Peran Usaha Kecil

28
Peran Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) di Indonesia UNIVERSITAS GUNADARMA Tugas softskill : Ekonomi Koperasi Kelas : 2EB23 Nama Kelompok : 1. Ambar Tri Putri kartika sari (20210600) 2. Elinda Maya Octavia (22210334) 3. Hanifah Wahyuni (28210959) 4. Siti Raudah (29210339) 5. Vivi Julianti (29210093) Peran Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) di Indonesia

Transcript of Peran Usaha Kecil

Peran Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) di Indonesia

UNIVERSITAS GUNADARMA

Tugas softskill : Ekonomi Koperasi

Kelas : 2EB23

Nama Kelompok : 1. Ambar Tri Putri kartika sari (20210600)

2. Elinda Maya Octavia (22210334)

3. Hanifah Wahyuni (28210959)

4. Siti Raudah (29210339)

5. Vivi Julianti (29210093)

Peran Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) di Indonesia

Harapan Masyarakat Indonesia dalam

Menghadapi Era Globalisasi Ekonomi

Abstraksi

Kata Kunci: sistem ekonomi, Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK), globalisasi ekonomi.

Indonesia yang berangkat dari sistem ekonomi pancasila atau juga disebut dengan ekonomi

kerakyatan merasakan sebuah kesulitan dalam menerapkan sistem ekonomi itu ke dalam

praktek nyata. Tahap pertumbuhan ekonomi lepas landas senantiasa menjadi satu “goal” yang

harus diperjuangkan. Namun, sayangnya penguatan ekonomi yang difokuskan pada sektor

swasta seperti usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) menjadi bumerang tersendiri bagi

negara. Kredit bank yang mudah, bunga yang rendah malah menjadikan negara harus

berhadapan dengan inflasi yang semakin melonjak naik yang pada akhirnya mengakibatkan

krisis yang berkepanjangan.

Disamping itu pula, utang luar negeri yang menjadi tanggungan negara seakan-akan menjadi

celah bagi negara-negara investor dan atau lembaga-lembaga yang didesain oleh negara-

negara industri maju, untuk memasukkan suara-suara globalisasi ekonomi dengan menuntut

adanya liberalisasi pasar barang dan jasa. Globalisasi ekonomi dirasa kurang pas untuk

perekonomian Indonesia yang masih belum mempunyai pondasi ekonomi yang kokoh, yang

notabene penduduknya berkutat di dunia usaha kecil dan menengah. Globalisasi juga dinilai

menjadi sebuah budaya luar yang berbenturan dengan budaya lokal yang masih memegang

teguh nilai tradisi dan sosial.

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah dengan melalui proses pembelajaran dan dengan waktu yang cukup

panjang akhirnya tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini

semoga bisa menjadi inspirasi untuk memenuhi apa yang menjadi masalah dan problematika

Indonesia.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih sebelumnya kepada ibu dosen yang

telah memberi motivasi kepada kami .Dan juga tak lupa kepada teman – teman kelompok yang

telah membantu menuangkan ide-idenya dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya dengan segala kekurangan yang ada pada makalah ini, saya sebagai penulis sangat

membutuhkan kritik dan saran yang konstruktif untuk melangkah lebih baik ke depan. Semoga

tulisan ini bermanfaat untuk semua.

04 Januari 2010

Penulis

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sejatinya adalah negara yang menganut sistem ekonomi tradisional, menganut asas-

asas kekeluargaanyang digagas oleh Bung Hatta dengan impilkasi dibentuknya badan

perekonomian bangsa atau “koperasi”. Asas kekeluargaan ini dijelaskan pada pasal 33 ayat 1

dan dijelaskan pada pembukaan UUD 1945 bahwa: “Perekonomian disusun atas usaha

bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Inilah yang menjadi fondasi dasar perekonomian

Indonesia waktu itu. Dan asas-asas inilah yang kemudian membawa Indonesia pada masa

ekonomi demokrasi terpimpin atau sistem ekonomi pancasila.

