PERAN PROTOZOA PADA PENCERNAAN RUMINANSIA DAN …
Transcript of PERAN PROTOZOA PADA PENCERNAAN RUMINANSIA DAN …
TERNAK TROPIKA
Journal of Tropical Animal Production
Vol 20, No. 1 pp. 16-28, Juni 2019
DOI: 10.21776/ub.jtapro.2019.020.01.3
OPEN ACCES Freely Available Online
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 16
PERAN PROTOZOA PADA PENCERNAAN RUMINANSIA DAN
DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN
The role of protozoa in ruminants and its impact on environment
Yanuartono1), Alfarisa Nururrozi1), Soedarmanto Indarjulianto1), Hary Purnamaningsih1) 1) Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.
Jl. Fauna No.2, Karangmalang, Depok, Sleman. 55281 Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Submitted 15 February 2019, Accepted 21 March 2019
ABSTRAK
Rumen adalah ekosistem yang sangat kompleks serta mengandung berbagai jenis mikroba.
Kinerja ruminansia tergantung pada aktivitas mikroorganisme mereka untuk memanfaatkan
asupan pakan. Namun demikian, aktivitas mikroba rumen juga merupakan sumber utama
pembentukan gas metan dari bidang pertanian yang mengakibatkan efek rumah kaca. Protozoa
rumen dengan penampilan yang cukup mencolok dianggap memiliki peran penting pada
ruminansia sebagai hospes. Namun, terlepas dari kenyataan bahwa protozoa dapat
menyumbang hingga 50% biomassa di rumen, peran protozoa sebagai salah satu mikroba
dalam ekosistem rumen masih belum jelas. Meskipun peran protozoa masih belum jelas,
namun protozoa dalam rumen terbukti memiliki hubungan dengan methanogen dan telah
terbukti bahwa protozoa secara tidak langsung terlibat dalam produksi gas metan. Methanogen
adalah satu-satunya mikroorganisme yang diketahui mampu memproduksi metan. Karena
protozoa adalah penghasil hidrogen besar, yang digunakan sebagai substrat oleh simbion
metanogennya untuk mengurangi karbon dioksida menjadi metana, dengan demikian dapat
diasumsikan bahwa defaunasi mengurangi metanogenesis dengan jalan menurunkan kepadatan
methanogen. Tulisan ini mencoba untuk mengevaluasi informasi terkini tentang peran
protozoa di ekosistem mikroba rumen dan dampaknya terhadap lingkungan.
Kata kunci: Rumen, protozoa, methanogen, defaunasi.
How to cite : Yanuartono., Nururrozi, A., Indarjulianto, S., & Purnamaningsih, H. 2019. Peran
Protozoa pada Pencernaan Ruminansia dan Dampak Terhadap Lingkungan. TERNAK
TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 20, No 1 (16-28)
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 17
ABSTRACT
The rumen is a highly complex ecosystem that contains different microbial species. Ruminant’s
performance depends on the activities of their microorganism to utilize the dietary feeds.
However, rumen microbial activity is also a major source of the greenhouse gas methane in
agriculture. Rumen protozoa with their striking appearance were assumed to be important for
the welfare of their host. However, despite the fact that protozoa can contribute up to 50% of
the bio-mass in the rumen, the role of protozoa in rumen microbial ecosystem remains unclear.
Although the role of protozoa remains unclear, however, protozoa in the rumen found to have
such a relationship with methanogens and It has been proven that protozoa are indirectly
involved in methane production. Methanogens are the only known microorganisms capable of
methane production. Because protozoa are large producers of hydrogen, which is used as
substrate by their methanogen symbionts to reduce carbon dioxide to methane, it is assumed
that defaunation decreases methanogenesis by reducing the density of methanogens. Here we
evaluate recent information on the role of protozoa in the rumen microbial ecosystem and its
impact on the environment.
Keywords: Rumen, protozoa, methanogen, defaunation.
PENDAHULUAN
Proses pencernaan di dalam rumen
pada ternak ruminansia sangat bergantung
pada populasi dan jenis mikroba yang
berkembang di dalamnya, karena proses
perombakan pakan pada dasarnya adalah
kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba
dalam rumen (Mosoni et al., 2011).
Biomassa mikroba yang terdapat di dalam
rumen adalah gabungan dari bakteri,
protozoa bersilia, protozoa berflagela,
jamur, amuba dan bakteriofag (Morgavi et
al., 2010). Keanekaragaman
mikroorganisme yang banyak terdapat di
dalam lingkungan rumen masing masing
memiliki fungsi spesifik dalam degradasi
karbohidrat, protein dan lemak yang berasal
dari pakan (Valente et al., 2016).
Lebih lanjut menurut Lee et al. (2000),
bakteri, protozoa dan fungi tersebut
bertanggung jawab terhadap 50% sampai
82% degradasi dinding sel tumbuhan dalam
rumen. Protozoa dapat mewakili setengah
(50%) dari total biomassa mikroba dalam
rumen dan memiliki kontribusi secara
signifikan terhadap fermentasi anaerobik
serta berperan dalam membantu mencerna
serat yang berasal dari pakan hijauan pada
ruminansia. Meskipun nilai biologis protein
bakteri dan protozoa dianggap sama, akan
tetapi kecernaan protein protozoa jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan protein
bakteri. Selain sumber protein, protozoa
juga menyumbang sekitar 7 –15% dari total
lemak dalam digesta rumen dan juga
merupakan sumber asam lemak tidak jenuh
yang cukup signifikan (Váradyová et al.,
2008).
Namun demikian aktivitas
metabolisme protozoa memiliki kaitan yang
erat dengan pembentukan gas metan di
dalam rumen (Holmes et al., 2014),
sedangkan gas metan sendiri saat ini
dianggap sebagai salah satu penyebab
pemanasan global (Cassandro et al., 2013).
Tulisan ini bertujuan untuk merangkum
sebagian kecil dari hasil hasil penelitian
terhadap peran protozoa dalam rumen yang
hasilnya masih bersifat kontroversial dan
akibat negatif yang mungkin ditimbulkan
serta penanganan untuk meminimalisir
dampak tersebut.
Protozoa dalam rumen.
