Peranan Dana Desa Sektor Industri Manufaktur Pembangunan ... · terdapat kecacatan anggaran.5...

16
1 Mengevaluasi Dana Desa p. 03 Peranan Sektor Industri Manufaktur dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia p. 08 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI www.puskajianggaran.dpr.go.id ISSN 2502-8685 Edisi XII Vol. II. Juli 2017

Transcript of Peranan Dana Desa Sektor Industri Manufaktur Pembangunan ... · terdapat kecacatan anggaran.5...

1

Mengevaluasi Dana Desap. 03

Peranan Sektor Industri

Manufaktur dalam

Pembangunan Ekonomi

Indonesiap. 08

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RIwww.puskajianggaran.dpr.go.id ISSN 2502-8685

Edisi XII Vol. II. Juli 2017

2

Dewan RedaksiPenanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin RedaksiRastri Paramita, S.E., M.M.

RedakturJesly Yuriaty Panjaitan, S.E., M.M. Ratna Christianingrum, S.Si., M.Si.

Marihot Nasution, S.E., M.SiAdhi Prasetyo S. W., S.M.

EditorDwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.

Ade Nurul Aida, S.E.

Daftar Isi Update APBN.................................................................................................p.02 Mengevaluasi Dana Desa...............................................................................p.03 Peranan Sektor Industri Manufaktur dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia.......................................................................................................p.08

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

1

Peranan Pulai dalam Pembentukan PDB Nasional Triwulan I - 2017 (Persen)

Update APBNProduk Domestik Bruto

Hingga triwulan I-2017, provinsi di Pulau Jawa masih mendominasi memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 58,49 persen. Pulau Suma-tera diposisi kedua sebesar 21,95 persen, diikuti Pulau Kalimantan 8,33 persen, Pulau Sulawesi 5,94 persen, Pulau Bali & Nusa Tenggara menyumbang 3,03 persen, dan Pulau Maluku dan Papua berkontribusi 2,26 persen.

Sumber : BPS

PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2010 (Triliun rupiah)

Sumber : BPSDilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan I-2017 (y-on-y), Industri Pengolahan memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar 0,91 persen. Sedangkan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mengalami per-tumbuhan sebesar 0,90 persen. Posisi ketiga disumbang oleh Perdagangan Besar Eceran, Reparasi Mobil-Sepeda Motor sebesar 0,64 persen.

2

Mengevaluasi Dana Desa oleh

Marihot Nasution*)

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail:[email protected]) Jumlah desa tahun 2015, 74.093 desa; 2016, 74.754 desa; dan 2017, 74.954 desa dan berpotensi bertambah di tahun-tahun berikutnya 2) Selain dana desa yang bersumber dari APBN, sesuai dengan UU Desa, desa juga mempunyai enam sumber pendapatan lainnya, yaitu: (i) Alokasi Dana Desa (ADD) yang besarnya 10 persen dari DAU dan DBH kabupaten/kota, (ii) 10 persen bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota (bagi hasil PDRD), (iii) bantuan dari APBD kabupaten/kota, (iv) bantuan dari APBD provinsi, (v) hibah dari pihak ketiga yang tidak mengikat, dan (vi) lain-lain pendapatan desa yang sah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada 2016, rata-rata nasional setiap desanya sudah memperoleh pendapatan minimal Rp1 miliar yang bersumber dari tiga sumber pendapatan terbesar desa meliputi dana desa yang bersumber APBN, ADD, dan bagi hasil PDRD.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 (UU Desa) menetapkan kerangka kelembagaan yang baru untuk pembangunan masyarakat di 74.093 desa1 di Indonesia. Dibanding daerah perkotaan, daerah pedesaan memiliki tingkat kemiskinan yang secara konsisten lebih tinggi (14,7 persen dibandingkan dengan 8,3 persen di daerah perkotaan), konektivitas yang lebih buruk, serta kualitas pelayanan dasar yang lebih rendah. UU Desa ini mengamanatkan agar desa dapat memberikan pelayanan dasar untuk memperkuat permintaan atas pelayanan tersebut serta memastikan bahwa pelayanan dasar tersebut sesuai dengan kebutuhan warga desa. Sesuai amanat UU Desa tersebut, maka pemerintah berniat menggerakkan pembangunan dari pinggiran, dalam hal ini desa, dengan mengalokasikan transfer dana ke tiap desa, dimana mereka akan memperoleh dana desa yang merupakan anggaran yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.2