Pada tahun 1966 yang juga bertepatan dengan berakhirnya masa pemerintahan orde lama,

sistem ekonomi Indonesia mengalami inflasi besar-besaran yaitu mencapai 650% dimana hal

ini mengakibatkan:

a. ketidak mampuan pemerintah untuk memenuhi kewajiban hutang;

b. penerimaan devisa ekspor hanya setengah dari pengeluaran untuk impor barang dan jasa;

c. ketidak mampuan pemerintah mengendalikan anggaran belanja dan memungut pajak;

d. percepatan laju inflasi mencapai 30-40% perbulan; dan

e. buruknya kondisi prasarana perekonomian serta penurunan kapasitas produksi sektor

industri dan ekspor.

Kemudian pada masa orde baru, pemerintah menetapkan beberapa langkah utama untuk

menahan laju perekonomian yang semakin menurun dengan langkah-langkah:

a. memerangi inflasi;

b. mencukupkan stok cadangan bahan pangan (terutama beras);

c. merehabilitasi prasarana perekonomian;

d. meningkatkan ekspor;

e. menyediakan lapangan kerja;

f. mengundang kembali investor asing.

Disamping itu, pemerintah menyediakan serangkaian Rencana Pembangunan Lima Tahun

(Repelita) yang dimulai pada bulan April 1969. Pelita berkonsentrasi pada tiga sasaran

pembangunan yang terkenal dengan sebutan “Trilogi Pembangunan” yaitu: (1) stabilitas

perekonomian,

(2) pertumbuhan ekonomi dan

(3) pemerataan hasil-hasil pembangunan. Langkah-langkah ini terbukti berhasil memperbaiki

ekonomi Indonesia. Perkembangan ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi

yang tinggi di bagian akhir dasawarsa delapan puluhan setelah sebelumnya di tahun 1985

berada pada tingkat yang sangat rendah (2,5 persen). Pertumbuhan ekonomi selama tiga

tahun pertama dalam Pelita V berlangsung dengan laju yang cukup pesat: 7,5 persen di tahun

1989, 7,1 persen di tahun 1990, dan 6,6 persen di tahun 1991.

Ekspansi ekonomi selama tahun 1989-1991 tidak lain karena dampak kebijaksanaan deregulasi

yang dilakukan pemerintah sejak tahun 1983. Rangkaian tindakan deregulasi yang dimaksud

adalah memberi dorongan kuat terhadap kegiatan dunia swasta. Penanaman Modal Asing

(PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI) juga banyak membantu memulihkan kondisi

perkonomian di Indonesia.

Dalam masa-masa itu, kegiatan di sektor swasta telah menjadi faktor penggerak dalam

ekspansi ekonomi. Hal ini dapat berjalan karena rendahnya suku bunga, baik bunga deposito

maupun bunga pinjaman, sehingga kalangan pengusaha mudah memperoleh pinjaman kredit

dari dunia perbankan dengan bunga yang relatif rendah. Akibatnya, kredit perbankan juga

bertambah naik dengan 48 persen di tahun 1989 menjadi 54 persen di tahun 1991.

Perkembangan moneter yang demikian membawa dampak terhadap laju inflasi dalam negeri

maupun terhadap neraca pembayaran luar negeri. Laju inflasi yang di tahun 1988 masih

berkisar pada 5,5 persen telah meningkat menjadi 9,5 persen. Sebagai akibat dari penekanan

suku bunga dan kemudahan kredit perbankan, utang luar negeri Indonesia pada akhir tahun

1992 secara kumulatif mencapai 78 milliar dolar, angka ini merupakan suatu kenaikan 40

persen dari 2-3 tahun sebelumnya.

Alhasil, karena terjadinya krisis moneter yang berlanjut pada krisis ekonomi dan krisis politik

hingga menjadi krisis sosial, program pembangunan yang rencananya akan dilaksanakan

selama 50 tahun melalui PJP I dan PJP II ini terpaksa berhenti karena turunnya Presiden

Suharto melalui penurunan paksa oleh kalangan mahasiswa pada tahun 1998 dan aksi ini

mengakhiri rejim orde baru. Berakhirnya rejim ini ditandai dengan dimulainya perombakan-

perombakan, baik secara struktural maupun institusional. Peristiwa ini kemudian dinamakan

“era reformasi”.

