peran SNI 7517-2010 dan 7570-2010

download peran SNI 7517-2010 dan 7570-2010

of 15

Transcript of peran SNI 7517-2010 dan 7570-2010

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

PERAN SNI 7571:2010 DAN SNI 7570:2010 DALAM KEGIATAN PELEDAKAN DI TAMBANG TERBUKA DI INDONESIADwihandoyo Marmer1, Ganda Marihot Simangunsong2, Awang Suwandhi3Oleh

Abstrak Kegiatan penambangan bahan galian di Indonesia, khususnya yang dilakukan secara tambang terbuka dengan cara membongkar batuan yang keras, biasanya dilakukan dengan peledakan. Peledakan pada kegiatan penambangan, selain menimbulkan hancurnya batuan (pemberaian) juga akan menimbulkan getaran pada massa batuan di sekitarnya. Tingkat getaran peledakan tergantung pada rancangan peledakan dan kondisi geologi dari batuannya. Untuk itu penerapan metode peledakan harus benar dan sesuai dengan kondisi batuan yang akan diledakkan. Getaran peledakan yang dihasilkan harus berada pada kondisi aman bagi keadaan sekelilingnya agar tidak terjadi konflik antara perusahaan dan masyarakat disekitar tambang. Untuk mengetahui seberapa besar dampak yang terjadi akibat getaran peledakan terhadap bangunan, maka harus dilakukan pengukuran getaran dan kebisingan. Hasil pengukuran dibandingkan dengan baku tingkat getaran peledakan dan kebisingan. Apabila melebihi baku tingkat getaran maka desain peledakan harus diubah agar getarannya aman bagi lingkungan. Baku tingkat getaran yang biasanya diacu antara lain: USBM (United States Bureau of Mines), Indian Standard dan Australian Standard. Sedangkan untuk menganalisis kebisingan digunakan standar dari Bruel & Kjaer. Pada bulan Maret 2010 Badan Standardisasi Nasional telah menerbitkan SNI 7571:2010 perihal Baku Tingkat Getaran Peledakan Pada Kegiatan Tambang Terbuka Terhadap Bangunan dan SNI 7570:2010 tentang Baku Tingkat Kebisingan Pada Kegiatan Pertambangan Terhadap Lingkungan. Bahkan pada bulan April 2010, Instantel Canada, yaitu sebuah perusahaan yang memproduksi seismograf untuk mengukur getaran peledakan di penambangan, telah memasukkan SNI 7571:2010 menjadi salah satu dari 32 standar mancanegara sebagai referensi bagi industri penambangan di mancanegara. Saat ini Indonesian Standard SNI 7571:2010 dapat digunakan dengan menggunakan program Blastware. Peran SNI tersebut sangat penting dalam kegiatan peledakan di tambang terbuka di Indonesia. Kata kunci: Getaran peledakan, seismograf, baku tingkat getaran, SNI, international standard Abstract Rock breakages at open mines in Indonesia are widely performed by applying blasting techniques. The blasting produces not only fragmented rock, but also ground vibration which generates negative impact to the environment surrounding blasting points. The degree of vibration itself will depend upon blast design and geological characteristics of the rock being blasted, i.e. the structural integrity, degree of homogeneity, and the engineering purposes. Considering these criteria, the

1 2

Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Dosen Fakultas Teknik Pertambangan & Perminyakan, Institut Teknologi Bandung 3 Dosen Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia (STTMI) Bandung