Kebijakan Dana DesaSecara filosofi, dana desa merupakan dana yang dibagikan kepada setiap desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Formulasi dana desa sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa jumlah Dana Desa yang akan ditransfer setiap tahunnya adalah 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah. Dana Desa dialokasikan secara berkeadilan, dengan skema 90 persen dari total Dana Desa dialokasikan sama rata, disebut sebagai alokasi dasar. Sisanya, yaitu 10 persen dari total Dana Desa dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kemahalan konstruksi. Pengalokasian dana desa dalam RAPBN tahun 2017 merupakan tahun ketiga dari pelaksanaan UU Desa dan direncanakan sebesar Rp60.000 miliar

3

atau mengalami peningkatan sebesar 27,7 persen dibandingkan dengan pagu dalam APBN-P tahun 2016 sebesar Rp46.982,1 miliar. Kebijakan kenaikan peningkatan anggaran dana desa yang bersumber dari APBN pada 2017 tersebut ditujukan agar kondisi kapasitas fiskal desa secara berkesinambungan tetap terjaga tidak kurang dari nilai rata-rata nasional pada tahun 2016. Evaluasi Dana Desa dari Berbagai Sumber-Formula Alokasi Sejak periode pertama Dana Desa dianggarkan di tahun 2015, dana desa telah menuai kritik. Lewis (2015) menyatakan bahwa rumus yang digunakan untuk mengalokasikan dana ke desa sangat bermasalah. Rumus alokasi dana desa memberikan bobot hanya 10 persen basis pengalokasian seperti (jumlah) penduduk, (tingkat) kemiskinan, luas wilayah dan kesulitan geografis, sementara 90 persen sisanya dialokasikan secara merata untuk setiap desa (dibagi rata). Rumus ini menghasilkan pendistribusian alokasi dana per desa yang hampir setara atau sama setiap desa, terlepas dari heterogenitas desa yang signifikan. Selain itu, pengalokasian per desa mengabaikan sumber pemasukan lain yang dapat diakses oleh desa.

Hal ini berakibat pendapatan desa akan sangat tidak seimbang: desa-desa dengan tingkat kemiskinan tinggi akan menerima lebih sedikit uang daripada yang mereka butuhkan dan desa-desa dengan akses terhadap dana signifikan dari pendapatan minyak dan gas bumi akan menerima lebih dari yang dibutuhkan.3

World Bank (2015) mengelompokkan desa ke desil (desil adalah bilangan yang membagi data menjadi 10 bagian yang sama) berdasarkan jumlah dana desa per kapita yang mereka terima dari 90 persen yang dialokasikan secara sama rata. Hasilnya menunjukkan bahwa desa-desa yang besar memiliki dana per orang yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan desa-desa yang kecil. Sepuluh persen dari desa terbesar menerima alokasi dana desa per kapita yang rata-rata hanya Rp36.550 per orang (median), sedangkan sepuluh persen desa terkecil menerima rata-rata Rp1,1 juta per orang. Alokasi per kapita tersebut ke desa-desa besar yang jauh lebih rendah ini membatasi kemampuannya untuk memberikan pelayanan kepada para warganya. Hal ini dapat meningkatkan ketimpangan, karena lebih banyak penduduk miskin dan hampir miskin yang tinggal di desa-desa besar. Meskipun begitu, rumus transfer dana desa tersebut masih digunakan pemerintah padahal alokasi dengan skema 90:10 membuat transfer dana desa antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidak jauh berbeda, sehingga transfer dana tidak mempertimbangkan tingkat kemajuan dan kemampuan wilayah menghimpun dana (kapasitas fiskal).

Grafik 1. Perkembangan Dana Desa 2015-2017 (dalam triliun Rupiah)

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, 2017

3) Penelitian dengan hasil yang sama juga dilakukan oleh World Bank (2015) dan lembaga riset Article 33 Indonesia (2016).