Kedua rejim pertama (orde lama dan orde baru) dengan sistem ekonomi yang mempunyai

sasaran pemerataan ekonomi dan stabilitas ekonomi, memberikan peluang yang sangat besar

kepada para pengusaha kecil dan menengah. Kredit perbankan yang mudah, bunga yang

rendah serta subsidi dari pemerintah membuat UKMK memberikan kontibusi yang besar

terhadap pembangunan dan penciptaan lapangan kerja, meskipun pada akhirnya negara yang

harus menanggung akibatnya yaitu utang luar negeri beserta bunganya yang membumbung

tinggi.

Pada tahun 2001, UKMK kurang bisa berkembang karena adanya hambatan regulasi,

persaingan yang semakin tidak sehat, dan belum adanya institusi-institusi yang mendukung.

Meskipun demikian UKMK masih menunjukkan perkembangan yang positif, terlebih lagi

setelah era otonomi daerah. Beberapa daerah telah mampu mengobati gejala-gejala yang

menghambat laju dari UKMK, namu ada beberapa daerah yang masih menganggap UKMK

sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru bagi

UKMK, sehingga biaya transaksi UKMK meningkat.

B. Rumusan Masalah

1. UKMK dalam Konteks Ekonomi dan Politik

2. Contoh UKM di Indonesia

3. Globalisasi Ekonomi

4. Pendekatan Sosial-Budaya dalam Masalah Pembangunan

5. Peran Pemerintah

6. Peran UKMK di Indonesia

C. Tujuan

Makalah ini selain bertujuan untuk membahas tentang posisi UKMK di era globalisasi ekonomi,

juga bermaksud untuk memberikan sebuah pertimbangan-pertimbangan mengapa UKMK di

Indonesia harus dipertahankan. Diharapkan dengan adanya makalah ini, informasi mengenai

peran UKMK di negara berkembang seperti Indonesia menjadi layak untuk dibahas kembali.

PEMBAHASAN

A. UKMK dalam Konteks Ekonomi dan Politik

Perlu disadari bahwaUKMK merupakan suatu bentuk usaha yang sangat penting untuk

diperhatikan khususnya di negara-negara berkembang yang mengalami ketimpangan antara

pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Ketidakmampuan negara dalam

menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya menyebabkan pengangguran yang harus segera

ditangani. Pemerintah harus merangsang penciptaan lapangan kerja di sektor swasta. UKMK

adalah produk kebijaksanaan pemerintah dalam usaha menangani tuntutan pemenuhan

kebutuhan masyarakat ditengah-tengah krisis yang masih melanda negara ini. Oleh karena itu,

UKMK berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis sepanjang waktu. Era orde

lama dan orde baru yang memberikan banyak kemudahan bagi pengusaha semacam ini,

ternyata berdampak pada laju inflasi negara dan meningkatnya utang luar negeri. Dan pada

akhirnya, penekanan-penekanan seperti penyempitan peluang untuk melakukan kredit

perbankan, peningkatan suku bungadilakukan sebagai upaya meminimalisir krisis. Era

liberalisasi ekonomi yang harus diterima sebagai konsep ekonomi Indonesia modern dewasa

ini juga tidak menjamin akan adanya persaingan sehat antar pelaku ekonomi sehingga lagi-lagi

usaha kecil seakan-akan menjadi korban kebijakan negara.

Perlu diketahui bahwa ekonomi di negara berkembang terbagi menjadi dua, yaitu ekonomi

resmi dan ekonomi tersembunyi yang kegiatannya tersembunyi karena misalnya tidak ada

surat izin usaha, menghindari pajak, dan tidak menyumbang pada kesejahteraan sosial.