1

blasting technique should be employed with respect to precise blast design and rock characteristics to be blasted. The ground vibration generated by blasting should keep the region surrounding blasting points secure from liability of damage, harm and danger to avoid conflict between mining company and local community. The ground vibration and noise from blasting activities can be measured to understand its impact to the building structural. When the results are over passing vibration and noise standard levels for building structural, the alteration of blast design should be undertaken in order to meet a safe environment. The standards to control vibration level resulting from blasting in mine activities is preferably refer to the vibration standards published by the United States Bureau of Mines (USBM), Indian Standard, and Australian Standard. Meanwhile, the noise is analyzed by using the standard that is introduced by Bruel & Kjaer. In March 2010, the National Standardization Agency published the National Standard of Indonesia (SNI) 7571:2010 for the vibration standard that is called the standard of vibration level of open pit mines blasting for the building structural, and the SNI 7570:2010 for the noise standard called the standard of noise level of open mines blasting for the environment. Moreover, in April 2010, Instantel Canada (a company produces blast vibration monitor), adopted the SNI 7571:2010 to be one of the 32 international standards and put it into Blastware program under the name of Indonesian Standard SNI 7571:2010. This standard hold the important role for open mines blasting in Indonesia. Keyword: blasting vibration, seismograph, blasting standard, SNI, international standard

2

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

I

PENDAHULUAN

Masalah lingkungan adalah masalah yang berkaitan dengan kelestarian dan keseimbangan antara mahluk hidup dengan alam. Banyak faktor yang mempengaruhi kelestarian dan keseimbangan lingkungan, diantaranya adalah kegiatan penambangan, lebih khusus lagi kegiatan peledakan. Dalam kegiatan penambangan bahan galian di Indonesia, khususnya yang dilakukan secara tambang terbuka, untuk membongkar batuan yang keras biasanya dilakukan dengan peledakan. Peledakan pada kegiatan penambangan, selain menimbulkan hancurnya batuan (pemberaian) juga akan menimbulkan rambatan gelombang seismik yang menggambarkan perjalanan energi melalui bumi dan mengakibatkan getaran pada massa batuan atau material di sekitarnya. Tingkat getaran peledakan bervariasi tergantung pada rancangan peledakan dan kondisi geologi dari batuannya. Untuk itu penerapan metode peledakan harus benar dan sesuai dengan kondisi batuan yang akan diledakkan. Getaran peledakan yang dihasilkan harus berada pada kondisi aman bagi keadaan sekelilingnya. Hal ini berarti bahwa getaran yang ditimbulkan akan mempengaruhi terhadap kenyamanan, kesehatan manusia, dan perumahan penduduk di sekitarnya. Kenyataan di lapangan, banyak kegiatan peledakan yang dilakukan oleh tambang terbuka tidak jauh dari bangunan, baik pemukiman penduduk maupun kantor tambang, sehingga getaran peledakannya sering menimbulkan dampak dan keluhan bagi masyarakat disekitar tambang. Beberapa keluhan masyarakat disebabkan fondasi dan dinding rumah retak pada jarak antara 500 m1500 m yang terletak disekitar : Tambang batu gamping di Cirebon, Tuban dan Bogor Tambang batu andesit di Pasuruan, Rumpin Bogor, dan Lampung Tambang batubara di Sangata, Berau, Tenggarong, Senakin, Satui di Kalimantan dan Tanjung Enim dan Rengat di Sumatera. Untuk mengetahui seberapa besar dampak yang terjadi akibat getaran peledakan terhadap bangunan, maka harus dilakukan pengukuran getaran dan kebisingan. Hasil pengukuran dibandingkan dengan baku tingkat getaran peledakan dan kebisingan, apabila melebihi baku tingkat getaran maka desain peledakan harus diubah agar getarannya aman bagi lingkungan. Baku tingkat getaran yang biasanya diacu untuk menganalisis besar getaran peledakan antara lain: USBM (United State Bureau of Mines), Indian Standard dan Australian Standard. Sedangkan untuk menganalisis kebisingan digunakan standar dari Bruel & Kjaer. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Baku Tingkat Getaran Peledakan Pada Kegiatan Tambang Terbuka Terhadap Bangunan dan RSNI Baku Tingkat Kebisingan Pada Kegiatan Pertambangan Terhadap Lingkungan telah disusun3