4

pemeliharaan tidak dipertimbangkan dalam desain maupun konstruksi, tidak adanya pendamping desa yang menguasai teknis sarana prasarana desa, dan minimnya/belum adanya pelatihan perencanaan pengelolaan sarana prasarana desa.4 Ditambah lagi di tahun 2017 ini, hasil temuan BPK atas pertanggungjawaban Kemendes terhadap dana desa, menyatakan bahwa dana desa sebesar Rp1,8 triliun terdapat kecacatan anggaran.5 Gambaran penggunaan dana desa tersebut memperkuat anggapan bahwa dana desa belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, terutama penyerapan tenaga kerja dari kelompok miskin dan pengadaan barang dan jasa oleh masyarakat. Dapat dimengerti jika dana desa juga belum dapat mengurangi angka kemiskinan di provinsi yang mendapatkan dana desa paling besar, terutama karena hanya sebagian kecil dana yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sementara itu alokasi dana yang lebih besar untuk pembangunan fisik belum terkait langsung dengan tingkat kemiskinan, karena pembangunan fisik umumnya bersifat barang publik. Meskipun dalam beberapa kasus ada desa yang melakukan pembangunan fisik langsung untuk masyarakat miskin, misalnya pembangunan rumah tinggal layak huni (rutilahu), sarana Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Evaluasi Dana Desa dari Berbagai Sumber-Penyaluran dan Pemanfaatan Dana Tiap tahun Kementerian Keuangan melakukan evaluasi terkait penyaluran dan penggunaan dana desa. Dari segi penyaluran, masalah utama yang dihadapi adalah terlambatnya penyaluran dana desa disebabkan oleh a) APBDesa belum/terlambat ditetapkan; b) perubahan regulasi dan tumpang tindihnya regulasi; c) laporan penggunaan tahun sebelumnya belum dibuat; dan d) dokumen perencanaan yang belum lengkap. Hal ini adalah fenomena yang berulang selama dua tahun pelaksanaan dana desa.Sementara itu dari segi penggunaan, kesalahan berulang juga terjadi ketika dana desa dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan konstruksi namun pekerjaan tersebut dikerjakan oleh pihak ketiga. Padahal seharusnya diutamakan secara swakelola dengan memberdayakan masyarakat setempat dan bahan baku lokal. Hal yang juga sering ditemui adalah banyak desa menggunakan dana desa untuk membangun prasarana seperti gapura desa, kantor desa, atau pagar desa yang akan kecil dampaknya terhadap ekonomi apalagi pengurangan kemiskinan. Selain itu, kualitas sarana prasarana yang dibangun dengan dana desa, khususnya pada tahun 2015 kurang baik. Hal ini disinyalir karena desain dan RAB prasarana desa belum baik dan lengkap, pengadaan barang dan jasa di desa belum diatur dengan baik, dampak lingkungan dan

4) Hasil pengamatan KOMPAK tahun 2016 yang melakukan kajian untuk mengamati pelaksanaan UU Desa di 13 desa, 7 Kabupaten dan 5 provinsi (Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan) pada periode Maret–April 2016.5) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dan Pertanggungjawaban Belanja Tahun 2015 dan Semester I Tahun 2016 pada Kemendes di DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Jawa Barat yang menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) masalah pertanggungjawaban Kemendes, dimulai dari masalah perekrutan dan honorarium tenaga pendamping desa, kekurangan volume pekerjaan dengan dana desa dan penggunaan dana desa di luar prioritas.

5

Dampak Fisik Dana Desa Pada PembangunanPenggunaan Dana Desa dilakukan sesuai dengan PP Nomor 8 Tahun 20166 yaitu digunakan untuk: penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Adapun prioritas penggunaan Dana Desa diatur pula dalam Permendes Nomor 5 Tahun 2015 dengan pokok penggunaan Dana Desa untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Di tahun 2016, penggunaan dana desa memberikan capaian output sebagai berikut:

Dengan banyaknya alokasi pada pembangunan, memang dana desa bisa dinilai dapat meningkatkan konektivitas antar satu wilayah dengan wilayah lain. Selain itu peningkatan pada penerimaan pelayanan publik bagi masyarakat juga makin meningkat. Hasil dari dana desa selama 2 tahun terakhir dapat dikatakan memberikan hasil yang positif bagi desa. Namun perlu dilihat lebih mendalam distribusi pembangunan tersebut. Selama ini pembangunan Indonesia masih terpusat pada kawasan barat Indonesia. Dengan adanya formula alokasi yang “terlalu” memihak pada pemerataan dana bagi desa dan