Ekonomi tersembunyi banyak terjadi di kalangan perusahaan-perusahaan kecil dikarenakan

oleh beberapa penyebab yang di antara lain adalah regulasi pemerintah dan urusan-urusan

yang bersifat administratif. Pemerintah dapat mempengaruhi pasar secara positif maupun

negatif dengan “aturan main” yang sudah dibuat. Lihat lingkungan UKM di box berikut ini:

Jika diperhatikan, maka terdapat unsur struktural yang diperlukan bagi pembangunan ekonomi

yang baik:

Membangun landasan hukum dan keamanan

Memelihara suatu lingkungan yang non-distortif dan stabilitas ekonomi makro

Membangun layanan dasar bagi masyarakat dan infrastruktur

Melindungi yang lemah

Melindungi lingkungan

Mendorong berkembangnya pasar terbuka dan kompetitif

Secara keseluruhan, kebijakan dan tindakan pemerintah bisa berdampak pada UKM dengan

mempengaruhi:

Proses pembentukan dan pengembangan perusahaan

Pasar masukan dan keluaran untuk UKM

Fungsi dan biaya operasi rutin UKM

Dengan begitu, akan terbentuk suatu lingkungan usaha yang kondusif yang mempunyai

sejumlah karakteristik penting, antara lain adanya stabilitas ekonomi makro, sistem hukum

yang efektif dan terbuka, kesadaran dan perlindungan hak milik, pasar masukan dan keluaran

yang fleksibel dan kompetitif, peraturan yang sederhana, sistem perpajakan dan peraturan

yang sederhana. Hal ini guna menghindari pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan

perusahaan serta kemampuannya untuk masuk dan keluar pasar.

B. Contoh UKM

Dengan Teknologi, Kayla Barnes Sukses Berbisnis PR

Gadis yang baru berusia 21 tahun ini memulai debut berbisnisnya tiga tahun lalu. Perusahaan

miliknya bergerak di bidang public relations (PR). Dengan cerdiknya, ia menangkap peluang

dari sejumlah kebutuhan berbasis media dan iklan video (online) di kawasan Cleveland dan

Lorain County, Amerika Serikat. Berawal dari segelintir klien dan memasarkan dengan sistem

“dari-mulut-ke-mulut”, gadis berambut pirang panjang ini sukses memiliki 12 klien besar dan

membuka cabang di Malibu, New York serta Chicago.

Kayla Barnes adalah nama entrepreneur muda tersebut. Mahasiswi Lorain County Community

College ini memanfaatkan teknologi yang mumpuni dalam mengelola bisnisnya. Tak lama

setelah berkecimpung dengan dunia PR, Kayla tertarik membuat website. Tapi, ia tidak merasa

puas dengan tampilan website-nya tersebut lalu bereksperimen dengan cara mengutak-

atiknya sedemikian rupa hingga pada akhirnya ia justru meraih pujian dari hasil uji cobanya itu.

Alhasil, sejumlah tawaran untuk membuat website diterima tak lama sesudahnya. Berbuntut

dari situ, Kayla kemudian terlihat sibuk menangani pembuatan lima website dan juga

menciptakan beberapa aplikasi di telepon seluler.

Baginya, teknologi menyimpan segudang peluang yang sangat besar untuk memeroleh profit.

Ia selalu menekankan kepada para kliennya untuk menerapkan marketing berdasarkan pada

perkembangan zaman, misalnya dengan memanfaatkan media sosial dalam meningkatkan

bisnis. Kayla optimis dalam beberapa tahun ke depan, media sosial tetap berperan dalam

kemajuan bisnis.

Walau online telah terbukti mendatangkan pendapatan baginya namun media cetak tetap

disukainya. “Saya tetap menyukai media cetak. Menurut saya, majalah sangat hebat, tapi

majalah online lebih ramah lingkungan, lebih berkelanjutan dan bisa menjaga planet dengan

tak menebang pohon untuk menghasilkan kertas,” jelas Kayla kepada situs The Chronicle-

Telegram seperti dikutip oleh CiputraEntrepreneurship.com. Kayla menambahkan, “Marketing

tradisional memang belum punah namun Anda harus melakukan kombinasi yang sempurna

(yakni memadukannya dengan teknologi) jika ingin menjadi nomor satu.”

Klien-klien Kayla sebagian besar adalah koki ternama yang memiliki agenda rutin

menyuguhkan hidangan di acara-acara amal yang kebanyakan diadakan oleh selebriti. Ia

menawarkan jasa public relations yang sangat luas kepada klien-kliennya, mulai dari

melahirkan brand, mempopulerkan brand, menciptakan ide inovatif hingga mengeksekusinya.