oleh penulis sebagai anggota subpanitia Teknik Standar Lingkungan Hidup Tambang, Panitia Teknik Standar Keselamatan Kerja dan Kesehatan (K3) dan Lingkungan Hidup Tambang, Direktorat Teknik Mineral Batubara dan Panas Bumi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada bulan Maret 2010 RSNI tersebut telah menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional yaitu SNI 7571:2010 perihal Baku Tingkat Getaran Peledakan Pada Kegiatan Tambang Terbuka Terhadap Bangunan dan SNI 7570:2010 perihal Baku Tingkat Kebisingan Pada Kegiatan Pertambangan Terhadap Lingkungan. Penulis telah mengusulkan SNI 7571:2010 tersebut untuk dicantumkan dalam perangkat lunak Blastware yang diproduksi oleh Instantel Canada sebagai salah satu acuan dari 32 standar mancanegara/internasional dengan mempertimbangkan kondisi bangunan di Indonesia. Setelah dikaji dan dievaluasi oleh Instantel Canada maka pada awal bulan April 2010, SNI 7571:2010 telah disetujui untuk dapat dimasukkan menjadi salah satu dari 32 standar mancanegara dengan nama Indonesian Standard SNI 7571:2010, yang dapat dibuka dengan menggunakan program Blastware (Gambar 1). Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang betapa pentingnya peran SNI 7571:2010 dan SNI 7570:2010 pada kegiatan peledakan di tambang terbuka.

Gambar 1 International Standard (Blastware) 2. METODOLOGI

Metode yang digunakan untuk mengetahui besar getaran akibat peledakan dilakukan adalah: 1. Prediksi besar getaran peledakan dengan rumus empiris US Bureau of Mine; 2. Pengukuran besar getaran peledakan dengan alat seismograf; 2.1 Prediksi Besar Getaran Peledakan Metode ini dilakukan dengan memprediksi besar getaran menggunakan rumus empiris US Bureau of Mines sebagai berikut:4

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

V maksimum Dimana : V maksimum K dan m d w

d = K 0.5 W

m

= besar getaran dalam mm/detik = konstanta = jarak dalam meter = jumlah maksimum bahan peledak/delay (kg)

Seperti diungkapkan di atas bahwa V maksimum adalah komponen K dan m tergantung faktor-faktor di lapangan. Harga K dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan peledak dari impedansi pada batuan disekitar peledakan. Impedansi adalah ekspresi dari berat jenis dari kecepatan rambat gelombang longitudinal dari batuan. Secara umum harga K dipengaruhi oleh sifat-sifat (tipe) bahan peledak dan karakteristik geologi setempat. Harga m tergantung pada sifat batuan antara lokasi peledakan dengan alat pemantau (seismograf). Keberadaan rekahan pada batuan akan menghasilkan kecepatan gelombang longitudinal dan modulus elastisitas yang rendah, sehingga getaran bumi pun menjadi lemah. Komponen m = -1,6 secara umum dapat diterima sebagai pegangan awal. Sedangkan komponen K sangat bervariasi, namun US Bureau of Mines, 1971 menetapkan K = 100, DuPont de Nemours & Co. 1977 (produsen bahan peledak) menetapkan K = 160 dari Canada Centre for Mineral and Energy (CANMET), 1982 menetapkan K antara 160-750 atau rata-rata 490. Besar getaran yang didapat dari hasil prediksi dibandingkan dengan baku tingkat getaran yang tercantum pada standar internasional/mancanegara atau SNI 7571:2010. Bila melebihi ambang batas maka desain peledakan direvisi sampai didapat angka yang aman bagi lingkungan sesuai dengan standar yang diacu. 2.2 Mengukur Besar Getaran dan Ledakan Udara 2.2.1 Getaran Tanah Getaran tanah adalah gerakan bumi (ground motion) yang terjadi akibat perambatan gelombang seismik. Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis akibat tegangan (karena peledakan) yang diterima material lebih kecil daripada kekuatan material tersebut sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk dan volume. Sesuai dengan sifat elastis material, maka bentuk dan volumenya akan kembali ke keadaan semula setelah tidak ada tegangan yang bekerja. Tingkat getaran dari hasil peledakan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu muatan bahan peledak per waktu tunda, waktu tunda (length of delay) dan detonator accuracy (faktor dominan terkontrol). Selain itu tingkat getaran tanah juga dipengaruhi5