Tabel 1. Proporsi Penggunaan Dana Desa

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, 2017

dengan lemahnya kemampuan desa dan perangkatnya untuk menyerap dan memanfaatkan dana desa secara optimal maka pola lama pembangunan akan terus berulang. Desa yang berada di kawasan barat Indonesia yang terpengaruh dampak pembangunan selama ini, adanya kemudahan informasi dan akses akan memiliki kinerja lebih baik dalam menyerap dan menggunakan dana desa dibandingkan desa di kawasan timur Indonesia (Haryanto, 2017).Hal lain yang perlu dicermati adalah kecilnya penyerapan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat. Pembangunan infrastruktur yang agresif biasanya diiringi dengan peningkatan ketimpangan (inequality) jika tidak disertai pemberdayaan masyarakat yang optimal. Pihak yang biasanya akan memanfaatkan hadirnya pembangunan di suatu daerah adalah pihak yang memiliki kemampuan lebih atau sudah berdaya, sedangkan pihak yang memang sudah miskin dan tidak berdaya lebih cenderung diam dan menunggu instruksi saja. Hal ini didukung oleh penelitian dari Santoso dan Maulana (2017), yang menyatakan bahwa dana desa berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan pada penduduk yang rentan/hampir miskin melalui peningkatan pengeluaran per kapita (sebagai intermediate outcome), namun tidak berpengaruh pada penduduk yang sangat miskin. Menurut penelitian ini juga diketahui bahwa dana desa berpengaruh pada penurunan kesenjangan desa kota, namun tidak berpengaruh pada kesenjangan antar penduduk di dalam desa.

6) PP No. 60 Tahun 2014 Jo PP No. 22 Tahun 2015 Jo PP No. 8 Tahun 2016

6

Daftar PustakaKementerian Keuangan. 2017. Kebijakan dan Mekanisme Penyaluran Dana Desa. Materi Presentasi disampaikan dalam Lokakarya Penyaluran Dana Alokasi Khusus Fisik dan Dana DesaHaryanto, Joko Tri. 2017. Mekanisme Kebijakan Alokasi Dana Desa. Materi Presentasi disampaikan dalam Forum Kajian Pembangunan “Mengevaluasi Program Dana Desa” tanggal 14 Juni 2017Handra, Hefrizal, et.al. 2017. Analisis Kebijakan: Dana Desa dan Penanggulangan Kemiskinan. 21 Februari 2017. Kompak: Kemitraan Pemerintah Australia-IndonesiaLewis, B. D. 2015. Decentralising to Villages in Indonesia: Money (and Other) Mistakes, Public Administration and Development 2015. Wiley Online LibraryLewis, B. D. 2015. Indonesian Village Decentralisation is All Money No Plan.

East Asia Forum. Diambil dari http://www.eastasiaforum.org World Bank. 2015. “Indonesia Economic Quaterly, December 2015”. World BankRokhim, R., W. Adawiyah dan M.R. Astrini. 2016. “Kajian Akademik Alternatif Formula Dana Desa.” Draft Kajian Article 33.Rokhim, R., W. Adawiyah dan M.R. Astrini. 2016. Formula Dana Desa: Sudahkah Mengatasi Kesenjangan Antarwilayah. Catatan Kebijakan. Article 33 No. 13, November 2016Santoso & Sandy J. Maulana. 2017. Membangun Model Evaluasi Dampak Dana Desa. Materi Presentasi disampaikan dalam Forum Kajian Pembangunan “Mengevaluasi Program Dana Desa” tanggal 14 Juni 2017Bhawono, Aryo, et.al. 2017. Investigasi: Menyulap Cacat Rp 1,8 Triliun Dana Desa. detikx.com, Senin, 3 Juli 2017

Catatan RedaksiBerkaca dari pengalaman selama dua tahun disalurkannya dana desa, ternyata dana desa belum meratakan pembangunan yang telah dilakukan selama periode tersebut, meskipun banyak juga sisi positif yang diperoleh. Dana desa masih minim digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dan lebih dominan digunakan untuk pembangunan yang masih belum terasa dampaknya bagi peningkatan taraf ekonomi desa. Peran pendamping desa ternyata belum optimal dalam mendukung penggunaan dana desa yang lebih berpihak pada pengurangan kesenjangan. Adanya formula yang memihak pada pembagian yang merata untuk setiap desa perlu dikaji ulang demi pembangunan yang merata antara kawasan barat dan timur Indonesia. Kedepannya juga perlu digalakkan agar dana desa lebih diarahkan pada belanja yang sifatnya pemberdayaan masyarakat desa, tentunya dengan memperhatikan potensi desa masing-masing.

