mei 2011

Unayah

Page 8: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING .................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... x

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................... 8

C. Pembatasan Masalah .................................................................. 9

D. Perumusan Masalah.................................................................... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 10

BAB II : ACUAN TEORITIK ...................................................................... 11

A. Pendidikan Ibadah Shalat .......................................................... 11

1. Pengertian Pendidikan Ibadah ............................................... 11

2. Pengertian Shalat ................................................................... 13

3. Kedudukan Shalat dalam Agama .......................................... 14

4. Hikmah Shalat ....................................................................... 16

5. Pembinaan Ibadah Shalat pada Anak .................................... 17

B. Peranan Keluarga....................................................................... 29

1. Pengertian Peranan ................................................................ 29

Page 9: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

ix

2. Pengertian Keluarga .............................................................. 30

3. Fungsi dan Peranan Keluarga................................................ 31

4. Kedudukan Keluarga ............................................................. 36

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 38

B. Metode Penelitian ...................................................................... 38

C. Populasi dan sampel .................................................................. 39

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 39

E. Teknik Analisis Data ................................................................. 41

BAB IV : HASIL PENELITIAN .................................................................. 42

A. Gambaran Umum Rt 07/01 Cilincing ...................................... 42

1. Letak Geografis Wilayah ..................................................... 42

2. Keadaan Penduduk ............................................................... 42

3. Sarana Pendidikan dan Ibadah ............................................. 43

B. Analisis Data ............................................................................. 44

C. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................... 56

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 61

A. Kesimpulan ................................................................................ 61

B. Saran .......................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 63

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kisi-kisi Quisioner ............................................................................... 40

Tabel 2 : Skala prosentase yang digunakan dalam penulisan laporan skripsi .... 41

Tabel 3 : Jenjang pendidikan penduduk .............................................................. 43

Tabel 4 : Mulai membiasakan anak shalat .......................................................... 44

Tabel 5 : Melatih anak untuk melaksanakan shalat ............................................ 45

Tabel 6 : Membangunkan anak untuk melaksanakan shalat Subuh .................... 45

Tabel 7 : Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Zuhur ..................... 46

Tabel 8 : Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Ashar ..................... 47

Tabel 9 : Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Magrib ................... 47

Tabel 10 : Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Isya ........................ 48

Tabel 11 : Melatih anak untuk shalat di awal waktu ............................................. 48

Tabel 12 : Mengajak anak shalat berjamaah ......................................................... 49

Tabel 13 : Mengajak anak shalat berjamaah di masjid ......................................... 50

Tabel 14 : Mengajarkan tatacara berwudhu pada anak ......................................... 50

Tabel 15 : Mengajarkan tatacara shalat pada anak................................................ 51

Tabel 16 : Tatacara shalat yang diajarkan pada anak ............................................ 51

Tabel 17 : Cara mengajarkan shalat pada anak ..................................................... 52

Tabel 18 : Orang tua mulai mengajarkan tatacara shalat pada anak ..................... 53

Tabel 19 : Sikap orang tua apabila anak melakukan gerakan yang salah

ketika shalat ......................................................................................... 53

Tabel 20 : Menegur anak bila tidak shalat ............................................................ 54

Tabel 21 : Memarahi anak apabila meninggalkan shalat ...................................... 54

Tabel 22 : Memukul anak apabila meninggalkan shalat ....................................... 55

Tabel 23 : Cara yang digunakan untuk menghukum anak .................................... 56

Page 11: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah institusi pertama yang dikenal oleh anak. Dalam

keluarga ibulah orang pertama yang dikenal, maka tak berlebihan jika dikatakan

bahwa seorang ibu mewarnai pendidikan anak-anaknya.1

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi

seorang anak, sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, ia akan

berkenalan terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman

pergaulan dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat

besar bagi perkembangan anak untuk masa yang akan datang.

Keluargalah yang akan memberikan warna kehidupan seorang anak

baik perilaku, budi pekerti maupun adat kebiasaan sehari-hari.

Keluarga jualah tempat dimana seorang anak mendapat tempaan

pertama kali yang kemudian menentukan baik buruk kehidupan

setelahnya di masyarakat hingga tak salah lagi kalau keluarga adalah

elemen penting dalam menentukan baik buruknya masyarakat.2

1 Abudin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005), cet. I, h. 239 2 Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,

1993), Cet. VII, h. 133

1

Page 12: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

2

Anggota keluarga terdiri dari suami, istri atau orang tua (ayah dan ibu)

serta anak-anak. Ikatan keluarga tersebut didasarkan kepada cinta kasih sayang

antara suami istri yang melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan

pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati

antara orang tua dan anak. Salah satu fungsi keluarga yang ada hubungannya

dengan kehidupan si anak yaitu fungsi keagamaan. Keluarga merupakan pusat

pendidikan, upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya, disamping peran

yang dilakukan institusi agama. Fungsi ini penting artinya bagi penanaman jiwa

agama pada si anak.3

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,

karena dari merekalah anak mulai menerima pendidikan. Islam memerintahkan

agar para orang tua berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam kelurganya serta

berkewajiban untuk memelihara keluarga dari api neraka, sebagaimana firman

Allah:

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia

dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang

tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

(Q.S at-Tahrim: 6).4

Anak dalam ajaran Islam ialah amanat dari Allah yang dititipkan

kepada kedua orangtuanya. Pandangan ini mengisyaratkan adanya

keterpautan eksistensi anak dengan al-Khaliq maupun dengan kedua

orangtuanya. Istilah amanat mengimplikasikan keharusan menghadapi

dan memperlakukan anak dengan sungguh-sungguh, hati-hati, teliti

dan cermat. Sebagai amanat, anak harus dijaga, diraksa, dibimbing dan

diarahkan selaras dengan apa yang diamanatkan. Anak dilahirkan tidak

dalam keadaan lengkap dan tidak dalam keadaan kosong. Ia dilahirkan

3 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya), cet.1, h. 14

4 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Sygma

Examedia Arkanleema, 2009), h. 560

Page 13: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

3

dalam keadaan fitrah. Memang ia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu

apa-apa, akan tetapi ia telah dibekali dengan pendengaran, penglihatan

dan kata hati (Af Idah), sebagai modal yang harus dikembangkan dan

diarahkan kepada martabat manusia yang mulia, yaitu yang mengisi

dan menjadikan kehidupannya sebagai takwa kepada Allah.5

“Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang

yang paling bertaqwa, …. (QS. Al-Hujurat: 13).6

Anak adalah buah hati, belahan jiwa, perhiasan dunia, dan kebanggaan

orang tua yang merupakan karunia terbesar karena anak pahala orang tua mengalir

walaupun mereka sudah meninggal.7 Allah berfirman:

”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal

kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi

Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.:” (al-Kahfi: 46).8

Ngalim Purwanto mengatakan bahwa anak atau manusia adalah makhluk

yang berpribadi dan berkesusilaan. Ia dapat dan sanggup hidup menurut norma-

norma kesusilaan, ia dapat memilih dan menentukan apa-apa yang akan

dilakukan, juga menghindari atau menolak segala yang tidak disukainya.9

Untuk menjadikan anak berakhlak baik hendaknya orang tua menanamkan

nilai-nilai pendidikan agama atau keimanan sejak dini, karena apabila pendidikan

agama ini terabaikan dalam keluarga sampai masa remaja maka akan sulitlah bagi

5 Muhammad „Ali Quthb, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam , Terj. Dari

Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyatil Islamiyyah oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan, (Bandung: CV.

Diponegoro, 1993), h. 11-12 6 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahannya…, h. 517

7 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Panduan

Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan hingga Dewasa, Terj. Dari Kaifa Turabbi Waladan

Shalihan oleh Zainal Abidin, (Jakarta: Darul Haq, 2007), Cet. V, h. 86 8 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahannya…, h. 299

9 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet. XVIII, h. 5

Page 14: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

4

si anak menghadapi perubahan pada dirinya, yang tidak jarang membawa

keguncangan jiwa.10

Peran orang tua sangat besar artinya, sebab orang tua adalah unsur pertama

dan utama dalam pendidikan anak-anaknya, orang tua harus membina dan

membimbing mereka.11

Peranan orang tua sangat berpengaruh dalam mendidik

anak, peranan tersebut akan berjalan dengan baik apabila diimbangi dengan

pengetahuan mereka tentang agama. Di antara akidah dasar peran orang tua dalam

mendidik anak mereka yaitu menanamkan prinsip-prinsip yang mulia dan sifat-

sifat terpuji dalam dirinya terlebih dahulu sejak dini.

Orang tua harus mampu menjaga dan mendidik anak-anaknya agar

menjadi anak-anak yang shaleh serta taat beribadah kepada Allah. Karena

manusia diciptakan oleh Allah semata-mata untuk menyembahnya. Dalam hal ini

Allah SWT berfirman di dalam al-Qur‟an surat az-Dzariyat: 56:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka menyembah-Ku” (Q.S Adz-Dzariat/51: 56).12

Adapun salah satu tujuan pendidikan Islam menurut al-Ghazali adalah

beribadah kepada Allah, dan kesempurnaan insani yang tujuan utamanya adalah

kebahagiaan dunia akhirat.13

Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah

menjadikan manusia sebagai insan pengabdi kepada sang Khaliq, guna mampu

membangun dunia dan mengelola alam semesta sesuai dengan konsep yang telah

ditetapkan Allah SWT.14

Berdasarkan tujuan pendidikan Islam adalah untuk mengabdi atau

beribadah kepada Allah, maka orang tua haruslah membimbing dan mengajarkan

10

Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya), cet ke-1, hal. 101 11

Abudin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadits…, h. 237 12

Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahannya…, h. 523 13

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), cet ke-2, h. 26 14

Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001), h. 105

Page 15: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

5

anak-anaknya untuk beribadah kepada Allah. Ibadah kepada Allah banyak

bentuknya tetapi shalatlah yang membawa sesuatu yang amat dekat dengan Allah,

di dalamnya terdapat komunikasi antara Tuhan dan hamba-Nya. Dalam shalat

manusia menuju ke kesucian Tuhan. Berserah diri kepada Tuhan, memohon

pertolongan, perlindungan, ampunan, dan memohon di jauhkan dari kesesatan.

Dilihat dari kehidupan perasaan, ibadah dapat mendidik manusia agar

mempunyai perasaan rabbani yang murni dan selalu tunduk dan taat kepada

perintah Allah SWT semata.

Dilihat dari segi nilai-nilai sosial, ibadah dapat mendidik manusia untuk

selalu terpaut kepada sesama muslim dimanapun ia berada dan dalam keadaan

apapun. Sebagian besar ibadah yang dilakukan secara rutin, didirikan secara

berjamaah dan teratur dalam suasana yang penuh kecintaan, mempunyai satu

tujuan dan mempersatukan.15

Berdasarkan hal tersebut orang tua bertanggung jawab dalam

membimbing, mengajarkan, dan membiasakan anak-anaknya untuk melaksanakan

shalat, berdasarkan sabda nabi Muhammad SAW:

“Dari „Amr Bin Syu‟aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata,

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya),

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia

tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan

shalat pada usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah

tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud).

Rasulullah SAW memberikan masa tenggang atau jarak masa yang cukup

untuk orang tua dan sang anak, sebelum orang tua berpindah pada masa

15

Muhammad „Ali Quthb, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam…, h. 89-90

Page 16: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

6

memberikan hukuman badani terhadap sang anak apabila meninggalkan shalat.

Kemungkinan anak lelaki atau anak perempuan dalam usia ini, terpengaruh oleh

faktor-faktor psikologis dan pemikiran yang mendorongnya bersikap bandel atau

malas atau lain sebagainya. Dengan demikian perintah yang terus-menerus untuk

mendirikan shalat kepada sang anak, dapat dijadikan peringatan dan perhatian

yang cukup membuat perhatian sang anak tertumpu kepada shalat. Dan manakala

sang anak masih saja tetap membandel, maka baik anak laki-laki maupun anak

perempuan dikenakan hukuman sebagai peringatan baginya.16

Hadis di atas dapat dipahami bahwa orang tua harus membiasakan anak

shalat sejak usia tujuh tahun dan harus dilakukan secara terus-menerus dan

berulang-ulang, sebelum akhirnya berpindah pada masa pemberian hukuman yaitu

ketika anak berusia sepuluh tahun. Seandainya dilogikakan dengan hitungan,

dalam sehari seseorang melaksanakan shalat sebanyak 5 kali, kemudian dikalikan

setahun maka orang tua telah mengajarkan dan membiasakan anak shalat

sebanyak 1825 kali, lalu dikalikan 3 (jarak dari 7 sampai 10 tahun) berarti

sebanyak 5475 kali orang tua telah membiasakan anak untuk melaksanakan shalat.

Artinya apabila orang tua telah membiasakan anaknya melaksanakan shalat

sampai 5475 kali tetapi sang anak masih tetap membandel dan tidak mau

melaksanakan shalat maka orang tua berhak untuk memukul anak nya, namun

apabila orang tua belum mebiasakan anaknya shalat sampai 5475 kali maka orang

tua tidak boleh memukul anaknya. Sebab bagaimana orang tua mau memukul

anaknya sedangkan orang tua itu tidak menjalankan kewajibannya untuk

mangajarkan anaknya shalat ketika berusia tujuh tahun.

Sebenarnya apabila orang tua benar-benar telah membiasakan anaknya

untuk shalat sebanyak 5475 kali yang ia biasakan sejak anak nya berusia tujuh

tahun, maka dengan sendirinya anak tersebut akan terbiasa untuk melaksanakan

shalat, sebagaimana Zakiah Daradjat dalam bukunya Pendidikan Islam dalam

Keluarga dan Sekolah menjelaskan bahwa apabila orang tua melatih anaknya

untuk shalat secara terus-menerus dan berulang-ulang maka anak akan terbiasa

melakukannya dan kebiasaan itu akan terbawa sampai ia dewasa.

16

Muhammad „Ali Quthb, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam…, h. 90-91

Page 17: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

7

Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa betapa besar peran dan tanggung

jawab orang tua dalam mendidik anaknya untuk melaksanakan shalat. Dan yang

perlu disampaikan adalah pendidikan ibadah dalam keluarga harus ditekankan.