oleh jenis batuan/kondisi geologi (faktor dominan tidak terkontrol). Selama ini pengukuran getaran tanah di Indonesia digunakan alat ukur seismograf yang terdiri dari 2 bagian penting, yaitu sensor dan recorder. Kotak sensor mempunyai 3 unit independent sensor yang letaknya saling tegak lurus antara satu unit dan unit yang lain. Dua unit terletak horisontal dan saling tegak lurus dan unit yang lain dipasang secara vertikal. Ketiga sensor tersebut mencatat tiga arah komponen getaran bumi, yaitu arah transversal, arah longitudinal, dan arah vertikal. Gerakan transversal adalah gerakan partikel tanah atau batuan dari satu sisi ke sisi yang lain sedangkan gerakan longitudinal adalah gerakan partikel ke/dari depan dan belakang dan gerakan vertikal adalah gerakan partikel ke/dari atas dan bawah (Gambar 2). Contoh grafik hasil pengukuran gelombang getaran yang dihasilkan alat ukur BlastmateIII dapat dilihat pada Gambar 3. Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam getaran tanah (lihat Gambar 4): Besar getaran/kecepatan partikel puncak (peak particle velocity/PPV) yaitu kecepatan maksimum pergerakan partikel batuan dari posisi semula (mm/detik). Kecepatan vektor puncak (peak vector sum/PVS) yaitu vektor yang menggambarkan resultan dari 3 (tiga) arah gelombang (vertikal, longitudinal dan transversal). Kekerapan (frequency/f) yaitu jumlah gerakan/getaran gelombang elastik per detik (Hertz).

Gambar 2 Gerakan (A) Longitudinal (B) Transversal (C) Vertikal (Dowding, 1985)

6

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

Gambar 3 Contoh Rekaman Getaran Arah Transversal, Longitudinal dan Vertikal

V (mm/s)

PPV

T=1/

Waktu (s)

Gambar 4 Parameter Getaran 2.2.2 Ledakan Udara Ledakan udara (air blast) juga merupakan efek lain yang tidak diinginkan pada saat operasi peledakan. Meskipun ledakan udara jarang mengakibatkan kerusakan struktur, kebisingan secara tiba-tiba/seketika yang diterima oleh penduduk sekitar tambang dapat menyebabkan ketidaknyamanan/keluhan. Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam ledakan udara: Ledakan udara (air blast) adalah istilah umum untuk gelombang tekanan dalam udara yang disebabkan peledakan. Kebisingan adalah bagian ledakan udara yang terdengar manusia (suara), mempunyai frekuensi dari 20 sampai 20.000 Hz. Concussion (Persson et. Al., 1994) adalah bagian ledakan udara yang tidak terdengar manusia, dibawah 20 Hz. Tingkat ledakan udara didefiniskan dalam satuan tekanan. Telinga manusia dapat mendeteksi ledakan udara (sebagai suara) dalam rentang simpangan yang lebar. Oleh karena itu, digunakan satuan logaritmic decible (db). Suara tersenyap yang dapat didengar manusia diperkirakan 20 Pa atau setara dengan tingkat tekanan suara (sound pressure level/SPL) 0 db. Hubungan antara tekanan dan decibel dapat dituliskan dalam persamaan berikut:7

db = 20 Log (P/P o ) Dimana P adalah tekanan suara pemantauan dan P o menyatakan tekanan referensi 20 Pa.