7

Peranan Sektor Industri Manufaktur dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia

Martha Carolina*)

AbstrakSektor industri manufaktur memiliki peranan penting seperti memberikan

kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, meningkatkan ekspor, dan meningkatkan investasi. Untuk mencapai target pertumbuhan industri manufaktur berdasarkan RPJMN tahun 2015-2019 sebesar 8,38 persen pada tahun 2019 pemerintah perlu melakukan beberapa upaya agar sektor industri manufaktur menjadi sektor andalan yang berdaya saing tinggi seperti menurunkan suku bunga kredit, meningkatkan nilai tambah produk industri manufaktur dalam negeri dengan berinovasi menerapkan teknologi terkini untuk industri perlengkapan dan manufaktur, mengembangkan klaster-klaster industri yang mempunyai daya saing tinggi dan berorientasi pada ekspor, menjadikan sektor industri manufaktur non migas padat karya terutama industri mikro dan industri kecil sebagai prioritas untuk dikembangkan, meningkatkan tingkat kualitas pekerja dengan berbasis kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, mempercepat program hilirisasi agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil, dan membentuk lembaga khusus untuk menangani pembiayaan sektor industri terutama untuk industri hulu dengan suku bunga bersaing, pembiayaan jangka panjang dan proses yang relatif lebih mudah.

*)Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail:[email protected]

Berdasarkan International Yearbook of Industrial Statistic 2016 yang diterbitkan oleh United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia berhasil masuk ke dalam 10 besar negara industri manufaktur terbesar di dunia melampaui negara industri lainnya seperti Inggris, Rusia, dan Kanada namun berdasarkan Manufacturing Value Added (MVA) per kapita, Indonesia kalah jauh dari Malaysia dan Thailand. Indonesia hanya lebih baik dari Vietnam, Cambodia, dan Mongolia (kompas, 2016). MVA menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur Indonesia masih rendah dalam membuat proses rantai nilai (value chains) dan nilai tambah (value added) yang membuat rendahnya daya saing industri manufaktur nasional untuk dapat berkompetisi

dengan produk sejenis buatan negara tetangga di pasar ASEAN.Produk industri manufaktur non migas yang masuk daftar pos tarif produk dari 4.000 produk hanya 31,26 persen yang berdaya saing tinggi yaitu nilai ekspor produk industri manufaktur diatas USD10 juta dengan impor maksimum USD5 juta dan mampu berkompetisi di Asia Tenggara. Produk berdaya saing tinggi tersebut terdiri dari produk logam, kimia dasar, kimia hilir, serta tekstil dan aneka. Sedangkan 68,73 persen produk dari sektor-sektor lainnya daya saingnya masih rendah untuk dapat berkompetisi dengan produk sejenis buatan negara tetangga di pasar ASEAN (kemeprin, 2015).Rendahnya daya saing industri nasional salah satunya disebabkan

Gambar 1. Share Ekspor Indonesia Menurut Negara di Kawasan ASEAN

(Persen)

8

oleh mahalnya pembiayaan investasi di dalam negeri akibat suku bunga perbankan yang tidak kompetitif. Suku bunga kredit di Indonesia sebesar 9-11 persen termasuk yang paling tinggi dibandingkan dengan suku bunga kredit di negara-negara Asia lainnya sekitar 3-5 persen (kemenprin, 2017).Peranan Sektor Industri Manufaktur Sektor industri manufaktur sangat penting bagi perekonomian. Peranan sektor industri manufaktur seperti mendorong pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, meningkatkan ekspor, dan meningkatkan investasi.1. Pertumbuhan Ekonomi (PDB

Nasional)Gambar 1 menunjukkan bahwa lapangan usaha sektor industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan merupakan salah satu sektor penopang perekonomian negara dengan tingkat pertumbuhan yang positif. Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB nasional Triwulan 1 tahun 2017 sebesar 20,48 persen terdiri dari kontribusi industri manufaktur migas