Untuk menumbuhkan kebiasaan beribadah pada diri anak tidaklah mudah,

karena pada masa anak-anak ini akan terlihat beberapa sikap perlawanan, yang

ingin menentukan keinginannya sendiri. Masa ini disebut masa negativisme yang

dipandang dari segi pendidikan merupakan masa yang sukar. Akan tetapi masa ini

akan terlewati dengan baik bila seorang anak dibesarkan, dipelihara, dan dididik

dalam rumah tangga yang aman, tentram, penuh kasih sayang maka pribadinya

akan terbina dengan baik. Terlebih bila ayah dan ibunya taat dalam melaksanakan

ajaran agama. Ini merupakan pengalaman yang baik yang ditangkap oleh anak-

anak.17

Begitu besar dan pentingnya peranan orang tua dalam mendidik anak-

anaknya terutama dalam membimbing dan membiasakan anaknya untuk

beribadah, yang apabila semua itu terealisasikan dengan baik maka akan

membentuk pribadi anak yang taat dalam menjalankan perintah Allah dan akan

menjadi bekal yang baik bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang. Tetapi

kenyataannya banyak para orang tua yang belum menjalankan perannya dengan

baik.

Khususnya di lingkungan Rt 07/01 Cilincing Jakarta Utara, banyak para

orang tua yang sibuk bekerja untuk mencari nafkah atau uang sehingga

mengabaikan pendidikan ibadah anaknya. Yang lebih mengkhawatirkan lagi

yaitu pengasuhan balita yang seharusnya dilakukan oleh orang tua mereka

kemudian diserahkan kepada pembantu atau baby sitter, sehingga tujuan

pembinaan spiritual dasar yang seharusnya dilakukan oleh orang tua tidak

terealisasi.

Kesalahpahaman orang tua dalam dunia pendidikan saat ini adalah adanya

anggapan bahwa hanya sekolah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan

anak-anaknya, sehingga orang tua menyerahkan pendidikan anaknya kepada guru

di sekolah dan mengabaikan tanggung jawab nya dalam mendidik anak.

17

Akyas Azhari, Psikologi Pendidikan, (Semarang: PT. Dina Utama, 1996) Cet. I, h. 26

Page 18: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

8

Seorang anak sangat membutuhkan perhatian, pengawasan dan

pembiasaan dari orang tua nya terutama dalam membiasakan anak nya untuk

melaksanakan shalat. Namun yang terjadi kebanyakan anak-anak menghabiskan

waktu nya hanya untuk bermain atau menonton televisi tanpa ada pengawasan

dari orang tua sehingga pendidikan ibadah pada anak terabaikan. Kebanyakan dari

para orang tua melalaikan tanggung jawabnya dalam mendidik anak untuk

melaksanakan shalat sejak usia dini. Mereka menganggap bahwa seorang anak

tidak perlu melaksanakan shalat karena anak-anak mereka masih kecil dan tidak

ada kewajiban pula bagi anak-anak untuk melaksanakan shalat.

Beranjak dari apa yang penulis paparkan di atas dapat dipahami bahwa

usaha dalam membimbing dan membiasakan anak melakukan ibadah shalat sejak

usia tujuh tahun perlu mendapat perhatian yang serius dari para orang tua, karena

akan sangat berpengaruh untuk kehidupan anak di masa yang akan datang.

Berdasarkan hal tersebut mendorong penulis untuk membahasnya lebih

jauh dalam bentuk skripsi dengan judul: PERANAN KELUARGA DALAM

PEMBIASAAN IBADAH SHALAT ANAK USIA 7-10 TAHUN. (Studi

Kasus di Lingkungan Rt 07/01 Cilincing Jakarta Utara).

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa

permasalahan, antara lain:

1. Banyaknya orang tua yang sibuk bekerja atau mencari nafkah, sehingga

mengabaikan pendidikan ibadah anaknya.

2. Banyak orang tua yang menyerahkan pendidikan dan tanggung jawab mereka

sepenuhnya pada sekolah, sehingga mengabaikan tanggung jawab nya dalam

mendidik anak.

3. Banyak orang tua yang menyerahkan pendidikan dan pengasuhan anaknya

pada babysitter, sehingga pendidikan dasar spiritual yang seharus nya

ditanamkan oleh orang tua tidak terealisasikan.

4. Kebanyakan anak-anak belum bisa mengatur waktu.

Page 19: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

9

5. Banyak orang tua yang lalai dalam mengajarkan ibadah shalat pada anak sejak

dini.

C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum dalam identifikasi

masalah, penulis melihat perlu melakukan pembatasan masalah. Hal itu dilakukan

agar permasalahan penelitian tidak menimbulkan kerancuan, maka permasalahan

penelitian menjadi sebagai berikut:

1. Peranan keluarga. Peranan adalah tindakan atau tugas yang dilakukan orang

tua dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya. sedangkan yang

dimasksud dengan keluarga adalah suatu lingkungan yang terdiri dari ayah,

ibu, dan anak. Dalam hal ini yang berperan di dalam kelaurga adalah orang

tua.

2. Yang dimaksud ibadah shalat ialah ibadah shlat fardlu (shalat wajib).

3. Pelaksanaan shalat yang penulis maksud adalah shalat anak usia 7-10 tahun.

D. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah pada poin sebelumnya dapat dirumuskan

menjadi pertanyaan berikut:

a. Bagaimana peranan keluarga dalam membiasaan ibadah shalat anak usia 7-10

tahun?

b. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan orang tua dalam membiasakan anak

untuk melaksanakan ibadah shalat?

c. Kesulitan-kesulitan apa saja yang dialami orang tua dalam membiasakan anak

melaksanakan ibadah shalat?

Page 20: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

10

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana peranan orang tua dalam pelaksanaan

ibadah shalat anak.

b. Untuk mengetahui usaha-usaha yang di tempuh orang tua di lingkungan

RT 07/01 Cilincing Jakarta Utara dalam membimbing dan membiasakan

anak-anak melakukan ibadah shalat lima waktu.

c. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang dialami orang tua

dalam membimbing dan membiasakan anak-anak melaksanakan ibadah

shalat.

2. Manfaat penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para orang

tua akan pentingnya tanggung jawab mereka dalam mendidik anak,

terutama pendidikan ibadah shalat.

b. Hasil penelitian ini menjadi sumbangan berarti sebagai bahan bacaan

untuk mahasiswa dan masyarakat pada umumnya, juga dapat dijadikan

bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.

Page 21: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

11

BAB II

ACUAN TEORITIK

A. IBADAH SHALAT

1. Pengertian Ibadah

Ibadah secara etimologi berarti taat, tunduk, patuh, mengikuti dan doa.1

Secara terminology terdapat macam-macam rumusan yang telah di kemukakan

para ulama antara lain:

Menurut ulama tauhid, ibadah adalah mengesakan, mengagungkan

sepenuhnya serta merendahkan diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya.2

Menurut ulama akhlak ibadah adalah mengerjakan segala bentuk

ketaatan badaniyah dan menyelenggarakan segala syariat (hukum).

Sedangkan menurut ulama fiqh ibadah adalah bentuk ketaatan yang

dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharapkan pahalanya

diakhirat.3

1 Dewan Direksi Islam, Ibadah Ensiklopedi, (Jakarta: Ikhtiar Baru Vanhoeve, 1994), Cet.

III, h. 43 2 Abdurrahman Ritonga dan Zainudin, Fikih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,

1997), Cet. I, h. 2 3 Zurinal Z, dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: LP. UIN Ayarif Hidayatullah

Jakarta, 2008), Cet. I, h. 27-28

11

Page 22: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

12

Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa seorang hamba yang taat kepada

Allah perlu untuk beribadah kepada-Nya setiap saat. Karena ibadah merupakan

suatu ungkapan syukur atas segala nikmat yang diberi Allah kepada hamba Nya.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan ibadah

adalah segala usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk membantu

anak dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dengan mengharap

keridhaan dan pahala guna membentuk manusia yang beriman dan memiliki

kepribadian yang mulia.

2. Pengertian Shalat

Shalat adalah suatu ibadah yang mengandung beberapa ucapan dan

perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.4

Menurut Dr. Shalih shalat ialah rukun-rukun yang khusus dan bacaan-

bacaan tertentu dengan ikatan waktu yang sudah ditentukan atau ucapan dan

perbuatan yang dibuka dengan takbir dan diakhiri dengan salam disertai niat.5

Dari pengertian di atas dapat ditarik suatu definisi tentang shalat yaitu

suatu perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam

berdasarkan syarat dan rukun-rukun tertentu, dikerjakan dengan penuh khusyu’

dan ikhlas untuk mengagungkan kebesaran Allah serta mengharapkan

keridhaan-Nya.

Shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mukallaf. Dalil-

dalil mengenai perintah shalat banyak terdapat di dalam al-Quran, di antaranya:

“…Sungguh salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas

orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).6

4 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), cet ke2, h. 13

5 Salih bin Ganim as-Sadlan, Fiqih Shalat Berjama,ah… h. 27

6 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya…, h. 95

Page 23: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

13

“Dan dia menyuruh keluarganya, untuk (melaksanakan) salat dan

(menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridai di sisi Tuhannya”.

(QS. Maryam: 55).7

...

“… Dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari

(perbuatan) keji dan mungkar.” (Q.S al-Ankabut/29: 45).8

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang

yang khusyu’ dalam salatnya.” (Q.S al-Mu’minun/23: 1-2).9

Terdapat pula hadits nabi yang memerintahkankan para orang tua untuk

mengajarkan anak melaksanakan shalat. Rasulullah SAW bersabda:

“Ajarilah anak shalat oleh kalian sejak usia 7 tahun dan pukullah dia

karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun.” (H.R Tirmidzi).

3. Kedudukan Shalat dalam Agama

Dalam ajaran Islam ibadah shalat mempunyai kedudukan yang tertinggi

dibandingkan ibadah-ibadah lainnya. Shalat merupakan tiang agama islam.

Islam tidak dapat tegak kecuali dengan shalat.10

Hal ini dijelaskan Rasulullah

dalam hadits nya:

“Shalat itu tiang agama, maka barang siapa yang mendirikan shalat

berarti ia menegakkan agama. Dan barang siapa meninggalkannya,

berarti ia telah merobohkan agama.” (HR. Baihaqy).

Shalat juga merupakan kewajiban manusia yang pertama-tama dimintai

pertanggung jawabannya oleh Allah pada hari kiamat. Bila shalat seseorang itu

7 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya…, h. 309

8 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya…, h. 401

9 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya…, h. 342

10 Zurinal Z., dan Aminuddin, Fiqih Ibadah…, h. 66

Page 24: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

14

baik, maka baik pulalah seluruh amalnya, begitupun sebaliknya jika rusak

shalatnya maka rusak pula seluruh amalnya.11

“…Sungguh salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas

orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).12

Pilar seluruh agama adalah shalat, karena shalat ibadah yang terdahulu

sebagai konsekwensi iman, tidak ada syari’at samawi yang lepas darinya. Telah

datang perintah melaksanakannya juga motivasi (pendorong) bagi pelaksananya

yang disampaikan oleh lisan para Nabi dan Rasul, karena dampaknya yang besar

pada pengolahan jiwa dan pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah. Tidak ada

sesuatu yang terbukti ampuh memperbaiki jiwa dan meluruskannya serta

mengajaknya pada keutamaan-keutamaan yang tinggi juga akhlak yang mulia

selain shalat.13

Shalat merupakan rangkaian ibadah yang sempurna dan terbaik bagi

seorang hamba dalam bermunajat kepada Rabbnya dimana mengikutsertakan

segenap anggota badan, mulai dari ucapan lisan, gerakan kaki dan kepala, panca

indera dan seluruh bagian badan. Semua itu mengambil bagian dari tetesan

hikmah ibadah yang agung ini disertai dengan olah batin, tegaknya hati dalam

keajiban yang terangkum dalam sanjungan dan pujian, pengagungan dan

pensucian, takbir, syahadat yang benar. Setelah selesai dari shalat, duduk

sejenak memuji Rabb dan bersalam pada Nabi dan hamba-hamba Allah yang

lain. Lalu dilanjutkan dengan bershalawat atas Rasulnya dilanjutkan dengan

meminta kebajikan, kebaikan dan karunia kepada Allah SWT.14

Dalam sebuah hadits Rasulullah dengan tegas menyebutkan bahwa

shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di hari kiamat. Rasulullah

SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:

11

Masjfuk Zuhdi, Studi Islam…, h. 13-14 12

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemanhannya…, h. 95 13

Shalil bin Ghanim as-Sadlan, Fiqh Shalat Berjamaah; Ensiklopedi Hukum Shalat

Berjamaah, Bid’ah dan Kemungkarannya, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2006), Cet. I, h. 30 14

Shalil bin Ghanim as-Sadlan, Fiqh Shalat Berjamaah… h. 38

Page 25: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

15

Sesungguhnya amal (manusia) yang pertama kali dihisab pada hari

kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka ia beruntung; dan

kalau jelek maka ia gagal dan akan merugi. (H.R. at-Tirmidzi).15

Melihat begitu besar pentingnya shalat, maka menjadi tanggung jawab

orang tua untuk bisa mengajarkan pendidikan shalat kepada anak-anaknya.

Karena selain merupakan pesan dari nabi, shalat adalah sarana untuk

mensyukuri dan memuji nikmat-nikmat Allah Swt, tiang dan fondasi agama,

penghapus dosa, serta penyuci hati dan jiwa.

4. Hikmah Shalat

Ibadah shalat memiliki pengaruh yang besar bagi kemaslahatan dan

kebaikan hidup jasmani dan rohani.

a. Bagi jasmani.

1) Mementingkan kesucian dan kebersihan. Salah satu syarat shalat adalah

bersuci karena shalat ditujukan kepada Allah yang Maha Suci. Bersuci

dengan berwudhu, mandi dan lain-lain sangat besar pengaruhnya bagi

kesehatan dan kesegaran tubuh, sehingga memungkinkan mencapai

prestasi kerja yang lebih baik.

2) Menguatkan tubuh. Shalat adalah latihan jasmani atau senam. Gerakan

dalam shalat seperti berdiri, angkat tangan, ruku, tegak kembali, sujud,

duduk dan lain-lain adalah merupakan gerakan dasar dalam olah raga.

Gerakan tersebut sangat berpengaruh untuk menguatkan otot, urat,

persendian, melancarkan peredaran darah, dan lain-lain.16

b. Bagi rohani.

Semakin dekat seseorang kepada Tuhan dan semakin banyak

ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu ia

menghadapi kesukaran dalam hidup. Shalat merupakan cara-cara pelegaan

15

Muhammad Jihad Akbar, Mukjizat Ibadah Fajar (Jakarta: Alifbata, 2007), Cet. I, h.24 16

M. Ardani, Fikih Ibadah Praktis, (Ciputat: PT. Mitra Cahaya Utama, 2008), Cet. I, h.

22-23

Page 26: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

16

batin yang akan mengembalikan ketenangan dan ketentraman jiwa bagi

orang-orang yang melakukannya.17

5. Rukun, Syarat dan Hal-Hal yang Membatalkan Shalat

Ulama Fikih menyepakati bahwa rukun shalat itu adalah:

a. Niat

Niat yaitu sengaja melakukan shalat karena mengikuti perintah Allah

supaya diridhaiNya. Yang terpenting niat adalah kehendak hati yang

dilakukan secara sengaja dan ikhlas, tanpa paksaan dari pihak manapun,

kecuali semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.

b. Berdiri

Orang yang mampu dan kuasa untuk berdiri dalam melaksanakan

shalat fardhu, berdiri merupakan salah satu rukun yang harus dilaksanakan.