Gambar 5 Contoh Rekaman Gelombang Suara (dari Ledakan Udara)Sound Pressure100.000.000Jet Engine (25 m distance)

Sound Pressure Level 140 dB Threshold of Pain 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0Threshold of HearingWood Living Room Business Office Average Street Traffic

Pa

10.000.000Pop Group

Pneumatic Chipper

1.000.000Heavy Truck

100.000Conversation Speech

10.000

Library

1000

Bedroom

100 20

Gambar 6 Tingkat Kebisingan Berbagai Aktivitas Sehari-Hari (Bruel & Kjaer) Pengukuran tingkat ledakan udara dilakukan menggunakan microphone yang terdapat di alat BlastmateIII dan Minimate Plus. Contoh grafik hasil pengukuran gelombang suara yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 6 dapat dilihat tingkat tekanan dan kebisingan suara berbagai aktivitas sehari-hari dilingkungan8

Sound and Everyday Events by Bruel & Kjaer

Jet Take Off (100 m distance)

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

sekitar kita menurut Bruel&Kjaer. Hasil pengukuran dapat dibandingkan dengan SNI 7570:2010 mengenai Baku Tingkat Kebisingan Pada Kegiatan Pertambangan Terhadap Lingkungan (Tabel 1). Tabel 1 SNI 7570:2010 Baku Tingkat Kebisingan

2.2.3 Peralatan Pengukuran getaran tanah di Indonesia secara umum digunakan alat seismograf, ada beberapa jenis yang sering digunakan antara lain: Sinco buatan USA, Nomisc buatan Canada, Texcel buatan Australia, Rion buatan Jepang dan BlastmateIII (Gambar 7a) serta Minimate Plus (Gambar 7b) buatan Canada. Untuk menganalisis getaran digunakan program Blastware yang dapat menampilkan kecepatan, percepatan, frekuensi, suara ledakan/kebisingan dan grafik standar getaran yang dapat dipilih dari 32 standar internasional, termasuk Indonesia yaitu Indonesian Standard SNI 7571:2010.

Gambar 7 (A) BlastmateIII dan (B) Minimate Plus9

2.2.4 Grafik Hasil Pengukuran Getaran Selama ini untuk menganalisis hasil pengukuran getaran peledakan dibandingkan dengan beberapa standar internasional yang jumlahnya 31 buah, sedangkan yang sering diacu antara lain USBM R18507, DGMS India (A), Australia 2187.2-1993. Pada bulan Maret 2010 telah terbit SNI 7571:2010 dan bulan April 2010 sudah dapat digunakan untuk menganalisis hasil pengukuran getaran peledakan dengan nama Indonesian Standard SNI 7571:2010. Untuk memberikan gambaran penggunaan standar tersebut maka diambil contoh hasil pengukuran getaran peledakan batu gamping di Bogor pada tanggal 8 Agustus 2009, menggunakan bahan peledak dengan charge/delay 365 kg pada jarak pengukuran 620 m. Bila mengacu grafik USBM R18507 (Gambar 8) menunjukkan getaran peledakan masih dibawah ambang batas, karena peac vector sum hasil pengukuran hanya 7,47 mm/s, dianggap melebihi ambang batas kalau getarannya melebihi 20 mm/s. Grafik standar DGMS India (A) (Gambar 9) menunjukkan tiga kriteria yaitu historic object, domistic houses dan industrial buildings. Peac vector sum sebesar 7,47 mm/s untuk bangunan sejarah sudah melebihi ambang batas, tetapi untuk bangunan domistik masih belum melebihi ambang batas. Grafik standar Australia 2187.2-1993 (Gambar 10) hanya menunjukkan dua kriteria yaitu residential (maksimum 10 mm/s) dan industrial (maksimum 25 mm/s). Peac vector sum hasil pengukuran sebesar 7,47 mm/s masih dibawah ambang batas.