Penelitian terhadap protozoa telah
banyak dilakukan terutama melalui
pengamatan mikroskopik. Identifikasi dan
penghitungan jumlah protozoa dari sampel
asal rumen secara mikroskopik sampai saat
ini masih merupakan metode yang dapat
diandalkan (Chaucheyras-Durand and Ossa,
2014). Meskipun demikian, kelemahan
metode tersebut adalah waktu pengerjaan
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 18
yang cukup panjang serta membutuhkan
tingkat keahlian tinggi untuk
mengidentifikasi morfologi spesifik dari
setiap spesies dan jika ruminansia baru saja
mengonsumsi pakan maka protozoa akan
dipenuhi dengan polisakarida sehingga akan
mengaburkan gambaran morfologinya
(Tymensen et al., 2012). Saat ini telah
banyak dikembangkan studi ekologi rumen
dengan menggunakan metode identifikasi
secara molekuler untuk mengetahui keaneka
ragaman genus dan spesies protozoa
(Skillman et al., 2006).
Protozoa dengan ukuran 40 kali lipat
dari bakteri sebenarnya adalah predator
bakteri dalam rumen (Dayyani et al., 2013).
Jumlah protozoa dalam rumen sangat
beragam menurut jenis pakan, umur dan
jenis hewan yang menjadi hospesnya.
Secara normal jumlah protozoa bersilia
adalah 105 per ml pada pakan berserat kasar
tinggi, namun jumlah ini meningkat menjadi
106 per ml pada rumen yang telah
beradaptasi dengan sumber pakan yang
banyak mengandung gula-gula terlarut.
Protozoa bersifat anaerob dan apabila kadar
oksigen maupun nilai pH isi rumen tinggi
maka protozoa tidak dapat membentuk cyste
untuk mempertahankan diri dari lingkungan
yang tidak sesuai sehingga dengan cepat
akan mati. Menurut Franzolin et al. (2010),
mempertahankan kestabilan pH rumen
sangatlah penting untuk memelihara kondisi
yang optimal sehingga protozoa dalam
rumen dapat berkembang dengan baik. pH
dalam rumen dapat bervariasi antara 5,5-7,5
tergantung dari jenis pakan basal yang
dikonsumsi dan protozoa akan mati pada
kondisi pH rumen dibawah 5,4 (Dehority,
2005).
Protozoa dalam rumen terdiri dari
protozoa bersilia dan berflagela, namun
demikian, protozoa bersilia jauh lebih
dominan dalam jumlah dan peran jika
dibandingkan dengan yang berflagela.
Menurut Bayram et al. (2001), populasi
protozoa bersilia dalam rumen dapat dibagi
berdasarkan komposisi generiknya menjadi
empat tipe utama, A, B, O dan K. Dua
kelompok protozoa bersilia yang biasa
terdapat di dalam rumen yaitu
entodiniomorphid (oligotrich) dan holotrich
protozoa. Entodionomorphid biasanya
terdapat dalam jumlah yang besar dalam
rumen dan lebih mudah dikenal melalui ciri
biokimiawinya. Tiga spesies holotrich
utama dalam rumen adalah Isotricha
intestinalis, I. prostoma, dan Dasytricha
ruminatum (Gurelli et al., 2016).
Identifikasi dengan menggunakan metode
PCR oleh Sylvester et al. (2004)
menunjukkan adanya keragaman protozoa
yang diakibatkan oleh efek pakan dalam
rumen dan duodenum.
Selanjutnya, sejumlah penelitian
dengan menggunakan berbagai macam
metode baik secara kualitatif maupun
kuantitatif yang dipusatkan pada keragaman
silia pada protozoa telah banyak dilakukan
(Newbold et al., 2015). Metode yang
digunakan tersebut antara lain Terminal-
restriction fragment length polymorphism
(T-RFLP) (Tymensen et al., 2012), real-
time PCR (Kittelmann and Janssen, 2011),
denaturing gradient gel electrophoresis
(DGGE) (McEwan et al., 2005) dan
fluorescence in situ hybridization (FISH)
(Xia et al., 2014).
Peran protozoa dalam rumen
Peran sesungguhnya populasi
protozoa di dalam rumen sampai saat ini
masih belum jelas, hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena perbedaan
yang luas diantara spesies ruminansia,
sistem pakan dan kondisi lingkungan di
seluruh dunia (Santra et al., 2003; Baraka,
2012). Protozoa memiliki kemampuan
bertahan dalam rumen selama ribuan tahun
dan saling berinteraksi dengan bakteri serta
protozoa. Pengetahuan tentang fungsi
protozoa dapat memberikan kunci untuk
memperbaiki penampilan hewan produksi
secara keseluruhan dan pelestarian
lingkungan (Nagaraja, 2016).
Selama lebih dari 50 tahun telah
banyak dilakukan penelitian tentang peran
protozoa terhadap pakan dalam rumen baik
pada ruminansia muda maupun dewasa.
Terlepas dari kenyataan bahwa protozoa
merupakan bagian yang besar dari biomassa
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 19
rumen, namun peran mereka dalam
fermentasi maupun kontribusinya terhadap
metabolisme dan nutrisi bagi hospes masih
menjadi kontroversi dari banyak ahli (Santra
et al., 2007). Penelitian penelitian lain pada
berbagai spesies ruminansia setelah tahun
tahun tersebut menunjukkan bahwa
protozoa sebenarnya juga memiliki peran
yang penting pada ruminansia.
Keberadaan protozoa di dalam rumen
dapat mempengaruhi jumlah, jenis bakteri
rumen, proporsi dan konsentrasi asam lemak
volatile, pH rumen serta konsentrasi amonia.
Protozoa juga berkontribusi secara langsung
pada proses pencernaan dan pemecahan
materi organik dalam rumen. Dampak
apapun, baik positif maupun negatif, secara
langsung ataupun tidak langsung, protozoa
kemungkinan memiliki pengaruh terhadap
fungsi rumen secara keseluruhan. Salah satu
dampak protozoa dalam rumen yang
dianggap merugikan adalah sifat protozoa
yang menggunakan bakteri dalam rumen
sebagai sumber pakannya. Protozoa bersilia
dalam rumen memakan bakteri rumen
sehingga mengakibatkan peningkatan daur
ulang mikroba N dalam rumen dan
penurunan suplai asam amino ke usus
sebesar 20-28%. Miresan et al. (2006)
menyatakan bahwa protozoa berperan
penting sebagai penghasil protein karena
mengonsumsi bakteri sehingga menjadi
protein protozoa yang lebih mudah dicerna
serta memiliki nilai biologis yang lebih
tinggi.