Sedangkan bagi orang yang lemah, tidak diharuskan dengan berdiri, bisa

dilakukan dengan duduk, berbaring sesuai dengan kemampuan orang yang

akan shalat.

c. Takbiratul Ihram

Takbiratul Ihram adalah membaca “Allahu Akbar”. Disebut takbirtul

ihram karena setelah mengucapkannya dalam shalat diharamkan

mengerjakan perbuatan-perbuatan di luar shalat, seperti makan dan minum.

d. Membaca surat al-Fatihah

e. Rukuk serta tuma’ninah

Rukuk adalah membungkukkan badan membentuk sudut siku-siku

atau sudut 90 derajat saat shalat dilakukan dengan berdiri, antara punggung

dengan bokong, sampai lurus punggung dengan lehernya. Bagi yang shalat

dengan duduk hendaknya melakukan rukuk sampai setentang antara muka

dengan lutut, atau antara muka dengan tempat sujudnya.

17

Zakiah Darajdjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung

Agung, 1982), Cet. VI, h. 79

Page 27: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

17

f. I’tidal serta tuma’ninah

I’tidal adalah berdiri tegak kembali sperti ketika membaca surat al-

Fatihah.

g. Sujud dua kali serta tuma’ninah

Sujud yaitu sekurang-kurangnya meletakkan sebagian kening ke

tempat shalat. Sujud yang sempurna adalah meletakkan kedua tangan ke

tempat shalat, lutut, telapak kaki, dan kening serta hidung.

h. Duduk di antara dua sujud serta tuma’ninah

i. Duduk tawarruk atau duduk akhir

Duduk tawarruk adalah duduk dengan telapak kaki yang kanan

dalam posisi terbalik, sedangkan telapak kaki kiri dimasukkan ke bawah

kaki kanan.

j. Membaca tasyahud akhir

k. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW

Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW setelah membaca

tasyahud akhir adalah wajib, adapun membaca shalawat atas keluarga Nabi

menurut Imam Syafi’i merupakan sunat.

l. Memberi salam yang pertama ke kanan

m. Menertibkan rukun.

Menertibkan rukun adalah melakukan semua rukun shalat secara

berurutan, mulai dari awal hingga akhir, sesuai urutannya.18

Dalam shalat terdapat syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang

hendak melakukan shalat, yaitu syarat wajib dan syarat sahnya shalat, syarat-

syarat wajib shalat yaitu:

a. Islam

b. Suci dari haid dan nifas

c. Berakal

d. Baligh

e. Telah sampai dakwah Islam kepadanya.

18

Zurinal Z., dan Aminuddin, Fiqih Ibadah…, h. 73-79

Page 28: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

18

f. Melihat dan mendengar. Maksudnya wajib melaksanakan shalat setelah

melihat atau mendengar dakwah Islam melalui berbagai media, sehingga

mengetahui kewajiban untuk melaksanakan shalat.

g. Jaga, maksudnya tidak tidur, lupa atau gila.19

Syarat-syarat sahnya shalat adalah;

a. Kesucian tubuh, pakaian dan tempat shalat.

b. Mengetahui masuknya waktu shalat.

c. Menghadap kiblat.

d. Menutup aurat.20

Hal-hal yang dapat merusak shalat atau yang membatalkannya, yaitu:

a. Makan dan minum.

b. Berbicara dengan sengaja bukan untuk kemaslahatan shalat.

c. Mengerjakan sesuatu pekerjaan yang bukan dari pekerjaan-pekerjaan shalat.

Meninggalkan suatu rukun dan syarat dengan sengaja.21

6. Pembinaan Ibadah Shalat Pada Anak

Pembinaan ketaatan beribadah pada anak juga mulai dari dalam keluarga,

dengan membimbing dan mengajarkan atau melatih anak dengan ajaran agama,

seperti syahadat, shalat (bacaan dan gerakannya), berwudhu, doa-doa, bacaan al-

Qur’an. Lafaz zikir dan akhlak terpuji, seperti bersyukur ketika mendapat

anugerah, bersikap jujur, menjalin persaudaraan dengan orang lain, dan

menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allah. 22

Anak yang masih kecil

kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang mengandung gerak.

Anak-anak suka melakukan shalat, meniru orang tuanya kendatipun ia tidak

mengerti apa yang dilakukannya itu. Pengalaman keagamaan yang menarik bagi

19

Zurinal Z., dan Aminuddin, Fiqih Ibadah…, h. 69-71 20

Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut al-Qur’an, as-Sunnah, dan

Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan, 2001), Cet. III, h. 110-111 21

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, (Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putra, 1997), Cet. II, h. 183-187 22

Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010), Cet. XII, h. 139

Page 29: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

19

anak di antaranya shalat berjamaah. Di samping itu, anak senang melihat dan

berada di dalam tempat ibadah (masjid, mushala, surau dan sebagainya) yang

bagus, rapi dan dihiasi dengan lukisan atau tulisan yang indah.

Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan unsur-unsur positif dalam

pembentukan kepribadiannya yang sedang tumbuh dan berkembang itu.23

Orang tua perlu mengetahui tahapan-tahapan dalam membiasakan anak

melakukan ibadah shalat agar orang tua bisa memahami cara yang tepat dalam

menanamkan pembiasaah ibadah shalat sesuai dengan perkembangan usia anak.

Dalam buku Begini Seharusnya Mendidik Anak, al-Magribi menjelaskan bahwa

ada tiga tahapan dalam membiasakan anak untuk melakukan shalat24

, yaitu:

Tahapan Pertama: Perintah untuk shalat

Ini adalah masa pertumbuhan kesadaran anak hingga umur tujuh tahun,

pada masa ini anak gemar melihat dan meniru, ketika anak melihat kedua orang

tuanya sedang shalat maka dengan cepat menirunya sehingga bila kedua orang

tua melatih dan membiasakan hal itu sejak usia dini, yang demikian itu lebih

baik.

Sebagaimana Zakiah daradjat mengatakan bahwa pelaksanaan perintah

shalat bagi anak-anak adalah dengan persuasi, mengajak dan membimbing

mereka untuk melakukan shalat. Jika anak-anak telah terbiasa shalat dalam

keluarga maka kebiasaan tersebut akan terbawa sampai ia dewasa.25

Secara praktis, orang tua menumbuhkan kecintaan anak terhadap shalat

bisa dilakukan pada usia antara 2-7 tahun. Di masa ini orang tua bisa mengajak

anak membiasakan diri untuk shalat berjamaah. Misalnya, suami atau seorang

ayah menjadi imam di depan dan seorang ibu bersama anak menjadi makmum.

Bila hal ini dilakukan setiap waktu, maka lama kelamaan anak akan terbiasa.

23

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 61 24

Al- Maghribi bin as-Said al –Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Panduan

Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan hingga Dewasa, Terj. Dari Kaifa Turabbi Waladan

Shalihan oleh Zainal Abidin, (Jakarta: Darul Haq, 2007), Cet. V, h. 282-286 25

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah…, h. 62

Page 30: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

20

Dalam menumbuhkan kecintaan anak pada shalat, beberapa pakar

mengemukakan berbagai cara yang bisa membantu orang tua dalam

mewujudkannya, diantaranya:

1. Orang tua sebagai teladan

Orang tua seringkali mengeluh karena anak-anak mereka melalaikan

shalat. Padahal mereka telah menasehati dan memperingatkan agar anak

tidak meninggalkannya. Namun satu hal yang kadang-kadang tidak

disadari adalah bahwa seringkali orang tua yang melalaikannya sendiri.

Padahal anak akan banyak “bercermin” pada orang tua. Setiap tingkah

laku orang tua akan mudah ditiru oleh anak. Oleh karena itu bila orang

tua menyuruh anak, maka orang tua pun harus melaksanakannya terlebih

dahulu atau langsung mengajak anak-anak secara bersama-sama

berjamaah dimasjid. Dengan cara tersebut anakpun akan mudah

mengikuti seruan orang tua.26

Pada tahap ini keteladanan merupakan cara yang paling baik dalam

menanamkan nilai ibadah pada anak. Keteladanan dalam pendidikan merupakan

metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan

dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak.27

Orang tua khususnya ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang

dapat diterima dalam mengembangkan kepribadian dan membentuk sikap anak.

Seorang anak yang sering mendengar perintah-perintah diiringi suara keras dan

bentakan-bentakan, tidak bisa diharapkan untuk bicara lemah lembut, karena itu

untuk menanamkan kelembutan dan sikap ramah pada anak dibutuhkan contoh

dari ibu yang penuh kelembutan dan keramahan.

Demikian halnya dalam pembinaan ibadah shalat wajib, seorang anak

membutuhkan contoh teladan dari orang tuanya sejak kecil. Jika sejak kecil

orang tua menanamkan akan pentingnya pelaksanaan ibadah shalat maka anak

akan terbawa suasana tersebut. Dengan adanya teladan tersebut, seorang anak

akan belajar shalat dan menekuninya ketika melihat orang tuanya tekun

menunaikannya di setiap waktunya, demikian juga ibadah-ibadah lainnya. 28

26

Imam Musbikin, Kudidik Anakku Dengan Bahagia, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),

Cet. I, h. 414 27

Dr.Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam … , h.2 28

Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak ...., h. 368

Page 31: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

21

2. Shalat di awal waktu.

Orang tua bisa menanamkan rasa cinta anak terhadap shalat, melalui cara

membiasakan diri mengajak anak untuk shalat berjamaah di awal waktu.

Dengan cara ini anak akan tergerak hatinya untuk cepat-cepat mendirikan shalat

ketika terdengar suara adzan.29

3. Menghargai tiap tindakan anak

Apapun yang dilakukan orang tua untuk mengajarkan anaknya shalat,

namun tidak jarang orang tua akan mendapati tindakan anak yang bermacam-

macam. Misalnya anak setelah berdiri langsung sujud tanpa rukuk, menoleh ke

sana-kemari, bahkan kadang baru mendapatkan satu rakaat saja, anak telah

berlari.

Walaupun demikian, orang tua perlu menghargai dan menghormati

setiap tindakan anak. Sebagai orang tua harus tetap bersyukur, Alhamdulillah,

sebab bagaimanapun juga anak masih dalam tahap belajar. Walaupun sedikit,

anak telah belajar untuk berbuat kebajikan. Orang tua harus tekun, sabar, dalam

membimbing, mengarahkan dan memberi contoh agar anak sedikit demi sedikit

bisa menjalankan dengan baik.30

Firman Allah: QS. 20: 132

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan

sabar dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha: 132).31

Dengan kesabaran dan ketekunan orang tua, kelak anak benar-benar

menjadi orang yang disiplin dalam shalatnya.

4. Memisahkan tempat anak.

Anak biasanya sering ramai sendri dalam shalatnya. Kadang antara satu

dengan yang lain saling mengganggu, menjahili dan saling dorong. Kebiasaan

seperti ini, anak tidak lagi bisa berkonsentrasi dalam shalat, bahkan

29

Imam Musbikin, Kudidik Anakku dengan Bahagia, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),

Cet. I, h. 415 30

Hana binti Abdul Azis ash-Shani, Mendidik Anak Agar Terbiasa Shalat, (Jakarta:

Akbar Media Eka Sarana, 2008), Cet. I, h. 107 31

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemanhannya…, h. 321

Page 32: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

22

mengundang pertengkaran hingga anak menangis. Kondisi seperti ini, biasanya

akan membawa trauma pada anak. Akibatnya anak tidak mau lagi diajak ke

masjid untuk shalat, karena takut dijahili oleh temannya.

Oleh karena itu, memisahkan posisi antar anak dalam shalat sangat

berguna dan banyak sekali manfaatnya. Misalnya bila ada dua anak yang akan

mengerjakan shalat, orang tua bisa berada di tengah-tengah. Dengan cara ini,

anak tidak lagi saling dorong dan dengan senang akan mengikuti shalat hingga

selesai.

Melatih anak untuk mencintai shalat membutuhkan kebijaksanaan dan

kesabaran. Memberi contoh yang baik lagi kreatif sangat bermanfaat. Orang tua

yang rajin dan mempunyai disiplin dalam shalat akan sangat berpengaruh dan

menjadi teladan yang baik bagi belahan jiwanya, yakni menjadi anak yang

shaleh dan shalehah yang taat beribadah kepada Allah SWT.32

Tahapan Kedua: Mengajarkan Tata Cara Shalat

Periode ini mulai diajarkan ketika anak berumur antara tujuh hingga

sepuluh tahun, maka pengarahan dan bimbingan pada anak tentang tata cara

shalat dari mulai rukunnya, syaratnya, waktunya, dan hal-hal yang merusak

shalat harus sudah dimulai.

Dari Sabirah bin Ma’bad al-Juhani bahwa Rasulullah saw bersabda:

Ajarilah anakmu untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan

pukullah untuk shalat ketika berumur sepuluh tahun.”33

Dalam mendidik anak untuk melaksanakan shalat orang tua harus

mengajarkan tata cara shalat dengan benar berdasarkan ketentuan-ketentuan

yang telah dijelaskan di atas, sehingga anak dapat mengetahui dan

mempraktekkan nya dengan benar.

32

Imam Musbikin, Kudidik Anakku dengan Bahagia, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),

Cet. I, h. 416-418 33

Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak ...., h. 283

Page 33: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

23

Tahapan Ketiga: Memukul Anak Karena Tidak Shalat

Tahapan ini dimulai semenjak anak berusia sepuluh tahun, ketika anak

mulai teledor, sembrono, atau malas dalam menunaikan shalat. Orang tua atau

pendidik boleh memukul anak sebagai bentuk pemberian sanksi kepada anak

yang teledor menunaikan kewajibannya terhadap Tuhan karena mengikuti jalan

syetan.34

Mengenai tahapan pertumbuhan anak, Muhammad Ali Quthb dalam

karyanya Auladuna fi Dlau-it tarbiyyatil Islamiyyah menjelaskan bahwa anak

melampaui masa penanaman dan pertumbuhan diri pada tiga tahun pertama dari

usianya. Kemudian ia mengalami masa pendidikan, pengajaran dan penanaman

akhlak, yaitu pada usia antara empat tahun sampai dengan tujuh tahun. Pada

usia terakhir ini sang anak mulai memasuki masa-masa stabil dan mulai

merasakan insting sexnya, baligh dan tanggung jawab. Maka dalam usia

tersebut sang anak harus mengalami proses penekanan dan kekerasan.