Gambar 8 Grafik USBM R18507 dan OSMRE

10

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

Gambar 9 Grafik DGMS India (A)

Gambar 10 Grafik Standar Australia 2187.2-1993 Grafik Indonesian Standard SNI 7571:2010 (Gambar 11 dan 12) menunjukkan 5 kriteria/kelas yaitu dari kelas 1 historical/sensitive buildings, kelas 2 bad structure houses/without slope, kelas 3 medium structure houses/with slope, kelas 4 good structure houses/frame structure dan kelas 5 industrial buildings. Bila Peac vector sum hasil pengukuran sebesar 7,47 mm/s dibandingkan dengan bangunan kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 ternyata getaran peledakan disini sudah melebihi ambang batas. Akibat getaran yang terus menerus ditempat tersebut beberapa bangunan sudah retak-retak karena struktur pondasi bangunan hanya terdiri dari pasangan bata11

dan adukan semen diikat dengan slope beton saja yang termasuk dalam kelas 3, dimana peac vektor sum maksimum hanya 5 mm/s. Karena peac vektor sum hasil pengukuran sudah mencapai 7,47 mm/s maka struktur bangunan lama kelamaan menjadi retak-retak (Gambar 13).

Gambar 11 Grafik Indonesian Standard SNI 7571:2010

Gambar 12 Grafik SNI 7571:2010

12

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

Gambar 13 Bangunan Retak Akibat Getaran Peledakan III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perbandingan Baku Tingkat Getaran Internasional Bila hasil pengukuran getaran peledakan batu gamping di Cibinong 8 Agustus 2009 dibandingkan dengan standard USBM R18507, maka peledakan dianggap aman karena masih dibawah ambang batas karena standar USBM disusun berdasarkan struktur bangunan di Amerika sangat kuat. Bangunan dengan plester yang masih basah akan retak bila getarannya 13 mm/s dan plester yang kering akan retak bila sudah melewati 20 mm/s pada frekuensi antara 5 20 hz. Bila hasil pengukuran getaran peledakan tersebut dibandingkan dengan standard DGMS India (A), maka peledakan dianggap aman karena masih dibawah ambang batas, standar DGMS India (A) untuk domestic houses/structure maksimum getaran adalah 10 mm/s pada frekuensi antara 8 25 hz. Standar ini tidak menyebutkan secara spesifik struktur perumahan domistik. Bila hasil pengukuran getaran peledakan tersebut dibandingkan dengan standard Australia 2187.2-1993, maka peledakan dianggap aman karena masih dibawah ambang batas, standar Australia 2187.2-1993 untuk bangunan residential maksimum getaran adalah 10 mm/s pada semua frekuensi antara 0 100 hz. Standard ini tidak menyebutkan secara spesifik struktur bangunan residential. Bila hasil pengukuran getaran peledakan tersebut dibandingkan dengan standard Indonesia SNI 7571:2010, maka peledakan sudah melebihi ambang batas karena sudah melebihi ambang batas untuk bangunan kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 karena bangunan disekitar tambang di Cibinong fondasinya tidak ada slope beton dan tidak diikat dengan ring balk sehingga terbukti bangunan sudah banyak yang retak.