Meskipun dianggap tidak banyak
berperan, akan tetapi kemungkinan protozoa
mempunyai andil dalam proses fermentasi
karena memiliki kemampuan mendegradasi
komponen utama pakan. Salah satu protozoa
bersilia yang memiliki peran penting dalam
rumen adalah Diploplastron affine. Protozoa
tersebut umum terdapat pada hewan ternak
dan memiliki kemampuan mencerna
selulosa serta karbohidrat asal bijian
(Wereszka and Michałowski, 2012). Lebih
lanjut, holotrich protozoa, meskipun dalam
jumlah yang sedikit juga memiliki enzim
yang bertanggung jawab untuk degradasi
selulosa dan hemiselulosa. Selain hal
tersebut diatas, Nagaraja (2016) menyatakan
bahwa Holotrichid bersilia adalah protozoa
pengguna utama gula terlarut sedangkan
sebagian besar entodiniomorph
memanfaatkan berbagai macam substrat.
Hampir semua jenis entodiniomorph
mampu mencerna partikel tanaman pakan
serta memanfaatkan karbohidrat dari
dinding sel.
Peran positif protozoa dalam rumen
lebih banyak ditunjukkan pada kerbau
dibandingkan dengan sapi (Jabari et al.,
2014). Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa aktivitas pencernaan serat in vitro
dan produksi gas protozoa rumen kerbau
Khuzestan lebih tinggi dibandingkan dengan
sapi Holstein. Hal tersebut kemungkinan
disebabkan karena protozoa dalam rumen
kerbau Khuzestan lebih bervariasi
dibandingkan sapi Holstein dengan
pemberian diet yang sama (Franzolin et al.,
2010). Aktivitas pencernaan selulose oleh
protozoa dalam rumen kerbau lebih tinggi
jika dibandingkan dengan sapi. Namun
demikian masih banyak peran protozoa
dalam pencernaan serat untuk berbagai jenis
ruminansia dengan pemberian berbagai
jenis pakan yang perlu dievaluasi. Tulisan
selanjutnya akan membahas berbagai
penelitian yang menyangkut defaunasi,
interaksi mikroflora dan fauna dalam rumen
serta dampak protozoa dalam rumen
terhadap lingkungan.
Interaksi mikroflora dan fauna dalam
rumen serta dampak terhadap
lingkungan
Mikroorganisme dalam rumen hidup
dalam interaksi antar mikroorganisme, baik
yang bersifat sinergis maupun antagonis
(Lee et al., 2000). Selain memberikan
nutrisi pada mikroba, ruminansia juga ikut
berkontribusi dalam pemeliharaan kondisi
fisik dan kimia untuk mengoptimalkan
fermentasi pakan oleh mikroba. Sebagai
gantinya, mikroorganisme menyediakan
kebutuhan energi, protein, protein dan
vitamin untuk ruminansia (Nagaraja, 2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas
dan pertumbuhan populasi mikroorganisme
rumen adalah pH, temperatur, tekanan
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 20
osmosis, kandungan bahan kering dan
potensi reduksi-oksidasi. Nilai pH rumen
normal berkisar 5,5-7 dan fluktuasi pH
rumen dapat terjadi karena jenis pakan,
frekuensi serta waktu mencerna pakan.
Temperatur rumen relatif konstan (38-400
C) dan dapat meningkat hingga 410 C, pada
saat terjadi fermentasi aktif setelah proses
mencerna pakan. Peningkatan temperatur
rumen hingga diatas 400 C menyebabkan
protozoa tidak dapat bertahan hidup
(Dehority, 2005). Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa kinerja ruminansia secara
keseluruhan sangat tergantung pada
aktivitas mikroorganisme dalam
memanfaatkan pakan yang terkonsumsi.
Mikroorganisme dalam rumen seperti
bakteri, jamur, dan protozoa bertanggung
jawab terhadap 50 sampai 82% degradasi
dinding sel hijauan pakan ternak. Meskipun
kompetisi pemanfaatan substrat tinggi di
rumen, akan tetapi sinergisme dan simbiosis
antar berbagai kelompok mikroorganisme
membuat pemanfaatan substrat lebih efisien
(Lee et al., 2000). Jumlah dan jenis bakteri
rumen dipengaruhi oleh keberadaan
protozoa di dalam rumen. Lebih lanjut, Irbis
and Ushida (2004) menyatakan bahwa
produk fermentasi protozoa serupa dengan
yang dihasilkan oleh bakteri, khususnya
asetat, butirat dan hydrogen, selain itu,
protozoa dalam rumen juga ikut berperan
dalam proses metanogenesis sebagai
penyedia hidrogen bagi bakteri metanogen
dalam rumen.
Oleh sebab itu, bakteri metanogen
sering ditemukan hidup menempel pada
permukaan protozoa rumen untuk tetap
mendapatkan suplai hidrogen secara
konstan. Penurunan populasi protozoa
dalam rumen dapat mengurangi produksi
metana dan meningkatkan efisiensi
pemanfaatan energi serta pemanfaatan
protein mikroba untuk ruminansia, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan produksi
hewan secara keseluruhan (Martin et al.,
2010). Namun demikian, menurut Mosoni et
al., (2011) penurunan populasi protozoa
juga berdampak negatif terhadap
pencernaan serat yang merupakan fungsi
utama rumen. Uraian tersebut menunjukkan
bahwa penelitian menghasilkan kesimpulan
adanya keterkaitan erat antara bakteri dan
protozoa dalam rumen. Hal tersebut
menunjukkan bahwa keseimbangan antara
bakteri, protozoa dan kemungkinan jamur
dalam rumen harus selalu terjaga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
methanogen didominasi oleh
Methanobrevibacter spp. dengan jumlah
sekitar 2/3 dari total Archaea dalam rumen
(Janssen and Kirs, 2008). Di antara hewan
ternak, metan paling banyak diproduksi oleh
ruminansia, karena methanogen mampu
menghasilkan metan secara bebas melalui
proses normal pencernaan pakan. Saat ini
metan yang dihasilkan dari industri
peternakan menjadi keprihatinan banyak
kalangan terutama para pemerhati
lingkungan. Hal tersebut disebabkan karena
metan bersama dengan karbon dioksida
(CO2) dan nitrous oksida (N2O) merupakan
gas yang bertanggung jawab terhadap
pemanasan global (Olesen et al., 2006).
Secara umum, gas metan dihasilkan oleh 2
jenis metanogen, yang pertama adalah
metanogen dengan pertumbuhan lambat (
sekitar 130 jam) dan menghasilkan metan
dari asam asetat. Sedangkan jenis yang ke
dua adalah metanogen dengan pertumbuhan
yang cepat (4-12jam).
Lebih lanjut menurut Martin et al.