(industri batubara dan pengilangan) terhadap PDB nasional sebesar 2,40 persen dan Industri manufaktur non migas memberikan sumbangan terhadap PDB Nasional sebesar 18,08 persen. Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB nasional Triwulan 1 tahun 2017 sebesar 20,48 persen masih dibawah sasaran RKP tahun 2017 yaitu sebesar 21,10 persen dan jika dilihat dari struktur PDB, sebenarnya dalam 10 tahun terakhir ekonomi Indonesia masih mengandalkan eksploitasi sumber daya alam (SDA) (Bappenas, 2013). Selama periode 1967-1997 rata-rata pertumbuhan industri manufaktur non migas mencapai 10,9 persen per tahun. Sejak krisis ekonomi tahun 1997, kinerja industri manufaktur mengalami penurunan cukup drastis. Kondisi tersebut disebabkan terutama karena beban hutang yang berasal dari luar negeri, di banyak perusahaan besar yang membengkak akibat depresiasi nilai Rupiah serta masih terus menurunnya daya saing pada banyak produk ekspornya. Dalam rangka mengembalikan kinerjanya, berbagai upaya pemulihan dan restrukturisasi industri telah diprogramkan sejak 1999. Namun berbagai upaya tersebut masih juga belum cukup berhasil mengembalikan

Gambar 1. Kontribusi Sektor Lapangan Usaha Terhadap PDB Nasional (Persen)

Sumber: BPS, Diolah

9

kinerja sektor ini pada keadaan sebelum krisis.Pertumbuhan industri manufaktur non migas selalu diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDB). Pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal I tahun 2017 sebesar 4,71 persen diikuti dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 5,01 persen. Namun angka tersebut masih dibawah target RPJMN 2015-2019 yaitu pertumbuhan industri manufaktur lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi. Hal inilah yang membuat sektor industri manufaktur khususnya non migas sebagai penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi (PDB) perlu ditingkatkan kinerjanya.2. Penyerapan Tenaga KerjaJumlah tenaga kerja Indonesia di sektor industri manufaktur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 15,61 juta jiwa pada tahun 2012 menjadi sebesar 16,57 juta jiwa pada tahun 2017 (gambar 2). Industri manufaktur telah menyerap sebesar 13,30 persen tenaga kerja Indonesia dan menduduki peringkat 4 terbesar sesudah pertanian, perdagangan, dan jasa. Penyerapan tenaga kerja pada sektor manufaktur non migas sampai tahun 2014 Gambar 2. Penduduk Bekerja di Industri

Manufaktur Periode Februari Tahun 2012-2017 (Juta Jiwa)

terbesar pada industri mikro sebesar 6,03 juta jiwa, pada industi kecil sebesar 2,32 juta jiwa dibandingkan penyerapan tenaga kerja pada industri besar dan sedang sebesar 4,62 juta jiwa. Cabang industri manufaktur non migas yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah industri kecil dan mikro sektor makanan, minuman dan tembakau pada tahun 2015 sebesar 4,04 juta jiwa dan sektor industri tekstil, pakaian jadi, barang kulit & alas kaki sebesar 1, 34 juta jiwa. Sedangkan untuk sektor industri besar dan sedang pada tahun 2014 yang terbesar adalah sektor industri tekstil, pakaian jadi, barang kulit dan alas kaki sebesar 1,53 juta jiwa dan sektor industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,93 juta jiwa.Masih rendahnya penyerapan tenaga kerja pada sektor manufaktur disebabkan oleh penggunaan mesin dalam proses produksi sebagai upaya menekan biaya produksi dan rendahnya tingkat kualitas pekerja. Berdasarkan data BPS bulan Februari 2017 rata-rata tingkat pendidikan pekerja di Indonesia masih rendah sekitar 60,38 persen sampai tamatan SMP. Ketidaksesuaian kebutuhan industri manufaktur terhadap tenaga kerja dengan pendidikan dan pelatihan menyebabkan permasalahan industri mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas terutama untuk mendukung program hilirisasi industri berbasis agro, migas, dan bahan tambang mineral.3. Meningkatkan EksporEkspor industri manufaktur memiliki peranan yang besar terhadap penerimaan devisa melalui Sumber: BPS, Diolah

10

kontribusinya pada total ekspor Indonesia, khususnya ekspor non migas. Berdasarkan gambar 3 industri manufaktur menjadi kontributor terbesar ekspor Indonesia pada 2016. Dari total ekspor sebesar USD144,43 miliar, sebanyak 76 persen atau USD109,76 miliar berasal dari industri manufaktur non migas dan 0,63 persen dari sektor industri manufaktur migas. Setelah turun selama dua tahun beruntun, ekspor produk manufaktur diprediksi bangkit pada tahun 2017, dengan estimasi pertumbuhan 5,5 persen menjadi USD115,79 miliar dibanding tahun lalu USD109,76 miliar (Kemenprin, 2017). Membaiknya kondisi ekonomi global akan menjadi salah satu penggerak peningkatan ekspor manufaktur Indonesia.