13

3.2 Peran SNI 7571 dan SNI 7570 dalam Kegiatan Peledakan Setelah terbitnya SNI 7571:2010 mengenai Baku Tingkat Getaran Peledakan Pada Kegiatan Tambang Terbuka Terhadap Bangunan dan SNI 7570:2010 mengenai Baku Tingkat Kebisingan Pada Kegiatan Pertambangan Terhadap Lingkungan, maka setiap perusahaan tambang saat ini mempunyai acuan standar yang pasti karena standar ini disusun berdasarkan kondisi struktur bangunan yang ada disekitar tambang di Indonesia. Mulai kondisi bangunan bersejarah, bangunan sederhana sampai bangunan industri berstruktur rangka besi/beton. Sebelum terbitnya SNI ini yang diacu adalah standar internasional yang hasilnya selalu menunjukkan dibawah ambang batas, tetapi kenyataannya banyak bangunan yang retak-retak dan selalu dikomplain penduduk disekitar tambang. Peran SNI ini menjadi sangat penting apalagi setelah SNI 7571:2010 diakui dan masuk menjadi salah satu standar internasional pada bulan April 2010, sehingga hasil pengukuran getaran sudah dapat memilih dan menggunakan Indonesian standard SNI 7571:2010 dengan menggunakan program Blastware. Bila terjadi permasalahan dengan penduduk maka grafik tersebut sudah menjadi bukti yang aktual dan akurat, apalagi dengan menggunakan SNI 7571:2010 yang diterbitkan Badan Standardisasi Nasional akan saling melengkapi, karena dapat menjelaskan secara rinci klasifikasi kelas bangunan dari kelas 1 sampai kelas 5. Sedangkan untuk kebisingan/suara ledakan dapat menggunakan SNI 7570:2010, yang dapat menggambarkan nilai kebisingan dan durasi yang dapat memberikan dampak bagi manusia dan lingkungan. Bila hasil pengukuran getaran dan suara peledakan sudah dibawah ambang batas SNI 7571 maupun SNI 7570, maka desain peledakan tersebut dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan agar aman dan tidak terjadi konflik dengan penduduk disekitar tambang. IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil pengukuran getaran peledakan di Cibinong 8 Agustus 2009 yang dibandingkan dengan ke standar USBM, India dan Australia ternyata getaran peledakannya masih dibawah ambang batas, tetapi bila dibandingkan dengan SNI 7571:2010 getaran peledakan sudah melebihi ambang batas, apalagi dilakukan terus menerus yang dapat mengakibatkan bangunan retak dan menimbulkan konflik. 2. Peran SNI 7571:2010 dan SNI 7570:2010 dalam kegiatan peledakan di tambang terbuka di Indonesia ternyata sangat penting, karena dapat dijadikan acuan peledakan yang aman bagi lingkungan karena standarnya disusun berdasarkan kondisi bangunan disekitar tambang di Indonesia.14

Prosiding PPI Standardisasi 2010 Jakarta, 11 November 2010

3. Penggunaan SNI 7571:2010 yang diterbitkan BSN ternyata saling melengkapi dengan grafik Indonesian Standard SNI 7571:2010 yang terdapat didalam perangkat lunak Blastware dari Instantel Canada. 4.2 Saran Penggunaan SNI 7571:2010 dan SNI 7570:2010 perlu disosialisasikan keseluruh instansi terkait disetiap pemerintah daerah, antara lain Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya untuk menghindari terjadi konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat akibat kegiatan peledakan instansi tersebut dapat bertindak sebagai penengah. Selain itu, penerapan standar ini juga dapat melestarikan lingkungan dari dampak industri pertambangan secara terbuka. V 1. 2. 3. DAFTAR PUSTAKA Dowding, C.H. 1985. Blast Vibration Monitoring and Control, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, NJ 07632, 297pp. Duvall W.T., C.F. Johnson, A.V.C. Meyer, dan J.F. Devine. 1963. Vibrations from instantaneous and millisecond-delayed quarry blasts. USBM RI 6151. LPPM ITB. 2002. Laporan Akhir: Penyelidikan Getaran Peledakan di Kuari Hambalang PT Indocement Tunggal Prakarsa Citeureup Bogor, Publikasi Internal. Persson P.A., R. Holmberg, dan J. Lee. 1994. Rock Blasting and Explosives Engineering, CRC Press, Inc., 540pp. Puslitbang tekMIRA dan PT Adaro Indonesia. 2007. Laporan Akhir: Pengaruh Getaran Tanah akibat Peledakan Terhadap Sumur Minyak Pertamina di PT Adaro Indonesia, Publikasi internal. Siskind, D.E., M.S. Stagg, J.W. Kopp, dan C.H. Dowding. 1980. Structure response and damage produced by ground vibration from surface mine blasting, US Bureau of Mines, Report of Investigation 8507, pp-. ---------.2004.Blastware Operator Manual, Instantel Canada. Canada.

4. 5.

6.

7.

15