(2008), gas metan pada ruminansia berasal
dari dua sumber yaitu dari hasil fermentasi
saluran pencernaan (enteric fermentation)
dan kotoran (faeces). Fermentasi dari
pencernaan menyumbang sebagian besar
emisi gas metan yang dihasilkan oleh
industri peternakan. Pembentukan gas
metan di dalam rumen merupakan hasil
akhir dari fermentasi pakan. Metan sebesar
80% - 95% diproduksi di dalam rumen dan
5% - 20% dalam usus besar. Gas metan
yang dihasilkan dalam rumen dikeluarkan
melalui mulut ke atmosfir. Kegiatan
peternakan yang bersumber dari aktivitas
pencernaan ternak dan pengelolaan kotoran
ternak setidaknya menyumbangkan 24,1%
dari dari total emisi yang berasal dari sektor
pertanian (Madsen et al., 2010; Broucek,
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 21
2014). Efek gas rumah kaca yang dihasilkan
oleh kegiatan peternakan sebagian besar
adalah gas metan yang dampaknya 21 kali
lebih berbahaya dibandingkan dengan CO2.
Dalam siklus industri peternakan
ruminansia, pembibitan sapi menyumbang
sekitar 80% dari total emisi gas rumah kaca
sedangkan sistem penggemukan hanya
sekitar 20%. Sekitar 84% gas metan yang
dihasilkan saluran pencernaan berasal dari
industri pembibitan sapi dan sebagian besar
berasal dari sapi dewasa (Beauchemin et al.,
2010). Secara lebih rinci, McMichael et al.
(2007) menyebutkan bahwa industri
peternakan seperti sapi, kambing dan domba
menghasilkan sekitar 86 juta metrik ton
(Tg/Teragrams) per tahun. Dari jumlah
tersebut sekitar 18,9 Tg berasal dari sapi
perah, 55,9 Tg dari sapi potong dan 9,5 Tg
berasal dari domba/kambing.
Sekitar 10% sampai 15% total industri
peternakan ruminansia yang memberikan
kontribusi emisi gas metan berasal dari
penanganan dan penyimpanan limbah
faeces (Hindrichsen et al., 2006; Madsen et
al., 2010). Sedangkan menurut Patra (2012),
kontribusi emisi gas metan subsektor
peternakan secara global memberikan
kontribusi sebesar 12% dari emisi total
seluruh dunia. Melalui proses
metanogenesis oleh bakteri metanogenik,
CO2 direduksi dengan H2 membentuk metan
yang keluar melalui eruktasi (sekitar 83%),
pernapasan (sekitar 16%) dan anus (sekitar
1%). Lebih lanjut, menurut Muñoz et al.
(2012), persentase gas metan yang
dikeluarkan oleh hewan ruminansia pada
saat bersendawa sekitar 8 - 13 % dari pakan
yang dikonsumsi oleh hewan tersebut.
Faktor-faktor yang telah diteliti dan
diketahui mampu mempengaruhi jumlah
produksi gas metan pada ruminansia adalah
genetik, jumlah asupan pakan, kualitas dan
jenis pakan, konsumsi energi, ukuran tubuh
hewan, laju pertumbuhan dan kondisi
lingkungan (Hegarty, 2004; Shibata and
Terada, 2010).
Melihat kenyataan tersebut diatas,
upaya menghambat proses metanogenesis
melalui upaya penurunan produksi gas
metan dari ternak ruminansia merupakan
suatu strategi untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca dan sebagai sarana untuk
meningkatkan efisiensi pakan sehingga akan
bermanfat secara nyata pada sektor
perekonomian dari usaha peternakan
ruminansia dan perbaikan kesehatan
lingkungkan (Martin et al., 2008).
Defaunasi rumen
Defaunasi merupakan istilah
penghilangan mikrofauna protozoa dari
rumen dengan berbagai macam cara. Lebih
lanjut, penghilangan populasi protozoa
dalam rumen tersebut ditujukan untuk
meningkatkan produktivitas ruminansia
yang diberi pakan kualitas rendah dengan
meningkatkan jumlah protein mikroba yang
mengalir ke dalam abomasum dan usus
halus (Gebeyehu and Mekasha 2013).
Efek dari defaunasi dalam rumen telah
banyak diteliti selama beberapa dekade
sebagai usaha untuk meningkatkan produksi
hewan dan pemanfaatan sumber daya lokal
atau produk samping hasil hasil pertanian.
Banyak metode percobaan dalam penelitian
defaunasi seperti penambahan bahan kimia
ke dalam pakan (Santra and Karim, 2000),
pencucian rumen, pengosongan rumen
(Gebeyehu and Mekasha 2013), perubahan
pakan (Aban and Bestil, 2016) dan
membesarkan hewan dalam isolasi. Saat ini
yang banyak dilakukan adalah pendekatan
secara imunologi untuk mengurangi atau
bahkan menghilangkan populasi protozoa di
rumen, akan tetapi, metode metode tersebut
tampaknya tidak praktis untuk digunakan di
peternakan ruminansia.
Defaunasi dengan penambahan bahan
kimia ke dalam pakan telah banyak
dilakukan. Qin et al. (2012) telah melakukan
penelitian in vitro yang ditujukan untuk
mengkaji efek defaunasi pada karakteristik
fermentasi ruminansia, produksi CH4 dan
degradasi oleh mikroba rumen saat
diinkubasi dengan bijian yang ditambah
Sodium lauryl sulphate dengan konsentrasi
0,000375 g/ml sebagai reagen defaunasi.
Inkubasi berlangsung secara anaerobik
sampai 12 jam pada temperatur 390 C. hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 22
defaunasi dapat secara luas memodifikasi
pola fermentasi in vitro sehingga
menurunkan emisi gas metan. Modifikasi
pola fermentasi tersebut dikaitkan dengan
perubahan keseimbangan mikroflora dalam
rumen yang diakibatkan oleh protozoa yang
tereliminasi. Penelitian oleh Abdl-Rahman
et al. (2010) in vitro menunjukkan hasil
yang sama kecuali reagen yang digunakan
adalah kombinasi Sodium Lauryl Sulphate
dengan Fumaric Acid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kombinasi tersebut dapat menurunkan
metanogenesis yang ditunjukkan dengan
peningkatan produksi asam propionat, ATP
dan mikroba dalam rumen. Metode feed
aditif juga telah banyak dikembangkan
dalam proses defaunasi. Feed aditif
digunakan untuk menurunkan produksi
metan dan sampai saat ini yang dianggap
terbaik adalah ionofor. Ionofor seperti
monensin, lasalocid, laidlomycin,
salinomycin dan narasin merupakan
senyawa antimikroba yang digunakan
sebagai pakan tambahan untuk
meningkatkan efisiensi produksi (Tadesse,
2014). Dampak ionofor pada produksi
metan dalam rumen berhubungan langsung
dengan populasi protozoa bersilia yang
dapat beradaptasi dengan ionofor yang
terdapat dalam konsentrat (Guan et al.,
2006).
