Peran Perawat Dalam Terapi Ansietas
Embed Size (px)
Transcript of Peran Perawat Dalam Terapi Ansietas
PERAN PERAWAT DALAM TERAPI ANTI ANSIETAS(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa)
Oleh kelompok II : Anika Kartika (0906619176) Asti Fauhida (0906619150) Burhandiah (0906619195) Sri Marga Putri (0906619996) Toto Dinar W (0906619655) Yunita Panjaitan (0906619680)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang kesehatan terjadi dengan pesatnya. Salah satunya ditandai dengan munculnya jenis obat-obatan baru yang semakin canggih, termasuk diantaranya obat-obatan psikotropika. Perawat sebagai anggota team kesehatan harus bisa dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan termasuk perkembangan jenis obat-obatan psikotropika. Hal pertama dan sangat penting diketahui oleh perawat adalah apa peranan perawat dalam pemberian obat / terapi psikotropika. Dengan mengetahui peran yang harus ditampilkan disertai pengetahuan yang memadai tentang obat-obatan, efektifitas terapi psikotropika dapat dicapai dengan optimal. B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui sejauh mana peran perawat dalam memberikan terapi pada pasien dengan ansietas.
BAB II PERAN PERAWAT DALAM TERAPI ANSIETAS A. PENGERTIAN Antiansietas atau sering disebut juga anxiolitik adalah pengobatan yang digunakan pada perawatan ansietas. Sering sulit untuk menentukan kapan memberikan pengobatan pada ansietas dan ini sering menjadi keputusan yang kontroversi. Antiansietas dibagi menjadi dua kategori yaitu benzodiazeoin, yang mencakup beberapa kelas obat. Benzodiazepin merupakan obat yang paling banyak diresepkan di seluruh dunia, dan dalam 20 tahun terakhir obat tersebut hampir seluruhnya menggantikan barbiturat dalam pengobatan ansietas dan gangguan tidur. Obat ini terkenal karena keefektifan dan margin keamanan yang luas. B. NAMA OBAT YANG SERING DIGUNAKAN Kelas Nama generic Nama dagang Xanax Tranxene Valium Paxipam Klonopin Ativan Buspar Trancopal Rentang dosis harian 0,75-1,15 mg 15-100 mg 15-60 mg 4-40 mg 40-80 mg 1,5-50 mg 2-8 mg 15-60 mg 300-800 mg Kecepatan distribusi Sedang Lambat Cepat Cepat Sedang Sedang Sedang Awitan lambat, distribusi cepat Metathiazone Chlormezanone
Benzodiazepine Alprazolam Klonazepat Diazepam Halazepam Klonazepam Azaspirone Lorazepam Buspiron
Aklordiazepoksid Librium
1. Benzodiazepine a. Indikasi 1) 2) 3) Gangguan ansietas Ansietas yang berhubungan dengan stress, penyakit medis Gangguan tidur
4) 5) 6) 7)
Putus obat dan alkohol. Relaksasi skeletomuskular. Gangguan kejang Ansietas preoperatif
b. Efek samping Efek sedative umum misalnya mengantuk, fatique, pusing, kerusakan psikomotor, CNS efek (mengantuk, fatique, pusing, sakit kepala, paradoxical excitement, kerusakan psikomotor, depresi SSP). Sedasi biasanya hilang 1-2 minggu pemberian. Benzodiazepine dapat meningkatkan ketidaksukaan pada seksual, vaginismus, dan ejakulasi cepat. Mungkin juga dapat menyebabkan masalah ereks. Efek kardiovaskuler terjadi dengan pemberian intravena (hipotensi, kardiovaskuler kolaps) dan depresi pernafasan. Efek lain adalah ketergantungan benzodiazepine menyebabkan gejala putus obat yang significant. Efek psikologis pada klien adalah klien menjadi takut gejala ansietasnya muncul kembali atau mereka tidak mampu mengatasi ansietas tanpa obat. c. Cara pemberian Librium, valium dan ativan diberikan IM dan IV. Benzodiazepine yang digunakan dalam waktu lama dapat beresiko terjadi syndrome withdrawaltermasuk kejang, kram abdomen dan otot lain, muntah dan insomnia. Obat ini harus diturunkan dosisnya secara perlahan dan bertahap. d. Kontraindikasi Hipersensitivitas benzodiazepine, myasthenia gravis, infant, orangtua. e. Mekanisme kerja Mekanisme berkaitan dengan reseptor stereospesifik benzodiazeoine pada saraf GABA postsinaptik di beberapa tempat CNS, termasuk sistem limbik, bentuk retikular. Peningkatan efek penghambatan GABA pada saraf yang dapat dirangsang oleh peningkatan permeabilitas membran saraf terhadap ion klorida sehingga terjadi hiperpolarisasi dan stabil.