Kelompok hasil industri manufaktur non migas terus mengalami perkembangan baik dari jenis produk yang diekspor maupun dari negara tujuan ekspor. Kelompok hasil industri manufaktur non migas yang terbesar meningkatkan ekspor diantaranya adalah industri makanan dan minuman sebesar 23,93 persen terhadap total ekspor hasil industri, industri bahan kimia dan barang dari kimia sebesar 9,33 persen terhadap total ekspor hasil industri, dan

Gambar 3. Perkembangan Ekspor Industri Manufaktur (Miliar)

Sumber: Kementerian Perindustrian

industri logam dasar sebesar 7,51 persen terhadap total ekspor hasil industri. Sedangkan hasil industri manufaktur migas terus mengalami penurunan. (tabel 1)Besarnya komoditas ekspor industri manufaktur menunjukkan perkembangan ekspor Indonesia sangat tergantung pada komoditas ekspor industri manufaktur. Industri manufaktur belum dapat meningkatkan ekspor meski didukung oleh paket-paket kebijakan pemerintah disebabkan oleh beberapa permasalahan seperti kandungan teknologi yang rendah sehingga efisiensi masih rendah karena sebagian komoditas ekspor manufaktur memuat kandungan impor yang tinggi dan perlambatan ekonomi yang menjadi mitra dagang Indonesia. 4. Meningkatkan InvestasiIndustri manufaktur dapat meningkatkan investasi yang disalurkan oleh bank umum disebabkan adanya peningkatan kredit yang dipinjam oleh industri manufaktur. Berdasarkan gambar 4 posisi kredit investasi perbankkan menurut sektor ekonomi pertumbuhan investasi industri manufaktur terus meningkat dan paling tinggi dibandingkan sektor ekonomi lainnya diatas pertumbuhan

Gambar 4. Posisi Kredit Investasi Perbankan Menurut Sektor Ekonomi 2010

- 2016 (Miliar Rupiah)

Sumber: BPS, diolah

11

investasi di sektor pertanian. Tingginya angka posisi kredit investasi perbankkan belum ditunjang dengan kemudahan dalam sektor pembiayaan untuk industri manufaktur yang masih dikategorikan sama dengan kredit konsumtif. Kemudahan sektor pembiayaan perbankkan untuk industri sangat penting karena industri manufaktur mempunyai resiko kredit bermasalah cukup tinggi. Hal ini menyebabkan kehati-hatian perbankkan menyalurkan kredit sehingga industri manufaktur memerlukan sumber lembaga pembiayaan baru. Industri Manufaktur dalam RPJMN tahun 2015-2019 Berdasarkan RPJMN tahun 2015-2019 target pertumbuhan industri manufaktur sebesar 8,38 persen pada tahun 2019. Sepuluh industri prioritas yang akan dikembangkan dikelompokkan kedalam 6 industri andalan, 1 industri pendukung, dan 3 industri hulu dengan rincian sebagai berikut yakni industri pangan, industri farmasi, kosmetik dan alat kesehatan, industri tekstil, kulit, alas kaki dan aneka, industri alat transportasi, industri elektronika dan telematika

Tabel 1. Peran Ekspor Kelompok Hasil Industri Manufaktur Terhadap Total Ekspor Hasil Industri

Sumber: Kementerian Perindustrian(ICT), dan industri pembangkit energi. Kelima industri ini dijadikan industri andalan Indonesia. Lalu, ada industri barang modal, komponen dan bahan penolong serta jasa industri yang dijadikan sebagai industri pendukung bagi industri andalan. Selanjutnya, industri hulu agro, industri logam dasar dan bahan galian bukan logam serta industri kimia dasar berbasis minyak dan gas (migas) dan batubara. Permasalahan industri manufaktur untuk mencapai target pertumbuhan industri dalam RPJMN 2015-2019 adalah industri manufaktur saat ini masih mengandalkan industri berbasis komoditas yang rentan terhadap gejolak harga dan masih kurangnya industri bahan baku dan bahan penolong. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian sekitar 64 persen dari total industri manufaktur di Indonesia masih mengandalkan bahan baku, bahan penolong, serta barang modal impor untuk mendukung proses produksi yang rentan terhadap fluktuasi kurs rupiah terhadap Dolar AS. Kondisi inilah yang melemahkan industri manufaktur secara nasional, baik dari sisi hulu maupun hilir (Kemenprin, 2013).