Ia juga membuat profil perusahaan dengan pendekatan publikasi yang berbeda,

memanfaatkan publikasi melalui web, berusaha membuat kliennya dikenal khalayak luas,

memikirkan strategi penjualan produk klien, merencanakan event, mendesain web,

menawarkan konsultasi mengenai media sosial, memproduksi video untuk kepentingan

komersial dan lain sebagainya.

Perempuan yang hobi berkunjung ke restoran ini mengaku bahwa menjadi entrepreneur

muda, terutama saat memulainya di usia 18 tahun seperti dirinya, tidaklah mudah. Tetapi

ketika ia telah hanyut di dalamnya dan melakukan hal-hal yang memang menjadi passion-nya,

baginya semua berubah menjadi menyenangkan dan iapun merasa ingin terus melakukannya.

C. Globalisasi Ekonomi

Indonesia adalah salah satu negara yang menghuni daftar negara dunia ketiga atau negara

berkembang. Istilah dunia ketiga secara umumnya, adalah istilah kategori negara-negara yang

bukan negara industri atau maju di bidang teknologi seperti negara-negara yang masuk dalam

Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi atau OECD (Organisation for

Economic Co-operation and Development) antara lain Amerika, Perancis, Kanada, Britania,

Jerman dan 25 anggota lainnya. Begitu juga dengan istilah negara berkembang, istilah ini

disematkan kepada negara yang rata-rata pendapatan perkapita rendah, infrastruktur yang

relatif terbelakang, indeks perkembangan manusia yang rendah dibandingkan negara-negara

industri maju.

Dalam perkembangannya, Indonesia menjadi salah satu sasaran utama para investor asing

untuk menanam modal. Besarnya pengaruh pihak asing, yang notabene berasal dari negara

industri maju, membuat posisi Indonesia mau tidak mau harus menerapkan globalisasi

ekonomi yang telah disuarakan oleh negara-negara maju tersebut. Liberalisasi pasar barang

dan jasa sudah menjadi tuntutan para investor asing bagi Indonesia. Terlibatnya Indonesia

dalam badan-badan pendukung perwujudan globalisasi ekonomi, baik integrasi ekonomi

regional seperti APEC, NAFTA, AFTA, maupun integrasi ekonomi global seperti WTO (GATT),

membuat Indonesia semakin tidak berkutik menahan arus deras globalisasi yang semakin

digencarkan. Secara teoretik, globalisasi dapat membawa perekonomian pada suatu titik

efisiensi tertinggi.

Namun bagi negara yang lemah dan kurang kompetitif dapat menjadi suatu malapetaka.

Globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara

nasional, regional ataupun internasional. Hal ini disebabkan oleh:

1. Komunikasi dan tranportasi yang semakin canggih,

2. Lalu lintas devisa yang makin bebas,

3. Ekononomi negara yang makin terbuka,

4. Penggunaan secara keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara,

5. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi yang makin efisien,

6. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (MNC) di hampir segala penjuru

dunia.

Terbukanya pasar dunia akibat globalisasi ekonomi membuka peluang bisnis antara lain:

• Tersebarnya pasar yang lebih luas skalanya dan terdiversifikasinya barang manufaktur dan

produk yang mempunyai nilai tambah tinggi (value added products).

• Terjadi relokasi industri manufaktur dari negara industri maju ke negara-negara sedang

berkembang dengan upah buruh yang lebih murah. Sebagai konsekuensi logis dari relokasi

industri tersebut, siklus proses bahan baku menjadi produk akhir menjadi lebih pendek. Hal ini

akan menurunkan harga per unit serta meningkatkan volume perdagangan.

• Tersedianya sumber pendanaan yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih murah

(bunga) karena makin beragamnya portofolio pendanaan terutama bagi negara yang sedang

tumbuh perekonomiannya.

Selain memberikan peluang yang terbuka lebar bagi dunia bisnis, globalisasi ekonomi juga

memberikan dampak negatif bagi dunia bisnis, antara lain:

Terjadinya tranfer pricing untuk memarkir dana maupun keuntungan di negara yang

menganut tax shelter (memberikan perlindungan terhadap pesembunyian kewajiban

membayar pajak).