Penelitian in vitro yang dilakukan oleh
Busquet et al. (2005) menunjukkan bahwa
pemberian minyak bawang putih dengan
dosis 300 dan 3000 mg/L serta bensil
salisilat dengan dosis 300 dan 3000 mg/L
akan menghambat produksi gas metan dan
meningkatkan efisiensi penggunaan energi
dalam rumen. Dalam penelitian tersebut gas
metan mengalami penurunan produksi
sebesar 19,5% disertai dengan penurunan
asam asetat dan peningkatan asam
propionat. Bioaktif atau antinutrisi tanaman
seperti tannin dan saponin juga digunakan
dalam usaha untuk menurunkan produksi
gas metan dalam rumen. Hasil penelitian
Waghorn et al. (2008) dan Mohammed et al.
(2011) menunjukkan bahwa tannin memiliki
kemampuan menurunkan emisi gas metan
sampai 20%. Menurut Tavendale et al.
(2005) dan Patra and Saxena (2010),
penurunan tersebut kemungkinan
disebabkan oleh efek penghambatan
produksi metan dari metanogen, protozoa
dan mikroba penghasil hidrogen yang lain.
Isi rumen diambil dan permukaan
dalam rumen dengan air dan formalin 15%.
Empat hari setelah perlakuan konsentrasi
gas metan meningkat dan hal tersebut
menunjukkan bahwa fungsi fermentasi
berjalan dengan cepat tanpa adanya
inokulasi dari rumen normal. Rumen domba
domba penelitian menunjukkan bebas
protozoa selama 16 sampai 24 hari. Semua
domba mulai terkontaminasi protozoa
spesies Entodinium setelah hari ke 24.
Metode pengosongan rumen dan retikulum,
pencucian omasum reticulum dan rumen
dengan air hangat yang diikuti dengan
pemanasan sampai 700C serta penambahan
Dioctyl sodium sulphosuccinate (OT
aerosol) 1g/kg digesta akan mengakibatkan
hilangnya semua spesies protozoa bersilia
dalam rumen dan retikulum pada domba
dalam jangka waktu 70 hari.
Metode manipulasi ekosistem rumen
dapat dilakukan melalui pengolahan pakan
untuk meningkatkan ketersediaan energi
dan meningkatkan protein melalui
pemberian pakan tambahan yang dapat
menstimulasi pertumbuhan serta aktivitas
mikroba rumen guna meningkatkan
kecernaan dan efisiensi penggunaan pakan.
Metode tersebut diatas tampaknya lebih
aman diterapkan karena protozoa pada
umumnya lebih sensitif terhadap perubahan
pakan dibandingkan dengan bakteri.
Penelitian terbaru telah membuat kemajuan
cukup signifikan dengan mengoptimalkan
potensi nutrisi untuk menurunkan
metanogenesis ruminansia, terutama dengan
menggunakan ekstrak tumbuhan alami,
asam organik, tannin terkondensasi,
meningkatkan rasio bijian: serat dalam
pakan, dan suplemen lemak.
Namun demikian, sampai saat ini hasil
penelitian tersebut tidak ada yang mampu
memenuhi kriteria seperti yang diharapkan
dalam aplikasinya. Penelitian oleh
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 23
Christophersen et al. (2008) menunjukkan
bahwa produksi gas metan berkurang seiring
dengan meningkatnya asupan pakan
konsentrat yang ditandai dengan rendahnya
rasio asetat: propionat dan menurunnya nilai
pH. Meningkatnya pakan konsentrat akan
menghasilkan lebih banyak propionat. Hal
tersebut disebabkan karena adanya
perubahan komposisi populasi spesies
mikroorganisme dalam saluran pencernaan.
Metode manipulasi ekosistem rumen
melalui pengolahan pakan yang sering
digunakan dalam defaunasi adalah asam
miristat, asam lemak atau minyak (Cosgrove
et al., 2008), asam kaproat (Goel et al.,
2009), lemak sapi (Beauchemin et al.,
2007), kedelai (Jordan et al., 2006) dan
disodium fumarate (Zhou et al., 2012).
Salah satu metode defaunasi yang
digunakan adalah pemisahan ruminansia
baru lahir dari induknya mereka setelah
kelahiran dan mencegah kontak dengan
hewan dewasa. Selama pemisahan tersebut
populasi bakteri sudah ditemukan pada
pedet yang baru lahir akan tetapi tidak
ditemukan adanya protozoa. Strategi
penurunan produksi gas metan lainnya
adalah dengan melalui pendekatan
imunologi. Wright et al (2004) telah
mengembangkan vaksin yang ditujukan
untuk merangsang sistem kekebalan
ruminansia untuk memproduksi antibodi
terhadap metanogen penghasil metan.
Pengembangan tersebut telah berhasil
memproduksi 2 macam vaksin yang diberi
kode VF3 dan VF7 yang memiliki
kemampuan menurunkan 7,7% metan
untuk setiap asupan bahan kering. Namun
demikian, target vaksin tersebut hanya dapat
mencapai 20% populasi metanogen sasaran.
Penelitian defaunasi rumen menunjukkan
hasil yang beragam dan banyak yang saling
bertentangan.
Beberapa penelitian terhadap peran
protozoa menunjukkan bahwa ruminansia
yang memiliki protozoa dalam rumen
mengalami perbaikan penampilan secara
keseluruhan dibandingkan dengan
ruminansia yang telah mendapat perlakuan
defaunasi atau bebas protozoa (Eryavuz et
al., 2003). Namun demikian, beberapa
penelitian menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan antara kelompok
ruminansia defaunasi dengan tanpa
defaunasi. Banyak publikasi penelitian yang
melaporkan bahwa dalam kondisi tertentu,
defaunasi protozoa menghasilkan
peningkatan pertumbuhan, perbaikan
kualitas wol, dan efisiensi konversi pakan
(Santra and Karim, 2002).