f. Yang perlu diperhatikan oleh perawat. Benzodiazepine pada umumnya tidak menjadi adiktif kuat jika penghentian pemberiannya dilakukan secara bertahap, jika obat ini digunakan untuk tujuan yang tepat, dan jika penggunaannya disertai dengan penggunaan zat lain, seperti penggunaan kronis barbiturate atau alkohol Benzodiazepine mempunyai indeks terapeutik yang sanat tinggi, sehingga overdosis obat ini sendiri hampir tidak pernah menyebabkan fatal. Pada pasien orangtua lebih rentan terkena efek samping karena penuaan otakmenjadi lebih sensitive pada sedative. Benzodiazepine lebih cocok digunakan pada anakanak untuk pengobatan tidur sambil berjalan, pada single dosis untuk mencegah ansietas dan mengobati panik. Hindari penggunaan pada gangguan kepribadian karena dapat meningkatkan ansietas. Selama kehamilan benzodiazepine dikaitkan dengan malformasi palatum dan intrauterine growth retardatio, terutama pada trimester pertama. Pada menyusui dikaitkan dengan floppy infant syndrome, neonatal withdrawal symptom, dan lemahnya reflex sucking. 2. Nonbenzodiazepine a. Indikasi Kasus kecemasan yang menahun. b. Efek samping Mengantuk, pusing, sakit kepala, kecemasan (nervousness), kadang terjadi efek alkohol terhadap SSP. Obat ini tidak berdampak pada penurunan gairah seks, ejakulasi tertunda mungkin lebih buruk yaitu ejakulasi cepat, mual, muntah kerusakan hati, nyeri otot. c. Cara pemberian Dosis 15-60 mg/hari, diberikan peroral. d. Kontraindikasi Ibu hamil dan menyusui, dan bayi. e. Mekanisme kerja
Obat ini bekerja lebih lambat dan efek maksimum biasanya dilihat setelah 3-4 minggu. Tidak menghambat relaksasi otot atau akativitas antikonvulsan, interaksi dengan CNS depresan, hipnotik sedative. Obat kelas ini bekerja dengan menghambat aktivitas noradregenik perifer atau central dan berbagai manifestasi ansietas (tremor, palpitasi, berkeringat) g. Yang perlu diperhatikan perawat Obat ini tidak efektif pada magemen putus obat atau alkohol atau gangguan panic. Pada umumnya, efek antisietas yang nyata dari obat ini memerlukan beberapa minggu. Lebih efektif pada pasien yang tidak pernah mengggunakan benzodiazepine dan yang tidak mengingikan efek kerja segera dari pengobatan. C. Peran perawat dalam aplikasi keperawatan pemberian terapi ansietas 1. Pengkajian Medical Assesment tools a. Untuk masing-masing kategori obat; hal-hal yang harus diperhatikan: 1) Peresepan obat setiap kali pemberian ke pasien 2) Setelah 6 bulan pemberian obat-obatan kaji gejala yang timbul. 3) Mengontrol gejala-gejala yang timbul setelah 6 bulan. b. Identifikasi informasi dari pasien & sumber lain: 1) Nama obat 2) Alasan pemberian. 3) Pertama kali obat diberi dan distop 4) Dosis pemberian perhari. 5) Keefektifan obat dan siapa yang memberikan obat secara langsung. 6) Reaksi efek samping. 7) Siapa yang memberikan obat dan bagaimana cara pemberiannya. 8) Riwayat pemberian obat. 9) Peresepan obat oleh pihak lain. 10) Pemberian suplemen, herbal, esensial oil dll.