Relokasi industri karena footlose industry membawa pula teknologi kadaluwarsa ke negara

sedang berkembang (host country), hal ini terjadi di negara asalnya (home country) teknologi

yang dipakai industri tersebut ketinggalan jaman.

Masuknya FDI (foreign direct investment) dengan teknologi canggih, seringkali tidak diimbangi

dengan tersedianya sumberdaya manusia yang siap mengoperasikannya sehingga membuat

ketergantungan pada negara asal investasi tersebut.

Masuknya FDI juga seringkali menimbulkan trade off politis, yang merugikan masyarakat dan

pelaku bisnis di dalam negeri.masyarakat dan pelaku bisnis di dalam negeri.

D. Pendekatan Sosial-Budaya dalam Masalah Pembangunan

Everett E. Hagen,

On the Theory of Social Change: How Economic Growth begins, 1964

Hagen, kalangan profesional di bidang ilmu ekonomi di Harvard University ini berpendapat

bahwa faktor kekuatan yang paling penting untuk menggerakkan masyarakat negara

berkembang dari stagnasi ekonomi ke arah proses pembangunan ialah perubahan pada tata

sosial budayanya. Dalam model Hagen, kemajuan ekonomi dan pembangunan ekonomi

tergantung dari perubahan pada ketiga bidang dalam kehidupan masyarakat (sosiologi,

antropologi, psikologi). Hagen beranggapan bahwa teori ekonomi dan pelajaran dalam

ekonomi pembangunan kurang berguna untuk menjelaskan terlaksananya kemajuan dan

pembangunan ekonomi di masyarakat tradisional.

Hagen juga menambahkan, perimbangan keadaan di bidang ekonomi sedikit banyak dianggap

sebagai semacam parameter yang hanya bisa berubah, sejauh keadaan sosial budaya sudah

menunjukkan perubahan. Dalam gagasan Hagen, ada kaitan antara perubahan perilaku warga

masyarakat, akumulasi modal, dan perkembangan pasar barang dan jasa. Namun, dalam

keterkaitan itu perubahan sosial budaya dianggap sebagai faktor dinamika yang dominan dan

yang mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

J.H. Boeke dan Teori Dualisme

Economie van Indonesie, 1951 Boeke, seorang guru besar di Universitas Leiden, Belanda,

merupakan pakar utama dan eksponen paling ekstrim dari haluan pandangan yang

menganggap segi sosial budaya sebagai faktor dominan dalam perekonomian masyarakat

Timur pada umumnya, perekonomian Indonesia khususnya. Tema pokok yang menjadi

gagasan Boeke ialah bahwa masyarakat bumiputra di negara-negara Timur (termasuk

didalamnya negara-negara Afrika dan Amerika Latin) masih berada dalam tahap

prakapitalisme. Perkembangan masyrakat negara-negara Barat berjalan dari prakapitalisme

menuju tahap kapitalisme (komersial-industrial-finansial) dan pascakapitalisme. Akan tetapi

hal itu tidak bisa terjadi di masyarakat Timur. Sebabnya terletak pada tata nilai sosial

budayanya yang dianggapnya tidak bisa berkembang lagi oleh karena seakan-akan sudah

menjadi beku. Sebagai akibat pengaruh nilai-nilai budaya, perilaku warganya dalam pergaulan

hidup senantiasa ditandai oleh sifat yang tidak rasional-ekonomis.

Dalam literatur perekonomian internasional, pemikiran Boeke ini lazim dikenal sebagai teori

dualisme ekonomi. Yang dimaksud Boeke dengan masyarakat dualistis ialah dualisme dalam

tatanan susunan sosial budaya yang datang dari luar dan bersumber pada kapitalisme barat di

satu pihak dan di pihak lain tata nilai budaya yang melekat pada masyarakat penduduk asli

yang masih berada dalam tahap prakapitalisme (secara permanen tanpa mengalami

perubahan). Menurut pendapat Boeke, dualisme yang dimaksud tidak membawa integrasi

antara kedua pola pergaulan hidup, melainkan justru menjurus ke proses disintegrasi

khususnya bagi masyarakat bumiputranya.