KESIMPULAN
Peran protozoa dalam rumen serta
dampak positif ataupun negatif terhadap
lingkungan masih memerlukan penelitian
lebih lanjut dan mendalam. Defaunasi
dengan berbagai macam metode dengan
tujuan untuk menurunkan konsentrasi gas
metan masih banyak menimbulkan
kontroversi karena hasil yang saling
bertentangan. Pada akhirnya jika dilakukan
penelitian lanjut diharapkan akan
menghasilkan ruminansia dengan
penampilan yang optimal secara
keseluruhan tetapi mampu menekan
produksi gas metan se minimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Aban, M., & Bestil, L. (2016). Potential of
some legume forages for rumen
defaunation in goats. Annals of
Tropical Research, 38(1), 183–196.
Abdl-Rahman, M. A., Sawiress, F. A. R., &
Abd El-Aty, A. M. (2010). Effect of
sodium lauryl sulfate-fumaric Acid
coupled addition on the in vitro rumen
fermentation with special regard to
methanogenesis. Veterinary Medicine
International, 2010, 858474.
https://doi.org/10.4061/2010/858474
Baraka, T. (2012). Rumen methanogen and
protozoal communities of Tibetan
sheep and Gansu Alpine Finewool
sheep grazing on the Qinghai–Tibetan
Plateau, China. Journal of American
Science, 8(2), 448–462. https://doi.org/10.1186/s12866-018-1351-0
Bayram, G., Murat, T., & Falakali, B.
(2001). New rumen ciliate from
Turkish domestic cattle (Bos Taurus
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 24
L.): 3. Entodinium oektemae n. sp. and
E. imaii n. sp. (Entodiniidae,
Entodinomorphida). Turk J Zool, 25,
269–274.
Beauchemin, K. A., Henry Janzen, H.,
Little, S. M., McAllister, T. A., &
McGinn, S. M. (2010). New rumen
ciliate from Turkish domestic cattle
(Bos Taurus L.): 3. Entodinium
oektemae n. sp. and E. imaii n. sp.
(Entodiniidae, Entodinomorphida).
Agricultural Systems, 103, 371–379. https://doi.org/doi.10.1016/j.agsy.2010.03.008
Beauchemin, K. A., McGinn, S. M., & Petit,
H. V. (2007). Methane abatement
strategies for cattle: Lipid
supplementation of diets. Canadian
Journal of Animal Science, 87(3), 431–
440. https://doi.org/10.4141/CJAS07011 Broucek, J. (2014). Production of methane
emissions from ruminant husbandry: a
review. Journal of Environmental
Protection, 05(15), 1482–1493. https://doi.org/10.4236/jep.2014.515141
Busquet, M., Calsamiglia, S., Ferret, A.,
Cardozo, P., & Kamel, C. (2005).
Effects of cinnamaldehyde and garlic
oil on rumen microbial fermentation
in a dual flow continuous culture. Journal of Dairy Science, 88(7), 2508–
2516. https://doi.org/10.3168/jds.S0022-
0302(05)72928-3 Cassandro, M., Mele, M., & Stefanon, B.
(2013). Genetic aspects of enteric
methane emission in livestock
ruminants. Italian Journal of Animal
Science, 12(3), 450–458.
Chaucheyras-Durand, F., & Ossa, F. (2014).
Review: the rumen microbiome:
composition, abundance, diversity,
and new investigative tools. The
Professional Animal Scientist, 30(1), 1–
12. https://doi.org/10.15232/S1080-
7446(15)30076-0
Christophersen, C. T., Wright, A.-D. G., &
Vercoe, P. E. (2008). In vitro methane
emission and acetate:propionate ratio
are decreased when artificial
stimulation of the rumen wall is
combined with increasing grain diets
in sheep1. Journal of Animal Science,
86(2), 384–389.
https://doi.org/10.2527/jas.2007-0373
Cosgrove, G. P., Waghorn, G. C., Anderson,
C. B., Peters, J. S., Smith, A., Molano,
G., & Deighton, M. (2008). The effect
of oils fed to sheep on methane
production and digestion of ryegrass
pasture. Australian Journal of
Experimental Agriculture, 48(2), 189–
192. https://doi.org/10.1071/EA07279
Dayyani, N., Karkudi, K., & Zakerian, A.
(2013). Special rumen microbiology.
International Journal of Advanced
Biological and Biomedical Research,
1(11), 1397–1402.
Dehority, B. (2005). Effect of pH on
viability of entodinium caudatum,
entodinium exiguum, epidinium
caudatum, and ophryoscolex
purkynjei in vitro. The Journal of
Eukaryotic Microbiology, 52(4), 339–
342. https://doi.org/10.1111/j.1550-
7408.2005.00041.x
Eryavuz, A., Dündar, Y., Ozdemir, M.,
Aslan, R., & Tekerli, M. (2003).
Effects of urea and sulfur on
performance of faunate and defaunate
Ramlic lambs, and some rumen and
blood parameters. Animal Feed Science
and Technology, 109(1–4), 35–46. https://doi.org/10.1016/S0377-8401(03)00201-3
Franzolin, R., Rosales, F. P., & Soares, W.
V. B. (2010). Effects of dietary energy
and nitrogen supplements on rumen
fermentation and protozoa population
in buffalo and zebu cattle. Revista
Brasileira de Zootecnia, 39(3), 549–
555. https://doi.org/10.1590/S1516-
35982010000300014
Gebeyehu, A., & Mekasha, Y. (2013).
Defaunation : effects on feed intake ,
digestion , rumen metabolism and
weight gain. J. Anim. Sci, 84(7), 1896–
1906. https://doi.org/10.2527/jas.2005-652 Goel, G., Arvidsson, K., Vlaeminck, B.,
Bruggeman, G., Deschepper, K., &
Fievez, V. (2009). Effects of capric
acid on rumen methanogenesis and
biohydrogenation of linoleic and α-
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 25
linolenic acid. Animal, 3(6), 810–816. https://doi.org/10.1017/S1751731109004352
Guan, H., Wittenberg, K. M., Ominski, K.
H., & Krause, D. O. (2006). Efficacy
of ionophores in cattle diets for
mitigation of enteric methane1. Journal of Animal Science, 84(7), 1896–
1906. https://doi.org/10.2527/jas.2005-652 Gürelli, G., Canbulat, S., Aldayarov, N., &
Dehority, B. A. (2016). Rumen ciliate
protozoa of domestic sheep (Ovis
aries) and goat (Capra aegagrus
hircus) in Kyrgyzstan. FEMS
Microbiology Letters, 363(6), 1–7. https://doi.org/10.1093/femsle/fnw028
Hegarty, R. (2004). Genetic diversity in
function and microbial metabolism of
the rumen. Australian Journal of
Experimental Agriculture, 44, 1–9.