c. 1) Alkohol 2) Tobacco 3) Caffeine
Identifikasi kategori obat yang dapat berinteraksi terhadap obat
yang diresepkan :
4) Street drugs d. Bila kategori diatas ada (kategori c) maka identifikasi: 1) Nama-namanya. 2) Tanggal dan dosis pemberian. 3) Efek yang dilaporkan selama pemberian. 4) Reaksi yang merugikan/gejala withdrawal 5) Usaha untuk menghentikan kategori diatas (kategori c) 6) Keruskan yang terjadi akibat obat terhadap: kualitas hidup, hubungan dengan keluarga, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, produktifitas, image diri, ekonomi. Pengkajian pada pasien meliputi: a. b. Riwayat perawatan Fisik a) Hipotensi ortostatik Bangun perlahan-lahan dari posisi berbaring, atau posisi duduk. Gunakan bantuan tongkat dan lakukan latihan otot betis. Monitor tekanan darah secara rutin. b) Takikardia. Monitor tekanan darah, nadi secara rutin. c) Perubahan gambaran EKG 2) System neurologi (SSP) a) Mengantuk Konsumsi obat pada saat sebelum tidur. Tingkat kan asupan kafein pada pagi hari. Batuk aktifitas ataxia.
1) System cardiovaskuler
b) Bingung Kurangi dosis obat. c) Tremor. Konsumsi oabat bersama makanan. Inderal(propanaol) d) Depresi. Kurangi dosis obat dan range Berikan terapi antideprenan e) Sakit kepala, vertigo. Merupakan respon dari analgetic ringan. f) insomnia. Ungkapkan masalah Tingkatkan waktu latihan. Hindari simultanseperti kafein. g) Ataksia Berhati-hati dalam aktifitas. Hindari jatuh. h) Kejang. Hentikan obat. i) Delirium Berikan keamanan lingkungan. j) Bicara tidak jelas. 3) System gastrointestinal. a) Anoreksia b) Mual muntah. Konsumsi obat pada waktu makan atau sebelum tidur c) Mulut kering. Kunyah permen karet rendah gula/permen yang keras. Pelihara kebersihan mulut. Gunakan artificial saliva preparation
d) Diare. Ringan: gunakan air mengalir ketika akan mencoba buang air kecil Berat : Bethanacol 10-30 mg, 3-4 kali perhari. e) Konstipasi. Laksatif alami : makanan tinggi serat, peningkatan asupan cairan Laksatif tersering: metamucil, surfak, colace. Laksatif perangsang : Magnesium susu, dulcolax, senekot. 4) System perkemihan a) Retensi urine. Ringan: gunakan air mengalir ketika akan mencoba buang air kecil Berat: Bethanacol 10-30 mg, 3-4 kali perhari. 5) Hematologi. a) Peningkatan enzim liver b) Leukopenia c) Anemia d) Trombositopenia. 6) Dermatologi. a) Kemerahan. b) Dermatitis c) gatal-gatal. d) Rambut rontok e) Edema angkle dan muka. 7) Lain-lain. a) Penurunan pendengaran. b) Demam c) Diaphoresis d) Ginekomastia. e) Perubahan berat badan. f) Dehidrasi. g) Sakit sendi. c. Laboratorium
d. e. f. g.
Social budaya Riwayat pengobatan Identifikasi efek samping obat saat pengobatan. Gejala disfungsi organ.