Pendidikan dipusatkan dengan pemberian rangsangan dan perhatian, yaitu

melalui perintah pada permulaannya, dan melalui pukulan yang tidak

membahayakan ketika anak berusia sepuluh tahun untuk tahap kedua.35

Memang Rasulullah sendiri memberikan masa tenggang atau jarak masa

yang cukup untuk orang tua dan sang anak sebelum orang tua berpindah pada

masa memberikan hukuman badani terhadap sang anak apabila meninggalkan

shalat. Kemungkinan anak laki-laki atau anak perempuan dalam usia ini,

terpengaruh oleh faktor-faktor psikologis dan pemikiran yang mendorongnya

bersikap bandel atau malas. Dengan demikian perintah yang terus menerus

untuk mendirikan shalat kepada sang anak dapat dijadikan peringatan dan

perhatian yang cukup membuat perhatian sang anak tertumpu pada shalat. Dan

apabila sang anak masih saja tetap membandel, maka baik anak laki-laki

ataupun perempuan dikenakan hukuman sebagai peringatan baginya.

Menurut Syekh waliyullah ad-Dahlawi, anak telah mencapai usia baligh

dilihat dari dua sisi: pertama, apabila dia telah dianggap sehat secara

34

Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak ...., h. 286 35

Muhammad Ali Quthb, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam…, h. 90-91

Page 34: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

24

kejiwaannya, anak mampu membedakan senmdiri antara sakit dan sehat atau

dalam istilah lain, anak telah berakal. Dan petunjuk yang bisa diketahui anak

telah berakal adalah saat anak sudah mencapai usia tujuh tahun. Anak sudah

mulai bisa berpikir tentang keadaan sekitarknya, bertanya kerena keinginannya

untuk mengetahui apa yang ia temukan saat itu, dan lain sebagainya. Sedangkan

tanda berakalnya anak dapat terlihat lebih maju ketika dia telah berusia sepuluh

tahun. Saat itu anak telah mampu menilai tingkah laku dirinya atau orang lain.

Anak dapat membedakan perbuatan seseorang atau dirinya berbahaya atau

bermanfaat. Pada saat ini anak sudah mampu berdagang dan mengadakan

perjanjian. Kedua, ketika anak telah berusia limabelas tahun. Dia telah mencapi

kesempurnaan akalnya. Jasmani dan rohaninya telah berfungsi dengan baik.

Tanda-tanda yang jelas terlihat adalah dengan keluarnya air mani ketika

bermimpi, serta mulai tumbuhnya rambut di bagian vital anak.36

Dalam pendidikan Islam diakui perlunya hukuman berupa pukulan. Ahli

didik muslim berpendapat bahwa hukuman itu tidak boleh berupa siksaan, baik

badan maupun jiwa. Bila keadaan amat memerlukan hukuman, maka hukuman

itu harus digunakan dengan sangat hai-hati. Anak-anak jangan dicela dengan

keras, tetapi dengan lemah lembut. Bila perlu gunakanlah muka masam atau

cara lain yang menggambarkan ketidak senangan pada kelakuan anak.

Hukuman itu harus adil atau sesuai dengan kesalahan. Anak harus mengetahui

mengapa ia dihukum. Selanjutnya hukuman itu harus membawa anak pada

kesadaran akan kesalahannya, sehingga hukuman tidak meninggalkan dendam

pada anak.37

Dalam buku Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis karya M Ngalim

Purwanto dijelaskan bahwa hukuman dan menghukum itu bukanlah soal

perseorangan, melainkan mempunyai sifat kemasyarakatan. Hukuman tidak

dapat dilakukan sewenang-wenang menurut kehendak seseorang, tetapi

36

Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, terj. Dari Manhaj

al-Tarbiyah al-Nabawiyah li al-Thifl oleh Kuswandani, dkk, (Bandung: al-Bayan, 1997), Cet. I, h.

153-155 37

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010), Cet. IX, h.186

Page 35: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

25

menghukum itu adalah suatu perbuatan yang tidak bebas, yang selalu mendapat

pengawasan dari masyarakat dan negara. Apalagi hukuman yang bersifat

pendidikan, harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat

hukuman itu antara lain:

a. Hukuman itu harus bersifat memperbaiki. Ini berarti bahwa hukuman harus

mempunya nilai mendidik (normatif) bagi si terhukum. Sehingga dengan

hukuman itu dapat memperbaiki kelakuan dan moral anak.

b. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau balas dendam, karena hukuman

yang seperti ini tidak memungkinkan adanya hubungan baik antara si

pendidik dengan yang didik.

c. Jangan menghukum ketika dalam keadaan sedang marah. Sebab jika

demikian, kemungkinan hukuman itu tidak adil atau terlalu berat.

d. Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan

atau dipertimbangkan terlebih dahulu.

e. Bagi si terhukum (anak), hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya

sebagai penderitaan yang sebenarnya. Sehingga dengan hukuman itu anak

merasa menyesal dan merasa bahwa untuk sementara waktu ia kehilangan

kasih sayang orang tuanya.

f. Jangan melakukan hukuman badan. Sebab pada hakikatnya hukuman badan

itu dilarang oleh negara, tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan

merupakan penganiayaan sesama makhluk, lagi pula, hukuman badan tidak

meyakinkan kita adanya perbaikan bagi siterhukum, tetapi sebaliknya hanya

menimbulkan sikap suka melawan.

g. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara si pendidikan dan anak

didiknya. Untuk itu perlulah hukuman yang diberikan itu dapat dimengerti

dan dipahami oleh anak. Anak hendaknya memahami bahwa hukuman itu

akibat yang sewajarnya dari pelanggaran yang telah diperbuatnya.38

Wiliam Stern membedakan tiga macam hukuman yang disesuaikan

dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima hukuman itu.

38

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet. XVIII, h. 191-192

Page 36: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

26

a. Hukuman asosiatif. Umumnya, orang mengasosiasikan antara hukuman dan

kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh

hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk

menyingkirkan perasaan tidak enak terhadap hukum itu, biasanya anak

menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang.

b. Hukuman logis. Hukuman logis dipergunakan terhadap anak yang telah agak

besar. Dengan hukuman ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah

akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik. Anak

mengerti bahwa ia mendapat hukuman itu adalah akibat dari kesalahan yang

diperbuatnya. Misalnya, seorang anak disuruh menghapus papan tulis karena

ia telah mencoret-coret dan mengotorinya. Karena datang terlambat, si Amir

ditahan guru di sekolah untuk mengerjakan pekerjaannya yang tadi belum

diselesaikan.

c. Hukuman normatif. Hukuman normatif adalah hukuman yang bermaksud

memperbaiki moral anak-anak. Hukuman ini dilakukan terhadap

pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta,

menipu, dan mencuri. Jadi, hukuman normatif sangat erat kaitannya dengan

pembentukan watak anak-anak. Dengan hukuman ini, pendidik berusaha

mempengaruhi kata hati anak, menginsafkan anak terhadap perbuatannya

yang salah dan memperkuat kemauannya untuk selalu berbuat baik dan

menghindari kejahatan.39

Islam memberi arahan dalam memberi hukuman terhadap anak atau

peserta didik, si pendidik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Tidak menghukum anak ketika marah, karena terbawa emosional yang

dipengaruhi nafsu syetan.

b. Tidak menyakiti perasaan dan harga diri anak.

c. Tidak merendahkan derajat dan martabat yang dihukum.

d. Tidak menyakiti secara fisik.

39

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis…, 190

Page 37: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

27

e. Bertujuan mengubah perilaku yang tidak atau kurang baik.40

Tokoh-tokoh cendekiawan muslim memberikan komentar dan

pendapatnya mengenai hukuman, diantaranya: menurut Ibnu Sina Islam sangat

menghargai martabat manusia dan naluri manusia yang selalu ingin disayangi,

dan hukuman itu boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau kondisi yang

tidak normal. Al-Aghazali berpendapat seorang pendidik laksana dokter, apabila

dia berlebihan member obat (hukuman) kepada anak, hati mereka akan beku

dan jiwanya akan mati. Maksudnya penerapan hukuman harus proporsional,

tidak boleh berlebihan dan diusahakan member kesempatan terlebih dahulu

kepada anak untuk memperbaiki. Sedangkan ibnu Khaldun berpendapat bahwa

seorang pendidik memberikan pengajaran pada anak didik harus

memahami/menguasai ilmu jiwa anak, apabila tidak, dikhawatirkan seorang

pendidik bertindak ceroboh, kasar, keras dan mudah marah. Hal ini tentu akan

menyebabkan anak menjadi pendusta, pemalas, pemurung, tidak percaya diri

dan akan mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta karena takut

dihukum.41

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hukuman

memiliki tujuan untuk merubah tingkah laku manusia menjadi lebih baik.

Hukuman merupakan upaya akhir yang dilakukan pendidik apabila upaya

prefentif yang bersifat lemah lembut tidak menunjukkan perubahan atau hasil

yang positif. Dalam menerapkan hukuman harus dilakukan dengan hati-hati

dan proporsional dalam arti sesuai dengan tingkat kesalahan anak dan yang

terpenting adalah hukuman dapat merubah perilaku anak menjadi lebih baik.

40

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),

Cet. I, h. 18-22 41

Abuddin Nata, dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005), Cet. I, h. 375-376

Page 38: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

28

B. Peranan Keluarga

1. Pengertian Peranan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, peranan diartikan sebagai

tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.42

Peranan dapat

diartikan pula sebagai sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang

pimpinan terutama (di dalam terjadinya sesuatu hal). Ada juga yang

merumuskan lain, bahwa peranan berarti bagian yang dimainkan, tugas

kewajiban pekerjaan. Selanjutnya bahwa peranan berarti bagian yang harus

dilakukan di dalam suatu kegiatan.43

Secara sederhana peran orang tua dapat dijelaskan sebagai kewajiban

orang tua kepada anak. Di antaranya adalah orang tua wajib memenuhi hak-hak

(kebutuhan) anaknya, seperti hak akan kebutuhan minum, makan, pakaian dan

kebutuhan lain yang terpenting adalah kebutuhan akan pendidikan, baik

pendidikan umum maupun pendidikan agama, termasuk di dalamnya pembinaan

shalat.

2. Pengertian Keluarga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah Ibu, bapak

beserta anak-anaknya; sanak saudara dan kaum kerabat.44

Keluarga adalah

lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya suatu perkawinan. Dalam

UU perkawinan pasal 1 ayat 1 tahun 1974 menjelaskan bahwa “Perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan

keTuhanan Yang Maha Esa”

Menurut H. Ali Akbar keluarga merupakan masyarakat terkecil yang

sekurang-kurangnya terdiri dari suami/istri sebagai anggota inti berikut anak

42

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2007), Edisi ke-3, Cet. IV, h. 854 43

Sahilun A. Nasir, Peranan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja, (Jakarta:

Kalam Mulia, 2002), Cet. II, h. 9 44

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, h. 536

Page 39: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

29

yang lahir dari mereka. Jadi setidak-tidaknya anggota keluarga terdiri dari suami

dan istri, bila belum mempunyai anak atau tidak punya anak sama sekali.45

Hasan Langgulung dalam bukunya “Manusia dan Pendidikan”

menjelaskan tentang definisi keluarga:

“…Jadi keluarga dalam pengertian yang sempit merupakan suatu

unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan istri, atau dengan kata lain

keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan yang bersifat terus menerus dimana yang satu

merasa tentram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan agama

dan masyarakat dan ketika kedua suami istri itu dikaruniai seorang anak

atau lebih, maka anak-anak itu menjadi unsur ketiga pada keluarga

tersebut”.

Lain halnya dengan Masyfuk Zuhdi yang memberikan pengertian

keluarga dalam arti luas. Ia menjelaskan “keluarga dalam arti yang luas ialah

ayah, ibu dan anak ditambah mertua, kemenakan-kemenakan, adik-adik dan

sebagainya yang kebutuhan semuanya tergantung pada keluarga.

Dengan demikian menurut Masyfuk Zuhdi keluarga tidak hanya

beranggotakan suami/istri dan anak, akan tetapi bisa juga yang lainnya yang

merupakan tanggungan keluarga tersebut. Pengertian ini banyak terdapat pada

kehidupan bangsa Indonesia yang berlainan dengan bangsa Barat.46

Dari pengertian di atas, pengertian keluarga secara sempit dapat

diartikan bahwa keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

Sedangkan pengertian keluarga secara luas adalah suatu keluarga inti dengan

adanya tambahan dari sejumlah orang baik yang sekerabat yang secara bersama-

sama hidup dalam suatu rumah tangga dalam keluarga inti.

Dengan melihat pengertian keluarga secara sempit dan luas, maka dapat

disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu komunitas masyarakat terkecil yang

terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang juga terdapat kerabat dari pihak suami

dan istri yang dapat hidup bersama dalam suatu rumah tangga.

45

Ali Akbar, Remaja dan Kesadaran Nikah, (Jakarta: Pustaka Anta, 1992), Cet. II, h. 135 46

Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu,

1982), h. 28

Page 40: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

30

3. Fungsi dan Peranan Keluarga

Sebagai salah satu pusat pendidikan, keluarga mempunyai tugas yang

sangat fundamental dalam upaya mempersiapkan anak bagi peranannya pada

masa yang akan datang. Dalam lingkungan keluarga ini sudah dimulai

ditanamkan dasar-dasar perilaku, sikap hidup dan kebiasaan lainnya. Dengan

demikian perlu diciptakan lingkungan keluarga yang kondusif bagi

perkembangan anak.47

Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. Anak

manusia berbeda dengan binatang, tanpa pendidikan dan bimbingan dalam arti

yang luas, anak tidak akan menjadi anggota masyarakat yang dapat menjalankan

kewajiban dalam kehidupan bersama. Dalam hal ini anak berakar dalam diri

orang tuanya, sedangkan orang tua merupakan faktor pendidik bagi anak dan

memainkan peranan paling utama dalam pertumbuhan kepribadiannya.

Singgih D. Gunarsa dalam bukunya “Psikologi Praktis Anak Remaja dan

Keluarga” menjelaskan tentang fungsi keluarga antara lain:

a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak.

Rasulullah bersabda:

Menikahlah, berketurunanlah, niscaya kamu menjadi banyak karena

aku akan merasa bangga olehmu di hadapan umat lain pada hari

kiamat.”