12

Daftar Pustaka Badan Perencanaan Pembangunan Menengah Nasional. 2014. (RPJMN) 2015-2019. JakartaBadan Pusat Statistik. (2017). Indonesia. Produk Domestic Bruto Lapangan Usaha (Persen) 2014-2017. Indonesia.Badan Pusat Statistik. (2017). Indonesia. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2012-2017. Indonesia.Badan Pusat Statistik. (2017). Indonesia. Posisi Kredit Investasi Perbankan Menurut Sektor Ekonomi, 2010-2016 Indonesia.Bappenas (2013). Pertumbuhan Tanpa Pembangunan Diakses kembali dari perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/130326-%5. Pertumbuhan tanpa Pembangunan. Diakses tanggal 3 juli 2017. Kementerian Perindustrian (2017).Indonesia. Ekspor Industri Manufaktur 2012-2016. IndonesiaKementerian Perindustrian (2017).Indonesia. Peran Ekspor Kelompok Hasil Industri Manufaktur Terhadap Total Ekspor Hasil Industri 2012-2016. Indonesia.Kompas. (2016). Industrial Development Report 2016 dan Indonesia. Diakses Kembali dari http://www.kompasiana.com/faisalbasri/industrial-development-

report-2016-dan-indonesia_57ccb85d957e61713c407f0d. Diakses tanggal 22 Juni 2017.Kementerian Perindustrian. (2015). Daya Saing Manufaktur Lemah. Diakses Kembali dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/9560/Daya-Saing-Manufaktur-Lemah. Diakses tanggal 20 Juni 2017.Kementerian Perindustrian.(2017). Suku Bunga Hambat Pertumbuhan Industri. Diakses Kembali dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/17536/Suku-Bunga-Hambat-Pertumbuhan-Industri. Diakses tanggal 22 Juni 2017. Cahyono, Eddy. (2015). Industrialisasi dan Transformasi Ekonomi. Diakses kembali dari http://setkab.go.id/industrialisasi-dan-transformasi-ekonomi/. Diakses tanggal 21 Juni 2017.Kementerian Perindustrian. (2013). 64% dari Industri Manufaktur Nasional Bergantung pada Bahan Baku Impor. Diakses kembali dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/9306/64-dari-Industri-Nasional-Bergantung-pada-Bahan-Baku-Impor. Diakses tanggal 22 Juni 2017.Kementerian Perindustrian. (2017). Ekspor Manufaktur Ditargetkan US$ 115 M. Diakses kembali dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/16977/Ekspor-Manufaktur-Ditargetkan-US$-115-M. Diakses tanggal 3 Juli 2017.

13

RekomendasiPeranan sektor industri dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dalam hal akselerasi pembangunan. Untuk mencapai target pertumbuhan industri berdasarkan RPJMN tahun 2015-2019 pemerintah perlu melakukan beberapa upaya agar sektor industri manufaktur menjadi sektor andalan yang berdaya saing tinggi seperti menurunkan suku bunga kredit, meningkatkan nilai tambah produk industri manufaktur dalam negeri dengan berinovasi menerapkan teknologi terkini untuk industri perlengkapan dan manufaktur, mengembangkan klaster-klaster industri yang mempunyai daya saing tinggi dan berorientasi pada ekspor, menjadikan sektor industri manufaktur non migas padat karya terutama industri mikro dan industri kecil sebagai prioritas untuk dikembangkan, meningkatkan tingkat kualitas pekerja dengan berbasis kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, mempercepat program hilirisasi agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil, dan membentuk lembaga khusus untuk menangani pembiayaan sektor industri terutama untuk industri hulu dengan suku bunga bersaing, pembiayaan jangka panjang dan proses yang relatif lebih mudah.

14

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]