Nursing Intervention Classification (NIC) McCloskey and Bulecheck, 1996 a. Fisiologis 1) Management obat. Fasilitasi keamanan dan efektivitas penggunaan dan efek Meningkatkan rasa percaya diri klien Beritahu klien reaksi pemberian obat dan efek Koordinasi dengan team kesehatan lain. Thermogulasi Intervensi: management pengobatan samping obat.
intoksikasi dari obat. 2)
Intervensi : Manajemen termoregulasi: memelihara temperature tubuh pada batas normal. b. Perilaku Intervensi: penyuluhan yaitu menjelaskan pengobatan: Menyiapkan pasien untuk secara aman menggunakan resep obat dan memonitor efeknya Beritahu klien bahwa anti ansietas ditujukan untuk mengurangi gejala seperti ansietas atau insomnia, tetapi tidak mengobati penyebab dasar pengobatan. Beritahu pada klien bahwa obat ini menguatkan efek alcohol, yaitu setiap satu kali minum memiliki efek 3 kali minum. Oleh karena itu klien diingatkan untuk tidak minum alcohol ketika mengkonsumsi benzodiazeim. 1) Edukasi pasien
Ingatkan klien untuk menyadari penurunan waktu respon, reflek lebih lambat, jangan mengemudi kendaraan/ berangkat kerja. 2. Diagnosa dan intervensi keperawatan a. 1) 2) 3) 4) KH: Mengutarakan pemahaman akan resiko menggunakan obat-obatan. Menahan diri untuk tidak berhalusinasi. Menyelesaikan penghentian tanpa melukai diri sendiri. Intervensi: 1) Tentukan tingkat ketidakseimbangan dengan berbicara pada klien atau orang terdekat. Observasi dan catat pola tidur dan durasi masalah. Rasional : Informasi dapat memberikan perkiraan-perkiraan batasan waktu untuk ketidakseimbangan, dengan gangguan tidur sebagai awal masalah yang dapat terobservasi. 2) Identifikasi obat-obatan yang digunakan: waktu dan cara pemberian obat. Rasional: Membantu identifikasi intervensi obat-oabatan khusus. 3) Kaji tingkat kesadaran : agitasi, stupor, letargi, kebingungan atau kesadaran. Rasional : Dapat menjadi indikator derajat intoksikasi dan tingkat intervensi yang dibutuhkan. 4) Kaji kapan terakhir kali makan dan adakah mual. Rasional : Adanya makanan pada lambung dapat memperlambat absorbs obat-obatan ke dalam aliran darah. 5) Observasi suhu sesuai indikasi dan observasi tanda-tanda dehidrasi. Risiko terhadap trauma/ kesulitan bernafas atau keracunan Depresi SSP Agitasi SSP Hipersensitif obat-obatan Tekanan psikologis (penyempitan pandangan
perceptual yang terlibat dengan adanya ansietas)
Rasional: Hipotermi mungkin terlihat pada intoksikasi, pada waktu hiperpireksia. Dehidrasi seringkali diikuti dengan hiperpireksia, membutuhkan intervensi tambahan/ pengganti cairan. 6) Observasi TD, nadi dan pernafasan. Rasional : Perubahan tekanan darah bergantung pada obat-obatan yang digunakan seperti diazepam/valium mungkin dibutuhkan pada hipotensi/takikardia. 7) Observasi dan catat adanya tremor Rasional : Pergerakan involunter dari satu atau sebagian besar tubuh dihasilkan dari pembersihan obat yang tidak sempurna. 8) Pasang pengaman untuk pencegahan terhadap kejang (papan pengaman, tempat tidur pada posisi yang rendah). Rasional : tindakan pencegahan dapat menghindari adanya kecelakaan bila kejang terjadi. 9) Catat perubahan prilaku yang mengindikasikan adanya psikosis. Rasional: Intoksikasi obat dapat menjadi factor presipitasi terjadinya gangguan persepsi atau prilaku psikosis. 10) Kaji status emosional, catat riwayat psikiatri dan upaya dan gerak tubuh yang menunjukan gerakan bunuh diri. Rasional: Penyalahgunaan substansi/bunuh diri mungkin menjadi 11) Kolaborasi: Lakukan bilas lambung bila dibutuhkan Berikan obat-obatan segera/ sesuai protocol seperti obat Bantu dengan pemberian program detoksifikasi barbiturate. Rujuk pada program rehabilitasi. Pola nafas tidak efektif, resiko tinggi terhadap kerusakan