Dengan perkawinan, manusia akan semakin banyak dan

berkesinambungan, dengan demikian akan terpelihara kelangsungan hidup

manusia. Dalam kelestarian dan kesinambungan terdapat suatu pemeliharaan

terhadap kelangsungan hidup jenis manusia dan suatu dorongan bagi para

spesialis untuk meletakkan metode-metode pendidikan dan dasar-dasar yang

benar untuk mencapai keselamatan jenis manusia dari aspek moral dan

47

Hery Noer Aly. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), Cet. II, h. 211

Page 41: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

31

fisikal secara berbarengan. Al-Qur’an menjelaskan hikmah sosial dan

maslahat kemanusiaan,48

Allah berfirman:

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari

jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari

pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. (QS. An-Nahl:

72).49

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamudari diri yang satu (Adam), dan (Allah)

menciptakan pasangannya (hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya

Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang

banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu

saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekluargaan.

Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (QS. An-

Nisa: 1).50

Dengan perkawinan yang sesuai dengan syari’at Allah maka anak

yang dilahirkan akan merasa bangga dengan bapak-bapaknya yang menjadi

keturuanannya. Dengan adanya keturunan terdapat penghargaan diri,

kemantapan jiwa, dan penghormatan terhadap kemanusiaan mereka.

sekiranya tidak ada perkawinan yang disyari’atkan oleh Allah, maka

masyarakat tidak akan merasa bangga dengan anak yang tidak memiliki

kehormatan dan keturunan. Maka lahirlah celaan besar yang menimpa

48

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Ushulut

Tarbiyatu ‘l-Aulad fi ‘l-Islam oleh Saifullah Kamalie dan Hery Noer Ali, (Semarang: CV. Asy-

Syifa, 1998), Cet. I, h. 6 49

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Sygma

Examedia Arkanleema, 2009), h. 274 50

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya…, h. 77

Page 42: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

32

akhlak mulia, dan tersebarlah kerusakan dan upaya menghalalkan segala

cara.51

b. Memberikan afeksi atau kasih sayang, dukungan dan keakraban.

Naluri menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan oleh

Allah bersamaan dengan penciptaan manusia dan binatang. Allah

menjadikan naluri kasih dan sayang sebagai salah satu landasan kehidupan

alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup. Keluarga,

terutama orang tua, bertanggung jawab untuk untuk memberikan kasih

sayang kepada anak, karena kasih sayang merupakan landasan terpenting

dalam pertumbuhan dan perkembangan psikologis dan sosial anak. Jika

seorang anak mengalami ketidakseimbangan rasa cinta, kehidupan

bermasyarakatnya akan dicemari penyimpangan-penyimpangan. Anak akan

sulit berteman atau bekerjasama, apalagi jika harus melayani atau

mengorbankan miliknya demi orang lain. Setelah dewasa, anak sulit untuk

menjadi ayah yang penyayang, suami yang bergaul dengan baik dan penuh

pertimbangan, atau tetangga yang santun pada tetangga lainnya. Rasulullah

adalah figur pencinta anak yang ideal, beliau mengasihi anak dan bersabar

dalam menghadapi rajukannya.52

c. Mengembangkan kepribadian.

Ibu yang baik, saleh, penyayang, dan bijaksana, sebelum

mengandung telah memohon kepada Allah agar mendapatkan anak yang

saleh, yang berguna bagi bangsa, negara dan agamanya. Ketika mulai

mengandung, hatinya gembira menanti kelahiran sang anak. Sejak dalam

kandungan bayi mendapatkan pengaruh yang positif dalam kepribadiannya

yang akan tumbuh di masa yang akan datang. Ketika dalam kandungan,

janin mendapatkan pengaruh dari sikap dan perasaan ibunya, melalui saraf-

saraf yang terdapat dalam rahim. Sikap positif sang ibu terhadap janin dan

ketentraman batinnya dalam hidup menyebabkan saraf-saraf bekerja lancar

51

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 6-7 52

Abdurrahman Annahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,Terj.

Dari Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fil Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ oleh

Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), Cet. I, h. 141

Page 43: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

33

dan wajar, karena tidak ada kegoncangan jiwa yang menegangkan. Maka

unsur-unsur dalam pertumbuhan kepribadian anak yang akan lahir cukup

baik dan positif, yang nantinya menjadi dasar pertama dalam pertumbuhan

setelah lahir.

Maka beruntunglah anak yang lahir dan dibesarkan oleh ibu yang

shaleh dan penyayang. Karena pertumbuhan kepribadian anak terjadi

melalui seluruh pengalaman yang diterimanya sejak dalam kandungan.53

d. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama dan sistem

nilai moral kepada anak.

Menurut ST. Vebriarto dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan karya

Drs. M. Alisuf Sabri keluarga mempunyai 7 fungsi yang ada hubungannya

dengan kehidupan anak, yaitu:

a. Fungsi biologik: yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak,

secara biologik anak berasal dari orang tuanya.

b. Fungsi afeksi: yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial

yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa

aman).

c. Fungsi sosialisasi: yaitu fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian

anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga anak mempelajari pola-pola

tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat

dalam rangka perkembangan kepribadiannya.

d. Fungsi pendidikan: yaitu keluarga sejak dahulu merupakan sebuah institusi

pendidikan. Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk

mempersiapkan anak agar dapat hidup secra sosial dan ekonomi masyarakat.

Saat ini keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan

utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.

e. Fungsi rekreasi: yaitu keluarga merupakan tempat atau medan rekreasi bagi

anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan.

53

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV.

Ruhama, 1995), Cet. II, h. 52-53

Page 44: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

34

f. Fungsi keagamaan: yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara dan

ibadah agama bagi anggotanya, di samping peran yang dilakukan institusi

agama.

g. Fungsi perlindungan: yaitu keluarga berfungsi memelihara, merawat dan

melindungi anak baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini oleh keluarga tidak

dilakukan sendiri tetapi banyak dilakukan oleh badan-badan sosial seperti

tempat perwatan bagi anak-anak cacat tubuh mental, anak yatim piatu, anak-

anak nakal dan perusahaan asuransi.54

Ketujuh fungsi tersebut sangat besar peranannya bagi kehidupan dan

perkembangan kepribadian si anak. Oleh karena itu harus diupayakan oleh

orang tua sebagai realisasi tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang

pendidik secara kodrati.

Setiap orang tua mempunyai peran masing-masing dalam mengasuh dan

mendidik anak. Dalam keluarga sosok seorang ibu sangat diperlukan sebagai

pendidik dasar bagi anak-anaknya, untuk itu seorang ibu hendaklah seorang

yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sesuai dengan fungsi serta

tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga. M. Ngalim Purwanto dalam buku

nya Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis menyimpulkan peran ibu dalam

pendidikan anak-anaknya adalah sebagai berikut: ibu merupakan sumber dan

pemberi kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat mencurahkan isi hati,

pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pembimbing hubungan pribadi, dan

pendidik dalam segi emosional.

Bukan saja peran seorang ibu yang sangat dibutuhkan dalam keluarga

tetapi peran seorang ayah juga sangat dibutuhkan dalam membentuk

perkembangan keluarga. Adapun peran ayah sebagai berikut: sumber kekuasaan

di dalam keluarga, penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia

luar, pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga, pelindung terhadap

54

M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I,

h. 23-24

Page 45: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

35

ancaman dari luar, mengadili jika terjadi perselisihan dan pendidik dalam segi-

segi rasional.55

Peranan keluarga sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan jiwa

anak apabila orang tua salah mendidik maka anakpun akan mudah terbawa arus

pada hal-hal yang tidak baik. Maka dengan adanya peranan masing-masing

hendaknya orang tua saling melengkapi sehingga dapat membentuk keluarga

yang utuh dan harmonis serta dapat menjalankan perintah agama dengan sebaik-

baiknya.

4. Kedudukan Keluarga

Sebelum anak mengenal lingkungan luar terlebih dahulu mereka

mengenal situasi keluarga di mana mereka berada. Pengalaman pergaulan dalam

keluarga akan memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan anak

selanjutnya. Oleh karena itu, keluarga di sebut “primary community” yaitu

sebagai lingkungan yang pertama dan utama.

Keluarga disebut lingkungan yang pertama karena dalam keluarga inilah

anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan utama, karena

sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling

banyak diterima oleh anak adalah dalam lingkungan keluarga.56

Oleh karena itu dalam kehidupan keluarga jangan sampai memberikan

pengalaman atau kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik pada anak yang nantinya

akan berpengaruh bagi kehidupannya ketika dewasa.

55

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet. XVIII, h. 82-83 56

M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jiwa, 1999), Cet. I, h. 15-16

Page 46: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan masyarakat, khususnya keluarga

yang berada di wilayah Rt 07/ 01 Cilincing Jakarta Utara, tepatnya di Jl. Baru Gg

III Rt 07/01 Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Adapun

waktu penelitiannya dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada bulan April 2011.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis

melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Jenis penelitian lapangan

ini dimaksudkan agar dapat diperoleh fakta, data dan informasi yang lebih

obyektif dan akurat mengenai peran orang tua dalam pendidikan ibadah shalat

anak usia 7-10 tahun, dan penelitian kepustakaan penulis lakukan dengan

mempelajari atau menelaah dan mengkaji buku-buku yang erat kaitannya dengan

masalah yang dibahas.

36

Page 47: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

37

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh subyek penelitian.1 Penelitian ini merupakan

penelitian populasi. Sehingga yang menjadi populasi target terjangkau adalah

seluruh orang tua di Rt 07/01 Cilincing yang memiliki anak usia 7-10 tahun

berjumlah 37 KK.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.2 Menurut

Suharsimi Arikunto, apabila subjek yang diteliti kurang dari 100, lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar atau lebih dari 100 orang dapat

diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih.3 Berdasarkan hal tersebut

maka yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang

memilki anak usia 7-10 tahun di Rt07/01 Cilincing yang berjumlah 37 KK.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data untuk menunjang kesuk sesan penelitian ini,

penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung ketempat-tempat

atau instansi terkait. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung

ke lingkungan RT 07 Rw 01 Cilincing Jakarta Utara, dengan tujuan untuk

memperoleh profil atau gambaran mengenai keadaan penduduk, jenjang

pendidikan, serta sarana dan prasarana yang ada di Rt 07/01 Cilincing.

2. Wawancara atau biasa disebut dengan interviu, yaitu sebuah dialog yang

dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi atau data. Penulis

melakukan wawancara dengan ketua RT 07 RW 01 Cilincing dan Guru Ngaji

di ar-Raihan, dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai usaha-

usaha yang dilakukan orang tua dalam membiasakan anak shalat dan

1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

cipta, 1998), h. 115 2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek…, h. 117

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek…, h. 120

Page 48: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

38

kesulitan-kesulitan yang dialami orang tua ketika membiasakan anak shalat.

Dalam melakukan wawancara penulis menggunakan instrumen wawancara

sebagai alat untuk memudahkan penulis dalam mendapatkan informasi yang

jelas dari nara sumber.

3. Angket (kuisioner) yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang disampaikan

kepada responden untuk memperoleh informasi dari responden. Angket yang

digunakan terdiri dari 20 butir pertanyaan. Angket ini digunakan untuk

memperoleh data dari orang tua mengenai bagaimana peran atau tugas yang

dilakukan orang tua dalam membiasakan anaknya shalat. Angket ini ditujukan

pada orang tua yang memiliki anak usia 7-10 tahun. Adapun kisi-kisi angket

mengenai Peran Keluarga Dalam Pendidikan Ibadah Shalat Anak Usia 7-10

tahun, sebagai berikut:

Tabel 1

KISI-KISI QUISIONER

Variabel Sub variable Indikator No

item Jumlah

Peran keluarga

dalam

pendidikan

ibadah shalat

anak

Memerintahkan

shalat

Mengajarkan tata

cara shalat.

Menghukum

anak bila tidak

melaksanakan

shalat

Membiasakan anak

melaksanakan shalat

Mengajak anak

shalat

bersama/berjamaah

.

Membimbing anak

shalat

bersama/berjamaah.

Mengajarkan rukun,

dan syarat sah shalat.

Menasehati anak.

Memarahi anak.

Memukul anak.

1, 2, 3,

4, 5, 6,

7, 8,

9

10

11, 12,

13, 14,

15,16

17

18

19, 20,

8

1

1

6

1

1

2

Page 49: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

39

4. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang bekaitan

dengan judul skripsi, seperti data mengenai jumlah KK yang ada di Rt 07/01,

sarana dan prasarana dan sebagainya.

E. Teknik Analisis Data

Data yang penulis peroleh dari hasil wawancara dan angket akan di

analisis dengan menggunakan analisa data statistik deskriptif, dengan tujuan untuk

membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai

fakta-fakta dan sifat-sifat yang diteliti. Teknik perhitungan dari angket akan

dianalisa menggunakan rumus berupa prosentase atau frekuensi relatif. Rumus

tersebut yaitu:

P = N

F X 100%

Keterangan :

P = prosentase

F = frekuensi jawaban responden

N = number of case atau jumlah responden4.

Tabel 2

Skala prosentase yang digunakan dalam penulisan laporan skripsi ini adalah:

No Prosentase % Penafsiran

1 100% Seluruhnya

2 90%-99% Hampir seluruhnya

3 60%-89% Sebagian besar

4 51%-59% Lebih dari setengah

5 50% Setengah

6 40%-49% Hampir setengahnya

7 10%-39% Sebagian kecil

8 1%-9% Sedikit sekali

9 0% Tidak ada

4 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994),

Cet. XVI, h. 40

Page 50: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Rt 07/01 Cilincing

1. Letak geografis wilayah Rt 07/01 Cilincing

Wilayah Rt 07/01 berada di Jalan Baru Gg III Kelurahan Cilincing

Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Adapun luas wilayah Rt 07/01 Cilincing

kurang lebih 5865 m2, dengan perbatasan sebagai berikut:

a. Sebelah timur : Rt 12/01 Cilincing

b. Sebelah barat : Rt 06/01 Cilincing

c. Sebelah selatah : Rt 08/01 Cilincing

Letak Rt 07/01 Cilincing persis di sebelah utara, dekat pinggir kali

Banglio perbatasan antara kelurahan Kalibaru dan kelurahan Cilincing.

Wilayah ini juga dekat dengan pasar yang bernama Pasar Jalan Baru.

2. Keadaan Penduduk

Adapun jumlah penduduk di Rt 07/01 Cilincing berjumlah 244 orang

dengan jumlah KK 86. Dari 244 orang terdapat 20 orang beragama Kristen, 4

orang beragama Budha dan 220 orang beragama Islam. Dengan rincian 141

orang laki-laki dan 103 orang perempuan.