Dalam teori dualisme Boeke diungkapkan bahwa ada perbedaan yang jelas antara kebutuhan

yang bersifat ekonomis dan kebutuhan yang bersifat sosial. Artinya, dalam masyarakat

kapitalisme Barat, realitas ekonomi dan teori ekonomi didasarkan atas:

(a) kebutuhan pokok ekonominya tidak terbatas;

(b) sistem yang melandasi kehidupan tokoh ekonominya adalah ekonomi uang;

(c) landasan kegiatan ekonomi perorangan adalah organisasi dalam bentuk perusahaan. Hal itu

memaksa adanya skala prioritas yang rasional dalam pilihan di antara berbagai kemungkinan

alokasi (penggunaan) sumber dana dan daya yang tersedia. Hal-hal itu satu sama lain

mempengaruhi sifat organisasi di bidang usaha beserta kelembagaannya. Berlainan sekali

dengan masyarakat Timur dimana kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ekonomis (secara

konkret berupa barang dan jasa) sangat terbatas, lagi pula masih bersifat sederhana.

Hal lain yang sangat menonjol dalam masyarakat Timur ialah hasrat untuk memenuhi

kebutuhan sosial budaya, yaitu kewajiban adat-istiadat tradisional, pengeluaran-pengeluaran

untuk upacara perkawinan, syukuran dan lain-lain.

Jadi apakah sebenarnya inti dari teori Boeke? Inti teori ini adalah “Sifat sosial ganda adalah

pertarungan antara sistem sosial impor dari luar lawan sistem sosial asli yang bergaya

tersendiri. Pada umumnya, sistem sosial impor itu adalah kapitalisme tinggi. Tetapi bisa pula

sosialisme atau komunisme, atau paduan keduanya”.

Ciri utama pertarungan antara dua masyarakat ini, menurut Boeke, adalah bahwa pertarungan

itu bukanlah suatu tahap yang bersifat sementara atau masa peralihan, tetapi keadaan tidak

seimbang yang bersifat abadi.

Meskipun teori ini dianggap sebagai teori yang “kurang bertanggungjawab” di bidang teoretis-

analitis, namun diluar semua itu, kedua teori ini cukup mampu menjelaskan fenomena-

fenomena yang terjadi di Indonesia menyangkut apakah lambatnya kemajuan ekonomi di

negeri ini dikarenakan kurang mapannya negara dalam menghadapi tekanan globalisasi

ekonomi ataukah memang karena sisi sosial budayanya (prakapitalisme) yang masih menjadi

ideologi kolektif kebanyakan masyarakat Indonesia?

E. Peran Pemerintah

Peran pemerintah dalam mengembangkan UKMK mempunyai beberapa faktor penting:

o Perumusan kebijakan yang baik dan koheren: kebijakan tersebut harus ramah dan

transparan terhadap dunia usaha;

o Menciptakan stabilitas politik dan sosial: Usaha kecil umunya bergantung pada pemerintah,

oleh karena itu keberadaan polisi dan pengadilan yang independen, berintegritas dan bisa

diandalkan menjadi sangat penting;

o Penerapan hak milik yang tegas: kurangnya hak milik properti yang diakui sah, menyebabkan

usaha kecil hanya bisa bergiat pada sektor informal dan membatasi akses ke jasa formal,

mengurangi kemampuannya mengembangkan dan berinvestasi dalam properti, serta

meningkatkan ancaman hilangnya hak kepemilikannya;

o Peradilan niaga yang efektif dan terpercaya: jika proses yudisial dipolitisasi, rumit dan

berbiaya tinggi, maka akan banyak UKM tersingkir karena kurang memiliki sumber daya,

pengaruh dan informasi.