emetic (apomorfin), fenobarbital, metadon. b. gas. 1. Ketidakseimbangan neuromuskular 2. Peningkatan energy/kepenatan
3. Proses inflamasi 4. Penurunan ekspansi paru. KH: 1. Menetapkan pola nafas yang normal 2. Tidak sianosis 3. Tidak sesak nafas. Intervensi: 1. Observasi tingkat, irama, suara pernafasan. Rasional: Efek sedatif/ depresan pada SSP mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernafasan. pengobatan yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah henti nafas. 2. Hisap lendir dan berikan oksigen jika perlu Rasional : Efek sedatif dari obat-obatan, peningkatan saliva, dan resiko potensial untuk muntah karena aspirasi. 3. Kolaborasi c. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (nalokson/narkan) Ulangi pemeriksaan sinar X dada. Observasi denyut oksimetri dan pemeriksaan AGD Resiko tinggi infeksi. Peruhan sensori persepsi b.d perubahan kimiawi:
endogenesus (penghentian pemberian obat yang tiba-tiba) dan eksogenus (tidak seimbang elektrolit dan peningkatan BUN amonia), penyimpangan tempat tidur. KH: Pasien akan menghasilkan atau mempertahankan tingkat kesadaran Mengidentifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi kemampuan yang umum. sensori persepsi. Intervensi: Kaji tingkat kesadaran, kemampuan untuk berbicara, memberikan tanggapan terhadap stimuli/ perintah.
Rasional: Bicara kacau, bingung atau tidak jelas merupakan respon ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidakseimbangan putusan atau defisit koordinasi otot. Observasi respon tingkah laku seperti hiperaktivitas, disorientasi, kacau mental, tidak dapat tidur, peka rangsangan. Rasional: Hiperaktivitas karena gangguan SSP. tak dapat tidur merupakan kehilangan dari efek sedatif, penyimpangan tidur dapat memperburuk disorientasi. Beri lingkungan yang tenang bicara dengan suara yang tenang perlahan, kurangi cahaya sesuai petunjuk, matikan radio atau TV sewaktu tidur. Rasional: Mengurangi stimulasi eksternal memberikan respon yang lebih baik pada ruangan tenang dan gelap. Berikan perawatan dengan personil yang sama. Rasional: Meningkatkan pengenalan pemberi perawatan dan rasa konsistensi yang dapat mengurangi rasa takut. Secara berulang kali lakukan orientasi terhadap orang, tempat, dan lingkungan sekitar. Rasional: Mengurangi ansietas, mencegah kesalahan interpretasi terhadap stimuli eksternal. Berikan keamanan lingkungan: tempatkan tempat tidur pada posisi yang rendah, tinggalkan pintu dalam keadaan pintu terbuka dengan posisi tertutup, lakukan observasi secara berulang-ulang kali, tempatkan bel pemanggil dalam jangkuan, singkirkan benda yang dapat melukai pasien. Rasional: Pasien mungkin mengalami penyimpangan realita, ketakutan, atu ingin bunuh diri, membutuhkan perlindungan dari dirinya sendiri. Kolaborasi berikan pembatasan,restrain sesuai kebutuhan. Rasional: Pasien dengan aktivitas psikomotor berlebih, perilaku kekerasan, ingin bunuh diri, memerlukan pembatasan untuk mencegah mencederai diri.
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit, fungsi ginjal,
glukosa. Rasional: Perubahan fungsi organ mempercepat terjadi defisit sensori persepsi. Beri obat-obatan sesuai indikasi seperti: mutivitamin (vit B komplek, Thiamin dan vit C) Rasional: Kekurangan vitamin digambarkan dengan adanya ataksia, kehilangan gerakan bola mata, dan respon pupil, palpitasi, dan sesak nafas. DAFTAR PUSTAKA Antai, D & Otong. 1995. Psychiatric nursing. Biological and behavioral concepts. America: Saunders Company.