40

Page 51: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

41

Mengenai jenjang pendidikan yang dialami penduduk Rt 07/01

sebagian besar lulusan SMP dan SMU. Sebagaimana dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Tabel 3

Adapun mengenai pekerjaan, kebanyakan dari warga Rt 07/01

Cilincing bekerja sebagai karyawan, ada pula yang bekerja sebagai pedagang,

buruh dan juga guru.

3. Sarana Pendidikan dan Ibadah

Sarana pendidikan dan ibadah yang ada di Rt 07/01 Cilincing yaitu

pengajian ar-Raihan, Yayasan al-Ihsaniyyah dan satu buah masjid yang

dinamakan masjid al-Ikhlas. Masjid al-Ikhlas digunakan sebagai tempat

kegiatan keagamaan, seperti kegiatan pengajian ibu-ibu yang biasa

dilaksanakan setiap hari jum’at dan pengajian bapak-bapak yang diadakan

setiap hari minggu, masjid ini pun digunakan sebagai tempat peringatan hari-

hari besar Islam, misalnya Isra Mi’raj, Maulid Nabi dan lain-lain.

No Pendidikan Prosentasi

1 Tidak Sekolah 3,4 %

2 Sekolah Dasar 21,7 %

3 Sekolah Menengah Pertama 35,5 %

4 Sekolah Menengah Umum 37,2 %

5 D1, D2, D3, S1 2,2 %

Jumlah 100

Page 52: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

42

B. Analisis Data

Data penelitian ini diperoleh dari 37 responden orang tua yang ada di Rt

07/01, mengenai Peran Orang Tua dalam Pendidikan Ibadah Shalat Anak Usia

7-10 tahun. Data angket yang terkumpul penulis olah ke dalam tabel-tabel

sebagai berikut:

Tabel 4

Mulai membiasakan anak shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

1 Sebelum usia 7 tahun 3 8.1 %

Sejak usia 7 tahun 30 81.1 %

Sejak usia 10 tahun 4 10.8 %

Tidak pernah - 0 %

Jumlah 37 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit sekali (8.1%) dari orang

tua yang menjawab sebelum usia 7 tahun, sebagian besar (81.1%) orang tua

menjawab sejak usia 7 tahun, sebagian kecil (10.8%) orang tua yang menjawab

sejak usia 10 tahun dan tidak ada (0%) dari orang tua yang menjawab tidak

pernah. Ini menunjukkan bahwa orang tua mulai membiasakan anaknya shalat

sejak usia 7 tahun. hal tersebut dapat dikatakan baik, karena sesuai dengan hadits

Rasulullah yang memerintahkan orang tua untuk mengajarkan anak shalat ketika

berusia 7 tahun. Usia 7 tahun merupakan kesiapan anak dalam menerima sesuatu.

Untuk itu sangatlah baik bila orang tua memulai pendidikan ibadah shalat anak

sejak ia berusia 7 tahun. dalam hal ini bukan berarti orang tua yang menjawab

sebelum usia 7 tahun (8.1%) dinilai tidak baik, justru lebih baik karena untuk

menumbuhkan rasa kecintaan anak pada shalat bisa dilakukan ketika usia anak

belum mencapai usia 7 tahun. Di masa ini orang tua bisa mengajak anak

membiasakan diri untuk shalat berjamaah. Meskipun anak belum bisa melakukan

gerakan dan bacaan shalat dengan benar, namun upaya ini dapat membuat anak

terbiasa melakukan shalat sejak kecil.

Page 53: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

43

Tabel 5

Melatih anak untuk melaksanakan shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

2 Selalu 8 21.6 %

Sering 20 54.1 %

Kadang-kadang 9 24.3 %

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Ini menunjukkan bahwa orang tua sering melatih anaknya untuk

melaksanakan shalat. Hal ini berarti baik sebab masa pertumbuhan kesadaran anak

hingga umur tujuh tahun, pada masa ini anak gemar melihat dan meniru, ketika

anak melihat kedua orang tuanya sedang shalat maka dengan cepat meniru

sehingga bila kedua orang tua melatih anak sejak usia dini, yang demikian itu

lebih baik. Dalam melatih dan membiasakan anak untuk shalat peran yang baik

dari orang tua sangat dibutuhkan, untuk itu sebagai orang tua harus mampu

menjadi teladan dan pembimbing yang baik bagi anak-anaknya. Terlihat pada

tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (21.6%) orang tua menyatakan

selalu, lebih dari setengahnya (54.1%) orang tua menyatakan sering, sebagian

kecil (24.3%) menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada (0%) orang tua yang

menyatakan tidak pernah.

Tabel 6

Membangunkan anak untuk melaksanakan shalat Subuh

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

3 Selalu 4 10.8

Sering 6 16.2 %

Kadang-kadang 21 56.8 %

Tidak pernah 6 16.2 %

Page 54: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

44

Jumlah 37 100 %

Ini menunjukkan bahwa usaha orang tua dalam membiasakan anak untuk

shalat subuh dapat dikatakan kurang baik. Kebanyakan dari orang tua hanya

kadang-kadang saja membangunkankan anak shalat subuh. Seharusnya orang tua

lebih perhatian lagi dalam hal ini sebab apabila orang tua tidak membiasakan anak

untuk shalat subuh maka ketika remaja nanti anak akan terbiasa bangun siang dan

akan sulit untuk dibiasakan melaksanakan shalat subuh. Berdasarkan tabel di atas

dapat diketahui bahwa sebagian kecil (10.8%) orang tua menjawab selalu,

sebagian kecil (16.2%) orang tua menjawab sering, lebih dari setengahnya

(56.8%) orang tua menjawab kadang-kadang dan sebagian kecil (16.2%) dari

orang tua yang menjawab tidak pernah.

Tabel 7

Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Zuhur

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

4 Selalu 7 18.9 %

Sering 9 23.3 %

Kadang-kadang 20 54 %

Tidak pernah 1 2.7 %

Jumlah 37 100 %

Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel di atas dapat diketahui bahwa

sebagian kecil (18.9%) orang tua menjawab selalu, sebagian kecil (23.3%) orang

tua menjawab sering, lebih dari setengahnya (54%) menjawab kadang-kadang dan

sedikit sekali (2.7%) dari orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini

menunjukkan bahwa orang tua kadang-kadang memerintahkan anaknya untuk

melaksanakan shalat dzuhur. Dalam memerintahkan anak untuk melaksanakan

shalat dzuhur dibutuhkan kesabaran ekstra dari orang tua karena biasa nya pada

waktu tersebut anak sedang berada diluar rumah/bermain dan sudah menjadi

Page 55: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

45

tanggung jawab orang tua untuk memerintahkan anak shalat pada waktu dzuhur

meskipun anak sedang berada di luar rumah.

Tabel 8

Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Ashar

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

5 Selalu 8 21.6 %

Sering 16 43.2 %

Kadang-kadang 13 35.1 %

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Dari hasil jawaban responden mengenai perintah dalam mengerjakan

shalat ashar dapat diketahui bahwa sebagian kecil (21.6%) orang tua menjawab

selalu, hampir setengahnya (43.2%) dari orang tua yang menjawab sering,

sebagian kecil (35.1%) orang tua menjawab kadang-kadang dan tidak ada (0%)

dari orang tua yang menjawab tidak pernah. Hal ini menunjukkan bahwa orang

tua sering memerintahkan anaknya untuk melaksanakan shalat ashar.

Tabel 9

Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Magrib

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

6 Selalu 10 27 %

Sering 18 48.6 %

Kadang-kadang 9 24.3 %

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Page 56: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

46

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (27%) orang tua

menjawab selalu, hampir setengahnya (48.6%) orang tua menjawab sering,

sebagian kecil (24.3%) dari orang tua yang menjawab kadang-kadang dan tidak

ada (0%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa orang

tua sering memerintahkan anaknya untuk melaksanakan shalat magrib.

Tabel 10

Memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat Isya

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

7 Selalu 6 16.2 %

Sering 12 34.4 %

Kadang-kadang 18 48.6 %

Tidak pernah 1 2.7 %

Jumlah 37 100 %

Dari data yang tertera dalam tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian

kecil (16.2%) orang tua menjawab selalu, sebagian kecil juga (34.4%) orang tua

menjawab sering, hampir setengahnya (48.6%) dari orang tua yang menjawab

kadang-kadang dan sedikit sekali (2.7%) dari orang tua yang menjawab tidak

pernah. Ini menunjukkan bahwa tanggung jawab orang tua dalam membiasakan

anak untuk melaksanakan shalat isya dapat dikatakan cukup baik, waktu isya

adalah waktu dimana anak telah menjalankan aktivitasnya seharian sehingga pada

waktu ini anak biasanya mengantuk dan sulit apabila diperintahkan shalat, namun

meskipun demikin orang tua tetap berusaha memerintahkan anaknya untuk shalat

isya.

Tabel 11

Melatih anak untuk shalat di awal waktu

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

8 Selalu 7 18.9 %

Page 57: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

47

Sering 18 48.6 %

Kadang-kadang 11 29.7 %

Tidak pernah 1 2.7 %

Jumlah 37 100 %

Dari hasil jawaban responden terlihat bahwa sebagian kecil (18.9%) orang

tua menjawab selalu, hampir setengahnya (48.6%) orang tua menjawab sering,

sebagian kecil (29.7%) orang tua menjawab kadang-kadang dan sedikit sekali

(2.7%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa orang tua

sering memerintahkan anaknya untuk shalat pada awal waktu. Hal ini berarti baik,

sebab orang tua bisa menanamkan rasa cinta anak terhadap shalat melalui cara

membiasakan diri mengajak anak untuk shalat di awal waktu. Dengan cara ini

anak akan tergerak hatinya untuk cepat-cepat mendirikan shalat ketika suara

adzan terdengar

Tabel 12

Mengajak anak shalat berjamaah

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

9 Selalu 1 2.7 %

Sering 12 34.4 %

Kadang-kadang 19 51.3 %

Tidak pernah 5 13.5 %

Jumlah 37 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sedikit sekali (2.7%) orang tua

menjawab selalu, sebagian kecil (34.4%) orang tua menjawab sering, lebih dari

setengahnya (51.3%) orang tua yang menjawab kadang-kadang dan sebagian kecil

(13.5%) dari orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa

orang tua kadang-kadang mengajak anaknya untuk melaksanakan shalat

Page 58: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

48

berjamaah di rumah. Hal tersebut dapat dikatakan cukup baik, sebab masih ada

usaha orang tua dalam mengajak anaknya untuk shalat berjamaah. Anak yang

masih kecil sangat tertarik dengan hal-hal yang mengandung gerakan untuk itu

sangat baik bila orang tua selalu mengajak anak untuk shalat berjamaah di rumah

agar anak dapat terbiasa dalam mengerjakannya.

Tabel 13

Mengajak anak shalat berjamaah di masjid

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

10 Selalu 2 5.4 %

Sering 6 16.2 %

Kadang-kadang 24 64.8 %

Tidak pernah 5 13.5 %

Jumlah 37 100 %

Hasil jawaban responden dapat diketahui bahwa sedikit sekali (5.4%)

orang tua yang menjawab selalu, sebagian kecil (16.2%) orang tua menjawab

sering, sebagian besar (64.8%) orang tua menjawab kadang-kadang dan sebagian

kecil (13.5%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa

orang tua kadang-kadang mengajak anaknya untuk melaksanakan shalat

berjamaah dimasjid. Hal tersebut dapat dikatakan cukup baik. Dengan

membiasakan anak shalat berjamaah, secara tidak sadar orang tua telah mendidik

anaknya untuk menumbuhkan rasa persaudaraan, persatuan dan cinta di antara

kaum muslimin dan menjalin ikatan erat, menumbuhkan di antara mereka

tenggang rasa, saling menyayangi dan pertautan hati di samping itu juga mendidik

mereka untuk terbiasa hidup teratur, terarah dan menjaga waktu.

Page 59: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

49

Tabel 14

Mengajarkan tatacara berwudhu pada anak

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

11 Selalu 14 37.8 %

Sering 17 45.9 %

Kadang-kadang 6 16.2 %

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (37.8%) orang tua

menjawab selalu, hampir setengahnya (45.9%) orang tua menjawab sering,

sebagian kecil (16.2%) orang tua menjawab kadang-kadang dan tidak ada (0%)

orang tua yang menjawab tidak pernah. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan

bahwa orang tua sering mengajarkan anak nya tata cara berwudhu. Dalam

mengajarkan tata cara berwudhu pada anak banyak cara yang dapat dilakukan

orang tua, misalnya dengan menggendong anak kekamar mandi agar anak mau

diajarkan berwudhu dan mengajak anak untuk berwudhu bersama. Dengan begitu

anak akan mudah mempelajari bagaimana tata cara berwudhu yang benar

Tabel 15

Mengajarkan tatacara shalat pada anak

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

12 Selalu 13 35.1 %

Sering 17 45.9 %

Kadang-kadang 7 18.9 %

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Page 60: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

50

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil (35.1%)

orang tua menjawab selalu, hampir setengahnya (45.9%) orang tua menjawab

sering, sebagian kecil (18.9%) orang tua menjawab kadang-kadang dan tidak ada

(0%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa orang tua

sering mengajarkan tata cara shalat pada anak.

Tabel 16

Tatacara shalat yang diajarkan pada anak sudah sesuai dengan rukun dan syarat

sahnya shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

13 Sesuai 34 91.8 %

Mungkin sesuai 1 2.7 %

Belum sesuai 2 5.4 %

Tidak tahu - 0%

Jumlah 37 100 %

Dari data jawaban responden di atas dapat diketahui bahwa hampir

seluruhnya (91.8%) orang tua menjawab sesuai, sedikit sekali (2.7%), sedikit

sekali (5.4%) orang tua menjawab belum sesuai dan tidak ada (0%) orang tua

yang menjawab tidak tahu. Hal ini berarti baik, sebab ketika anak sudah berusia 7

tahun, maka pengarahan dan bimbingan pada anak tentang tata cara shalat mulai

dari rukun, syarat, waktu dan hal-hal yang merusak shalat harus sudah dimulai.

Tabel 17

Cara mengajarkan tatacara shalat pada anak

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

14 Menyampaikan langsung 33 89.1 %

Diserahkan pada guru agama 4 10. 8

Memberikan buku bacaan - 0%

Page 61: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

51

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Hasil jawaban responden mengenai cara mengajarkan shalat pada anak

dapat diketahui bahwa sebagian besar (89.1%) orang tua menjawab

menyampaikan langsung, sebagian kecil (10.8%) orang tua menjawab diserahkan

pada guru agama, tidak ada (0%) orang tua menjawab diberikan buku bacaan dan

tidak ada (0%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini berarti dalam

mengajarkan tata cara shalat, orang tua mengajarkan langsung dengan cara

menyampaikannya pada anak.