Hindrichsen, I. K., Wettstein, H.-R.,
Machmüller, A., & Kreuzer, M.
(2006). Methane emission, nutrient
degradation and nitrogen turnover in
dairy cows and their slurry at different
milk production scenarios with and
without concentrate supplementation.
Agriculture, Ecosystems &
Environment, 113(1–4), 150–161. https://doi.org/10.1016/J.AGEE.2005.09.004
Holmes, D. E., Giloteaux, L., Orellana, R.,
Williams, K. H., Robbins, M. J., &
Lovley, D. R. (2014). Methane
production from protozoan
endosymbionts following stimulation
of microbial metabolism within
subsurface sediments. Frontiers in
Microbiology, 6(5), 1–9. https://doi.org/10.3389/fmicb.2014.00366
Irbis, C., & Ushida, K. (2004). Detection of
methanogens and proteobacteria from
a single cell of rumen ciliate protozoa.
The Journal of General and Applied
Microbiology, 50(4), 203–212.
Jabari, S., Eslami, M., Chaji, M.,
Mohammadabadi, T., & Bojarpour,
M. (2014). Comparison digestibility
and protozoa population of Khuzestan
water buffalo and Holstein cow.
Veterinary Research Forum : An
International Quarterly Journal, 5(4),
295–300.
Janssen, P. H., & Kirs, M. (2008). Structure
of the archaeal community of the
rumen. Applied and Environmental
Microbiology, 74(12), 3619–3625. https://doi.org/10.1128/AEM.02812-07
Jordan, E., Kenny, D., Hawkins, M.,
Malone, R., Lovett, D. K., & O’Mara,
F. P. (2006). Effect of refined soy oil
or whole soybeans on intake, methane
output, and performance of young
bulls1. Journal of Animal Science,
84(9), 2418–2425.
https://doi.org/10.2527/jas.2005-354
Kittelmann, S., & Janssen, P. H. (2011).
Characterization of rumen ciliate
community composition in domestic
sheep, deer, and cattle, feeding on
varying diets, by means of PCR-
DGGE and clone libraries. FEMS
Microbiology Ecology, 75(3), 468–
481. https://doi.org/10.1111/j.1574-
6941.2010.01022.x
Lee, S., Ha, J., & Cheng, K.-J. (2000).
Influence of an anaerobic fungal
culture administration on in vivo
ruminal fermentation and nutrient
digestion. Animal Feed Science and
Technology, 88(3–4), 201–217. https://doi.org/10.1016/S0377-8401(00)00216-9
Madsen, J., Bjerg, B., Hvelplund, T.,
Weisbjerg, M., & Lund, P. (2010).
Methane and carbon dioxide ratio in
excreted air for quantification of the
methane production from ruminants. Livestock Science, 129(1–3), 223–227. https://doi.org/10.1016/J.LIVSCI.2010.01.001
Martin, C., Morgavi, D. P., & Doreau, M.
(2010). Methane mitigation in
ruminants: from microbe to the farm
scale. Animal, 4(3), 351–365. https://doi.org/10.1017/S1751731109990620
Miresan, V., Răducu, C., & Stetca, G.
(2006). The effect of ruminal
defaunation in establishing the role of
the infusores in ruminal physiology.
Bulletin USAMV-CN, 63, 88–92.
Martin, C., Doreau, M., & Morgavi, D. P.
(2008). Methane Mitigation in
Ruminants: From Rumen Microbes To
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 26
The Animal. Inra, Ur 1213.
Herbivores Research Unit, Research
Centre of Clermont-Ferrand-Theix, F-
63122. France: St Genès
Champanelle.
McEwan, N., Abecia, L., Regensbogenova,
M., Adam, C., Findlay, P., &
Newbold, C. (2005). Rumen microbial
population dynamics in response to
photoperiod. Letters in Applied
Microbiology, 41(1), 97–101. https://doi.org/10.1111/j.1472-765X.2005.01707.x
McMichael, A. J., Powles, J. W., Butler, C.
D., & Uauy, R. (2007). Food,
livestock production, energy, climate
change, and health. Lancet (London,
England), 370(9594), 1253–1263. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(07)61256-2
Mohammed, R., Zhou, M., Koenig, K. ., &
Guan, L. . (2011). Evaluation of
rumen methanogen diversity in cattle
fed diets containing dry corn distillers
grains and condensed tannins using
PCR-DGGE and qRT-PCR analyses.
Animal Feed Science and
Technology, 166–167(4), 122–131. https://doi.org/10.1016/J.ANIFEEDSCI.2011.04.061
Morgavi, D. P., Forano, E., Martin, C., &
Newbold, C. J. (2010). Microbial
ecosystem and methanogenesis in
ruminants. Animal, 4(7), 1024–1036. https://doi.org/10.1017/S1751731110000546
Mosoni, P., Martin, C., Forano, E., &
Morgavi, D. P. (2011). Long-term
defaunation increases the abundance
of cellulolytic ruminococci and
methanogens but does not affect the
bacterial and methanogen diversity in
the rumen of sheep1. Journal of
Animal Science, 89(3), 783–791.
https://doi.org/10.2527/jas.2010-2947
Muñoz, C., Yan, T., Wills, D. A., Murray,
S., & Gordon, A. W. (2012).
Comparison of the sulfur hexafluoride
tracer and respiration chamber
techniques for estimating methane
emissions and correction for rectum
methane output from dairy cows. Journal of Dairy Science, 95(6), 3139–
3148. https://doi.org/10.3168/jds.2011-4298 Nagaraja, T. G. (2016). Microbiology of the
rumen. in rumenology (pp. 39–61). Cham: Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-30533-2_2
Newbold, C. J., de la Fuente, G., Belanche,
A., Ramos-Morales, E., & McEwan,
N. R. (2015). The Role of Ciliate
Protozoa in the Rumen. Frontiers in
Microbiology, 6, 1–14. https://doi.org/10.3389/fmicb.2015.01313
Olesen, J. E., Schelde, K., Weiske, A.,
Weisbjerg, M. R., Asman, W. A. H.,
& Djurhuus, J. (2006). Modelling
greenhouse gas emissions from
European conventional and organic
dairy farms. Agriculture, Ecosystems
& Environment, 112(2–3), 207–220. https://doi.org/10.1016/J.AGEE.2005.08.022
Patra, A. K. (2012). Enteric methane
mitigation technologies for ruminant
livestock: a synthesis of current
research and future directions.