F. Peran UKMK di Indonesia

Peran UKMK di Indonesia sangat dibutuhkan karena sebagian terbesar rakyat Indonesia

bergantung pada bentuk usaha ini. Ini mengingat besarnya potensi UKMK yang ditunjukkan

oleh keberadaannya sebesar 44,7 juta unit usaha pada tahun 2005 (angka sangat sementara)

dengan kegiatan usaha yang mencakup hampir semua lapangan usaha, serta tersebar di

seluruh tanah air. Pemberdayaan UKMK akan mendukung peningkatan produktivitas,

penyediaan lapangan kerja yang lebih luas, dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat

miskin. Pada tahun 2005 (angka sangat sementara), kegiatan UKMK menyerap hampir 96,8

persen dari seluruh pekerja yang berjumlah 80,3 juta pekerja.

Kontribusi UKMK terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2005

adalah sebesar 54,2 persen dengan laju pertumbuhan nilai tambah sebesar 6,3 persen. Angka

pertumbuhan tersebut melampaui laju pertumbuhan nilai tambah untuk usaha besar.

Sementara itu, sampai akhir tahun 2005, jumlah koperasi telah mencapai 132 ribu unityang

tersebar di seluruh propinsi, dengan anggota sebanyak 27,3 juta orang.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Indonesia sejak orde baru telah diproyeksikan untuk melewati tahappertumbuhan ekonomi

prasyarat lepas landas (the precondition for take off) menuju tahap lepas landas (take off). Dua

dari 5 tahapan pertumbuhan ekonomi yang disebutkan W.W. Rostow ini merupakan tahapan

interval yang harus dilewati satu-persatu. Namun, dengan permasalahan yang sangat

kompleks Indonesia belum mampu menjalankan sistem ekonomi Pancasila(ekonomi

kerakyatan) yang dianggap sangat cocok untuk perekonomian Indonesia menuju tahap lepas

landas. Memang ideologi Pancasila lebih mudah dipraktekkan secara politis, tapi dalam dunia

ekonomi sistem ini sulit untuk dijalankan karena sistem ekonomi suatu negara berkaitan erat

dengan ekonomi internasional (terutama dengan globalisasi ekonomi).

Di samping itu semua, Indonesia dewasa ini sudah masuk pada budaya konsumerisme yang

mana budaya ini menuntut kemapanan sektor ekonomi khususnya sektor produksi. Padahal

kita dapat melihat dan menilai apakah Indonesia sudah siap memasuki tahap konsumsi tinggi

atau belum. Leading sectors harus berjalan oleh sistem dalam jangka waktu yang lama. Tapi

pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih banyak ditentukan oleh

sektor swasta masih membutuhkan banyak pembenahan sistem. Karena perlu diingat bahwa

tahap-tahap milik W.W. Rostow ini merupakan kelas interval yang harus dilalui secara

bertahap, tidak bisa dilewatkan begitu saja.

Perombakan-perombakan yang dibutuhkan tidak serta merta dapat dilakukan tanpa

memperhatikan tata sosial-budaya yang menurut Boeke menjadi faktor yang sangat penting

dan tak terlepaskan dari permasalahan ekonomi maupun politik nasional. Bagaimanapun,

usaha-usaha di sektor swasta khususnya UKM harus diberikan peluang yang lebih besar. Ini

disebabkan UKMK di Indonesia bukan hanya sekedar menjadi masalah yang serius dan rentan,

melainkan juga karena UKMK menjadi pilihan alternatif yang paling selamat ketimbang

membuka usaha besar yang membutuhkan modal yang besar. Budaya hutang yang tidak bisa

dipertanggung-jawabkan juga menjadi faktor pendukung bertahannya masyarakat Indonesia

dalam keterpurukan ekonomi.

Sumber Buku :

1. Clapham, Ronald, 1991, Pengusaha Kecil dan Menengah di Asia Tenggara, Penerjemah,

Masri Maris, Jakarta: LP3ES

2. Djojohadikusumo, Sumitro, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi

Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, cet. 1, Jakarta: LP3ES

3. Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM, Praktek Terbaik Dalam Menciptakan

Suatu Lingkungan Yang Kondusif Bagi UKM

4. Sajogyo sebagai penyunting, 1982, Bunga Rampai Perekonomian Desa, ed. 1, Gajah Mada

University Press.

5. Subandi, 2008, Sistem Ekonomi Indonesia, cet. 4, Bandung: Alfabeta