Tabel 18

Orang tua mulai mengajarkan tatacara shalat pada anak

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

15 Sebelum usia 7 tahun 2 5.4 %

Sejak usia 7 tahun 30 81 %

Sejak usia 10 tahun 5 13.5 %

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Berdasarkan data dalam tabel dapat diketahui bahwa sedikit sekali (5.4%)

orang tua menjawab sebelum usia 7 tahun, sebagian besar (81%) orang tua

menjawab sejak usia 7 tahun, sebagian kecil (13.5%) orang tua menjawan sejak

usia 10 tahun dan tidak ada (0%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini

menunjukkan bahwa orang tua mulai mengajarkan tata cara shalat pada anak sejak

usia 7 tahun, dan hal tersebut berarti baik sebab sudah sesuai dengan hadis nabi

yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa orang tua wajib mengajarkan

shalat anaknya ketika berusia 7 tahun.

Page 62: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

52

Tabel 19

Sikap orang tua apabila anak melakukan gerakan yang salah ketika shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

16 Memberitahu dan

mengarahkan

36 97.2 %

Memarahi - 0%

Memukul - 0%

Diam saja 1 2.7 %

Jumlah 37 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruh nya (97.2%) orang

tua menjawab memberi tahu dan mengarahkan, tidak ada (0%) orang tua

menjawab memarahi, tidak ada pula (0%) orang tua menjawab memukul dan

sedikit sekali (2.7%) orang tua yang menjawab diam saja. Ini berarti ketika orang

tua melihat anaknya melakukan gerakan yang salah dalam shalat maka sikap

orang tua adalah memberitahu dan mengarahkannya.

Tabel 20

Menegur anak bila tidak shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

17 Selalu 17 45.9 %

Sering 12 32.4 %

Kadang-kadang 8 21.6 %

Tidak pernah - 0%

Jumlah 37 100 %

Dari hasil jawaban responden yang tertera dalam tabel dapat diketahui

bahwa hampir setengahnya (45.9%) orang tua menjawab selalu, sebagian kecil

(32.4%) orang tua menjawab sering, sebagian keci (21.6%) orang tua menjawab

Page 63: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

53

kadang-kadang dan tidak ada (0%) orang tua yang menjawab tidak pernah.

Berdasarkan hasil prosentase di atas dapat dikatakan baik sebab ketika anaknya

tidak melaksanakan shalat, orang tua tidak acuh atau diam saja tetapi menegur

anaknya.

Tabel 21

Memarahi anak apabila meninggalkan shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

18 Selalu 16 43.2 %

Sering 12 32.4 %

Kadang-kadang 5 13.5 %

Tidak pernah 4 10.8 %

Jumlah 37 100 %

Dari hasil jawaban responden dapat diketahui bahwa hampir setengahnya

(43.2%) orang tua menjawab selalu, sebagian kecil (32.4%) orang tua menjawab

sering, sebagian kecil (13.5%) orang tua menjawab kadang-kadang dan sebagian

kecil pula (10.8%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini berarti bahwa orang

tua memarahi anak apabila ia tidak mengerjakan shalat. Hal tersebut berarti baik

karena dengan memarahi anak tahu akan kesalahannya.

Tabel 22

Memukul anak apabila meninggalkan shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

19 Selalu - 0%

Sering - 0%

Kadang-kadang 2 5.4 %

Tidak pernah 35 94.5 %

Jumlah 37 100 %

Page 64: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

54

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tidak ada (0%) orang tua

menjawab selalu, tidak ada (0%) pula orang tua yang menjawab sering, sedikit

sekali (5.4%) orang tua menjawab kadang-kadang dan hampir seluruh nya

(94.5%) orang tua yang menjawab tidak pernah. Ini menunjukkan bahwa orang

tua tidak memukul anaknya apabila meninggalkan shalat. Hal tersebut berarti baik

sebab dalam Islam hukuman itu tidak boleh berupa siksaan yang dapat melukai

badan maupun jiwa si anak. Dalam hal ini Ibnu Sina berpendapat bahwa Islam

sangat menghargai martabat manusia dan naluri manusia yang selalu ingin

disayangi, dan hukuman itu boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa dan harus

dilakukan dengan hati-hati.

Tabel 23

Cara yang digunakan untuk menghukum anak apabila tidak shalat

No item Alternatif jawaban Frekuensi Prosentase

20 Memarahi 34 91.8 %

Bermuka masam 1 2.7 %

Memukul - 0%

Diam saja 2 5.4 %

Jumlah 37 100 %

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya (91.8%)

orang tua menjawab memarahi, sedikit sekali (2.7%) orang tua menjawab

bermuka masam, tidak ada (0%) orang tua menjawab memukul dan sedikit sekali

(5.4%) orang tua yang menjawab diam saja. Ini berarti cara yang digunakan orang

tua dalam menghukum anaknya apabila tidak melaksanakan shalat adalah dengan

memarahi. Hukuman merupakan upaya akhir yang dilakukan orang tua apabila

upaya prefentif tidak menunjukkan perubahan atau hasil yang positif.

Banyak cara yang dilakukan orang tua dalam memberikan hukuman pada

anak diantaranya adalah dengan memarahi.namun yang terpenting adalah

hukuman itu tidak melukai badan maupun jiwa anak, dan dengan diberikannya

Page 65: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

55

hukuman tersebut anak menyadari akan kesalahannya dan dapat memperbaikinya,

sehingga hukuman tidak meninggalkan dendam pada anak.

C. Pembahasan Terhadap Hasil Penelitian.

Dari tabel-tabel yang telah diuraikan dari data pengelompokkan peranan

keluarga dalam pendidikan ibadah shalat anak, terlihat bahwa para orang tua di

wilayah Rt 07/01 Cilincing cukup berperan dalam pelaksanaan pendidikan ibadah

shalat anaknya. Hal ini terlihat dari jawaban responden sebanyak (81.1%) orang

tua mulai membiasakan anak shalat ketika berusia 7 tahun, (54.1%) orang tua

menjawab sering melatih anak untuk melaksanakan shalat 5 waktu. Meskipun

dalam praktek sehari-hari tidak semua orang tua membiasakan anak untuk shalat

tiap waktu (subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya). Hal itu terlihat dari dari

tabel bahwa lebih dari setengahnya (56.8%) orang tua menjawab kadang-kadang

membangunkan anak untuk melaksanakan shalat subuh dan hanya sebagian kecil

saja orang tua yang menjawab selalu dan sering. Dalam penyebaran angket,

penulis berbincang-bincang dengan para orang tua dan kebanyakan dari mereka

menjelaskan bahwa anak-anak mereka susah untuk dibangunkan pagi-pagi dan

karena anak-anak mereka masih kecil maka wajar saja bila ia tidak melaksanakan

shalat subuh “namanya anak-anak”, itu yang sering mereka ucapkan ketika

menjelaskan alasan mereka tidak membangunkan atau memerintahkan anak

mereka untuk shalat tiap waktu. Ada pula sebagian dari mereka yang mengatakan

“tidak tega membangunkan anak yang sedang terlelap tidur”. Dalam

memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat dzuhur tidak setiap hari orang tua

menyuruh anak untuk melaksanakannya tetapi hanya kadang-kadang saja hal itu

terlihat dalam tabel, lebih dari setengahnya (54%) orang tua menjawab kadang-

kadang, begitu pun dengan shalat isya hampir setengahnya (48.6%) orang tua

menjawab kadang-kadang dan hanya sebagian kecil yang menjawab selalu dan

sering. Dalam hal ini orang tua beralasan setelah magrib anak-anak belajar,

kemudian bermain dan setelah itu mereka langsung tidur karena sudah dalam

keadaan lelah. untuk itu orang tua kadang-kadang saja menyuruh anaknya untuk

melaksanakan shalat isya. Dalam praktek sehari-hari kebanyakan dari orang tua

Page 66: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

56

menjawab sering dalam memerintahkan anaknya untuk melaksanakan shalat pada

waktu ashar dan magrib. Terlihat dari jawaban responden sebanyak (43.2%)

menjawab sering memerintahkan anak untuk melaksanakan shalat magrib, dan

hampir setengahnya (48.6%) orang tua menjawab sering memerintahkan anak

utuk melaksanakan shalat ashar.

Dalam mengajarkan tata cara shalat, orang tua tidak mengandalkan guru

agama ataupun orang lain karena kebanyakan dari orang tua mengajarkan

langsung kepada anak-anak mereka tata cara shalat yang benar berdasarkan rukun

dan syarat sahnya shalat. Hal itu terbukti dari jawaban reponden sebagian besar

(89%) menjawab mengajarkan langsung tata cara shalat pada anak dan hampir

seluruhnya (98%) mereka menjawab tata cara shalat yang mereka ajarkan sudah

sesuai dengan rukun dan syarat syahnya shalat. Kemudian dalam memberikan

hukuman hampir seluruh orang tua memarahi anak apabila ia tidak melaksanakan

shalat. Hal itu terlihat dalam tabel 23 hampir seluruhnya (91.8%) orang tua

memarahi anak apabila tidak shalat. Ini berarti adanya perhatian orang tua dalam

membiasakan anak untuk shalat, karena mereka tidak acuh dan diam saja ketika

anak nya tidak melaksanakan shalat.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan orang tua yang juga selaku

guru ngaji di pengajian ar-Raihan mengenai usaha-usaha yang dilakukan dalam

membiasakan anak untuk melaksanakan shalat sejak kecil dijelaskan bahwa,

usaha yang dilakukan adalah dengan melatih dan memerintahkan anak shalat

ketika waktunya tiba. Meskipun anak sedang main di luar rumah namun bila

waktu shalat telah tiba maka orang tua selalu mencari ketempat biasa ia bermain,

agar melaksanakan shalat terlebih dahulu. Selain itu dalam membiasakan anak

shalat orang tua kadang-kadang mengajak anak shalat berjamaah dirumah, dan

selalu membangunkan anak untuk melaksanakan shalat subuh. Meskipun pada

akhirnya anak tidak mau shalat dikarenakan menangis apabila dibangunkan,

namun orang tua tidak memaksakannya untuk melaksanakan shalat karena

menurutnya dengan membangunkan saja sudah berupaya untuk membiasakan

anak shalat. Dengan dibiasakan seperti itu maka lama-kelamaan anak pasti akan

Page 67: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

57

mau dan terbiasa nantinya untuk bangun dan melaksanakan shalat subuh. Usaha

lain yang dilakukan adalah dengan menyekolahkannya di yayasan al-Ihsaniyyah

yang terdapat dilingkungan Rt 07/01 Cilincing dengan begitu orang tua dapat

terbantu dalam mengajarkan anak shalat dengan benar.

Sedangkan kesulitan yang dihadapi orang tua adalah anak sulit dan tidak

mau bila diperintahkan shalat. Karena terlalu banyak bermain sehingga ada rasa

malas untuk menjalankannya. Bahkan ada anak yang berbohong dengan

mengatakan telah shalat berjamaah dimasjid padahal tidak shalat akan tetapi habis

bermain. Dari hasil wawancara dengan ketua Rt, beliau menjelaskan bahwa

kesulitan atau hambatan dalam membiasakan anak shalat terdapat dua faktor,

yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern misalnya, karena adanya rasa malas

pada diri anak sehingga bila diperintahkan shalat anak tersebut enggan

melaksanakannya. Faktor yang kedua adalah lingkungan dan pergaulan.

Lingkungan merupakan tempat mereka bermain dengan teman-temannya sehingga

karena terlalu lama bermain mereka lupa dan malas untuk melaksanakan ibadah.

Itulah kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang tua dan memang sebagai orang tua

haruslah bersabar dan terus berusaha melatih anak agar terbiasa melaksanakan

shalat, sehingga ketika dewasa nanti sudah tidak ada paksaan dan malas dalam

melaksanakan shalat lima waktu.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan

bahwa peran orang tua dalam memerintahkan anak shalat sudah cukup baik hal itu

terlihat pada tabel no.5 sebagian besar orang tua menjawab sering melatih anak

untuk shalat lima waktu, dan itu dimulai sejak anak mereka berusia 7 tahun,

terlihat pada tabel no 4 bahwa sebanyak 81.1% orang tua menjawab mulai melatih

anak shalat sejak usia 7 tahun. Dalam mengajarkan tata cara shalat orang tua

mengajarkan langsung pada anak sesuai dengan rukun dan syarat sahnya shalat

dan sebanyak 51.3% orang tua menjawab kadang-kadang mengajak anak untuk

shalat berjamaah. Mengenai hukuman yang diberikan orang tua bila anak tidak

melaksanakan shalat, para orang tua tidak diam saja ketika anak tidak

melaksanakan shalat, hukuman yang digunakan orang tua adalah dengan

Page 68: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

58

memarahi anaknya tanpa memukulnya meskipun usia anak mereka sudah

mencapai 10 tahun.

Usaha-usaha yang dilakukan orang tua dalam membiasakan anaknya

shalat adalah dengan memerintahkan anak mereka shalat apabila waktu shalat

telah tiba, membangunkan anak shalat subuh, mengajak anak shalat berjamaah

dirumah dan menyekolahkan anak mereka di yayasan agar orang tua dapat

terbantu dalam membiasakan anaknya shalat.

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang tua adalah anak sulit apabila

diperintahkan shalat, karena terlalu banyak bermain sehingga mereka malas dan

tidak mau mengerjakan shalat apabila diperintahkan oleh orang tuanya.

Page 69: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

59

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan dan membahas mengenai masalah yang

berkaitan dengan Peranan Keluarga dalam Pendidikan Ibadah Shalat Anak, maka

kesimpulannya adalah:

1. Peran orang tua dalam pembiasaan ibadah shalat anak, sudah cukup baik. Hal

ini ditunjukkan oleh upaya orang tua dalam melatih anak untuk melaksanakan

shalat lima waktu dan itu dimulai sejak anak berusia tujuh. Dalam

mengajarkan tata cara shalat orang tua mengajarkan langsung pada anak

sesuai dengan rukun dan syarat sahnya shalat. Apabila anak tidak

melaksanakan shalat, orang tua memarahi anak tanpa memukulnya meskipun

usia anak mereka sudah mencapai sepuluh tahun.

2. Usaha-usaha yang dilakukan orang tua dalam membiasakan anaknya shalat

adalah dengan memerintahkan anak mereka shalat apabila waktu shalat telah

tiba, membangunkan anak shalat subuh, mengajak anak shalat berjamaah

59

Page 70: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

60

dirumah dan menyekolahkan anak mereka di yayasan agar orang tua dapat

terbantu dalam mengajarkan anak untuk shalat.

3. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang tua adalah anak sulit apabila

diperintahkan shalat, karena terlalu banyak bermain sehingga mereka malas

dan tidak mau mengerjakan shalat apabila diperintahkan oleh orang tuanya.

B. Saran

1. Orang tua hendaknya memberi contoh atau tauladan kepada anak, karena

seorang anak akan bercermin dari orang tuanya. Oleh karena itu bila orang tua

menyuruh anak untuk shalat, maka orang tua pun harus melaksanakannya

terlebih dahulu atau langsung mengajak anak secara bersama-sama

melaksanakan shalat berjamaah baik dirumah maupun di masjid. Dengan cara

tersebut anakpun akan mudah mengikuti seruan dari orang tua.

2. Dalam membiasakan ibadah shalat pada anak, orang tua hendaknya lebih

bersabar dan terus melatih anak untuk shalat setiap waktu, karena dengan

melatih anak untuk shalat lima waktu secara terus menerus akan membuat

anak terbiasa dalam melaksanakannya.

3. Orang tua harus mengontrol dan dapat mengatur waktu bermain anak,

sehingga anak-anak tidak melupakan waktu shalat.

Page 71: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

61

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasy, Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, Cet 7, 1993.

Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, Cet. II, 1999.

Akbar, Muhammad Jihad, Mukjizat Ibadah Fajar, Jakarta: Alifbata, Cet. I, 2007.

Annahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

Terj. Dari Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fil Baiti wal

Madrasati wal Mujtama’ oleh Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press,

Cet. I, 1995.

Ardani M., Fikih Ibadah Praktis, Ciputat: PT. Mitra Cahaya Utama, Cet. I, 2008.

Azhari, Akyas, Psikologi Pendidikan, Semarang: PT. Dina Utama, Cet. I, 1996.

Binti Abdul Azis ash-Shani, Hana, Mendidik Anak Agar Terbiasa Shalat, Jakarta:

Akbar Media Eka Sarana, Cet. I, 2008.

Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. XXIII, 1996.

_____, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama,

Cet. II, 1995.

_____, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Agung,

Cet. VI, 1982.

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT. Sygma

Examedia Arkanleema, 2009.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, Edisi ke-3, Cet. IV, 2007.

DEPDIKNAS, UURI No. 20 Tahun 2003 SISDIKNAS, Bandung: Fokus Media,

2003

Dewan Direksi Islam, Ibadah Ensiklopedi, Jakarta: Ikhtiar Baru Vanhoeve, Cet.

III, 1994.

Rimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif,

Cet. VIII, 1989.

al-Habsyi, Muhammad Bagir, Fiqih Praktis Menurut al-Qur’an, as-Sunnah, dan

Pendapat Para Ulama, Bandung: Mizan, Cet. III, 2001.

61

Page 72: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

62

Hafizh, Muhammad Nur Abdul, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, terj. Dari

Manhaj al-Tarbiyah al-Nabawiyah li al-Thifl oleh Kuswandani, dkk,

Bandung: al-Bayan, Cet. I, 1997.

Al-Maghribi, Al- Maghribi bin as-Said, Begini Seharusnya Mendidik Anak,

Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan hingga Dewasa, Terj.

Dari Kaifa Turabbi Waladan Shalihan oleh Zainal Abidin, Jakarta: Darul

Haq, Cet. V, 2007.

Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.

I, 2005.

Nasir, Sahilun A., Peranan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja ,

Jakarta: Klam Mulia, Cet. II, 2002.

Nata, Abudin, dan Fauzan, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, Jakarta: UIN

Jakarta Press, Cet. I, 2005.

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, Cet. XVIII, 2007.

Nizar, Samsul, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001.

Quthb, Muhammad ‘Ali, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam , Terj.

Dari Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyatil Islamiyyah oleh Bahrun Abu Bakar

Ihsan, Bandung: CV. Diponegoro, 1993.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet II, 1998.

Ritonga, Ar-Rahman, dan Zainudin, Fikih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama,

Cet. I, 1997.

Sabri, M. Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I,

2005.

_____, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet.1, 1999.

as-Sadlan, Shalil bin Ghanim, Fiqh Shalat Berjamaah; Ensiklopedi Hukum Shalat

Berjamaah, Bid’ah dan Kemungkarannya, Jakarta: Pustaka as-Sunnah,

Cet. I, 2006.

Page 73: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

63

ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Shalat, Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra, Cet. II, 1997.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, Cet. IX, 2010

_____, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

Cet. I

Ulwan, Abdullah Nashih, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari

Ushulut Tarbiyatu ‘l-Aulad fi ‘l-Islam oleh Saifullah Kamalie dan Hery

Noer Ali, Semarang: CV. Asy-Syifa, Cet. I, 1998.

Yafi, Ali, Remaja dan Kesadaran Nikah, Jakarta: Pustaka Antara, Cet. II, 1992.

Zuhdi, Masyfuk, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Surabaya: Bina

Ilmu, 1982.

_____, Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, Cet II, 1992.

Zurinal Z, dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: LP. UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Cet. I, 2008.

Page 74: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

BERITA WAWANCARA

Nama : Lia Amalia

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Guru ngaji di pengajian ar-Raihan

Pertanyaan:

1. Usaha-usaha apa saja yang anda lakukan dalam membiasakan anak untuk

melaksanakan ibadah shalat lima waktu?

2. Kesulitan atau hambatan apa saja yang anda hadapi ketika membiasakan anak

untuk melaksanakan ibadah shalat lima waktu?

3. Bagaimana sikap anak anda bila diperintahkan untuk shalat?

Jawaban:

1. Usaha yang saya lakukan untuk membiasakan anak shalat yaitu dengan

melatih dan memerintahkan anak saya ketika waktu shalat tiba, meskipun

anak saya sedang tidak dirumah/main saya selalu mencari ditempat ia

biasa main agar melaksanakan shalat terlebih dahulu, sayapun selalu

membangunkan anak saya untuk melaksanakan shalat subuh meskipun

pada akhirnya anak saya tidak melaksanakan shalat subuh karena selalu

menangis ketika saya bangunkan. Namun meskipun begitu saya sudah

berusaha untuk melatih anak agar melaksanakan shalat walaupun hanya

membangunkannya. Karena sya yakin lama kelamaan anak saya akan bisa

bangun untuk melaksanakan shalat subuh secara berjamah dengan

ayahnya. Selain saya dan ayah nya sebagai orang tua yang melatih anak

saya untuk shalat saya juga menyerah kan pada guru agama nya, agar

membantu dalam mengajarkan tata cara shalat, bacaan-bacaan shalat dan

lain sebagainya.

2. Kesulitan yang di hadapi adalah anak terkadang sulit dan tidak mau

apabila diperintahkan shalat karena mungkin terlalu banyak bermain. Dan

anak saya terlalu sering main di warnet sehingga ketika saya suruh pulang

untuk melaksanakan shalat dia tidak mau. Namanya anak-anak kadang

susah untuk diberi nasihat.

3. Sikap anak saya terkadang langsung mau apabila diperintahkan shalat baik

sendiri mapun secara berjamaah, namun seperti yang saya bilang tadi

anak-anak biasanya terlalu banyak bermain dengan temannya sehingga

terkadang susah dan tidak mau apabila diperintahkan shalat. Bahkan anak

saya pernah berbohong bahwa dia sudah melaksanakan shalat dimasjid

Page 75: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

padahal dia belum shalat dan dia datang sehabis bermain bukannya nya

dari masjid. Anak-anak itu memang harus lebih dikontrol lagi dalam shalat

nya sehingga kita sebagai orang tua benar-benar tahu aktivitas apa saja

yang dilakukannya terutama shalatnya.

Page 76: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

BERITA WAWANCARA

Nama : Sayuti

Jabatan : Ketua Rt07/01 Cilincing

Tempat Wawancara : di Rumah Ketua Rt

Hari/Tanggal Wawancara : Jumat/8 April 2011

Pertanyaan:

1. Bagaimana letak geografis, jumlah penduduk serta sarana pendidikan dan

ibadah yang ada dilingkungan Rt 07 Rw 01 Cilincing?

2. Bagaimana perhatian dan usaha orang tua dalam pendidikan ibadah shalat

anaknya?

3. Kesulitan apa yang dirasakan orang tua dalam pendidikan ibadah anak?

4. Bagaimana pendidikan agama yang dimiliki para orang tua dilingkungan Rt

07/01 Cilincing?

Jawaban:

1. Letak geografis:

a. Letak geografis Rt 07/01 Cilincing terletak di Sebelah Timur Rt 12,

sebelah barat Rt o6 dan sebelah selatan Rt 08. Rt 07 Rw 01 Cilincing

terletak persis di sebalah utara, di pinggir kali Bang LIO perbatasan antara

Kelurahan Kali Baru dan Kelurahan Cilincing. Adapun luas wilayah Rt 07

Rw 01 kurang lebih 5745 m2.

b. Jumlah penduduk di Rt 07/01 Cilincing seluruhnya berjumlah 244 dengan

banyaknya kepala keluarga 86 KK. Dengan jumlah 4 orang beragama

Budha, dan 20 orang beragama Kristen. Adapun jenjang pendidikan yang

di alami penduduk Rt 07/01 sebagian besar lulusan SMP dan SMU.

c. Sarana pendidikan yang ada di Rt 07/01 cilincing yaitu TPA Ar-raihan dan

yayasan Al-ihsaniyyah. Adapun sarana ibadah yang ada dir t 07/01

terdapat 1 buah masjid yaitu masjid al-ikhlas.

2. Di lingkungan Rt 07/01 terdapat 82 Kepala Keluarga yang berama Islam, 3

kepala keluarga beragama Kristen, dan 1 kepala keluarga beragama Budha.

3. Perhatian orang tua mengenai pendidikan agama anak nya cukup baik karena

hal itu terbukti dengan di sekolahkannya anak-anak mereka di yayasan

ataupun di TPA yang ada dilingkungan ini. secara khusus perhatian orang tua

dalam melatih anak nya untuk shalat dinilai cukup baik pula, karena ada

sebagian besar dari orang tua yang menyuruh anak nya shalat bila adzan tiba.

Tidak semua orang tua menyuruh anak nya shalat, hal ini dimungkinkan orang

Page 77: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

tua yang sibuk bekerja dan anak-anak mereka masih kecil sehingga tidak ada

penekanan dalam hal pendidikan ibadah shalat anaknya.

4. Kesulitan yang banyak dialami orang tua ada dua faktor, yaitu faktor intern

dan faktor ekstern. Faktor intern misalnya, karena adanya rasa malas pada diri

anak sehingga bila diperintahkan shalat anak tersebut enggan

melaksanakannya, dan hal itu saya alami sendiri ketika menyuruh anak saya

shalat dan orang tua yang lain pun pasti merasakan hal yang sm seperti saya.

Faktor yang kedua adalah lingkungan dan pergaulan. Lingkungan merupakan

tempat mereka bermain dengan teman-temannya sehingga mereka lupa dan

malas untuk melaksanakan ibadah. Dan masa anak-anak adalah masa bermain

sehingga mereka terlalu asyik bermain tanpa memperdulikan waktunya.

5. Pendidikan agama yang dimilki warga Rt 07/01khususnya yang muslim

terlihat cukup baik, karena sebagian besar warga yang beragama Islam

memiliki latar belakang pendidikan agama, terwujud dengan adanya pengajian

orang tua yang dilaksanakan setiap sabtu di masjid al-Ikhlas. Dan para orang

tua yang mengikuti pengajian tersebut lumayan banyak meskipun tidak semua

nya ikut dalam pengajian tersebut.

Jakarta, 08 April 2011

Ketua Rt 07/01 Cilincing

Sayuti

Page 78: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak
Page 79: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

Angket Penelitian

A. Identitas Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

B. Petunjuk Pengisian

1. Isilah jawaban yang menurut anda tepat dengan member tanda silang (x) sesuai dengan

kenyataan yang dialami.

2. Jawaban anda sangat dibutuhkan oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian.

3. Jawaban anda dijamin kerahasiaannya.

4. Terima kasih atas jawaban anda.

C. Pertanyaan

1. Sejak usia berapa anak anda dibiasakan shalat?

a. Sebelum usia 7 tahun c. Sejak 10 tahun

b. Sejak usia 7 tahun d. Tidak pernah

2. Apakah anda melatih anak untuk melaksanakan ibadah shalat lima waktu?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

3. Apakah anda membangunkan anak anda untuk melaksanakan shalat subuh?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

4. Apakah anda memerintahkan anak anda untuk melaksanakan shalat zuhur?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

5. Apakah anda memerintahkan anak anda untuk melaksanakan shalat ashar?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

6. Apakah anda memerintahkan anak anda untuk melaksanakan shalat magrib?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

7. Apakah anda memerintahkan anak anda untuk melaksanakan shalat isya?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

Page 80: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

8. Apakah anda melatih anak anda untuk shalat pada awal waktu?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering ` d. Tidak pernah

9. Apakah anda mengajak anak anda shalat secara berjamaah?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

10. Apakah anda mengajak anak shlat berjamaah di masjid?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

11. Apakah anda mengajarkan tata cara berwudhu pada anak?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

12. Apakah anda mengajarkan tata cara shalat pada anak?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

13. Apakah tata cara shalat yang anda ajarkan pada anak sudah sesuai dengan rukun dan

syarat syah nya shalat?

a. Sesuai c. Belum sesuai

b. Mungkin sesuai d. Tidak tahu

14. Bagaimana cara anda mengajarkan tata cara shalat pada anak?

a. Menyampaikan langsung c. Memberikan buku bacaan

b. Diserahkan pada guru agama d. Tidak pernah

15. Sejak usia berapa anda mulai mengajarkan tata cara shalat pada anak?

a. Sebelum usia 7 tahun c. Sejak usia 10 tahun

b. Sejak usia 7 tahun d. Tidak pernah

16. Jika anak anda melakukan gerakan yang salah ketika shalat, apakah yang anda lakukan?

a. Memberitahu dan mengarahkan c. Memukul

b. Memarahi d. Diam saja

17. Bila anak tidak shalat, apakah anda menegurnya?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

Page 81: PERANAN KELUARGA DALAM PEMBIASAAN IBADAH SHALAT …repository.uinjkt.ac.id/.../bitstream/123456789/2737/1/UNAYAH-FITK.pdf · apabila tidak shalat dan 91.8% orang tua memarahi anak

18. Apakah anda memarahi anak apabila meninggalkan shalat?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

19. Apakah anda memukul anak apabila meninggalkan shalat?

a. Selalu c. Kadang-kadang

b. Sering d. Tidak pernah

20. Cara apa yang biasanya anda pakai untuk menghukum anak apabila tidak shalat?

a. Memarahi c. Memukul

b. Bermuka masam d. Diam saja