Environmental Monitoring and
Assessment, 184(4), 1929–1952. https://doi.org/10.1007/s10661-011-2090-y
Patra, A. K., & Saxena, J. (2010). A new
perspective on the use of plant
secondary metabolites to inhibit
methanogenesis in the rumen.
Phytochemistry, 71(11–12), 1198–1222. https://doi.org/10.1016/j.phytochem.2010.05.010
Qin, W. Z., Li, C. Y., Kim, J. K., Ju, J. G.,
& Song, M. K. (2012). Effects of
defaunation on fermentation
characteristics and methane
production by rumen microbes in vitro
when incubated with starchy feed
sources. Asian-Australasian Journal
of Animal Sciences, 25(10), 1381–1388.
https://doi.org/10.5713/ajas.2012.12240 Santra, A., Chaturvedi, O., Tripathi, M.,
Kumar, R., & Karim, S. (2003). Effect
of dietary sodium bicarbonate
supplementation on fermentation
characteristics and ciliate protozoal
population in rumen of lambs. Small
Ruminant Research, 47(3), 203–212. https://doi.org/10.1016/S0921-4488(02)00241-9
Santra, A., & Karim, S. (2000). Growth
performance of faunated and
defaunated Malpura weaner lambs.
Animal Feed Science and Technology,
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 27
86(3–4), 251–260. https://doi.org/10.1016/S0377-8401(00)00161-9
Santra, A., & Karim, S. (2002). Nutrient
utilization and growth performance of
defaunated and faunated lambs
maintained on complete diets
containing varying proportion of
roughage and concentrate. Animal
Feed Science and Technology, 101(1–
4), 87–99. https://doi.org/10.1016/S0377-
8401(02)00146-3 Santra, A., Karim, S., & Chaturvedi, O.
(2007). Rumen enzyme profile and
fermentation characteristics in sheep
as affected by treatment with sodium
lauryl sulfate as defaunating agent and
presence of ciliate protozoa. Small
Ruminant Research, 67(2–3), 126–137. https://doi.org/10.1016/j.smallrumres.2005.08.028
Shibata, M., & Terada, F. (2010). Factors
affecting methane production and
mitigation in ruminants. Animal
Science Journal, 81(1), 2–10. https://doi.org/10.1111/j.1740-0929.2009.00687.x
Skillman, L. C., Toovey, A. F., Williams, A.
J., & Wright, A.-D. G. (2006).
Development and validation of a real-
time PCR method to quantify rumen
protozoa and examination of
variability between entodinium
populations in sheep offered a hay-
based diet. Applied and Environmental
Microbiology, 72(1), 200–206. https://doi.org/10.1128/AEM.72.1.200-206.2006
Sylvester, J. T., Karnati, S. K. R., Yu, Z.,
Morrison, M., & Firkins, J. L. (2004).
Development of an assay to quantify
rumen ciliate protozoal biomass in
cows using real-time PCR. The Journal
of Nutrition, 134(12), 3378–3384.
https://doi.org/10.1093/jn/134.12.3378 Tadesse, G. (2014). Rumen manipulation
for enhanced feed utilization and
improved productivity performance of
ruminants: a review. Momona
Ethiopian Journal of Science, 6(2), 3–17. Tavendale, M., Meagher, L., Pacheco, D.,
Walker, N., Attwood, G., &
Sivakumaran, S. (2005). Methane
production from in vitro rumen
incubations with Lotus pedunculatus
and Medicago sativa, and effects of
extractable condensed tannin fractions
on methanogenesis. Animal Feed
Science and Technology, 88(1), 1–6. https://doi.org/org/10.1016/j.mimet.2011.09.005.
Tiago, N. P. V., Erico, da S. L., Wallacy, B.
R. dos S., Andr eacute ia, S. C. aacute
rio, C aacute ssio, J. T., Iacute talo, L.
F., & Marco, A. ocirc nio M. de F.
(2016). Ruminal microorganism
consideration and protein used in the
metabolism of the ruminants: A
review. African Journal of Microbiology
Research, 10(14), 456–464.
https://doi.org/10.5897/AJMR2016.7627
Tymensen, L., Barkley, C., & McAllister, T.
A. (2012). Relative diversity and
community structure analysis of
rumen protozoa according to T-RFLP
and microscopic methods. Journal of
Microbiological Methods, 88(1), 1–6. https://doi.org/10.1016/j.mimet.2011.09.005
Váradyová, Z., Kišidayová, S., Siroka, P., &
Jalč, D. (2008). Comparison of fatty
acid composition of bacterial and
protozoal fractions in rumen fluid of
sheep fed diet supplemented with
sunflower, rapeseed and linseed oils.
Animal Feed Science and Technology,
144(1–2), 44–54. https://doi.org/10.1016/j.anifeedsci.2007.09.033
Waghorn, G. (2008). Beneficial and
detrimental effects of dietary
condensed tannins for sustainable
sheep and goat production--Progress
and challenges. Animal Feed Science
and Technology, 147(1–3), 116–139. https://doi.org/org/10.1016/j.anifeedsci.2007.09.013
Wereszka, K., & Michałowski, T. (2012).
The ability of the rumen ciliate
protozoan Diploplastron affine to
digest and ferment starch. Folia
Microbiologica, 57(4), 375–377. https://doi.org/10.1007/s12223-012-0146-1
Wright, A., Kennedy, P., O’Neill, C. J.,
Toovey, A. F., Popovski, S., Rea, S.
M., Klein, L. (2004). Reducing
methane emissions in sheep by
immunization against rumen
methanogens. Vaccine, 22(29–30),
3976–3985.
Peran Protozoa pada Pencernaan Ruminansia
dan Dampak Terhadap Lingkungan Yanuartono, dkk. 2019
J. Ternak Tropika Vol 20, No 1: 16-28, 2019 28
https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2004.03.053 Xia, Y., Kong, Y., Seviour, R., Forster, R.,
Kisidayova, S., & McAllister, T.
(2014). Fluorescence in situ
hybridization probing of protozoal
Entodinium spp. and their
methanogenic colonizers in the rumen
of cattle fed alfalfa hay or triticale
straw. Journal of Applied
Microbiology, 116(1), 14–22.
https://doi.org/10.1111/jam.12356
Zhou, Y. W., McSweeney, C. S., Wang, J.
K., & Liu, J. X. (2012). Effects of
disodium fumarate on ruminal
fermentation and microbial
communities in sheep fed on high-
forage diets. Animal, 6(05), 815–823. https://doi.org/10.1017/S1751731111002102